• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN STIMULAN PERUMAHAN SWADAYA DI KECAMATAN BONTORAMBA KABUPATEN JENEPONTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN STIMULAN PERUMAHAN SWADAYA DI KECAMATAN BONTORAMBA KABUPATEN JENEPONTO"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

STIMULAN PERUMAHAN SWADAYA DI KECAMATAN BONTORAMBA KABUPATEN JENEPONTO

OLEH

ISMAWATY ISKANDAR MPW 45 15024

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2018

(2)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dengan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini tepat pada waktunya dengan judul “Efektivitas Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto ”.

Penulis menyadari bahwa betapa berat dan banyaknya halangan yang datang dalam proses penyelesaian tesis ini, namun dengan bantuan, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak, sehingga hambatan tersebut akhirnya dapat dilalui. Pada kesempatan ini pula tak lupa penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan setulusnya kepada :

1. Teristimewa untuk Bapak Prof. Dr. Ir. H. Batara Surya, M.Si, Dr. Ir. Syafri, M.Si selaku pembimbing, terima kasih untuk bimbingan, motivasi dan bantuan yang sangat besar sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

2. Terima kasih kepada Bapak penguji Prof. Dr. Ir. A. Muhibuddin, M.S, dan Dr. Ir.

Agus Salim, M.Si, atas masukan yang sangat membangun demi kesempurnaan tesis ini.

3. Keluarga besar yang tidak henti-hentinya memberikan motivasi, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

4. Staf Administrasi Program Pascasarjana Universitas Bosowa Makassar.

(3)

5. Pihak instansi pemerintah Kabupaten Jeneponto yang telah banyak memberikan informasi dan data yang dibutuhkan selama penelitian.

6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa hasil penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun sehingga dapat mengarahkan kepada kesempurnaan dan penulis berharap dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Makassar, April 2018

ISMAWATY ISKANDAR

(4)

oleh Prof. Dr. Batara Surya, ST.,MT dan Dr. Ir. Syafri, M.Si).

Penelitian ini bertujuan (1) Mengkaji dan menganalisis Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto (2) Mengkaji dan mengukur Efektifitas Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif- Kuantitatif melalui perhitungan tabulatif yang di dukung dengan survey, kuisioner dan wawancara kepada narasumber yang berkompeten, juga mengakses data pada instansi yang terkait dan dianalisis menggunakan analisis deskriptif .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman pelaksanaan. Efektifitas Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Bontoramba belum sepenuhnya tercapai akibat program tersebut belum digunakan sepenuhnya mengacu pada mekanisme dan tata cara yang telah ditetapkan. Efektifitas hanya terpenuhi pada: dengan adanya program bantuan stimulan perumahan swadaya ini mampu meningkatkan jiwa sosial warga dengan membantu warga yang membutuhkan.

(5)

This study aims to (1) Review and analyze the Implementation of Self-Helping Stimulant Support Program in Bontoramba District Jeneponto Regency (2) Review and measure the Effectiveness of Implementation of Self-Helping Housing Stimulation Program in Bontoramba District Jeneponto Regency.

The research method used in this research is descriptive-quantitative through tabulative calculations supported by survey, questionnaire and interviews to competent sources, also access data in related institutions and analyzed using

descriptive analysis.

The results showed that the Implementation of Self-Helping Housing Stimulation Program in Bontoramba District Jeneponto Regency has not been fully in accordance with the implementation guidelines. The effectiveness of the Implementation of the Self-Helping Housing Stimulation Program in Bontoramba Sub-District has not been fully achieved as the program has not been fully utilized in accordance with established mechanisms and procedures. Effectiveness is only fulfilled in: with the assistance program of self-help housing stimulant able to improve social life of citizen by helping citizen in need.

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i

KATA PENGANTAR ii

ABSTRAK iii

ABSTRAC vi

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 9

C. Tujuan Penelitian 10

D. Manfaat Penelitian 10

E. Lingkup Penelitian 12

F. Sistematika Pembahasan 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Perspekitif Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya 14

1. Konsep Kebijakan Publik 14

2. Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Pemukiman 18 3. Rumah Tinggal Masyarakat Berpenghasilan Rendah 21 4. Tingkat Kebutuhan Akan Rumah Tinggal 24 5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembangunan Pemukiman 26 6. Gambaran Umum Dokumen Program Bantuan Stimulan

Perumahan Swadaya 31

(7)

a. Tujuan dan Ruang Lingkup Program Bantuan Stimulan

Perumahan Swadaya 32

b. Prinsip dan Pendekatan Penyelenggaraan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya 33

c. Ruang Lingkup Kegiatan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya 35

d. Kriteria Penerima Bantuan Program Stimulan Perumahan Swadaya 36

e. Pelaksanaan Kegiatan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya 37

B. Perspektif Efektifitas Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya 1. Konsep Efektifitas 46

2. Struktur Sosial dan Sistem Sosial 49

C. Konstruksi Teori 56

D. Peneliti Terdahulu 58

E. Kerangka Pikir 59

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian 62

B. Lokasi Penelitian 62

C. Populasi dan Sampel 63

1. Populasi 63

2. Sampel 64

D. Jenis dan Sumber Data 67

1. Jenis Data 67

2. Sumber Data 67

E. Metode Pengumpulan Data 68

(8)

F. Variabel Penelitian 69

G. Metode Analisis Data 70

H. Definisi Operasional 74

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Jeneponto 76

1. Kondisi Geografi 76

2. Penggunaan Lahan 78

3. Demografi 79

4. Sektor Ekonomi 81

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 85

1. Letak Geografis dan Batas Wilayah 85

2. Luas Wilayah 87

3. Jumlah Penduduk 88

4. Ketersediaan Fasilitas 89

5. Kondisi Sosial dan Ekonomi 89

a. Jumlah Rumah Tangga Miskin 89

b. Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya

Desa Batujala Kecamatan Bontoramba 91 C. Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya 93

1. Distribusi Responden 93

2. Jenis Pekerjaan 94

3. Lokasi Tempat Kerja 94

4. Kriteria Penerima Bantuan 96

5. Keterlibatan Aktor 96

D. Hasil dan Pembahasan 97

1. Analisis Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya

di Kabupaten Jeneponto 97

(9)

2. Analisis Efektifitas Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan

Swadaya Kabupaten Jeneponto 99

a. Analisis Capaian Target Program 99

b. Analisis Keterlibatan Aktor 103

c. Analisis Nilai Manfaat 105

d. Analisis Sosial Budaya 106

e. Sintesis Hasil Penelitian 109

1. Sintesis Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya

Kabupaten Jeneponto 109

2. Sintesis Efektivitas Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya

Kabupaten Jeneponto 111

f. Temuan Penelitian 113

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 115

B. Saran 116

DAFTAR PUSTAKA 117

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Surat Ijin Penelitian 2. Foto Dokumentasi

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 3.1 Informan Penelitian 63

Tabel 3.2 Responden 66

Tabel 3.3 Variabel Penelitian 69

Tabel 3.4 Penentuan Kategorisasi Tabulasi Silang (Crostabulation) 73 Tabel 4.1 Luas Wilayah Diperinci Menurut Kecamatan Kabupaten Jeneponto 69 Tabel 4.2 Penggunaan Lahan Kabupaten Jeneponto Tahun 2017 79 Tabel 4.3 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Jeneponto

Tahun 2012-2016 81

Tabel 4.4 Luas Wilayah Kecamatan Bontoramba Menurut Desa/Kelurahan

Tahun 2016 87

Tabel 4.5 Penduduk Kecamatan Bontoramba Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2013-2016 88

Tabel 4.6 Klasifikasi Desa Tertinggal di Kecamatan Bontoramba Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2016 90

Tabel 4.7 Distribusi Responden 93

Tabel 4.8 Jumlah Responden Menurut Mata Pencaharian 94

Tabel 4.9 Lokasi Tempat Kerja Responden 95

Tabel 4.10 Jumlah Responden Menurut Keterlibatan Aktor 96

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2 Piramida Kebutuhan Manusia Terhadap Hunian dari Maslow 25 Gambar 2.2 Struktur Pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya 45

Gambar 2.3 Kerangka Konsep 61

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Jeneponto 77 Gambar 4.2 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Jeneponto 79 Gambar 4.3 Diagram Perkembangan Penduduk Kabupaten Jeneponto

Tahun 2016 81

Gambar 4.4 Indeks Pembangunan Manusia 83

Gambar 4.5 Ketertinggalan Wilayah 84

Gambar 4.6 Peta Administrasi Kecamatan Bontoramba 86

Gambar 4.7 Diagram Luas Wilayah Lokasi Penelitian 87

Gambar 4.8 Kondisi Rumah Sebelum dan Sesudah Renovasi 92

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu upaya untuk mencapai kesejahteraan, dan negara memiliki peranan besar dalam hal ini. Peran negara mencakup upaya untuk menggali segala sumber daya seperti pajak, ekspnloitasi sumber daya alam, dan lain sebagainya. Negara berkewajiban membuat kebijakan atau undang - undang untuk mengatur warga negara serta mengelola barang publik, negara menyediakan anggaran guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan sehingga pelayanan publik dapat terlaksana dengan baik. Negara juga harus menciptakan iklim ekonomi yang stabil, memastikan adanya pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, termasuk menyediakan lapangan kerja. Selain itu, peran negara yang lain ialah mengeluarkan belanja untuk pembangunan sosial atau kebijakan sosial. Wujud nyata kebijakan sosial adalah program - program yang berorientasi pada pemenuhan hak - hak dasar warga negara (Suharto, 2007:11).

Pada hakikatnya pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada didalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara material maupun spiritual. Pembangunan yang didominasi oleh pemikiran yang cenderung memandang proses pembangunan sebagai serangkaian tahapan yang

(13)

berurutan, yang pasti akan dialami oleh setiap negara yang disepakati dan menjadi komitmen.

Sebagaimana diamanatkan dalam Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1), bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Berdasarkan Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang merupakan hasil revisi UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menegaskan bahwa rumah adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Salah satu langkah penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat adalah pengembangan dan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, yang pada prinsipnya bertujuan untuk menyiapkan lokasi bagi pembangunan perumahan sejahtera yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas yang memadai dan terjangkau.

Upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan rumah tidak layak huni, pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mencanangkan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya atau yang lebih dikenal masyarakat sebagai program bedah rumah. Pada tahun 2017 Kementerian Perumahan Rakyat menargetkan sasaran dari program ini sebanyak 30.000, jumlah ini akan terus meningkat setiap tahunnya. Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya sendiri merupakan salah satu program yang lahir berdasarkan

(14)

Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman yang merupakan revisi dari Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1992.

Pada Pasal 54 Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2011 disebutkan bahwa: (1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, (2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan, (3) Kemudahan dan/ atau bantuan pembangunan dan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah sebagaimana yang dimaksud ayat 2 dapat berupa: a) Subsidi perolehan rumah;

b)Stimulan rumah swadaya; c) Insentif perpajakan sesuai ketentuan perundang - undangan dibidang perpajakan; d) Perizinan; e) Asuransi dan penjaminan; f) Penyediaan tanah; g) Sertifikasi tanah; dan/ atau h) Prasarana, sarana, dan utilitas umum. Selanjutnya, Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya pada pelaksanaannya mengacu pada Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 81/ PMK.05/ 2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementrian Negara/ Lembaga, serta petunjuk - petunjuk teknis yang berupa surat edaran yang dikeluarkan Kementrian Perumahan Rakyat.

Standar maksimum penghasilan calon penerima bantuan berdasarkan Surat Edaran Kementrian Perumahan Rakyat Nomor 25/SE/DS/4/2012 adalah Rp.1.250.000,-per bulan. Selain berpenghasilan rendah dan menempati rumah tidak

(15)

layak huni penerima bantuan diutamakan dari masyarakat yang telah memiliki rencana membangun atau meningkatkan kualitas rumah, yang dibuktikan dengan memiliki tabungan bahan bangunan, sebelumnya telah memulai membangun rumah, memiliki aset lain yang dapat dijadikan dana tambahan, serta didahulukan yang sudah diberdayakan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Adapun besarnya bantuan untuk masing - masing penerima bantuan ialah Rp. 15.000.000,- dengan sumber pendanaan murni dari APBN. Lingkup bantuan stimulan ini adalah untuk pembangunan rumah baru, peningkatan kualitas rumah, dan pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

Berdasarkan Undang - Undang yang telah disebutkan diatas, diketahui bahwa penerima bantuan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini adalah masyarakat yang memiliki penghasilan rendah, bukan tunawisma. Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan dari pemerintah untuk memperoleh rumah. Ciri masyarakat berpenghasilan rendah adalah; a. Hidup dalam rumah dengan ukuran lebih kecil dari 8 M2 per orang, b. Hidup dalam rumah dengan lantai tanah atau lantai kayu berkualitas rendah/bambu, c. Hidup dalam rumah dengan dinding terbuat dari kayu berkualitas rendah/bambu/rumbia/tembok tanpa diplester, d. Hidup dalam rumah yang tidak dilengkapi dengan WC/bersama-sama dengan rumah tangga lain, e. Hidup dalam rumah tanpa listrik, f. Tidak mendapatkan fasilitas air bersih/sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan, g. Menggunakan kayu bakar, arang atau minyak tanah untuk memasak, h. Mengkonsumsi daging atau susu

(16)

seminggu sekali, i. Belanja satu set pakaian baru setahun sekali, j. Makan hanya sekali atau dua kali sehari, k. Tidak mampu membayar biaya kesehatan pada Puskesmas terdekat, l. Pendapatan keluarga kurang dari Rp. 600.000,- per bulan, m.

Pendidikan Kepala Keluarga hanya setingkat Sekolah Dasar, n. Tidak memilik tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp. 500.000,-(kendaraan, emas,ternak dll), o. Mempekerjakan anak di bawah umur, p. Tidak mampu membiayai anak untuk sekolah, (BKKBN dan Badan Pusat Statistik, 2017).

Tujuan dibuatnya program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah adalah untuk memberdayakan Masyarakat Berpenghasilan Rendah agar mampu membangun atau meningkatkan kualitas rumah secara swadaya sehingga dapat menghuni rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat dan aman

Kabupaten Jeneponto adalah salah satu Kabupaten di Sulawesi Selatan yang masuk dalam kategori daerah tertinggal dan saat ini telah memenuhi kriteria untuk mendapatkan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (BSPS). Berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Jeneponto terdapat sekitar 57.850 unit rumah yang tidak layak huni, dan dari Tahun 2012 – 2017 Kabupaten Jeneponto menerima Bantuan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. Data penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kabupaten Jeneponto dari Tahun ke tahujn mengalami penurunan di sebabkan karena dana yang ada untuk Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya tidak terfokus pada Kabupaten Jeneponto saja tapi ke

(17)

semua daerah tertinggal di seluruh Indonesia. Hingga tahun 2017 tercatat sudah 4.172 unit rumah tidak layak huni di Kabupaten Jeneponto yang telah mendapat bantuan dana stimulan perumahan swadaya dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Terkait dengan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kabupaten Jeneponto, terkait dengan observasi awal peneliti terdapat beberapa permasalahan dalam pelaksanaannya yaitu :

Pertama, Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Jeneponto dianggap kurang optimal dalam mensosialisasikan adanya program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya kepada masyarakat. Bahkan masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya yang telah dilaksanakan di Kabupaten Jeneponto, padahal program ini sudah berjalan sejak tahun 2012 di Kabupaten Jeneponto.

Kedua, pada tahap pendataan masyarakat yang akan memperoleh bantuan di Kabupaten Jeneponto masih terdapat tumpang tindih dalam segi pendataan atau dengan kata lain pendataan tidak dilakukan secara merata. Terbukti tidak semua masyarakat yang telah memenuhi kriteria seperti yang telah ditetapkan untuk memperoleh bantuan tapi tidak terdata oleh petugas pendataan. Padahal berada pada daerah yang sama dengan masyarakat yang memperoleh bantuan.

Ketiga, belanja material dilakukan oleh pelaksana program, bukan penerima bantuan. Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya termasuk kedalam bantuan sosial yang berupa uang dimana dalam teknis penyalurannya langsung di transfer ke

(18)

rekening penerima. Karenanya dalam pembelanjaannya harus mengacu pada peraturan menteri keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 Pasal 4 ayat (8) yang menyebutkan bahwa belanja bantuan sosial yang disalurkan dalam bentuk uang yang digunakan oleh penerima bantuan untuk pengadaan Barang/Jasa, dikerjakan/dihasilkan sendiri oleh penerima bantuan secara swakelola. Namun yang peneliti temui di Kabupaten Jeneponto tidaklah demikian, penerima bantuan memang menarik sendiri uang mereka, namun mereka langsung menyerahkannya kepada pelaksana untuk dibelnjakan bahan material bangunan. Hal ini jelas bertentangan dengan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2014 Pasal 35 Ayat (5) menyebutkan unit Pengelola Kegiatan/Badan Keswadayaan Masyarakat dilarang memungut kembali dana bantuan stimulan yang telah diserahkan kepada anggota Kelompok Swadaya Masyarakat dan menggulirkan kepada pihak manapun.

Pembelanjaan dana bantuan yang tidak dilakukan sendiri oleh penerima bantuan juga membuat bentuk bantuan ini adalah barang.

Berdasarkan informasi yang telah peneliti dapatkan berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat penerima bantuan diketahui bahwa belanja material dilakukan oleh tim pendamping masyarakat dilakukan atas kesepakatan bersama berdasarkan hasil rembuk dengan penerima bantuan, hal ini dilakukan tidak lain sebagai hasil upaya menyelamatkan program karena dikhawatirkan apabila masyarakat sendiri yang memegang uang bantuan tersebut tidak akan digunakan sebagai mana mestinya melainkan untuk keperluan lain.

(19)

Keempat, terbatasnya Kompetensi Kelompok Swadaya Masyarakat dan Badan Keswadayaan Masyarakat. Penerima bantuan yang tergabung didalam kelompok swadaya masyarakat umumnya adalah masyarakat dengan latar belakang pendidikan yang rendah, sulit baca tulis bahkan tidak bisa sama sekali, hal ini tentu berpengaruh terhadap pelaksanaan program karena baik kelompok masyarakat/tim teknis masing- masing memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing.

Kelima, pekerjaan tidak dilakukan sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing pelaksana. Setiap unit pelaksana memiliki tugas masing-masing, namun pada kenyataan dilapangan sebagian besar pekerjaan terutama yang berkaitan dengan administrasi dikerjakan oleh Fasilitator, misalnya dalam hal penyusunan berkas usulan permohonan bantuan, seharusnya disusun kelompok swadaya masyarakat namun kemeudian dikerjakan sepenuhnya oleh Tenaga Pendamping Masyarakat/Fasilitator.

Keenam, tidak adanya kejelasan jadwal pencairan. Penerima bantuan tentu berhak mengetahui pencairan dana bantuan, diketahui pula bahwa penerima bantuan tidak diberikan informasi kapan dana bantuan akan dicairkan. Ketidakjelasan pencairan dana menyebabkan pembangunan rumah pun tidak begitu jelas. Selain itu, didalam pedoman tersebut dijelaskan bahwa dana yang diberikan tidak termasuk untuk biaya upah tukang, tapi pada realisasinya sejumlah dana untuk biaya upah tukang, dalam tahap pembangunan yang seharusnya dilakukan secara gotong royong dengan kelompok yang telah ditentukan tapi pada kenyataannya masih dilakukan secara sendiri - sendiri.

(20)

Jadwal kegiatan suatu program kebijakan merupakan hal penting yang harus diperhatikan karena bagaimanapun suatu program kebijakan yang baik harus memiliki jadwal kegiatan disiplin yang pasti. Hal ini selain untuk mengetahui efektifitas dan efesiensi juga untuk menghindari benturan dengan program lain yang sedang dilakukan.

Permasalahan dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kabupaten Jeneponti begitu kompleks. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk mengakaji lebih dalam tentang “Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kabupaten Jeneponto” untuk mengetahui sejauh mana pencapaian terhadap program yang telah dilaksanakan. Sehingga dapat memberikan penilaian serta rekomendasi untuk pelaksanaan program dimasa yang akan datang.

B. Rumusan Masalah

Dari gambaran pada Latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto?

2. Bagaimana Efektifitas Pelaksanaan Program terhadap peningkatan kualitas hunian di Kabupaten Jeneponto?

(21)

C. Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini yaitu:

1. Mengkaji dan menganalisis Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto

2. Mengkaji dan mengukur Efektifitas Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto.

D. Manfaat Penelitian 1. Aspek Keilmuan

Penelitian terkait Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini dari segi akademis diharapkan dapat memberikan kontribusi langsung atau tidak langsung bagi kepustakaan ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota, dimana dengan mengkaji program bantuan diharapkan mampu menyediakan rumah untuk masyarakat miskin, dimana ketidakberdayaan mereka memenuhi kebutuhan rumah yang layak huni berbanding lurus dengan pendapatan dan pengetahuan tentang fungsi rumah itu sendiri. Hal ini dapat dilihat diantaranya teori Siswono 1991, bahwa rumah merupakan kebutuhan primer bagi manusia sebagai tempat tinggal dan menetap. Rumah sebagai kebutuhan pokok manusia tidak hanya sebatas rumah sebagai tempat tinggal saja, keberadaan rumah dapat berdimensi sosial, ekonomi maupun budaya. Rumah sebagai tempat tinggal yang diperlukan oleh manusia untuk memasyarakatkan dirinya karena pada hakekatnya rumah merupakan tempat berlangsungnya suatu proses sosialisasi. Berdasarkan hal

(22)

tersebut upaya pemerintah untuk menyediakan rumah yang layak huni dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Sebagai kebutuhan dasar manusia rumah merupakan syarat untuk memperoleh kesejahteraan. Bahkan suatu tolak ukuir kesejahteraan sebagaimana dituangkan dalam UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang “perumahan dan Pemukiman” bahwa rumah sebagai kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan juga berfungsi sebagai saran pembinaan keluarga maka kebutuhan perumahan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Sudah menjadi kewajiban negara dalam rangka mensejahterakan warganya untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah agar dapat memenuhi kebutuhan akan perumahannya yaitu melalui program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya, yang dalam hal ini penulis mencoba untuk melakukan pendekatan pada lokasi penelitian yaitu Kecamatan Bontoramba Desa Batujala Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto.

2. Aspek Guna Laksana

Kegunaan dari segi praktis yaitu :

a. Menjadi salah satu masukan untuk dipertimbangkan oleh pengambil kebijakan dalam hal ini yaitu pemerintah daerah dalam setiap institusi yang berkepentingan agar selalu mempertimbangkan segala aspek terutama untuk menyediakan rumah layak huni untuk masyarakat berpenghasilan rendah..

b. Menjadi bahan masukan untuk peneliti-peneliti selanjutnya dalam kajian planologi terkait Program Bantuan Stimulan Peruamahn Swadaya

(23)

E. Lingkup Penelitian 1. Lingkup Masalah

Lingkup masalah yang di bahas pada penelitian ini dibatasi pada kajian pengaruh Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Jeneponto.

2. Lingkup Wilayah

Dengan judul penelitian yaitu Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto, maka lokasi penelitian ini pada Kabupaten Jeneponto yaitu pada Kecamatan Bontoramba Desa Batujala.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk mengarahkan pemahaman mengenai proses yang akan dilaksanakan dalam penelitian, maka sistematika penyusunan penelitian adalah sebagai berikut :

BAB. I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang penulis yang menyangkut tentang program bantuan stimulan perumahan swadaya, rumusan masalah, tujuan, Manfaat, ruang lingkup penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB. II KAJIAN TEORI

Bab ini membahas tentang kajian teori, berisi teori-teori tentang program bantuan stimulan perumahan swadaya dan teori kebijakan publik yang

(24)

diperlukan/dibutuhkan sehingga permasalahan yang dibahas dapat terjawab dengan baik. Dimana setiap variabel permasalahan mempunyai teori, dan selanjutnya secara komprehensif dapat disimpulkan dan dikembangkan menjadi hipotesa untuk perumusan dan penyelesaian masalah.

BAB. III METODE PENELITIAN

Bab ini membahas pertimbangan untuk menentukan strategi pendekatan studi dan pemilihan metode penelitian hingga menentukan jenis penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Metode Pengumpulan Data, Variabel Penelitian, Metode Analisis Data, dan Definisi Operasional.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang gambaran Umum Kabupaten Jeneponto.

Gambaran Umum Kecamatan Bontoramba, dan Analisis Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Desa Batujala Kabupaten Jeneponto

BAB V PENUTUP

Bab ini memuat tentang kesimpulan dan saran

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perspektif Program Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS)

1. Konsep Kebijakan Publik a. Pengertian Kebijakan

Sebelum dibahas lebih jauh mengenai konsep kebijakan publik, kita perlu mengakaji terlebih dahulu mengenai konsep kebijakan atau dalam bahasa inggris sering kita dengar dengan istilah policy. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.

Carl J Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008:7) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan - hambatan (kesulitan - kesulitan) dan kesempatan - kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga

(26)

menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.

Solihin Abdul Wahab (1990) mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri masih terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli. Maka untuk memahami istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab (2008: 40-50) memberikan beberapa pedoman sebagai berikut :

a) Kebijakan harus dibedakan dari keputusan

b) Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari administrasi

c) Kebijakan mencakup perilaku dan harapan - harapan

d) Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan e) Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai

f) Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisi maupun implisit

g) Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu h) Kebijakan meliputi hubungan - hubungan yang bersifat antar organisasi

dan yang bersifat intra organisasi

(27)

i) Kebijakan publik meski tidak ekslusi menyangkut peran kunci Lembaga - lembaga pemerintah Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.

Menurut Budi Winarno (2007 : 15), istilah kebijakan (policy term) mungkin digunakan secara luas seperti pada “kebijakan luar negeri Indonesia” , “kebijakan ekonomi Jepang”, dan atau mungkin juga dipakai untuk menjadi sesuatu yang lebih khusus, seperti misalnya jika kita mengatakan kebijakan pemerintah tentang debirokartisasi dan deregulasi.

Namun baik Solihin Abdul Wahab maupun Budi Winarno sepakat bahwa istilah kebijakan ini penggunaanya sering dipertukarkan dengan istilah lain seperti tujuan (goals) program, keputusan, undang -undang, ketentuan - ketentuan, standar, proposal dan grand design (Suharno :2009 : 11).

Irfan Islamy sebagaimana dikutip Suandi (2010: 12) kebijakan harus dibedakan dengan kebijaksanaan. Policy diterjemahkan dengan kebijakan yang berbeda artinya dengan wisdomyang artinya kebijaksanaan.

Pengertian kebijaksanaan memerlukan pertimbangan pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkakebijakan mencakup aturan-aturan yang ada didalamnya. James E Anderson sebagaimana dikutip Islamy (2009: 17) mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “ a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern” (Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna

(28)

memecahkan suatu masalah tertentu). Konsep kebijakan yang ditawarkan oleh Anderson ini menurut Budi Winarno (2007: 18) dianggap lebih tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu konsep ini juga membedakan secara tegas antara kebijakan (policy) dengan keputusan (decision) yang mengandung arti pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada.

Richard Rose sebagaimana dikutip Budi Winarno (2007: 17) juga menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi - konsekuensi bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai keputusan yang berdiri sendiri. Pendapat kedua ahli tersebut setidaknya dapat menjelaskan bahwa mempertukarkan istilah kebijakan dengan keputusan adalah keliru, karena pada dasarnya kebijakan dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekadar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah tindakan - tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang di dalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu.

(29)

2. Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Pemukiman

Ada 3 (tiga) kebijakan dan strategi nasional perumahan dan pemukiman,yaitu:

a. Melembagakan sistem penyelenggaraan perumahan dan permukiman dengan melibatkan masyarakat (partisipatif) sebagai pelaku utama, melalui strategi:

a). Penyusunan, pengembangan dan sosialisasi berbagai produk peraturan perundangundangan dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman.

b). Pemantapan kelembagaan perumahan dan permukiman yang handal dan responsif.

c). Pengawasan konstruksi dan keselamatan bangunan gedung dan lingkungan.

b. Mewujudkan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi seluruh lapisan masyarakat, melalui strategi:

a). Pengembangan sistem pembiayaan dan pemberdayaan pasar perumahan (primer dansekunder), meliputi (a) Peningkatan kualitas pasar primer melalui penyederhanaan perijinan, sertifikasi hak atas tanah, standarisasi penilaian kredit, dokumentasi kredit, dan pengkajian ulang peraturan terkait; Pelembagaan pasar sekunder melalui SMF (Secondary Mortgage Facilities), biro kedit, asuransi kredit, lembaga pelayanan dokumentasi kredit; dan lembaga sita jaminan.

(30)

b). Pengembangan pembangunan perumahan yang bertumpu keswadayaan masyarakat, meliputi (a) Pelembagaan pembangunan perumahan bertumpu pada kelompok masyarakat (P2BPK); (b) Pengembangan dan pendayagunaan potensi keswadayaan masyarakat; (c) Pemberdayaan para pelaku kunci perumahan swadaya; serta (d) Pengembangan akses pembiayaan perumahan swadaya.

c). Pengembangan berbagai jenis dan mekanisme subsidi perumahan, dapat berbentuk subsidi pembiayaan; subsidi prasarana dan sarana dasar lingkungan perumahan dan permukiman; atau pun kombinasi kedua subsidi tersebut.

d). Pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat miskin, meliputi (a) Pemberdayaan masyarakat untuk mengembangkan kemampuan usaha dan hidup produktif; (b) Penyediaan kemudahan akses kepada sumber daya serta prasarana dan sarana usaha bagi keluarga miskin, serta (c) Pelatihan teknologi tepat guna, pengembangan kewirausahaan, serta keterampilan lainnya.

e). Pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman akibat dampak bencana alam dan kerusuhan sosial, meliputi (a) Penanganan tanggap darurat; (b) Rekonstruksi dan rehabilitasi bangunan, prasarana dan sarana dasar perumahan dan permukiman; serta (c) Pemukiman kembali pengungsi. Penanganan tanggap darurat merupakan upaya yang harus dilakukan dalam rangka penanganan pengungsi,

(31)

penyelamatan korban dampak bencana alam atau kerusuhan sosial, sebelum proses lebih lanjut seperti pemulangan, pemberdayaan, dan pengalihan (relokasi).

f). Pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara, melalui pembinaan teknis penyelenggaraan dan pengelolaan aset bangunan gedung dan rumah negara.

c. Mewujudkan permukiman yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan guna mendukung pengembangan jatidiri, kemandirian, dan produktivitas masyarakat, melalui strategi:

a). Peningkatan kualitas lingkungan permukiman, dengan prioritas kawasan permukiman kumuh di perkotaan dan pesisir, meliputi (a) Penataan dan rehabilitasi kawasan permukiman kumuh; (b) Perbaikan prasarana dan sarana dasar permukiman; serta (c) Pengembangan rumah sewa, termasuk rumah susun sederhana sewa (rusunawa).

b). Pengembangan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, meliputi (a) Pengembangan kawasan siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap bangun (Lisiba); dan (b) Pengembangan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri, yang berdasarkan RTRW Kabupaten atau Kota, dan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D) yang telah ditetapkan melalui peraturan daerah. Kasiba dan Lisiba tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan kawasan permukiman skala besar secara terencana

(32)

dan terpadu dalam manajemen kawasan yang efektif. Dalam pengembangan Kasiba dan Lisiba serta kaitannya dengan pengelolaan tata guna tanah, juga perlu dipertimbangkan pengembangan Bank Tanah untuk lebih mengendalikan harga tanah.

c). Penerapan tata lingkungan permukiman, meliputi (a) Pelembagaan RP4D, yang merupakan pedoman perencanaan, pemrograman, pembangunan dan pengendalian pembangunan jangka menengah dan panjang secara

3. Rumah Tinggal Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Bangunan rumah merupakan salah satu produk arsitektur yang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Arsitektur hunian atau rumah tinggal dapat merupakan ekspresi dan perwujudan dari makna fungsi, perilaku dan struktur ide kelompok penghuninya. Hakekat „rumah‟ dalam kehidupan manusia adalah sebagai pusat realisasi kehidupannya, pusat kegiatan budaya, sebagai tempat manusia berinteraksi dengan sesamanya, dalam lingkup keluarga atau masyarakat. Suatu bangunan rumah dapat mengkomunikasikan kebutuhan penghuni yang diwarnai kehidupan seperti budaya, sosial, ekonomi dan psikologi (Lang, 1987). Dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat bahwa perumahan selalu tumbuh sebagai proses organis. Rumah berkembang sejalan dengan siklus biologis dan perubahan sosial ekonomi penghuninya. Rumah kebanyakan berfungsi ganda sebagai wahana menambah penghasilan. Kegiatan usaha non formal seperti ini,

(33)

antara lain berupa warung, kios, tempat menjahit tukang cukur, persewaan buku, yang lazim disebut usaha emper depan (front – porch business).

Dari segi fisik, rumah sebagai wadah tempat tinggal untuk mendapatkan perlindungan dan melakukan kegiatan sosial dalam keluarga maupun masyarakat (Blaang, 1986). Karena itu interaksi antara rumah dan penghuninya (Turner, 1972) adalah apa yang diberikan rumah kepada penghuni, serta yang dilakukan penghuni terhadap rumahnya. Rumah-rumah sederhana yang biasanya dihuni oleh satu keluarga, ditempati oleh beberapa keluarga, sehingga rumah-rumah diperluas dengan bahan sederhana untuk menambah kamar. Wujud rumah tinggal tanpa kamar tidur, yang terkadang dihuni oleh beberapa keluarga (Perlman, 1986).

Rumah-rumah diprioritaskan sebagai tempat usaha dan bekerja selain sebagai tempat tinggal (Haryadi, 1989). Dalam keterbatasan kemampuan perekonomian dan luasan rumahnya, ruang tamu merupakan ruang yang diupayakan selalu ada dan sebagian besar kondisi bangunan permanen (Sugiarto, 1993).

Menurut Sugiarto (1993) ada hubungan antara kognisi pemilik rumah dengan pengembangan yang dilakukan pada tapak hunian / lingkungan fisik rumah dengan pengembangan yang dilakukan adalah pada unsur eksterior, dan tambahan ruang untuk wadah kegiatan. Kebutuhan privasi juga mempengaruhi pengembangan berupa konsolidasi spasial (Sarwono, 1994). Sedang Indrosaptono (1994) dalam penelitiannya di Semarang menemukan adanya perubahan lay-out dan koefisien dasar bangunan (KDB) bangunan karena pengaruh usaha (ekonomi) pada rumah tinggal yang ditelitinya. Gubuk merupakan wadah dimana puncak kondisi

(34)

kehidupan miskin, dan basis permukiman yang memadai, tanpa fasilitas sama sekali. Rumah-rumah yang baik tidak harus dirancang atas dasar asumsi apa yang seharusnya dibutuhkan, tetapi harus fleksibel sehingga golongan miskin mampu memenuhi kebutuhannya.

Pemukim, sebagai individu mempunyai pola kebutuhan yang berbeda sesuai latar belakang budaya, strata sosial, strata umur dan kemampuannya. Demikian pula sebagai anggota masyarakat, perlu mengadaptasikan dirinya dengan pranata yang ada, untuk menjaga kehidupan yang harmonis. Sedang lingkungan fisik, dapat dibentuk atau ditata untuk memenuhi kebutuhan pemukim sebagai individu maupun masyarakat. Perilaku pemukim merupakan dasar dari proses interaksi, baik antar pemukim maupun dengan lingkungannya (Michelson, 1970).

Turner (1972) mengemukakan bahwa bagi masyarakat berpenghasilan sangat rendah, faktor opportunity bersifat penting sedang faktor identity belum dipikirkan karena yang terpenting adalah memperoleh kerja guna mendapatkan security pada tahap selanjutnya. Untuk golongan berpendapatan rendah, faktor security diprioritaskan lebih tinggi, pilihan lokasi perumahan cenderung mendekati tempat kerja dan makin tidak memperdulikan tentang status rumah tersebut. Persoalan perumahan dan permukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah bukan menyangkut pemecahan rancangan fisik, melainkan lebih berakar pada faktor sosial, ekonomi dan politik yang saling berkaitan (Madhu S, 1983).

(35)

4. Tingkat Kebutuhan Akan Rumah Tinggal

Menurut Maslow (2005) tingkat kebutuhan manusia terhadap hunian dapat di kategorisasikan sebagai berikut :

a. Survival needs

Tingkat kebutuhan yang paling dasar ini merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi pertama kali. Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana untuk menunjang keselamatan hidup manusia. Kebutuhan untuk dapat selamat berarti manusia menghuni bangunan rumah agar dapat selamat dan tetap hidup, terlindung dari gangguan iklim maupun mahluk hidup lain.

b. Safety and security needs

Kebutuhan terhadap keselamatan dan keamanan yang ada pada tingkat berikutnya ini terkait dengan keselamatan dari kecelakaan, keutuhan anggota badan serta hak milik. Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana perlindungan untuk keselamatan anggota badan dan hak milik tersebut.

c. Affiliation needs

Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana agar dapat diakui sebagai anggota dalan golongan tertentu. Hunian disini berperan sebagai identitas seseorang untuk diakui dalam golongan masyarakat.

d. Esteem needs

Kebutuhan berikutnya terkait dengan aspek psikologis. Manusia butuh dihargai dan diakui eksistensinya. Terkait dengan hal ini hunian merupakan sarana untuk mendapat pengakuan atas jati dirinya dari masyarakat dan

(36)

lingkungan sekitarnya. Pada tingkatan ini, rumah bukan tergolong kebutuhan primer lagi, tetapi meningkat pada kebtuhan yang lebih tinggi yang harus dipenuhi setelah kebutuhan pokok terpenui. Rumah yang mewah, bagus, dapat memberikan kebanggaan dan kepuasan kepada pemilik rumah tersebut.

e. Cognitive and aesthetic needs

Tingkatan yang paling tinggi terhadap kebutuhan manusia ini terkait dengan aspek psikologis, seperti halnya esteem needs. Hanya saja di level ini hunian tidak saja merupakan sarana peningkatan kebanggan dan harga diri, tetapi agar juga dapat dinikmati keindahannya. Pada tingkatan ini, produk hunian tidak hanya sekedar untuk digunakan tetapi juga dapat memberi dampak kenikmatan (misalnya dapat dinikmati secara visual) pada lingkungan sekitarnya.

Gambar 2.1 Piramida Kebutuhan Manusia Terhadap Hunian dari Maslow

(37)

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Permukiman

Keberadaan suatu permukiman dapat mempengaruhi berkembangnya suatu wilayah, dan sebaliknya kegiatan pembangunan dalam suatu wilayah dapat mempengaruhi berkembangnya permukiman. Permukiman berkaitan secara langsung dengan kehidupan dan harkat hidup manusia, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan permukiman cukup banyak, antara lain faktor geografis, faktor kependudukan, faktor kelembagaan, faktor swadaya dan peran serta masyarakat, faktor keterjangkauan daya beli, faktor pertanahan, faktor ekonomi dan moneter. Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah disebabkan oleh perubahan nilai-nilai budaya masyarakat. Sedangkan menurut Siswono (1991), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan permukiman yang dapat dilihat dari 9 aspek, antara lain: letak geografis, kependudukan, sarana dan prasarana, ekonomi dan keterjangkauan daya beli, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, kelembagaan, dan peran serta masyarakat.

a. Faktor geografi

Letak geografis suatu permukiman sangat menentukan keberhasilan pembangunan suatu kawasan. Permukiman yang letaknya terpencil dan sulit dijangkau akan sangat lambat untuk berkembang. Topografi suatu kawasan juga berpengaruh, jika topografi kawasan tersebut tidak datar maka akan sulit bagi daerah tersebut untuk berkembang. Lingkungan alam dapat

(38)

mempengaruhi kondisi permukiman, sehingga menambah kenyamanan penghuni permukiman.

b. Faktor Kependudukan

Perkembangan penduduk yang tinggi, merupakan permasalahan yang memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pembangunan permukiman.

Jumlah penduduk yang besar merupakan sumber daya dan potensi bagi pembangunan, apabila dapat diarahkan menjadi manusia pembangunan yang efektif dan efisien. Tetapi sebaliknya, jumlah penduduk yang besar itu akan merupakan beban dan dapat menimbulkan permasalahan bila tidak diarahkan dengan baik. Disamping itu, penyebaran penduduk secara demografis yang tidak merata, merupakan permasalahan lain berpengaruh terhadap pembangunan perumahan.

c. Faktor Kelembagaan

Faktor lain yang berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah perangkat kelembagaan yang berfungsi sebagai pemegang kebijaksanaan, pembinaan, dan pelaksanaan baik sektor pemerintah maupun sektor swasta, baik di pusat maupun di daerah. Secara keseluruhan perangkat kelembagaan tersebut belum merupakan suatu sistem terpadu. Namun unsur- unsur perumahan di Tingkat Daerah yang melaksanakan program khusus untuk koordinasi, baik dalam koordinasi vertikal maupun horisontal dalam pembangunan perumahan, masih perlu dimantapkan dalam mempersiapkan aparaturnya. Termasuk didalamnya adalah kebijaksanaan yang mengatur

(39)

kawasan permukiman, keberadaan lembaga-lembaga desa, misalnya LKMD, Karang Taruna, Kelompok wanita dan sebagainya.

d. Faktor Swadaya dan Peran Serta Masyarakat

Dalam rangka membantu golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, menengah, tidak tetap, perlu dikembangkan pembangunan perumahan secara swadaya masyarakat yang dilakukan oleh berbagai organisasi non- pemerintah. Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap serta amat rendah dan tidak berkemampuan tersebut mampu membangun rumahnya sendiri dengan proses bertahap, yakni mula-mula dengan bahan bangunan bekas atau sederhana, kemudian lambat laun diperbaiki dengan bangunan permanen bahkan ada pula beberapa rumah yang sudah bertingkat. Faktor swadaya dan peran serta masyarakat atau aspek sosial tersebut juga meliputi kehidupan sosial masyarakat, kehidupan bertetangga, gotong royong dan pekerjaan bersama lainnya.

e. Sosial dan Budaya

Faktor sosial budaya merupakan faktor internal yang mempengaruhi perkembangan permukiman. Sikap dan pandangan seseorang terhadap rumahnya, adat istiadat suatu daerah, kehidupan bertetangga, dan proses modernisasi merupakan faktor-faktor sosial budaya. Rumah tidak hanya sebagai tempat berteduh dan berlindung terhadap bahaya dari luar, tetapi berkembang menjadi sarana yang dapat menunjukkan citra dan jati diri penghuninya.

(40)

f. Ekonomi dan Keterjangkauan Daya Beli

Aspek ekonomi meliputi yang berkaitan dengan mata pencaharian.

Tingkat perekonomian suatu daerah yang tinggi dapat meningkatkan perkembangan permukiman. Tingkat perekonomian suatu daerah akan mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang. Makin tinggi pendapatan sesorang, maka makin tinggi pula kemampuan orang tersebut dalam memiliki rumah. Hal ini akan meningkatkan perkembangan permukiman di suatu daerah. Keterjangkauan daya beli masyarakat terhadap suatu rumah akan mempengaruhi perkembangan permukiman. Semakin murah harga suatu rumah di daerah tertentu, semakin banyak pula orang yang membeli rumah, maka semakin berkembanglah permukiman yang ada.

g. Sarana dan Prasarana

Kelengkapan sarana dan prasarana dari suatu perumahan dan permukiman dapat mempengaruhi perkembangan permukiman di suatu wilayah. Dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai dapat memudahkan penduduknya untuk beraktivitas sehari-hari. Semakin lengkap sarana dan prasarana yang tersedia maka semakin banyak pula orang yang berkeinginan bertempat tinggal di daerah tersebut.

h. Pertanahan

Kenaikan harga lahan sebagai akibat penyediaan kelangkaan lahan untuk permukiman, menyebabkan timbulnya slum dan squatter.

(41)

i. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat meningkatkan perkembangan perumahan dan permukiman. Dengan diciptakannya teknologi- teknologi baru dalam bidang jasa konstruksi dan bahan bangunan maka membuat pembangunan suatu rumah akan semakin cepat dan dapat menghemat waktu. Sehingga semakin banyak pula orang-orang yang ingin membangun rumahnya. Hal ini akan meningkatkan perkembangan permukiman.

Amos Rapoport (1983) juga menyatakan bahwa permukiman dapat dilihat sebagai suatu bentang lahan budaya (cultural landscape feature) terutama permukiman tradisional yang wujud fisiknya sangat besar kaitannya dengan budaya, dimana ciri-cirinya adalah:

a. Di dalamnya terdapat hubungan/kaitan antara berbagai elemen dan juga sifat dan elemen-elemen tersebut, termasuk antara lingkungan binaan dengan lingkungan alami.

b. Mempunyai ciri dan karakteristik yang khas, umumnya mengandung budaya yang spesifik.

c. Tidak dirancang oleh seorang perancang. Perancangan merupakan suatu konsep yang lebih luas yang merupakan perwujudan dan keputusan-keputusan dan pilihan-pilihan manusia, sebuah pilihan diantara berbagai alternatif yang memungkinkan.

(42)

d. Terdapat sifat-sifat spesifik dan pilihan-pilihan tersebut yaitu didasarkan atas hukum yang berlaku, merefleksikan budaya pada kelompoknya.

e. Merupakan sistem pilihan dan gaya hidup, meliputi pilihan-pilihan bagaimana menentukan material, waktu dan sumber-sumber simbolik.

f. Bentang budaya misalnya permukiman adalah merupakan sebuah produk dan sistem pilihan tersebut.

g. Konservasi-preservasi dan bentang budaya yang merupakan suatu tingkatan dan kualitas lingkungan. Konservasi dan prisip-prinsip dalam bentang budaya tradisional dapat diterapkan dalam rancangan yang baru.

h. Kualitas lingkungan, yang menyangkut persepsi (terkait dengan psikologikal, sosio kultur) dan standar (terkait dengan studi fisik dan lingkungan).

6. Gambaran Umum Dokumen Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 39/PRT/M Tahun 2015 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. Bantuan stimulan adalah fasilitas pemerintah berupa sejumlah dana yang diberikan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) penerima manfaat bantuan stimulan untuk membantu pelaksanaan pembangunan perumahan swadaya. Sedangkan perumahan swadaya adalah rumah atau perumahan yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat baik secara sendiri atau

(43)

berkelompok, yang meliputi perbaikan, pemugaran atau perluasan atau pembangunan rumah baru beserta lingkungan.

Bantuan stimulan tersebut diberikan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui Lembaga Keuangan Mikro/ Lembaga Keuangan Non Bank (LKM/ LKNB) sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia. Pelaksanaan kegiatan tersebut melibatkan berbagai pihak untuk ikut serta di dalamnya, baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten. Untuk itu dibutuhkan pemahaman yang sama, sehingga pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan baik dan benar.

a. Tujuan dan Ruang Lingkup Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Tujuan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya adalah untuk memberdayakan masyarakat berpenghasilan rendah penerima bantuan agar mampu membangun atau meningkatkan kualitas rumah secara swadaya sehingga dapat menghuni rumah yang layak huni dalam lingkungan yang sehat dan aman.

Adapun ruang lingkup Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya adalah untuk: pertama, pembangunan rumah baru yaitu kegiatan pembangunan rumah layak huni diatas tanah matang; kedua, peningkatan kualitas rumah yaitu kegiatan memperbaiki komponen rumah dan tau memperluas rumah untuk meningkatkan dan atau memenuhi syarat rumah layak huni; ketiga, prasarana,

(44)

sarana dan utilitas umum\, yakni kelengkapan dasar dan fasilitas yang dibutuhkan agar perumahan dapat berfungsi secara sehat dan aman.

b. Prinsip dan Pendekatan Penyelenggaraan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya

Prinsip-prinsip penyelenggaraan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya adalah sebagai berikut :

1. Dapat diterima (acceptable), pemilihan kegiatan dilakukan berdasarkan musyawarah desa sehingga dapat diterima oleh masyarakat secara luas (acceptable). Prinsip ini berlaku dari sejak pemilihan lokasi pembangunan infrastruktur,penentuan spesifikasi teknis, penentuan mekanisme pengadaan dan pelaksanaan kegiatan, termasuk pada penetapan mekanisme pemanfaatan dan pemeliharaannya.

2. Transparansi (transparent), penyelenggaraan kegiatan dilakukan bersama masyarakat secara terbuka dan diketahui oleh semua unsur masyarakat (transparent). Transparansi antara lain dilakukan melalui penyebaran informasi terkait program secaraakurat dan mudah diakses oleh masyarakat.

3. Akuntabel, penyelenggaraan kegiatan yang dilaksanakan masyarakat harus dapat dipertanggungjawabkan (accountable), dalam hal ketepatan sasaran, waktu, pembiayaan, dan mutu pekerjaan.

(45)

4. Berkelanjutan (sustainable), penyelenggaraan kegiatan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan (sustainable) yang ditandai dengan adanya rencana pemanfaatan, pemeliharaan dan pengelolaan Rumah terbangun secara mandiri oleh masyarakat.

Adapun pendekatan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya adalah sebagai berikut :

1. Pemberdayaan masyarakat, artinya seluruh proses pelaksanaan kegiatan (tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan) melibatkan peran aktif masyarakat.

2. Keberpihakan kepada orang miskin, artinya orientasi kegiatan baik dalam proses maupun pemanfaatan, hasil diupayakan dapat berdampak langsung bagi penduduk miskin.

3. Otonomi dan desentralisasi, artinya pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan kegiatan dan keberlanjutan Rumah terbangun.

4. Partisipatif, artinya masyarakat, khususnya kelompok miskin, kaum perempuan serta kelompok minoritas, diberikan kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemeliharaan dan pemanfaatan, serta memberikan kesempatan secara luas partisipasi aktif dari:

(46)

5. Keswadayaan, artinya kemandirian masyarakat menjadi faktor utama dalam keberhasilan pelaksanaan tahapan kegiatan BSPS.

6. Penguatan Kapasitas Kelembagaan, artinya pelaksanaan kegiatan diupayakan dapat mendorong terwujudnya kemandirian pemerintah daerah, organisasi masyarakat, dan stakeholders lainnya dalam penanganan permasalahan kemiskinan.

7. Kesetaraan dan keadilan gender, artinya pelaksanaan kegiatan mendorong terwujudnya kesetaraan antara pria dan perempuan dalam setiap tahap kegiatan dan pemanfaatannya.

c. Ruang Lingkup Kegiatan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya

Ruang lingkup kegiatan BSPS meliputi Pembangunan Baru, Peningkatan Kualitas dan Pembangunan Prasarana dan Sarana Umum, dengan uraian sebagai berikut :

a. Pembangunan Baru (PB), meliputi

1. Pembangunan Baru (PB) pengganti Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dengan tingkat kerusakan total.

2. Pembangunan Rumah Baru (PB) di atas kavling tanah matang.

b. Peningkatan Kualitas (PK), meliputi :

1. PK Ringan dari RLTH dengan tingkat kerusakan ringan atau tidak terpenuhi kesehatan bangunan.

2. PK Sedang dari RLTH dengan tingkat kerusakan sedang; dan

(47)

3. PK Berat dari RTLH d e n g a n tingkat kerusakan berat.

c. Pembangunan Prasarana dan Sarana Umum (PSU),

Pembangunan PSU dilaksanakan secara swadaya oleh penerima BSPS dalam bentuk bahan bangunan dengan dukungan pemerintah kabupaten/ kota yang dapat berupa tenaga pendamping, upah, dan peralatan kerja yang bersumber dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD).

d. Kriteria Penerima Bantuan Program Stimulan Perumahan Swadaya

Berdasarkan pasal 3 Ayat 1 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2011 penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Warga Negara Indonesia;

2. Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan penghasilan tetap atau tidak;

3. Sudah berkeluarga;

4. Memiliki atau menguasai tanah;

5. Belum memiliki rumah atau memiliki rumah tapi tidak layak huni;

6. Menghuni rumah yang akan diperbaiki;

7. Belum pernah mendapat Bantuan Stimulan Perumahan Swadayam dari Kementrian Perumahan Rakyat

(48)

8. Didahulukan yang telah memiliki rencana membangun atau meningkatkan kualitas rumah yang dibuktikan dengan;

a. Memiliki tabungan bahan bangunan;

b. Telah memulai membangun rumah sebelum mendapatkan bantuan stimulan;

c. Memiliki aset lain yang dapat dijadikan dana tambahan bantuan stimulan pembangunan atau peningkatan kualitas rumah;

d. Memiliki tabungan uang yang dapat dijadikan dana tambahan stimulan pembangunan atau peningkatan kualitas rumah;

e. Telah diberdayakan dengan sistem pemberdayaan perumahan swadaya;

9. Bersungguh-sungguh mengikuti program bantuan stimulan dan pemberdayaan perumahan swadaya, dan

10. Didahulukan yang sudah diberdayakan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri.

e. Pelaksana Kegiatan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya

Pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya adalah Deputi Bidang Perumahan Swadaya Kementrian Perumahan di bantu oleh Kelompok kerja, Tenaga Pendamping Masyarakat, Unit Pengelolah Kegiatan/Badan Keswadayaan Masyarakat dan Kelompok Swadaya Masyarakat.

1. Deputi Perumahan Swadaya melaksanakan fungsi :

(49)

a. Perumusan kebijakan dan penyusunan petunjuk teknis pelaksanaan bantuan stimulan perumahan swadaya kepada masyarakat berpenghasilan rendah;

b. Koordinasi pelaksanaan fasilitasi bantuan stimulan perumahan swadaya kepada kementrian/lembaga yang tugas dan fungsinya terkait dengan pelaksanaan kegiatan bantuan stimulan perumahan swadaya di tingkat pusat dan daerah;

c. Sosialisasi kebijakan dan tata cara bantuan stimulan perumahan swadaya;

d. Perumusan penetapan Kabupaten/Kota penerima Bantuan Stimulan perumahan swadaya;

e. Perumusan penetapan kelompok kerja pusat

f. Pemberian arahan pembangunan rumah baru perumahan Swadaya dalam bentuk gambar tipikal dan arahan peningkatan kualitas rumah yang selanjutnya dituangkan dalan DED;

g. Fasilitas MBR dalam mengajukan permintaan pembayaran/pencairan dana Stimulan Perumahan Swadaya;

h. Permintaan penyaluran dana bantuan Stimulan ke kantor pelayanan Perbendaharaan Negara;

i. Pendamping MBR dalam pemanfaatan dan bantuan stimulan;

j. Pendamping MBR dalam membuat laporan pelaksanaan bantuan stimulan perumahan swadaya;

k. Koordinasi pengendalian dan evaluasi pelaksanaan bantuan stimulan perumahan swadaya.

(50)

2. Kelompok kerja, terdiri dari Kelompok Kerja Pusat, Kelompok Kerja Provinsi, Kelompok Kerja Kabupaten/Kota.

a. Kelompok kerja pusat melaksanakan tugas;

1. Menyiapkan bahan perumusan pedoman pelaksanaan kegiatan;

2. Mengordinasika pelaksanaan kegiatan bantuan stimulan perumahan swadaya dengan lembaga terkait di tingkat pusat, provinsi Kabupaten dan Kota

3. Mensosialisasikan Program bantuan stimulan perumahan swadaya di tingkat provinsi

4. Merekapitulasi dan memverivikasi administrasi permohonan bantuan stimulan perumahan swadaya dari Bupati/Walikota dan Unit Pengelola Kegiatan;

5. Menyiapkan rumusan penetapan Kabupaten /kota penerima bantuan dan rencana sasaran bantuan stimulan perumahan swadaya;

6. Menyampaikan hasil verifikasi administrasi dan calon penerima bantuan kepada pokja kabupaten/kota untuk dilakukan verifikasi lapangan;

7. Merumusakn penetapan MBR penerima bantuan stimulan untuk ditetapkan kepala satuan kerja;

8. Melaksanakan pengendalian dan evaluasi dan menyusun laporan perencanaan program stimulan perumahan swadaya;

(51)

9. Melaporkan hasil pelaksanaan program stimulan perumahan swadaya kepada deputi berdasarkan laporan yang disampaikan unit pengelolah program/Badan Keswadayaan Masyarakat.

b. Kelompok Kerja Masyarakat Provinsi, Melaksanakan tugas;

1. Mengkoordinasikan kelompok kerja Kabupaten/kota dalam melaksanakan tugasnya;

2. Melakukan bimbingan teknis kepada kelompok kerja kabupaten/kota;

3. Mengendalikan pelaksanaan tugas kelompok kerja kabupaten/kota;

4. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan program bantuan stimulan;

5. Melapor pelaksanaan tugas kepada Gubernur dengan tembusan kepada kelompok kerja pusat.

c. Kelompok kerja Kabupaten/Kota, melaksanakan tugas;

1. Memverifikasi lapangan calon penerima bantuan stimulan perumahan swadaya hasil verifikasi dilakukan kelompok kerja pusat;

2. Dalam hal kelompok kerja Kabupaten/Kota tidak dapat melaksanakan verifikasi lapangan sebgaimana yang dimaksud diatas sesuai waktu yang ditetapkan satuan kerja, verifikasi lapangan dilakukan oleh satuan kerja dibantu tenaga pendamping masyarakat;

3. Menyampaikan calon penerima bantuan stimulan perumahan swadaya hasil verifikasi lapangan kepada satuan kerja dengan tembusan kepada Kelompok kerja pusat;

(52)

4. Mengarahkan kepada tenaga pendamping masyarakat dalam pembangunan perumahan swadaya;

5. Menyetujui DED yang disususn kelompok swadaya masyarakat;

6. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap unit pengelola keguatan, tenaga pendamping dan kelompok swadaya masyarakat;

7. Melapor pelaksanaan tugas kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Kelomp[ok kerja provinsi dan kelompok kerja pusat.

d. Tenaga pendamping masyarakat, melaksanakan tugas;

1. Membantu kelompok kerja Kabupaten/Kota melakukan verifikasi lapangan calon penerima bantuan stimulan;

2. Memfasilitasi kelompok kerja masyarakat membuat DED berdasarkan keinginan dan kebutuhan penerima bantuan dan sesuai dengan dana tersedia;

3. Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan program bantuan stimulan perumahan swadaya yang dilakukan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat sesuai DED;

4. Melapor kemajuan kegiatan dan membuat laporan akhir kepada satuan kerja dengan tembusan kepada kelompok kerja pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota.

e. Unit pengelola kegiatan/Badamn Keswadayaan Masyarakat, melaksanakan tugas;

(53)

1. Mensosialisasikan kegiatan program bantuan stimulan perumahan swadaya kepada masyarakat bakal calon penerima bantuan stimulan;

2. Melakukan penjaringan masyarakat MBR dan atau penerima hasil pendataan yang dilakukan masyarakat;

3. Mengumumkan calon penerima bantuan stimulan;

4. Menetapkan calon penerima bantuan stimulan;

5. Mengusulkan bantuan stimulan perumahan swadaya kepada Menteri melalui Bupati/Walikota;

6. Membentuk kelompok swadaya masyarakat penerima bantuan stimulan;

7. Memohon pencairan dana bantuan stimulan Kepada Satuan Kerja;

8. Menerima dana bantuan stimulan dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara;

9. Menyerahkan langsung dana bantuan stimulan kepada penerima bantuan stimulan dan bendahara Kelompok Swadaya Masyarakat;

10. Melapor penerimaan dan penyaluran dana bantuan stimulan Kepada Satuan Kerja dengan tembusan kepada Kelompok Kerja Pusat;

11. Melapor pelaksanaan kegiatan kepada satuan kerja dengan tembusan Kelompok Kerja Pusat.

Unit pengelola kegiatan/ Badan Keswadayaan Masyarakat dalam melaksanakan tugasnya difasilitasi oleh tenaga pendamping masyarakat,

Referensi

Dokumen terkait

Data sensus Kota Pariaman disusun oleh kantor BPS setempat di tahun 2007. Untuk tujuan kajian, batas-batas administrasi dari BAPPEDA diedit tim kajian untuk mencocokkannya dengan

Microsoft excel menyediakan fungsi untuk menghitung (hitung) akar suatu bilangan, anda bisa menghitung akar kuadrat, akar pangkat tiga, dan seterusnyaa. Berikut ini adalah

Mata kuliah ini akan mempelajari pentingnya memahami dan mengaplikasikan konsep keamanan pangan dalam industri hasil pertanian mulai dari bahan baku sampai ke tangan konsumen

Shalom, Saya Indra, saat ini di pendoa ISS, sedikit kesaksian dari saya bahwa yang menjadi pergumulan saya dan istri adalah karena usaha bangkrut dan terbelit hutang sehingga

Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) adalah bantuan pemerintah berupa stimulan bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk meningkatkan keswadayaan dalam pembangunan

Sasaran program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) ini merupakan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), untuk mendapatkan bantuan tersebut wajib memenuhi

Dengan jadwal kegiatan yang tidak pasti dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa akan membuat bingung

Berdasarkan hasil kuesioner dan observasi dampak program BSPS terhadap kondisi sosial berdasarkan variabel meringankan beban masyarakat setelah adanya program BSPS beban