SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persayaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh : Zaky Nurlaely 11150184000033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020 M
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Zaky Nurlaely (11150184000033). Hubungan Antara Motivasi Orang Tua Terhadap Kemampuan Metakognisi Anak Usia 5-6 Tahun di Kelurahan Bintaro Tahun 2020. Skripsi Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2020.
Orang tua dan guru memiliki peran penting untuk mengembangkan kemampuan metakognisi dimasa anak usia dini agar anak dapat berfikir kritis, menerapkan suatu motivasi untuk menjadi sadar, rasa ingin tahu, bertanggung jawab, percaya diri dan dapat memecahkan suatu masalah. Anak usia dini merupakan aset bangsa yang perlu diperhatikan dan dirawat oleh berbagai pihak terutama orang tua dan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara motivasi orang tua terhadap kemampuan metakognisi anak usia 5-6 tahun di Kelurahan Bintaro Tahun 2020. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling. Penelitian ini menggunakan instrumen dalam bentuk angket dengan bentuk ceklis. Sedangkan teknik korelasi menggunakan korelasi product moment. Hasil dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara motivasi orang tua terhadap kemampuan metakognisi anak usia 5- 6 tahun di Kelurahan Bintaro tahun 2020, dengan menunjukkan nilai r hitung lebih besar dibandingkan r tabel (0,185 > 0,159), dengan signifikansi hitung (0,018 <
0,05). Nilai koefisien determinasi adalah 3,4%, yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima, jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi orang tua terhadap kemampuan metakognisi anak usia 5-6 tahun di Kelurahan Bintaro tahun 2020.
Kata Kunci: Motivasi Orang Tua, Kemampuan Metakognisi Anak.
vi
ABSTRACT
Zaky Nurlaely (11150184000033). The Relationship Between Parental Motivation and Metacognition Ability of 5-6 Years Old Children in Bintaro Village in 2020. Thesis, Department of Early Childhood Islamic Education, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University, Jakarta, 2020.
Parents and teachers have an important role. to develop Metacognition abilities in early childhood so that children can think critically, apply a motivation to be aware, curiosity, responsible, confident and able to solve a problem. Early childhood is a nation's asset that needs to be cared for and treated by various parties, especially parents and the community. This study aims to determine whether there is a relationship between parental motivation and Metacognition abilities of children aged 5-6 years in Bintaro Village in 2020. The research method used is quantitative method. The sampling technique was carried out by using simple random sampling technique. This study uses an instrument in the form of a questionnaire in the form of a checklist. Meanwhile, the correlation technique uses thecorrelation product moment. The results in this study are that there is a relationship between parental motivation and Metacognition abilities of children aged 5-6 years in Bintaro Village in 2020, by showing that the value of r count is greater than r table (0.185> 0.159), with a significance value (0.018 <0, 05). The coefficient of determination is 3.4%, which means that Ho is rejected and Ha is accepted, so it can be concluded that there is a relationship between parental motivation and Metacognition abilities of children aged 5-6 years in Bintaro Village in 2020.
Keywords: Parental Motivation, Ability Metacognition Children.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah, taufik, dan rahmat-Nya, sehingga dapat diselesaikannya skripsi yang berjudul Hubungan Antara Motivasi Orang Tua Terhadap Kemampuan Metakognisi Anak Usia 5-6 Tahun di Kelurahan Bintaro Tahun 2020 ini dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa pula tercurahkan ke hadirat beliau Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya dengan harapan semoga mendapatkan syafaatnya di harikiamat nanti.
Penulisan dan penyusunan skripsi ini merupakan syarat akademis dalam menyelesaikan Studi Strata 1 untuk mencapai gelar sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Melalui skripsi ini peneliti banyak belajar sekaligus memperoleh pengalaman-pengalaman baru secara langsung, yang belum pernah diperoleh sebelumnya dan diharapkan pengalaman tersebut dapat bermanfaat dimasa yang akan datang.
Dalam kesempatan ini, perkenankanlah peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam penelitian maupun dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini peneliti sampaikan kepada:
1. Ketua Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini, yaitu Siti Khadijah, MA.
Peneliti mengucapkan banyak terima kasih atas ilmu dan motivasi yang telah diberikan selama ini.
2. Sekretaris Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini, yaitu Miratul Hayati, M.
Pd. Peneliti mengucapkan banyak terima kasih atas ilmu dan bimbingannya selama masa perkuliahan ini dan motivasi serta arahan yang telah diberikan.
viii
3. Nuraida, M. Si selaku dosen penasehat akademik (PA). Peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen penasehat akademik yang telah bersedia untuk meluangkan seluruh waktunya untuk berbagi ilmu, nasihat yang tulus, semangat, dan motivasi kepada peneliti.
4. Yubaedi Siron, M. Pd dan Mas Roro Diah Wahyu Lestari, M. Pd selaku dosen pembimbing. Peneliti mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada dosen pembimbing yang sangat baik dan bersedia meluangkan waktu, pikiran, tenaga, arahan, motivasi, dan bimbingan untuk membimbing kami dalam proses penyususunan skripsi ini dengan penuh kesabaran.
5. Kepada seluruh staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya bapak dan ibu dosen yang mengajar di Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini.
Peneliti mengucapkan banyak terima kasih atas ilmu dan motivasi yang telah diberikan kepada peneliti.
6. Dengan segala kerendahan hati ucapan terima kasih ini saya persembahkan kepada keluarga besar Jumiran, teristimewa kepada kedua orang tua: Ayahanda tercinta Jumiran dan Ibunda tercinta Ini Saini yang telah memberikan doa, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat yang sudah mendukung secara moril maupun materil. I Love You All.
7. Tersayang kepada engkong Boid dan nyai Disah teristimewa ucapan terima kasih yang selalu memberikan semangat, bimbingan, dan yang selalu mendoakan cucunya untuk segera memakai toga.
8. Teristimewa juga ucapan terima kasih ini peneliti persembahkan untuk kakak- kakak tercinta yaitu Richa Nur Aulia, Zakaria Dwi Sadewo, May Rizki Fauzi, dan Nur Widayanti yang telah memberikan perhatian, dukungan, dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Ucapan terima kasih yang sangat teristimewa untuk adik tercinta yaitu M. Ridho Zorevio dan M. Bazil yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan terima kasih selalu mengingatkan kakakmu ini dalam segala hal.
10. Teman-teman serta sahabat mahasiswi kelas A dan B Pendidikan Islam Anak Usia Dini angkatan 2015, peneliti mengucapkan banyak terima kasih yang tak
ix
terhingga atas bimbingan, motivasi, tenaga, waktu, arahan, dan semangat yang telah diberikan kepada peneliti.
11. Terima kasih kepada seluruh narasumber yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta informasi didalam penulisan skripsi ini.
12. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga amal yang telah diperbuat akan menjadi amal yang saleh, dan mampu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Peneliti menyadari bahwa pengetahuan yang dimiliki masih kurang, sehingga skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati peneliti mengharap kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna perbaikan dan penyempurnaan pada punulisan berikutnya. Akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi peneliti sendiri, Amin Ya Rabbal Alamin.
Wa’alaikumsalam Wr. Wb.
Jakarta, 12 Agustus 2019 Peneliti,
Zaky Nurlaely
NIM : 11150184000033
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN PERNYATAAN iii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 5
C. Pembatasan Masalah 5
D. Rumusan Masalah 6
E. Tujuan Peneltian 6
F. Manfaat Penelitian 6
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritik 8
1. Metakognisi 8
a. Pengertian Metakognisi 8
b. Komponen Metakognisi 9
c. Keterampilan Metakognisi 11
xi
d. Perkembangan Metakognisi 13
e. Metakognisi dan Kinerja Sekolah 15 f. Implementasi Metakognisi Dalam Pembelajaran RA 16 g. Pemanfaatan Media Permainan Dalam Meningkatkan
Metakognitif Anak Usia Dini 18
h. Kemampuan Belajar 20
i. Hasil Belajar 22
2. Motivasi Orang Tua 23
a. Pengertian Motivasi Orang Tua 23
b. Teori Motivasi 25
c. Fungsi Motivasi 27
B. Hasil Penelitian yang Relevan 28
C. Kerangka Berpikir 29
D. Hipotesis Penelitian 30
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 31
1. Tempat Penelitian 31
2. Waktu Penelitian 31
B. Metode Penelitian 32
1. Metode Penelitian 32
2. Variabel Penelitian 33
C. Populasi dan Sampel 33
1. Populasi 33
2. Sampel 34
D. Teknik Pengumpulan Data 34
1. Variabel Kemampuan Metakognisi 35
a. Definisi Konseptual 35
b. Definisi Operasional 35
c. Uji Validitas 37
d. Uji Reliabilitas 39
xii
2. Variabel Motivasi Orang Tua 40
a. Definisi Konseptual 40
b. Definisi Operasional 41
c. Uji Validitas 43
d. Uji Reliabilitas 45
E. Teknik Analisis Data 46
F. Hipotesis Statistik 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data 50
B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis 52
1. Uji Normalitas 52
2. Uji Linearitas 53
3. Uji Hipotesis 54
C. Pembahasan Hasil Penelitian 58
D. Keterbatasan Penelitian 61
BAB V PENUTUP
A. Simpulan 62
B. Implikasi 62
C. Saran 63
DAFTAR PUSTAKA 64
LAMPIRAN 68
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Teori Kebutuhan 26
Tabel 3.1 Rincian Kegiatan Penelitian 31
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Variabel Kemampuan Metakognisi 36 Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Variabel Kemampuan Metakognisi 38 Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kemampuan Metakognisi 40 Tabel 3.5 Kisi-Kisi Variabel Motivasi Orang Tua 41 Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Variabel Motivasi Orang Tua 43 Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Motivasi Orang Tua 45 Tabel 3.8 Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi 48
Tabel 4.1 Tabel Jumlah Distribusi Angket 50
Tabel 4.2 Hasil Uji Statistik Deskriptif 51
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas 52
Tabel 4.4 Hasil Uji Linearitas 53
Tabel 4.5 Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi 55
Tabel 4.6 Rumus Ho dan Ha 55
Tabel 4.7 Hasil Uji Korelasi 56
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Gambaran Kerangka Berpikir ... 30 Gambar 3.1. Konstelasi Penelitian Hubungan Motivasi Orang Tua Terhadap
Kemampuan Metakognisi Anak 33
xv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Surat Izin Permohonan Penelitian LAMPIRAN 2 Surat Bukti Telah Melakukan Penelitian LAMPIRAN 3 Surat Keterangan Validasi Instrumen
LAMPIRAN 4 Kisi-Kisi Instrumen, Lembar Observasi dan Rubrik Kemampuan Metakognisi Anak
LAMPIRAN 5 Kisi-Kisi Instrumen dan Lembar Observasi Motivasi Orang Tua LAMPIRAN 6 Hasil Uji Validitas Kemampuan Metakognisi Anak
LAMPIRAN 7 Hasil Uji Validitas Motivasi Orang Tua LAMPIRAN 8 Tabel r Product Moment
LAMPIRAN 9 Tabel Distribusi F
LAMPIRAN 10 Hasil Rekapitulasi Data Penelitian Kemampuan Metakognisi Anak LAMPIRAN 11 Hasil Rekapitulasi Data Penelitian Motivasi Orang Tua
LAMPIRAN 12 Uji Referensi
1
Orang tua dan guru memiliki peran penting untuk mengembangkan kemampuan metakognisi pada anak usia dini agar anak dapat berfikir kritis, menerapkan suatu motivasi untuk menjadi sadar, rasa ingin tahu, bertanggung jawab, percaya diri dan dapat memecahkan suatu masalah. Lev Vygotsky, salah satu tokoh psikologi pendidikan, mengatakan dalam kegiatan belajar mengajar anak-anak seharusnya tidak diberikan solusi secara langsung, tetapi diarahkan untuk mengeluarkan ekspresi logika dan pendapat dalam menghadapi suatu masalah.1 Oleh, karena itu mengembangkan kemampuan metakognisi berperan penting dalam keberhasilan belajar anak-anak untuk membangun pondasi belajar secara akif.
Metakognisi sering dikaitkan dengan John Flavell yang telah mengeksplorasi tentang metakognisi dalam konteks perkembangan kognitif.
idenya adalah bahwa beberapa keadaan kognitif dan proses sekitar keadaan kognitif lainnya.2 Menurut Kuhn metakognisi adalah kesadaran yang dimiliki seseorang dengan manajemen dari proses produk kognitif atau secara sederhana disebut sebagai “berpikir mengenai berpikir”.3 Definisi dari metakognisi jika disimpulkan adalah pengetahuan cara berfikir seseorang tentang proses berfikirnya dan manajemen dari proses berfikirnya yang terjadi pada diri sendiri.
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan ada disalah satu TK Kelurahan Bintaro, terdapat beberapa anak belum mampu mengembangkan
1Yusrin Ahmad Tosepu, Pentingnya Metakognitif, 2018, h. 2, (www.eurekapendidikan.com).
2 R. Reed Hunt, dan Henry C. Ellis, Fundamentals Of Cognitive Psychology, (New York:
McGraw-Hill Higher Education, 2004), pp. 233-234.
3Heru Astikasari Setya Murti, Metakognitif dan Theory Of Mind, Jurnal Psikologi Pitutur, Vol. 1, 2011, h. 53.
metakognisi sesuai harapan, seperti masih terdapat anak-anak ketika bermain balok ia menangis karna tidak mampu menyusunnya dengan baik dan langsung menyerah tanpa berusaha terlebih dahulu. Pada saat pengobservasian dihari berikutnya, ternyata beberapa anak di sekolah tersebut ketika proses belajar suka masih mengeluh kepada gurunya kalo ia tidak mampu mengerjakannya dan langsung menyerah tanpa mecobanya. Guru di kelas pun langsung memberi pengertian dan motivasi kepada anak tersebut agar mencoba dan mengerjakan tugasnya sendiri terlebih dahulu.
Mengangkat dari kisah Nenek Fatimah yang sempat gempar karna dituntut oleh anak dan menantunya 1Miliar dengan keadaan nenek fatimah yang buta huruf dan tidak mengerti akan hukum yang menimpa pada dirinya. Berawal dari warisan suami nenek fatimah berupa tanah dengan luas 3.600 m2, yang dijual dan dibagikan keempat anaknya. Sisa penjualan tanah tersebut digunakan untuk membayar tanah dengan luas 397 meter, untuk dijadikan rumah. Jelas kisah nenek Fatimah yang di tuntut oleh anak dan menantunya sangat memprihatinkan. Sejatinya seorang anak harus berbakti dan memberikan yang terbaik kepada orang tua, bukan sebaliknya menuntut ibu kandung karna permasalahan harta yang sementara. Dari kisah tersebut dapat kita lihat bahwa anak dan menantu nenek fatimah belum memiliki metakognisi yang baik dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Tanpa metakognisi, orang yang kognisinya kuat jadi terlihat bodoh.4
Susi Pudjiastuti, mentri kelautan dan perikanan. Pada usia muda Susi Pudjiastuti perempuan yang sangat hebat dan mandiri dengan menjual ikan dan dilelang di Jakarta. Dari semua usaha perikanannya Susi Pudjiastuti banyak belajar dan mengerti penderitaan para nelayan. Semua pengalaman Susi Pudjiastuti kita banyak belajar mengenai kehidupan bahwa kognitif tidak hanya dibangun dari bangku sekolah saja tetapi kita bisa dapatkan dari luar sekolah.5
4Andri Donnal Putera, Metakognisi Nenek Fatimah, 2014, h. 1, (www.kompas.com).
5Sabrina Asril, Mooryati Soedibyo, Dian Sastro, dan Metakognisi Susi Pudjiastuti, 2014, h. 3, (www.kompas.com).
Kisah Pudjiastuti sangatlah bertolak belakang dengan kisah nenek fatimah.
Pudjiastuti adalah seorang mentri kelautan dan perikanan, ia mempunyai rasa percaya diri dalam menggapai kesuksesan, berawal dari menjual dan melelang ikan di daerah jakarta, memerhatikan dan memahami keluh kesah para nelayan, sehingga Puji Astuti mampu meraih kesuksesan menjadi seorang Menteri dari buah hasil kerja kerasnya. Dapat kita ambil pelajaran dari kisah Pudjiastuti bahwa kognitif seseorang tidak hanya dapat dibangun melalui bangku sekolah saja tetapi seorang dapat membangun kognitif tersebut di luar sekolah atau pengalaman hidup.
Menurut Rhenald, selama ini banyak orang ahli tentang kognisi, tetapi tidak memiliki metakognisi. Jadi, banyak orang yang mempunyai kecerdasan, tetapi tidak memiliki kecerdasan untuk menggunakannya yang menyebabkan seseorang mudah marah, arogan, meremehkan orang lain, dan tidak punya kemampuan berhubungan dengan orang lain.6 Data-data diatas merupakan permasalahan yang terjadi karena perekembangan metakognisi tidak berkembang dengan baik.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi metakognisi yang Pertama, ada proses pembelajaran yang kompleks dimana seorang pendidik memilih dan menggunakan proses pembelajaran yang efektif dalam perkembangan psikologi serta pengalaman anak. Kedua, dengan tujuan proses pembelajaran pada dasarnya pendidik memberikan pemahaman yang mendalam sehingga anak dapat mengimplementasikan informasi atau pengetahuan yang telah diberikan pendidikan untuk jangka pendek dan jangka panjang. Ketiga, berpikir tentang berpikir, kemampuan cara berpikir seseorang tentang proses berpikirnya sehingga seseorang dapat berpikir secara kritis. Keempat, konteks pembelajaran, yaitu pembelajaran yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang didalamnya terdapat budaya atau kelompok yang dapat mempengaruhi
6Estu Suryowati, Tiga Kata dari Rhenald Kasali untuk Susi Pudjiastuti, 2014, (www.kompas.com).
banyak unsur dalam pembelajaran diantaranya motivasi dan orientasi terhadap pembelajaran, serta cara berpikir.7
Hakim mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu dorongan yang dimiliki seseorang untuk melakukan suatu kegiatan, untuk mencapai tujuan yang diinginkan.8 Sedangkan Menurut Puji, orang tua merupakan seseorang yang pertama dipandang oleh anak-anaknya sebagai seseorang yang mengetahui dalam segala hal dan pendidik pertama yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anaknya.9 Definisi dari motivasi dan orang tua jika disimpulkan adalah perubahan energi yang didalam diri anak untuk melakukan suatu kegiatan yang diberikan energi positif dari orang tua guna memberikan pendidikan kepada anak.
Orang tua juga perlu menanamkan rasa kecintaan terhadap ilmu pengetahuan kepada anak-anaknya, sehingga anak tertarik untuk belajar dengan lebih tekun. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fita Nafidah Nafiana diketahui bahwa peran keluarga terutama orang tua memiliki peran penting untuk memotivasi anak dalam megembangkan pola pikir dan perkembangan kognitif yang dimiliki oleh anak. Motivasi orang tua dapat memberikan penguat berupa pujian pada saat anak melakukan sesuatu.10
Livingston berpendapat bahwa metakognisi seseorang memegang salah satu peranan yang kritis untuk mencapai pembelajaran agar sesuai dan berhasil.11 Penelitian yang dilakukan oleh Srini M. Iskandar berpendapat bahwa metakognitif memiliki peranan yang sangat penting untuk mengatur dan
7Center For Development & Learning, Learner Centered Psychological Principles, 2003, h. 2, (www.center for development & learning.com).
8Siti Suprihatin, “Upaya Guru Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa”, Jurnal Pendidikan Ekonomi UM Metro, Vol. 3, 2015, h. 74.
9Nina Siti Salmaniah Siregar, “Persepsi Orang Tua Terhadap Pentingnya Pendidikan Bagi Anak”, Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, 2013, h. 14.
10 Fita Nafidah Nafiana, Motvasi Orang Tua Berhubungan Dengan Kemampuan Kognitif Anak Kelompk B di Ba Aisyiyah IV Sidokerto Sragen. Motivation of parents, child's cognitiveability. 2017.
11 Vertika Panggayuh, “Pengaruh Kemampuan Metakognitif Terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa Pada Mata Kuliah Pemrograman Dasar”, Jurnal Ilmiah Penelitian dan Pembelajaran Informatika, Vol. 02, 2017, h. 24.
mengontrol proses kognitif dalam diri seseorang pada saat berpikir dan belajar untuk lebih efektif dan efisien.12 Kegiatan metakognitif sangat penting dikarenakan dapat melatih anak untuk lebih kritis dengan segala aktivitas berpikir yang telah dilakukan.
Sehubungan dengan latar belakang diatas peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Motivasi Orang Tua Terhadap Kemampuan Metakognisi Anak Usia 5-6 Tahun di Kelurahan Bintaro Tahun 2020.”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, identifikasi masalah yang muncul adalah sebagai berikut:
1. Rendahnya pengetahuan anak tentang kemampuan metakognisi, sehingga anak kurang memahami apa yang sedang mereka lakukan dan tidak tahu yang baik dan mana yang buruk.
2. Masih rendahnya pemahaman orang tua dan guru dalam mengembangkan kemampuan metakognisi anak.
3. Belum sepenuhnya motivasi orang tua terhadap kemampuan metakognisi anak usia dini.
4. Masih banyak para orang tua yang belum menyadari pentingnya kemampuan metakognisi.
5. Sebagian orang tua yang kurang memperhatikan anak-anaknya dan dapat mempengaruhi kemampuan metakognisi anak usia dini.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka tidak semua yang sudah diidentifikasikan oleh peneliti dijadikan bahan kajian, agar penelitian ini lebih mendalam peneliti hanya membatasi penelitiannya tentang
12 Srini M. Iskandar, “Pendekatan Keterampilan Metakognitif Dalam Pembelajaran Sains Di Kelas”, Jurnal Erudio, Vol. 02, 2014, h. 14.
hubungan antara motivasi orang tua terhadap kemampuan metakognisi anak usia 5-6 tahun di TK Kelurahan Bintaro.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dan identifikasi masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
“Apakah terdapat Hubungan Antara Motivasi Orang Tua Terhadap Kemampuan Metakognisi Anak Usia 5-6 Tahun di Kelurahan Bintaro Tahun 2020?”.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara motivasi orang tua terhadap kemampuan metakognisi anak usia 5-6 tahun di Kelurahan Bintaro tahun 2020.
F. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
a. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan judul peneliti, yaitu hubungan antara motivasi orang tua terhadap kemampuan metakognisi anak usia dini.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan digunakan untuk pedoman atau sebuah refrensi untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.
2. SecaraPraktis a. Bagi siswa
Hasil penelitian ini di harapklan memiliki banyak manfaat khususnya bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan metakognisi anak.
b. Bagi guru
Hasil penelitian ini guru diharapkan dapat memahami dan mengetahui tentang kemampuan metakognisi anak, agar dalam proses belajar
mengajar memilik dampak positif bagi anak dan memiliki pengaruh yang baik dengan meningkatkan kemampuan yang dimiliki oleh seorang anak.
c. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini sekolah diharapkan dapat mengetahui kemampuan metakognisi anak dan dapat menerapkan proses pembelajaran dengan kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan metakognisi anak.
8
1. Kemampuan Metakognisi a. Pengertian Metakognisi
Metakognisi secara etimologis dalam bahasa inggris dinyatakan dengan istilah metacognition yang berasal dari rangkaian dua kata, yaitu meta dan cognition (kognisi). Istilah kata “meta” berasal dari bahasa yunani, sedangkan dalam bahasa inggris diterjemahkan dengan kata after, beyond, with, adjacent, yang merupakan suatu yang digunakam untuk menunjukkan pada suatu abstraksi dari suatu konsep. Sedangkan cognition berasal dari bahasa latin, yaitu cognoscere yang memiliki arti mengetahui dan mengenal.13
Secara historis, istilah metakognisi pertama kali diperkenalkan oeh John Flavell pada tahun 1976. Metakognisi secara sederhana mengartikan sebagai knowing about knowing, pengetahuan tentang pengetahuan, atau berpikir tentang berpikir.
McDeviit, Ormrod, dan Bouffard, dkk mengatakan bahwa metakognisi itu mengacu pada pengetahuan seseorang tentang proses kognitifnya untuk meningkatkan pembelajaran, memori, dan dapat menerapkan pengetahuan dilingkungannya.
Margaret W. Matlin mengungkapkan metakognisi merupakan pengetahuan dan kesadaran seseorang tentang proses kognitif atau pemikiran kita sendiri tentang berpikir. Metakognisi itu sangat penting
13Fikroturrofiah, Pendapat Ahli Tentang Pengertian Metakognisi, 2015, (www.eurekapendidikan.com)
karena pengetahuan seseorang tentang proses kognitifnya dapat meningkatkan kinerja kognitif dimasa depan.14
Dari beberapa pendapat para ahli diatas, metakognisi memiliki arti yang sangat penting, karena pengetahuan kita tentang kognitif dapat memandu kita menata suasana dan menyeleksi strategi kognitif.
metakognisi adalah pengetahuan dan kesadaran yang dimiliki seseorang tentang proses kognitif untuk meningkatkan pembelajaran, memori, dan kinerja kognitif.
b. Komponen Metakognisi
John Flavell mengemukakan bahwa metakognisi meliputi dua komponen, yaitu:
1.) Pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge).
2.) Pengalaman atau regulasi metakognitif (metacognitive experiences or regulation).
Flavell mengemukakan bahwa pengetahuan metakognisi yang dimiliki seseorang sebagai pengetahuan secara umum tentang pemahaman memproses suatu informasi. Sedangkan, Anderson dan Krathwohl mengatakan pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang proses berpikir seseorang secara umum, dengan kesadaran diri dan pengetahuan tentang proses berpikir atau pemahaman yang dimiliki seseorang.15
Menurut John Flavell, pengetahuan metakognitif secara umum dapat dibedakan menjadi 3 variabel, yaitu:
a.) Variabel Individu: Pengetahuan seseorang tentang diri sendiri atau orang lain yang mengandung wawasan, bahwa manusia memiliki keterbatasan untuk menerima sebuah informasi.
14 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 2016), h. 132.
15Ummu Sholihah, “Membangun Metakonisi Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika”, Jurnal Ta’Allum, Vol. 04, 2016, h. 91.
Seperti, saya lebih mengerti dan memahami mata pelajaran tata boga dibandingkan mata pelajaran kesenian atau pengetahuan seseorang tentang perbedaan kemampuan.
b.) Variabel Tugas: Mencakup pengetahuan seseorang tentang tugas-tugas, yang mengandung wawasan. Beberapa kondisi sering membuat kita terasa sulit atau lebih mudah dalam menyelesaikan sebuah tugas. Misalnya, seseorang yang sering meluangkan untuk menyelesaikan tugas, pasti akan semakin baik untuk mengerjakannya.
c.) Variable Strategi: Pengetahuan seseorang tentang bagaimana melakukan sesuatu atau mengatasi kesulitan, yang mengandung wawasan. Misalnya, seseorang yang ingin mengetahui apakah suatu buku cocok untuk menyelasaikan tugas kuliahnya, maka pengetahuan strategi akan mengarahkannya untuk membaca daftar isi, dibandingkan membaca buku secara detail.16
Brown dan flavell mengemukakan tentang pengalaman metakognisi yang menggunakan strategi-strategi metakognitif.
Strategi metakognitif adalah proses secara teratur dan berurutan yang digunakan seseorang untuk mengontrol proses berpikirnya dan memastikan bahwa tujuan kognitifnya dapat tercapai sesuai yang diharapkan. Pengalaman metakognisi sangat berpengaruh terhadap proses kognitif dalam situasi yang sedang berlangsung dan menuntut pemikiran yang membutuhkan kesadaran seseorang.17 Veenman mengatakan pengalaman metakognitif merupakan pengalaman kognitif seseorang dengan pertimbangan yang dilakukan secara sadar pengalaman intelektual menyertai kegagalan dan keberhasilan dari setiap pengalaman kognitif.18
16Desmita, op. cit., h. 134
17Sholihah. loc. cit.
18Esi Febrina & Mukhidin, “Metakognitif Sebagai Keterampilan Berfikir Tingkat Tinggi Pada Pembelajaran Abad 21”, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 6, 2019, h. 28.
Model metakognisi dicirikan dengan berisi tiga elemen hubungan timbal balik, yang telah dikembangkan oleh Brown:
1.) Pengalaman metakognisi: kesadaran seseorang untuk memonitor pemprosesan mental pada dirinya, misalnya ketika seseorang membaca sampai larut malam dan tiba-tiba mata kita menyadari telah melewati halaman tertentu dan kita tidak memahami isi materinya.
2.) Pengetahuan metakognisi: pengetahuan seseorang yang menangani tugas secara bertahap terakumulasi, sebagai konsekuensi dari pengalaman metakognisi tentang proses mental, tugas, dan strategi. Misalnya, pada saat kita mengenal seseorang untuk meminta menggambar peta akan berguna saat mereka memberikan arah pada peta kita.
3.) Pengendalian metakognisi: penyebaran strategi mental yang berkaitan dengan tugas dan telah dikembangkan dan digunakan secara bertahap (misalnya, kita atau orang lain memutuskan bagaimana cara melakukan perhitungan mental), yang didasari dengan pengawasan online kita terhadap kemajuan tugas dan berdasar pada pengetahuan metakognisi).19
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pengalaman metakognitsi merupakan pengalaman kognitif seseorang dengan pertimbangan dan mengontrol proses berpikirnya yang dilakukan secara berurutan, dengan memastikan tujuan kognitifnya dapat tercapai.
c. Keterampilan Metakognisi
Flavell mengatakan keterampilan metakognitif adalah kesadaran kognitif seseorang dengan pengalaman yang dilakukan dan diiringi
19 Pat Broadhead, Justinen Howard, dan Elizabeth Wood, Bermain dan Belajar Pada Usia Dini, (Jakarta Barat: Indeks, 2017), h. 224.
usaha secara intelektual, dengan disebut sebagai kesadaran tentang kemampuan kognitif seseorang.20 Sedangkan Slavin menjelaskan metakognisi merupakan pengetahuan mengenai pembelajaran diri sendiri dan pengetahuan seseorang mengenai cara belajar, sedangkan keterampilan metakognisi adalah cara atau metode seseorang untuk belajar, dengan memahami, menelaah, dan menyelesaikan tugas yang dimiliki.21
Menurut Woolfolk komponen keterampilan metakognisi ada 3 (tiga), yaitu:
1.) Perencanaan: keputusan yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan sebuah masalah, dengan strategi yang akan digunakan, bagaimana cara untuk menyelesaikan, sumber apa yang harus digunakan, bagaimana untuk memulainya, dan pilihan mana yang harus diikuti atau tidak dilaksanakan lebih dulu.
2.) Memonitor: kesadaran seseorang yang selalu melihat proses berpikirnya dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan pada diri sendiri untuk menyelesaikan suatu tugas. Misalnya, bagaimana cara saya untuk mengerjakannya, apakah saya memahami masalah secara keseluruhan, dan apakah saya sudah mempelajarinya dan apakah saya menyelesaikan terlalu cepat.
3.) Proses Evaluasi : seseorang dalam mengambil keputusan tentang proses yang telah dihasilkan dan didasari oleh hasil pemikiran dan pembelajaran. Seperti, apakah saya dapat mengubah strategi saat
20Siti Aisyah dan Syaiful Ridlo, “Pengaruh Strategi Pembelajaran Jigsaw dan Problem Based Learning Terhadap Skor Keterampilan Metakognitif Siswa Pada Mata Pelajaran Biologi”, Unnes Journal Of Biology Education, 2015, h. 23.
21Muhammad Danial, “Pengaruh Srategi PBL Terhadap Keterampilan Metakognisi dan Respon Mahasiswa”, Jurnal Chemica, Vol. II, 2010, h. 3.
mengerjakan tugas?, dan apakah saya membutuhkan bantuan seseorang atau saya menyerah?.22
Berdasarkan penjelasan diatas mengenai keterampilan metakognisi, maka peneliti menyimpulkan bahwa keterampilan metakognisi merupakan kesadaran kognitif seseorang mengenai metode atau cara seseorang untuk belajar dengan diiringi usaha secara intelektual dengan menelaah, dan menyelesaikan tugas yang dimiliki. keterampilan metakognisi ini meliputi perencanaan, memonitor, dan proses evaluasi.
d. Perkembangan Metakognisi
Kamampuan metakognisi anak, beberapa peneliti lebih tertarik untuk mempelajarinya dan apakah seseorang anak kecil mampu memahami pikiran diri sendiri dan orang lain. Penelitian yang telah dilakukan oleh John Flavell menunjukan bahwa anak yang masih kecil menyadari adanya pikiran terkait peristiwa secara akurat atau tidak akurat dengan emosi yang dialami. Anak diusia 3 (tiga) tahun mampu memahami bahwa pikiran adalah peristiwa menyenangkan, yang merujuk pada peristiwa nyata atau khayalan, dan sesuatu yang unik bagi manusia.23 Kretuzer, Leonard, dan Flavell mengatakan bahwa kemampuan memori pada anak prasekolah memiliki opini yang optimis.
Contohnya, anak-anak prasekolah sangat yakin dan mampu mengingat sepuluh jenis barang yang ada dalam suatu daftar, dan ketika di uji tidak ada seorangpun mampu membuktikannya.24
Hala, chandler, dan fritz telah meneliti perkembangan metakognisi anak dan menemukan bahwa anak yang masih kecil di usia 2 atau 2,5 tahun telah mengetahui cara untuk menyembunyikan sebuah objek dari
22Nurdiah, “Analisis Kesulitan Memahami Konsep Matematis Ditinjau Dari Kemampuan Metakognisi Siswa”, Skripsi pada Sarjana Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2017, h. 47-48, tidak dipublikasikan.
23 Desmita, op. cit., h. 135.
24 John W. Santrock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 305.
orang lain harus menggunakan taktik penipuan. Misalnya: anak kecil yang berbohong dan menghilangkan jejaknya. Wellman dan Gelman menunjukkan bahwa pemahaman anak, tentang pikiran manusia tumbuh secara ekstensif sejak pertama tahun-tahun kehidupannya. Kemudian pada usia 3 tahun anak menunjukan suatu pemahaman bahwa kepercayaan dan keinginan seseorang berkaitan dengan tindakan- tindakan orang tersebut.
Empat tipe pemahaman menurut wellman yang menjadi dasar bagi pikiran teoritis mereka dan menunjukkan kemajuan pikiran pada anak usia 3 tahun:
1.) Memahami bahwa pikiran terpisah dari objek-objek lain.
2.) Memahami bahwa pikiran menghasilkan keinginan dan kepercayaan.
3.) Memahami tentang bagaimana tipe-tipe keadaan mental yang berbeda-beda saling berhubungan.
4.) Memahami bahwa pikiran digunakan untuk menggambarkan realitas eksternal.25
Lyon dan Flavell juga menunjukkan bahwa pada usia 5 atau 6 tahun anak dapat mengingat sebuah tulisan dengan melihat daftar yang pendek dibandingkan dengan daftar yang panjang.26 Sedangkan Kretuzer, Leonard, dan Flavell mengatakan pada usia 5 hingga 6 tahun anak-anak tahu bahwa benda asing lebih sulit dipelajari dari pada yang kita kenal atau akrab. Mereka tidak mengerti bahwa hal-hal terkait lebih mudah diingat dari pada hal-hal yang tidak terkait dan bahwa mengingat inti cerita lebih mudah dari pada mengingat informasi kata demi kata.27
25 Desmita, op. cit., h. 136.
26 Santrock, loc. cit.
27 John W. Santrock, Children, (New York: McGraw Hill, 2004), p. 426.
Dengan demikian dapat kita pahami bahwa kesadaran metakognitif telah berkembang jauh sebelum anak masuk sekolah dan ketika anak- anak disekolah melalui interaksi kesadaran metakognitif anak akan terus berkembang hingga remaja sampai dewasa. Pengetahuan metakognitif sangat menguntungkan pembelajaran disekolah dan apabila peserta didik kurang menguasai pengetahuan metakognitif guru dapat mengajarinya, Orang tua dan guru serta orang disekitar harus bekerja sama untuk memperhatikan perkembangan metakognisi anak, agar anak berkembang dengan baik.
e. Metakognisi dan Kinerja Sekolah
Baker mengatakan metakognisi dan kinerja sekolah merupakan salah satu alasan mengapa banyak peneliti bekerja dalam metakognisi, karena para peneliti berfikir metakognisi memiliki aplikasi yang penting untuk masalah pendidikan. Misalnya, membaca. Pembaca yang buruk telah terbukti memiliki kekurangan metakognitif dalam berbagai aspek membaca. Brown dan Paris menjelaskan bahwa anak yang kurang memiliki keterampilan metognitif diperlukan untuk pembelajaran yang efektif. Beberapa peneliti telah memulai program disekolah untuk melatih anak-anak dalam keterampilan metakognitif yang terlibat dalam pemahaman bacaan yang efektif.28
Studi tentang Callaghan dan madeleine dikutip dari National Institute of Child Kesehatan dan Pembangunan Manusia, bahwa lingkungan yang kaya bahasa dapat membantu anak prasekolah menemukan kosa kata yang baik dan baru. Dari hasil berbagai aspek penelitian mengenai metakognisi dan penguasaan kosakata pada pemahaman bacaan, penelitian ini telah dilakukan peneliti pada 3 siswa di Limpung Batang Kabupaten, Jawa Tengah, dan 154 siswa terlibat
28 E. Mavis Hetherington, Ross D. Parki, Child Psychology, (Singapore: McGrawHill, 1986), p. 415.
dalam sampel penelitian, dalam penelitian yang telah dilakukan dan telah diuji kebenarannya, mengemukakan dalam berbagai aspek yaitu:
1) Terdapat efek atau dampak positif pada metakognisi siswa terhadap penguasaan kosakata siswa, 2)Terdapat efek atau dampak positif pada metakognisi siswa terhadap pemahaman bacaan siswa.
Penelitian ini juga didukung oleh para ahli diantaranya, MC Laughlin dan de Voogd mengemukakan bahwaa kegiatan membaca adalah proses berfikir yang membutuhkan strategi berfikir dalam memahami teks bacaan atau kosakata baru didalam teks bacaan.
Santrock dalam pebelajjaran bahasa, mengemukakan bahwa pembelajaran harus melalui bacaan dan pemahaman teks sehingga anak dapat menemukan kosakata baru atau kosa kata asing.29
f. Implementasi Metakognisi Dalam Pembelajaran RA
Guru merupakan seseorang yang sangat penting dalam mendidik anak-anak selain dari orang tua mereka, karena guru memiliki tanggung jawab sebagai perancang kegiatan belajar dan pembelajaran di sekolah untuk mengembangkan metakognisi anak. Guru memiliki 2 (dua) startegi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan metakognisi anak, yaitu :
1.) Guru dapat membantu anak-anak dalam mengembangkan strategi belajar dengan cara sebagai berikut :
a.) Membimbing anak-anak untuk mengembangkan kebiasaan untuk bertanya. Contohnya, pada saat kegiatan belajar (mendongeng) guru dapat membuka sesi pertanyaan tentang cerita mendongeng.
b.) Guru dapat mencontohkan atau menunjukkan kepada anak-anak bagaimana teknik menyampaikan atau mentransfer pengetahuan
29Yubaedi Siron, Nurjannah, Dampak Metakognisi Dan Penguasaan Kosakata Tentang Pemahaman Membaca Pada Siswa SD: Analisis Jalur.
kepada orang lain. Contohnya, guru dapat mengarahkan anak untuk tampil didepan teman-temannya untuk menyampaikan pengetahuan pembelajaran yang dia pahami.
c.) Pada saat belajar guru dapat mendorong anak-anak untuk memonitor proses belajar dan proses berpikirnya. Contohnya, guru dapat membiasakan anak-anak untuk mengamati suatu gambar dan memantau proses berpikirnya dengan cara anak mampu mengetahui sesuatu yang salah dan benar pada gambar tersebut.
2.) Guru dapat membimbing anak-anak dalam mengembangkan kebiasaan yang baik atau positif melalui :
a.) Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri
Anak dapat meningkatkan dan memonitor kemampuan belajar dengan cara memecahkan suatu masalah sederhana, mengelola waktu, membaca, mendengarkan, dan menulis. Pada saat kegiatan belajar anak-anak dapat memanfaatkan lingkungan belajar secara variatif, contohnya di kelas dengan ceramah, belajar kelompok, diskusi, dan kegiatan praktik.
b.) Mengembangkan kebiasaan untuk berpikir positif
Guru dapat mengembangkan berpikir positif kepada anak-anak dengan cara meningkatkan rasa percaya diri anak dan harga diri anak.
Pada dasarnya metakognisi merupakan kemampuan belajar yang dimiliki anak, aktivitas belajar yang dilakukan oleh anak di sekolah yang seharusnya didalam pembelajaran ada yang harus dipertimbangkan dan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran, sebagai berikut :
1) Guru dapat membiasakan anak untuk memimpin dan berperan dalam diskusi bersama memecahkan suatu masalah sederhana.
2) Guru dapat belajar bersama dengan guru lainnya untuk mengambil dan memanfaatkan pengalaman orang tersebut yang telah berhasil dalam pembelajaran dalam bidang tertentu.
3) Rencana kegiatan belajar dapat dikembangkan menjadi kreatif.
4) Guru dapat memanfaatkan teknologi modern untuk sumber belajar anak-anak.
5) Guru dapat memahami faktor-faktor pendukung keberhasilan belajar dan guru dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan tentang kegiatan belajar di sekolah.30
g. Pemanfaatan Media Permainan Dalam Meningkatkan Metakognitif Anak Usia Dini
Dunia bermain merupakan kegiatan yang paling tepat untuk mengembangkan metakognitif pada anak usia dini. Pada masa golden age (masa emas) semua aspek perkembangan anak usia dini berkembang sangat cepat diantaranya aspek kognitif, bahasa, sosial emosional, nilai agama dan moral, fisik-motorik dan seni.
Mengembangkan kemampuan metakognitif dapat dilakukan oleh anak melalui media pembelajaran dan berbagai macam kegiatan di sekolah, diantaranya :
1.) Kegiatan Awal
Pada saat kegiatan awal atau pembukaan anak-anak dapat mengembangkan metakognitif melalui kegiatan apresiasi, ketika guru sedang menjelaskan tema pembelajaran dan guru memberikan beberapa pertanyaan kepada anak-anak yang dapat mengembangkan metakognitif anak. Contohnya, ketika guru sedang menjelaskan cerita tentang tumbuhan dan guru bertanya siapa yang bisa menyebutkan macam-macam tumbuhan.
30Fu’ad arif noor, “Metakognisi Dalam Pembelajaran RA”, Jurnal Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, Vol. 1, 2016, h. 17.
2.) Kegiatan Inti
Kegiatan ini dapat dilakukan ketika bermain untuk mengembangkan metakognitif anak, misalnya ketika anak sedang bermain balok anak-anak dapat berpikir mengenai konsep bangunan.
3.) Kegiatan Akhir
Anak-anak dapat mengembangkan metakognitif pada waktu recalling dan guru menanyakan kepada anak-anak megenai materi pembelajaran hari ini dan menanyakan perasaan mereka hari ini setelah belajar.
Kegaiatan inti yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengembangkan metakognitif anak usia dini :
1.) Kegiatan Bermain Pasir
Kegiatan ini dapat dilakukan di indoor atau outdoor, ketika anak bermain di indoor anak dapat menggunakan pasir ajaib sedangkan untuk outdoor anak menggunakan pasir alami. Kegiatan ini dapat mengembangkan metakognitif anak, misalnya ketika guru meminta anak-anak untuk membut istana dan anak-anak berkali-kali menghancurkan bangunannya yang telah dibentuk, lalu membuat kembali bangunannya karena tidak sesuai dengan yang mereka pikirkan dan membuatnya hingga benar sesuai dengan apa yang mereka pikirkan.
2.) Kegiatan Mencampur Warna
Kegiatan mencampur warna dapat mengembangkan metakognitif anak dengan menggambar pada kertas, finger painting, dengan menggunakan kertas, pewarna, dan lain sebagainya. Langkah kegiatan untuk mencampur warna :
a.) Guru menjelaskan kepada anak-anak tentang macam-macam warna.
b.) Guru menunjukkan masing-masing warna pada anak.
c.) Guru memberi contoh mencampur 2 warna yaitu biru dan kuning hasilnya hijau.
d.) Anak-anak mempraktekkan mencampur 2 warna bebas.
e.) Anak-anak akan berpikir untuk menemukan warna- warna yang sesuai.
3.) Permainan Balok
Permainan ini dapat dilakukan sendiri atau berekelompok dengan tujuan pembelajaran yang telah dirancang oleh guru. Kegiatan ini dapat mengembangkan metakognitif anak mengenai konsep bangunan yang akan dibuat dan membongkar pasang balok, karena anak berpikir mengenai bangunan yang dibentuk belum sesuai dengan apa yang mereka inginkan.31
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa media pembelajaran dan berbagai macam kegiatan di sekolah dapat mengembangkan kemampuan metakognisi anak. Pada saat kegiatan awal atau pembukaan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir anak dapat mengembangkan melalui sesi tanya jawab, permainan balok atau dengan cara lainnya yang dapat membuat anak untuk berpikir dalam kegiatan tersebut.
h. Kemampuan Belajar
1) Definisi Kemampuan
Secara umum, kemampuan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yaitu, kesanggupan, kecakapan, kekuatan.32 Seorang dikatakan memiliki kemampuan jika seseorang tersebut telah sanggup, cakap dan kuat dalam melakukan sesuatu yang harus dilakukannya. Yusdi mengatakan bahwa, kemampuan adalah
31Endah Hendarwati, “Pemanfaatan Media Permainan Sebagai Upaya Meningkatan Metakognitif Anak Usia Dini”, Jurnal Anak Usia Dini dan Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 3, 2017, h.13.
32https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kemampuan
kesanggupan seseorang untuk melakukan sesuatu hal, seseorang tersebut dapat dikatakan mampu jika ia melakukan hal yang harus ia lakukan dengan baik.33
2) Definisi Belajar
Belajar merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang secara sadar dan sengaja. Kegiatan ini merupakan sebuah upaya seseorang dalam melakukan perubahan pada dirinya untuk menjadi lebih baik dengan kesiapan mental dan kesehatan jasmani, jika kesiapan mental dan kesehatan jasmani seorang yang tinggi, maka semakin baik juga perubahan yang ada pada dirinya.
Tokoh psikologi, belajar memiliki arti atau penekanan sendiri tentang proses belajar serta proses perubahan seorang untuk menjadi lebih baik, berikut ini beberapa teori yang membahas pandangan khusus dalam belajar, diantaranya:
a) Behaviorisme, Manusia dipengaruhi oleh kejadian di lingkungan (tingkah laku).
b) Kognitivisme, ditentukan oleh persepsi atau pemahaman seorang.34
3) Definisi Kemampuan Belajar
Hamalik mengatakan bahwa kemampuan belajar adalah sebuah proses pada diri seseorang dalam melakukan perubahan dalam aspek tingkah laku melalui pengalaman, pembiasaan maupun pelatihan, yang dimaksud dengan perubahan yaitu: adanya perubahan dalam tingkah laku, pemikiran, pemahaman, pembiasaaan yang lebih baik, sehingga dapat melekat pada dirinya. Menurut Semiawa
33Wa Elfi, “Meningkatkan Kemampuan Belajar Mengenal Angka 1-20 Melalui Media Gambar Pada Siswa Kelompok BI di Tk Pgri Andaroa Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe”, Skripsi pada Sarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari, , 2017, h. 8, tidak dipublikasikan.
34Muhammad Darwis Dasopang, “Belajar Dan Pembelajaran”, Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman, Vol. 03, hal. 335
kemampuan adalah hasil perubahan tingkah laku anak setelah mendapatkan pembelajaran.35
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kemampuan belajar adalah upaya yang dilakukan oleh seseorang dengan potensi kesanggupan, kecakapan yang ada pada dirirnya untuk mencapai perubahan menjadi lebih baik, kemampuan disini menitik beratkan pada kemampuan dalam memahami pengetahuan melalui pengalaman belajar.
i. Hasil Belajar
Belajar adalah aktivitas yang dilakukan seseorang dengan dibutuhkan fisik dan mental, perubahan yang terjadi pada diri seseorang akan tergambar dengan sejalannya perkembangan fisik dan mental siswa. Keberhasilan belajar siswa dapat dilihat dengan adanya perubahan atau perbedaan pada diri siswa setelah siswa melakukan pengalaman belajar. Menururt Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar adalah perkembangan atau perubahan mental pada diri siswa dengan perubahan yang lebih baik dibandingkan dari sebelumnya. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar adalah pembelajaran yang telah terselesaikan dengan pelajaran yang telah ditetapkan pada tujuan atau pencapaian pembelajaran.36
Oemar Hamalik mengatakan bahwa, hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku seseorang melalui pembelajaran yang telah ia lakukan. Contohnya ialah, dari ketidaktahuan seseorang menjadi tahu dan dari seseorang tidak mengerti menjadi mengerti. Adapun teori Taksonomi Bloom, hasil belajar akan tercapai melalui tiga kategori atau aspek, antara lain kognitif (pengetahuan dan kepemahaman), afektif
35Elfi, op. cit., h. 10
36Ahmadiyanto, “Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Media Pembelajaran Ko-Ruf-Si (Kotak Huruf Edukasi) Berbasis Word Square Pada Materi Kedaulatan Rakyat Dan Sistem Pemerintahan Di Indonesia Kelas Viiic Smp Negeri 1 Lampihong Tahun Pelajaran 2014/2015”, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Vol. 6, 2016, h. 983-984.
(reaksi atau respon) dan psikomotoriik (keterampilan motorik). Sudjana, berpendapat bahwa hasil belajar adalah perubahan potensi yang dimiliki siswa setelah melakukan kegiatan belajar.37
Dapat disimpulkan dari pemaparan diatas bahwa hasil belajar merupakan suatu penilaian akhir atau evaluasi dari proses pemberian pemahaman dan pembelajaran yang telah dilakukan secara berulang- ulang, hasil belajar juga akan membentuk individual seorang baik dalam berprilaku maupun cara berfikir untuk menjadi lebih baik.
2. Motivasi Orang Tua
a. Pengertian Motivasi Orang Tua
Kegiatan belajar mengajar sangat membutuhkan motivasi untuk membangun potensi pada perkembangan kognitif anak. Dengan adanya motivasi akan menciptakan kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan untuk anak, maka dari itu diperlukan aspek motivasi diantaranya orang tua maupun lingkungannya. sehingga kegiatan belajar mengajar lebih efektif serta dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Orang tua harus memberikan motivasi secara optimal kepada anak agar ia dapat belajar dengan lebih baik dan mencapai tujuan pembelajaran.
Motivasi orang tua sangat dibutuhkan dalam proses belajar mengajar guna untuk mendorong rasa semangat anak untuk mencapai tujuan pembelajaran.. Idealnya orang tua perlu menanamkan rasa kecintaan pada anak terhadap ilmu pengetahuan, sehingga anak senang dan tidak mudah merasa bosan untuk belajar dengan lebih baik. Dapat disimpulakan, bahwa peran orang tua dalam memotivasi pendidikan anak sangatlah dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar.
1.) Motivasi
McDonald mengatakan bahwa “Motivation is an energy change with in the person charactirized by effective arausal an anticipatory
37Ibid.
goal reaction” artinya Motivasi adalah perubahan energi, dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.38 Sedangkan, Suryabrata mengungkapkan bahwa motivasi itu suatu dorongan yang dimiliki seseorang dengan adanya suatu gerakan untuk melakukan suatu kegiatan dengan penuh semangat.39
Usman mengungkapkan bahwa motivasi itu adalah dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang atau disebut motivasi intrinsik yang timbul akibat pengaruh dari dalam diri seseorang tanpa ada paksaan. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari pengaruh luar individu, dengan adanya ajakan, suruhan, dan paksaan dari orang lain sehingga seseorang tersebut melakukan kegiatan.
Berdasarkan pengertian diatas mengenai motivasi dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah sebuah dorongan dan perubahan energi seseorang untuk melakukan sesuatu dengan adanya tujuan.
2.) Orang Tua
Nasution menjelaskan bahwa orang tua adalah orang pertama yang bertanggung jawab dalam membimbing anggota keluarga.40 Miami mengungkapkan orang tua adalah dua orang yang telah memiliki hubungan yang terikat pada pernikahan dan bertanggung jawab penuh atas anak yang telah karuniainya.41
38 Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 362-363.
39 Eko Adi Widyanto & Ratna Wulaningrum, “Pengaruh Motivasi Belajar, Motivasi Orang Tua dan Lingkungan Belajar Terhadap Prestasi Akademik”, Jurnal Politeknik Negeri Balikpapan, 2017, h. 69.
40Ernie Martsiswati & Yoyon Suryono, Peran Orang Tua Dan Pendidik Dalam Menerapkan Perilaku Disiplin Terhadap Anak Usia Dini, Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Vol. 1, 2014, h. 4.
41Novrinda, Nina Kurniah, & Yulidesni, Peran Orangtua Dalam Pendidikan Anak Usia Dini Ditinjau Dari Latar Belakang Pendidikan, Jurnal Potensia, Vol. 2, 2017, h. 42
Daradjat mengemukakan bahwa orang tua adalah tempat pendidikan pertama bagi seorang anak dalam membentuk kepribadiannya.42 Berdasarkan kutipan para ahli diatas dapat peneliti simpulkan bahwa peran orang tua terhadap anak sangat dibutuhkan dalam membentuk kepribadian dan kognitif anak yang unggul.
Beberapa pendapat yang sudah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi orang tua adalah dorongan atau daya penggerak yang mampu menjadikan perubahan energi yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya untuk melakukan sesuatu dengan adanya tujuan.
b. Teori Motivasi
1.) Teori Hedonisme
Merupakan seorang atau orang lain yang cenderung menghindari sesuatu yang sulit, menyusahkan, dan lebih suka melakukan sesuatu hal mendatangkan kesenangan untuk dirinya.
2.) Teori Naluri
Pada dasarnya manusia memiliki tiga dorongan nafsu pokok, diantaranya:
a.) Dorongan nafsu (Naluri) mempertahankan diri, b.) Dorongan nafsu (Naluri) mengembangkan diri,
c.) Dorongan nafsu (Naluri) mempertahankan diri/
mengembangkan diri.
3.) Teori Rekasi yang Dipelajari
Merupakan tindakan atau perilaku manusia tidak berdasarkan dengan naluri-naluri, tetapi berdasarkan tingkah laku yang dipelajari
42M. Irfan Fadlullah, “Hubungan Motivasi Orang Tua Dengan Prestasi Belajar Matematika Pada Siswa Kelas V Sd Global Surya Bandar Lampung Tahun Ajaran 2016/2017”, Skripsi pada Sarjana Universitas Lampung, Lampung, 2017, h. 14, tidak dipublikasikan.
dari kebudayaan ditempat orang itu hidup atau tinggal didaerah tersebut.
4.) Teori Daya Pendorong
Merupakan teori yang berpaduan antara teori naluri dan teori reaksi yang dipelajari, semacam naluri yang hanya suatu dorongan kekuatan yang luas terhadap suatu arah yang umum.
5.) Teori Kebutuhan
Merupakan tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik itu kebutuhan fisik atau psikis.43 Menurut teori Abraham Maslow kebutuhan pokok manusia memiliki lima pokok kebutuhan, yang dijadikan sebagai pengertian kunci dalam mempelajari motivasi manusia. Kebutuhan pokok manusia ini terdiri dari:
Tabel 2.1 Teori Kebutuhan
Keterangan :
a.) Kebutuhan Fisiologis
Merupakan kebutuhan dasar yang berkaitan dengan fungsi- fungsi biologis dasar dari organisme manusia contohnya:
kebutuhan pangan, sandang, dan papan, kesehatan, dsb.
43 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2004) h.
74-77.
Kebutuhan Aktualisasi Diri Kebutuhan Penghargaan
Kebutuhan Sosial Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan Fisiologis
b.) Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan rasa aman dan perlindungan berkaitan dengan terlindung dari bahaya, terjamin keamanan, kemiskinan, perlakuan tidak adil, kelaparan dan ancaman penyakit.
c.) Kebutuhan Sosial
Merupakan kebutuhan yang berhubungan dengan rasa setia kawan, kebutuhan akan dicintai, diakui sebagai anggota kelompok, dan kerjasama.
d.) Kebutuhan Penghargaan
Kebutuhan yang meliputi antara lain: kebutuhan dihargai karena prestasi, kemampuan, pangkat, dan status.
e.) Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan yang berhubungan dengan pengembangan diri secara maksimum, kreatifitas, ekspresi diri, dan kebutuhan mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki.44
c. Fungsi Motivasi
Menurut Sardiman terdapat beberapa fungsi motivasi, ada tiga fungsi diantaranya:
1.) Mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu, yang menjadi sebagai penggerak motor atau melepaskan energi. Motivasi merupakan sebagai penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2.) Menentukan arah perbuatan, merupakan suatu arah yang akan dicapai. Motivasi ini dapat memberikan arah dari setiap kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumus tujuan.
3.) Menyeleksi perbuatan, menentukan suatu perbuatan yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut dan fokus untuk tujuan yang akan dicapai.
44Ibid., h. 77.
Fungsi motivasi menurut Hanafiah, empat fungsi motivasi diantaranya :
1.) Motivasi merupakan sebagai alat pendorong terjadinya perilaku belajar peserta didik,
2.) Motivasi merupakan sebagai alat untuk memberikan system pembelajaran lebih bermakna,
3.) Motivasi merupakan sebagai alat untuk direksi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran,
4.) Motivasi merupakan sebagai alat untuk mempengaruhi prestasi belajar peserta didik.45
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang serupa dengan penelitian ini yaitu: Fita Nafidah Nafiana, Motivasi Orang Tua Berhubungan Dengan Kemampuan Kognitif Anak Kelompok B di Ba Aisyiyah IV Sidokerto Sragen. Persamaan pada penelitian ini yaitu membahas tentang motivasi orang tua terhadap kemampuan kognitif dan desain penelitian ini adalah deskriptif korelasional, dan teknik analis data menggunakan teknik korelasi product moment. Sedangkan perbedaannya lokasi penelitian.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fita Nafidah Nafiana adalah bahwa motivasi orang tua mempunyai hubungan yang signifikan dengan kemampuan kognitif anak, skor angka korelasi menunjukkan nilai 0,962. 46
Selanjutnya penelitian yang berhubungan dengan judul peneliti adalah Suyanti, Hubungan Antara Efikasi Diri Dan Kemampuan Metakognisi Dengan Penguasaan Konsep Kimia Siswa Melalui Model Simayang Tipe II. Persamaan pada penelitian ini adalah sama-sama ingin membahas metakognisi, metode penelitian yang digunakan juga sama, yaitu kuantitatif korelasional. Sedangkan perbedaannya adalah subjek yang digunakan pada penelitian ini anak SMA
45M. Irfan Fadlullah, “Hubungan Motivasi Orang Tua Dengan Prestasi Belajar Matematika Pada Siswa Kelas V Sd Global Surya Bandar Lampung Tahun Ajaran 2016/2017”, Skripsi pada Sarjana Universitas Lampung, Lampung, 2017, h. 10, tidak dipublikasikan
46Fita Nafidah Nafiana, Motivasi Orang Tua Berhubungan Dengan Kemampuan Kognitif Anak Kelompok B Di Ba Aisyiyah IV Sidokerto Sragen. Motivation of parents, child's cognitive ability. 2017.
yang berada di lampung. Hasil dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara efikasi diri dan kemampuan metakognisi dengan penguasaan konsep kimia siswa melalui model simayang tipe II.47
Penelitian yang dilakukan oleh Made Topin Ari, Abdurrahman, dan Viyanti (Dosen Pendidikan Fisika FKIP Unila) yang berhubungan dengan judul peneliti adalah Pengaruh Metakognisi Terhadap Motivasi dan Penguasaan Konsep Melalui Model Problem Based Learning. Persamaan dalam penelitian ini adalah membahas mengenai metakognisi dan motivasi. Sedangkan perbedaannya yaitu lokasi penelitian dan teknik pengambilan sampel dengan mengggunakan purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh keterampilan metakognisi terhadap motivasi belajar belajar siswa melalui model pbl dan terdapat pengaruh keterampilan metakognisi terhadap penguasaan konsep belajar siswa melalui model Problem Based Learning.48
C. Kerangka Berpikir
Metakognisi memiliki peranan yang sangat penting dalan keberhasilan belajar, maka upaya untuk meningkatkan hasil belajar anak dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan metakognisi mereka. Mengembangkan kemampuan metakognisi anak berarti membangun fondasi untuk belajar secara aktif. Guru atau orang tua memiliki tanggung jawab sebagai perancang kegiatan belajar dan pembelajaran secara aktif dan tidak membosankan, agar anak dapat berfikir kritis, rasa ingin tahu yang tinggi, bertanggung jawab, percaya diri dan dapat memecahkan suatu masalah dengan baik.
Aspek motivasi orang tua memiliki peranan yang sangat penting yang dapat mempengaruhi kemampuan metakognisi anak usia dini, dengan memberikan wawasan dan dorongan yang diberikan orang tua kepada anaknya dalam merubah cara berfikir dan tingkah laku sehingga dapat tercapai semua tujuan yang diharapkan oleh orang tua. Dalam hal pemberian pendidikan usia dini pada
47Suyanti, “Hubungan Antara Efikasi Diri Dan Kemampuan Metakognisi Dengan Penguasaan Konsep Kimia Siswa Melalui Model Simayang Tipe II”, Skripsi pada Sarjana Universitas Lampung, Lampung, 2017, h. 52, tidak dipublikasikan.
48 Made Topin Ari, Pengaruh Metakognisi Terhadap Motivasi dan Penguasaan Konsep Melalui Model Problem Based Learning, Jurnal Pembelajaran Fisika, Vol. 1, No. 7, 2013.