• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resilience Pada Mantan Pecandu Narkoba di Komunitas "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resilience Pada Mantan Pecandu Narkoba di Komunitas "X" Bandung."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Kristen Maranatha Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif mengenai derajat resilience pada mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran derajat resilience dan protective factor serta basic need pada mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung. Teori yang digunakan adalah resilience yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri secara positif dan mampu berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan.

Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dan diperoleh 35 mantan pecandu narkoba berusia 25 sampai 33 tahun sesuai dengan klasifikasi dewasa awal dari Santrock (2002), anggota dari komunitas “X” Bandung, pernah menggunakan narkoba dengan frekuensi pemakaian maksimal tiga kali dalam sehari dan lama menggunakan lima tahun. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner resilience yang dikonstruksi peneliti berdasarkan teori resilience Bonnie Benard (2004). Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan Rank Spearman diperoleh hasil sebanyak 54 item dapat digunakan pada alat ukur resilience, dengan hasil validitas antara antara 0,305-0,773. Sedangkan uji reliabilitas menggunakan rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dengan hasil reliabilitas sebesar 0,9224. Data hasil penelitian ini diolah menggunakan teknik distribusi frekuensi dan tabulasi silang antara protective factor dengan basic need serta basic need dengan resilience.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah lebih dari separuh responden memiliki resilience tinggi sebesar 57,1%. Tingginya resilience ini ditunjukkan dengan tingginya social competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose and bright future pada respondennya. Sebesar 42,9% mantan pecandu narkoba komunitas “X” Bandung memiliki derajat resilience rendah, ditunjukkan dengan rendahnya keempat aspeknya. Protective factor dan basic need yang paling signifikan mempengaruhi resilience pada mantan pecandu narkoba komunitas “X” Bandung adalah dari keluarga.

(2)

Universitas Kristen Maranatha

LEMBAR JUDUL...i

LEMBAR PENGESAHAN...ii

ABSTRAK...iii

KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR TABEL...xi

DAFTAR SKEMA...xii

DAFTAR LAMPIRAN...xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Identifikasi Masalah...11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian...11

1.3.2 Tujuan Penelitian...11

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis...11

1.4.2 Kegunaan Praktis...12

1.5 Kerangka Pikir...12

(3)

Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resilience

2.1.1 Pengertian Resilience………24

2.1.2 Aspek Resilience………...24

2.1.3 Protective Factor...35

2.1.4 Basic Need………43

2.2 Masa Dewasa Awal 2.2.1 Transisi dari Masa Remaja Menuju Masa Dewasa………...44

2.2.2 Perkembangan Fisik………..44

2.2.3 Perkembangan Sosial………45

2.2.4 Karier dan Pekerjaan...46

2.2.5 Perkembangan Kepercayaan...47

3.3 Narkoba 3.3.1 Pengertian Narkoba...48

3.3.2 Jenis-Jenis Narkoba...49

3.3.2.1 Narkotika...49

3.3.2.2 Psikotropika...50

3.3.3 Faktor Penyebab Penggunaan Narkoba...52

3.3.4 Dampak Penggunaan Narkoba...53

(4)

Universitas Kristen Maranatha

3.2.1 Variabel Penelitian...58

3.2.2 Definisi Operasional...58

3.3 Alat Ukur 3.3.1 Alat Ukur Resilience...59

3.3.2 Prosedur Pengisian...62

3.3.3 Sistem Penilaian...62

3.3.4 Kuesioner Data Pribadi dan Data Penunjang...65

3.3.5 Uji Coba Alat Ukur...66

3.4 Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampling 3.4.1 Populasi Sasaran...69

3.4.2 Karakteristik Populasi...69

3.4.3 Teknik Penarikan Sampel...70

3.5 Teknik Analisis...70

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Responden...71

4.1.1 Persentase Responden Berdasarkan Usia...71

4.1.2 Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...72

(5)

Universitas Kristen Maranatha 4.2 Hasil Penelitian Data dan Pembahasan

4.2.1 Hasil Penelitian Data...73

4.2.2 Tabulasi Silang Derajat Resilience dengan Aspek Resilince...73

4.3 Pembahasan...76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...90

5.2 Saran 5.2.1 Saran untuk Penelitian Lebih Lanjut...91

5.2.2 Saran Guna Laksana...91

DAFTAR PUSTAKA...93

DAFTAR RUJUKAN...94

(6)

Universitas Kristen Maranatha

Tabel 3.3.3 Skor Jawaban………...………...63

Tabel 4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia...71

Tabel 4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...72

Tabel 4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Menggunakan...72

Tabel 4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Frekuensi Menggunakan...72

Tabel 4.2.1 Derajat Resilience...73

Tabel 4.2.2.1 Tabulasi Silang Derajat Resilience dengan Social Competence...73

Tabel 4.2.2.2 Tabulasi Silang Derajat Resilience dengan Problem Solving Skills..74

Tabel 4.2.2.3 Tabulasi Silang Derajat Resilience dengan Autonomy...74

(7)
(8)

Universitas Kristen Maranatha Lampiran B Kuesioner Resilience

Lampiran C Kisi-Kisi Alat Ukur Resilience

Lampiran D Data Mentah Kuesioner Lampiran E Data Pribadi

Lampiran F Data Mentah Protective Factor Lampiran G Distribusi Skor Kuesioner Resilience

Lampiran H Distribusi Skor Kuesioner Basic Need

Lampiran I Tabulasi Silang Protective Factor dengan Basic Need Lampiran J Tabulasi Silang Basic Need dengan Resilience

(9)

1

Universitas Kristen Maranatha PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Permasalahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan dan berdampak pada hilangnya

satu generasi bangsa (www.bnn.go.id, diakses 19 Agustus 2008). Persoalan

mengenai narkoba memang bukan persoalan yang baru, tetapi sudah ada sejak

lama, menghancurkan sendi-sendi kehidupan individu, keluarga dan masyarakat.

Narkoba telah secara nyata menurunkan derajat kemanusiaan seseorang yang

menggunakannya, merusak kehidupan keluarga, mengganggu ketertiban

masyarakat, dan mengancam kehancuran negara (www.bkkbn.go.id, diakses 20

Agustus 2008).

Berdasarkan data dari Direktorat IV narkoba, 23 Juni 2008, jumlah

pecandu narkoba di Indonesia berdasarkan usia di bawah 16 tahun sampai dengan

di atas 29 tahun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005

pecandu narkoba berjumlah 22.780 orang, tahun 2006 berjumlah 31.635 orang

dan pada tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 36.169 orang (Pdf BNN,

diakses 20 Oktober 2008). Di Jawa Barat berdasarkan hasil evaluasi dari Badan

Narkotika Provinsi (BNP) Jabar, pada tahun 2007 pengguna narkoba telah

mencapai 1.883 orang. Jumlah pengguna terbanyaknya berada di kota dan

(10)

Universitas Kristen Maranatha

Pemerintah Indonesia telah membuat landasan hukum untuk menangani kejahatan

narkoba yakni UU No.5 tahun 1997 tentang psikotropika dan UU No.22 tahun

1997 tentang narkotika. Di dalam undang-undang tersebut dijelaskan hukuman

yang akan dijatuhkan kepada para pembuat, pengedar dan pemakai narkoba.

Mereka akan dihukum berat sampai hukuman mati dan denda milyaran rupiah,

akan tetapi pengedar dan pecandu narkoba tetap terus saja meningkat

(www.bnn.go.id, diakses 13 Agustus 2008).

Sebagian pengguna narkoba yang pada awalnya hanya mencoba-coba,

kemudian mulai menikmati dan akhirnya menjadi ketergantungan pada narkoba.

Adanya penggunaan substansi psikoaktif (salah satunya narkoba) akan dapat

mengurangi perasaan yang tidak menyenangkan melalui penguatan yang negatif,

mengurangi stres, dan mengatasi kecemasan (Durand dan Barlow, 2007).

Penggunaan narkoba telah menimbulkan banyak korban, terutama kalangan muda

yang termasuk dalam usia produktif. Hal ini berawal dari kepribadian individu itu

sendiri dan faktor lingkungan, penggunaan tersebut terus berlanjut sampai mereka

beranjak dewasa.

Pecandu narkoba cenderung akan mengalami ketergantungan fisik dan

psikologis, serta dapat mengalami kegagalan dalam hidupnya. Masalah pemulihan

pecandu narkoba bukanlah hal yang mudah, melainkan merupakan suatu proses

perjuangan panjang yang memerlukan strategi dan pelaksanaan secara tepat,

terintegrasi dan terarah (www.lpnarkotika2a.com, diakses 3 September 2008).

Proses penyembuhan atau pemulihan setiap pecandu narkoba

(11)

Universitas Kristen Maranatha

melakukan dengan pendekatan keagamaan, dan ada pula yang hanya dengan niat

dari diri sendiri (www.satudunia.net, diakses 21 Agustus 2008). Melepaskan

ketergantungan narkoba merupakan proses yang begitu sulit karena mantan

pecandu harus melawan kecanduan yang sangat menyakitkan dan sugesti dalam

diri untuk tidak kembali menggunakan narkoba. Seringkali mantan pecandu

narkoba yang tidak ingin kembali menggunakan narkoba, seperti ketika berada di

lingkungan pecandu narkoba atau ketika mengalami suatu masalah, kurang

mendapat tanggapan positif dari lingkungan, mereka justru mengalami penolakan

dan dianggap tidak mungkin dapat memperbaiki diri. Adanya penolakan mereka

rasakan dari sebagian orang, baik dari pihak keluarga maupun lingkungan di

sekitar mereka. Salah satunya dikarenakan mereka seringkali mengalami relaps

(Perilaku kembali menggunakan narkoba sebagai respon yang tidak adaptif

terhadap stres baik yang berasal dari luar maupun dalam diri). Departemen Sosial

(Depsos) menyatakan setiap tahun terdapat 20% hingga 50% mantan pecandu

narkotik, psikotropika, dan zat adiktif (napza) yang mengalami relaps karena

kurangnya dukungan dari lingkungan dan keluarga (www.mediaindonesia.com,

diakses 21 Agustus 2008).

Mantan pecandu narkoba akan mengalami dampak secara fisik, seperti

adiksi yang tidak mudah disembuhkan, resiko penyakit yang berbahaya seperti

infeksi katup jantung (endokarditis), infeksi paru (Pneumonia), tertular hepatitis C

dan HIV. Dampak secara psikologis seperti rasa bersalah, malu, dan muncul

sugesti dalam diri. Selain itu terdapat pula dampak secara sosial yaitu pengucilan

(12)

Universitas Kristen Maranatha

(www.ypi.or.id, diakses 20 Agustus 2008). Sebagian masyarakat berpikir bahwa

mereka pasti mengidap HIV/AIDS (www.bkkbn.go.id, diakses, 17 September

2008). Selain itu adanya rasa khawatir karena penggunaan narkoba cukup erat

kaitannya dengan tindakan kriminalitas, sehingga mereka yang pernah

berhubungan dengan narkoba menurut sebagian masyarakat merupakan orang

yang perlu dihindari (www.jangkar.org, diakses 20 Agustus 2008).

Beberapa kesulitan juga dialami oleh seorang mantan pecandu yang

terkena katup jantung kronis dan menjalani perawatan di rumah sakit dengan

biaya asuransi. Setelah diketahui ia adalah mantan pecandu narkoba perusahaan

asuransi menghentikan pembiayaannya (www.ypi.or.id, diakses 3 September

2008). Diskriminasi di bidang kesehatan juga dialami mantan pecandu narkoba,

mereka kesulitan mendapatkan askeskin dari pemerintah (www.surya.co.id,

diakses 21 Agustus 2008).

Adanya situasi yang menekan (adversity) seringkali dialami oleh mantan

pecandu narkoba, berupa lingkungan yang memberi stigma pada mantan pecandu

sebagai orang yang tidak produktif atau tidak bisa sembuh (www.balipost.co.id,

diakses 20 agustus 2008). Munculnya stigma karena sebagian dari mantan

pecandu tidak menghasilkan hal positif ketika mereka menggunakan narkoba

dahulu. Selain itu sugesti dalam diri pada mantan pecandu, berupa suara-suara

yang menggema dalam diri untuk kembali menggunakan narkoba juga sulit untuk

dilewati. Padahal pada situasi tertekan tersebut pecandu narkoba sangat

(13)

Universitas Kristen Maranatha

Mantan pecandu narkoba yang telah bebas dari ketergantungan

obat-obatan, seringkali berkumpul bersama dengan mantan pecandu lainnya.

Komunitas “X” merupakan sebuah lembaga informal, yang memiliki tujuan untuk

mengajak pecandu narkoba lepas dari jerat narkoba dan menguatkan mereka

untuk tidak kembali menggunakan narkoba. Mantan pecandu narkoba komunitas

“X” berkumpul karena memiliki kesamaan yaitu mereka pernah menjadi pecandu

narkoba.

Komunitas “X” tidak memiliki tempat khusus dan waktu untuk berkumpul

yang pasti, akan tetapi para anggotanya selalu menyempatkan diri untuk saling

berbagi pengalaman dalam hal mempertahankan diri untuk tidak kembali

menggunakan narkoba serta bagaimana menghadapi penolakan dari lingkungan,

dengan begitu mereka dapat menguatkan satu sama lain. Apabila mengalami

masalah mereka akan menemui konselor atau teman yang lain dalam

komunitasnya untuk memperoleh dukungan. Anggota dari komunitas ini

bervariasi dalam penyembuhan ketergantungannya. Ada yang mengikuti

rehabilitasi dan ada yang berusaha sendiri melalui ibadah. Menurut konselor di

komunitas “X” Bandung, penggunaan narkoba dengan frekuensi yang sering

dapat menimbulkan ketergantungan secara psikologis seperti adanya perasaan

cemas dan tidak nyaman jika tidak menggunakan narkoba. Penggunaan narkoba

dalam waktu yang lama dapat menimbulkan berbagai macam masalah secara fisik,

seperti timbulnya berbagai penyakit kronis diantaranya infeksi pada jantung dan

(14)

Universitas Kristen Maranatha

Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 10 mantan pecandu narkoba

di komunitas “X” Bandung diperoleh hasil 100% dari mereka merasa berada pada

situasi yang menekan (adversity) dalam menjalani kehidupan mereka setelah lepas

dari jerat narkoba, karena stigma dan penolakan yang diberikan oleh lingkungan

mereka. Dari pihak keluarga, ada diantara mereka yang seringkali dicurigai

mengambil barang untuk kembali membeli narkoba. Begitu pula dengan orang di

sekitar mereka yang cenderung memberikan stigma pada mereka dengan

menganggap mereka tidak mungkin memperbaiki diri. Ketika mantan pecandu

narkoba berelasi dengan orang yang baru dikenal, dan orang tersebut mengetahui

bahwa mereka pernah menggunakan narkoba, maka mereka akan mulai dijauhi.

Selain itu adanya rasa khawatir pihak orang tua apabila anak mereka berteman

dengan mantan pecandu narkoba, keadaan ini membuat mereka seringkali merasa

tertekan.

Lima orang atau 50% dari komunitas “X” merasa adanya situasi yang

menekan (adversity) dari dalam diri untuk tidak kembali mengkonsumsi

merupakan hal yang cukup sulit untuk diatasi, karena seringkali muncul sugesti

dalam diri, berupa suara-suara yang menggema dalam diri untuk kembali

menggunakan narkoba, selain itu mantan pecandu narkoba seringkali dicari oleh

bandar narkoba untuk kembali menggunakan narkoba, karena bandar narkoba

merasa kehilangan salah satu sumber pendapatannya. Kemudahan untuk

mendapatkan narkoba, seringkali membuat keinginan mereka untuk kembali

(15)

Universitas Kristen Maranatha

Adanya keinginan untuk kembali menggunakan narkoba dan stigma pada

mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung seringkali membuat mereka

menjadi tidak produktif dalam menjalani kehidupan pasca lepas dari belenggu

narkoba. Oleh karena itu mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung

memerlukan kemampuan untuk menyesuaikan diri secara positif, seperti mampu

menghadapi masalah tanpa kembali ke narkoba, menjadi orang yang sehat dan

mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan bertanggung jawab minimal

bagi dirinya sendiri. Agar mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung

dapat bertahan dalam menjalani kehidupannya, dan dapat berperilaku secara

positif dalam berinteraksi di lingkungannya maka diperlukan adanya resilience.

Resilience merupakan kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dan

berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan

rintangan (Bonnie Benard, 2004). Menurut Benard (2004) resilience terdiri atas

empat aspek, yang pertama social competence, problem solving skills, autonomy,

sense of purpose and bright future. Dengan social competence mantan pecandu

narkoba diharapkan akan mampu menjalin relasi dengan baik di lingkungannya

sekalipun lingkungan memandang remeh mereka. Kedua, problem solving skills,

dalam hal ini diharapkan mantan pecandu narkoba mengetahui cara mengatasi

masalah yang dihadapinya, seperti dalam bekerja atau ketika mencari alternatif

solusi yang tepat ketika menghadapi suatu masalah dalam hidupnya.

Aspek yang ketiga adalah autonomy, dalam hal ini mantan pecandu

narkoba diharapkan memiliki kemandirian dan kontrol terhadap lingkungan. Hal

(16)

Universitas Kristen Maranatha

masalah, mereka yakin bahwa dapat melaluinya dengan baik tanpa menggunakan

narkoba. Aspek yang selanjutnya adalah sense of purpose and bright future,

mantan pecandu narkoba diharapkan memiliki keyakinan untuk dapat melewati

berbagai rintangan yang harus dihadapi dalam menjalani kehidupannya, seperti

ketika mereka mengalami kegagalan untuk diterima di suatu lingkungan baru,

mereka tidak putus asa, dan mereka tetap memiliki orientasi untuk sukses di

dalam hidupnya.

Resilience yang tinggi menjadikan mantan pecandu narkoba dapat

bertahan dalam menjalani kehidupannya walaupun berada pada situasi yang

menekan. Mantan pecandu narkoba yang memiliki resilience tinggi meskipun

memiliki banyak tekanan, akan tetap berusaha untuk dapat berperilaku positif

kepada orang di sekitarnya dan kepada dirinya sendiri. Hal sebaliknya akan terjadi

bila mantan pecandu narkoba memiliki resilience yang rendah.

Berdasarkan hasil survei dengan 10 mantan pecandu narkoba komunitas

“X” Bandung, mereka mengatakan bahwa ketika mereka telah berhasil

melepaskan diri dari narkoba, pada awalnya merasa tidak percaya diri, merasa

tertekan karena dikucilkan dan ditolak oleh keluarga dan lingkungan. Selain itu

mereka juga harus menahan diri dari keinginan mereka untuk kembali

menggunakan narkoba. Adanya rasa khawatir karena seringkali mereka diajak

untuk kembali menggunakan narkoba oleh komunitas pengguna mereka yang

dulu.

Berdasarkan hasil wawancara didapat 60% mantan pecandu narkoba

(17)

Universitas Kristen Maranatha

dan lingkungan sekitar mereka, serta berhasil dalam menjalin hubungan dengan

lawan jenisnya. Mereka juga kembali dapat berkomunikasi dengan keluarga

mereka. Selain itu di antara mereka ada yang menjadi konselor untuk mantan

pecandu yang menghadapi masalah. Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka

memiliki social competence yang tinggi, sedangkan 40% dari mereka memiliki

social competence yang rendah, mereka kurang mampu menjalin relasi dengan

orang sekitarnya kecuali pada komunitas yang menerima mereka saja. Mereka

belum mampu memaafkan dirinya sebagai pemakai, karena mereka merasa telah

membuat aib bagi keluarganya, dan membuat kecewa orang tuanya.

Dilihat dari aspek problem solving skills, berdasarkan hasil wawancara

didapatkan hasil 50% dari mereka mampu mengatasi masalah yang mereka

hadapi, seperti ketika timbulnya keinginan untuk menggunakan narkoba kembali

mereka langsung mencari kegiatan lain yang bermanfaat. Selain itu apabila

mereka menghadapi suatu masalah mereka mampu mencari solusi dan dukungan

dari teman dalam komunitasnya, keluarga, dan konselor mereka. Hal itu

menunjukkan problem solving skills yang tinggi, sedangkan 50% dari mereka

kurang mengenali adanya dukungan dari lingkungan, selain itu ada pula yang

kurang dapat mencari solusi yang tepat, ketika menghadapi masalah, sehingga

mereka cenderung menghindar. Hal tersebut menunjukkan mereka masih

memiliki problem solvingskills yang rendah.

Berdasarkan aspek autonomy didapat hasil 60% dari mereka merasa yakin

akan kemampuan mereka untuk hidup dengan baik dan tidak kembali

(18)

Universitas Kristen Maranatha

menjadi konselor dan membantu sesama mantan pecandu ketika menghadapi

masalah. Hal tersebut memperlihatkan autonomy yang tinggi, sedangkan 40% dari

mereka merasa belum yakin bahwa mereka dapat menjadi individu yang berguna

minimal untuk keluarganya. Mereka masih sering terpengaruh oleh pandangan

negatif dari lingkungan sehingga mereka kurang dapat melakukan sesuatu secara

maksimal. Hal ini memperlihatkan autonomy mereka yang rendah.

Berdasarkan aspek sense of purpose and bright future didapat 50% dari

mereka merasa yakin tidak akan menggunakan kembali narkoba sekalipun

menghadapi masalah yang berat dalam hidup, mereka merasa optimistik dan yakin

bahwa mereka telah mendapat kesempatan dari Tuhan untuk menjalani kehidupan

yang lebih baik lagi. Hal tersebut menunjukkan sense of purpose and bright future

yang tinggi. Sedangkan 50% dari mereka memiliki sense of purpose and bright

future yang rendah, mereka merasa tidak yakin kalau mereka akan mampu

melewati masa depan mereka dengan baik, karena merasa lingkungan sulit

menerima mereka kembali dengan positif.

Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan di atas ditemukan resilience

yang berbeda-beda dari mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung.

Adanya, variasi tersebut dapat dipengaruhi oleh penghayatan protective factor dan

basic need (Benard, 2004) pada mantan pecandu narkoba komuntias “X”

Bandung. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut

mengenai bagaimana derajat resilience pada mantan pecandu narkoba komunitas

(19)

Universitas Kristen Maranatha 1.2. Identifikasi Masalah

Seperti apakah derajat resilience pada mantan pecandu narkoba di

komunitas “X” Bandung dilihat dari protective factor dan pemenuhan basic need.

1.3. Maksud Dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai

derajat resilience, dan protective factor serta basic need pada mantan pecandu

narkoba di komunitas “X” Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai

derajat resilience berikut penjelasan protective factor dan pemenuhan basic need

pada mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk penelitian

(20)

Universitas Kristen Maranatha 1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi bagi mantan pecandu narkoba di komunitas “X”

Bandung tentang derajat resilience, agar mereka dapat mengembangkan dan

menyesuaikan diri lebih baik.

2. Bagi konselor komunitas “X” Bandung untuk mengetahui derajat resilience

anggota komunitasnya sehingga dapat memberikan dukungan pada mantan

pecandu untuk dapat menyesuaikan diri di lingkungan.

3. Bagi keluarga agar dapat memberikan dukungan kepada mantan pecandu

narkoba di komunitas “X” Bandung untuk dapat beradaptasi dengan

lingkungannya.

1.5 Kerangka Pemikiran

Mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung berada pada usia 25

sampai dengan 33 tahun, yang merupakan tahapan dewasa awal. Pada tahapan ini

seseorang akan memasuki fase di mana mereka biasanya telah menyelesaikan

studi, bekerja, dan membuat beragam keputusan dalam hidupnya, seperti karir,

hubungan dan gaya hidup. Pada fase ini individu akan membuat rencana hidup

yang mencakup masa depan (Santrock, 2002). Ketika mantan pecandu narkoba di

komunitas “X” Bandung berusaha untuk membentuk masa depannya mereka

mengalami tekanan dari dalam diri berupa keinginan untuk kembali menggunakan

narkoba, dan adanya stigma yang diberikan lingkungan pada mereka.

Adanya stigma bahwa mereka tidak mungkin memperbaiki diri, erat

(21)

Universitas Kristen Maranatha

untuk membeli narkoba dan penolakan dari lingkungan yang membuat mereka

sulit menjalin relasi dengan orang baru, sulit untuk mendapatkan kepercayaan dari

keluarga dan lingkungan serta faktor keinginan untuk kembali menggunakan

narkoba, membuat mereka berada pada situasi yang menekan (adversity). Dalam

kondisi tersebut diharapkan para mantan pecandu narkoba di komunitas “X”

Bandung memiliki kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri secara positif dan

berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan tersebut.

Kemampuan individu untuk menyesuaikan diri secara positif dan

berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan (adversity), banyak

halangan dan rintangan disebut resilience (Benard, 2004). Resilience terdiri dari

empat aspek, yaitu social competence, problem solving skills, autonomy, sense of

purpose and bright future (Benard, 2004). Social competence, merupakan

kemampuan mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung untuk

memunculkan respon positif dari orang lain, menyatakan pendapat tanpa

menyinggung perasaan orang lain, menangani konflik dengan baik, bersedia

peduli terhadap perasaan dan perspektif orang lain, bersedia meringankan beban

orang lain, dan kesediaan untuk memaafkan diri dan orang lain. Problem solving

skills, merupakan kemampuan mantan pecandu narkoba di komunitas “X”

Bandung untuk dapat merencanakan, melihat alternatif, mengenali sumber-sumber

dukungan di lingkungan, berinisiatif mencari bantuan dan kesempatan serta

memanfaatkannya untuk mengatasi masalah, menganalisis masalah dan mencari

(22)

Universitas Kristen Maranatha Autonomy, merupakan kemampuan mantan pecandu narkoba di komunitas

“X” Bandung untuk memiliki penilaian diri yang positif, bertanggung jawab

terhadap tugas, menghayati dalam mengendalikan lingkungan/pelaksanaan tugas,

memiliki keyakinan bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mencapai hasil

yang diinginkan, memiliki kompetensi, mengambil jarak secara emosional dari

pengaruh buruk lingkungan, mereflesikan diri, melakukan reframing dalam

memandang diri/pengalaman dalam cara yang positif, dan memiliki rasa humor.

Sense of purpose and bright future, merupakan kemampuan mantan pecandu

narkoba di komunitas “X” Bandung untuk mengarahkan diri pada tujuan/masa

depan, mempertahankan motivasi dalam mencapai tujuan serta keinginan untuk

sukses, memiliki hobi yang dapat menghibur ketika menghadapi kesulitan,

memiliki optimisme dan harapan akan masa depan yang lebih baik serta memiliki

keyakinan religius yang membuatnya optimistik dan memiliki harapan.

Derajat resilience pada mantan pecandu narkoba berbeda-beda, tidak

terlepas dari peran faktor yang mendukung dan melindungi mereka dari tekanan

(adversity) yang disebut dengan protective factors yang ada sejak mantan pecandu

narkoba berada dalam suatu keluarga atau ketika menjadi anggota dalam suatu

komunitas. Protective factors terdiri dari caring relationships, high expectation,

dan opportunities for participation and contribution yang diberikan oleh keluarga,

anggota komunitas, dan teman di luar komunitas.

Dalam situasi yang penuh tekanan bagi mantan pecandu narkoba di

komunitas “X” Bandung, keluarga sebagai salah satu protective factors menjadi

(23)

Universitas Kristen Maranatha

kedekatan antara orang tua dan saudara kandung dengan mantan pecandu narkoba

di komunitas “X” Bandung dengan pemberian dukungan, kepedulian dan saling

mengkomunikasikan hal-hal yang terjadi sehari-hari. Adanya high expectations

dalam keluarga dapat dimunculkan dengan memberikan harapan sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki setiap anggota keluarganya, sehingga dapat membantu

mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung dalam menghadapi situasi

yang menekannya. Dalam hal opportunities for participation and contribution

keluarga dapat memberikan kesempatan kepada mantan pecandu narkoba di

komunitas “X” Bandung untuk memberikan tanggung jawab dan menciptakan

kesempatan dalam mengambil keputusan serta mengatasi permasalahannya

seorang diri.

Komunitas merupakan salah satu faktor yang juga memiliki pengaruh

yang penting dalam mendukung mantan pecandu narkoba di komunitas “X”

Bandung untuk dapat resilience. Caring relationship dalam komunitas dapat

ditunjukkan dengan memberikan dukungan perhatian dan sebagai tempat untuk

bertukar pikiran dan berbagi pengalaman antar sesama mantan pecandu narkoba.

Sedangkan high expectations ditunjukkan dengan memberikan harapan kepada

anggotanya sesuai dengan kemampuan. Dalam hal opportunities for participation

and contribution komunitas memberikan kesempatan kepada mantan pecandu

narkoba di komunitas “X” Bandung untuk dapat mengatasi kesulitan dan

mengambil keputusannya sendiri ketika mengalami masalah.

Selain keluarga dan komunitas, teman di luar komunitas juga memberikan

(24)

Universitas Kristen Maranatha

menjadi resilience ketika menghadapi berbagai tekanan. Caring relationships

dengan teman dapat ditunjukkan dengan adanya perhatian, kepedulian dan dapat

diajak untuk bertukar pikiran. Seseorang yang dapat mempercayai kemampuan

temannya untuk berhasil dalam hidupnya menunjukkan high expectation.

Sedangkan opportunities for participation and contribution diperlihatkan dengan

memberikan kesempatan untuk berpendapat dan mengatasi kesulitan yang dialami

secara mandiri.

Mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung yang mendapatkan

caring relationships, high expectation, dan opportunities for participation and

contribution dari keluarga, anggota komunitas, dan teman maka kebutuhan akan

rasa aman, dicintai, dihormati, mandiri, unggul dan berarti akan terpenuhi.

Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar pada mantan pecandu narkoba maka

derajat resilience-nya akan tinggi. Hal ini akan dapat dilihat dari tingginya social

competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose and bright

future yang dimiliki oleh mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung.

Mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung yang memiliki

derajat resilience yang tinggi dalam aspek social competence, akan dapat

memunculkan respon positif dari orang lain, walaupun orang tersebut mengetahui

mereka adalah mantan pecandu narkoba, mereka dapat menyatakan pendapatnya

tanpa menyinggung perasaan orang lain. Seperti ketika mereka diajak untuk

kembali menggunakan narkoba mereka dapat menolaknya secara halus, dapat

berkomunikasi dengan lebih baik di lingkungannya ketika menghadapi suatu

(25)

Universitas Kristen Maranatha

lingkungannya, adanya kesediaan untuk peduli terhadap perasaan, dan perspektif

orang lain sehingga mereka dapat mendengarkan pendapat yang disampaikan

orang lain. Mereka juga dapat meringankan beban, membantu orang lain sesuai

dengan kebutuhan, seperti membantu anggota komunitasnya ketika ada yang

mengalami masalah, dan bersedia untuk memaafkan diri karena pernah menjadi

pecandu narkoba dan lingkungan yang telah memberikan stigma pada mereka.

Mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung yang memiliki

derajat resilience yang tinggi dalam aspek Problem solving skills, akan memiliki

kemampuan untuk dapat merencanakan beragam hal yang positif untuk tidak

kembali menggunakan narkoba, mereka dapat melihat alternatif dengan mencari

solusi ketika mengalami penolakan dari lingkungan ataupun ketika muncul sugesti

untuk kembali menggunakan narkoba. Mereka dapat mengenali sumber-sumber

dukungan dari keluarga, komunitas, dan teman sebagai tempat untuk berbagi,

berinisiatif mencari bantuan dan kesempatan serta memanfaatkannya untuk

mengatasi masalah, menganalisis masalah dan mencari solusi yang tepat dengan

melihat berbagai pengalaman di masa lalu.

Mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung yang memiliki

derajat resilience yang tinggi dalamaspek autonomy, akan memiliki penilaian diri

yang positif setelah lepas dari jerat narkoba, mampu bertanggung jawab terhadap

tugas dengan membagi waktu dengan baik, mampu mengendalikan pelaksanaan

tugas dengan baik. Memiliki keyakinan bahwa dirinya memiliki kemampuan

untuk mencapai hasil yang diinginkan, seperti keinginannya untuk dapat hidup

(26)

Universitas Kristen Maranatha

tertentu yang dapat menunjang hidup menjadi lebih baik, mampu mengambil jarak

secara emosional dari pengaruh buruk lingkungan, seperti ketika bertemu kembali

dengan pecandu lain mereka tidak terpengaruh untuk kembali menggunakan

narkoba. Mereka mampu mereflesikan diri dengan mampu melakukan aktivitas

dengan baik sekalipun sedang mengalami hal yang kurang menyenangkan,

mampu melakukan reframing dalam memandang pengalaman dalam cara yang

positif, dengan belajar dari pengalaman masa lalu, dan memiliki rasa humor

seperti senang bercanda dengan menghibur sesama mantan pecandu.

Mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung yang memiliki

derajat resilience yang tinggi dalam aspek Sense of purpose and bright future,

akan memiliki kemampuan untuk mengarahkan diri pada masa depan setelah

lepas dari jerat narkoba, mereka akan dapat mempertahankan motivasinya dalam

mencapai tujuan serta keinginan untuk sukses walaupun lingkungan memandang

mereka negatif. Mereka memiliki hobi yang dapat menghibur ketika menghadapi

kesulitan, sehingga mereka dapat melupakan sejenak kesulitan yang mereka

alami. Mereka juga memiliki keyakinan religius bahwa ada Tuhan yang akan

selalu ikut membantu dan campur tangan akan masa depannya yang membuatnya

optimistik dan memiliki harapan.

Jika mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung tidak

mendapatkan protective factor dari keluarga, anggota komunitas, dan teman maka

kebutuhan akan rasa aman, dicintai, dihormati, mandiri, unggul dan berarti

menjadi tidak terpenuhi. Maka resilience-nya akan rendah. Hal ini dapat dilihat

(27)

Universitas Kristen Maranatha purposes and bright future yang dimiliki oleh mantan pecandu narkoba di

komunitas “X” Bandung.

Mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung yang memiliki

derajat resilience yang rendah dalam aspek social competence, maka mereka

kurang dapat memunculkan respon positif dari orang lain, yang mengetahui masa

lalu mereka sebagai mantan pecandu narkoba. Mereka kurang dapat menyatakan

pendapatnya tanpa menyinggung perasaan orang lain, seperti mereka akan

cenderung memaksakan pendapatnya, mereka kurang dapat berkomunikasi

dengan lebih baik di lingkungannya ketika menghadapi suatu masalah. Mereka

kurang mampu menangani konflik yang terjadi pada diri mereka dan

lingkungannya, kurang adanya kesediaan untuk peduli terhadap perasaan, dan

perspektif orang lain, kurang dapat mendengarkan pendapat yang disampaikan

orang lain. Mereka kurang dapat meringankan beban, membantu orang lain sesuai

dengan kebutuhan, seperti mereka akan memberikan bantuan sekalipun mereka

tidak diminta untuk membantu, dan juga kurang bersedia untuk memaafkan diri

sendiri karena pernah menjadi pecandu narkoba dan lingkungan yang telah

memberikan stigma pada mereka.

Mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung yang memiliki

derajat resilience yang rendah dalam aspek Problem solving skills, akan kurang

memiliki kemampuan untuk dapat merencanakan beragam hal yang positif untuk

tidak kembali menggunakan narkoba, mereka kurang mampu melihat alternatif

dalam mencari solusi ketika mengalami penolakan dari lingkungan ataupun ketika

(28)

Universitas Kristen Maranatha

mengenali sumber-sumber dukungan dari keluarga, komunitas, dan teman sebagai

tempat untuk berbagi, kurang berinisiatif dalam mencari bantuan dan kesempatan

untuk dapat memanfaatkannya mengatasi masalah, kurang dapat menganalisis

masalah dan mencari solusi yang tepat sehingga akan cenderung untuk

menghindarinya.

Mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung yang memiliki

derajat resilience yang rendah dalam aspek autonomy, kurang memiliki penilaian

diri yang positif setelah lepas dari jerat narkoba, kurang bertanggung jawab

terhadap tugas dan cenderung akan menghindarinya, kurang mampu

mengendalikan pelaksanaan tugas dengan baik. Kurang memiliki keyakinan

bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mencapai hasil yang diinginkan,

seperti kurang yakinnya mereka untuk tidak kembali menggunakan narkoba,

kurang memiliki kompetensi pada bidang pekerjaan tertentu yang dapat

menunjang hidup menjadi lebih baik, kurang mampu mengambil jarak secara

emosional dari pengaruh buruk lingkungan, seperti ketika bertemu kembali

dengan pecandu lain mereka akan mudah terpengaruh kembali untuk

menggunakan narkoba. Mereka kurang mampu mereflesikan diri, sehingga

mempengaruhi aktivitasnya menjadi kurang optimal, kurang mampu melakukan

reframing dalam memandang pengalaman dalam cara yang positif, mereka merasa

pengalaman masa lalu tidak memberikan pelajaran apapun, dan mereka juga

kurang memiliki rasa humor seperti kurang menyukai apabila ada orang yang

(29)

Universitas Kristen Maranatha

Mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung yang memiliki

derajat resilience yang rendah dalam aspek Sense of purpose and bright future,

akan kurang memiliki kemampuan untuk mengarahkan diri pada masa depan

setelah lepas dari jerat narkoba, mereka akan kurang dapat mempertahankan

motivasi dalam mencapai tujuan serta keinginan untuk sukses ketika mereka

mengalami kegagalan. Mereka memiliki hobi namun kurang dapat menghibur

mereka ketika menghadapi kesulitan. Mereka juga bersikap pesimis terhadap

hal-hal yang dilakukan karena merasa tidak yakin akan berhasil ketika telah

melakukan sesuatu dan kurang memiliki keyakinan religius pada Tuhan yang akan

selalu ikut membantu dan campur tangan akan masa depannya.

Adanya situasi yang menekan (adversity) pada mantan pecandu narkoba

komunitas “X” Bandung, maka diperlukan adanya resilience dalam diri mereka.

Resilience dapat membantu mereka untuk dapat menyesuaikan diri secara positif

dan mampu bertahan sekalipun berada pada situasi yang menekan. Resilience juga

dapat membantu mereka untuk memenuhi tuntutan dalam lingkungan mereka.

Uraian di atas dapat digambarkan dengan bagan kerangka pemikiran

(30)

Universitas Kristen Maranatha Skema 1.1 Kerangka Pikir

1.6 Asumsi

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka dapat ditarik sejumlah asumsi sebagai

berikut:

1. Mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung menghadapi tekanan

berupa stigma dan keinginan untuk kembali menggunakan narkoba.

2. Kemampuan resilience pada mantan pecandu narkoba di komunitas “X”

Bandung dipengaruhi oleh protective factors dan situasi menekan (adversity).

3. Mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung yang menghayati

adanya Protective factors dari keluarga, komunitas dan teman di luar

komunitasnya akan memiliki derajat resilience yang tinggi. Mantan Pecandu Narkoba

di komunitas “X” Bandung

Aspek Resilience Social competence Problem solving skills Autonomy

Sense of purpose and bright future

Resilience family):

Caring relationship High expectations

Opportunities for participation and contribution

Situasi menekan (adversity)

(31)

Universitas Kristen Maranatha

4. Protective factors yang diterima pada mantan pecandu narkoba di komunitas

“X” Bandung akan membuat terpenuhinya basic need.

5. Derajat Resilience mantan pecandu narkoba di komunitas “X” Bandung

bervariasi terlihat melalui aspek-aspek resilience yaitu: social competence,

(32)

90

Universitas Kristen maranatha 5.1 Kesimpulan

1. Lebih dari separuh mantan pecandu narkoba komunitas “X” Bandung (57,1%)

memiliki derajat resilience yang tinggi dan menunjukkan kemampuan yang tinggi

pula pada social competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of

purpose and bright future.

2. Sebesar 42,9% mantan pecandu narkoba komunitas “X” Bandung, memiliki

derajat resilience rendah dan menunjukkan kemampuan yang rendah pula pada

social competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose and

bright future.

3. Mantan pecandu narkoba komunitas “X” Bandung yang sebagian besar kurang

menghayati protective factor dari keluarganya, maka basic need mereka dalam

keluarga tidak terpenuhi.

4. Mantan pecandu narkoba komunitas “X” Bandung yang sebagian besar merasa

basic need dalam keluarga mereka tidak terpenuhi, maka menunjukkan derajat

(33)

Universitas Kristen Maranatha 5.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengajukan beberapa

saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat.

5.2.1 Penelitian Lebih Lanjut

1. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai resilience pada mantan

pecandu narkoba, dapat mendalami mengenai penghayatan protective factors dan

pemenuhan basic need dengan membuat data penunjang yang telah diuji validitas dan

reliabilitasnya.

2. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai resilience pada mantan

pecandu narkoba, disarankan untuk meneliti dengan menggunakan desain penelitian

studi kasus, sehingga dapat menggali lebih dalam tentang dinamika protective factors

pada basic need dengan resilience dengan melakukan wawancara.

5.2.2 Saran Guna Laksana

1. Bagi keluarga mantan pecandu narkoba agar dapat memberikan dorongan pada

mantan pecandu untuk dapat melakukan aktivitas positif yang disukai, sehingga dapat

membantu mereka untuk tidak kembali menggunakan narkoba, ketika sugesti dalam

diri muncul.

2. Bagi keluarga mantan pecandu narkoba agar lebih dapat memberikan kesempatan

(34)

Universitas Kristen Maranatha jawab dalam mengambil keputusan untuk masa depannya sehingga mereka dapat

menunjukkan bahwa mereka mampu untuk melakukan sesuatu yang berarti bagi

dirinya dan orang lain.

3. Bagi komunitas “X” disarankan agar dapat menjembatani antara keluarga yang

masih belum dapat menerima anggota keluarganya kembali, dengan memberikan

penjelasan mengenai kondisi mantan pecandu narkoba, pentingnya penerimaan,

pemberian perhatian, dorongan dan kesempatan bagi mantan pecandu narkoba

sehingga kebutuhan dasar mantan pecandu terpenuhi, dan mereka dapat kembali

menjalin hubungan yang baik dengan keluarganya, sehingga dapat meningkatkan

resilience mereka.

4. Bagi mantan pecandu narkoba komunitas “X” yang memiliki derajat resilience

yang rendah (42,9%) disarankan untuk mengadakan diskusi kelompok bersama antar

mantan pecandu agar dapat berbagi pengalaman sehingga mantan pecandu narkoba

yang memiliki resilience rendah dapat mengikuti perilaku mantan pecandu narkoba

yang telah memiliki resilience yang tinggi, sehingga diharapkan dapat merubah

perilaku yang negatif pada mantan pecandu narkoba untuk menjadi positif sehingga

(35)

93

Universitas Kristen Maranatha Benard, Bonnie. 2004. Resiliency What We Have Learned. California: WestEd.

Durand, Mark, dan David H. Barlow.2007. Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Fowler, James. Dan Supratiknya. (Ed).1995. Tahap-Tahap Perkembangan Kepercayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing Design, Analysis, and Use. USA: Allyn & Bacon, A Simon & Schuster Company.

Hawari, D. 1999. Al-quran Ilmu Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.

Hikmat, M. Mahi. 2005. Awas Narkoba Para Remaja Waspadalah. Bandung: PT.Grafiti Budi Utami.

Karsono, Edy.2004. Mengenal Kecanduan Narkoba dan Minuman Keras. Jakarta: CV.Yrama Widya.

Nazir. M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Santrock, John W. 2002. Life Span Development, Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Satgas Luphen. 2001. Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta : PT. Tempo Scan Pasifik TBK.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Non Parametik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

(36)

94

Universitas Kristen Maranatha Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. 2005. Nama Saya Bagas, Mantan Pecandu Narkoba. (Online). (http://www.bnn.go.id, diakses 19 Agustus 2008).

Bani Riset. 2008. Siaran Pers Forum Korban NAPZA Jabodetabek. (Online). (http://www.indowebsite.net, diakses 13 Agustus 2008)

Buletin Klasik. 2008. Makalah Jiwa 2 (NAPZA). (Online). (http://kla5ik.blogspot.com, diakses 20 Agustus 2008).

Djauzi, Samsuridjal. 2008. Mampukah Kita Memaafkan?.(Online). (http://www.ypi.or.id/ypi/informasi_opini_maaf.htm, diakses 20 Agustus 2008).

Jaringan Aksi Nasional Pengurangan Dampak Buruk Narkoba Suntik. 2008. Yayasan Matahati Bali, Penyalahgunaan Narkoba Perlu Penangan Serius. (Online). (http://www.jangkar.org/index.php, diakses 20 Agustus 2008).

Haryanti, Winda. 2009. “Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resilience pada Wanita Dewasa Awal Penderita Syestemic Lupus Erythematosus di Yayasan “X” Bandung. Skripsi, Bandung: Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas KristenMaranatha Bandung.

Media Indonesia. 2008. Tingkat Relaps Capai 50%. (Online). (http://www.mediaindonesia.com, diakses 21 Agustus 2008).

Nur. 2008. Pengguna Narkoba di Jabar, Capai 1.883 Tersangka. (Online). (http://www.jabar.go.id/jabar/.htm, diakses 6 September 2008).

Panduan Penulisan Skripsi Sarjana, Edisi Revisi II. 2007. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung.

(37)

95

Universitas Kristen Maranatha 20 agustus 2008).

Satu Dunia. 2008. Negara Harus Agresif Menangani Narkoba. (Online)

(http://www.satudunia.net, diakses 21 Agustus 2008).

Uus. 2008. Eks Pengguna Narkoba Berontak Tuntut Keadilan dan

Kesamaan Hak. (Online). (http://www.surya.co.id/web/index.php,

diakses 21 Agustus 2008).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan melakukan penelitian terhadap permasalahan yang telah diuraikan, sehingga penulis memberikan judul pada penelitian ini

21 Penulis dalam hal ini melakukan wawancara kepada Ketua Majelis Jemaat kedua negeri yang diyakini sebagai informan kunci 22 dari penelitian yang penulis lakukan dan

Berikut ini adalah hasil dari monitoring management bandwidth pada jaringan wifi menggunakan access point : 1.. Melakukan pengaturan bandwidth

[r]

[r]

The sEH inhibitory activity of isolated compounds was then evaluated using a fl uorescent method based on hydrolysis of the speci fi c substrate PHOME in the presence of sEH enzyme..

Hendaknya dapat menerapkan design analisis tersebut kedalam pengajaran analisis, apresiasi karya sastra berjenis prosa dan drama dengan menggunakan media film sebagai objek

[r]