• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Hasil Pemeriksanaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Menggunakan Glumeter dan Spektrofotometer Pada Penderita Diabetes Melitus Di Klinik Nirlaba Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Hasil Pemeriksanaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Menggunakan Glumeter dan Spektrofotometer Pada Penderita Diabetes Melitus Di Klinik Nirlaba Bandung."

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

 

iv

 

ABSTRAK

PERBANDINGAN HASIL PEMERIKSAAN KADAR

GLUKOSA DARAH SEWAKTU MENGGUNAKAN

GLUKOMETER DAN SPEKTROFOTOMETER

PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

DI KLINIK NIRLABA BANDUNG

Fenny Mariady, 2013.

Pembimbing I : dr. Christine Sugiarto, SpPK

Pembimbing II : dr. Lisawati Sadeli, M.Kes

Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin, atau keduanya. Pemeriksaan yang sering dilakukan pada penderita

DM adalah pemeriksaan kadar glukosa darah dengan menggunakan

spektrofotometer maupun glukometer. Baku emas pemeriksaan tersebut adalah

spektrofotometer, tetapi penggunaan glukometer lebih sederhana, oleh karena itu,

tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbandingan hasil pemeriksaan kadar

glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer dan spektrofotometer pada

penderita DM di klinik nirlaba Bandung.

Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik

dengan rancangan

cross-sectional dengan subjek 30 penderita DM yang diukur

kadar glukosa darah sewaktu pada darah vena menggunakan spektrofotometer dan

pada darah kapiler menggunakan glukometer. Perbandingan kedua hasil

pemeriksaan tersebut diuji dengan uji t berpasangan dengan

α

=0,05.

Hasil Rerata kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer (236,03

mg/dl) lebih tinggi 21,76 mg/dl daripada rerata kadar glukosa darah sewaktu

menggunakan spektrofotometer (214,27 mg/dl) dengan p<0,05. Analisis

mendapatkan konversi kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer

harus dikurangi 9,2% agar mendekati hasil menggunakan spektrofotometer.

Simpulan Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan

glukometer lebih tinggi dibandingkan dengan spektrofotometer pada penderita

DM di klinik nirlaba Bandung.

(2)

 

v

 

ABSTRACT

THE COMPARISON OF RANDOM BLOOD GLUCOSE LEVEL

USING GLUCOSE METER AND SPECTROPHOTOMETER

FROM DIABETES MELLITUS PATIENTS

IN NON-PROFIT CLINIC BANDUNG

Fenny Mariady, 2013.

1

st

Tutor : dr. Christine Sugiarto, SpPK

2

nd

Tutor : dr. Lisawati Sadeli, M.Kes

Backgrounds Diabetes Mellitus (DM) is a group of metabolic diseases

characterized by hyperglycemia resulting from defects in insulin secretion, insulin

action, or both. Diabetes Mellitus patients often verify their blood glucose level

using spectrophotometer or glucose meter. Although spectrophotometer yields a

more comprehensive result, the glucose meter is easier to operate, therefore, the

purpose of this research is to determine the differences between glucose meter

and spectrophotometer random blood glucose level measurements from DM

patients in non-profit clinic Bandung.

Methods A quantitative study with a cross-sectional design analysis is used in

this research and is complemented by observational studies. The subjects of this

research consist of 30 DM patients. The random blood glucose levels were

measured using glucose meter (capillary blood) and spectrophotometer (venous

blood). The measurements were statistically analyzed using paired t-test

(

α

=0,05).

Results The mean of the random blood glucose level using glucose meter

(236,03 mg/dl) is higher with a difference of 21,76 mg/dl than using

spectrophotometer (214,27 mg/dl) with p<0,05. In order to get result approaching

spectrophotometer, the random blood glucose level using glucose meter should be

subtracted by 9,2% based on statistical analysis results.

Conclusion Random blood glucose level measured from DM patients in

non-profit clinic Bandung using glucose meter is higher than spectrophotometer

measurements.

(3)

 

viii

 

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN

... ii

SURAT PERNYATAAN

... iii

ABSTRAK

... iv

ABSTRACT

... v

KATA PENGANTAR

... vi

DAFTAR ISI

... viii

DAFTAR TABEL

... xi

DAFTAR GAMBAR

... xii

DAFTAR LAMPIRAN

... xiii

BAB I PENDAHULUAN

... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Manfaat Akademis ... 3

1.4.2 Manfaat Praktis ... 3

1.5 Kerangka Pemikiran ... 3

1.6 Hipotesis Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

... 6

2.1 Karbohidrat ... 6

2.2 Sekresi Hormon-hormon Pankreas yang

Mempengaruhi Kadar Glukosa Darah ... 7

2.3 Diabetes Melitus ... 10

2.3.1 Definisi ... 10

2.3.2 Epidemiologi ... 10

(4)

 

ix

 

2.3.4 Faktor Risiko ... 12

2.3.5 Patofisiologi ... 13

2.3.6 Gejala Klinik ... 14

2.3.7 Kriteria Diagnosis ... 16

2.3.8 Komplikasi ... 16

2.3.8.1 Komplikasi Akut ... 16

2.3.8.2 Komplikasi Menahun ... 17

2.4 Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah ... 18

2.4.1 Metode Heksokinase pada Spektrofotometer ... 19

2.4.2 Metode Glukosa-oksidase Biosensor pada Glukometer ... 20

2.5 Perbedaan Kadar Glukosa Darah Arteri, Kapiler dan Vena ... 22

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

... 24

3.1 Subjek Penelitian ... 24

3.2 Bahan Pemeriksaan ... 24

3.3 Ukuran Sampel ... 24

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

3.4.1 Lokasi ... 25

3.4.2 Waktu ... 25

3.5 Metode Penelitian ... 25

3.5.1 Desain Penelitian ... 25

3.5.2 Data yang Diukur ... 25

3.5.3 Analisis Data ... 26

3.5.4 Uji Hipotesis ... 26

3.6 Definisi Operasional ... 26

3.7 Metode Pemeriksaan ... 26

3.7.1 Metode Heksokinase pada Spektrofotometer ... 26

3.7.1.1 Alat dan Bahan ... 26

3.7.1.2 Pengumpulan Bahan Pemeriksaan dan

Prosedur Pemeriksaan ... 27

(5)

 

x

 

3.7.2.1 Alat dan Bahan ... 28

3.7.2.2 Pengumpulan Bahan Pemeriksaan dan

Prosedur Pemeriksaan ... 28

3.8 Alur Penelitian ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

... 31

4.1 Hasil Penelitian ... 31

4.2 Pengujian Hipotesis Penelitian ... 32

4.3 Pembahasan ... 32

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

... 35

5.1 Simpulan ... 35

5.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA

... 36

LAMPIRAN

... 39

(6)

 

xi

 

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sel-sel Pulau Langerhans dan Hormon yang Dihasilkan ... 8

Tabel 4.1 Perbandingan Hasil Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu

Menggunakan Glukometer dan Spektrofotometer

(7)

 

xii

 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pankreas ... 8

Gambar 2.2 Akibat dari Defisiensi Insulin ... 14

Gambar 2.3 Gejala Klinik Diabetes Melitus ... 15

Gambar 2.4 Komplikasi Menahun Diabetes Melitus ... 18

Gambar 2.5 Prinsip Spektrofotometer ... 19

Gambar 2.6 Prinsip Metode Heksokinase ... 20

Gambar 2.7 Glukometer ... 20

Gambar 2.8 Prinsip Metode Glukosa-oksidase Biosensor ... 21

Gambar 2.9 Arteri, Kapiler, dan Vena ... 22

(8)

 

xiii

 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Informed Consent

... 39

Lampiran 2 Data Hasil Penelitian ... 40

Lampiran 3 Hasil Uji t Berpasangan ... 42

Lampiran 4 Surat Keputusan Komisi Etik Penelitian ... 44

 

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

 

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

keduanya (American Diabetes Association, 2012). WHO memprediksikan adanya

peningkatan jumlah penderita DM yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang.

WHO memprediksikan kenaikan jumlah penderita DM di Indonesia dari 8,4 juta

pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Hal ini menunjukkan

adanya peningkatan 2-3 kali jumlah penderita DM pada tahun 2030 di Indonesia

(Wild, Roglic, Green, Sicree, & King, 2004).

(10)

 

 

2

dicegah dengan cara mengendalikan kadar glukosa darah. Pengendalian kadar

glukosa darah dapat dicapai dengan terapi yang adekuat (PERKENI, 2011).

Pemeriksaan yang sering dilakukan pada penderita DM adalah pemeriksaan

kadar glukosa darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dengan

spektrofotometer maupun glukometer. Spektrofotometer menggunakan bahan

pemeriksaan darah vena, sedangkan glukometer menggunakan bahan pemeriksaan

darah kapiler. Spektrofotometer umum digunakan di laboratorium klinik karena

dianggap sebagai alat yang paling tepat untuk menggambarkan kadar glukosa

darah sehingga alat ini dijadikan sebagai baku emas atau standar pemeriksaan

kadar glukosa darah. Glukometer dapat memberikan hasil yang lebih cepat, bahan

pemeriksaan yang dibutuhkan lebih sedikit, dan prosedur kerjanya lebih mudah

dibandingkan spektrofotometer. Glukometer lebih praktis untuk digunakan dan

sudah digunakan secara luas di rumah sakit, klinik rawat jalan, ruang gawat

darurat, ambulans, dan sebagai alat pemantau glukosa darah mandiri oleh

penderita DM (Tonyushkina & Nichols, 2009).

(11)

 

 

3

1.2

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi masalah penelitian ini apakah

hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer

mempunyai perbedaan dengan spektrofotometer pada penderita DM di klinik

nirlaba Bandung.

1.3

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbandingan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah

sewaktu menggunakan glukometer dan spektrofotometer pada penderita DM di

klinik nirlaba Bandung.

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1

Manfaat Akademis

Untuk menambah pengetahuan tentang penggunaan glukometer sebagai alat

pemantau glukosa darah mandiri pada penderita DM dan spektrofotometer

sebagai baku emas pemeriksaan kadar glukosa darah.

1.4.2

Manfaat Praktis

Untuk mengetahui apakah hasil pemeriksaan kadar glukosa darah

menggunakan

glukometer

menunjukkan

hasil

yang

sesuai

dengan

spektrofotometer sehingga dapat digunakan sebagai alat pemantau glukosa darah

mandiri oleh penderita DM.

1.5

Kerangka Pemikiran

(12)

 

 

4

merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel beta pankreas. Peningkatan sekresi

insulin terjadi dengan cepat setelah memakan makanan yang tinggi karbohidrat,

seperti glukosa, yang diabsorpsi ke dalam darah. Insulin akan menyebabkan

ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa yang cepat oleh hampir semua

jaringan tubuh, terutama oleh otot, jaringan adiposa, dan hati. Hal ini

menyebabkan penurunan kadar glukosa di dalam darah. Gangguan sekresi insulin

atau berkurangnya efektivitas biologis dari insulin akan mengakibatkan

peningkatan kadar glukosa darah dan jika hal ini berlangsung terus, maka akan

menyebabkan hiperglikemia berat (Guyton & Hall, 2007).

Kadar glukosa darah dapat diperiksa dengan menggunakan spektrofotometer

maupun glukometer. Kedua alat tersebut menggunakan metode secara enzimatik.

Metode tersebut meliputi metode heksokinase, metode glukosa-oksidase, dan

metode glukosa-dehidrogenase (Sacks, 2006).

Spektrofotometer di laboratorium klinik menggunakan metode heksokinase

yang merupakan standar metode pemeriksaan kadar glukosa darah. Glukosa

dalam bahan pemeriksaan darah vena akan bereaksi dengan enzim heksokinase

dan dari reaksi enzimatik tersebut akan dihasilkan NADPH. Kadar NADPH yang

dihasilkan sebanding dengan kadar glukosa pada bahan pemeriksaan tersebut

(Sacks, 2006).

Glukometer umumnya menggunakan metode glukosa-oksidase biosensor.

Glukosa dalam bahan pemeriksaan darah kapiler akan bereaksi dengan enzim

glukosa-oksidase yang ada pada strip tes. Reaksi enzimatik tersebut menghasilkan

elektron yang akan ditangkap oleh elektroda yang ada pada glukometer.

Banyaknya elektron yang ditangkap sebanding dengan kadar glukosa pada bahan

pemeriksaan tersebut (Sacks, 2006).

(13)

 

 

5

Darah kapiler hampir sama dengan darah arteri karena kadar glukosa dan

oksigennya yang lebih mirip dengan darah arteri dibandingkan dengan darah vena

(Somogyi, 1948; Rasaiah, 1985). Glukosa akan berdifusi melalui kapiler agar

dapat digunakan oleh sel tubuh sehingga kadar glukosa darah arteri yang

merupakan sumber kapiler seharusnya lebih tinggi daripada vena. Pada saat puasa,

kadar glukosa darah kapiler hanya 2-5 mg/dl lebih tinggi dibandingkan darah

vena, sedangkan pada saat

postprandial, kadar glukosa darah kapiler 20-70 mg/dl

(2%-50%) lebih tinggi dibandingkan darah vena (Sacks, 2006). Berdasarkan hal

ini, peneliti berpendapat bahwa pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu

menggunakan glukometer dengan bahan pemeriksaan darah kapiler juga akan

menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan pemeriksaan menggunakan

spektrofotometer dengan bahan pemeriksaan darah vena.

1.6

Hipotesis Penelitian

(14)

 

 

35

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1

Simpulan

Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer

lebih tinggi dibandingkan dengan spektrofotometer pada penderita DM di klinik

nirlaba Bandung.

5.2

Saran

Glukometer dapat digunakan sebagai alat alternatif untuk pemeriksaan kadar

glukosa darah, tetapi hasil pemeriksaan menggunakan glukometer tidak selalu

dapat menjadi acuan, oleh karena itu, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah

menggunakan glukometer harus dibandingkan dengan hasil spektrofotometer

secara berkala.

Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu yang

mendekati spektrofotometer

,

hasil dari glukometer dikurangi 9,2%.

Hasil pemeriksaan menggunakan glukometer sebaiknya memiliki acuan

tersendiri yang sesuai dengan jenis sampel yang digunakan yaitu darah kapiler.

(15)

 

45

RIWAYAT HIDUP

Nama

: Fenny Mariady

NRP

: 1010152

Tempat Tanggal Lahir

: Kisaran, 6 Februari 1993

Agama

: Buddha

Alamat

: Jl. Surya Sumantri No.34, Bandung

Riwayat Pendidikan

:

1998-2004

SD Diponegoro, Kisaran

2004-2007

SMP Diponegoro, Kisaran

2007-2010

SMA Diponegoro, Kisaran

2010-Sekarang

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha,

(16)

Perbandingan Hasil Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu

Menggunakan Glukometer dan Spektrofotometer

Pada Penderita Diabetes Melitus di Klinik Nirlaba Bandung

Fenny Mariady*,

Christine Sugiarto**, Lisawati Sadeli

**

*Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung

**Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha

Jl. Prof. Drg. Suria Sumantri No. 65, Bandung

ABSTRAK

Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Pemeriksaan yang sering dilakukan pada penderita DM adalah pemeriksaan kadar glukosa darah dengan menggunakan spektrofotometer maupun

glukometer. Baku emas pemeriksaan tersebut adalah spektrofotometer, tetapi

penggunaan glukometer lebih sederhana, oleh karena itu, tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbandingan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer dan spektrofotometer pada penderita DM di klinik nirlaba Bandung.

Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan

rancangan cross-sectional dengan subjek 30 penderita DM yang diukur kadar glukosa

darah sewaktu pada darah vena menggunakan spektrofotometer dan pada darah kapiler menggunakan glukometer. Perbandingan kedua hasil pemeriksaan tersebut diuji dengan

uji t berpasangan dengan α=0,05.

Hasil Rerata kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer (236,03 mg/dl)

lebih tinggi 21,76 mg/dl daripada rerata kadar glukosa darah sewaktu menggunakan spektrofotometer (214,27 mg/dl) dengan p<0,05.

Simpulan Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer

lebih tinggi dibandingkan dengan spektrofotometer pada penderita DM di klinik nirlaba Bandung.

(17)

The Comparison of Random Blood Glucose Level Using Glucose

Meter And Spectrophotometer from Diabetes Mellitus Patients

in Non-profit Clinic Bandung

Fenny Mariady*,

Christine Sugiarto**, Lisawati Sadeli

**

*Faculty of Medicine, Maranatha Christian University, Bandung

**Clinical Pathology Division of Faculty of Medicine, Maranatha Christian University, Bandung

Faculty of Medicine Maranatha Christian University

Jl. Prof. Drg. Suria Sumantri No. 65, Bandung

ABSTRACT

Backgrounds Diabetes Mellitus (DM) is a group of metabolic diseases characterized by hyperglycemia resulting from defects in insulin secretion, insulin action, or both. Diabetes Mellitus patients often verify their blood glucose level using spectrophotometer or glucose meter. Although spectrophotometer yields a more comprehensive result, the glucose meter is easier to operate, therefore, the purpose of this research is to determine the differences between glucose meter and spectrophotometer random blood glucose level measurements from DM patients in non-profit clinic Bandung.

Methods A quantitative study with a cross-sectional design analysis is used in this research and is complemented by observational studies. The subjects of this research consist of 30 DM patients. The random blood glucose levels were measured using glucose meter (capillary blood) and spectrophotometer (venous blood). The measurements were statistically analyzed using paired t-test (α=0,05).

Results The mean of the random blood glucose level using glucose meter (236,03 mg/dl) is higher with a difference of 21,76 mg/dl than using spectrophotometer (214,27 mg/dl) with p<0,05. Conclusion Random blood glucose level measured from DM patients in non-profit clinic Bandung using glucose meter is higher than spectrophotometer measurements.

(18)

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) adalah

suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya(1). WHO memprediksikan adanya peningkatan jumlah penderita DM yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksikan kenaikan jumlah penderita DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan 2-3 kali jumlah penderita DM pada tahun 2030 di Indonesia(2).

Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang memerlukan terapi terus-menerus untuk mencegah terjadinya komplikasi akut dan mengurangi risiko terjadinya komplikasi menahun(3). Komplikasi akut DM meliputi hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, dan status hiperglikemia hiperosmolar, sedangkan komplikasi menahun DM meliputi (1) makroangiopati, seperti penyakit arteri perifer, penyakit kardiovaskuler, dan penyakit serebrovaskuler, (2) mikroangiopati, seperti retinopati diabetik yang berpotensi mengakibatkan hilangnya penglihatan dan nefropati diabetik yang mengarah ke gagal ginjal, dan (3) neuropati, seperti neuropati perifer yang berisiko mengakibatkan ulkus kaki dan amputasi(4). Penderita DM mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk terkena penyakit kardiovaskuler, penyakit serebrovaskuler, dan penyakit arteri perifer(1). Berdasarkan hal ini, DM dapat mengakibatkan berbagai komplikasi yang berbahaya jika tidak diterapi secara adekuat.

Komplikasi DM dapat memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia penderita DM sehingga sangat diperlukan tindakan untuk mencegah komplikasi tersebut. Bukti-bukti menunjukkan bahwa komplikasi DM dapat dicegah dengan cara mengendalikan kadar glukosa darah. Pengendalian kadar glukosa darah dapat dicapai dengan terapi yang adekuat(4).

Pemeriksaan yang sering dilakukan pada penderita DM adalah pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dengan spektrofotometer maupun glukometer. Spektrofotometer menggunakan bahan pemeriksaan darah vena, sedangkan glukometer menggunakan bahan pemeriksaan darah kapiler. Spektrofotometer umum digunakan di laboratorium klinik karena dianggap sebagai alat yang paling tepat untuk menggambarkan kadar glukosa darah sehingga alat ini dijadikan sebagai baku emas atau standar pemeriksaan kadar glukosa darah. Glukometer dapat memberikan hasil yang lebih cepat, bahan pemeriksaan yang dibutuhkan lebih sedikit, dan prosedur kerjanya lebih mudah dibandingkan spektrofotometer. Glukometer lebih praktis untuk digunakan dan sudah digunakan secara luas di rumah sakit, klinik rawat jalan, ruang gawat darurat, ambulans, dan sebagai alat pemantau glukosa darah mandiri oleh penderita DM(5).

(19)

menggunakan glukometer terutama dianjurkan bagi penderita DM yang mendapatkan terapi insulin atau pemicu sekresi insulin agar penderita DM dapat menyesuaikan dosis insulin yang dibutuhkan(3),(4). Meskipun glukometer bukan baku emas pemeriksaan kadar glukosa darah, glukometer harus dapat memberikan hasil yang sesuai dengan baku emas agar tidak terjadi kesalahan dalam menggambarkan kadar glukosa darah. Secara berkala, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan glukometer perlu dibandingkan dengan cara konvensional(4). Berdasarkan hal ini, peneliti ingin mengetahui perbandingan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer dan spektrofotometer pada penderita DM di klinik nirlaba Bandung.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui perbandingan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer dan spektrofotometer pada penderita DM di klinik nirlaba Bandung.

BAHAN DAN METODE

PENELITIAN

Desain penelitian adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross-sectional. Data yang diukur adalah kadar glukosa darah sewaktu pada darah vena menggunakan spektrofotometer dan pada darah kapiler menggunakan glukometer. Definisi operational penelitian ini adalah penderita DM dengan kadar glukosa darah sewaktu > 140 mg/dl. Analisis data dengan uji t berpasangan dengan α=0.05.

Kemaknaan berdasarkan nilai p<0,05. Data diolah menggunakan perangkat lunak komputer.

Alat :

• Modular P800 • Mikropipet • Rak sampel • Sample cup • Alat sentrifugasi

• Tabung berisi NaF dan C2K2O4

• Kapas dan alkohol 70% • Jarum dan spuit 3 cc • Torniquet

• Glukometer • Lanset

• Kapas dan alkohol 70% • Strip tes yang mengandung

enzim glukosa-oksidase

Bahan :

• 2 cc darah vena • Reagen heksokinase

• Darah kapiler sampai memenuhi volume

Subjek penelitian:

Subjek penelitian adalah 30 orang penderita DM di klinik nirlaba Bandung yang bersedia untuk diambil darah vena dan darah kapilernya serta telah menandatangani informed consent. Kriteria inklusi :

• Penderita DM yang datang ke klinik nirlaba Bandung untuk melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah.

Kriteria ekslusi:

(20)

Prosedur Penelitian:

1. Subjek penelitian diberitahu tentang tujuan, manfaat, dan cara penelitian.

2. Subjek penelitian menandatangani informed consent.

3. Memilih lokasi pengambilan darah kapiler yaitu pada ujung jari 2, 3 atau ke-4.

4. Melakukan tindakan asepsis pada lokasi pengambilan darah kapiler dengan kapas beralkohol 70% dan ditunggu sampai kering.

5. Lokasi pengambilan darah kapiler ditusuk menggunakan lanset dan darah kapiler akan keluar. 6. Darah kapiler diteteskan

pada strip tes yang ada pada glukometer dan ditunggu hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktunya selama 10 detik.

7. Jika hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu > 140 mg/dl, maka dilanjutkan pengambilan darah vena. 8. Torniquet dipasang pada

lengan atas subjek penelitian dan subjek penelitian diminta untuk megepalkan tangannya.

9. Melakukan tindakan asepsis pada pembuluh darah vena yang akan diambil darahnya dengan kapas beralkohol 70% dan ditunggu sampai kering.

10. Pembuluh darah vena ditusuk dengan lembut dan jarum dimasukkan kurang lebih 15o terhadap lengan dengan lubang jarum menghadap ke atas.

11. Darah vena diambil sebanyak 2 cc sambil melepas torniquet dan subjek penelitian membuka kepalan tangannya.

12. Tempat penusukan ditekan dengan kapas beralkohol 70% kemudian ditutup dengan plester.

13. Bahan pemeriksaan darah vena dimasukkan ke dalam tabung yang berisi NaF dan C2K2O4, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15-20 menit.

14. Hasil sentrifugasi berupa plasma darah vena dimasukkan ke dalam sample cup dan dimasukkan ke dalam Modular P800.

15. Dilakukan input data pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu dan data pasien pada komputer. 16. Hasil pemeriksaan kadar

glukosa darah sewaktu akan ditampilkan pada layar komputer.

(21)

HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 Perbandingan Hasil Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Menggunakan Glukometer dan Spektrofotometer pada Penderita DM di Klinik Nirlaba Bandung

N Rera ta (mg /dl) St.De viasi (SD) Uji t Gluko meter

30 236, 03 79,26 4 Spektr ofotom eter

30 214, 27

71,97 1

p=0, 000

Rerata kadar glukosa darah sewaktu yang menggunakan glukometer sebesar 236,03 mg/dl dengan SD = 79,264, sedangkan rerata kadar glukosa darah sewaktu yang menggunakan spektrofotometer sebesar 214,27 mg/dl dengan SD = 71,971. Berdasarkan hasil tersebut, rerata kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer lebih tinggi 21,76 mg/dl dibandingkan menggunakan spektrofotometer. Analisis dengan uji t berpasangan mendapatkan nilai p=0,000 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan bermakna antara hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer dan spektrofotometer pada penderita DM di klinik nirlaba Bandung.

DISKUSI

Kadar glukosa darah dapat diperiksa dengan menggunakan spektrofotometer maupun glukometer. Kedua alat tersebut menggunakan metode secara enzimatik. Metode tersebut meliputi metode heksokinase, metode

glukosa-oksidase, dan metode glukosa-dehidrogenase(6).

Spektrofotometer di laboratorium klinik menggunakan metode heksokinase yang merupakan standar metode pemeriksaan kadar glukosa darah. Glukosa dalam bahan pemeriksaan darah vena akan bereaksi dengan enzim heksokinase dan dari reaksi enzimatik tersebut akan dihasilkan NADPH. Kadar NADPH yang dihasilkan sebanding dengan kadar glukosa pada bahan pemeriksaan tersebut(6).

Glukometer umumnya menggunakan metode glukosa-oksidase biosensor. Glukosa dalam bahan pemeriksaan darah kapiler akan bereaksi dengan enzim glukosa-oksidase yang ada pada strip tes. Reaksi enzimatik tersebut menghasilkan elektron yang akan ditangkap oleh elektroda yang ada pada glukometer. Banyaknya elektron yang ditangkap sebanding dengan kadar glukosa pada bahan pemeriksaan tersebut(6).

Spektrofotometer dan glukometer menggunakan enzim yang berbeda untuk memeriksa kadar glukosa darah. Meskipun enzim yang digunakan berbeda, spektrofotometer dan glukometer menggambarkan kadar glukosa darah yang sebanding dengan kadar glukosa darah pada bahan pemeriksaan yang digunakan, yaitu darah vena untuk spektrofotometer dan darah kapiler untuk glukometer(6).

(22)

kadar glukosa darah arteri yang merupakan sumber kapiler seharusnya lebih tinggi daripada vena. Pada saat puasa, kadar glukosa darah kapiler hanya 2-5 mg/dl lebih tinggi dibandingkan darah vena, sedangkan pada saat postprandial, kadar glukosa darah kapiler 20-70 mg/dl (2%-50%) lebih tinggi dibandingkan darah vena(6).

SIMPULAN

Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer lebih tinggi dibandingkan dengan spektrofotometer pada penderita DM di klinik nirlaba Bandung.

SARAN

Glukometer dapat digunakan

sebagai alat alternatif untuk pemeriksaan kadar glukosa darah, tetapi hasil pemeriksaan menggunakan glukometer tidak selalu dapat menjadi acuan, oleh karena itu, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan glukometer harus dibandingkan dengan hasil spektrofotometer secara berkala.

Hasil pemeriksaan menggunakan glukometer sebaiknya memiliki acuan tersendiri yang sesuai dengan jenis sampel yang digunakan yaitu darah kapiler.

Penggunaan glukometer harus sesuai dengan prosedur penggunaannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Diabetes Association.

Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 2012 January; 35(1): p. 64-71.

2. Wild S, Roglic G, Green A,

Sicree R, King H. Global

Prevalence of Diabetes Estimates for the year 2000 and Projections for 2030. Diabetes Care. 2004 May; 27(5): p. 1047-1053.

3. American Diabetes Association.

Standards of Medical Care in Diabetes-2013. Diabetes Care. 2013 January; 36(1): p. 11-66.

4. PERKENI. Konsensus

Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia Indonesia; 2011.

5. Tonyushkina K, Nichols JH.

Glucose Meters: A Review of Technical Challenges to Obtaining Accurate Results. Journal of Diabetes Science and Technology. 2009 July 4; 3: p. 971-980.

6. Sacks DB. Carbohydrates. In

Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE. TIETZ Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics. 4th ed. USA: Elsevier Saunders; 2006. p. 837-901.

7. Somogyi M. Studies of

Arteriovenous Differences in Blood Sugar ; Effect of Alimentary Hyperglycemia on Rate of Extrahepatic Glucose Assimilation. The Journal of Biological Chemistry. 1948 January 26; 174: p. 189-200.

8. Rasaiah B. Self-monitoring of The

(23)
(24)

 

36

DAFTAR PUSTAKA

ACON Diabetes Care United States. 2013. Retrieved August 9, 2013, from On

Call

Plus:

http://www.us.acondiabetescare.com/portals/0/Images/On-Call_Plus.jpg.

American Diabetes Association. 2012. Diagnosis and Classification of Diabetes

Mellitus. Diabetes Care, 35 (1), 64-71.

American Diabetes Association. 2013. Standards of Medical Care in

Diabetes-2013. Diabetes Care, 36 (1), 11-66.

Bender, D. A. 2009. Carbohydrates of Physiologic Significance. In R. K. Murray,

V. W. Rodwell, K. M. Botham, P. J. Kennelly, P. A. Weil, & D. A. Bender,

Harper's Illustrated Biochemistry, 28

th

Edition. Pp 113-120. Mc Graw Hill.

Click4Biology. 2011. Retrieved August 11, 2013, from Transport System:

http://www.click4biology.info/c4b/6/images/6.2/Network.jpg.

D'Orazio, P., & Meyerhoff, M. E. 2006. Electrochemistry and Chemical Sensors.

In C. A. Burtis, E. R. Ashwood, & D. E. Bruns, TIETZ Textbook of Clinical

Chemistry and Molecular Diagnostics, 4

th

Edition. Pp 93-120. USA:

Elsevier Saunders.

Eriksson, K. F., Fex, G., & Trell, E. 1983. Capillary-Venous Differences in Blood

Giucose Values during The Oral Glucose Tolerance Test. Clinical

Chemistry, 29 (5), 993-994.

Guyton, A. C., & Hall, J. E. 2006. Insulin, Glucagon, and Diabetes Mellitus. In A.

C. Guyton, & J. E. Hall, Textbook of Medical Physiology, 11

th

Edition. Pp

961-977. Elsevier Saunders.

Guyton, A. C., & Hall, J. E. 2006) Metabolism of Carbohydrates and Formation

of Adenosine Triphosphate. In A. C. Guyton, & J. E. Hall, Textbook of

Medical Physiology, 11

th

Edition. Pp 829-839. Elsevier Saunders.

Guyton, A. C., & Hall, J. E. 2006. Overview of the Circulation: Medical Physics

of Pressure, Flow, and Resistance. In A. C. Guyton, & J. E. Hall, Textbook

of Medical Physiology, 11

th

Edition. Pp 161-170. Elsevier Saunders.

(25)

37 

Karam, J. H., & Forsham, P. H. 1998. Hormon-hormon Pankreas & Diabetes

Melitus. In F. S. Greenspan, & J. D. Baxter, Endokrinologi Dasar & Klinik

(C. Wijaya, R. F. Maulany, & S. Samsudin, Trans.), Edisi 4. Pp 742-827.

Jakarta: EGC.

Khan, M. I., & Weinstock, R. S. 2011. Carbohydrates. In R. A. McPherson, & M.

R. Pincus, Henry's Clinical Diagnosis and Management by Laboratory

Methods, 22

nd

Edition. Pp 210-225. Saunders Elsevier.

Kotwal, N., & Pandit, A. 2012. Variability of Capillary Blood Glucose

Monitoring Measured on Home Glucose Monitoring Devices. Indian

Journal of Endrocrinology and Metabolism, 16 (8), 248-251.

Kricka, L. J. 2006. Optical Techniques. In C. A. Burtis, E. R. Ashwood, & D. E.

Bruns, TIETZ Textbook of Clinical Chemistry And Molecular Diagnostics,

4

th

Edition. Pp 61-92. USA: Elsevier Saunders.

Maitra, A. 2010. The Endocrine System. In V. Kumar, A. K. Abbas, N. Fausto, &

J. C. Aster, Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease, 8

th

Edition. Pp

1097-1164. Elsevier Saunders.

PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe

2 di Indonesia. Indonesia.

Rasaiah, B. 1985. Self-monitoring of The Blood Glucose Level: Potential Sources

of Inaccuracy. Canadian Medical Association Journal, 132, 1357-1361.

Sacks, D. B. 2006. Carbohydrates. In C. A. Burtis, E. R. Ashwood, & D. E.

Bruns, TIETZ Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics,

4

th

Edition. Pp 837-901. USA: Elsevier Saunders.

Sanford, K. W., & McPherson, R. A. 2011. Preanalysis. In R. A. McPherson, &

M. R. Pincus, Henry's Clinical Diagnosis and Management by Laboratory

Methods, 22

nd

Edition. Pp 24-36. Saunders Elsevier.

Sherwood, L. 2010. The Peripheral Endocrine Glands. In L. Sherwood, Human

Physiology From Cells to Systems, 7

th

Edition. Pp 691-739. Canada:

Cengage Learning.

(26)

38 

Sunheimer, R. L., Threatte, G. A., Pincus, M. R., & Lifshitz, M. S. 2011. Analysis

: Principle of Instrumentation. In R. A. McPherson, & M. R. Pincus, Henry's

Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods, 22

nd

Edition.

Pp 37-57. Saunders Elsevier.

Tang, Z., Lee, J. H., Louie, R. F., & Kost, G. J. 2000. Effects of Different

Hematocrit Levels on Glucose Measurements With Handheld Meters for

Point-of-Care Testing. Archive of Pathology and Laboratory Medicine, 124

(8), 1135-1140.

Tonyushkina, K., & Nichols, J. H. 2009. Glucose Meters: A Review of Technical

Challenges to Obtaining Accurate Results. Journal of Diabetes Science and

Technology, 3, 971-980.

Tortora, G. J., & Derrickson, B. 2009. The Endocrine System. In G. J. Tortora, &

B. Derrickson, Principle of Anatomy And Physiology, 12

th

Edition. Pp

642-688. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Gambar

Gambar 2.1 Pankreas ........................................................................................

Referensi

Dokumen terkait

Jenis pertemuan yang pernah diikuti dari hasil survey ini adalah yang paling tertinggi melalui pengajian dengan nilai persentase 74% yang berjumlah 2741, kedua adalah melalui Arisan

Dalam kehidupan sehari  –   –   hari kita melakukan aktivitas, baik yang telah   hari kita melakukan aktivitas, baik yang telah merupakan kebiasaan misalnya

yang memiliki gizi yang tinggi karena berasal dari bahan bahan dasar yang berkualitas. 3) Kurangnya pemahaman dari perajin tahu tentang kiat-kiat pemasaran dan juga

Harga atau risiko pasar mencerminkan risiko yang terkait dengan perubahan dalam harga output atau input yang mungkin terjadi setelah komitmen untuk produksi telah

Metode deteksi gerakan ini dipakai pada sistem untuk menambah akurasi dalam mendeteksi adanya api, dimana deteksi gerak ditempatkan sebagai filter awal deteksi, sistem

Tujuan yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan ini adalah (1) Mengidentifikasi pesan penyuluhan program Keluarga Berencana Nasional di Puskesmas Pembantu

Pelatihan Manajemen Organisasi dan Dinamika Kelompok bagi KMPH Merawan dilaksanakan di Dusun Buring Desa Muara Merang pada tanggal 27 – 29 Mei 2010. Tujuan utama pelatihan ini

Saya selalu melakukan penawaran produk asuransi kepada nasabah sesuai dengan standar kerja yang telah ditetapkan perusahaan.. Prosedur standar yang telah saya lakukan sesuai