ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh determinan-determinan intention untuk tidak melakukan seks pranikah pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas “x” di Bandung. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 181 orang dan sampel dipilih dengan menggunakan teknik metode Purposive sampling.
Alat ukur yang digunakan dalam kuisioner ini mengacu pada Teori Planned Behavior yang disusun oleh Icek Ajzen (2005), yang diadaptasi oleh penilitian sebelumnya “ Intention untuk membaca buku teks pada mahasiswa universitas “X” di Bandung” oleh Rinaldi Emor ,Intention untu tidak melakukan seks pranikah pada siswa MA “X” di Bandung oleh Stevi Manurung, serta dimodifikasi oleh penliti. Pada penelitian ini uji validitas menggunakan Person dan Uji reabilitas menggunakan koefisien reabilitas Alpha Croncbach dengan perolehan reabilitas 0,86 . Teknik analisis terhadap data penelitian ini dengan menghitung uji statistik multiple regresi dari data primer kemudian dilakukan tabulasi silang dengan data penunjang.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh disimpulkan bahwa sebagian Mahasiswa Fakultas psikologi Universitas “X” di bandung, yaitu sebesar 51,4% memiliki intention yang kuat untuk tidak melakukan seks pranikah dan sebagian lagi yaitu sebesar 48,6% memiliki intention yang lemah untuk tidak melakukan seks pranikah. Kontribusi total dari ketiga determinan intention terhadap intention adalah sebesar 52,9%. Kontribusi paling terbesar adalah dari determinan Subjective Norm sebesar 26,57%, Perceived Behavior Control sebesar 21,67%, dan yang paling terkecil adalah kontribusi dari determinan Attitude Toward The Behavior sebesar 4,64%.
Berdasarkan penelitian ini, peneliti menyarankan kepada pihak Universitas untuk memberikan penyuluhan lebih lanjut mengenai norma agama , norma sosial dan hubungannya dengan perilaku seks pranikah.
Universitas Kristen Maranatha
ABSTRACT
This Study aims to determine the intention of Stundents to not engaged in premarital sexual behavior in University of Pshychology “X” in Bandung. The number of sample in this research were 181 students and selected using purposive sampling method.
Measuring instruments used in the questionnaire refers to the Theory of Planned Behavior complied by Icek Ajzen (2005), which was adapted from previous research “Intention to read textbook in University Student ”X” in Bandung, by Rinaldi Emor, “Intention to not engaged in premaritas sexual behavior in student MA “X” in Bandung” by Stevi Manurung and modified by the researcher. In this study, using the Pearson for validity test and the formula of Alpha Croncbach reliability of 0.86. Analysis techniques for the data’s study is to calculate the multiple regression of the statistic test of primary data and then processced by cross-tabulation with supporting data.
According to research conclusion, some of the University of Pshychology “X” Students in Bandung, 51.4% have strong intention to no engaged in premarital sexual behavior and 48.6% have weak intention to no engaged in premarital sexual behavior. Total from the 3 intention determinant to intention are 52.9%. Substantial contribution of subjective norm 26,57 %, 21,67% contribution of Perceived behavior control, and smallest contribution of attitude toward the behavior are 4,64%.
researcher’s suggestion to university is to give more counseling about religious norm, social norm and their connection to premarital sexual behavior.
Keywords : Intention, Attitude toward the behavior, Subjective norm, Perceived behavior control.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS PENELITIAN. ... iii
PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN . ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR BAGAN ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah... 10
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 11
1.4 Kegunaan Penelitian ... 11
1.4.1Kegunaan Teoretis ... 11
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 11
Universitas Kristen Maranatha
1.6 Asumsi Penelitian ... 25
1.7 Hipotesis ... 25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior ... 27
2.1.1 Pengertian Planned Behavior ... 27
2.1.2 Intention ... 28
2.1.3 Attitude towrd the behavior ... 29
2.1.4. Subjective norm ... 29
2.1.5 Perceived behavior ... 31
2.1.6 Pengaruh Determinan ... 32
2.1.7 Hubungan Antar Determinan-Determinan Intention. ... 33
2.1.8 Background factor. ... 34
2.2 Remaja ... 36
2.2.1 Definisi Remaja ... 36
2.2.2 Klasifikasi remaja ... 37
2.2.3 Perubahan dasar ... 39
2.2.3.1 Perubahan Biologis ... 40
2.2.3.2 Perubahan Kognitif ... 41
2.2.3.3 Perubahan Sosial ... 42
2.2.3.4 Perkembangan Seksual Remaja ... 43
2.3 Perilaku seksual ... 46
2.3.1 Pengertian perilaku seksual ... 46
2.3.2 Bentuk perilaku seksual ... 47
2.3.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pada Remaja48
2.3.4 Pengertian perilaku seks pranikah ... 49
2.3.5 Bentuk Perilaku seks pranikah ... 50
2.3.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja ... 51
2.4Teori Kepribadian. ... 54
BAB III METEDOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian... 60
3..2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 61
3.2.1 Variabel Penelitian ... 61
3.2.2Definisi Konseptual ... 61
3.2.3 Definisi Operasional ... 61
3.3 AlatUkur ... 63
3.3.1 Alat Ukur intention dan determinan-determinannya ... 63
3.3.2 Sistem Penilaian ... 64
3.3.3 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 65
3.3.4 Validitas dan Reliabilitas AlatUkur ... 66
3.3.4.1 Validitas Alat Ukur determinan-determinan intention dan intention ... 66
3.3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 67
3.4 Populasi Sasaran danTeknik Penarikan Sampel ... 68
3.4.1 Populasi Sasaran Penelitian ... ...68
Universitas Kristen Maranatha
3.4.3 Teknik Penarikan Sampel...68
3.5 Teknik Analisis Data...69
3.6 Hipotesis Statistik ... ...70
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian...72
4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...72
4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia...73
4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Tempat Tinggal...73
4.2 Gambaran Hasil Penelitian...74
4.2.1 Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Intention...74
4.2.2 Gambaran Korelasi dan Kontribusi...75
4.2.3 Gambaran Korelasi antar Determinan-determinan Intention...77
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian...78
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan...93
5.2 Saran...93
5.2.1 Saran Teoritis...94
5.2.2 Saran Praktis...94
DAFTAR PUSTAKA ... 95
DAFTAR RUJUKAN ... 96
LAMPIRAN ... 97
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1. Bagan Kerangka Pikir Intention... 24
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Determinan-determinan Intention ... 63
Tabel 3.2 Skor bobot penilaian...65
Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis kelamin...73
Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia...74
Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Tempat Tinggal...74
Tabel 4.4. Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Intention...74
Tabel 4.5 Korelasi Per Determinan-determinan intention...75
Tabel 4.6 Kontribusi Total Determinan intention...75
Tabel 4.7 Kontribusi Per Determinan intention...76
Tabel 4.8 Korelasi Antara Determinan intention...77
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Teori Planned Behavior ... 27
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Kisi- Kisi Alat Ukur
LAMPIRAN 2 Alat Ukur Penelitian
LAMPIRAN 3 Kuisioner Data Penunjang ( Background factor)
LAMPIRAN 4 Karakteristik Responden
LAMPIRAN 5 Hasil Jawaban Total Responden Per Determinan
LAMPIRAN 6 Hasil Validitas Item
LAMPIRAN 7 Hasil Validitas Fix Item
LAMPIRAN 8 Uji Reabilitas
LAMPIRAN 9 Hasil Kontribusi Total Determinan Intention
LAMPIRAN 10 Hasil Kontribusi Per Determinan
LAMPIRAN 11Hasil Korelasi Per Determinan
LAMPIRAN 12 CROSSTAB
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada zaman modern saat ini masalah yang berkaitan dengan perilaku
seksual selalu menjadi topik menarik untuk dibahas. Permasalahan seksual sudah
menjadi suatu hal yang melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak dapat
dihindari oleh makhluk hidup, terutama dalam kehidupan remaja pada zaman
sekarang (Regina, 2013). Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak
menuju dewasa yang dimulai dengan tanda-tanda pubertas. Saat masa pubertas
remaja mulai mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya
yaitu kematangan seksual. Kematangan seksual ditandai dengan adanya
menstruasi pada remaja wanita, dan keluarnya sprema pada laki-laki. Saat
pubertas remaja mulai menyadari adanya perkembangan pada perasaan dan
dorongan-dorongan seksual serta bagaimana hal tersebut muncul.
Dorongan-dorongan seksual yang secara normal dialami remaja muncul semakin sering dan
kuat sejalan dengan semakin banyaknya rangsangan seksual yang diterima dari
luar. Informasi seksual yang diterima dari teman sebaya dan media massa semakin
meningkatkan rasa ingin tahu remaja (Rice & Dolgin, 2003).
Akibat globalisasi pandangan remaja terhadap perilaku seksual pranikah
mengalami pergeseran. Globalisasi peradaban telah mengakibatkan terbentuknya
kultur dan gaya hidup. Kultur dan gaya hidup meliputi cara hidup, selera dan
2
Universitas Kristen Maranatha seksual (Mayasari, 2008). Apabila awalnya remaja melakukan ekperimen seksual
sendiri terhadap dirinya seperti masturbasi, pada tahap selanjutnya remaja
mencoba melakukan eksperimen seksual dengan lawan jenis yang di ekspresikan
melalui beberapa bentuk perilaku seksual pranikah seperti melakukan oral sex,
petting, hingga intercouse. Eksperimen seksual ini dilakukan karena ada yang
sebagian ingin tahu, sebagian karena keinginan stimulasi dan pelepasan secara
seksual, sebagian lagi juga karena kebutuhan afeksi, dan penerimaan diri dari
orang lain (Rice &Dolgin,2003 dalam Santrok,2012).
Berbagai survey mengindikasikan bahwa praktek seks pranikah di
kalangan remaja semakin merebak dan meluas. Kementerian Kesehatan pada
tahun 2009 merilis hasil studi di empat kota yaitu, Jakarta, Medan, Bandung, dan
Surabaya. Dari studi tersebut, 35,9 % remaja dengan usia 15-19 tahun mengaku
sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, sisa nya 61%
berusia 20-25 tahun. Hasil survey PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia) pada tahun 2011 menyebutkan 63% di Indonesia remaja telah
melakukan seks pranikah, di Jabodetabek 51%, Bandung 54%, Surabaya 47%,
dan Medan 52% (Budi, 2011).
Hasil kajian terbaru oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) pada tahun 2012 menunjukkan hasil bahwa dari sejumlah remaja di
Universitas terbesar di Indonesia yang disurvei, 93,7 % menyatakan pernah
melakukan ciuman, oral sex, petting dan intercouse. Sebanyak 97% menyatakan
melakukan hubungan seksual pranikah karena sering menonton film porno
3
lainnya adalah bahwa 62,7% remaja SMP–SMA sudah tidak perawan atau
perjaka dan sebanyak 21,2% remaja putri telah melakukan aborsi.
Dr. Agustin Kusumayati, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia dalam Seminar Remaja, Kamis (12/6/2014) di Surabaya,
yang merupakan rangkaian peringatan Hari Keluarga Nasional XXI tahun 2014
menyebutkan perilaku seksual pranikah pada usia remaja 15 - 24 tahun di
Indonesia cenderung naik karena belum optimalnya pendidikan keluarga sejahtera
dan rendahnya tingkat pendidikan dan pemahaman para remaja terhadap risiko
hubungan seks diluar nikah (Sudarmi, 2014). Dari 1000 orang mahasiswa di
bandung diketahui bahwa tempat yang paling sering mereka jadikan tempat untuk
melakukan hubungan intim adalah di tempat kost (51,5%), rumah pribadi (30%),
di hotel atau wisma (11,2%), di tempat rekreasi (2,3%), dan terakhir di dalam
mobil (10%) (http://www.kumpulanberita.com). Hasil survey tersebut
mengindikasikan kecenderungan bahwa seks pranikah telah menjadi bagian dari
kehidupan remaja Indonesia.
Salah satu Fakultas yang ada di Universitas “X” di Bandung adalah
Fakultas Psikologi. Mahasiswa Fakultas psikologi Universitas ini menurut sumber
data dari pihak tata usaha menyebutkan bahwa mahasiswa sebagian besar adalah
orang pendatang dari luar kota Bandung. Mereka belajar hidup mandiri seperti
kost, atau mengontrak rumah bersama teman-teman nya. Keadaan tersebut
membuat mahasiswa menjadi kurang nya kontrol pengawasan dari pihak orangtua
terhadap mahasiswa tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa orang tua
4
Universitas Kristen Maranatha orang tua sebagai pengarah dari perilaku yang akan di tampilkan oleh mahasiswa
tersebut. Pengawasan ini biasa nya lebih terarah pada setting sosial, apa saja
aktivitas yang dilakukan oleh mahasiswa, dan pemilihan hubungan dengan teman
sebaya atau lawan jenis yang di arahkan oleh orang tua. Kurang nya kontrol
pengawasan dari pihak orang tua ini mendorong mahasiswa mengambil alih
segala keputusan atas dirinya sendiri.
Mahasiswa tidak lagi melibatkan saran dan keputusan dari pihak orangtua
karena menganggap bahwa ia sudah cukup dewasa dan bisa bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri sekalipun urusan memilih pasangan, dengan siapa ia akan
berpasangan, apa saja yang akan ia lakukan dengan pasangannya. Hal tersebut
membuat mahasiswa menjadi memiliki kebebasan penuh atas dirinya sendiri.
Kebebebasan inilah yang membuat mahasiswa sendiri menjadi hilang kendali atau
kontrol atas perilaku yang akan dilakukan dengan pasangannya. Seiring dengan
kemajuan teknologi dan luas nya lingkungan sosial yang dialami oleh mahasiswa
membuat pergeseran akan gaya hidup yang meliputi cara hidup, selera dan
persepsi tentang diri dan pergaulan sosial. Oleh karna itu kebanyakan mahasiswa
mulai mengabaikan ajaran agama dan moral yang telah diajarkan oleh orang tua
mereka.
Mahasiswa lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan pasangan
nya seperti di kamar kost nya. Mahasiswi mengijinkan pasangannya untuk diam
berlama-lama di dalam kamar kost nya hingga ada juga yang sampai mengijinkan
pasangannya untuk menginap di kamar nya tersebut. Apa yang mereka lakukan
5
dengan adanya kesempatan tersebut, tak jarang mendorong perilaku untuk tidak
melakukan seks pranikah menjadi sulit untuk di lakukan bagi mahasiswa tersebut.
Beberapa dampak perilaku seks pranikah remaja, yang pertama terhadap
kesehatan fisiologis adalah hamil yang tidak dihendaki (unwanted pregnancy).
Unwanted pregnancy membawa remaja pada dua pilihan, melanjutkan kehamilan
atau menggugurkannya. Hamil dan melahirkan dalam usia remaja sangatlah
beresiko bagi kesehatan ibu dan anak. Menurut Wibowo (1994) terjadinya
pendarahan pada trisemester pertama dan ketiga, anemi dan persalinan juga
merupakan komplikasi yang sering terjadi pada kehamilan remaja. Selain itu
kehamilan di usia remaja juga berdampak pada anak yang dikandung, kejadian
berat bayi lahir rendah (BBLR) dan kematian perinatal sering dialami oleh
bayi-bayi yang lahir dari ibu usia muda. Terjadinya KTD (Kehamilan yang Tidak
Diinginkan) hingga tindakan aborsi yang dapat menyebabkan gangguan
kesuburan, kanker rahim, cacat permanen bahkan berujung pada kematian.
Menurut Affandi (1995) tingkat kematian anak pada ibu usia muda
mencapai 2-3 kali dari kematian anak yang ibunya berusia 20-30 tahun. Tidak
sedikit pula mereka yang mengalami unwanted pregnancy melakukan aborsi.
Lebih kurang 60% dari 1.000.000 dari wanita yang hamil di luar pernikahan telah
melakukan aborsi sebagian besar adalah para remaja dengan usia 16-25 tahun.
Berikutnya adalah penyakit menular seksual (PMS). PMS/HIV seperti sifilis,
gonore, herpes, klamidia, dan AIDS. Dari data yang ada menunjukkan bahwa
diantara penderita atau kasus HIV/AIDS 53% berusia antara 15-29 tahun.
6
Universitas Kristen Maranatha Dampak lain dari perilaku seks pranikah adalah konsekuensi psikologis.
Kodrat untuk hamil dan melahirkan menempatkan remaja perempuan dalam
posisi terpojok. Dalam pandangan masyarakat, remaja putri yang telah melakukan
seks pranikah sebelum waktunya hingga hamil merupakan aib keluarga yang
melanggar norma-norma sosial dan agama. Perasaan bingung, cemas, malu, dan
bersalah yang dialami remaja setelah melakukan hubungan seks pranikah dengan
perasaan depresi, pesimis terhadap masa depan yang kadang disertai dengan rasa
benci dan marah baik kepada diri sendiri maupun kepada pasangan (Desmita,
2005).
Berdasarkan penelitian (Ayu Khairunissa, 2013) mengenai hubungan
religiusitas dan kontrol diri dengan perilaku seks pranikah pada remaja,
ditemukan faktor yang mempengaruhi remaja dalam perilaku seksual pranikah.
Salah satu faktor adalah dari segi religiusitas, religiusitas dianggap penting dan
sangat mempengaruhi perilaku remaja untuk tidak melakukan seks pranikah.
Religiusitas memberikan kerangka moral, nilai-nilai, menstabilkan tingkah laku.
Remaja yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap ajaran agamanya akan
memiliki tolak ukur tentang boleh dan tidak boleh dilakukan, sehingga mampu
membuat seseorang mengontrol tingkah lakunya (Desmita,2005).
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan kepada 10 orang mahasiswa
terhadap perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah. Sebanyak 6 orang (60%)
menyatakan bahwa perilaku untuk tidak melkaukan seks pranikah adalah hal yang
penting (attitude toward the behavior) karena, dengan tidak melakukan seks
7
seperti, menganggap diri akan terjauhi dari rasa berdosa kepada Tuhan dan kedua
orang tua karena telah menjalankan aturan agama, menjaga nama baik sendiri dan
keluarga dan mereka lebih memilih untuk menjauh dari hal yang akan beresiko
tinggi bagi masa depan (favorable).
Sedangkan 4 orang lagi (40%) menyatakan bahwa perilaku untuk tidak
melakukan seks pranikah adalah hal tidak terlalu penting karena, menurut
pertimbangan mereka bahwa perilaku seks pranikah di zaman sekarang adalah hal
yang wajar, krena menurut mereka rasa ingin mencoba yang sangat kuat yang
mendorrong seseorang akan tetap melakukan hubungan seks pranikah, sehingga
mereka tidak peduli dengang omongan orang yang mengatakan bahwa perilaku
untuk tidak peduli dengan omongan orang yang mengatakan bahwa perilaku
untuk tidak melakukan seks pranikah adalah hal yang tidak baik. Menurut mereka
perilaku seks pranikah itu seseuatu yang wajar dilakukanoleh remaja yang belum
menikah selagi masih muda. Menurut mereka dengan melakukan seks pranikah
duluan mereka dapat belajar bagaimana mereka menyalurkan afeksi kepada
pasangan yang mendukung mereka menjalni kehidupan berumah tangga kelak
(unfavorable).
Dari hasil survey, 7 orang (70%) dari 10 mahasiswa menyatakan
orang-orang yang signifikan disekitar mereka (subjective norm) yaitu orang tua. Orang
tua sering mengingatkan untuk menjaga diri dari hal-hal yang tidak diharapkan
oleh agama dan orangtua seperti tidak melakukan seks pranikah. Orang tua
memberi pemahaman dan penekanan terhadap nilai-nilai agama seperti sering
8
Universitas Kristen Maranatha saat sedang beribadah sehingga mempengaruhi niat mahasiswa tersebut untuk
tidak mau melakukan seks pranikah.
Sedangkan 3 orang lagi (30%) menyatakan bahwa orang-orang yang
signifikan bagi mereka seperti orangtua dan teman-teman tidak terlalu menuntut
mahasiswa untuk tidak melakukan seks pranikah, mereka kurang mengingatkan
dan lebih banyak memberikan kebebasan terhadap diri mereka untuk memilih
melakukan atau tidak melakukan hubungan seks pranikah. Hal tersebut tidak
mempengaruhi niatnya untuk tidak melakukan seks pranikah.
Dari hasil survey juga diperoleh 7 orang (70%) dari 10 mahasiswa
menyatakan bahwa perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah adalah hal yang
sulit dilakukan (perceived behavior control). Menurut mereka sulitnya karena
mereka harus belajar mengontrol diri ketika sedang bersama pasangannya agar
supaya tidak melakukan hubungan seks pranikah dan rasa penasaran yang begitu
tinggi yang mempengaruhi mahasiswa sulit untuk tidak melakukan seks pranikah.
Sedangkan 3 orang (30%) lagi menyatakan bahwa perilaku untuk tidak
melakukan seks pranikah adalah bukan hal yang sulit untuk dilakukan. Bagi
mereka itu mudah dan mereka memiliki keyakinan mampu untuk tidak melakukan
seks pranikah karena mereka memiliki orang-orang yang akan mendukung mereka
dengan mengarahkan mereka terhadap hal yang lebih positif seperti nilai-nilai
agama yang lebih dalam. Selain itu juga mereka berusaha untuk melakukan
berbagai cara pengalihan pikiran seperti, lebih ke arah kegiatan yang bersifat
positif seperti rajin berolah raga untuk mengbugarkan tubuhnya agar menjadi
9
Dari hasil survey juga diperoleh 50 % dari 10 mahasiswa niat (intention)
yang kuat untuk tidak melakukan seks pranikah dengan alasan bahwa perilaku
untuk tidak melakukan seks pranikah adalah baik, bermamfaat bagi kesehatan.
Sedangkan 50% lagi memiliki niat (intention) yang lemah untuk tidak melakukan
seks pranikah dengan alasan bahwa perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah
adalah hal yang sulit dilakukan dan kurang penting dilakukan di zaman sekarang.
Dari hasil survey awal tersebut, maka di dapatkan informasi bahwa ada
kaitan antara determinan intention terhadap perilaku untuk tidak melakukan seks
pranikah. Ketiga determinan-determinan intention terhadap intention mahasiswa
untuk tidak melakukan seks pranikah yaitu, mahasiswa yang memiliki penilaian
yang positif terhadap perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah (attitude
toward the behavior), mahasiswa memiliki persepsi mengenai tuntutan dari orang
tua dan memiliki kesediaan untuk mematuhi tuntutan dari pihak orang tua tersebut
(subjective norm), mahasiswa memiliki keyakinan mampu untuk tidak melakukan
seks pranikah karena hal tersebut merupakan hal yang mudah untuk di lakukan
(perceived behavior control). Berdasarkan hasil attitude toward behavior,
subjective norm, perceived behavior control yang postif maka mengahasilkan
intention yang kuat untuk tidak melakukan seks pranikah pada mahasiswa.
Sebaliknya, ketika mahasiswa memiliki penilaian yang tidak penting terhadap
perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah di zaman sekarang (attitude toward
the behavior), mahasiswa memiliki persepsi bahwa orang tua tidak memiliki
tuntutan terhadap perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah dan ada
10
Universitas Kristen Maranatha memiliki persepsi mengenai perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah adalah
hal yang sulit untuk dilakukan (perceived behavior control). berdasarkan hasil
attitude toward the behavior, subjective norm, perceived behavior control) yang
negatif maka intention untuk tidak melakukan seks pranikah akan lemah.
Kenyataan bahwa perilaku seks pranikah adalah peristiwa yang trend saat
ini di lingkungan remaja, dikarenakan adanya pengaruh dari
determinan-determinan intention yang mendorong remaja untuk sulit mengontrol diri untuk
tidak melakukan seks pranikah. Dengan peran kontrol diri saja tidak cukup untuk
mendukung perilaku remaja untuk tidak melakukan seks pranikah di butuhkan
juga usaha yang besar dalam diri remaja agar remaja dapat memunculkan perilaku
untuk tidak melakukan seks pranikah. Peneliti menemukan fenomena adanya
pengaruh dari determinan intention terhadap niat mahasiswa Universitas “X” di
bandung untuk tidak melakukan seks pranikah.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention pada mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas “X” di Bandung untuk tidak melakukan seks
pranikah.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka ingin diketahui
bagaimana kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk
tidak melakukan seks pranikah pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas
11
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran intention
dan determinan-determinan dari intention untuk tidak melakukan seks pranikah
pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi dari
determinan-determinan intention (attitude toward the behavior, subjective norms dan
perceived behavioral control) terhadap intention untuk tidak melakukan seks
pranikah pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas “X” di Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis
1 Memberikan informasi mengenai gambaran kontribusi
determinan-determinan intention terhadap intention, khususnya dalam bidang kajian
Psikologi Klinis dan Psikologi Sosial.
2. Memberikan informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut
mengenai intention, khususnya intention untuk tidak melakukan seks
pranikah.
1.4.2 Kegunaan Praktis
1. Bagi Fakultas penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai
pengaruh intention terhadap perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah
pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas “X”.
2. Bagi Mahasiswa penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan
12
Universitas Kristen Maranatha 1.5 Kerangka Pikir
Mahasiswa yang berusia antara 18 sampai 21 tahun digolongkan kedalam
kelompok remaja akhir menurut Santrock. Pada masa ini, mahasiswa mengalami
berbagai perubahan dari segi biologis, sosial, dan kognisi. Dalam hal ini,
perubahan kognisi serta sosioemosional menjadi hal yang paling berpengaruh
terhadap perkembangan psikologis (Santrock, 2012).
Masa remaja tidak hanya dicirikan dengan pertumbuhan fisik dan
perkembangan otak yang signifikan, namun masa remaja juga menjadi jembatan
antara anak yang aseksual dan orang dewasa yang seksual. Remaja adalah masa
eksplorasi dan eksperimen seksual, masa fantasi dan realitas seksual, masa
mengintegrasikan seksualitas ke dalam identitas seseorang. Remaja memiliki rasa
ingin tahu dan seksualitas yang hampir tidak dapat dipuaskan. Remaja
memikirkan apakah dirinya secara seksual menarik, cara melakukan hubungan
seks, dan bagaimana nasib kehidupan seksualitas mereka. Mayoritas remaja dapat
mengembangkan identitas seksual yang matang, meskipun sebagian besar di
antara mereka mengalami masa yang rentan dan membingungkan. (Epstein &
Ward, 2008 dalam Santrock, 2012). Pemikiran ini seringkali membuat remaja
membandingkan dirinya dengan orang lain berkaitan dengan patokan ideal
tersebut sehingga pola berpikir mahasiswa akan menjadi lebih komples karena
dapat melihat sesuatu masalah dari berbagai aspek / multidimensional (Piaget,
1970 dalam Santrock, 2012).
Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos mengenai
13
Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi
identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap
perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini
bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang
dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di
masyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2001). Menguasai perasaan seksual dan
membentuk rasa identitas seksual merupakan proses yang bersifat multiaspek dan
panjang (Diamond & Savin- Williams, 2009 dalam Santrock, 2012). Hal ini
mencakup kemampuan belajar untuk mengelola perasaan seksual (seperti
ketergugahan dan ketertarikan seksual), mengembangkan bentuk intimacy yang
baru, serta mempelajari keterampilan untuk mengelola tingkah laku seksual agar
tidak terhindar dari konsekuensi yang tidak diinginkan. Identitas seksual remaja
mencakup aktivitas, minat, gaya perilaku, dan indikasi yang mengarah pada
orientasi seksual(Buzwell & Rosenthal, 1996 dalam Santrock, 2012).
Pada remaja akhir tugas perkembangan nya semakin menuju kematangan,
remaja akhir lebih dipersiapkan pada persiapan diri untuk terlepas dari orang tua,
membentuk pribadi yang bertanggung jawab dan membentuk ideologi terhadap
nilai-nilai. Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk
menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia
akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk
melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat
yang dimilikinya. Hal-hal penting menyangkut perkembangan identitas di masa
14
Universitas Kristen Maranatha identitas dan identifikasi di masa kanak-kanak, untuk menyusun sebuah jalur yang
dinamis menuju kematangan orang dewasa (Marcia & Carpendale, 2004 dalam
Santrock 2012).
Mahasiswa yang kebanyakan mulai belajar hidup mandiri diharapkan
mampu bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Mahasiswa mengembangkan
identitas diri dimana ia mulai menyadari bahwa mereka memiliki kekuatan untuk
mengatur hidupnya sendiri dan merasakan kebutuhan untuk mendefinisikan
dirinya dan tujuan-tujuannya. Namun keinginannya tersebut tidak dapat terjadi
secara konsisten dalam segala segi kehidupannya. Hurlock (dalam Santrock,
2008) mengatakan bahwa banyak remaja ingin mandiri, namun mereka juga ingin
dan butuh rasa aman yang diperoleh dari ketergantungan emosi kepada orang tua
atau orang dewasa lain. Remaja masih memerlukan bimbingan dan dukungan
orang tua dalam memutuskan rencana masa depan dan hal-hal penting dalam
kehidupannya.
Berdasarkan Theory of Planned behavior (Ajzen & Fishbein, 1988)
Intention adalah suatu keputusan (niat) mengerahkan usaha untuk melakukan
suatu perilaku. Ajzen (1991) mengatakan bahwa perilaku individu bisa secara
akurat diprediksi melalui intention. Intention merupakan tanda dari seberapa keras
seseorang berusaha, seberapa banyak usaha yang mereka rencanakan akan
digunakan, dalam tujuan untuk menampilkan seluruh perilaku. Intention sendiri
diasumsikan sebagai antecendent langsung dari perilaku dan mengarahkan
perilaku yang dikontrol dan disengaja. Semakin kuat intention yang dimiliki
15
muncul. Intention individu terhadap suatu perilaku dibentuk oleh tiga determinan,
yaitu attitude toward the bahavior, subjective norm, perceived behavior control.
Determinan yang pertama terhadap intention adalah Attitude toward the
behavior. Attitude toward thebehavior adalah attitude individu terhadap perilaku
yang dimunculkan. Didasari oleh behavioral belief, yaitu keyakinan mengenai
hasil dari perilaku tersebut menguntungkan atau merugikan, evaluasi dari
konsekuensi jika individu menampilkan suatu perilaku (Icek Ajzen, 2005).
Mahasiswa memiliki attitude toward the behavior yang positif terhadap usaha
untuk tidak melakukan seks pranikah, jika mahasiswa tersebut memiliki persepsi
bahwa dengan memilih sikap untuk tidak melakukan seks pranikah adalah hal
yang menguntungkan bagi diri mahasiswa tersebut dan evaluasi mahasiswa
tersebut menunjukan bahwa perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah
menguntungkan, maka mahasiswa tersebut akan mempertahankan perilaku
tersebut dan memilih sikap favorable terhadap perilaku untuk tidak melakukan
seks pranikah. Mahasiswa akan berusaha menampilkan perilaku menghindari
kontak fisik dengan pasangannya. Mahasiswa memiliki intention yang kuat untuk
tidak melakukan perilaku seks pranikah.
Jika mahasiswa memiliki attitude toward the behavior yang negatif, akan
memiliki persepsi bahwa melakukan usaha untuk tidak melakukan seks pranikah
adalah hal yang merugikan dan evaluasi tentang hasil dari tingkah laku tersebut
ternyata tidak menguntungkan bagi mahasiswa maka mahasiswa akan memiliki
16
Universitas Kristen Maranatha
Sehingga sikap mahasiswa acuh dan intention mahasiswa lemah untuk
menunjukan usaha untuk tidak melakukan seks pranikah.
Determinan yang kedua adalah subjective norms. Subjective norms adalah
persepsi individu mengenai tuntutan dari orang-orang yang penting bagi dirinya
seperti orangtua, teman, kekasih (important other) dan ada kesediaan untuk
mematuhi atau menuruti tuntutan dari important other. Didasari oleh normative
belief, yaitu keyakinan seseorang bahwa orang-orang yang penting baginya akan
menuntut individu untuk menunjukan suatu tingkah laku tertentu dan individu
tersebut bersedia untuk mematuhi (motivation to comply) tuntutan orang-orang
yang signifikan tersebut (Icek Ajzen, 2005). Mahasiswa yang memiliki subjective
norms yang positif akan memiliki persepsi bahwa orang–orang yang penting bagi
mahasiswa tersebut seperti orang tua, sahabat, ataupun teman sebaya menuntut
nya untuk tidak melakukan seks pranikah dan ada kesedian dari mahasiswa
tersebut untuk melakukan usaha untuk tidak melakukan seks pranikah.
Akan tetapi, jika mahasiswa memiliki persepsi bahwa orang–orang yang
penting baginya tidak menuntutnya untuk melakukan usaha untuk tidak
melakukan seks pranikah dan mahasiswa tersebut bersedia mematuhi tuntutan
orang-orang penting tersebut maka, mahasiswa memiliki subjective norms yang
negatif.
Determinan intention yang ketiga adalah perceived behavioral control.
Perceived behavioral control adalah persepsi individu mengenai kemampuan
dalam memunculkan suatu tingkah laku tertentu. Didasari oleh control belief,
17
menampilkan suatu perilaku (Ajzen, 2005). Kemudian Power of control adalah
kekuatan atau kemampuan (potensi) yang ada dalam diri individu untuk
menampilkan perilaku tertentu. Mahasiswa yang memiliki perceived behavioral
control yang positif berarti memiliki persepsi bahwa diri nya mempunyai
kemampuan untuk menampilkan perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah
dan karena keyakinan tersebut maka intention mahasiswa kuat untuk
menampilkan perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah seperti dengan cara
mahasiswa akan menghindari kontak fisik dengan pasangannya.
Sebaliknya, mahasiswa yang memiliki perceived behavioral control
negatif, jika mahasiswa memiliki keyakinan mereka kurang mampu mengontrol
diri mereka sendiri untuk tidak melakukan seks pranikah sehingga mahasiswa
memiliki perceived behavior control yang negatif karena mahasiswa
mempersepsi bahwa diri nya tidak memiliki kemampuan untuk menghindar dari
perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah, sehingga intention nya menjadi
lemah untuk tidak melakukan seks pranikah. Besar kecil kekuatan dari faktor
tersebut akan mempengaruhi perceived behavior control terhadap suatu perilaku
tertentu menjadi positif atau negatif.
Attitude toward the behavior , subjective norm, perceived behavior control
memiliki hubungan yang timbal balik. Sebagai contoh misalnya, Attitude toward
the behavior dan subjective norm. semakin favorable attitude mahasiswa tersebut
terhadap tingkah laku untuk tidak melakukan seks pranikah, semakin kuat
persepsi mahasiswa tersebut bahwa orang-orang yang penting bagi mahasiswa
18
Universitas Kristen Maranatha
pranikah. Maka semakin kuat intention mahasiswa untuk tidak melakukan seks
pranikah Demikan sebaliknya, semakin unfavorable attitude mahasiswa tersebut
terhadap tingkah untuk tidak melakukan seks pranikah, semakin lemah persepsi
individu tersebut bahwa orang-orang yang penting bagi individu tersebut tidak
menuntutnya untuk melakukan usaha untuk tidak melakukan perilaku seks
pranikah maka semakin lemah intention mahasiswa terhadap perilaku untuk tidak
melakukan seks pranikah.
Semakin kuat mahasiswa mempersepsi orang-orang penting
menuntututnya untuk melakukan usaha tidak melakukan seks pranikah, semakin
kuat persepsi mahasiswa tersebut terhadap kemampuan nya untuk menampilkan
perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah, maka semakin kuat juga intention
nya terhadap perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah. Sebaliknya, apabila
mahasiswa tersebut memiliki persepsi bahwa orang-orang yang penting bagi nya
tidak menuntutnya untuk melakukan usaha untuk tidak melakukan seks pranikah,
dan mahasiswa semakin mempersepsi bahwa diri nya tidak mampu untuk
menampilkan perilaku usaha untuk tidak melakukan seks pranikah, maka
intention mahasiswa tersebut lemah untuk menampilkan perilaku yang
diharapkan.
Semakin kuat persepsi mahasiswa bahwa mahasiswa mampu
memunculkan perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah, Semakin favorable
attitude Smahasiswa terhadap perilaku usaha tidak melakukan seks pranikah
maka, Semakin kuat Intention mahsiswa terhadap perilaku untuk tidak
19
mahasiswa tidak mampu untuk memunculkan perilaku untuk tidak melakukan
seks pranikah, semakin unfavorable attitude mahasiswa terhadap perilaku seks
pranikah maka, Semakin lemah Intention mahasiswa terhadap perilaku untuk
tidak melakukan seks pranikah.
Ketiga determinan tersebut dipengaruhi oleh adanya background factor.
Menurut Icek Ajzen (2005), backgroud factor ini dapat mempengaruhi belief-
belief yang dipegang oleh setiap mahasiswa. Dari belief ini akan diperoleh
determinan yang mempengaruhi intention pada mahasiswa untuk tidak melakukan
seks pranikah. Setiap mahasiswa tumbuh di lingkungan social yang berbeda dan
memperoleh informasi yang berbeda pula. Informasi tersebut yang dapat menjadi
dasar muncul nya belief mengenai konsekuensi dari perilaku (behavioral belief),
tuntutan sosial dari important other (normative belief) dan mengenai rintangan
yang dapat mencegah mereka untuk menampilkan suatu perilaku tertentu (control
belief). Background factor ini dibagi menjadi tiga kategori yaitu, informasi,
personal, dan social.
Kategori yang pertama adalah informasi, apabila mahasiswa lebih banyak
mendapat informasi yang positif mengenai perilaku seks pranikah melalui
pengetahuan, pengalaman, dan nilai-nilai dari agama yang diajarkan mengenai
dampak dan bahaya perilaku seks pranikah lebih lanjutnya, mahasiswa akan
mempersepsi bahwa perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah adalah penting
dan sesuai dengan hasil pengalaman mereka saat mempelajari nilai-nilai agama,
budaya kemudian membaca berita tentang bahaya seks pranikah, Hal ini akan
20
Universitas Kristen Maranatha melakukan seks pranikah, dengan mencoba untuk menjaga jarak dalam gaya
berpacaran nya, intensitas waktu berkencan dikurangi. Sebaliknya saat mahasiwa
mendapat informasi yang berlawanan, kemudian kurangnya kontrol dalam diri
untuk tidak melakukanya, maka akan mempengaruhi persepsi terhadap perilaku
untuk tidak melakukan seks pranikah adalah wajar atau tidak penting. kondisi ini
mempengaruhi mahasiswa tersebut untuk tidak melakukan seks pranikah menjadi
lemah.
Kategori yang kedua adalah personal, dalam hal ini disebut sebagai
personality traits. Personality traits dari mahasiswa juga turut mempengaruhi
belief untuk tidak melakukan seks pranikah. Menurut (Briggs,1995) individu
memiliki empat tipe kepribadian. Yang pertama yaitu introvert dan ekstrovert.
Mahasiswa yang memiliki sifat ekstrovert akan cenderung membutuhkan
kehadiran orang lain sebagai sumber informasinya, ingin menjalin hubungan yang
sangat akrab dengan orang lain sehingga kadang mahasiswa yang memiliki tipe
kepribadian ektrovert mengesankan terlalu “over” dalam berperilaku di dalam
lingkungannya agar supaya dirinya diakui oleh lingkungan pergaulan nya. Jika
mahasiswa mendapatkan sumber informasi yang positif tentang bahaya
melakukan seks bebas maka mahasiswa akan memiliki keyakinan bahwa hal
tersebut adalah penting bagi hidupnya. Sebaliknya jika mahasiswa mendapatkan
informasi yang negatif dari orang terdekatnya mengenai penting untuk tidak
melakukan seks pranikah maka perilaku ini dianggap kurang atau bahkan tidak
penting untuk dilakukan, sehingga sikap mahasiswa tersebut akan unfavorable
21
Mahasiswa yang memiliki sikap yang introvert akan cenderung memiliki
sikap yang lebih tertutup, membatasi diri dan akan cenderung mengolah segala
pengetahuan nya ke dalam dirinya sendiri. Ketika mahasiswa menyadari bahwa
periaku seks pranikah adalah hal yang negatif, maka hal ini akan mempengaruhi
keyakinan(beliefs) mahasiswa bahwa perilaku tersebut adalah hal yang penting
untuk dilakukan di kehidupannya. Sebaliknya jika belief mahasiswa tersebut
terhadap perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah adalah hal yang tidak
penting bagi dirinya maka sikap yang ditampilkan akan bisa berupa bentuk acuh
terhadap perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah tersebut.
Tipe kepribadian yang kedua yaitu, Sensing dan Intuition. Mahasiswa
yang memiliki tipe sensing ini akan lebih banyak menggunakan fungsi kelima
indra nya dalam mengambil keputusan untuk tidak melakukan seks pranikah.
Mahasiswa yang memiliki tipe intuition lebih menggunakan aspek emosional
dalam menentukan pilhan sikap yang akan di munculkan untuk tidak melakukan
seks pranikah. Ketika mahasiswa memiliki pribadi sensing dia akan bertindak
berdasarkan fakta yang dia lihat dan rasakan. Semakin banyak hal yang dilihat
dan menurut keyakinannya merupakan hal yang baik bila dilakukan maka, belief
mahasiswa terhadap perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah menjadi
semakin kuat, begitu juga sebaliknya.
Mahasiswa yang memiliki pribadi intuition menggunakan kekuatan
firasat yang dimilikinya yang mempengaruhi belief mahasiswa terhadap perilaku
22
Universitas Kristen Maranatha Tipe kepribadian yang ketiga yaitu, Thinking dan Feeling. Mahasiswa
yang memiliki tipe thinking biasannya mudah untuk mengambil keputusan untuk
tidak melakukan seks pranikah karena mahasiswa dengan tipe ini memiliki gaya
berpikir yang kritis sehingga dengan mudah mendorong mahasiswa tersebut untuk
mudah mengambil keputusan untuk tidak melakukan seks pranikah. Sedangkan
mahasiswa yang memiliki tipe feeling biasa nya lebih banyak pertimbangan dalam
mengambil keputusan untuk tidak melakukan seks pranikah. Hal ini dikarenakan
mahasiswa yang memiliki tipe ini lebih mempertimbangkan nilai-nilai norma
seperti nilai norma sosial, nilai agama dalam mendorong nya untuk menentukan
keputusan untuk tidak melakukan seks pranikah nya menjadi kuat atau lemah.
Tipe kepribadian yang keempat yaitu, Judging dan Perception.
Mahasiswa yang memiliki tipe judging biasanya menyukai keteraturan, terencana.
Mahasiswa yang memiliki tipe ini akan selalu mengikuti aturan yang berlaku di
sekitarnya. Mahasiswa yang memiliki perception memiliki keterbukaa terhadap
hal yang baru dan bersifat flexibel. Mahasiswa yang memiliki tipe ini akan
cenderung termotivasi untuk mengetahui hal yang baru karena rasa ingin tahu
yang tinggi. Selain itu karena juga memiliki sikap yang flexibel yang juga
membuat mahasiswa menjadi mengikuti saja bagaimana situasi membawannya
untuk tidak melakukan seks pranikah. Ketika mahasiswa memiliki pribadi yang
judjing maka mahasiswa akan lebih menyukai keteraturan dalam menjalani
kehidupan dan hal tersebut membuat belief mahasiswa menjadi semakin kuat
untuk tidak melakukan seks pranikah. berbeda dengan individu yang memiliki
23
gampang melakukan penyesuaian di dalam lingkungan dan hal ini bisa saja
menjadi faktor yang mempengaruhi belief mahasiswa terhadap perilaku seks
pranikah menjadi lemah.
Kategori ketiga yang menjadi background factor dan dapat mempengaruhi
belief mahasiswa adalah social, yang termasuk dalam faktor social adalah
keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan di kampus, kegiatan keagamaan atau
mengikuti salah satu komunitas tertentu di dalam ataupun luar kampus, hal ini
dapat membantu mahasiwa dalam mengontrol perilaku untuk tidak melakukan
seks pranikah. Melalui situasi sosial secara tidak langsung mahasiswa akan lebih
mudah menyerap berbagai infomasi dan akan mencoba langsung untuk di
tampilkan ke dalam bentuk perilaku nyata.
Kontribusi dari ketiga determinan tersebut akan mempengaruhi kuat atau
lemahnya intention mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas “X” di Bandung
untuk tidak melakukan seks pranikah. Dengan demikian, kerangka pemikian
24
Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Skema Kerangka Pikir Intention
Mahasiswa
Fakultas Psikologi
Universitas “X” di
Bandung
Intention untuk
tidak melakukan
seks pranikah Subjective Norms
Subjective Norms
Perceived behavior
control Attitude Toward The
Behavior
Faktor –faktor yang membentuk belief :
- Information
- Personal
25
1.6 Asumsi
Dari kerangka pemikiran di atas, peneliti mempunyai asumsi, yaitu :
1. Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas “X” di Bandung memiliki intention
yang kuat atau lemah untuk tidak melakukan seks pranikah.
2. Kuat lemahnya intention Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas “X” di
Bandung untuk tidak melakukan seks pranikah dipengaruhi oleh kontribusi
determinan-determinan intention, Attitude toward the behavior, Subjective
norm dan Perceived behavioral control terhadap intention yang memiliki
derajat berbeda-beda.
3. Ketiga determinan attitude toward the behavior, subjective norm dan
perceived behavioral control yang berkontribusi terhadap intention mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas “X” di Bandung untuk tidak melakukan seks
pranikah yang saling berkorelasi.
1.7 Hipotesis Penelitian
• Hipotesis 1
Ada kontribusi attitude toward the behavior yang signifikan terhadap
intention mahasiswa Fakultas Psikologi untuk tidak melakukan seks
pranikah.
• Hipotesis 2
Ada kontribusi subjective norm yang signifikan terhadap intention
26
Universitas Kristen Maranatha • Hipotesis 3
Ada kontribusi perceived behavior control yang signifikan terhadap
intention mahasiswa Fakultas Psikologi untuk tidak melakukan seks
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh determinan-determinan
intention terhadap intention untuk tidak melakukan seks pranikah pada
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung pada tahun ajaran Genap
2014/2015, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Sebagian besar Mahasiswa Fakultas Psikologi (51,4%) yang tergolong
memiliki intention kuat terhadap perilaku untuk tidak melakukan seks
pranikah dan sebagian lagi (48,6%) memiliki intention yang lemah.
2. Intention terbentuk dari tiga determinan, yaitu Attitude toward the
behavior, Subjective norm dan perceived behavior control. Determinan
Subjective norm memiliki kontribusi terbesar terhadap intention.
Deteriminan-determinan ini saling mempengaruhi satu dengan yang lain.
Pengaruh determinan pembentuk intention untuk tidak melakukan seks
pranikah yang paling besar adalah Subjective norm sebesar 26,57%, diikuti
oleh Perceived behavior control 21,67%, dan Attitude toward the behavior
sebesar 4,64%.
3. Berdasarkan hasil tabulasi silang antara background factor dengan
intention, dapat dilihat bahwa kategori background factor dari informasi,
personal, dan sosial, memiliki pengaruh terhadap mahasiswa untuk tidak
94
Universitas Kristen Maranatha 5.2.1 Saran Teoritis
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, dapat diajukan
beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkannya.
1. Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam meneliti kedalaman
determinan-determinan intention dan background factor yang dapat saling
berkaitan. Oleh karena itu, bagi peneliti lain yang ingin meneliti
determinan-determinan intention , dapat melakukan penelitian ini lebih
mendalam dan spesifik mengenai kontribusi dari intention dan
determinan-determinan pembentuk intention.
2. Peneliti yang lain yang ingin menggunakan item-item penelitian ini
sebaiknya merevisi kembali setiap item-item yang akan digunakan pada
penelitian yang berikutnya dengan menyesuaikan item-item dengan
sampel yang diteliti.
5.2.2. Saran Praktis
1. Memberikan informasi mengenai determinan-determinan intention untuk
tidak melakukan seks pranikah yang dapat digunakan sebagai bahan untuk
membantu pihak Universitas untuk melakukan penyuluhan yang
berhubungan dengan perilaku untuk tidak melakukan seks pranikah.
2. Dapat menjadi sumber pengetahuan dan informasi yang berguna bagi
pihak Universitas untuk menjangkau para mahasiswa dengan cara
meningkatkan pengetahuan mahasiswa lebih dalam lagi mengenai
95
juga pemahaman tentang norma agama, sosial yang juga penting
supaya mahasiswa dapat melakukan perilaku untuk tidak melakukan seks
96
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, Icek 1991. Organizational of Behavior and Human Decision Processes. University of Massachusetts at Amherst.
Ajzen, Icek. 2005. Attitudes, Personality and Behavior. England: Open University Press, McGraw-Hill Education.
Guilford, J. P.1956. Fundanmental Statistics in Psychology and Education. (3rd Ed.). Tokyo : Mc. Graw-Hill Kogakusha Company. Ltd.
Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia.
Kaplan, Robert M., Saccuzzo, Dennis P. 2005. Psyhological Testing:
Principles, Applications, and Issues. Sixth Edition. California : Thomson Wadsworth.
Santrock, John. W., 2012. Life Span Development. Edisi Kesebelas. Jakarta
Penerbit Erlangga
Sarwono, S Wirawan., 2009. Pergeseran norma perilaku seksual remaja. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2000
Hyde. 1990. Understanding human sexuality, 10th ed.
DAFTAR RUJUKAN
Febriansyah, Kurniawan. 2009. Kontribusi Mengenai Determinan-Determinan Intention Terhadap Intention Untuk Menggunakan Seat Belt Dengan Benar Pada Mahasiswa Yang Mengedarai Mobil Di Universitas “X” Bandung. Skripsi Sarjana. Bandung: Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
Yoga. 2008. Kontribusi Mengenai Determinan-Determinan Intention Terhadap
Intention Berhenti Merokok Secara Total Pada Mahasiswa Universitas “X” di Bandung.
Stevi. 2013. Hubungan Religiusitas dengan Determinan-Determinan Intention
Terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Siswa di MA “X” Bandung.
Rinaldi. 2014. Kontribusi Determina-Determinan Intention Terhadap Intention Untuk Membaca Buku Teks Pada Mahasiswa Yang Pertama Kali Mengontrak Mata Kuliah Usulan Penelitian Di Fakultas Psikologi Universitas “X” Di Bandung.
Ayu Khairunnisa. 2013. Hubungan Religiusitas Dan Kontrol Diri Dengan Perilaku seksual Pranikah Remaja Di MAN 1 Samarinda.
Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosda Karya
Sudarmi. 18 Mei 2014, Membangun Remaja Peduli KRR, BKKBN, http://www.bkkbn.go.id/jakarta/print.php?tid=2&rid=8.
Kartini Kartono, “Psikologi Wanita”, (Bandung: Mandar Maju, 2006)
kesehatan.html
http://nopanova1.blogspot.com/p/pengertian-dan-penyebab-prilaku-seks_23.html