SYARIAH INDONESIA PERIODE 2015-2019
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Program Studi Akuntansi Syariah
Oleh:
SRY WIRNA SARI NIM 3417070
PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI 2021 M/ 1442 H
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN PROPERTI DAN REAL ESTATE YANG TERDAFTAR DI INDEKS SAHAM SYARIAH INDONESIA PERIODE 2015-
2019 Sry Wirna Sari
NIM. 3417070
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi 2021
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh profitabilitas, leverage dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba pada perusahaan Properti dan Real Estate yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia Periode 2015-2019 secara parsial dan simultan. Populasi pada penelitian ini yaitu 57 perusahaan dengan jumlah sampel sebanyak 33 perusahaan yang diambil dengan menggunakan meode purposive sampling.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik, analisis regresi linear berganda, koefisien determinasi dan uji hipotesis menggunakan program IBM SPSS (Statistic Package for Social Science) 23. Variabel yang diuji dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel dependen yaitu manajemen laba yang diukur dengan menggunakan discretionary accruals dan tiga variabel independen yaitu profitabilitas yang diukur dengan menggunakan return on assets, leverage yang diukur dengan menggunakan debt to total assets dan ukuran perusahaan yang diukur dengan Ln (Aset).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Profitabilitas (ROA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba, dengan hasil uji t yang menunjukkan nilai t ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 3,164 > t 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 1,974 dengan signifikansi 0,002 < 0,05. Sedangkan variabel leverage menunjukkan bahwa Leverage (DAR) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba dengan signifikansi 0,013 < 0,05 dan t ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 yang bernilai negatif. Dan untuk variabel ukuran perusahaan menunjukkan hasil bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini dapat dilihat pada hasil uji t yang menunjukkan nilai t ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 6,819 > t 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 1,974 dengan signifikansi 0,000 < 0,05. Serta diperoleh nilai R2 sebesar 0,313 atau 31,3% yang berarti ketiga variabel independen yang diuji peneliti memberikan kontribusi terhadap manajemen laba sebesar 31,3%. Sedangkan sisanya 68,3% ada pada variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Kata Kunci: Profitabilitas, Leverage, Ukuran Perusahaan dan Manajemen Laba
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan pendidikan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi. Shalawat dan salam tidak lupa penulis ucapkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Akuntansi pada program studi Akuntansi Syariah. Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba Pada Perusahaan Properti dan Real Estate yang Terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia Periode 2015-2019”.
Penulis menyampaikan rasa syukur dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT yang telah memberikan penulis kesehatan dan kesempatan serta melancarkan segala urusan penulis sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Penyusunan skripsi ini juga tidak terlepas dari adanya bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini dengan setulus hati penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibunda Siti Warna Panjaitan dan Ayahanda Suwito Said yang telah membesarkan, mendidik, mendoakan penulis serta selalu memberikan dukungan moril maupun materil, kasih sayang, semangat, dan nasihat serta motivasi sehingga penulis tidak pernah patah semangat dalam beraktivitas terutama dalam menuntut ilmu sampai akhir penyusunan skripsi ini. Dan juga terimakasih atas perhatian dan kesabaran yang telah diberikan.
ii
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan mereka kesehatan serta menyayangi dan melindungi mereka, Aamiin. Selanjutnya penulis juga sangat berterimakasih kepada Deby Mutiara dan Alvin Suganda selaku kedua adik penulis dan juga Adiyat Mahfuzh yang selalu memberikan doa, dukungan, kasih sayang, semangat, nasihat serta dorongan motivasi demi kelancaran perkuliahan sampai akhir penyusunan skripsi ini. Dan dengan setulus hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Dr. Ridha Ahida, M.Hum selaku rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.
2. Bapak Dr. Iiz Izmuddin, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Bukittinggi
3. Ibu Tartila Devy, SE., M.Ak selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus Ketua Program Studi Akuntansi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam yang telah membekali ilmu dan menyediakan waktu, tenaga, pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Sri Hartati, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasihat dan bimbingannya demi kelancaran proses belajar penulis.
5. Seluruh dosen dan staff Akuntansi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama mengikuti perkuliahan sampai akhir penulisan skripsi.
6. Sahabat dan teman-teman penulis, Vira Alifa Husna yang selalu ada untuk saling tukar pikiran, memberikan doa, dukungan dan semangat kepada penulis. Semoga Allah melancarkan segala urusannya, Aamiin. Dan juga kepada Sulfahmi Oktavia, Puja Asani Juita, Cintiya Rahmasuci dan Delvina Marsyanda yang telah memberikan dukungan, doa dan semangatnya kepada penulis.
7. Kakak senior Akuntansi Syariah dan juga rekan-rekan seperjuangan penulis, terutama Akuntansi Syariah B angkatan 2017 atas dukungan, semangat dan motivasi yang diberikan kepada penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung.
iii
8. Paman Milham dan paman Ardan serta mami Sure dan mami Merry yang selalu memberikan nasihat, dukungan dan semangatnya kepada penulis.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan kasih sayang yang begitu luar biasa.
Karena tanpa adanya dukungan, bimbingan, motivasi serta doa dari pihak yang penulis sebutkan di atas, penulis tidak dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis dengan pahala yang berlimpah, Aamiin.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis juga menyadari bahwa skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun serta berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca.
Bukittinggi, 24 Juni 2021 Hormat Penulis
Sry Wirna Sari NIM: 3417.070
iv DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 12
C. Batasan Masalah... 12
D. Rumusan Masalah ... 13
E. Tujuan Penelitian ... 13
F. Manfaat Penelitian ... 14
G. Ruang Lingkup Penelitian ... 14
H. Penjelasan Judul ... 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 17
1. Teori Keagenan ... 17
2. Manajemen Laba ... 19
3. Manajemen Laba Menurut Perspektif Islam ... 30
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba ... 32
B. Kajian Terdahulu ... 45
C. Kerangka Pemikiran ... 50
D. Hipotesis ... 51
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 53
B. Jenis dan Sumber Data ... 53
1. Jenis Data ... 53
2. Sumber Data ... 53
C. Populasi dan Sampel ... 54
1. Populasi ... 54
2. Sampel ... 54
D. Definifi Operasional Variabel ... 56
1. Variabel Dependen ... 56
v
2. Variabel Independen ... 59
E. Teknik Pengumpulan Data ... 60
F. Teknik Analisis Data ... 60
1. Analisis Statistik Deskriptif ... 60
2. Uji Asumsi Klasik ... 61
3. Analisis Regresi Linear Berganda ... 64
4. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 64
5. Uji Hiptesis ... 65
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 67
B. Pembahasan ... 81
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 89
B. Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kajian Terdahulu... 45
Tabel 3.1 Teknik Pengambilan Sampel ... 55
Tabel 4.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 67
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas One Sample Kolmogorov Smirnov... 72
Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas ... 73
Tabel 4.4 Hasil Uji Heterokedastisitas ... 74
Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi ... 75
Tabel 4.6 Hasil Uji Regresi Linear Berganda ... 76
Tabel 4.7 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 78
Tabel 4.8 Hasil Uji t ... 79
Tabel 4.9 Hasil Uji F ... 81
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ... 51 Gambar 3.1 Hasil Uji Normalitas Grafik Histogram ... 70 Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Normal Probability Plot ... 71
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tujuan berdirinya suatu perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan atau laba yang maksimal agar kelangsungan hidup perusahaan dapat dipertahankan. Hal tersebut mendorong perusahaan untuk dapat menjalankan perusahaan dengan menerapkan kebijakan-kebijakan tertentu agar dapat bersaing secara eksis seiring perkembangan zaman yang semakin pesat. Informasi laba merupakan salah satu bagian terpenting dari laporan keuangan yang banyak menjadi perhatian pihak eksternal, khususnya investor dan kreditur karena laba sering diasumsikan sebagai salah satu ukuran keberhasilan kinerja suatu perusahaan. Laba yang tinggi diindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik sedangkan laba yang rendah diindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja yang kurang baik atau dapat dikatakan buruk.
Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No. 1 menyatakan bahwa informasi laba pada umunya merupakan perhatian utama dalam menaksir kinerja atau pertanggungjawaban manajemen. Selain itu informasi laba juga dapat membantu pemilik atau pihak lain dalam menaksir perolehan laba perusahaan di masa yang akan datang. Akan tetapi, informasi laba ini sering menjadi target rekayasa melalui tindakan oportunis manajemen untuk memaksimumkan kepuasannya karena adanya kecenderungan pihak-pihak yang memperhatikan laba
seperti manajer yang kinerjanya diukur berdasarkan informasi laba tersebut, sehingga mendorong munculnya tindakan untuk mengatur laba atau yang biasa dikenal dengan manajemen laba.1
Manajemen laba merupakan masalah agensi yang sering terjadi di dunia bisnis.
Praktik ini berawal dari adanya konflik keagenan yaitu kepentingann antara pemilik (principal) dengan manajemen (agent) yang masing-masing pihak berusaha untuk mencapai dan memepertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya.
Manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi yang berterima umum untuk menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan.2 Manajemen akan berusaha memperlihatkan kinerja yang baik dalam mengelola operasional perusahaan agar dapat menghasilkan keuntungan atau laba yang maksimal. Dalam tindakan ini bisa terjadi modifikasi laba seperti menaikkan, menurunkan atau meratakan laba berdasarkan kepentingan sebagian orang atau organisasi.
Manajemen laba dilakukan perusahaan untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan perusahaan. Menurut Scott (2003), tujuan dan motivasi manajemen laba adalah untuk memaksimalkan bonus sehingga manajemen akan bertindak secara opportunistik dengan memaksimalkan laba perusahaan. Selain itu, motivasi
1 Enni Savitri, Analisis Pengaruh Leverage dan Siklus Hidup Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi. Vol.
3 No. 1, Oktober 2014, hlm 73.
2 Sri Sulitsyanto, Manajemen Laba Teori dan Model Empiris, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 42.
perpajakan juga menjadi motivasi manajemen laba yang nyata dilakukan untuk menghemat pajak pendapatan perusahaan. Namun hal ini dapat merugikan pihak lain diluar perusahaan dalam mengambil keputusan karena praktik manajemen laba dapat mempengaruhi kewajaran dari penyajian laporan keuangan, sehingga laporan keuangan dapat menyesatkan pemakainya.
Tindakan manajemen laba dapat dikatakan suatu tindakan yang etis dan juga tidak etis tergantung pada penerapan pilihan metode akuntansinya. Apabila manajemen laba yang dilakukan oleh manajer sepanjang masih dalam kerangka prinsip akuntansi yang berterima umum dapat dikatakan suatu tindakan etis.
Manajer berhak menangguhkan atau membebankan saat asumsi dasar akrual pada tahun berjalan dengan syarat apabila memiliki pengaruh yang material, maka harus diungkapkan. Scott (2006) juga menyatakan bahwa “there is a good side to it” yang artinya masih terdapat sisi baik dari tindakan manejemen laba, terutama jika digunakan untuk menyajikan informasi yang lebih baik seperti evaluasi pola penggunaan penyusutan aset tetap. Namun manajemen laba tidak etis apabila untuk memaksimalkan bonus. Praktik manajemen laba dapat dianggap menimbulkan keraguan pada itegritas akuntan karena sikap mendua yang melekat padanya.
Meskipun praktik manajemen laba ini dilakukan dengan menggunakan ketentuan- ketentuan yang berterima umum namun disisi lain hal ini menjadi distorsi oleh manajemen sehingga mengorbankan kepentingan pihak pengguna informasi keuangan tersebut yang apabila informasi tersebut digunakan pihak lain untuk
mengambil keputusan maka informasi tersebut bisa menyesatkan sehingga laporan keuangan tidak reliable.
Tindakan manajemen laba biasanya dilakukan dengan empat pola seperti takhing a bath (cuci bersih) yaitu mengatur laba perusahaan tahun berjalan menjadi sangat rendah bahkan hampir mencapai kerugian dibanding dengan laba periode tahun sebelumnya dengan tujuan agar dapat meningkatkan laba dimasa yang akan datang dengan cara membebankan biaya yang akan datang dan menghapus beberapa aktiva yang biasa dipakai pada perusahaan yang sedang mengalami masalah organisasi (organizational stress) atau sedang dalam proses pergantian pimpinan manajemen perusahaan. Selanjutnya income minimization (menurunkan laba) yaitu mengatur agar laba periode berjalan menjadi lebih rendah dari pada yang sebenarnya sehingga dapat mengurangi beban pajak dan juga agar perusahaan tidak mendapatkan perhatian oleh pemerintah. Kemudian income emaximization (menaikkan laba) yang mana kegiatan ini dilakukan pada saat laba sedang turun agar dapat melindungi perusahaan saat berurusan dengan kegiatan hutang dan juga agar mendapatkan laba yang lebih besar. Selanjtnya adalah pola income smoothing atau perataan laba yaitu meratakan laba yang dilaporkan dengan tujuan agar laba yang diperoleh stabil sehingga investor akan menyukai kinerja perusahaan. Hingga saat ini manajemen laba masih kontroversial, disatu sisi manajemen laba dianggap sebagai hal yang wajar karena praktiknya berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, namun disisi lain manajemen laba dianggap sebagai tindakan
yang menyesatkan pengambil keputusan karena menyebabkan informasi yang ada pada laporan keuangan tidak akurat.
Tindakan manajemen laba terbagi kedalam akrual dan riil yang dilakukan dengan cara yang berbeda. Manajemen laba akrual dilakukan melalui perubahan metode atau estimasi dalam proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menimbulkan perubahan arus dalam perusahaan sedangkan manajemen laba riil dilakukan olehmanajer perusahaan melalui manipulasi kegiatan operasi normal perusahaan.3 Manajemen laba akrual merupakan wewenang dari para manajer yang biasanya berkaitan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi keuntungan.
Praktik akrual dilakukan dengan cara mempermainkan komponen-komponen akrual yang ada dalam laporan keuangan karena komponen akrual tersebut merupakan komponen yang mudah untuk dimainkan sesuai keinginan orang yang melakukan pencatatan dan penyusunan laporan keuangan. Contohnya seperti mempercepat atau menunda pengakuan pendapatan, beban biaya atau menganggap sebagai suatu tambahan investasi atau suatu biaya. Manajemen laba riil diperkenalkan oleh Roychowdhury (2006) yang berarati “management actions that deviate from normal business practice, undertaken with the primary objective of meetings certain earnings thresholds,” yaitu tindakan manajemen yang menyimpang dari praktik bisnis yang normal yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mencapai target laba. Contohnya seperti memanipulasi penjualan untuk
3 Ilham Illahi, Fenomena Manajemen Laba Pada Perbankan Syariah di Indonesia dan Tindakan Mitigasinya. Jurnal Ekonomika Syariah. Vol. 3 No. 2, Juli-Desember 2019, hlm. 6.
meningkatkan penjualan secara temporer dalam periode tertentu dengan cara menawarkan diskon harga ataupun menawarkan produk secara berlebihan agar volume penjualan meningkat sehingga secara tidak langsung akan dapat meningkatkan laba dan aliran kas periode tersebut.
Tindakan manajemen laba sudah tidak asing lagi didengar dalam dunia akuntansi saat ini karena praktik manajemen laba sudah menjadi fenomena yang umum terjadi di suatu perusahaan. Manajemen laba telah banyak terjadi di Indonesia maupun di dunia Internasional. Beberapa contoh kasus manajemen laba di dunia Internasional adalah yang terjadi pada perusahaan terkemuka di Amerika yaitu Enron dan Worldcom di tahun 2002 yang bermula dari perekayasaan laporan keuangan sehingga laporan laba rugi perusahaan tersebut menyesatkan serta membingungkan dan secara otomatis mempengaruhi harga saham sehingga mengakibatkan kepercayaan terhadap perusahaan Enron dan Worldcom menurun dan akhirnya bangkrut. Sedangkan beberapa kasus manajemen laba yang pernah terjadi di Indonesia dilakukan oleh PT Inovisi Infracom (INVS) pada tahun 2015, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) pada tahun 2018 dan PT Timah, Tbk 2015.
Kasus manajemen laba perusahaan Inovisi Infracom bermula ketika Bursa Efek Indonesia menemukan indikasi adanya manipulasi laba. Indikasi tersebut muncul ketika laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan dirasa tidak sesuai dan mengalami banyak kesalahan seperti indikasi salah saji dalam laporan keuangan periode September 2014. Dalam keterbukaan informasi PT Inovisi Infracom 25 Februari 2015, terdapat delapan item dalam laporan keuangan
perusahaan tersebut yang harus diperbaiki. Bursa Efek Indonesia meminta perusahaan tersebut untuk merevisi nilai aset tetap, laba bersih per saham, laporan segmen usaha, kategori instrumen keuangan, dan jumlah kewajiban dalam informasi segmen usaha. Selain itu, BEI juga menyatakan manajemen perusahaan Inovisi Infracom terdapat salah saji pada item pembayaran kas kepada karyawan dan penerimaan pembayaran bersih utang pihak berelasi dalam laporan arus kas.
Yang dimana pada periode semester pertama 2014 pembayaran gaji pada karyawan sebesar Rp1,9 triliun. Namun, pada kuartal ketiga 2014 angka pembayaran gaji pada karyawan turun menjadi Rp59 miliar.Sebelumnya, manajemen Inovisi Infracom juga telah merevisi laporan keuangannya untuk periode Januari hingga September 2014. Dalam revisinya tersebut, beberapa nilai pada laporan keuangan mengalami perubahan nilai, salah satu contohnya adalah setelah direvisi terdapat penurunan nilai aset tetap menjadi Rp1,16 triliun padahal sebelumnya nilai aset tetap diakui sebesar Rp1,45 triliun. Perusahaan juga mengakui laba bersih per saham berdasarkan laba periode berjalan. Sehingga praktik ini menjadikan laba bersih per saham perusahaan tampak lebih besar. Padahal, seharusnya perusahaan menggunakan laba periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk (Lenny, 2016).
Untuk kasus manajemen laba yang dilakukan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) 2018, perolehan laba bersih dianggap janggal. Pada 2018 GIAA mencatatkan laba bersih sebesar US$809,85 ribu atau setara dengan Rp11,33 miliar. Laba itu terjadi berkat melambungnya pendapatan usaha lainnya yang
totalnya mencapai US$306,88 juta. Pengakuan tersebut dianggap tidak sesuai dengan kaidah PSAK Nomor 23. Selanjutnya pada perusahaan sektor pertambangan, kasus manajemen laba terjadi pada PT Timah Tbk. Menurut Soda (2016) dalam The Indonesian Energy & Mining Magazine, PTTimah Tbk melakukan kebohongan publik melalui media, yaitu pada press release laporan keuangan semester I di tahun 2015lalu. Pada semester I tahun 2015 laba operasi rugi sebesar Rp59 miliar.Selain mengalami penurunan laba, perusahaan juga mencatat bahwa peningkatan utang hampir 100% dibanding 2013. Pada 2013, utang perseroan perusahaan hanya sebesar Rp263 miliar. Namun, jumlah utang tersebut meningkat menjadi Rp2,3 triliun di 2015. PT Timah Tbk diduga memberikan laporan keuangan fiktif pada semester I tahun 2015 lalu. Kegiatan laporan keuangan fiktif dilakukan untuk menutupi kinerja keuangan perusahaan yang tidak mampu keluar dari kerugian yang dialaminya.
Praktik manajemen laba dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti umur perusahaan yang pada penelitian yang dilakukan oleh (Zen dan Herman, 2006) dan (Yajmi Natulhusna, 2015) mendapatkan hasil bahwa umur perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba. Umur perusahaan merupakan waktu yang telah dicapai perusahaan sejak awal berdiri hingga waktu yang tidak terbatas, sehingga secara teoritis perusahaan yang telah lama berdiri akan lebih dipercaya oleh investor karena diasumsikan akan dapat menghasilkan laba yang lebih tinggi dari perusahaan yang baru berdiri. Selain umur perusahaan, kendala pendanaan juga dapat mempengaruhi manajemen laba. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Alfino
Bagus Pradana (2018), kendala pendanaan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Kendala pendanaan (financial distress) merupakan ketidakmampuan perusahaan dalam menyediakan dana atau situasi perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan. Sehingga hal ini dapat menyebabkan perusahaan cenderung melakukan praktik manajemen laba sebagai usaha untuk menarik calon investor. Faktor selanjutnya adalah asimetri informasi yang merupakan keadaan dimana principal tidak memiliki informasi yang cukup mengenai informasi internal perusahaan dari pada informasi yang dimiliki oleh agen sehingga hal tersebut membuat manajemen akan memiliki banyak kesempatan untuk melakukan manajemen laba. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mayanda (2008) dan Tobing (2010) yang menyatakan bahwa asimetri informasi berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi manajemen laba adalah profitabilitas, leverage dan juga ukuran perusahaan. Profitabilitas merupakan rasio menilai kemampuan suatu perusahaan dalam hal mencari keuntungan. Rasio profitabilitas memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh laba dari penjualan.4 Alesia (2017) pada skripsinya menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Kemudian pada penelitian yang dilakukan Kezia dan Deannes (2020), profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan
4 Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2019), hlm. 198.
oleh Alfifah (2018) dalam skripsinya menyatakan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vianna dan Herlin (2020). Keterkaitan antara profitabilitas dengan manajemen laba adalah ketika profitabilitas yang diperoleh suatu perusahaan kecil pada periode tertentu maka akan dapat memicu perusahaan tersebut melakukan manajemen laba dengan cara meningkatkan pendapatan yang diperoleh sehingga akan dapat mempertahankan investor yang ada.
Leverage merupakan suatu rasio untuk menilai seberapa besar aset dibiayai dengan menggunakan hutang. perusahaan yang mempunyai rasio leverage tinggi terancam tidakdapat membayar hutang tepat waktu dan penggunaan hutangyang terlalu tinggi akan membahayakan perusahaan. Oleh sebab itu, ketika suatu perusahaan mempunyai rasio leverage yang tinggi maka perusahaan tersebut akan cenderung melakukan praktik manajemen laba. Penelitian yang dilakukan oleh Alfitra (2018) menyatakan bahwa leverage memiliki pengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Viana dan Herlin (2019). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Alesia (2017) dalam skripsinya menyatakan bahwa leverage tidak berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan menurut besar kecilnya total aktiva perusahaan tersebut. Semakin besar total aktiva suatu perusahaan maka semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut.
Semakin besar perusahaan maka semakin besar pula sorotan atau pengamatan yang
akan didapatkan perusahaan. Sehingga menyebabkan manajemen tidak bisa leluasa dalam melakukan praktik manajemen laba karena jika perusahaan mengalami kerugian seperti terbukti melakukan kecurangan maka hal itu akan berdampak pada citra perusahaan itu sendiri. Namun jika perusahaan tersebut tergolong perusahaan yang kecil, maka perusahaan juga akan sedikit mendapatkan perhatian sehingga manajer dapat dengan leluasa untuk melakukan manajemen laba. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Alesia (2017) menyatakan ukuran perusahaan tidak berpengaruh negatif. Tetapi hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Alfitrah (2018) menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang negatif signifikan terhadap manajemen laba.
Penelitian ini dilakukan karena masih terdapat perbedaan hasil dari penelitian sebelumnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba dan dalam penelitian ini penulis akan meneliti profitabilitas, leverage dan ukuran perusahaan sebagai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manajemen laba.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini meneliti perusahaan properti dan real estate yang terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) dengan periode waktu yang digunakan adalah mulai dari 2015-2019. Indeks Saham Syariah Indonesia merupakan indikator dari kinerja saham syariah. Perusahaan yang masuk dalam daftar saham syariah harus memenuhi kriteria yang ditentukan seperti, tidak melakukan usaha yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, dan memenuhi rasio-rasio keuangan diantaranya rasio debt to asset tidak boleh melebihi 45% serta pendapatan bunga
dan pendapatan tidak halal lainnya tidak boleh lebih dari 10%. Hal ini menunjukkan bahwasanya perusahaan yang terdaftar dalam saham syariah memiliki kinerja keuangan yang baik dan sesuai dengan prinsip syariah.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba pada Perusahaan Properti dan Real Estate yang Terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia Periode 2015-2019”.
B. Identifikasi Masalah
1. Masih banyak perusahan yang melakukan manajemen laba.
2. Informasi laba sering menjadi target manajemen laba melalui tindakan oportunis manajemen.
3. Praktik manajemen laba dapat mempengaruhi kewajaran dari penyajian laporan keuangan sehingga laporan keuangan dapat menyesatkan pemakainya.
4. Manajemen laba masih kontroversial karena disatu sisi manajemen laba dianggap sebagai hal yang wajarkarena prakteknya berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, namun disisi lain manajemen laba dianggap sebagai tindakan yang menyesatkan pengambil keputusankarena menyebabkan informasi yang ada pada laporan keuangan tidak akurat.
5. Masih terdapat perbedaan hasil dari penelitian sebelumnya.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, agar pembahasan tidak meluas maka penulis membatasi masalah pada faktor profitabilitas, leverage
dan ukuran perusahaansebagai faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba (akrual) pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di ISSI.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh profitabilitas terhadap manajemen laba pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di ISSI?
2. Seberapa besar pengaruh leverage terhadap manajemen laba yang terdaftar pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di ISSI?
3. Seberapa besar pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di ISSI?
4. Seberapa besar pengaruh profitabilitas, leverage dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di ISSI?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh profitabilitas terhadap manajemen laba pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di ISSI.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh leverage terhadap manajemen laba pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di ISSI.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di ISSI.
4. Untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh profitabilitas, leverage dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di ISSI.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata I (S1) pada Program Studi Akuntansi Syariah Institut Agama Islam Negeri Bukittinggi dan hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai pengaruh profitabilitas, leverage dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba.
2. Bagi Praktisi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan bacaan dan literatur bacaannya serta sebagai bahan pertimbangan maupun panduan bagi para pembaca yang ingin melakukan penelitian.
3. Bagi Akademisi
Sebagai salah satu wujud nyata dari penerapan tugas dan fungsi perguruan tinggi bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang Akuntansi Syariah.
G. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya membahas perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Indeks Saham Syariah (ISSI) dengan ruang lingkup yang dibahas adalah
mengenai pengaruh profitabilitas (ROA), leverage (DAR) dan ukuran perusahaan (Ln Total Aset) terhadap manajemen laba (Modified Jones Model).
H. Penjelasan Judul
Untuk menghindari kekeliruan dalam memahami judul penelitian ini, maka peulis perlu menjelaskan beberapa kata penting yang terdapat dalam judul. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
Analisis : Proses pemecahann suatu masalah atau peristiwa melalui beberapa pengujian untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Faktor-faktor : Hal yang menyebabkan terjadinya sesuatu.5 Faktor yang dimaksud adalah profitabilitas, leverage dan ukuran perusahaanyang dapat mempengaruhi manajemen laba pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia.
Manajemen Laba : Tindakan untuk mengambil langkah tertentu yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi berterima umum untuk menghasilkan besaran laba yang diinginkan dari laba yang dilaporkan.6 Dalam tindakan ini bisa terjadi modifikasi laba
5 Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses Jumat 30 Oktober 2020 pada pukul 07.59 WIB.
6 Sri Sulitsyanto, Manajemen Laba Teori dan Model Empiris, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 49.
seperti menaikkan, menurunkan ataupun meratakan laba atas dasar kepentingan sebagian orang atau organisasi.
17 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan
Hubungan keagenan perlu dipahami untuk dapat mengetahui tentang manajemen laba. Hubungan ini dijelaskan dalam teori keagenan (agency theory) yaitu teori yang menjelaskan tentang hubungan kerja yang berdasarkan pada kontrak antara pemilik (principal) dengan manajemen (agent) sebagai pelaku utama. Principal adalah pihak yang memberi mandat kepada agent untuk bertindak atas nama principal, sedangkan agent adalah pihak yang menerima mandat dari principal untuk menjalankan perusahaan. Dilakukannya hubungan kerja yang berdasarkan pada kontrak antara principal dengan agent ini dimaksudkan untuk dapat menyelaraskan kepentingan diantara keduanya dan menghindari terjadinya benturan kepentingan.7
Akan tetapi, dalam hubungan ini sering terjadi konflik antara principal dan agent. Principal dan agent diasumsikan sebagai pihak-pihak yang dimotivasi oleh kepentingan pribadi, sehingga meskipun terdapat kontrak diantara keduanya pihak pemegang saham tetap termotivasi untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat sedangkan manajemen
7 Desri dan Muslih, Manajemen Laba: Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial dan Kompensasi Bonus. Jurnal Aset (Akuntansi Riset). Vol. 11 No. 1, 2019, hlm. 4.
perusahaan termotivasi untuk memaksimalkan laba agar bonus yang diperoleh semakin besar.8 Hubungan kontrak inilah yang memungkinkan terjadinya konflik kepentingan antara pemegang saham dengan manajemen. Adanya ketidakselarasan kepentingan antara principal dan agent ini biasa disebut dengan konflik keagenan. Konflik keagenan terjadi karena adanya kepentingan principal dalam memperoleh laba yang terus bertambah dan agent memiliki kepentingan untuk menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan, sehingga dalam sebuah perusahaan terdapat dua kepentingan yang berbeda dan masing- masing antara principal dan agent berusaha untuk mencapai ataupun mempertahankan tingkat kemakmurannya.9
Selain itu, dalam proses berjalannya aktivitas perusahaan agent dan principal juga akan mempunyai perbedaaan terkait dengan aktivitas pengendalian perusahaan. Agent yang bertindak sebagai pengelola perusahaan, mempunyai informasi lebih yang berkaitan dengan aktivitas internal perusahaan maupun eksternal perusahaan dibandingkan dengan informasi yang dimiliki oleh principal. Perbedaaan ini akan memicu terjadinya ketimpangan dalam penguasaan informasi sehingga mengakibatkan terjadinya asimetri
8 Anisa Vista Tiara Wardani, Skripsi: “ Pengaruh Ukuran Perusahaan, Pajak Penghasilan, Good Corpoorate Governancedan leverage Terhadap Manajemen Laba”, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2018), hlm. 6-7.
9 Aida Wimaya Purbawati, Skripsi: ”Pengaruh Ukuran Perusahaan, Efektivitas, Komite Audit, Struktur Kepemilikan Manajerial, Struktur Kepemilikan Institusional, dan Financial Distress Terhadap Manajemen Laba”, (Purwokerto: UMP, 2018), hlm. 15.
informasi. Asimetri informasi inilah yang nantinya akan memicu perusahaan melakukan manajemen laba.10
Semakin banyak informasi internal dan eksternal perusahaan yang dimiliki oleh agent, akan membuat agent memiliki lebih banyak kesempatan untuk melakukan modifikasi pada laporan keuangan perusahaan. Hal ini dilakukan guna mencapai ataupun mempertahankan tingkat kemakmuran yang diinginkannya, yang dalam hal ini dapat terjadi manajemen laba pada laporan keuangan perusahaan seperti menaikkan laba, menurunkan ataupun melakukan perataan laba. Dengan adanya teori keagenan ini diharapkan dapat menggambarkan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh agent yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh principal sebagai pemberi mandat kepada agent untuk bertindak atas nama principal dalam menjalankan perusahaan.
2. Manajemen Laba
a. Pengertian Manajemen Laba
Definisi manajemen laba dibagi menjadi definisi sempit dan definisi luas. Berdasarkan definisi sempit, manajemen laba diartikan sebagai perilaku manajemen yang bermain dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya earnings. Dalam hal ini manajemen laba hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Berdasarkan definisi luas, manajemen laba diartikan sebagai tindakan manajemen untuk
10 Ilham Illahi, Fenomena Manajemen Laba Pada Perbankan Syariah di Indonesia dan Tindakan Mitigasinya. Jurnal Ekonomika Syariah. Vol. 3 No. 2, Juli-Desember 2019, hlm. 6-7.
meningkatkan atau mengurangi laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab tanpa meningkatkan atau menurunkan profitabilitas ekonomi jangka unit tersebut.11
Manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi yang berterima umum untuk menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan.12 Manajemen akan berusaha memperlihatkan kinerja yang baik dalam mengelola operasional perusahaan agar dapat menghasilkan keuntungan atau laba yang maksimal. Dalam tindakan ini bisa terjadi modifikasi laba seperti menaikkan laba, menurunkan laba ataupun meratakan laba berdasarkan kepentingan sebagian orang atau organisasi.13 Praktik ini dapat mempengaruhi kewajarandari penyajian laporan keuangan, sehingga laporan keuangan dapat menyesatkanpemakainya.
Manajemen laba memiliki hubungan yang erat dengan tingkat perolehan laba (earnings) atau prestasi perusahaan sehingga tidak mengherankan jika manajer sering berusaha untuk menonjolkan prestasinya melalui tingkat keuntungan atau laba yang dicapai. Tindakan manajemen laba ini selalu dikaitkan dengan tindakan yang negatif karena manajemen
11 Nazmi Yatulhusna, Skripsi:”Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Umur dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba”, (Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah, 2015), hlm. 15.
12 Sri Sulitsyanto, Manajemen Laba Teori dan Model Empiris, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 42.
13 Nur Fatimah, Skripsi:”Pengaruh Leverage dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Manajemen Laba”, (Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2019), hlm. 2.
laba menyebabkan informasi keuangan yang ditampilkan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini terjadi akibat dari hubungan asimetri antara manajemen, pemegang saham dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan keinginan atau kepentingan yang berbeda satu sama lain. Manajemen biasanya menginginkann bonus yang tinggi dengan meningkatkan laba perusahaan pada tahun yang bersangkutan sementara para pemegang saham berusaha untuk menurunkan labanya dengan tujuan ingin menarik sahamnya kembali.14
Tindakan manajemen laba terbagi kedalam akrual dan riil yang dilakukan dengan cara yang berbeda. Manajemen laba akrual dilakukanmelalui perubahan metode atau estimasi dalam proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menimbulkan perubahan arus dalam perusahaan sedangkan manajemen laba riil dilakukan oleh manajer perusahaan melalui manipulasi kegiatan operasi normal perusahaan.15 Manajemen laba akrual merupakan wewenang dari para manajer yang biasanya berkaitan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi keuntungan. Praktik akrual ini dilakukan dengan cara mempermainkan komponen-komponen akrual yang ada dalam laporan keuangan karena komponen akrual tersebut merupakan komponen yang mudah untuk
14 Suhesti Ningsih, Earning Manajement Melalui ktivitas Rill dan Akrual.Jurnal Akuntansi dan Pajak. Vol. 16 No. 01, Juli 2015, hlm. 56.
15 Ilham Illahi, Fenomena Manajemen Laba Pada Perbankan Syariah di Indonesia dan Tindakan Mitigasinya. Jurnal Ekonomika Syariah. Vol. 3 No. 2, Juli-Desember 2019, hlm. 3.
dimainkan sesuai keinginan orang yang melakukan pencatatan dan penyusunan laporan keuangan. Contohnya seperti mempercepat atau menunda pengakuan pendapatan, beban biaya atau menganggap sebagai suatu tambahan investasi atau suatu biaya.
Manajemen laba riil diperkenalkan oleh Roychowdhury pada tahun 2006 “management actions that deviate from normal business practice, undertaken with the primary objective of meetings certain earnings thresholds,” yaitu tindakan manajemen yang menyimpang dari praktek bisnis yang normal yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mencapai target laba. Contohnya seperti memanipulasi penjualan untuk meningkatkan penjualan secara temporer dalam periode tertentu dengan cara menawarkan diskon harga ataupun menawarkan produk secara berlebihan agar volume penjualan meningkat sehingga secara tidak langsung akan dapat meningkatkan laba dan aliran kas periode tersebut.
b. Pola Manajemen Laba
Scott (2015) membagi manajemen laba yang mungkin dilakukan para manajer perusahaan kedalam empat jenis pola manajemen laba, yaitu:
1) Cuci Bersih (Taking a Bath)
Pola ini dilakukan dengan cara mengatur laba perusahaan tahun berjalan menjadi sangat rendah bahkan hampir mencapai kerugian dibanding dengan laba periode tahun sebelumnya dengan tujuan agar dapat meningkatkan laba dimasa yang akan datang dengan cara
membebankan biaya yang akan datang dan menghapus beberapa aktiva yang biasa dipakai pada perusahaan yang sedang mengalami masalah organisasi (organizational stress) atau sedang dalam proses pergantian pimpinan manajemen perusahaan. Sebagai contoh, manajer suatu perusahaan mengambil kebijakan untuk mengurangi nilai persediaan perusahaan tersebut pada periode berjalan dengan cara misalnya nilai persediaan dari Rp1.00.000 per unit dikurangi menjadi RP50.000 per unit dan mengakui kerugian sebesar Rp50.000 per unit pada periode saat perusahaan melakukan taking a bath. Kemudian pada periode selanjutnya perusahaan menjual persediaan tersebut dengan nilai Rp75.000 per unit sehingga perusahaan akan memperoleh laba Rp25.000 per unit pada periode tersebut.
Selain itu, manajer yang melakukan taking a bath dapat mengambil kebijakan untuk mengakui cadangan kerugian putang lebih besar dari pada yang seharusnya untuk memindahkan beban masa depan ke periode berjalan atau periode saat perusahaan melakukan taking a bath yang kemudian pada periode selanjutnya perusahaan tersebut akan mengakui cadangan kerugian piutangnya lebih kecil karena sebagian dari cadangan kerugian piutang tersebut sudah diakui pada periode sebelumnya, sehingga perusahaan akan mampu mengahsilkan laba yang besar. Penyajian laba yang lebih rendah dari pada laba sebelumnya biasanya banyak terjadi pada perusahaan yang sudah membentuk
manajemen baru atau saat perusahaan akan mengganti pimpinan CEO.
Hal ini bertujuan agar kinerja manajemen baru akan tampak lebih baik dari pada manajemen sebelumnya.
2) Menurunkan Laba (Income Minimization)
Pola ini merupakan upaya perusahaan mengatur agar laba periode berjalan menjadi lebih rendah dari pada yang sesungguhnya. Pola ini jauh lebih halus daripada pola taking a bath, penurunan laba yang dilakuknn tidak seekstrim yang dilakukan manajemen pada pola taking a bath tersebut. Upaya ini dilakukan dengan mempermainkan pendapatan periode berjalan menjadi lebih rendah dari pada pendapatan yang sesungguhnya dan atau biaya periode berjalan menjadi lebih tinggi dari yang sesungguhnya. Kebijakan dengan pola ini dilakuakan dengan tujuan agar tidak terlalu mendapat perhatian politis. Karena seperti yang diketahui, bahwa tarif pajak atas penghasilan itu lebih bersifat progresif (bertingkat) yang artinya bahwa wajib pajak harus membayar pajak dengan tarif tertentu apabila penghasilan mereka berada pada kelompok tarif tertentu juga seperti misalnya penghasilan perusahaan yang sedikit melebihi batas maksimal pada kelompok tarif pajak tertentu. Contoh kebijakan yang dilakuakan pada pola ini adalah tidak mengakui beberapa barang modal, setoran modal dari para investor dan juga tidak mengakui aktiva tidak berwujud. Dan pada sisi biaya perusahaan
biasanya membuang beberapa pos penting seperti beban iklan, pengeluaran oleh personalia dan sebagainya.
3) Menaikkan Laba (Income Maximization)
Pola ini merupakan upaya perusahaan mengatur laba periode berjalan menjadi lebih tinggi dari laba sesungguhnya dengan mempermainkan pendapatan periode berjalan menjadi lebih tinggi dari pada pendapatan sesungguhnya dan atau biaya periode berjalan menjadi lebih rendah dari yang sesungguhnya. Selain untuk tujuan mencapai laba yang lebih tinggi, pola income maximization juga dilakukan untuk menghindari terjadinya pelanggaran kontrak untuk jangka panjang.
Pemaksilmalan laba yang dilakukan adalah untuk menunjukkan kepada investor bahwa perusahaan tersebut berpotensi dalam memaksimalkan kesejahteraan pemilikya. Untuk itu perusahaan akan berusaha menarik para investor baik itu investor baru dan juga investor lama agar tetap bertahan dan semakin meningkatkan investasinya pada perusahaan tersebut. Income maximization biasanya sering dilakukann pada saat perusahaan sedang melakukan IPO, yaitu saat perusahaan baru saja bergabung atau mendaftarkan diri pada pasar modal.
4) Perataan Laba (Income Smoothing)
Pola ini merupakan upaya perusahaan mengatur agar labanya relatif sama selama beberapa periode. Upaya ini dilakukan dengan mempermainkan pendapatan dan biaya periode berjalan menjadi lebih
tinggi atau lebih rendah dari pada yang sesungguhnya.16 Tujuan income smoothing ini adalah untuk memperlihatkan kinerja perusahaan yang lebih stabil. Pola seperti ini banyak digunakan atas dasar bahwa para investor lebih senang dengan kinerja operasional perusahaan yang dapat diandalkan dengan angka laba yang stabil sehingga terlihat lebih konsisten dan terlihat memiliki risiko bisnis yang jauh lebih kecil.
Angka laba yang lebih stabil akan mampu memberikan informasi detail kepada para investor atas nilai di masa depan karena salah satu ciri dari laporan keuangan yang baik adalah memiliki nilai/angka laba yang tetap stabil. Hal yang paling diharapkan dari praktik manajemen laba dengan pola income smoothing ini adalah perusahaan akan dapat meningkatkan nilai sahamnya.
c. Tujuan dan Motifasi Manajemen Laba
Tujuan dan motivasi manajemen laba adalah untuk memaksimalkan bonus sehingga manajemen akan bertindak secara opportunistik dengan memaksimalkan laba perusahaan. Manajemen laba dilakukan dengan cara merekayasa besaran laba yang dilaporkan kepada pemegang saham sehingga nantinya hal tersebut dapat mempengaruhi hasil perjanjian yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Beberapa motivasi manajemen laba yang dilakukan adalah sebagai berikut:
16 Sri Sulistyanto, Manajemen Laba Teori dan Model Empiris, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 155.
1) Motivasi Bonus
Dalam sebuah perjanjian bisnis antara principal dengan pihak manajemen, pemilik akan memberikan sejumlah bonus dan insentif sebagai feedback atau evaluasi atas kinerja manajer dalam menjalankan operasi perusahaan. Berbeda dengan insentif yang diberikan secara rutin dan relatif tetap, bonus yang besar akan diberikan hanya ketika kinerja manajer berada di saat pencapaian bonus yang telah ditetapkan oleh pemegang saham yang diukur berdasarkan besaran laba yang didapatkan. Pengukuran kinerja dengan melihat besaran pencapaian laba inilah yang memotivasi manajer untuk memberikan performa terbaiknya dalam menjalankan perusahaan yang tidak menutup kemungkinan manajer tersebut akan melakukan manjemen laba agar dapat menampilkan kinerja yang baik sehingga mendapatkan bonus yang maksimal.
2) Motivasi Hutang
Untuk kepentingan ekspansi perusahaan, pihak manajemen juga melakukan kontrak bisnis dengan kreditur. Agar kreditur mau memberikan pinjamannya dalam jumlah yang besar, maka perusahaan akan menunjukkan performa baik dan cenderung akan melakukan manajemen laba agar menampilkan laba yang baik.
3) Motivasi Pajak
Perusahaan yang belum go public ingin memperlihatkan atau melaporkan laporan laba fiskal yang lebih rendah dari laba yang sebenarnya. Hal ini akan memotivasi manajer untuk melakukan manajemen laba agar seolah-olah laba fiskal yang dilaporkan memang lebih rendah tanpa harus melanggar aturan dan kebijakan akuntansi perajakan.
4) Motivasi Penjualan Saham
Motivasi penjualan saham banyak dilakukan oleh perusahaan yang sudah ataupun yang akan go publik. Perusahaan akan menjual sahamnya kepada publik. Proses penjualan saham ini akan direspon positif oleh pasar ketika perusahaan penerbit saham dapat menjual kinerja yang baik dan salah satu ukuran kinerja yang baik ini adalah penyajian laba pada laporan keuangan. Calon investor akan memperhatikan laba yang ada pada laporan keuangan tersebut untuk menilai dan memutuskan apakah dia akan membeli saham perusahaan tersebut. Kondisi inilah yang sering memotivasi manajer untuk melakukan manajemen laba dengan berusaha untuk menampilkan laporan keuangan yang lebih baik.
5) Motivasi Pergantian Direksi
Motivasi penjualan saham banyak dilakukan oleh perusahaan yang sudah ataupun yang akan go publik. Perusahaan akan menjual sahamnya kepada publik. Proses penjualan saham ini akan direspon positif oleh
pasar ketika perusahaan penerbit saham dapat menjual kinerja yang baik dan salah satu ukuran kinerja yang baik ini adalah penyajian laba pada laporan keuangan. Calon investor akan memperhatikan laba yang ada pada laporan keuangan tersebut untuk menilai dan memutuskan apakah dia akan membeli saham perusahaan tersebut. Kondisi inilah yang sering memotivasi manajer untuk melakukan manajemen laba dengan berusaha untuk menampilkan laporan keuangan yang lebih baik.
6) Motivasi Politis
Motivasi politis ini biasanya terjadi pada perusahaan besar yang bidang usahanya menyentuh masyarakat luas. Pada aspek politis ini, manajer akan cenderung untuk mengelola labanya dengan memperlihatkan laba yang kecil dari laba yang sebenarnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi visibilitas perusahaan sehingga tidak menarik perhatian pemerintah dan publik yang dapat meningkatkan biaya politis perusahaan.17
d. Dampak Manajemen Laba Terhadap Kualitas Laporan Keuangan
Manajemen laba yang dilakukan perusahaan dapat memicu terjadi bias dalam pengukuran diskrenery akrual dalam laporan keuangan. Bias yang terjadi ini akan mengakibatkan turunnya kualitas dari laporan keuangan dan penurunan kualitas ini akan berpengaruh negatif terhadap keputusan yang
17 Alesia Heni Selviani, Skripsi “Pengaruh Provitabilitas, Leverage dan Ukuran Perusahan Terhadap Manjemen Laba”, (Yogtakarta: Universitas Sadana Dharma, 2017), hlm. 16.
diambil pengguna laporan keuangan. Sehingga keputusan yang diambil oleh pengguna laporan keuangan tersebut dapat mengalami kesalahan karena menggunakan informasi yang tersaji pada laporan keuangan adalah informasi yang keliru. Akibatnya, pengguna laporan keuangan akan menderita kerugian atas pengunaan informasi yang keliru tersebut. Adapun salah satu bentuknya kerugian yang dapat ditanggung oleh pengguna laporan keuangan adalah kerugian keuangan.18
3. Manajemen Laba Menurut Perspektif Islam
Pola yang dilakukan dalam manajemen laba dapat mempengaruhi kewajaran dari penyajian laporan keuangan, sehingga laporan keuangan dapat menyesatkanpemakainya. Hal ini menjadikan praktik manajemen laba tidak diperbolehkan dalam Islam karena tidak mengandung unsur kejujuran didalamnya. Larangan mengambil keuntungan dengan jalan yang tidak jujur telah dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 29:
َ اوُن ما ءَ نيِ لَّٱَا هُّي ذ أ ٰ ٰ َ ي
َ
ًَة ر جِتَ نوُك تَن أَ ذ
لَِإَِلِط ب ۡلٱِبَمُك نۡي بَمُك ل وۡم أَ ا وُلُكۡأ تَ لَ
ََاٗميِح رَۡمُكِبَ ن كََ ذللَّٱَذنِإَۡۚۡمُك سُفن أَ ا وُلُتۡق تَ لَ وَۡۚۡمُكنِ مَ ٖضا ر تَن ع
َ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesmamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
18 Ilham Illahi, Fenomena Manajemen Laba Pada Perbankan Syariah di Indonesia dan Tindakan Mitigasinya. Jurnal Ekonomika Syariah. Vol. 3 No. 2, Juli-Desember 2019, hlm. 8.
berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa transaksi bisnis tidak boleh dilakukan dengan jalan yang bathil dan adanya keridhoan dalam melakukan transaksi.
Sedangkan dalam manajemen laba, manajer keuangan melakukan pelaporan keuangan yang telah di modifikasi agar memperoleh keuntungan. Misalnya dengan menaikkan atau menurunkan laba perusahaan yang akan dilaporkan sehingga tidak sesuai dengan yang sesungguhnya, maka hal ini tidak diperbolehkan karena mengandung unsur ketidakjujuran didalamnya. Begitu juga dengan pola income smoothing yang dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil, hal ini jelas tidak diperbolehkan dalam syariat Islam.
Dalam ajaran Islam, keputusan bisnis dan manajemen dipandu oleh keyakinan atau iman dalam praktiknya berarti mematuhi perintah Allah dan terlibat dalam kegiatan yang diperbolehkan dan menghidari yang dilarang sehingga kegiatan muamalah yang dilakukan dengan jalan yang bathil tidak diperbolehkan. Islam menetapkan manajer sebagai orang yang menganggap akuntabilitas kepada Allah dalam segala pengambilan keputusaan. Oleh karena itu, seorang manajer harus bersikap jujur dan adil dalam mengungkapkan informasi yang akurat dan benar dalam laporan keuangan dan laporan tahunan.
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Laba a. Umur Perusahaan
Umur perusahaan merupakan waktu yang telah dicapai perusahaann sejak awal berdiri hingga waktu yang tidak terbatas, sehingga secara teoritis perusahaan yang telah lama berdiri akan lebih dipercaya oleh investor karena diasumsikan akan dapat menghasilkan laba yang lebih tinggi dari perusahaan yang baru berdiri. Umur perusahaan juga menunjukkan seberapa lama suatu perusahaan sanggup bertahan dan bersaing dalam perekonomian. Oleh karena itu, umur perusahaan adalah salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh pemodal sebelum berinvestasi pada perusahaan tersebut.19 Hal ini telah dibuktikan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Yajmi (2015) yang dimana memiliki hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Zen dan Herman (2006) yang menyatakan bahwa umur perusahaan berpegaruh terhadap manajemen laba.
b. Kendala Pendanaan
Kendala pendanaan (financial distress) merupakan ketidakmampuan perusahaan dalam menyediakan dana atau situasi perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan. Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan perusahaan cenderung melakukan praktik manajemen laba sebagai usaha
19 Halimatus, Agus dan Fahrurrozi, Pengaruh Ukuran Perusahaan, Umur Perusahaan, Profitabilitas dan Leverage Terhadap Manajemen Laba. e-Jurnal Riset Manajemen, (Malang:
Universitas Islam Malang), hlm. 111.
untuk menarik calon investor. Suatu perusahaan dapat dikategorikan sedang mengalami financial distress apabila perusahaan tersebut memiliki kinerja yang menunjukkan laba operasi, laba bersih dan nilai buku yang negatif serta perusahaan melakukan merger.20 Hal ini telah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Alfino 2018) yang memperoleh hasil penelitian bahwa kendala pendanaan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
c. Asimetri Informasi
Asimetri informasi merupakan situasi yang terbentuk karena perbedaan informasi yang dimiliki oleh principal dengan pihak manajemen tentang perusahaan. Menurut Scott (2000), terdapat dua macam asimetri informasi yang terdiri dari:
1) Adverse Selection, yaitu manajer dan orang-orang dalam lainnya biasanya lebih mengetahui informasi internal perusahaan seperti keadaan dan prospek perusahaan daripada pihak luar sehingga hal ini akan mempengaruhi keputusan yang diambil oleh pemegang saham karena adanya informasi yang tidak diketahui oleh pemegang saham.
2) Moral Hazard, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh manajer tidak seluruhnya dapat diketahui oleh pemegang saham sehingga manajer
20 Alfino Bagus Pradana, Skripsi: “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba Pada Perusahaan Go Public Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”, (Yogyakarta:
Universitas Islam Indonesia, 2018), hlm. 19.
dapat melakukan tindakan-tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak.
Adanya asimetri informasi ini memungkinkan terjadinya konfik sehingga akan mendorong perusahaan untuk melakukan manajemen laba.21 Hal ini telah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Mayana (2008) dan Tobing (2010) yang menyatakan bahwa asimetri informasi berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
d. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan rasio menilai kemampuan perusahaan dalam hal mencari keuntungan. Profitabilitas juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi.22 Perusahaan dikatakan memiliki profitabilitas yang baik apabila perusahaan tersebut mampu memenuhi target laba yang telah ditetapkan dengan menggunakan aktiva atau modal yang dimilikinya.23 Profitabilitas suatu perusahaan dapat mempengaruhi kebijakan para investor dalam mengambil keputusan.
Apabila tingkat profitabilitas perusahaan tinggi maka investor akan tertarik untuk menanamkan dananya, namun apabila tingkat profitabilitas suatu
21 Arri dan Nurzi, “Pengaruh Asimetri Informasi, Kualitas Audit, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Manajemen Laba”. Jurnal WRA. Vol. 1 No. 2, Oktober 2013, hlm. 161.
22 Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, (Jakarta: Raja Wali Pers, 2019), hlm. 198.
23 Tartila Devy, “Pengaruh Profitabilitas dan Leverage Terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Sosial Responsibility) Pada PT Bank Syariah Bukopin”. Jurnal Ekonomika Syariah. Vol. 2 No. 1, Januari-Juni 2018, hlm. 88.
perusahaan itu rendah, maka akan menyebabkan para investor menarik dananya. Dengan demikian, perusahaan akan selalu berusaha untuk meningkatkan profitabilitasnya.
Rasio profitabilitas ini memiliki tujuan dan manfaat bagi perusahaan dan juga pihak luar perusahaan. Beberapa tujuan profitabilitas yaitu:
1) Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu.
2) Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.
3) Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4) Untuk menilai vbesarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5) Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri
Adapun manfaat dari rasio profitabilitas adalah sebagai berikut:
1) Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode.
2) Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.
3) Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4) Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5) Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik dari modal pinjaman maupun dari modal sendiri.24
Keterkaitan antara profitabilitas dengan manajemen laba adalah ketika profitabilitas yang diperoleh suatu perusahaan kecil pada periode tertentu maka hal ini akan memicu perusahaan tersebut untuk melakukan manajemen laba yaitu dengan cara meningkatkan pendapatan yang diperoleh sehingga akan memperlihatkan saham dan mempertahankan investor yang ada. Salah satu yang termasuk analisis profitabilitas adalah return on assets (ROA) yaitu indikator yang dapat mencerminkan perfoma keuangan suatu perusahaan sehingga semakin tinggi ROA maka hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan baik.
Alesia (2017) menyatakan bahwa profitabilitas yang diukur dengan return on invesment memiliki pengaruh yang positif terhadap manajemen laba dengan menggunakan sampel sebanyak 72 perushaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2014-2015 yang berarti, jika profitabilitas perusahaan tinggi maka manajemen laba akan meningkat sedangkan apabila profitabilitas perusahaan rendah maka tingkat manajemen laba juga akan rendah.25 Kemudian pada penelitian yang dilakukan Kezia dan Deannes (2020) pada perusahaan makanan dan
24 Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2019), hlm. 199-200.
25 Alesia Heni Silvani, Skripsi: “Pengaruh Profitabilitas, Leverage dan ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba”, (Yogyakarta: Universitas Sonata Dharma, 2017), hlm. 59.
minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2014-2018 mendapatkan hasil bahwa profitabilitas yang diukur dengan menggunakan return on assets berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hasil ini sejalan dengan hasil yang didapatkan oleh Najmi (2015) yang diukur dengan return on assets pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2013, bahwa profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Alfifah (2018) dalam skripsinya dengan sampel sebanyak 32 perusahaan yang terdapat di Indeks LQ 45 periode 2013-2017 mendapatkan hasil yang berbeda yaitu profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, yang artinya semakin besar atau kecilnya rasio return on asset pada suatu perusahaan tidak akan berpengaruh terhadap adanya praktik manajemen laba. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vianna dan Herlin (2019) pada 51 perusahaan sektor property, real estate dan building construction yang berarti tingkat profitabilitas yang tinggi tidak memengaruhi kemungkinan adanya praktik manajemen laba pada suatu perusahaan.26
26 Vianna dan Herlin, “Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Ukuran Perusahaan dan Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba”. Jurnal Multiparadigma. Vol. 1 No. 2, 2019. Hlm. 510.
e. Leverage
Leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan menggunakan hutang.27 Dalam artian luas, leverage digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik itu kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang jika perusahaan tersebut dilikuidasi.
Leverage keuangan harus dianalisis untuk melihat sebaik apa dana ditangani. Perusahaan yang memiliki rasio leverage yang tinggi terancam tidakbisa memenuhi kewajibannya dalam membayar hutang tepat waktu serta penggunaan hutang yang terlalu tinggi akan membahayakan perusahaan.
Selain itu, perusahaan dengan leverage yang tinggi juga akan menghadapi risiko yang tinggi pula, sehingga para investor akan menginginkan return yang semakin besar. Oleh karena itu perusahaan dituntut agar dapat melakukan pengelolaan keuangan yang baik sehingga tidak akan menimbulkan rasio leverage yang tinggi yang mana hal tersebut akan berakibat pada tindakan manajemen laba. Karena apabila suatu perusahaan mempunyai rasio leverage yang tinggi maka semakin besar kemungkinan pihak manajemen perusahaan tersebut melakukan tindakan manajemen laba.
27 Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2019), hlm. 153.