• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Status Intimasi pada Mahasiswa Kos Pria yang Melakukan Relasi Seksual Pranikah di Universitas "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Status Intimasi pada Mahasiswa Kos Pria yang Melakukan Relasi Seksual Pranikah di Universitas "X" Bandung."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai status intimasi pada mahasiswa kos yang melakukan relasi seksual pranikah di universitas “X” Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan teknik survey. Variabel penelitiannya adalah status intimasi. Penelitian data pada penelitian ini dilakukan disekitar lingkungan universitas “X” Bandung yang dilakukan mahasiswa kos pria yang berusia 21 sampai 26 tahun dengan jumlah responden sebanyak 50 orang, dengan menggunakan teknik snowball sampling.

Alat ukur yang digunakan untuk menjaring data status intimasi adalah kuesioner status intimasi yang diturunkan dari teori status intimasi yang diungkapkan oleh Orlofsky (1993). Data primer dan data skunder dibuat oleh peneliti dengan berdasarkan kerangka teoretis. Pengujian validitas dan reabilitas alat ukur pada penelitian ini menggunakan metode korelasi alpha cronbach, dan setelah dilakukan tryout dengan metode tersebut, alat ukur ini dinyatakan valid, dengan jumlah item keseluruhan sebanyak 46 buah, yang mewakili dua aspek status intimasi. Hasil pembahasan menggunakan teknik distribusi frekuensi dan tabulasi silang.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh mahasiswa kos yang melakukan relasi seksual pranikah di universitas “X” Bandung memiliki status intimasi. 38% responden memiliki bentuk status intimasi intimate, 24% memiliki bentuk status intimasi pseudointimate, 22% responden memiliki bentuk status intimasi stereotyped, 16% responden memiliki bentuk status intimasi preintimate.

(2)

v

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

HALAMAN

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR BAGAN... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1 Maksud Penelitian ... 10

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

(3)

vi

Universitas Kristen Maranatha

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 11

1.5 Kerangka Pemikiran ... 11

1.6 Asumsi Penelitian ... 21

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intimasi ... 23

2.1.1 Pengertian Intimasi ... 23

2.1.2 Macam-macam Status Intimasi ... 24

2.1.3 Kriteria Penentuan Status Intimasi ... 30

2.1.4 Bentuk Status Intimasi Dalam Rentang Perkembangan ... 30

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Intimasi ... 31

2.3 Dewasa Awal ... 35

2.4 Perilaku Seks Pranikah ... 37

2.4.1 Definisi Seks Pranikah... 37

2.4.2 Faktor yang menyebabkan Perilaku Seks Pranikah pada Dewasa Awal : ... 37

(4)

vii

Universitas Kristen Maranatha BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 37

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 37

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 38

3.3.1 Variabel Penelitian ... 38

3.3.2 Definisi Operasional ... 38

3.4 Alat Ukur ... 39

3.4.1 Alat Ukur Status Intimasi ... 39

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 41

3.4.3 Validitas dan Reabilitas Alat Ukur ... 41

3.4.3.1 Validitas Alat Ukur ... 41

3.4.3.2 Realibilitas Alat Ukur ... 42

3.5 Pengambilan dan Teknik Sampling ... 43

3.5.1 Karakteristik Sampel ... 43

3.5.2 Teknik Penarikan Sampel ... 43

(5)

viii

Universitas Kristen Maranatha BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Responden ... 45

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 45

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Tipe Kepribadian ... 46

4.2 Hasil Penelitian ... 46

4.2.1 Bentuk Status Intimasi pada Responden ... 46

4.2.2 Tabulasi Silang antara Status Intimasi dengan Tipe Kepribadian .... 47

4.3 Pembahasan ... 48

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 52

5.2.1Saran Teoritis ... 52

5.2.2 Saran Praktis ... 53

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RUJUKAN

(6)

ix

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

1.1 Bagan Kerangka Pemikiran... 21

(7)

x

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

2.1 Tabel Penentuan Status Intimasi ... 30

3.1 Tabel Kisi-kisi alat ukur ... 39

3.2 Tabel Bobot nilai jawaban responden ... 40

4.1Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 45

4.2 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Tipe Kepribadian ... 46

4.3 Tabel Bentuk Status Intimasi pada Responden ... 46

(8)

xi

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 - PENGANTAR

LAMPIRAN 2 - SURAT KETERANGAN KESEDIAAN MENJADI SUBJEK

LAMPIRAN 3 - ANGKET IDENTITAS

LAMPIRAN 4 - KUESIONER

LAMPIRAN 5 – KATA PENGANTAR & KUESIONER STATUS INTIMASI

YANG TELAH DIUJI VALIDITAS

LAMPIRAN 6 – VALIDITAS DAN REABILITAS

LAMPIRAN 7 – TABULASI SILANG STATUS INTIMASI DENGAN ASPEK

(9)

1

Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman yang terjadi, termasuk perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, mendorong terjadinya perubahan yang terjadi pada

struktur nilai dan norma-norma pada masyarakat. Salah satunya, terjadi pada

norma-norma seksual yang terjadi dalam masyarakat, terutama pada generasi

muda (tempo.com, 2007). Dengan terjadinya perubahan ini, maka hal-hal

bernuansa seksual yang tadinya dianggap tabu oleh masyarakat, kini menjadi hal

yang terbuka dan banyak dibahas secara umum.

Penyebaran informasi mengenai materi seksual di media massa membuat

terjadinya pergeseran norma pada para kaum muda. Mudahnya akses terhadap

materi-materi dewasa dalam bentuk pornografi, laku-lagu, novel, dan film-film

yang bernuansa seksual, membuat para pemuda menjadi lebih terbuka pada seks.

Bahkan, kaum muda zaman sekarang sudah tidak canggung lagi dalam

mebicarakan seks bersama teman-temannya (akariman.org, 2007). Disamping itu,

tidak sedikit juga remaja dan pemuda yang melakukan hubungan seksual sebelum

menikah. Salah satu alasan utama para remaja dan dewasa muda melakukan

hubungan seksual sebelum pernikahan, adalah alasan coba-coba dan penasaran

yang muncul. Ditunjang juga pada masa ini, dewasa muda juga mengalami

(10)

2

Universitas Kristen Maranatha hormon dalam tubuhnya sangat mempengaruhi kemasakan seksual dengan

timbulnya dorongan-dorongan seksual yang semakin hidup dan bergelora. Minat

terhadap jenis kelamin lain mulai berkembang dalam arti khusus, sedang

pengenalan terhadap diri sendiri ternyata masih sangat kurang (Sarwono, 2011).

Adanya hubungan seksual diluar pernikahan, ini memunculkan berbagai

resiko yang dialami oleh para kaum muda yaitu kehamilan, aborsi, penyakit

menular seksual dan dampak psikis yang negatif sepeti perasaan marah, kecewa,

dan rendah diri pada pelakunya. Setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di

Indonesia di mana 20% diantaranya adalah aborsi yang dilakukan oleh remaja.

Data kehamilan remaja Indonesia menunjukkan hamil diluar nikah karena

diperkosa sebanyak 3,2%, karena saling menginginkan/menyukai sebanyak 12,9%

(Ari Saputra,2007). Fenomena ini menggambarkan, hubungan seksual tidak lagi

menjadi hal yang eksklusif dilakukan oleh pasangan suami-istri. Saat sepasang

kekasih menjalin relasi berpacaran, maka hubungan yang terjadi bukan hanya

muncul dari segi keterikatan emosional, namun memungkinkan juga terjadinya

suatu kedekatan fisik yang intens. Saat seseorang berpacaran, maka ia sebenarnya

dapat menjalin kedekatan fisik dengan pasangannya, misalnya dengan saling

berpegangan tangan, berpelukan, atau berciuman. Namun, pada kenyataannya

dapat juga ditemui adanya pasangan berpacaran dengan kedekatan emosional

yang berlebihan bahkan sampai melakukan relasi seksual seperti pasangan suami

istri.

Fakta menunjukkan, di kota Yogyakarta, didapat bahwa hampir 95%

(11)

3

Universitas Kristen Maranatha seksual di luar pernikahan (Tempointeraktif, 2007). Sebuah penelitian di Kota

Bandung sendiri, menunjukkan sebanyak 34% Mahasiswa telah melakukan relasi

seksual sebelum usia 25 tahun, dan kebanyakan di luar hubungan pernikahan

(Tempo, 2008). Kecenderungan ini, menunjukkan bahwa perilaku seks sebelum

pernikahan pada mahasiswa ini terus meningkat dari waktu ke waktu.

Penelitian yang dilakukan oleh Susilo (dalam Gatra, 2003) membuktikan

bahwa relasi seksual pranikah pada para mahasiswa sebagian besar (62,3%)

dilakukan di lingkungan kos. Karena itu, tempat kos dianggap sebagai salah satu

tempat yang aman untuk melakukan hubungan seksual oleh para mahasiswa.

Dengan tinggal di lingkungan kos, maka para mahasiswa dapat melakukan

hubungan seksual dengan relatif bebas, dengan minimnya pengawasan dari

figur-figur seperti ibu kos atau orangtua. Di beberapa tempat kos yang memang

dilakukan pengawasan ketat saja, para mahasiwa dapat melakukan hubungan

seksual dengan sembunyi-sembunyi, melewati pengawasan pemilik kos dan

penjaga. Dari hasil penelitian Baseline Survey perilaku mahasiswa (BKKBN.co.id., 2011), menunjukkan bahwa tempat kos menempati urutan ke-2

dalam melakukan relasi seksual pada mahasiswa.

Tempat kos yang banyak terdapat di dekat universitas salah satunya

Universitas “X”. Universitas ini merupakan salah satu lingkungan universitas

swasta yang terkemuka di Kota Bandung. Universitas ini memfasilitasi ribuan

mahasiswa. Mahasiswanya bukan hanya dari Kota Bandung tetapi sebagian

mahasiswa berasal dari lingkungan di luar Kota Bandung. Dengan adanya

(12)

4

Universitas Kristen Maranatha adanya tempat-tempat kos, untuk memfasilitasi akomodasi dari para mahasiswa

yang tinggal di daerah ini.

Mahasiswa tersebut dituntut untuk belajar dan menyelesaikan kuliahnya

akan tetapi banyak perilaku-perilaku mahasiswa yang menyimpang yang

dilakukan di tempat kosnya misalnya menjalin relasi seksual. Penelitian BKKBN

menunjukkan, bahwa sebagian besar pelaku seks di luar pernikahan, terutama

pada usia 18-25 tahun biasanya terjadi karena suka sama suka, terutama karena

ajakan yang diberikan oleh para pria (85,2%). Hal ini muncul karena pria lebih

mudah terangsang secara visual jika dibandingkan wanita, sehingga pada saat para

mahasiswa pria berdekatan dengan pasangannya, mereka lebih mudah

menganggap kedekatan fisik yang terjadi (berpelukan, berciuman, dll) sebagai

isyarat untuk melakukan hubungan seksual dari pasangan wanita. Padahal wanita

seringkali tidak menganggap kedekatan fisik yang muncul sebagai rangsangan

seksual, namun lebih merupakan ekspresi emosional. Sedangkan, sebagian

hubungan seksual lainnya seringkali merupakan hubungan seks yang didasari oleh

paksaaan dari pihak pria kepada pihak wanita (acquintance rape).

Menurut Sarwono (2011), hubungan seksual pranikah biasanya dilakukan

atas dasar adanya intimasi, atau kedekatan emosional diantara sepasang pria dan

wanita. Pada para mahasiswa, hal ini terjadi karena mereka banyak menghabiskan

waktu bersama, yang diiringi adakalanya kedekatan fisik seperti kontak mata yang

intens, berpegangan tangan, berciuman, berpelukan, bahkan sampai pada

menyentuh daerah sensitif pasangannya, yang berakhir pada hubungan seksual.

(13)

5

Universitas Kristen Maranatha kedekatan emosional yang lebih dahulu terjadi, yang sering diartikan sebagai

‘cinta’. Pada saat seorang individu merasa memiliki keterikatan emosional dengan

pasangannya, maka ia akan lebih mudah menerima dan memberikan kontak fisik,

bahkan, menganggap hubungan seksual sebagai hubungan fisik yang paling intim

dilakukan sebagai ekspresi emosional dari keintiman.

Menurut Orlofsky, kedekatan emosional ini sering disebut sebagai status

intimasi, yaitu sebuah kapasitas individual untuk menjalin hubungan yang hangat

dan akrab dengan orang lain. Variasi bentuk intimasi dalam diri individu dengan

pasangannya, dijabarkan lebih mendalam oleh Orlofsky (1988). Dalam

bahasannya, ia mengungkapkan bahwa intimasi dalam diri individu terbentuk dari

adanya kedalaman relasi dan komitmen, yang dijalin oleh individu dengan

pasangannya.

Komitmen dan kedalaman relasi memiliki tingkat kedalaman yang

berbeda-beda. Orlofsky (1993) membaginya menjadi beberapa status yang merupakan cara

yang berbeda-beda untuk menjalin relasi dengan pasangan. Status tersebut dapat

dibagi menjadi 5 bentuk, yaitu Isolated, Stereotyped Relationship,

Pesudo-intimate, Pre-Pesudo-intimate, dan Intimate. Perbedaan dalam bentuk status intimasi ini akan menentukan berbagai pendekatan dan perilaku yang berbeda-beda antara

mahasiswa kos dengan pasangannya.

Adanya berbagai variasi ini, maka status intimasi yang muncul dalam

hubungan seorang mahasiswa dengan pasangannya juga akan menjadi bervariasi.

Dengan adanya berbagai perbedaaan dari komitmen dan kedalaman relasi yang

(14)

6

Universitas Kristen Maranatha menentukan seperti apa respon seorang individu pada pasangannya saat mereka

menjalin relasi. Artinya, ada individu yang dapat menjalin relasi yang memiliki

kecenderungan positif dengan pasangannya, dimana mereka dapat saling

membangun, saling menguatkan, dan menjalin hubungan yang sehat, namun

terdapat pula mahasiswa yang menjalin hubungan yang diwarnai oleh adanya

prasangka, kecurigaan, sekedar ingin senang saja (have fun), dan hubungan yang

tidak sehat dengan pasangannya.

Peneliti telah mewawancarai 5 orang pemilik rumah kos di daerah

Universitas “X”, Bandung mengenai perilaku seksual pranikah pada para

mahasiswa yang tinggal di bawah pengelolaannya. Semuanya mengungkapkan

bahwa mereka mengetahui, atau setidaknya pernah mendengar mengenai perilaku

seksual pranikah yang terjadi di lingkungan mereka. Bahkan, sebanyak 60%

mengungkapkan bahwa mereka pernah memergoki pasangan yang melakukan

hubungan intim di tempat kos yang mereka miliki. Namun, mereka tidak dapat

mengambil tindakan apapun, karena menganggap hal tersebut sudah terlalu sering

di lingkungan mereka. Sementara, sebanyak 40% mengungkapkan bahwa mereka

belum pernah melihat secara langsung, namun sering mendengarkan fakta bahwa

hal tersebut terjadi di lingkungan mereka. Untuk menghindari terjadinya

hubungan seks di lingkungan kos mereka, 100% orang pemilik rumah kos

menempatkan penjaga, untuk dapat mengawasi lingkungan kos dari orang-orang

yang tidak dikenal. Namun, mereka mengungkapkan, bahwa hal ini hanya dapat

digunakan sebagai pencegahan, karena tidak selalu dapat mencegah terjadinya

(15)

7

Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan hasil wawancara pada 5 pasangan mahasiswa/i kos yang ada di

lingkungan Universitas “X” Bandung, mengungkapkan bahwa sebanyak 100%

pasangan yang berpacaran, telah melakukan hubungan seksual setelah setahun

berpacaran. Mereka mengungkapkan, bahwa hubungan tersebut muncul karena

mereka banyak berdekatan secara fisik, sehingga muncul rasa percaya satu sama

lain. Sebanyak 4 pasangan (80%) yang diwawancarai, mengungkapkan, bahwa

mereka melakukan hubungan seksual pertama kali di tempat kos pasangannya,

dan biasanya dimulai dengan ajakan pasangan pria.

Peneliti melakukan wawancara lebih lanjut pada para mahasiswa yang telah

melakukan hubungan seksual dengan pasangannya tersebut, dimana mereka

menceritakan, bahwa 80% (4 pasangan) lebih banyak melakukan hubungan

seksual didasari oleh permintaan pihak pria. Mereka mengungkapkan, bahwa

hubungan seksual yang dilakukan merupakan ekspresi saling menyayangi,

meskipun terkadang aktivitas seksual tersebut juga dapat didasari oleh adanya

keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual, atau sekedar have fun. Ke-5

pasangan yang diwawancarai mengungkapkan, mereka pertama kali melakukan

hubungan seksual setelah 1 tahun berpacaran (100%), dan pertama kali

melakukannya di tempat kos (80%/4 pasangan), sementara 1 pasangan

melakukannya di luar lingkungan kampus, dengan menyewa hotel.

Peneliti telah melakukan juga wawancara lanjutan pada 18 orang mahasiswa

pria tingkat akhir yang tinggal dalam kos di lingkungan universitas “X”. Mereka

(16)

8

Universitas Kristen Maranatha universitas “X” untuk memudahkan akses mereka ke lingkungan kampus. Mereka

mengatakan, bahwa 14 mahasiswa dari mereka sudah dan sekarang aktif

melakukan relasi seksual pranikah, dengan melakukan hubungan intim

sebagaimana layaknya suami-istri di lingkungan tempat mereka kos. Dari 14

mahasiswa yang melakukan relasi seksual pranikah, 8 (57,1%) mahasiswa

mengungkapkan bahwa mereka melakukan relasi seksual pranikah karena merasa

suka sama suka dan sudah cocok satu sama lain, sementara 6 (43,9%) mahasiswa

melakukan relasi seksual karena mereka saat itu sudah terlanjur bernafsu satu

sama lain.

Dalam melakukan relasi seksual pranikah, 12 dari 14 (85,7%) mahasiswa

mengungkapkan bahwa mereka melakukan relasi seksual pranikah di lingkungan

kos mereka, sementara 2 dari 14 (14.2%) mahasiswa mengungkapkan bahwa

mereka lebih memilih tempat di luar lingkungan kos sebagai tempat untuk

melakukan hubungan seksual.

Dalam wawancara individual pada 18 orang yang sama, peneliti

menanyakan apakah mereka sudah merasa dekat satu sama lain dengan pasangan

masing-masing. Didapat bahwa 10 orang merasa mereka sudah dekat dengan

pasangan mereka seolah-olah mereka merasa tidak terpisahkan lagi. Sementara, 7

orang yang lainnya, merasa bahwa mereka masih menjajaki hubungan mereka

dengan pasangan. Satu orang mengungkapkan bahwa mereka merasa tidak

nyaman berhubungan dengan pasangannya saat ini, namun tetap mempertahankan

hubungan tersebut karena merasa takut, karena mereka sudah melakukan

(17)

9

Universitas Kristen Maranatha Dari wawancara perorangan dengan 18 orang, maka didapat bahwa 15

mahasiswa merasa bahwa mereka dapat saja mengakhiri hubungan dan mencari

pacar baru pada saat mereka menginginkannya, sekalipun mereka telah

melakukan hubungan seksual dengan pasangan. Sementara, 3 dari 18 mahasiswa

mengungkapkan bahwa mereka akan berusaha untuk mempertahankan hubungan

mereka dengan pasangan, karena mereka sudah merasa dekat dan akrab dengan

pasangan (2 orang) dan merasa bersalah telah melakukan hubungan seksual (1

orang).

Dari hasil wawancara ini menggambarkan adanya berbagai variasi yang

dapat ditemukan dalam diri individu berkaitan dengan status intimasinya.

Pertanyaan pertama yang peneliti ajukan, lebih banyak berkaitan dengan aspek

kedalaman relasi, yaitu bagaimana para mahasiswa kos menjalin hubungan yang

saling mengerti secara mutual. Sementara, pertanyaan kedua, menggambarkan

adanya suatu bentuk komitmen dalam diri indvidu, dimana mereka mau

mengorbankan maksud dan kepentingan dirinya untuk kelanggengan berjalannya

relasi dengan pasangan. Kedua hal ini menggambarkan, bahwa setiap hubungan

yang dijalin oleh para mahasiswa merupakan hubungan yang unik, dan memiliki

kekhasan yang tidak dapat ditemukan dalam hubungan mahasiswa lain dengan

pasangannya.

Dari fenomena yang terjadi, mengenai banyaknya mahasiswa yang melakukan

relasi seksual pranikah, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai status intimasi pada para mahasiswa di lingkungan Universitas “X”,

(18)

10

Universitas Kristen Maranatha

1.2. Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini, ingin diketahui bagaimanakah Status Intimasi pada

Mahasiswa Kos yang Melakukan Relasi Seksual Pranikah di Universitas “X”

Bandung

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai Status

Intimasi pada Mahasiswa Kos yang Melakukan Relasi Seksual Pranikah di

Universitas “X” Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai Status

Intimasi pada Mahasiswa Kos yang Melakukan Relasi Seksual Pranikah di

Universitas “X” Bandung dan keterkaitannya dengan faktor-faktor lain yang akan

diukur melalui data penunjang

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoretis

- Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi ilmu

psikologi, khususnya bagi psikologi sosial dan klinis, dalam membahas status

(19)

11

Universitas Kristen Maranatha - Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai status intimasi

untuk para peneliti lain yang akan mengadakan penelitian sejenis, untuk

meningkatkan kualitas dan cakupan penelitian di masa yang akan datang.

1.4.2. Kegunaan Praktis

- Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai status intimasi dalam

hubungan pada para mahasiswa kos yang melakukan relasi seksual premarital

di Universitas “X”, Bandung

1.5. Kerangka Pemikiran

Mahasiswa dalam sampel ini berada dalam tahap perkembangan dewasa

awal. Pada tahap ini merupakan masa-masa yang banyak digunakan oleh individu

untuk menjalin hubungan yang akrab dengan lawan jenis, untuk maksud

membentuk suatu keluarga (Lamanna & Riedmann, 1985). Salah satunya terjadi

pada para mahasiswa kos, mereka akan berusaha untuk dapat menjalin hubungan

yang hangat dan akrab dengan rekan-rekan dari lawan jenisnya. Berbeda dengan

hubungan dengan lawan jenis pada masa remaja, maka pada masa dewasa awal,

hubungan dengan lawan jenis ini mulai dianggap sebagai suatu hal yang serius

dan penting bagi diri individu. Hal ini berhubungan dengan salah satu tugas

perkembangan pada masa dewasa awal, yaitu mencapai sikap interdependent

secara emosional, membentuk perkawinan, menjalankan peran sebagai orang tua,

(20)

12

Universitas Kristen Maranatha individu untuk menjalin hubungan yang hangat dan akrab (intim) dengan lawan

jenis, sudah merupakan hal yang menjadi tuntutan perkembangan pada masa ini.

Erik Erikson (1963) menekankan pentingnya intimasi pada masa dewasa

awal, sebagai suatu bentuk konflik psikososial yang harus dipenuhi oleh individu

untuk membangun dasar yang sehat bagi perkembangan individu pada tahap

perkembangan selanjutnya. Erikson mendefinisikan intimasi sebagai kemampuan

seseorang untuk melibatkan dirinya sendiri pada pasangannya secara khusus dan

untuk berpegang pada komitmennya, meskipun hal tersebut menuntut adanya

pengorbanan dari hal-hal pribadi ketika membagi dirinya sendiri dengan

pasangannya. Artinya, pada para mahasiswa kos di Universitas “X” Bandung,

intimasi merupakan suatu kemampuan individu untuk mendahulukan kepentingan

hubungan dan pasangan, sekalipun itu akan merugikan diri mereka sendiri. Saat

seorang Mahasiswa kos di Universitas “X” menjalin hubungan dengan

pasangannya, maka mereka akan memiliki tingkat intimasi tertentu. Menurut

Erikson (1963, dalam Lamanna & Riedmann, 1985), Intimasi memiliki adanya

dua komponen utama, yaitu Komitmen dan Kedalaman Relasi dengan

pasangannya.

Komponen pertama yaitu komitmen, yang merupakan kemampuan untuk

melibatkan diri dengan pasangannya, merencanakan masa depan dengan pasti,

meningkatkan dan mempertahankan kualitas interaksi dengan pasangannya.

Komitmen meliputi adanya perhatian dan kasih sayang, perspective taking,

kekuasaan dan pengambilan keputusan, mempertahankan minat-minat pribadi dan

(21)

13

Universitas Kristen Maranatha Saat melakukan komitmen dengan pasangannya, maka mahasiswa kos harus

dapat memunculkan perhatian dan kasih sayang, yaitu kemampuan untuk

memberikan perhatian yang tulus dan sepenuh hati pada para pasangannya.

Mahasiswa kos yang memiliki komitmen tinggi menunjukkan perhatian kepada

pasangannya misalnya mampu mengekspresikan perasaan marah dan kasih sayang

kepada pasangan secara leluasa. Sedangkan mahasiswa yang memiliki komitmen

yang rendah cenderung kurang menunjukkan perhatian kepada pasangannya dan

jarang membicarakan permasalahan pribadi dengan pasangannya sehingga

cenderung tertutup.

Aspek komitmen yang kedua adalah perspective taking yaitu kemampuan

untuk melihat dan memahami keadaan melalui sudut pandang pasangannya, dan

karena itu menghargai pendapat pasangan. Mahasiswa yang memiliki komitmen

yang tinggi menunjukkan kemampuan untuk menghargai perasaan dan pendapat

pasangannya misalnya bersedia untuk menerima masukan yang diberikan oleh

pasangannya dan mengerti bahwa adanya perbedaan dirinya dengan pasangan.

Sedangkan mahasiswa yang menunjukkan komitmen yang rendah menunjukkan

perilaku memaksakan kehendak kepada pasangannya

Aspek komitmen yang ketiga adalah kekuasaan dan pengambilan keputusan

mengacu pada kemampuan untuk menghargai hubungan timbal-balik diantara dua

pihak, dimana tidak ada pihak yang yang memiliki posisi yang lebih

berkuasa/memiliki kemampuan untuk mengambik keputusan lebih dari

pasangannya, namun melibatkan pasangan dalam proses pengambilan keputusan.

(22)

14

Universitas Kristen Maranatha mampu bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan, ia mampu menerima

masukan yang diberikan oleh pasangan sebagai bahan pertimbangan dalam

mencari solusi. Sebaliknya mahasiswa yang memiliki komitmen yang rendah

cenderung akan mengambil keputusan sesuai dengan keinginan dan

menguntungkan dirinya dan kurang memperhatikan kebutuhan pasangannya.

Aspek komitmen yang lainnya yaitu mempertahankan minat-minat pribadi

mengacu pada kemampuan untuk tetap menjaga dan melakukan hal-hal yang

diminati tanpa mengabaikan berbagai kebutuhan lain yang dimiliki oleh

pasangannya. Mahasiswa kos yang memiliki komitmen yang tinggi akan

menunjukkan perilaku senang melakukan kegiatan bersama dengan pasangannya.

Sebaliknya mahasiswa yang memiliki komitmen yang rendah akan menunjukkan

perilaku lebih senang dengan kesendirian dan akan menghabiskan waktu dengan

pasangan sebagai sarana untuk menyenangkan dirinya.

Aspek yang terakhir penerimaan terhadap keterpisahan, adalah kemampuan

untuk mendukung dan menghargai pasangan sebagai individu yang utuh dan

otonom. Mahasiswa yang memiliki komitmen yang tinggi cenderung akan

menunjukkan perilaku tidak tergantung dengan pasangannya dan mempercayai

pasangan selama mereka tidak bersama. Sedangkan mahasiswa yang memiliki

komitmen yang rendah cenderung menunjukkan perilaku cemburu kepada

pasangan saat mereka tidak bersama.

Komponen intimasi yang kedua adalah kedalaman relasi berupa komunikasi

dan pengetahuan akan sifat-sifat yang dimiliki oleh pasangan (Orlofsky & Roades,

(23)

15

Universitas Kristen Maranatha Komunikasi dan Pengetahuan mengenai sifat pasangan. Komunikasi ditandai oleh

dua aspek yaitu aspek intrapersonal dan interpersonal. Yang dimaksud dengan

komunikasi interpersonal adalah kemampuan individu untuk mengutarakan

pendapat, masalah-masalah, dan hal pribadi lainnya pada pasangan dengan

terbuka dan nyaman. Sedangkan komunikasi intrapersonal yaitu kemampuan

individu untuk menyampaikan perasaan marah dan kasih sayang, yang dapat

memperkuat hubungan, pengetahuan akan sifat orang lain. Dalam hal ini

mahasiswa yang memiliki kedalaman relasi yang tinggi cenderung menunjukkan

kemampuan dalam mengutarakan perasaan kepada pasangannya secara terbuka.

Mereka mampu mengolah perasaan yang dialami dan mampu menyampaikan

sehingga dapat dipahami oleh pasangannya. Sedangkan mahasiswa yang memiliki

kedalaman relasi yang rendah cenderung menunjukkan perilaku yang tertutup

untuk mengutarakan perasaannya.

Aspek yang kedua dari kedalaman relasi yaitu pengetahuan mengenai sifat

pasangan ditandai adanya keterbukaan dalam menyampaikan emosi. Hal ini juga

disertai adanya pengetahuan akan keunikan sifat dari pasangan, yaitu kemampuan

untuk mendeskripsikan berbagai kekhasan dan keistimewaan dari pasangan.

Mahasiswa yang memiliki kedalaman relasi yang tinggi menunjukkan

kemampuan untuk memahami pasangannya secara baik secara fisik maupun

psikis, sedangkan mahasiswa yang kurang peduli terhadap pasangannya

cenderung memiliki kedalaman relasi yang rendah.

Komitmen dan kedalaman relasi memiliki tingkat kedalaman yang

(24)

16

Universitas Kristen Maranatha yang berbeda-beda untuk menjalin relasi dengan pasangan. Status tersebut dapat

dibagi menjadi 5 bentuk, yaitu Isolated, Stereotyped Relationship,

Pesudo-intimate, Pre-Pesudo-intimate, dan Intimate. Perbedaan dalam bentuk Status intimasi ini akan menentukan berbagai pendekatan dan perilaku yang berbeda-beda antara

Mahasiswa kos dengan pasangannya. Namun, dalam penelitian ini, hanya 4 tipe

yang akan diukur, karena isolated tidak mencerminkan adanya hubungan dengan

pasangan. Mahasiswa kos yang memiliki bentuk intimasi isolated dengan

pasangan, tidak memiliki komitmen terhadap pasangannya. Mereka tidak

memiliki relasi yang hangat dan akrab, melainkan cenderung menarik diri, jarang

berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan kepada pasangannya. Hal ini

membuatnya juga kurang mengenal pasangannya secara mendalam, serta kurang

mampu untuk menerima berbagai kekurangan yang dimiliki oleh pasangannya.

Bentuk ini menggambarkan status intimasi yang tidak didasari oleh adanya

hubungan dengan pasangan, dan karena itu, tidak dilibatkan dalam pengukuran.

Bentuk intimasi yang kedua adalah stereotyped. Bentuk ini merupakan

hubungan yang kurang terbuka dan kurang adanya keterlibatan emosional serta

kuallitas komunikasi yang terbatas. Mahasiswa kos yang memiliki bentuk intimasi

stereotyped dengan pasangan, kurang memiliki komitmen terhadap pasangannya. Mereka kurang memiliki relasi yang hangat dan akrab, melainkan cenderung

menarik diri, jarang berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan kepada

pasangannya. Hal ini membuatnya juga kurang mengenal pasangannya secara

mendalam serta kurang mampu untuk menerima berbagai kekurangan yang

(25)

17

Universitas Kristen Maranatha Bentuk yang ketiga adalah pseudointimate. Bentuk yang merupakan

hubungan jangka panjang namun kurang dilandasi dengan keterbukaan dalam

komunikasi dan kurang melibatkan perasaan. Mahasiswa kos yang memiliki

bentuk intimasi Pseudointimate dengan pasangan, memiliki komitmen terhadap

pasangannya dengan menyenangi kegiatan bersama-sama dengan pasangannya

dan menyadari akan adanya hubungan yang dekat. Akan tetapi mereka kurang

mampu mengembangkan komunikasi yang hangat dan akrab. Mereka cenderung

menarik diri, jarang berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan kepada

pasangannya. Hal ini membuatnya juga kurang mengenal pasangannya secara

mendalam, serta kurang mampu untuk menerima berbagai kekurangan yang

dimiliki oleh pasangannya.

Preintimate relationship merupakan bentuk intimasi dimana individu mampu menjalin hubungan jangka panjang yang dilandasi oleh komunikasi yang

terbuka. Mahasiswa kos dengan hubungan preintimate relationship dengan

pasangannya memiliki komitmen yang rendah untuk jangka waktu yang panjang

dengan pasangannya. Mereka terbuka untuk membicarakan permasalahan dengan

pasangannya dan mampu mendengarkan pendapat pasangannya. Ia juga mampu

menunjukkan perhatian dan kasih sayang, hanya saja bentuk perhatian yang ia

berikan sebagai bentuk memanipulasi pasangannya. Artinya seorang mahasiswa

kurang mampu menunjukkan perhatian secara tulus kepada pasangannya.

Bentuk intimasi yang terakhir adalah intimate merupakan hubungan yang

dilandasi dengan komitmen dan keterbukaan komunikasi, saling mengasihi,

(26)

18

Universitas Kristen Maranatha Mahasiswa dengan status intimasi intimate mempunyai relasi paling terbuka,

menghargai dengan pasangannya, menerima, dan tidak berusaha memanfaatkan

diri pasanganya. Status intimasi intimate dimiliki oleh para mahasiswa kos

ditandai oleh adanya komunikasi yang jujur dan terbuka, memperhatikan dan

menghargai pasangannya, mengenal dengan mendalam dan menerima pasangan

apa adanya. Relasi yang dijalin ini menguntungkan kedua belah pihak, juga

didasari oleh adanya komitmen jangka panjang.

Menurut Orlofsky, intimasi pada seseorang akan dipengaruhi beberapa

faktor seperti status identitas, jenis kelamin, dan tipe kepribadian (Orlofsky,

1993). Karena penelitian ini mengambil data para mahasiswa pria, maka jenis

kelamin dianggap tidak terlalu terkait dengan status intimasi. Sedangkan, Status

identitas yang dimaksud adalah status identitas dalam bidang pernikahan, yaitu

suatu usaha untuk mencari tahu dan membuat pilihan yang jelas dalam hal

pernikahan. Menurut Orlofsky, status identitas yang berbeda dapat mempengaruhi

pencapaian status intimasi yang berbeda juga. Tercapainya identitas diri yang utuh

(Identity achieved) merupakan suatu prasyarat sebelum tercapainya intimasi, jika identitas diri terbentuk dengan baik, maka akan memunculkan intimasi yang

sebenarnya. Namun, dalam penelitian ini, Identitas ego/identitas diri tidak diukur,

karena pengukuran identitas diri harus menggunakan alat ukur lain yang sulit

untuk diterapkan dalam penelitian ini.

Faktor lain yang mempengaruhi intimasi adalah tipe kepribadian dalam diri

individu dapat dilihat dalam bentuk Five-factor model of personality yang

(27)

19

Universitas Kristen Maranatha Extraversion, Agreeableness, Conscientiousness, Neuroticism, dan Openness to Experience (McCrae, 1992). Pendekatan pertama dilakukan dengan metode lexical approach sebagaimana yang dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya yang mengkaji tentang trait. Ekstraversion ditandai oleh keterlibatan menonjol dengan

dunia luar. Ekstravert merasa senang bila berada dengan orang-orang, penuh

energi, dan sering mengalami emosi positif. Mereka cenderung merupakan

individu-individu yang antusias dan berorientasi pada tindakan. Mahasiswa yang

memiliki tipe kepribadian ini cenderung menunjukkan perilaku senang untuk

menjalin komunikasi dengan pasangannya, terbuka dalam mengungkapkan

perasaan yang dialaminya namun cenderung kurang memahami perasaan

pasangannya.

Agreeableness menggambarkan perbedaan individual dalam hal kepedulian pada kerja sama dan harmoni sosial. Nilai individu yang agreeable suka bersama

dengan orang lain. Karena itu mereka berhati-hati, bersahabat, pemurah, suka

membantu, dan mau mengkompromikan kepentingan mereka dengan kepentingan

orang lain. Mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian agreeableness

menunjukkan perilaku senang untuk melakukan kegiatan bersama-sama dengan

pasangannya. Disamping itu, mereka juga memiliki kesediaan untuk membantu

pasangannya dan berupaya untuk memahami perasaan pasangannya.

Conscientiousness berkenaan dengan cara di mana para individu mengontrol, mengatur, dan mengarahkan impulsnya. Impuls tidak selalu buruk;

kadang keterbatasan waktu memerlukan keputusan cepat, dan bertindak

(28)

20

Universitas Kristen Maranatha Dalam waktu-waktu bermain dan bukan waktu bekerja, bertindak secara spontan

dan impulsif juga dapat menyenangkan. Orang-orang yang impulsif bisa dilihat

oleh orang lain sebagai semarak, menyenangkan, dan mengasyikkan. Mahasiswa

yang memiliki tipe conscientiousness menunjukkan perilaku reaktif dalam

menyikapi permasalah yang dihadapi dengan pasangannya. Mereka dalam

bertindak cenderung spontan sehingga kurang mempertimbangkan dampak dari

keputusan yang diambil.

Neuroticism merujuk pada kecenderungan untuk mengalami perasaan-perasaan negatif. Orang-orang yang berskor tinggi pada neuroticism kemungkinan

mengalami terutama satu perasaan negatif spesifik seperti kecemasan, kemarahan,

tetapi dapat juga mungkin mengalami beberapa dari emosi ini. Orang-orang yang

tinggi dalam neuroticism reaktif secara emosional. Mahasiswa yang neuroticism

tinggi cenderung menunjukkan emosi yang meluap-luap terhadap pasangannya

baik emosi negatif maupun positif.

Openness to Experience menggambarkan satu dimensi dari gaya kognitif yang membedakan orang-orang imajinatif dan kreatif dari orang-orang yang

realistis dan konvensional. Orang-orang yang terbuka mempunyai rasa ingin tahu

secara intelektual, menghargai seni, dan peka pada keindahan. Mahasiswa yang

memiliki tipe kepribadian Openness to Experience cenderung menunjukkan

perilaku cukup realistis dalam melakukan tindakan. Mampu memikirkan dampak

(29)

21

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1. Bagan Kerangka Pemikiran

1.6. Asumsi

1. Dalam menjalin hubungan dengan pasangan, maka para mahasiswa kos di

Universitas “X” memiliki status intimasi.

2. Status intimasi yang ada dipengaruhi oleh dua dimensi dalam diri individu,

(30)

22

Universitas Kristen Maranatha 3. Para mahasiswa memiliki bentuk intimasi, stereotyped relationship,

pseudointimate, preintimate, dan intimate.

(31)

52

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan kesimpulan mengenai hasil

analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya beserta saran yang bernilai

praktis yang terarah sesuai dengan hasil penelitian.

5.1. Kesimpulan

- Sebagian besar responden mahasiswa yang telah melakukan relasi seksual

pranikah di Universitas “X” Bandung ternyata sebagian besar yaitu 38%

responden memiliki bentuk status intimasi intimate. Sebagian lainnya 24%

responden memiliki bentuk status intimasi pseudointimate, 22% responden

memiliki bentuk status initimasi stereotyped.

- Terdapat beberapa trait kepribadian yang terkait dengan status intimasi

pada diri mahasiswa kost yang melakukan relasi seksual pranikah, yaitu

Extraversion, Agreeableness, dan Consciontiousness.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoretis

- Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat meneliti

mengenai hubungan antara tipe status intimasi dengan trait kepribadian big

(32)

53

Universitas Kristen Maranatha

- Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat

memperbaiki kuesioner yang dibuat peneliti, dengan lebih

menspesifikasikan pertanyaan-pertanyaan yang dibuat, sehingga dapat

menggambarkan status intimasi yang ada dalam diri responden.

- Peneliti menyarankan pada peneliti selanjutnya, untuk dapat memperdalam

survey dan wawancara awal, dengan tujuan untuk merinci fakta yang

dipaparkan di latar belakang masalah.

5.2.2. Saran Praktis

- Hasil penelitian ini memberikan masukan kepada mahasiswa kos pria di

Universitas “X” Bandung tentang gambaran status intimasi serta aspek

-aspeknya. Responden yang memiliki status intimasi intimate diharapkan

mempertahankan komitmennya yang tinggi dan kedalaman relasinya yang

mendalam dengan pasangan. Sedangkan responden yang memiliki

komitmen rendah dan kedalam relasi yang rendah diharapkan untuk

meningkatkan kedua aspek tersebut dengan melakukan komunikasi yang

lebih terbuka, menghormati integritas pasangan, juga menghormati

kebutuhan pasangan dan memberi gambaran mengenai keterkaitan antara

status intimasi dengan perilaku seks pranikah dan dampaknya.

- Disarankan kepada pengelola kos responden untuk lebih meningkatkan

kontrol tempat kos sehingga mengurangi peluang bagi mahasiswa lain

(33)

54

Universitas Kristen Maranatha

- Kepada figur signifikan responden untuk memberikan pengertian

(34)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Jusuf,Mansur S. Baseline Perilaku Seks Mahasiswa.2007.Bkkbn.Jakarta

Kaplan, Robert M dan Dennis P. Saccuzzo. 2005. Psychological Testing: Principles, Applications, and Issues. USA: Wadsworth.

Marcia, James.Identity Status.1993.Harvard University Press.Boston

Nazir, Moh. 2005. Metode penelitian. Ghalia: bogor.

Okanegara, Syaiful R.AIDS pada usia remaja. Penerbit remaja Rosdakarya.Semarang

Orlofsky, Jacob.The Psychology of Intimacy.1988.(ebook)

(35)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Majalah Gatra, 12 September 2006

Arifin Syamsul.2011.http://ceria.bkkbn.go.id/ceria/referensi/artikel/detail/562 diakses pada tanggal 6 Agustus 2011

Danang Wibowo.2010. http://www.tempointeraktif.com, diakses pada tanggal 17 November 2011

Rofiqi Hasan.2007. http://www.kosmopolitan.com, diakses pada tanggal 6 Agustus 2011

Sari. 2007. http://www.infoskripsi.com/component/option,com_glosari/, diakses 7 Mei 2011

Satria.2008.http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2185663-dampak-seks-pranikah-bagi-remaja/#ixzz24BOkMpEv diakses pada tanggal 15 Agustus 2012

Wiguna. 2008. http://www.joglosemar.com, diakses pada tanggal 27 Juni 2011

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan dan menghasilkan produk berupa LKS praktikum berbasis inkuiri terbimbing pada pokok bahasan larutan penyangga serta

Gambar 4.7 adalah desain form buat kartu otomatis dari program aplikasi sistem informasi seleksi siswa baru SMK Sukawati Gemolong, yang berguna membuat

Lampu Menggunakan Smartphone Android Dengan Media Komunikasi. Jaringan Wi-Fi, Salatiga :

This study was conducted to describe the types of discourse markers given by Swan (2005) and Carter et al(2011) which are used by teachers to initiate students so

(3) Dari hasil kerja sistem informasi pengguna di bagian rekam medis menyatakan kurang percaya pada data yang dihasilkan sistem. Pengguna tidak percaya

Penelitian ini mengenai Dampak Penyuluhan Terhadap Penerapan Paket Teknologi Peternakan (kemampuan peternak dalam memilih bibit, pakan, tatalaksana pemeliharaan, pencegahan

Berdasarkan hasil penelitian, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa atribut yang menjadi prioritas utama untuk lebih ditingkatkan kualitas pelayanannya karena

Seperti yang telah direncanakan tindakan siklus III dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu Selasa, 26 Mei 2009 dan Rabu, 27 Mei 2009 di ruang kelas X