• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PANJANG INFUSA HERBA Bidens pilosa L. TERHADAP AKTIVITAS ALT-AST SERUM

PADA TIKUS BETINA TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Menenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Leonardo Susanto Utomo NIM : 118114105

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Pindahkanlah pikiran kedalam tubuhmu !

Jangan biarkan tubuh memaksa pikiranmu,

karena tubuh akan selalu menyerah”

–Leonardo Susanto-

“Shobai wa kusa no tane”

“There are as many ways of making a living as seeds of grass”

–Japanese Proverbs-

kupersembahkan skripsiku ini untuk...

Tuhan yang Maha Kuasa,

Papa dan Mama yang telah berjuang membesarkanku selama ini dalam

situasi apapun,

Kakak-adikku :

Brianata Susanto Utomo, S.Ked.

Asgard Susanto Utomo

Natasha Susanto Utomo

(5)

v

(6)

vi

(7)

vii

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Efek Hepatoprotektif Pemberian Jangka Panjang infusa herba Bidens pilosa L. terhadap Aktivitas ALT-AST SERUM pada Tikus Betina Terinduksi Karbon Tetraklorida”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam panjangnya proses pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini banyak pihak telah memberi bimbingan, bantuan dan dukungan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Ketua Program Studi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Pembimbing sekaligus Dosen Penguji skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, kritik, koreksi, dan saran selama penelitian hingga berakhirnya penyusunan skripsi.

4. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. sebagai Dosen Penguji skripsi atas motivasi, bantuan dan masukan demi kemajuan skripsi ini.

5. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. sebagai Dosen Penguji skripsi atas motivasi, bantuan dan masukan demi kemajuan skripsi ini.

(8)

viii

6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.

7. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., atas bantuan dalam determinasi tanaman Bidens pilosa L.

8. Bapak Heru, Bapak Suparjiman, dan Bapak Kayatno selaku laboran bagian Farmakologi dan Toksikologi, Bapak Wagiran selaku laboran Farmakognosi Fitokimia, serta Bapak Kunto selaku laboran Kimia Analisis atas segala bantuan selama pelaksanaan skripsi ini.

9. Papa, mama dan keluarga atas doa, dukungan, dan kasih sayang sehingga penulis semangat dalam penulisan skrispsi ini.

10. Irene Deandra Indarto, S.T., atas segala doa, perhatian, motivasi, dukungan, waktu dan kasih sayangnya.

11. Rekan-rekan penelitian “Bidens pilosa L.” Alexander Budi Kuncoro, Apriyanto Gomes, Prasetyo Handy Kurniawan, dan Vina Alvionita atas kerja sama, perjuangan, dan suka duka dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Seluruh teman-teman angkatan 2011, FKK B 2011, serta PCC, yang selalu menghibur, mendukung, serta memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang turut membantu selama penyusunan skripsi ini.

(9)

ix

Penulis menyadari bahwa banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulisan skripsi ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi, serta semua pihak yang berkepentingan.

Penulisaaaaaaaaaaaaa

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xvii ABSTRACT... xviii BAB I. PENGANTAR ... 1 A. Latar Belakang... 1 1. Perumusan masalah ... 3 2. Keaslian penelitian ... 3 3. Manfaat penelitian ... 4

(11)

xi

B. Tujuan Penelitian ... 4

1. Tujuan umum ... 4

2. Tujuan khusus ... 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A. Tanaman Bidens pilosa L. ... 6

1. Taksonomi ... 6

2. Morfologi... 6

3. Kandungan kimia & kegunaan ... 7

B. Hati ... 8

1. Anatomi dan fisiologi hati ... 8

2. Kerusakan sel-sel hati ... 10

3. Perlemakan hati ... 11

4. Hepatotoksin ... 12

5. ALT dan AST... 13

C. Karbon tetraklorida... 14

D. Infusa ... 16

E. Landasan Teori... 17

F. Hipotesis ... 18

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 19

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 19

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 19

1. Variabel utama ... 19

2. Variabel pengacau... 19

(12)

xii

C. Bahan Penelitian ... 21

1. Bahan utama ... 21

2. Bahan kimia... 21

D. Alat penelitian ... 22

1. Alat pembuatan serbuk kering herba Bidens pilosa L. ... 22

2. Alat pembuatan infusa herba Bidens pilosa L. ... 22

3. Alat uji penetapan kadar air ... 22

4. Alat uji hepatoprotektif... 22

E. Tata Cara Penelitian... 23

1. Determinasi tanaman Herba Bidens pilosa L ... 23

2. Pengumpulan bahan uji ... 23

3. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L.... 23

4. Penetapan kadar air pada serbuk herba Bidens pilosa L. ... 23

5. Pembuatan infusa herba Bidens pilosa L. ... 24

6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50% ... 24

7. Uji pendahuluan ... 24

8. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji ... 25

9. Pembuatan serum ... 26

10. Pengukuran aktivitas serum ALT-AST ... 27

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 27

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Hasil Determinasi Tanaman ... 29

B. Penyiapan Bahan ... 29

1. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L... 29

2. Penetapan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L. ... 30

(13)

xiii

1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida... 30

2. Penentuan dosis infusa... 31

3. Penentuan waktu pencuplikan darah ... 31

D. Hasil Uji Efek hepatoprotektif infusa herba Bidens pilosa L. ... 34

1. Kontrol negatif olive oil... 37

2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB ... 39

3. Kontrol infusa herba Bidens pilosa L. dosis 2,0 g/kgBB ... 41

4. Kelompok perlakuan infusa dosis 0,5;1,0; dan 1,0 g/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB ... 41

E. Rangkuman Pembahasan... 45

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

A. Kesimpulan ... 47

B. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

LAMPIRAN ... 51

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Purata aktivitas serum ALT ± SE pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB... 31 Tabel II. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24 dan 48

jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 33 Tabel III. Purata aktivitas serum AST ± SE pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam

setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB... 33 Tabel IV. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24 dan 48

jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 34 Tabel V. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar

pada kelompok perlakuan ... 35 Tabel VI. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT tikus betina galur Wistar pada

kelompok perlakuan ... 35 Tabel VII. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST tikus betina galur Wistar pada

kelompok perlakuan ... 37 Tabel VIII. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST setelah pemberian olive oil dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam ... 38 Tabel IX. Hasil uji t-test aktivitas serum ALT dan AST pemberian olive oil dosis

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman herba Bidens pilosa L... 7 Gambar 2. Struktur Quercetin (Bartolome et al., 2013). ... 7 Gambar 3. Satu bagian dari lobus hati terdiri dari pembuluh darah, sel hepatik,

sinusoid hati, dan percabangan vena portal dan arteri hepatik (Carol and Glenn, 2009) ... 9 Gambar 4. Struktur mikroskopik hati yang mengalami steatosis (Rubin and

Farber, 1999). ... 12 Gambar 5. Metabolisme karbon tetraklorida dengan adanya oksigen dan molekul

organik. RH menggambarkan asam lemak tak jenuh. (Weber, Boll, dan Stampfl., 2003). ... 16 Gambar 6. Diagram batang purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24

dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mg/kgBB .. 32 Gambar 7. Diagram batang purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24

dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mg/kgBB .. 33 Gambar 8. Diagram batang purata aktivitas serum ALT tikus betina galur Wistar

pada kelompok perlakuan ... 36 Gambar 9. Diagram batang purata aktivitas serum AST tikus betina galur Wistar

pada kelompok perlakuan ... 36 Gambar 10. Diagram batang purata aktivitas serum ALT setelah pemberian olive

oil dosis 2,0 mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam... 38 Gambar 11. Diagram batang purata aktivitas serum AST setelah pemberian olive

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto serbuk herba Bidens pilosa L. ... 52

Lampiran 2. Foto pembuatan infusa herba Bidens pilosa L. ... 52

Lampiran 3. Foto infusa herba Bidens pilosa L. ... 52

Lampiran 4. Surat pengesahan determinasi tanaman herba Bidens pilosa L. ... 53

Lampiran 5. Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics Committee (MHREC) ... 54

Lampiran 6. Analisis statistik aktivitas serum ALT pada uji pendahuluan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 55

Lampiran 7. Analisis statistik aktivitas serum AST pada uji pendahuluan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 57

Lampiran 8. Analisis statistik aktivitas serum ALT pada kelompok kontrol olive oil 2 mL/kgBB ... 59

Lampiran 9. Analisis statistik aktivitas serum AST pada kelompok kontrol olive oil 2 mL/kgBB ... 61

Lampiran 10. Analisis statistik aktivitas serum ALT pada perlakuan infusa herba Bidens pilosa L. setelah induksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 64

Lampiran 11. Analisis statistik aktivitas serum AST pada perlakuan infusa herba Bidens pilosa L. setelah induksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 67

Lampiran 13. Perhitungan konversi dosis herba Bidens pilosa L. untuk manusia 72 Lampiran 14. Penetapan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L. ... 72

(17)

xvii

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang efek hepatoprotektif pemberian infusa Herba Bidens pilosa L. jangka panjang dapat menurunkan aktivitas ALT dan AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida, serta mendapatkan dosis efektifnya.

Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian yang dilakukan menggunakan 30 ekor tikus betina galur Wistar, umur 2-3 bulan, dan berat ± 130-200 gram. Tikus dibagi ke dalam enam kelompok perlakuan secara acak. Kelompok I merupakan kontrol hepatotoksin Karbon tetraklorida diberikan secara i.p. dengan dosis 2,0 ml/kgBB. Kelompok II merupakan kontrol negatif yaitu pemberian olive oil 2,0 mL/kgBB. Kelompok III merupakan kontrol perlakuan yaitu pemberian infusa Herba Bidens pilosa L. secara per oral dengan dosis 2,0 g/kgBB. Kelompok IV-VI diberikan infusa Herba Bidens pilosa L. (dosis 0,5;1,0;2,0 g/kgBB) selama 6 hari berturut-turut, kemudian pada hari ke-7 diberi Karbon tetraklorida dengan dosis 2,0 mL/kgBB secara intraperitonial. Setelah 24 jam diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata, lalu diukur aktivitas serum ALT-AST. Data yang diperoleh diuji secara statistik one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan uji Scheffe atau uji T berpasangan.

Hasil penelitian menunjukan adanya efek hepatoprotektif infusa herba Bidens pilosa L. dilihat dari penurunan aktivitas ALT dan AST serum. Efek hepatoprotektif dari dosis 0,5;1,0;2,0 g/kgBB adalah 74,6;87,5;50,2%. Dari data yang diperoleh dosis efektif herba Bidens pilosa L. adalah 1,0 g/kgBB.

Kata kunci : Herba Bidens pilosa L., infusa, hepatoprotektif, karbon tetraklorida, ALT, AST

(18)

xviii ABSTRACT

The aim of this research were to prove information about hepatoprotective effect of Bidens pilosa L. herbs infusion for reducing activities of ALT and AST serum in female rats induced by carbon tetrachloride and get a value of effective dose.

This research was pure experimental research with randomized complete direct sampling design. This research used female Wistar rats, age about 2-3 months, and ± 130-200 gram weight. Rats were divided randomly into six groups. Group I (control hepatotoxins) were given with carbon tetrachloride 2.0 ml/kgBW i.p. Group II (negative control) were given olive oil 2.0 ml/kgBW. Group III (control infusion) were given infusion of Bidens pilosa L. herbs 2.0 g/kgBW. Group IV-VI (treatment group) were given Bidens pilosa L. herb infusion orally once a day for six days in a row with dose 0.5; 1.0; and 2.0 g/kgBW, then in seventh day the treatments group were given carbon tetrachloride 2.0 ml/kgBW i.p. After 24 hours, blood collected from the orbital sinus region and then measured ALT and AST serum activities. The obtained data ALT and AST serum activities were analyzed using one-way ANOVA with 95% significancy level and continued with Scheffe test or paired T test.

The results showed that administration infusion of Bidens pilosa L. herb has a hepatoprotective effect by reducing ALT and AST activities. Hepatoprotective effects from the lowest to highest doses were 74.6%; 87.5%, 50.2%. From the data, the effective dose of Bidens pilosa L. herb infusion was 1.0 g/kgBW.

Keywords : Bidens pilosa L., infusion, hepatoprotective, carbon tetrachloride, ALT, AST

(19)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh yang memiliki peran penting bagi manusia, hati berfungsi untuk proses metabolisme seperti karbohidrat, lemak dan protein serta memetabolisme xenobiotik (Stine dan Brown, 2006). Fungsi hati sebagai pemetabolisme maka hati rentan terkena penyakit. Penyakit hati dapat disebabkan oleh obat, bahan kimia, alkohol, toksin, atau infeksi virus (Crowley, 2001).

Penyakit yang sering muncul pada organ hati adalah perlemakan hati, yang dibagi menjadi dua yaitu diperantarai alkohol dan tidak diperantarai alkohol. Perlemakan hati tidak diperantarai alkohol (NAFLD) prevalensinya cukup tinggi di negara-negara bagian Asia-Pasifik. Prevalensi NAFLD di Indonesia mencapai 30% dan menduduki peringkat pertama dibandingkan dengan negara Asia-Pasifik lainnya (Amarapurkar et al, 2007). NAFLD (Non-Alcoholic Fatty Liver Disease) yang tidak ditangani akan berkembang menjadi NASH (Non-Alcoholic Steatohepatitis), bahkan kanker hati (Starley, Calcagno and Harrison, 2010).

Selama dekade terakhir, penggunaan pengobatan herbal untuk pengobatan NAFLD telah mengalami kemajuan dan menjadi perhatian karena ketersediaan luas selain itu efek samping yang rendah dan mekanisme terapi terbukti dan bermanfaat. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa campuran

(20)

tanaman telah banyak diteliti dan berpotensi dalam pengobatan NAFLD (Xiao, Fai So, Liong and Tipoe, 2013).

Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang sering digunakan untuk permodelan kerusakan hati. Senyawa karbon tetraklorida akan metabolisme oleh sitokrom P450 menjadi radikal bebas trikolorometil yang dapat menyebabkan kerusakan hati, salah satunya dapat menyebabkan perlemakan hati.

Herba Bidens pilosa L. merupakan tanaman yang ditemukan di bagian Amerika Selatan, namun sekarang sudah ditemukan di semua negara wilayah tropis dan subtropis termasuk Indonesia. Herba Bidens pilosa L. memiliki potensi sebagai antioksidan. Menurut Kviecinski et al. (2011), herba Bidens pilosa L. pada fraksi etil asetat, memiliki senyawa metabolit flavonoid yang dapat menangkap radikal bebas dan berpotensi menjadi hepatoprotektor. Penelitian tersebut didukung oleh penelitian Silva et al., (2011) yang menyatakan bahwa polyasetilen dan flavonoid adalah metabolit yang mendominasi di tanaman Bidens pilosa L.

Menurut Kviecinski et al. (2011) pemberian fraksi etil asetat Bidens pilosa L. selama sepuluh hari dapat memberikan efek hepatoprotektif pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida. Penelitian lain dilakukan Hendra dan Mahendra (2011) pemberian jangka panjang infusa daun Macaranga tanarius L. yaitu selama enam hari berturut-turut dapat memberikan efek hepatoprotektif.

Penelitian ini menggunakan sediaan berupa infusa karena melihat kedekatan dengan kebiasaan masyarakat dimana sediaan infusa ini mirip dengan sediaan rebusan sehingga lebih mudah diterapkan. Selain itu, senyawa flavonoid

(21)

yang ingin diambil juga larut dalam air sehingga metode infusa dapat digunakan untuk mengekstrak metabolit tersebut dari herba Bidens pilosa L. (Xu et al., 2008).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberikan informasi tentang tanaman hepatoprotektif.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. Apakah pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. mempunyai pengaruh hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida?

b. Berapakah dosis efektif infusa herba Bidens pilosa L. jangka panjang yang memiliki efek hepatoprotektif paling besar pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida?

2. Keaslian penelitian

Penelitian tentang efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan herba Bidens pilosa L. yaitu :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Kviecinski, et al (2011). Pada penelitian tersebut diketahui aktivitas antioksidan untuk menangkal radikal bebas dan

(22)

efek hepatoprotektif dari fraksi etil asetat herba Bidens pilosa L. asal Brazil yang mengandung kuersetin – derivat flavonoid. Selain itu, juga ditemukan adanya efek hepatoprotektif.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti (2007) menguji aktivitas antioksidan dari fraksi air ekstrak metanolik herba Bidens pilosa L., namun tidak dilakukan uji aktivitas ekstrak herba Bidens pilosa L. sebagai hepatoprotektif.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Silva et al., (2011) melaporkan bahwa polyasetilen dan flavonoid adalah metabolit yang mendominasi dalam fitokimia herba Bidens pilosa L.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang tanamann herba Bidens pilosa L. yang memiliki potensi hepatoprotektif.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada masyarakat tentang dosis efektif penggunaan jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. yang memberikan proteksi terhadap perlemakan hati.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan infusa herba Bidens pilosa L. terhadap perbaikan fungsi hati tikus betina galur Wistar akibat terinduksi karbon tetraklorida.

(23)

2. Tujuan khusus

a. Pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. mempunyai pengaruh hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

b. Mengetahui besar dosis efektif hepatoprotektif infusa herba Bidens pilosa L. pada tikus betina galur Wistar terinduksi tetraklorida.

(24)

BAB II

1. Taksonomi

: Asterales Keluarga : Asteraceae Marga : Bidens

Varietas : Bidens pilosa L. (Bartolome, Villasenor, and Yang, 2013).

2. Morfologi

Tanaman Bidens pilosa Linn. merupakan tanaman berbatang lunak yang berasal dari Amerika. Bidens pilosa L. tumbuh di dekat air, kebun atau ladang, halaman rumah, dan pinggiran jalan pada ketinggian 250-2.500 meter dpl. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 150 cm

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Bidens pilosa L.

Klasifikasi dari tumbuhan Bidens pilosa L. adalah sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Asteridae Bangsa

(25)

Gambar 1. Tanaman herba Bidens pilosa L.

Gambar 1 menunjukan morfologi dari tanaman herba Bidens pilosa L. dengan batang berbentuk segi empat berwarna hijau, daun terbagi tiga, berbentuk bulat telur dengan tepi bergerigi. Bunga bertangkai panjang, mahkota bunga berwarna putih dengan putik berwarna kuning (Sugiarto and Putera, 2008).

3. Kandungan kimia & kegunaan

Gambar 2. Struktur Quercetin (Bartolome et al., 2013).

Senyawa bioaktif primer yang terkandung dalam Bidens pilosa L. adalah polyynes, flavonoid, phenylpropanoids, asam lemak, dan fenolat. Senyawa tersebut dilaporkan efektif dalam pengobatan tumor, inflamasi/memodulasi sistem kekebalan tubuh, diabetes, virus, mikroba, protozoa, hipertensi, dan

(26)

penyakit kardiovaskular. Menurut penelitian yang ada, Bidens pilosa L. diklaim dapat mengobati lebih dari 40 macam penyakit dan ada 201 senyawa yang telah di identifikasi dari Bidens pilosa L. Salah satunya adalah flavonoid quercetin yang ditunjukkan pada Gambar 2 (Bartolome, Villasenor and Yang, 2013).

B. Hati 1. Anatomi dan fisiologi hati

Hati merupakan organ terbesar di tubuh yang berada di kuadran kanan atas rongga abdomen. Hati terbungkus oleh sebuah kapsul fibroelastik yang disebut kapsul Glisson dan secara makroskopik dipisahkan menjadi lobus kiri dan lobus kanan. Kapsul Glisson berisi pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Kedua lobus hati tersusun oleh unit-unit yang lebih kecil disebut lobulus. Lobulus terdiri atas sel-sel hepatosit atau disebut dengan hepatosit yang menyatu dalam suatu lempeng. Hepatosit dianggap sebagai unit fungsional hati. Sel-sel hati dapat melakukan pembelahan sel dan mudah diproduksi kembali saat dibutuhkan untuk mengganti jaringan yang rusak (Corwin, 2007).

Hati menerima darah dari vena portae hepatis dan arteri hepatica sebanyak 70% dan 30% (Wibowo dan Paryana, 2009). Vena porta hepatica membawa darah masuk ke hati dari saluran cerna dan limfa, sedangkan arteri hepatica membawa darah dari aorta ke hati. Darah yang masuk ke hati melalui vena. Volume total darah yang masuk dalam hati adalah 1500 ml setiap menitnya (Price and Wilson, 2005).

Lobulus merupakan unit yang fungional dari hati. Lobulus memiliki struktur silindris yang berukuran sekitar 0,8-2 mm dan panjangnya beberapa

(27)

milimeter. Terdapat kurang lebih 50.000 – 100.000 lobulus di hati. Sel-hel hepatik membentuk plat memutari vena sentral seperti jari-jari pada roda (Gambar 3). Lempeng sel hepatosit dipisahkan oleh kapiler sinusoidal berdinding tipis yang disebut sinusoid yang membentang dari pinggiran lobulus ke vena pusat. Sinusoid disuplai darah melalui vena porta arteri hepatika. Sinusoid dilapisi dua buah sel, yakni sel endotel kapiler dan Kupffer cells. Kupffer cells adalah reticuloendotelial yang berfungsi untuk memfagositosis sel darah tua, bakteri, dan bahan asing lainnya yang mengalir melalui sinusoid. Aksi fagositosis bertujuan untuk menghilangkan bakteri enterik dan subtansi berbahaya lain yang masuk melalui usus (Carol and Glenn, 2009).

Gambar 3. Satu bagian dari lobus hati terdiri dari pembuluh darah, sel hepatik, sinusoid hati, dan percabangan vena portal dan arteri hepatik

(Carol and Glenn, 2009)

Vena porta hepatica membawa darah yang mengandung nutrisi tidak membawa oksigen dan dapat bersifat toksik. Arteri hepatica mebawa darah yang

(28)

mengandung oksigen. Peredaran darah yang membawa oksigen hanya sekitar 30% menyebabkan sel hati relatif kekurangan oksigen, sehingga mengakibatkan hati rentan terhadap kerusakan (Wiboyo dan Paryana, 2009).

Hati memiliki peranan yang penting dalam setiap metabolisme dalam tubuh dan bertanggung jawab dalam 500 aktivitas yang berbeda. Fungsi utama dari hati adalah membentuk dan mengekskresi empedu, kemudian akan disimpan dalam kandung empedu (Price and Wilson, 2005).

Fungsi lain dari hati adalah untuk metabolisme lemak dan detoksifikasi sejumlah zat endogen dan eksogen. Fungsi hati untuk detoksifikasi sangat penting dan dilakukan melalui reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis atau konjugasi dari zat yang berbahaya diubah menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif (Price and Wilson, 2005).

Peran hati untuk eliminasi adalah melalui metabolisme obat induk menjadi metabolitnya. Hati dapat memetabolisme obat menjadi metabolitnya tergantung dari aktifitas enzim pemetabolisme yang terdapat pada reticulum endoplasma halus dan sitosol di hepatosit. Jumlah obat bebas yang dibawa masuk ke dalam hepatosit dipengaruhi oleh jumlah protein pengikat obat di dalam darah (DiPiro et al., 2008).

2. Kerusakan sel-sel hati

Hati merupakan organ yang rentan terhadap berbagai metabolisme, racun, mikroba, dan serangan neoplastik. Penyakit hati yang utama adalah hepatitis karena virus, penyakit hati alkoholik, Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD), dan karsinoma hepatoseluler (kanker). Kerusakan hati yang ringan

(29)

pada umumnya dapat dapat ditutupi karena besarnya cadangan hati, namun bila gangguan penyakit menyebar atau ada gangguan aliran cairan empedu, dampak yang di terima hati akan sangat membahayakan (Kumar, Abbas, Fausto and Aster, 2010).

Berdasarkan manifestasi klinik dan pola spesifik pada histopatologi, kerusakan hati dibagi menjadi:

1. Nekrosis sentrilobular, terjadi pada induksi obat yang bersifat hepatotoksik mengakibatkan adanya metabolisme yang beracun. Kerusakan yang terjadi menyebar ke luar mulai dari tengah lobus. 2. Steatonecrosis, kerusakan sel hati akut dengan penumpukan lemak

pada sel-sel hati hal ini terjadi karena adanya obat-obat yang mempengaruhi proses oksidasi asam lemak di dalam mitokondria. 3. Phospholipidosis, merupakan akumulasi dari phospholipid sebagai

pengganti asam lemak. Phospholipid dapat menelan badan lisosom pada sel hati.

4. Nekrosis hepatoselular tergeneralisasi, hampir mirip dengan terjadinya perubahan karena adanya infeksi hati oleh virus. Waktu terjadinya satu minggu setelah terinduksi zat beracun (DiPiro et al., 2008).

3. Perlemakan hati

Perlemakan hati adalah keadaan dimana jumlah lemak dihati melebihi 5% dari berat hati. Perlemakan hati (Gambar 4) terjadi karena adanya akumulasi droplet lemak trigleserida pada hepatosit. Perlemakan hati dapat terjadi karena

(30)

beberapa hal seperti kelebihan asam lemak, trigleserida yang tidak dapat di transport, dan turunnya sintesis lipoprotein (Gregus and Klaaseen, 2001).

Gambar 4. Struktur mikroskopik hati yang mengalami steatosis (Rubin and Farber, 1999).

Perlemakan hati juga dapat disebabkan karena adanya hepatotoksin seperti karbon tetraklorida. Hepatotoksin ini bekerja dengan metabolit reaktifnya yang berikatan kovalen dengan protein dan lipid tak jenuh sehingga menyebabkan peroksidasi lipid yang menyebabkan perlemakan hati (Lu, 1995).

4. Hepatotoksin

Obat dan senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan hati dibedakan menjadi dua, yaitu :

a) Teramalkan

Merupakan obat atau senyawa yang bila diberikan dapat mempengaruhi sebagian besar orang yang menelan senyawa tersebut dalam jumlah yang cukup untuk menimbulkan efek toksik. Hepatotoksin

(31)

teramalkan bergantung kepada dosis pemberian. Contoh dari obat-obat tipe ini adalah parasetamol, salisilat, dan tetrasiklin (Forrest, 2006).

b) Tak teramalkan

Merupakan senyawa atau obat yang sifatnya tidak toksik pada hati, tetapi jika diberikan kepada orang tertentu dapat menimbulkan efek toksik. Frekuensi terjadinya sangat jarang hanya 1:1000 orang. Hepatotoksin ini tidak bergantung pada dosis pemberian. Contoh obat-obat dalam jenis ini adalah isoniazid, halothane, dan chlorpromazine (Forrest, 2006).

5. ALT dan AST

Kerusakan hati dapat dideteksi dengan mengukur indeks fungsional dan dengan mengamati produk hepatosit yang rusak. Uji yang sering digunakan, salah satunya adalah uji enzim. Uji enzim ini dapat menunjukkan adanya penyakit atau cedera pada sel hati (Sacher and McPherson, 2002).

Enzim yang sering berkaitan dengan kerusakan hepatoseluler adalah aminotransferase. Aminotransferase mengkatalisis pemindahan reversibel satu gugus amino antara asam amino dan sebuah asam alfa-keto, yang berfungsi dalam pembentukan asam-asam amino yang dibutuhkan untuk penyusunan protein di hati. Alanin aminotransferase (ALT) berfungsi memindahkan satu gugus amino antara alanin dan asam alfa-ketoglutamat. Aspartat aminotransferase (AST) berfungsi mengkatalisis reaksi antara asam aspartat dan asam alfa-ketoglutamat (Sacher and McPherson, 2002). Penentuan enzim ALT dan AST adalah cara yang sering digunakan untuk mendeteksi kerusakan hati, enzim yang dibebaskan beberapa kali lipat dalam 24 jam pertama setelah kerusakan (Timbrell, 2008).

(32)

Enzim ALT terdapat pada beberapa jaringan tapi konsentrasinya lebih banyak terdapat di hati, sedangkan enzim AST sebagian besar ada di otot rangka, hati, dan tersebar ke seluruh jaringan. Berdasarkan hal tersebut, maka enzim ALT menjadi petunjuk yang lebih spesifik terhadap rusaknya hati dari pada AST (Zimmerman, 1999).

C. Karbon Tetraklorida

Karbon tetraklorida merupakan cairan jernih yang mudah menguap, tidak berwarna, dan memiliki bau khas. Karbon tetraklorida memiliki rumus molekul CCl4, BM 153,82 dan sangat sukar larut dalam air, dapat bercampur dengan etanol mutlak dan dengan eter (Dirjen POM, 1995). Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang mudah larut lemak dan bisa digunakan untuk model hepatotoksin perlemakan pada hati (Wahyuni, 2005).

Penggunaan karbon tetraklorida untuk menginduksi toksisitas dipengaruhi oleh dosis dan durasi dari pemejanan. Dosis yang rendah dapat menyebabkan kerusakan homeostasis dari lipid dan dapat terjadi apoptosis. Pemejanan karbon tetraklorida dengan dosis tinggi atau pemejanan dengan durasi yang panjang dapat menyebabkan perlemakan hati, fibrosis, sirosis hingga kanker (Weber, Boll, and Stampfl., 2003).

Karbon tetraklorida (CCl4) akan dimetabolisme oleh sitokrom P450 menjadi senyawa radikal bebas CCl3* (triklorometil). Radikal bebas ini dapat mengikat molekul seluler seperti asam nukleat, protein dan lipid. Pengaruh adanya radikal bebas ini adalah perlemakan hati bila proses yang dipengaruhi adalah

(33)

metabolisme lipid. Bila radikal bebas triklorometil berikatan dengan DNA, maka dapat menyebabkan kanker hati (Weber, Boll, and Stampfl., 2003).

Menurut Weber, Boll, and Stampfl (2003), sekresi dari VLDL dari hepatosit mengalami penurunan yang besar karena adanya induksi dari CCl4. Badan Golgi dari hati menjadi sasaran CCl4 sehingga menyebabkan kehilangan fungsi. Badan Golgi memiliki peran untuk mengatur sintesis, maturasi, dan sekresi dari VLDL.

Metabolisme dari CCl4 (Gambar 5), setelah terbentuk radikal bebas triklorometil (CCl3*) akan terbentuk triklorometil peroksi radikal (CCl3OO*) karena bereaksi dengan oksigen. Radikal bebas ini lebih reaktif dari pada radikal bebas triklorometil (CCl3*). Radikal bebas triklorometil peroksi radikal akan mengikat asam lemak tak jenuh yang menginisiasi proses peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid yang terjadi dapat membentuk radikal lipid. (Weber, Boll, and Stampfl., 2003).

(34)

Gambar 5. Metabolisme karbon tetraklorida dengan adanya oksigen dan molekul organik. RH menggambarkan asam lemak tak jenuh. (Weber, Boll,

dan Stampfl., 2003).

D. Infusa

Infusa didefinisikan sebagai sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati direbus air pada suhu 90°C selama 15 menit (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2010). Infusa dapat dibuat dengan cara mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya. Pemanasan dilakukan di atas penangas air selama 15 menit terhitung

(35)

sejak mencapai suhu 90°C yang disertai dengan pengadukan. Penyaringan dilakukan menggunakan kain flanel yang disertai dengan menambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

E. Landasan Teori

Hati merupakan organ yang penting bagi tubuh karena perannya untuk metabolisme dan detoksifikasi subtansi berbahaya yang masuk ke dalam tubuh. Hati dapat rusak karena berbagai hal seperti induksi bahan kimia, virus ataupun penggunaan obat-obatan yang dapat merusak hati. Salah satu kerusakan hati yang prevalensinya cukup tinggi di Indonesia adalah perlemakan hati (steatosis), yaitu mencapai 30%. Perlemakan hati yang tidak diatasi dapat berkembang menjadi kanker hati.

Senyawa karbon tetraklorida (CCl4) merupakan senyawa yang sering digunakan untuk permodelan dalam kerusakan hati. Karbon tetraklorida yang dimetabolisme oleh sitokrom P450 akan diubah menjadi senyawa radikal bebas CCl3* (triklorometil). Senyawa radikal bebas trikolorometil ini akan berikatan dengan molekul seluler seperti asam nukleat, lipid, dan protein yang dapat menyebabkan perlemakan hati.

Menurut penelitian dari Kviecinski et al. (2011), melaporkan bahwa salah satu kandungan dari tanaman Bidens pilosa L adalah flavonoid. Flavonoid adalah antioksidan yang memiliki aktivitas menangkap radikal bebas yang berpotensi sebagai hepatoprotektor. Tumbuhan Bidens pilosa L. didominasi kandungan

(36)

metabolit flavonoid (Silva et al., 2011). Senyawa flavonoid ini terlarut dalam pelarut polar, sehingga diharapkan infusa herba Bidens pilosa L. dapat memberikan efek hepatoprotektif pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

F. Hipotesis

Pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. mempunyai efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas ALT dan AST serum pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

(37)

19

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas

Variabel bebas penelitian ini adalah variasi dosis dalam pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L.

b. Variabel tergantung

Variabel tergantung penelitian ini adalah penurunan aktivitas ALT -AST serum akibat pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali penelitian ini adalah kondisi hewan uji, yaitu tikus betina galur Wistar dengan berat badan 130-200 g dan umur 2-3 bulan, frekuensi pemberian infusa herba Bidens pilosa L. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama, dan

(38)

rute pemberian secara per oral (p.o). Herba Bidens pilosa L. diperoleh dari Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

b. Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi patologis dan fisiologis tikus betina galur Wistar yang digunakan sebagai hewan uji.

3. Definisi operasional

a. Herba Bidens pilosa L.

Herba Bidens pilosa L. adalah semua bagian tumbuhan di atas tanah (batang, daun, bunga, dan biji) Bidens pilosa L.

b. Infusa herba Bidens pilosa L.

Infusa serbuk kering herba Bidens pilosa L. 16% didapatkan dengan cara menginfudasi 8,0 g serbuk kering herba Bidens pilosa L. dalam 50,0 ml air pada suhu 90°C selama 15 menit.

c. Dosis efektif

Dosis yang memberikan efek hepatoprotektif paling besar dengan penurunan aktivitas ALT dan AST serum yang berbeda bermakna jika dibandingkan dengan variasi dosis lainnya.

d. Efek hepatoprotektif

Efek hepatoprotekif adalah kemampuan infusa herba Bidens pilosa L. pada dosis tertentu untuk melindungi hepar dari hepatotoksin dengan menurunkan aktivitas ALT dan AST serum yang secara statistik berbeda bermakna dengan kontrol hepatoksin karbon tetraklorida.

(39)

e. Jangka panjang

Jangka panjang adalah pemberian infusa herba Bidens pilosa L. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut.

C. Bahan Penelitian

1. Bahan utama

a. Hewan uji yang digunakan adalah tikus betina galur Wistar dengan umur 2-3 bulan dengan berat badan 130-200 g yang diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Bahan uji yang digunakan adalah herba Bidens pilosa L. yang diperoleh dari Dusun Jenengan, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Bahan kimia

a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida (Merck®) .

b. Kontrol negatif yang digunakan adalah olive oil yang diperoleh dari PT. Brataco.

c. Pelarut untuk infusa digunakan aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(40)

e. Blanko pengukuran aktivitas ALT-AST serum menggunakan aqua bidestilata yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis dan Instrumental Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. f. Reagen serum ALT-AST dari DiaSys®.

D. Alat penelitian 1. Alat pembuatan serbuk kering herba Bidens pilosa L.

Alat-alat yang digunakan antara lain oven, mesin penyerbuk, dan ayakan.

2. Alat pembuatan infusa herba Bidens pilosa L.

Panci lapis alumunium, stopwatch, thermometer, beaker glass, gelas ukur, labu takar, corong, cawan porselen, batang pengaduk, penangas air, timbangan analitik, dan kain flanel.

3. Alat uji penetapan kadar air

Moisture balance, beaker glass, dansendok.

4. Alat uji hepatoprotektif

Seperangkat alat gelas berupa beaker glass, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®), timbangan analitik Mettler Toledo®, sentrifuge Centurion Scientific®, vortex Genie Wilten®, spuit injeksi p.o. dan i.p., pipa kapiler, tabung Eppendorf, Microlab 200 Merck®, stopwatch, dan blue tip.

(41)

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman Herba Bidens pilosa L

Determinasi dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri tanaman herba Bidens pilosa L. dengan buku acuan karangan Backer tahun 1963. Determinasi dilakukan oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., dosen Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah herba Bidens pilosa L. yang meliputi semua bagian tumbuhan di atas tanah (batang, daun, bunga, dan biji), dipilih yang masih bagus dan terhindar dari penyakit. Bahan uji diperoleh dari Dusun Jenengan, Sleman, DIY pada bulan Juli 2014.

3. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L.

Herba Bidens pilosa L. dicuci bersih, dipotong-potong, dan dikering-anginkan. Setelah itu, untuk mengoptimalkan pengeringan dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 500C selama 24 jam. Setelah benar-benar kering, herba diserbuk dan diayak dengan ayakan nomor 40.

4. Penetapan kadar air pada serbuk herba Bidens pilosa L.

Serbuk kering herba Bidens pilosa L. yang sudah diayak dimasukkan ke dalam alat moisture balance sebanyak 5 g kemudian diratakan. Bobot serbuk kering herba tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum pemanasan (bobot A), setelah itu dipanaskan pada suhu 1050C. Serbuk kering herba Bidens pilosa L. yang sudah dipanaskan ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah

(42)

pemanasan (bobot B). Kemudian dilakukan perhitungan terhadap selisih bobot A terhadap bobot B yang merupakan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L.

5. Pembuatan infusa herba Bidens pilosa L.

Untuk membuat infusa herba Bidens pilosa L. dengan konsentrasi 16%, serbuk kering herba Bidens pilosa L. diambil sejumlah 8,0 g, dibasahkan dengan 16,0 mL aquades kemudian ditambah dengan 50 mL aquadest. Campuran ini kemudian dipanaskan di atas heater pada suhu 90°C selama 15 menit, dihitung ketika suhu pada campuran mencapai 90°C. Jika air yang diperoleh kurang, maka air dapat ditambahkan selagi panas melalui ampas rebusan hingga volume mencapai 50,0 mL.

6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50%

Larutan karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50% dengan mencampur larutan karbon tetraklorida dan olive oil dengan perbandingan volume 1:1.

7. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis infusa herba Bidens pilosa L.

Pada penelitian ini digunakan 3 peringkat dosis yaitu rendah (dosis I), tengah (dosis II), dan tinggi (dosis III). Dosis III ditetapkan dengan cara sebagai berikut :

D x BB = C x V Keterangan : D = Dosis III

(43)

C = Konsentrasi tertinggi infusa herba Bidens pilosa L. yang bisa dibuat V = ½ Vmax

D x 200g = 16 % x 0,25 mL D x 0,2 kg = 0,16 g/mL x 2,5 mL D = 2,0 g/kgBB

Peringkat dosis dibuat dengan faktor kelipatan dua sehingga didapat dosis I sebesar 0,5 g/kgBB ; dosis II sebesar 1,0 g/kgBB dan dosis III sebesar 2,0g/kgBB.

b. Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Priya, Swati, dan Vilasrao (2013), bila karbon tetraklorida dengan dosis 2,0 mL/kg diberikan secara intraperitonial pada tikus betina, maka dapat menyebabkan kerusakan organ hati yang ditandai dengan peningkatan serum ALT-AST tanpa menyebabkan kematian. Sehingga pada penelitian ini digunakan dosis 2,0 mL/kgBB.

c. Penetapan waktu pencuplikan darah

Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi dengan 5 ekor tikus. Setiap ekor tikus diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata menggunakan pipa kapiler pada jam ke-0, 24, dan 48 setelah pemberian karbon tetraklorida. Kemudian diukur aktivitas serum ALT-AST.

8. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Sejumlah empat puluh dua ekor tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan masing-masing sejumlah lima ekor tikus.

(44)

a. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi larutan karbon tetraklorida dengan dosis 2,0 mL/kg BB secara intraperitonial. Pengambilan darah dilakukan setelah 24 jam.

b. Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil 2,0 mL/kgBB secara intraperitonial. Pengambilan darah dilakukan setelah 24 jam.

c. Kelompok III (kontrol infusa) diberi infusa herba Bidens pilosa L. dosis tinggi selama enam hari berturut-turut secara p.o. Pengambilan darah dilakukan pada hari ke tujuh.

d. Kelompok IV (dosis I) diberi infusa herba Bidens pilosa L. dosis 0,5 g/kgBB secara p.o sekali sehari selama enam hari berturut-turut.

e. Kelompok V (dosis II) diberi infusa herba Bidens pilosa L. dosis 1,0 g/kgBB secara p.o sekali sehari selama enam hari berturut-turut.

f. Kelompok VI (dosis III) diberi infusa herba Bidens pilosa L. dosis 2,0 g/kgBB secara p.o sekali sehari selama enam hari berturut-turut. Pada hari ke tujuh kelompok IV, V, dan VI diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2,0 mL/kg BB secara intraperitonial. Setelah 24 jam, diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata, lalu diukur aktivitas serum ALT-AST.

9. Pembuatan serum

Pembuatan serum dilakukan dengan mengambil darah tikus melalui bagian sinus orbitalis mata, kemudian didiamkan selama 15 menit. Sentrifuge dengan kecepatan 8000 rpm selama 15 menit setelah terpisah, bagian supernatan diambil, kemudian di sentrifuge kembali dengan kecepatan 8000 rpm selama 15 menit.

(45)

10. Pengukuran aktivitas serum ALT-AST

Pengukuran aktivitas serum ALT-AST dilakukan menggunakan alat Microlab 200 Merck di Labolatorium Fakultas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta. Pengukuran aktivitas Serum ALT dilakukan dengan cara mencampurkan 100 mL serum dengan 1000 mL reagen I ditunggu selama 2 menit kemudian ditambahkan 250 mL reagen II, dan ditunggu selama 1 menit sebelum diukur menggunakan Mircrolab. Pengukuran aktivitas serum AST juga dilakukan dengan hal yang sama, namun digunakan reagen untuk pengukuran aktivitas AST.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data aktivitas serum ALT-AST diuji dengan Saphiro-Wilk untuk mengetahui distribusi data tiap kelompok hewan uji. Apabila didapat distribusi data yang normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Namun, bila didapatkan distribusi tidak normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas serum ALT-AST antar kelompok. Setelah itu, dilanjutkkan dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan tiap kelompok.

(46)

Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus:

1 − (purata ALT perlakuan − purata ALT kontrol negatif)

(purata ALT kontrol hepatoksin − purata ALT kontrol negatif) × 100%

1 − (purata AST perlakuan − purata AST kontrol negatif)

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek anti hepatoprotektif dari infusa herba Bidens pilosa L. terhadap tikus putih betina terinduksi karbon tetraklorida (CCl4) berdasarkan aktivitas enzim ALT dan AST dalam darah.

A. Hasil Determinasi Tanaman

Pada penelitian hepatoprotektif ini digunakan herba Bidens pilosa L. sebagai bahan yang akan diuji aktivitasnya. Determinasi bertujuan untuk memastikan bahan yang digunakan adalah herba Bidens pilosa L.,sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penyiapan bahan. Determinasi dilakukan oleh bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan menggunakan buku acuan karangan Backer(1963). Bagian tanaman yang dideterminasi adalah batang, daun, bunga, dan biji. Proses determinasi dilakukan hingga tingkat spesies. Hasil determinasi membuktikan bahwa bahan yang digunakan benar dari tanaman Bidens pilosa L.

B. Penyiapan Bahan 1. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L.

Herba Bidens pilosa L.dibuat serbuk agar memperbesar luas kontak herba dengan pelarut, sehingga senyawa fitokimia yang terdapat pada herba Bidens pilosa L.lebih mudah larut.

(48)

2. Penetapan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L.

Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk mengetahui kandungan air dalam serbuk herba Bidens pilosa L. Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance. Serbuk dipanaskan dalam alat pada suhu 1050C selama 15 menit. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kadar air serbuk herba Bidens pilosa L.. adalah 8,61%. Kadar air serbuk herba Bidens pilosa L. sudah baik karena persyaratan serbuk simplisia yang baik menurut Farmakope IV adalah kurang dari 10%.

C. Uji Pendahuluan 1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Pada penelitian ini, karbon tetraklorida digunakan sebagai hepatotoksin. Tujuan dari penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida adalah mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida dapat menyebabkan kerusakan hati pada tikus yang dilihat dari peningkatan aktivitas serum ALT dan AST. Menurut Thapa and Walia (2007), karbon tetraklorida dapat menginduksi kerusakan hati yang ditandai dengan kenaikan 3-4x serum ALT dan AST dari normal. Pada penelitian ini digunakan dosis karbon tetraklorida 2,0 ml/kgBB, karena menurut penelitian Janakat and Merie (2002), pada dosis tersebut karbon tetraklorida dapat menginduksi terjadinya hepatotoksik. Dengan dosis 2,0 mL/kgBB, aktivitas serum ALT-AST dapat meningkat yang menunjukkan adanya kerusakan hati tanpa menimbulkan kematian. Pemberian secara i.p. bertujuan untuk menghindari rusaknya senyawa karbon tetraklorida karena enzim pencernaan.

(49)

2. Penentuan dosis infusa

Penentuan dosis infusa herba Bidens pilosa L. dengan tujuan mengetahui dosis infusa herba Bidens pilosa L. yang akan digunakan dalam penelitian ini. Dosis infusa herba Bidens pilosa L. ditetapkan dengan cara pembuatan infusa dengan konsentrasi maksimal dan didasarkan volume maksimal yang dapat diberikan ke tikus secara per oral. Dari hasil uji pendahuluhan, konsentrasi maksimal yang dapat dibuat adalah 16 %. Volume maksimal yang diberikan adalah secara p.o. adalah 5.0 mL. Pada penelitian ini digunakan ½ dari volume yang dapat diberikan, yaitu 2,5 mL. Dari hasil perhitungan, didapatkan dosis infusa herba Bidens pilosa L. adalah 2,0 g/kgBB, dan dibuat tiga peringkat dosis yaitu 2,0; 1,0; dan 0,5 g/kgBB.

3. Penentuan waktu pencuplikan darah

Tujuan dari penentuan waktu pencuplikan darah ini adalah untuk mendapatkan waktu efek hepatotoksik yang maksimal dari karbon tetraklorida (CCl4) dilihat dari peningkatan aktivitas serum ALT dan AST. Karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB diinduksikan pada tikus, kemudian dilakukan pencuplikan darah dengan selang waktu 0, 24, dan 48 jam.

Hasil pengujian aktivitas sertum ALT dapat dilihat pada tabel I

Tabel I. Purata aktivitas serum ALT ± SE pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB

Selang waktu (jam) Purata aktivitas serum ALT ± SE (U/L)

0 51,2 ± 3,7

24 153,0 ± 2,1

(50)

Gambar 6. Diagram batang purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mg/kgBB

Hasil uji menunjukkan terjadi peningkatan aktivitas serum ALT pada jam ke-24 (153,0 ± 2,1 U/L) dan ke-48 (61,4 ± 2,4 U/L). Peningkatan aktivitas serum ALT yang paling besar terlihat pada jam ke-24 (153,0 ± 2,1 U/L) dan terjadi penurunan pada jam ke-48 (61,4 ± 2,4 U/L). Dari tabel III dan gambar 6, terlihat bahwa aktivitas ALT serum meningkat mencapai tiga kali pada jam ke-24 bila dibandingkan dengan jam ke-0. Hasil statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna aktivitas serum ALT antara jam ke-24 dengan jam ke-0 dan 48. Pada jam ke-0 dan 48 memiliki perbedaan namun tidak bermakna, yang artinya aktivitas serum ALT pada jam ke-48 sudah kembali normal seperti pada jam ke-0. Hasil uji statistik aktivitas serum ALT dapat dilihat pada tabel II.

(51)

Tabel II. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB

Selang waktu (jam) Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48

0 BB BTB

24 BB BB

48 BTB BB

Keterangan:

BB = Berbeda bermakna (p<0,05), BTB = Berbeda tidak bermakna (p>0,05) Serum AST juga diukur pada jam yang sama hasil dapat dilihat pada tabel III.

Tabel III. Purata aktivitas serum AST ± SE pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB

Selang waktu (jam) Purata aktivitas serum AST ± SE (U/L)

0 109,0 ± 4,6

24 425,6 ± 10,4

48 150,6 ± 7,0

Gambar 7. Diagram batang purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mg/kgBB

Dari hasil pengukuran diatas, aktivitas serum AST paling tinggi terjadi pada jam ke-24 (425,6 ± 10,4 U/L), sedangkan pada jam ke-48 sudah mengalami

(52)

penurunan menjadi (150,6 ± 7,0 U/L). Hal tersebut juga terjadi pada serum ALT, dimana aktivitasnya paling tinggi pada jam ke-24. Secara statistik uji kebermakanaan, aktivitas serum AST memiliki antara nilai yang berbeda bermakna setiap waktu pencuplikan.

Tabel IV. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB

Selang waktu (jam) Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48

0 BB BB

24 BB BB

48 BB BB

Keterangan:

BB = Berbeda bermakna (p<0,05)

Dari hasil uji pendahuluan ini, CCl4 memiliki efek hepatotoksik paling tinggi pada jam ke-24, sehingga pada penelitian ini pencuplikan darah dilakukan 24 jam setelah dipejankan CCl4 dengan dosis 2,0 mL/kgBB.

D. Hasil Uji Efek hepatoprotektif infusa herba Bidens pilosa L.

Pada penelitian ini, digunakan tiga peringkat dosis infusa herba Bidens pilosa L. untuk diuji efek hepatoprotektifnya, yaitu 0,5 g/kgBB; 1,0 g/kgBB, dan 2,0 g/kgBB yang diberikan sekali sehari selama enam hari berturut-turut. Parameter yang digunakan dalam melihat efek hepatoprotektif adalah ada tidaknya penurunan aktivitas serum ALT dan didukung data dari aktivitas serum AST. Data tersebut disajikan dalam bentuk purata ± SE dengan satuan U/L (tabel V).

Data dianalisis menggunakan analisis pola searah. Dari hasil uji, didapatkan bahwa hasil aktivitas serum ALT-AST memiliki distribusi normal dan variansi yang homogen (lampiran). Uji statistik dilanjutkan dengan uji Scheffe,

(53)

untuk melihat kebermaknaan dari peningkatan aktivitas serum ALT-AST yang dapat dilihat pada tabel VI dan VII.

Tabel V. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar pada kelompok perlakuan

Kelompok Purata aktivitas serum ALT ± SE (U/L)

Purata aktivitas serum AST ± SE (U/L) Efek Hepatoprotektif (%) Serum ALT Serum AST I 174,4 ± 2,9 409,6 ± 7,8 - - II 57,2 ± 3,1 101,8 ± 3,8 - - III 55,8 ± 2,06 102,2 ± 4,1 - - IV 87 ± 3,45 164,4 ± 4,3 74,6 79,8 V 71,8 ± 2,33 133 ± 4 87,5 89,8 VI 115,6 ± 2,14 204,4 ± 5,3 50,2 66,7 Keterangan:

I : Kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2,0 mL/kgBB II : Kelompok kontrol negatif olive oil 2,0 mL/kgBB

III : Kelompok kontrol IHBP 2 g/kgBB

IV : Kelompok IHBP 0,5 g/kgBB + karbon tetraklorida 2 mL/kgBB V : Kelompok IHBP 1 g/kgBB + karbon tetraklorida 2 mL/kgBB VI : Kelompok IHBP 2 g/kgBB + karbon tetraklorida 2 mL/kgBB IHBP : Infusa Herba Bidens pilosa L.

Tabel VI. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT tikus betina galur Wistar pada kelompok perlakuan

Kelompok Perlakuan Kontrol hepatotoksin CCl4 Kontrol negatif olive oil Kontrol IHBP IHBP 0,5 g/kgBB IHBP 1 g/kgBB IHBP 2 g/kgBB Kontrol hepatotoksin CCl4 BB BB BB BB BB Kontrol negatif olive oil BB BTB BB BB BB Kontrol IHBP BB BTB BB BB BB IHBP 0,5 g/kgBB BB BB BB BB BB IHBP 1 g/kgBB mL/kgBB BB BB BB BB BB IHBP 2 g/kgBB BB BB BB BB BB Keterangan:

IHBP = Infusa herba Bidens pilosa L.

(54)

Gambar 8. Diagram batang purata aktivitas serum ALT tikus betina galur Wistar pada kelompok perlakuan

Gambar 9. Diagram batang purata aktivitas serum AST tikus betina galur Wistar pada kelompok perlakuan

(55)

Tabel VII. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST tikus betina galur Wistar pada kelompok perlakuan

Kelompok Perlakuan Kontrol hepatotoksin Kontrol negatif Kontrol IHBP IHBP 0,5 g/kgBB IHBP 1 g/kgBB IHBP 2 g/kgBB Kontrol hepatotoksin CCl4 BB BB BB BB BB Kontrol negatif olive oil BB BTB BB BB BB Kontrol IHBP BB BTB BB BB BB IHBP 0,5 g/kgBB BB BB BB BB BB IHBP 1 g/kgBB BB BB BB BB BB IHBP 2 g/kgBB BB BB BB BB BB Keterangan:

IHBP = Infusa herba Bidens pilosa L.

BB = Berbeda bermakna (p<0,05), BTB = Berbeda tidak bermakna (p>0,05)

1. Kontrol negatif olive oil

Tujuan dari pengujian kelompok ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelarut hepatotoksin terhadap peningkatan aktivitas serum ALT-AST, diharapkan pelarut olive oil tidak mempengaruhi aktivitas serum ALT-AST. Pada kontrol negatif ini digunakan dosis sesuai dengan hepatotoksin, yaitu 2,0 mL/kgBB. Dari hasil percobaan, didapatkan purata aktivitas serum AST dan serum ALT adalah 101,8 ±3,8 U/Ldan 57,2 ± 3,1 U/L. Uji statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh olive oil terhadap peningkatan aktivitas serum ALT-AST dengan cara membandingkan aktivitas serum serum ALT-AST dengan jam ke-0.

(56)

Tabel VIII. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST setelah pemberian

olive oil dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam Selang waktu

(jam)

Purata aktivitas serum ALT ± SE (U/L)

Purata aktivitas serum AST ± SE (U/L)

0 55,2 ± 2,1 105,2 ± 1,4

24 57,2 ± 3,1 101,8 ±3,8

Tabel IX. Hasil uji t-test aktivitas serum ALT dan AST pemberian

olive oil dosis 2,0 mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam

Selang waktu (jam) Aktivitas serum ALT Aktivitas serum AST

Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-0 Jam ke-24

Jam ke-0 BTB BTB

Jam ke-24 BTB BTB

Keterangan:

BTB = Berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Gambar 10. Diagram batang purata aktivitas serum ALT setelah pemberian

(57)

Gambar 11. Diagram batang purata aktivitas serum AST setelah pemberian

olive oil dosis 2,0 mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam

Dari tabel dan gambar, terlihat bahwa aktivitas serum serum ALT-AST pada jam ke-0 dan jam ke-24 ada sedikit perubahan, namun memiliki perbedaan yang tidak bermakna secara statistik. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa olive oil tidak berpengaruh pada aktivitas serum serum ALT-AST dan tidak menimbulkan kerusakan pada hati. Nilai aktivitas serum serum ALT-AST kelompok ini yang akan digunakan sebagai acuan nilai normal aktivitas serum serum ALT-AST pada penelitian selanjutnya.

2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB

Hepatoksin yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon tetraklorida, karena menurut beberapa penelitian, karbon tetraklorida dapat menyebabkan kerusakan hati terutama perlemakan hati (steatosis). Tujuan dilakukan pembuatan kontrol hepatoksin karbon tetraklorida ini adalah untuk

(58)

melihat pengaruh hepatotoksin terhadap kerusakan hati pada tikus betina. Selain itu, juga digunakan untuk melihat efek hepatoprotektif dengan cara dibandingkan kelompok perlakuan infusa herba Bidens pilosa L.

Dari tabel, nilai purata aktivitas serum ALT yang didapat adalah 174,4 ± 2,9 U/L. Data tersebut dibandingkan dengan nilai normal yang didapat dari kontrol negatif olive oil, yaitu 57,2 ± 3,1 dan diuji statistik yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna.

Menurut Zimmerman (1999), peningkatan aktivitas serum ALT sejumlah 3x dari normal menunjukkan terjadinya perlemakan hati. Peningkatan yang terjadi pada kontrol hepatoksin ini mencapai 3x, sehingga pada kontrol hepaktoksin karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB dapat menyebabkan perlemakan hati.

Aktivitas serum AST juga dilihat pada tabel, nilainya adalah 409,6 ± 7,8 U/L, sedangkan pada kontrol negatif olive oil nilainya adalah 101,8±3,8 U/L. Pada aktivitas serum AST, juga terlihat adanya peningkatan setelah diberikan hepatoksin pada tikus betina. Peningkatan yang terjadi mencapai 4x lipat yang menurut Zimmerman (1999), merupakan tanda dari terjadinya perlemakan hati.

Hasil uji Scheffe di tabel menunjukkan adanya peningkatan yang bermakna antara aktivitas serum ALT-AST kontrol negatif olive oil dengan kontrol hepatoksin karbon tetraklorida. Hal tersebut menunjukkan bahwa hepatoksin dapat menyebabkan kerusakan hati, khususnya perlemakan hati dan nantinya data kontrol hepatoksin ini akan digunakan untuk menghitung efek hepatoprotektif kelompok kontrol infusa.

(59)

3. Kontrol infusa herba Bidens pilosa L. dosis 2,0 g/kgBB

Tujuan dari dilakukan kontrol infusa herba Bidens pilosa L.untuk melihat pemberian infusa herba Bidens pilosa L. tidak memberi pengaruh terhadap aktivitas serum ALT-AST. Dosis yang digunakan adalah dosis tertinggi, yaitu sebesar 2,0 g/kgBB. Uji dilakukan dengan cara memberikan infusa herba Bidens pilosa L. dengan dosis 2,0 g/kgBB secara p.o. pada tikus selama 6 hari berturut-turut. Kemudian, pada hari ke-7 diukur aktivitas serum ALT-AST. Tabel menunjukkan bahwa kelompok kontrol infusa herba Bidens pilosa L. memiliki nilai aktivitas serum ALT 55,8 ± 2,06 U/L, yang bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif olive oil memiliki perbedaan yang tidak bermakna.

Aktivitas serum AST kontrol infusa herba Bidens pilosa L.adalah sebesar 102,2 ± 4,14 U/L, bila dibandingkan dengan nilai kontrol negatif olive oil (101,8 ± 3,8) memiliki perbedaan yang tidak bermakna. Hasil statistik menunjukan bahwa infusa herba Bidens pilosa L. yang diberikan selama 6 hari berturut-turut tidak mempengaruhi aktivitas serum ALT-AST normal.

4. Kelompok perlakuan infusa dosis 0,5; 1,0; dan 1,0 g/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB

Evaluasi terhadap efek hepatoprotektif infusa herba Bidens pilosa L. pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida dilihat dari ada tidaknya penurunan aktivitas serum ALT-AST, karena adanya praperlakuan pemberian infusa herba Bidens pilosa L.sebelum diinduksi hepatoktoksin.

(60)

Pada tabel, dapat dilihat hasil dari aktivitas serum ALT perlakuan infusa herba Bidens pilosa L.dosis 0,5; 1,0; dan 2,0 g/kgBB secara berturut-turut adalah 87 ± 3,45; 71,8 ± 2,33; 115,6 ± 2,14 U/L. Bila dibandingkan dengan kontrol negatif olive oil (57,2±3,1) dan kontrol hepatoksin (174,4±2,9), seluruhnya memiliki perbedaan yang bermakna, yang menunjukkan bahwa seluruh dosis herba Bidens pilosa L. dapat memberikan efek hepatoprotektif, namun belum menurunkan aktivitas serum ALT sampai normal.

Hasil perhitungan persen hepatoprotektif infusa herba Bidens pilosa L. dosis 0,5; 1,0; dan 2,0 g/kgBB secara berturut-turut adalah 74,6; 87,5; 50,2%. Dari perhitungan tersebut, terlihat bahwa dosis infusa herba Bidens pilosa L.yang memberikan efek hepatoprotektif paling besar adalah dosis 1,0 g/kgBB.

Data aktivitas serum AST infusa herba Bidens pilosa L.dosis 0,5; 1,0; dan 2,0 g/kgBB secara berturut-turut adalah 164,4 ± 4,3; 133 ± 4; 204,4 ± 5,3 U/L. Bila dibandingkan dengan data kontrol olive oil dan kontrol hepatotoksin memiliki keberbedaan yang bermakna, hal ini menunjukkan bahwa herba Bidens pilosa L.dosis 0,5; 1,0; dan 2,0 g/kgBB memiliki efek hepatoprotektif bila dilihat dari penurunan aktivitasnya dibanding kontrol hepatotoksin (409,6±7,8). Namun, data aktivitas AST tidak digunakan untuk menentukan %hepatoprotektif karena hanya digunakan untuk mendukung data dari aktivitas serum ALT, sehingga dapat disimpulkan bahwa dosis efektif infusa herba Bidens pilosa L.adalah 1,0 g/kgBB.

Proses hepatoprotektif dari infusa herba Bidens pilosa L. ini dapat ditinjau dari proses kerusakan hati (perlemakan hati) yang disebabkan karena adanya induksi CCl4 kemudian dimetabolisme menjadi senyawa radikal bebas CCl3*

Gambar

Gambar 1. Tanaman herba Bidens pilosa L.
Gambar 3. Satu bagian dari lobus hati terdiri dari pembuluh darah,  sel hepatik, sinusoid hati, dan percabangan vena portal dan arteri hepatik
Gambar 4. Struktur mikroskopik hati yang mengalami steatosis (Rubin and  Farber, 1999).
Gambar 5. Metabolisme karbon tetraklorida dengan adanya oksigen dan  molekul organik. RH menggambarkan asam lemak tak jenuh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok I (kontrol positif) diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2,0 ml/kg BB secara intraperitoneal, kelompok II (kontrol negatif) diberi minyak zaitun sebanyak 2,0

Kelompok perlakuan infusa dosis 0,5; 1,0; dan 1,0 g/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB. Evaluasi terhadap

dosis 350 mg/kgBB pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB secara jangka pendek belum pernah

Karbon tetraklorida diberikan pada tikus dengan dosis l mr/kg BB sebagai hepatotoksik kemudian diik'ti dengan pembenan air suling dengan dJsis r0 mvig BB dan infusa akar

Ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L., memiliki efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum AST-ALT pada tikus jantan yang terinduksi

Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorph dan berpori yang mengandung 85-95% karbon yang dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon (batubara, kulit kelapa, dan

americana Mill satu kali sehari selama enam hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama, cara pemberian senyawa pada tikus dilakukan secara per oral (infusa

dosis rendah (363 mg/kgBB) maupun dosis sedang (762 mg/kgBB) mampu menurunkan kadar ALP sementara dosis tinggi (1600 mg/kgBB) tidak cukup mampu menurunkan kadar ALP pada