• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PANJANG INFUSA HERBA Bidens pilosa L. TERHADAP AKTIVITAS ALT-AST SERUM

PADA TIKUS BETINA TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

Leonardo Susanto Utomo, C. J. Soegihardjo Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang efek hepatoprotektif pemberian infusa Herba Bidens pilosa L. jangka panjang dapat menurunkan aktivitas ALT dan AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida, serta mendapatkan dosis efektifnya.

Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian yang dilakukan menggunakan 30 ekor tikus betina galur Wistar, umur 2-3 bulan, dan berat ± 130-200 gram. Tikus dibagi ke dalam enam kelompok perlakuan secara acak. Kelompok I merupakan kontrol hepatotoksin Karbon tetraklorida diberikan secara i.p. dengan dosis 2,0 ml/kgBB. Kelompok II merupakan kontrol negatif yaitu pemberian olive oil 2,0 mL/kgBB. Kelompok III merupakan kontrol perlakuan yaitu pemberian infusa Herba Bidens pilosa L. secara per oral dengan dosis 2,0 g/kgBB. Kelompok IV-VI diberikan infusa Herba

Bidens pilosa L. (dosis 0,5;1,0;2,0 g/kgBB) selama 6 hari berturut-turut, kemudian pada hari ke-7 diberi Karbon tetraklorida dengan dosis 2,0 mL/kgBB secara intraperitonial. Setelah 24 jam diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata, lalu diukur aktivitas serum ALT-AST. Data yang diperoleh diuji secara statistik one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan uji Scheffe atau uji T berpasangan.

Hasil penelitian menunjukan adanya efek hepatoprotektif infusa herba

Bidens pilosa L. dilihat dari penurunan aktivitas ALT dan AST serum. Efek hepatoprotektif dari dosis 0,5;1,0;2,0 g/kgBB adalah 74,6;87,5;50,2%. Dari data yang diperoleh dosis efektif herba Bidens pilosa L. adalah 1,0 g/kgBB.

(2)

ABSTRACT

The aim of this research were to prove information about hepatoprotective effect of Bidens pilosa L. herbs infusion for reducing activities of ALT and AST serum in female rats induced by carbon tetrachloride and get a value of effective dose.

This research was pure experimental research with randomized complete direct sampling design. This research used female Wistar rats, age about 2-3 months, and ± 130-200 gram weight. Rats were divided randomly into six groups. Group I (control hepatotoxins) were given with carbon tetrachloride 2.0 ml/kgBW i.p. Group II (negative control) were given olive oil 2.0 ml/kgBW. Group III (control infusion) were given infusion of Bidens pilosa L. herbs 2.0 g/kgBW. Group IV-VI (treatment group) were given Bidens pilosa L. herb infusion orally once a day for six days in a row with dose 0.5; 1.0; and 2.0 g/kgBW, then in seventh day the treatments group were given carbon tetrachloride 2.0 ml/kgBW i.p. After 24 hours, blood collected from the orbital sinus region and then measured ALT and AST serum activities. The obtained data ALT and AST serum activities were analyzed using one-way ANOVA with 95% significancy level and continued with Scheffe test or paired T test.

The results showed that administration infusion of Bidens pilosa L. herb has a hepatoprotective effect by reducing ALT and AST activities. Hepatoprotective effects from the lowest to highest doses were 74.6%; 87.5%, 50.2%. From the data, the effective dose of Bidens pilosa L. herb infusion was 1.0 g/kgBW.

(3)

EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PANJANG INFUSA HERBA Bidens pilosa L. TERHADAP AKTIVITAS ALT-AST SERUM

PADA TIKUS BETINA TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Menenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Leonardo Susanto Utomo

NIM : 118114105

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Pindahkanlah pikiran

kedalam tubuhmu !

Jangan biarkan tubuh memaksa pikiranmu,

karena tubuh akan selalu menyerah”

Leonardo Susanto-

Shobai wa kusa no tane

“There are as many ways of making a living as seeds of grass”

Japanese Proverbs-

kupersembahkan skripsiku ini untuk...

Tuhan yang Maha Kuasa,

Papa dan Mama yang telah berjuang membesarkanku selama ini dalam

situasi apapun,

Kakak-adikku :

Brianata Susanto Utomo, S.Ked.

Asgard Susanto Utomo

Natasha Susanto Utomo

(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Efek Hepatoprotektif

Pemberian Jangka Panjang infusa herba Bidens pilosa L. terhadap Aktivitas

ALT-AST SERUM pada Tikus Betina Terinduksi Karbon Tetraklorida”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Farmasi di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma,Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam panjangnya proses pelaksanaan dan

penyusunan skripsi ini banyak pihak telah memberi bimbingan, bantuan dan

dukungan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Ketua Program Studi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Pembimbing sekaligus

Dosen Penguji skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan,

kritik, koreksi, dan saran selama penelitian hingga berakhirnya penyusunan

skripsi.

4. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. sebagai Dosen Penguji skripsi atas

motivasi, bantuan dan masukan demi kemajuan skripsi ini.

5. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. sebagai Dosen Penguji skripsi atas

(10)

6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas

Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas

laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.

7. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., atas bantuan dalam determinasi tanaman

Bidens pilosa L.

8. Bapak Heru, Bapak Suparjiman, dan Bapak Kayatno selaku laboran bagian

Farmakologi dan Toksikologi, Bapak Wagiran selaku laboran Farmakognosi

Fitokimia, serta Bapak Kunto selaku laboran Kimia Analisis atas segala

bantuan selama pelaksanaan skripsi ini.

9. Papa, mama dan keluarga atas doa, dukungan, dan kasih sayang sehingga

penulis semangat dalam penulisan skrispsi ini.

10. Irene Deandra Indarto, S.T., atas segala doa, perhatian, motivasi, dukungan,

waktu dan kasih sayangnya.

11. Rekan-rekan penelitian “Bidens pilosa L.” Alexander Budi Kuncoro,

Apriyanto Gomes, Prasetyo Handy Kurniawan, dan Vina Alvionita atas kerja

sama, perjuangan, dan suka duka dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Seluruh teman-teman angkatan 2011, FKK B 2011, serta PCC, yang selalu

menghibur, mendukung, serta memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi

ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang turut

(11)

Penulis menyadari bahwa banyak kesalahan dan kekurangan dalam

penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar penulisan skripsi ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di

bidang farmasi, serta semua pihak yang berkepentingan.

Penulisaaaaaaaaaaaaa

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xvii

ABSTRACT... xviii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang... 1

1. Perumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian ... 3

(13)

B. Tujuan Penelitian ... 4

1. Tujuan umum ... 4

2. Tujuan khusus ... 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A. Tanaman Bidens pilosa L. ... 6

1. Taksonomi ... 6

2. Morfologi... 6

3. Kandungan kimia & kegunaan ... 7

B. Hati ... 8

1. Anatomi dan fisiologi hati ... 8

2. Kerusakan sel-sel hati ... 10

3. Perlemakan hati ... 11

4. Hepatotoksin ... 12

5. ALT dan AST... 13

C. Karbon tetraklorida... 14

D. Infusa ... 16

E. Landasan Teori... 17

F. Hipotesis ... 18

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 19

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 19

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 19

1. Variabel utama ... 19

2. Variabel pengacau... 19

(14)

C. Bahan Penelitian ... 21

4. Alat uji hepatoprotektif... 22

E. Tata Cara Penelitian... 23

1. Determinasi tanaman Herba Bidens pilosa L ... 23

2. Pengumpulan bahan uji ... 23

3. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L.... 23

4. Penetapan kadar air pada serbuk herba Bidens pilosa L. ... 23

5. Pembuatan infusa herba Bidens pilosa L. ... 24

6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50% ... 24

7. Uji pendahuluan ... 24

8. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji ... 25

9. Pembuatan serum ... 26

10. Pengukuran aktivitas serum ALT-AST ... 27

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 27

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Hasil Determinasi Tanaman ... 29

B. Penyiapan Bahan ... 29

1. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L... 29

2. Penetapan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L. ... 30

(15)

1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida... 30

2. Penentuan dosis infusa... 31

3. Penentuan waktu pencuplikan darah ... 31

D. Hasil Uji Efek hepatoprotektif infusa herba Bidens pilosa L. ... 34

1. Kontrol negatif olive oil... 37

2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB ... 39

3. Kontrol infusa herba Bidens pilosa L. dosis 2,0 g/kgBB ... 41

4. Kelompok perlakuan infusa dosis 0,5;1,0; dan 1,0 g/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB ... 41

E. Rangkuman Pembahasan... 45

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

A. Kesimpulan ... 47

B. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

LAMPIRAN ... 51

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Purata aktivitas serum ALT ± SE pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB... 31

Tabel II. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 33

Tabel III. Purata aktivitas serum AST ± SE pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB... 33

Tabel IV. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 34

Tabel V. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar pada kelompok perlakuan ... 35

Tabel VI. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT tikus betina galur Wistar pada kelompok perlakuan ... 35

Tabel VII. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST tikus betina galur Wistar pada kelompok perlakuan ... 37

Tabel VIII. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST setelah pemberian olive oil dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam ... 38

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman herba Bidens pilosa L... 7

Gambar 2. Struktur Quercetin (Bartolome et al., 2013). ... 7

Gambar 3. Satu bagian dari lobus hati terdiri dari pembuluh darah, sel hepatik, sinusoid hati, dan percabangan vena portal dan arteri hepatik (Carol and Glenn, 2009) ... 9

Gambar 4. Struktur mikroskopik hati yang mengalami steatosis (Rubin and

Farber, 1999). ... 12

Gambar 5. Metabolisme karbon tetraklorida dengan adanya oksigen dan molekul organik. RH menggambarkan asam lemak tak jenuh. (Weber, Boll, dan Stampfl., 2003). ... 16

Gambar 6. Diagram batang purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mg/kgBB .. 32

Gambar 7. Diagram batang purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mg/kgBB .. 33

Gambar 8. Diagram batang purata aktivitas serum ALT tikus betina galur Wistar pada kelompok perlakuan ... 36

Gambar 9. Diagram batang purata aktivitas serum AST tikus betina galur Wistar pada kelompok perlakuan ... 36

Gambar 10. Diagram batang purata aktivitas serum ALT setelah pemberian olive oil dosis 2,0 mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam... 38

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto serbuk herba Bidens pilosa L. ... 52

Lampiran 2. Foto pembuatan infusa herba Bidens pilosa L. ... 52

Lampiran 3. Foto infusa herba Bidens pilosa L. ... 52

Lampiran 4. Surat pengesahan determinasi tanaman herba Bidens pilosa L. ... 53

Lampiran 5. Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics Committee (MHREC) ... 54

Lampiran 6. Analisis statistik aktivitas serum ALT pada uji pendahuluan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 55

Lampiran 7. Analisis statistik aktivitas serum AST pada uji pendahuluan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 57

Lampiran 8. Analisis statistik aktivitas serum ALT pada kelompok kontrol olive oil 2 mL/kgBB ... 59

Lampiran 9. Analisis statistik aktivitas serum AST pada kelompok kontrol olive oil 2 mL/kgBB ... 61

Lampiran 10. Analisis statistik aktivitas serum ALT pada perlakuan infusa herba Bidens pilosa L. setelah induksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 64

Lampiran 11. Analisis statistik aktivitas serum AST pada perlakuan infusa herba Bidens pilosa L. setelah induksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 67

(19)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang efek hepatoprotektif pemberian infusa Herba Bidens pilosa L. jangka panjang dapat menurunkan aktivitas ALT dan AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida, serta mendapatkan dosis efektifnya.

Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian yang dilakukan menggunakan 30 ekor tikus betina galur Wistar, umur 2-3 bulan, dan berat ± 130-200 gram. Tikus dibagi ke dalam enam kelompok perlakuan secara acak. Kelompok I merupakan kontrol hepatotoksin Karbon tetraklorida diberikan secara i.p. dengan dosis 2,0 ml/kgBB. Kelompok II merupakan kontrol negatif yaitu pemberian olive oil 2,0 mL/kgBB. Kelompok III merupakan kontrol perlakuan yaitu pemberian infusa Herba Bidens pilosa L. secara per oral dengan dosis 2,0 g/kgBB. Kelompok IV-VI diberikan infusa Herba

Bidens pilosa L. (dosis 0,5;1,0;2,0 g/kgBB) selama 6 hari berturut-turut, kemudian pada hari ke-7 diberi Karbon tetraklorida dengan dosis 2,0 mL/kgBB secara intraperitonial. Setelah 24 jam diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata, lalu diukur aktivitas serum ALT-AST. Data yang diperoleh diuji secara statistik one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan uji Scheffe atau uji T berpasangan.

Hasil penelitian menunjukan adanya efek hepatoprotektif infusa herba

Bidens pilosa L. dilihat dari penurunan aktivitas ALT dan AST serum. Efek hepatoprotektif dari dosis 0,5;1,0;2,0 g/kgBB adalah 74,6;87,5;50,2%. Dari data yang diperoleh dosis efektif herba Bidens pilosa L. adalah 1,0 g/kgBB.

(20)

ABSTRACT

The aim of this research were to prove information about hepatoprotective effect of Bidens pilosa L. herbs infusion for reducing activities of ALT and AST serum in female rats induced by carbon tetrachloride and get a value of effective dose.

This research was pure experimental research with randomized complete direct sampling design. This research used female Wistar rats, age about 2-3 months, and ± 130-200 gram weight. Rats were divided randomly into six groups. Group I (control hepatotoxins) were given with carbon tetrachloride 2.0 ml/kgBW i.p. Group II (negative control) were given olive oil 2.0 ml/kgBW. Group III (control infusion) were given infusion of Bidens pilosa L. herbs 2.0 g/kgBW. Group IV-VI (treatment group) were given Bidens pilosa L. herb infusion orally once a day for six days in a row with dose 0.5; 1.0; and 2.0 g/kgBW, then in seventh day the treatments group were given carbon tetrachloride 2.0 ml/kgBW i.p. After 24 hours, blood collected from the orbital sinus region and then measured ALT and AST serum activities. The obtained data ALT and AST serum activities were analyzed using one-way ANOVA with 95% significancy level and continued with Scheffe test or paired T test.

The results showed that administration infusion of Bidens pilosa L. herb has a hepatoprotective effect by reducing ALT and AST activities. Hepatoprotective effects from the lowest to highest doses were 74.6%; 87.5%, 50.2%. From the data, the effective dose of Bidens pilosa L. herb infusion was 1.0 g/kgBW.

(21)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh yang memiliki peran penting

bagi manusia, hati berfungsi untuk proses metabolisme seperti karbohidrat, lemak

dan protein serta memetabolisme xenobiotik (Stine dan Brown, 2006). Fungsi hati

sebagai pemetabolisme maka hati rentan terkena penyakit. Penyakit hati dapat

disebabkan oleh obat, bahan kimia, alkohol, toksin, atau infeksi virus (Crowley,

2001).

Penyakit yang sering muncul pada organ hati adalah perlemakan hati, yang

dibagi menjadi dua yaitu diperantarai alkohol dan tidak diperantarai alkohol.

Perlemakan hati tidak diperantarai alkohol (NAFLD) prevalensinya cukup tinggi

di negara-negara bagian Asia-Pasifik. Prevalensi NAFLD di Indonesia mencapai

30% dan menduduki peringkat pertama dibandingkan dengan negara Asia-Pasifik

lainnya (Amarapurkar et al, 2007). NAFLD (Non-Alcoholic Fatty Liver Disease)

yang tidak ditangani akan berkembang menjadi NASH (Non-Alcoholic

Steatohepatitis), bahkan kanker hati (Starley, Calcagno and Harrison, 2010).

Selama dekade terakhir, penggunaan pengobatan herbal untuk

pengobatan NAFLD telah mengalami kemajuan dan menjadi perhatian karena

ketersediaan luas selain itu efek samping yang rendah dan mekanisme terapi

(22)

tanaman telah banyak diteliti dan berpotensi dalam pengobatan NAFLD (Xiao,

Fai So, Liong and Tipoe, 2013).

Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang sering digunakan untuk

permodelan kerusakan hati. Senyawa karbon tetraklorida akan metabolisme oleh

sitokrom P450 menjadi radikal bebas trikolorometil yang dapat menyebabkan

kerusakan hati, salah satunya dapat menyebabkan perlemakan hati.

Herba Bidens pilosa L. merupakan tanaman yang ditemukan di bagian

Amerika Selatan, namun sekarang sudah ditemukan di semua negara wilayah

tropis dan subtropis termasuk Indonesia. Herba Bidens pilosa L. memiliki potensi

sebagai antioksidan. Menurut Kviecinski et al. (2011), herba Bidens pilosa L.

pada fraksi etil asetat, memiliki senyawa metabolit flavonoid yang dapat

menangkap radikal bebas dan berpotensi menjadi hepatoprotektor. Penelitian

tersebut didukung oleh penelitian Silva et al., (2011) yang menyatakan bahwa

polyasetilen dan flavonoid adalah metabolit yang mendominasi di tanaman Bidens

pilosa L.

Menurut Kviecinski et al. (2011) pemberian fraksi etil asetat Bidens pilosa

L. selama sepuluh hari dapat memberikan efek hepatoprotektif pada tikus yang

terinduksi karbon tetraklorida. Penelitian lain dilakukan Hendra dan Mahendra

(2011) pemberian jangka panjang infusa daun Macaranga tanarius L. yaitu

selama enam hari berturut-turut dapat memberikan efek hepatoprotektif.

Penelitian ini menggunakan sediaan berupa infusa karena melihat

kedekatan dengan kebiasaan masyarakat dimana sediaan infusa ini mirip dengan

(23)

yang ingin diambil juga larut dalam air sehingga metode infusa dapat digunakan

untuk mengekstrak metabolit tersebut dari herba Bidens pilosa L. (Xu et al.,

2008).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian

jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. pada tikus betina terinduksi karbon

tetraklorida. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menambah

pengetahuan dan memberikan informasi tentang tanaman hepatoprotektif.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut :

a. Apakah pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. mempunyai

pengaruh hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas ALT-AST serum pada

tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida?

b. Berapakah dosis efektif infusa herba Bidens pilosa L. jangka panjang yang

memiliki efek hepatoprotektif paling besar pada tikus betina galur Wistar

terinduksi karbon tetraklorida?

2. Keaslian penelitian

Penelitian tentang efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang infusa

herba Bidens pilosa L. pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon

tetraklorida belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang telah dilakukan

berkaitan dengan herba Bidens pilosa L. yaitu :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Kviecinski, et al (2011). Pada penelitian

(24)

efek hepatoprotektif dari fraksi etil asetat herba Bidens pilosa L. asal Brazil

yang mengandung kuersetin – derivat flavonoid. Selain itu, juga ditemukan

adanya efek hepatoprotektif.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti (2007) menguji aktivitas antioksidan

dari fraksi air ekstrak metanolik herba Bidens pilosa L., namun tidak dilakukan

uji aktivitas ekstrak herba Bidens pilosa L. sebagai hepatoprotektif.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Silva et al., (2011) melaporkan bahwa

polyasetilen dan flavonoid adalah metabolit yang mendominasi dalam

fitokimia herba Bidens pilosa L.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang tanamann

herba Bidens pilosa L. yang memiliki potensi hepatoprotektif.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada

masyarakat tentang dosis efektif penggunaan jangka panjang infusa herba

Bidens pilosa L. yang memberikan proteksi terhadap perlemakan hati.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan

infusa herba Bidens pilosa L. terhadap perbaikan fungsi hati tikus betina galur

(25)

2. Tujuan khusus

a. Pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. mempunyai

pengaruh hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan

AST pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

b. Mengetahui besar dosis efektif hepatoprotektif infusa herba Bidens pilosa L.

(26)

BAB II

1. Taksonomi

: Asterales

Keluarga : Asteraceae

Marga : Bidens

Varietas : Bidens pilosa L. (Bartolome, Villasenor, and Yang, 2013).

2. Morfologi

Tanaman Bidens pilosa Linn. merupakan tanaman berbatang lunak yang

berasal dari Amerika. Bidens pilosa L. tumbuh di dekat air, kebun atau ladang,

halaman rumah, dan pinggiran jalan pada ketinggian 250-2.500 meter dpl. Tinggi

tanaman ini dapat mencapai 150 cm

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Bidens pilosa L.

Klasifikasi dari tumbuhan Bidens pilosa L. adalah sebagai berikut.

Divisi : Spermatophyta

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta

Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Asteridae

(27)

Gambar 1. Tanaman herba Bidens pilosa L.

Gambar 1 menunjukan morfologi dari tanaman herba Bidens pilosa L.

dengan batang berbentuk segi empat berwarna hijau, daun terbagi tiga, berbentuk

bulat telur dengan tepi bergerigi. Bunga bertangkai panjang, mahkota bunga

berwarna putih dengan putik berwarna kuning (Sugiarto and Putera, 2008).

3. Kandungan kimia & kegunaan

Gambar 2. Struktur Quercetin (Bartolome et al., 2013).

Senyawa bioaktif primer yang terkandung dalam Bidens pilosa L. adalah

polyynes, flavonoid, phenylpropanoids, asam lemak, dan fenolat. Senyawa

tersebut dilaporkan efektif dalam pengobatan tumor, inflamasi/memodulasi

(28)

penyakit kardiovaskular. Menurut penelitian yang ada, Bidens pilosa L. diklaim

dapat mengobati lebih dari 40 macam penyakit dan ada 201 senyawa yang telah di

identifikasi dari Bidens pilosa L. Salah satunya adalah flavonoid quercetin yang

ditunjukkan pada Gambar 2 (Bartolome, Villasenor and Yang, 2013).

B. Hati 1. Anatomi dan fisiologi hati

Hati merupakan organ terbesar di tubuh yang berada di kuadran kanan atas

rongga abdomen. Hati terbungkus oleh sebuah kapsul fibroelastik yang disebut

kapsul Glisson dan secara makroskopik dipisahkan menjadi lobus kiri dan lobus

kanan. Kapsul Glisson berisi pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Kedua

lobus hati tersusun oleh unit-unit yang lebih kecil disebut lobulus. Lobulus terdiri

atas sel-sel hepatosit atau disebut dengan hepatosit yang menyatu dalam suatu

lempeng. Hepatosit dianggap sebagai unit fungsional hati. Sel-sel hati dapat

melakukan pembelahan sel dan mudah diproduksi kembali saat dibutuhkan untuk

mengganti jaringan yang rusak (Corwin, 2007).

Hati menerima darah dari vena portae hepatis dan arteri hepatica

sebanyak 70% dan 30% (Wibowo dan Paryana, 2009). Vena porta hepatica

membawa darah masuk ke hati dari saluran cerna dan limfa, sedangkan arteri

hepatica membawa darah dari aorta ke hati. Darah yang masuk ke hati melalui

vena. Volume total darah yang masuk dalam hati adalah 1500 ml setiap menitnya

(Price and Wilson, 2005).

Lobulus merupakan unit yang fungional dari hati. Lobulus memiliki

(29)

milimeter. Terdapat kurang lebih 50.000 – 100.000 lobulus di hati. Sel-hel hepatik

membentuk plat memutari vena sentral seperti jari-jari pada roda (Gambar 3).

Lempeng sel hepatosit dipisahkan oleh kapiler sinusoidal berdinding tipis yang

disebut sinusoid yang membentang dari pinggiran lobulus ke vena pusat. Sinusoid

disuplai darah melalui vena porta arteri hepatika. Sinusoid dilapisi dua buah sel,

yakni sel endotel kapiler dan Kupffer cells. Kupffer cells adalah reticuloendotelial

yang berfungsi untuk memfagositosis sel darah tua, bakteri, dan bahan asing

lainnya yang mengalir melalui sinusoid. Aksi fagositosis bertujuan untuk

menghilangkan bakteri enterik dan subtansi berbahaya lain yang masuk melalui

usus (Carol and Glenn, 2009).

Gambar 3. Satu bagian dari lobus hati terdiri dari pembuluh darah, sel hepatik, sinusoid hati, dan percabangan vena portal dan arteri hepatik

(Carol and Glenn, 2009)

Vena porta hepatica membawa darah yang mengandung nutrisi tidak

(30)

mengandung oksigen. Peredaran darah yang membawa oksigen hanya sekitar 30%

menyebabkan sel hati relatif kekurangan oksigen, sehingga mengakibatkan hati

rentan terhadap kerusakan (Wiboyo dan Paryana, 2009).

Hati memiliki peranan yang penting dalam setiap metabolisme dalam

tubuh dan bertanggung jawab dalam 500 aktivitas yang berbeda. Fungsi utama

dari hati adalah membentuk dan mengekskresi empedu, kemudian akan disimpan

dalam kandung empedu (Price and Wilson, 2005).

Fungsi lain dari hati adalah untuk metabolisme lemak dan detoksifikasi

sejumlah zat endogen dan eksogen. Fungsi hati untuk detoksifikasi sangat penting

dan dilakukan melalui reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis atau konjugasi dari zat

yang berbahaya diubah menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif (Price and

Wilson, 2005).

Peran hati untuk eliminasi adalah melalui metabolisme obat induk menjadi

metabolitnya. Hati dapat memetabolisme obat menjadi metabolitnya tergantung

dari aktifitas enzim pemetabolisme yang terdapat pada reticulum endoplasma

halus dan sitosol di hepatosit. Jumlah obat bebas yang dibawa masuk ke dalam

hepatosit dipengaruhi oleh jumlah protein pengikat obat di dalam darah (DiPiro et

al., 2008).

2. Kerusakan sel-sel hati

Hati merupakan organ yang rentan terhadap berbagai metabolisme, racun,

mikroba, dan serangan neoplastik. Penyakit hati yang utama adalah hepatitis

karena virus, penyakit hati alkoholik, Non Alcoholic Fatty Liver Disease

(31)

pada umumnya dapat dapat ditutupi karena besarnya cadangan hati, namun bila

gangguan penyakit menyebar atau ada gangguan aliran cairan empedu, dampak

yang di terima hati akan sangat membahayakan (Kumar, Abbas, Fausto and

Aster, 2010).

Berdasarkan manifestasi klinik dan pola spesifik pada

histopatologi, kerusakan hati dibagi menjadi:

1. Nekrosis sentrilobular, terjadi pada induksi obat yang bersifat

hepatotoksik mengakibatkan adanya metabolisme yang beracun.

Kerusakan yang terjadi menyebar ke luar mulai dari tengah lobus.

2. Steatonecrosis, kerusakan sel hati akut dengan penumpukan lemak

pada sel-sel hati hal ini terjadi karena adanya obat-obat yang

mempengaruhi proses oksidasi asam lemak di dalam mitokondria.

3. Phospholipidosis, merupakan akumulasi dari phospholipid sebagai

pengganti asam lemak. Phospholipid dapat menelan badan lisosom

pada sel hati.

4. Nekrosis hepatoselular tergeneralisasi, hampir mirip dengan terjadinya

perubahan karena adanya infeksi hati oleh virus. Waktu terjadinya satu

minggu setelah terinduksi zat beracun (DiPiro et al., 2008).

3. Perlemakan hati

Perlemakan hati adalah keadaan dimana jumlah lemak dihati melebihi 5%

dari berat hati. Perlemakan hati (Gambar 4) terjadi karena adanya akumulasi

(32)

beberapa hal seperti kelebihan asam lemak, trigleserida yang tidak dapat di

transport, dan turunnya sintesis lipoprotein (Gregus and Klaaseen, 2001).

Gambar 4. Struktur mikroskopik hati yang mengalami steatosis (Rubin and Farber, 1999).

Perlemakan hati juga dapat disebabkan karena adanya hepatotoksin seperti

karbon tetraklorida. Hepatotoksin ini bekerja dengan metabolit reaktifnya yang

berikatan kovalen dengan protein dan lipid tak jenuh sehingga menyebabkan

peroksidasi lipid yang menyebabkan perlemakan hati (Lu, 1995).

4. Hepatotoksin

Obat dan senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan hati dibedakan

menjadi dua, yaitu :

a) Teramalkan

Merupakan obat atau senyawa yang bila diberikan dapat

mempengaruhi sebagian besar orang yang menelan senyawa tersebut dalam

(33)

teramalkan bergantung kepada dosis pemberian. Contoh dari obat-obat tipe

ini adalah parasetamol, salisilat, dan tetrasiklin (Forrest, 2006).

b) Tak teramalkan

Merupakan senyawa atau obat yang sifatnya tidak toksik pada hati,

tetapi jika diberikan kepada orang tertentu dapat menimbulkan efek toksik.

Frekuensi terjadinya sangat jarang hanya 1:1000 orang. Hepatotoksin ini

tidak bergantung pada dosis pemberian. Contoh obat-obat dalam jenis ini

adalah isoniazid, halothane, dan chlorpromazine (Forrest, 2006).

5. ALT dan AST

Kerusakan hati dapat dideteksi dengan mengukur indeks fungsional dan

dengan mengamati produk hepatosit yang rusak. Uji yang sering digunakan, salah

satunya adalah uji enzim. Uji enzim ini dapat menunjukkan adanya penyakit atau

cedera pada sel hati (Sacher and McPherson, 2002).

Enzim yang sering berkaitan dengan kerusakan hepatoseluler adalah

aminotransferase. Aminotransferase mengkatalisis pemindahan reversibel satu

gugus amino antara asam amino dan sebuah asam alfa-keto, yang berfungsi dalam

pembentukan asam-asam amino yang dibutuhkan untuk penyusunan protein di

hati. Alanin aminotransferase (ALT) berfungsi memindahkan satu gugus amino

antara alanin dan asam alfa-ketoglutamat. Aspartat aminotransferase (AST)

berfungsi mengkatalisis reaksi antara asam aspartat dan asam alfa-ketoglutamat

(Sacher and McPherson, 2002). Penentuan enzim ALT dan AST adalah cara yang

sering digunakan untuk mendeteksi kerusakan hati, enzim yang dibebaskan

(34)

Enzim ALT terdapat pada beberapa jaringan tapi konsentrasinya lebih

banyak terdapat di hati, sedangkan enzim AST sebagian besar ada di otot rangka,

hati, dan tersebar ke seluruh jaringan. Berdasarkan hal tersebut, maka enzim ALT

menjadi petunjuk yang lebih spesifik terhadap rusaknya hati dari pada AST

(Zimmerman, 1999).

C. Karbon Tetraklorida

Karbon tetraklorida merupakan cairan jernih yang mudah menguap, tidak

berwarna, dan memiliki bau khas. Karbon tetraklorida memiliki rumus molekul

CCl4, BM 153,82 dan sangat sukar larut dalam air, dapat bercampur dengan etanol

mutlak dan dengan eter (Dirjen POM, 1995). Karbon tetraklorida merupakan

senyawa yang mudah larut lemak dan bisa digunakan untuk model hepatotoksin

perlemakan pada hati (Wahyuni, 2005).

Penggunaan karbon tetraklorida untuk menginduksi toksisitas dipengaruhi

oleh dosis dan durasi dari pemejanan. Dosis yang rendah dapat menyebabkan

kerusakan homeostasis dari lipid dan dapat terjadi apoptosis. Pemejanan karbon

tetraklorida dengan dosis tinggi atau pemejanan dengan durasi yang panjang dapat

menyebabkan perlemakan hati, fibrosis, sirosis hingga kanker (Weber, Boll, and

Stampfl., 2003).

Karbon tetraklorida (CCl4) akan dimetabolisme oleh sitokrom P450

menjadi senyawa radikal bebas CCl3* (triklorometil). Radikal bebas ini dapat

mengikat molekul seluler seperti asam nukleat, protein dan lipid. Pengaruh adanya

(35)

metabolisme lipid. Bila radikal bebas triklorometil berikatan dengan DNA, maka

dapat menyebabkan kanker hati (Weber, Boll, and Stampfl., 2003).

Menurut Weber, Boll, and Stampfl (2003), sekresi dari VLDL dari

hepatosit mengalami penurunan yang besar karena adanya induksi dari CCl4.

Badan Golgi dari hati menjadi sasaran CCl4 sehingga menyebabkan kehilangan

fungsi. Badan Golgi memiliki peran untuk mengatur sintesis, maturasi, dan

sekresi dari VLDL.

Metabolisme dari CCl4 (Gambar 5), setelah terbentuk radikal bebas

triklorometil (CCl3*) akan terbentuk triklorometil peroksi radikal (CCl3OO*)

karena bereaksi dengan oksigen. Radikal bebas ini lebih reaktif dari pada radikal

bebas triklorometil (CCl3*). Radikal bebas triklorometil peroksi radikal akan

mengikat asam lemak tak jenuh yang menginisiasi proses peroksidasi lipid.

Peroksidasi lipid yang terjadi dapat membentuk radikal lipid. (Weber, Boll, and

(36)

Gambar 5. Metabolisme karbon tetraklorida dengan adanya oksigen dan molekul organik. RH menggambarkan asam lemak tak jenuh. (Weber, Boll,

dan Stampfl., 2003).

D. Infusa

Infusa didefinisikan sebagai sediaan cair yang dibuat dengan

mengekstraksi simplisia nabati direbus air pada suhu 90°C selama 15 menit

(Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2010). Infusa dapat dibuat dengan cara

mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air

(37)

sejak mencapai suhu 90°C yang disertai dengan pengadukan. Penyaringan

dilakukan menggunakan kain flanel yang disertai dengan menambahkan air panas

secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

E. Landasan Teori

Hati merupakan organ yang penting bagi tubuh karena perannya untuk

metabolisme dan detoksifikasi subtansi berbahaya yang masuk ke dalam tubuh.

Hati dapat rusak karena berbagai hal seperti induksi bahan kimia, virus ataupun

penggunaan obat-obatan yang dapat merusak hati. Salah satu kerusakan hati yang

prevalensinya cukup tinggi di Indonesia adalah perlemakan hati (steatosis), yaitu

mencapai 30%. Perlemakan hati yang tidak diatasi dapat berkembang menjadi

kanker hati.

Senyawa karbon tetraklorida (CCl4) merupakan senyawa yang sering

digunakan untuk permodelan dalam kerusakan hati. Karbon tetraklorida yang

dimetabolisme oleh sitokrom P450 akan diubah menjadi senyawa radikal bebas

CCl3* (triklorometil). Senyawa radikal bebas trikolorometil ini akan berikatan

dengan molekul seluler seperti asam nukleat, lipid, dan protein yang dapat

menyebabkan perlemakan hati.

Menurut penelitian dari Kviecinski et al. (2011), melaporkan bahwa salah

satu kandungan dari tanaman Bidens pilosa L adalah flavonoid. Flavonoid adalah

antioksidan yang memiliki aktivitas menangkap radikal bebas yang berpotensi

(38)

metabolit flavonoid (Silva et al., 2011). Senyawa flavonoid ini terlarut dalam

pelarut polar, sehingga diharapkan infusa herba Bidens pilosa L. dapat

memberikan efek hepatoprotektif pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

F. Hipotesis

Pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. mempunyai efek

hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas ALT dan AST serum pada tikus

(39)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan

rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas

Variabel bebas penelitian ini adalah variasi dosis dalam pemberian

jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L.

b. Variabel tergantung

Variabel tergantung penelitian ini adalah penurunan aktivitas ALT

-AST serum akibat pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L.

pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali penelitian ini adalah kondisi hewan uji,

yaitu tikus betina galur Wistar dengan berat badan 130-200 g dan umur 2-3

bulan, frekuensi pemberian infusa herba Bidens pilosa L. satu kali sehari

(40)

rute pemberian secara per oral (p.o). Herba Bidens pilosa L. diperoleh dari

Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

b. Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi

patologis dan fisiologis tikus betina galur Wistar yang digunakan sebagai

hewan uji.

3. Definisi operasional

a. Herba Bidens pilosa L.

Herba Bidens pilosa L. adalah semua bagian tumbuhan di atas tanah

(batang, daun, bunga, dan biji) Bidens pilosa L.

b. Infusa herba Bidens pilosa L.

Infusa serbuk kering herba Bidens pilosa L. 16% didapatkan dengan

cara menginfudasi 8,0 g serbuk kering herba Bidens pilosa L. dalam 50,0 ml

air pada suhu 90°C selama 15 menit.

c. Dosis efektif

Dosis yang memberikan efek hepatoprotektif paling besar dengan

penurunan aktivitas ALT dan AST serum yang berbeda bermakna jika

dibandingkan dengan variasi dosis lainnya.

d. Efek hepatoprotektif

Efek hepatoprotekif adalah kemampuan infusa herba Bidens pilosa L.

pada dosis tertentu untuk melindungi hepar dari hepatotoksin dengan

menurunkan aktivitas ALT dan AST serum yang secara statistik berbeda

(41)

e. Jangka panjang

Jangka panjang adalah pemberian infusa herba Bidens pilosa L. satu

kali sehari selama enam hari berturut-turut.

C. Bahan Penelitian

1. Bahan utama

a. Hewan uji yang digunakan adalah tikus betina galur Wistar dengan umur

2-3 bulan dengan berat badan 130-200 g yang diperoleh dari

Laboratorium Hayati Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

b. Bahan uji yang digunakan adalah herba Bidens pilosa L. yang diperoleh

dari Dusun Jenengan, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman,

Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Bahan kimia

a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida

(Merck®) .

b. Kontrol negatif yang digunakan adalah olive oil yang diperoleh dari PT.

Brataco.

c. Pelarut untuk infusa digunakan aquadest yang diperoleh dari

Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

(42)

e. Blanko pengukuran aktivitas ALT-AST serum menggunakan aqua

bidestilata yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis dan

Instrumental Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

f. Reagen serum ALT-AST dari DiaSys®.

D. Alat penelitian 1. Alat pembuatan serbuk kering herba Bidens pilosa L.

Alat-alat yang digunakan antara lain oven, mesin penyerbuk, dan ayakan.

2. Alat pembuatan infusa herba Bidens pilosa L.

Panci lapis alumunium, stopwatch, thermometer, beaker glass, gelas ukur,

labu takar, corong, cawan porselen, batang pengaduk, penangas air, timbangan

analitik, dan kain flanel.

3. Alat uji penetapan kadar air

Moisture balance, beaker glass, dansendok.

4. Alat uji hepatoprotektif

Seperangkat alat gelas berupa beaker glass, gelas ukur, tabung reaksi, labu

ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®), timbangan analitik

Mettler Toledo®, sentrifuge Centurion Scientific®, vortex Genie Wilten®, spuit

injeksi p.o. dan i.p., pipa kapiler, tabung Eppendorf, Microlab 200 Merck®,

(43)

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman Herba Bidens pilosa L

Determinasi dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri tanaman herba Bidens

pilosa L. dengan buku acuan karangan Backer tahun 1963. Determinasi dilakukan

oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., dosen Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi,

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah herba Bidens pilosa L. yang meliputi

semua bagian tumbuhan di atas tanah (batang, daun, bunga, dan biji), dipilih yang

masih bagus dan terhindar dari penyakit. Bahan uji diperoleh dari Dusun Jenengan,

Sleman, DIY pada bulan Juli 2014.

3. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L.

Herba Bidens pilosa L. dicuci bersih, dipotong-potong, dan

dikering-anginkan. Setelah itu, untuk mengoptimalkan pengeringan dilakukan pengeringan

dengan menggunakan oven pada suhu 500C selama 24 jam. Setelah benar-benar kering, herba diserbuk dan diayak dengan ayakan nomor 40.

4. Penetapan kadar air pada serbuk herba Bidens pilosa L.

Serbuk kering herba Bidens pilosa L. yang sudah diayak dimasukkan ke

dalam alat moisture balance sebanyak 5 g kemudian diratakan. Bobot serbuk

kering herba tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum pemanasan (bobot A),

(44)

pemanasan (bobot B). Kemudian dilakukan perhitungan terhadap selisih bobot A

terhadap bobot B yang merupakan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L.

5. Pembuatan infusa herba Bidens pilosa L.

Untuk membuat infusa herba Bidens pilosa L. dengan konsentrasi 16%,

serbuk kering herba Bidens pilosa L. diambil sejumlah 8,0 g, dibasahkan dengan

16,0 mL aquades kemudian ditambah dengan 50 mL aquadest. Campuran ini

kemudian dipanaskan di atas heater pada suhu 90°C selama 15 menit, dihitung

ketika suhu pada campuran mencapai 90°C. Jika air yang diperoleh kurang, maka

air dapat ditambahkan selagi panas melalui ampas rebusan hingga volume

mencapai 50,0 mL.

6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50%

Larutan karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50% dengan

mencampur larutan karbon tetraklorida dan olive oil dengan perbandingan volume

1:1.

7. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis infusa herba Bidens pilosa L.

Pada penelitian ini digunakan 3 peringkat dosis yaitu rendah (dosis I),

tengah (dosis II), dan tinggi (dosis III). Dosis III ditetapkan dengan cara

sebagai berikut :

D x BB = C x V

Keterangan :

D = Dosis III

(45)

C = Konsentrasi tertinggi infusa herba Bidens pilosa L. yang bisa dibuat

V = ½ Vmax

D x 200g = 16 % x 0,25 mL

D x 0,2 kg = 0,16 g/mL x 2,5 mL

D = 2,0 g/kgBB

Peringkat dosis dibuat dengan faktor kelipatan dua sehingga didapat dosis I

sebesar 0,5 g/kgBB ; dosis II sebesar 1,0 g/kgBB dan dosis III sebesar

2,0g/kgBB.

b. Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Priya, Swati, dan Vilasrao

(2013), bila karbon tetraklorida dengan dosis 2,0 mL/kg diberikan secara

intraperitonial pada tikus betina, maka dapat menyebabkan kerusakan organ

hati yang ditandai dengan peningkatan serum ALT-AST tanpa menyebabkan

kematian. Sehingga pada penelitian ini digunakan dosis 2,0 mL/kgBB.

c. Penetapan waktu pencuplikan darah

Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi

dengan 5 ekor tikus. Setiap ekor tikus diambil darahnya melalui sinus

orbitalis mata menggunakan pipa kapiler pada jam ke-0, 24, dan 48 setelah

pemberian karbon tetraklorida. Kemudian diukur aktivitas serum ALT-AST.

8. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Sejumlah empat puluh dua ekor tikus dibagi secara acak ke dalam enam

(46)

a. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi larutan karbon tetraklorida dengan

dosis 2,0 mL/kg BB secara intraperitonial. Pengambilan darah dilakukan

setelah 24 jam.

b. Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil 2,0 mL/kgBB secara

intraperitonial. Pengambilan darah dilakukan setelah 24 jam.

c. Kelompok III (kontrol infusa) diberi infusa herba Bidens pilosa L. dosis

tinggi selama enam hari berturut-turut secara p.o. Pengambilan darah

dilakukan pada hari ke tujuh.

d. Kelompok IV (dosis I) diberi infusa herba Bidens pilosa L. dosis 0,5 g/kgBB

secara p.o sekali sehari selama enam hari berturut-turut.

e. Kelompok V (dosis II) diberi infusa herba Bidens pilosa L. dosis 1,0 g/kgBB

secara p.o sekali sehari selama enam hari berturut-turut.

f. Kelompok VI (dosis III) diberi infusa herba Bidens pilosa L. dosis 2,0

g/kgBB secara p.o sekali sehari selama enam hari berturut-turut. Pada hari ke

tujuh kelompok IV, V, dan VI diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2,0

mL/kg BB secara intraperitonial. Setelah 24 jam, diambil darahnya melalui

sinus orbitalis mata, lalu diukur aktivitas serum ALT-AST.

9. Pembuatan serum

Pembuatan serum dilakukan dengan mengambil darah tikus melalui bagian

sinus orbitalis mata, kemudian didiamkan selama 15 menit. Sentrifuge dengan

kecepatan 8000 rpm selama 15 menit setelah terpisah, bagian supernatan diambil,

(47)

10. Pengukuran aktivitas serum ALT-AST

Pengukuran aktivitas serum ALT-AST dilakukan menggunakan alat

Microlab 200 Merck di Labolatorium Fakultas Farmasi Sanata Dharma,

Yogyakarta. Pengukuran aktivitas Serum ALT dilakukan dengan cara

mencampurkan 100 mL serum dengan 1000 mL reagen I ditunggu selama 2 menit

kemudian ditambahkan 250 mL reagen II, dan ditunggu selama 1 menit sebelum

diukur menggunakan Mircrolab. Pengukuran aktivitas serum AST juga dilakukan

dengan hal yang sama, namun digunakan reagen untuk pengukuran aktivitas AST.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data aktivitas serum ALT-AST diuji dengan Saphiro-Wilk untuk

mengetahui distribusi data tiap kelompok hewan uji. Apabila didapat distribusi

data yang normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way

ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan

masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat

perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau

tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Namun, bila didapatkan distribusi

tidak normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk

mengetahui perbedaan aktivitas serum ALT-AST antar kelompok. Setelah itu,

dilanjutkkan dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan tiap

(48)

Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon

tetraklorida diperoleh dengan rumus:

1− (purata ALT perlakuan−purata ALT kontrol negatif)

(purata ALT kontrol hepatoksin−purata ALT kontrol negatif) × 100%

1− (purata AST perlakuan−purata AST kontrol negatif)

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek anti

hepatoprotektif dari infusa herba Bidens pilosa L. terhadap tikus putih betina

terinduksi karbon tetraklorida (CCl4) berdasarkan aktivitas enzim ALT dan AST

dalam darah.

A. Hasil Determinasi Tanaman

Pada penelitian hepatoprotektif ini digunakan herba Bidens pilosa L.

sebagai bahan yang akan diuji aktivitasnya. Determinasi bertujuan untuk

memastikan bahan yang digunakan adalah herba Bidens pilosa L.,sehingga tidak

terjadi kesalahan dalam penyiapan bahan. Determinasi dilakukan oleh bapak

Yohanes Dwiatmaka, M.Si. di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan menggunakan buku

acuan karangan Backer(1963). Bagian tanaman yang dideterminasi adalah batang,

daun, bunga, dan biji. Proses determinasi dilakukan hingga tingkat spesies. Hasil

determinasi membuktikan bahwa bahan yang digunakan benar dari tanaman

Bidens pilosa L.

B. Penyiapan Bahan 1. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L.

Herba Bidens pilosa L.dibuat serbuk agar memperbesar luas kontak herba

dengan pelarut, sehingga senyawa fitokimia yang terdapat pada herba Bidens

(50)

2. Penetapan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L.

Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk mengetahui kandungan air

dalam serbuk herba Bidens pilosa L. Penetapan kadar air dilakukan dengan

metode Gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance. Serbuk

dipanaskan dalam alat pada suhu 1050C selama 15 menit. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kadar air serbuk herba Bidens pilosa L.. adalah 8,61%.

Kadar air serbuk herba Bidens pilosa L. sudah baik karena persyaratan serbuk

simplisia yang baik menurut Farmakope IV adalah kurang dari 10%.

C. Uji Pendahuluan 1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Pada penelitian ini, karbon tetraklorida digunakan sebagai hepatotoksin.

Tujuan dari penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida adalah mengetahui

pada dosis berapa karbon tetraklorida dapat menyebabkan kerusakan hati pada

tikus yang dilihat dari peningkatan aktivitas serum ALT dan AST. Menurut Thapa

and Walia (2007), karbon tetraklorida dapat menginduksi kerusakan hati yang

ditandai dengan kenaikan 3-4x serum ALT dan AST dari normal. Pada penelitian

ini digunakan dosis karbon tetraklorida 2,0 ml/kgBB, karena menurut penelitian

Janakat and Merie (2002), pada dosis tersebut karbon tetraklorida dapat

menginduksi terjadinya hepatotoksik. Dengan dosis 2,0 mL/kgBB, aktivitas serum

ALT-AST dapat meningkat yang menunjukkan adanya kerusakan hati tanpa

menimbulkan kematian. Pemberian secara i.p. bertujuan untuk menghindari

(51)

2. Penentuan dosis infusa

Penentuan dosis infusa herba Bidens pilosa L. dengan tujuan mengetahui

dosis infusa herba Bidens pilosa L. yang akan digunakan dalam penelitian ini.

Dosis infusa herba Bidens pilosa L. ditetapkan dengan cara pembuatan infusa

dengan konsentrasi maksimal dan didasarkan volume maksimal yang dapat

diberikan ke tikus secara per oral. Dari hasil uji pendahuluhan, konsentrasi

maksimal yang dapat dibuat adalah 16 %. Volume maksimal yang diberikan

adalah secara p.o. adalah 5.0 mL. Pada penelitian ini digunakan ½ dari volume

yang dapat diberikan, yaitu 2,5 mL. Dari hasil perhitungan, didapatkan dosis

infusa herba Bidens pilosa L. adalah 2,0 g/kgBB, dan dibuat tiga peringkat dosis

yaitu 2,0; 1,0; dan 0,5 g/kgBB.

3. Penentuan waktu pencuplikan darah

Tujuan dari penentuan waktu pencuplikan darah ini adalah untuk

mendapatkan waktu efek hepatotoksik yang maksimal dari karbon tetraklorida

(CCl4) dilihat dari peningkatan aktivitas serum ALT dan AST. Karbon

tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB diinduksikan pada tikus, kemudian dilakukan

pencuplikan darah dengan selang waktu 0, 24, dan 48 jam.

Hasil pengujian aktivitas sertum ALT dapat dilihat pada tabel I

Tabel I. Purata aktivitas serum ALT ± SE pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB

Selang waktu (jam) Purata aktivitas serum ALT ± SE (U/L)

0 51,2 ± 3,7

24 153,0 ± 2,1

(52)

Gambar 6. Diagram batang purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mg/kgBB

Hasil uji menunjukkan terjadi peningkatan aktivitas serum ALT pada jam

ke-24 (153,0 ± 2,1 U/L) dan ke-48 (61,4 ± 2,4 U/L). Peningkatan aktivitas serum

ALT yang paling besar terlihat pada jam ke-24 (153,0 ± 2,1 U/L) dan terjadi

penurunan pada jam ke-48 (61,4 ± 2,4 U/L). Dari tabel III dan gambar 6, terlihat

bahwa aktivitas ALT serum meningkat mencapai tiga kali pada jam ke-24 bila

dibandingkan dengan jam ke-0. Hasil statistik menunjukkan adanya perbedaan

yang bermakna aktivitas serum ALT antara jam ke-24 dengan jam ke-0 dan 48.

Pada jam ke-0 dan 48 memiliki perbedaan namun tidak bermakna, yang artinya

aktivitas serum ALT pada jam ke-48 sudah kembali normal seperti pada jam ke-0.

(53)

Tabel II. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB

Selang waktu (jam) Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48

0 BB BTB

24 BB BB

48 BTB BB

Keterangan:

BB = Berbeda bermakna (p<0,05), BTB = Berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Serum AST juga diukur pada jam yang sama hasil dapat dilihat pada tabel III.

Tabel III. Purata aktivitas serum AST ± SE pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB

Selang waktu (jam) Purata aktivitas serum AST ± SE (U/L)

0 109,0 ± 4,6

24 425,6 ± 10,4

48 150,6 ± 7,0

Gambar 7. Diagram batang purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mg/kgBB

Dari hasil pengukuran diatas, aktivitas serum AST paling tinggi terjadi

(54)

penurunan menjadi (150,6 ± 7,0 U/L). Hal tersebut juga terjadi pada serum ALT,

dimana aktivitasnya paling tinggi pada jam ke-24. Secara statistik uji

kebermakanaan, aktivitas serum AST memiliki antara nilai yang berbeda

bermakna setiap waktu pencuplikan.

Tabel IV. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB

Selang waktu (jam) Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48

0 BB BB

24 BB BB

48 BB BB

Keterangan:

BB = Berbeda bermakna (p<0,05)

Dari hasil uji pendahuluan ini, CCl4 memiliki efek hepatotoksik paling

tinggi pada jam ke-24, sehingga pada penelitian ini pencuplikan darah dilakukan

24 jam setelah dipejankan CCl4 dengan dosis 2,0 mL/kgBB.

D. Hasil Uji Efek hepatoprotektif infusa herba Bidens pilosa L.

Pada penelitian ini, digunakan tiga peringkat dosis infusa herba Bidens

pilosa L. untuk diuji efek hepatoprotektifnya, yaitu 0,5 g/kgBB; 1,0 g/kgBB, dan

2,0 g/kgBB yang diberikan sekali sehari selama enam hari berturut-turut.

Parameter yang digunakan dalam melihat efek hepatoprotektif adalah ada

tidaknya penurunan aktivitas serum ALT dan didukung data dari aktivitas serum

AST. Data tersebut disajikan dalam bentuk purata ± SE dengan satuan U/L (tabel

V).

Data dianalisis menggunakan analisis pola searah. Dari hasil uji,

didapatkan bahwa hasil aktivitas serum ALT-AST memiliki distribusi normal dan

(55)

untuk melihat kebermaknaan dari peningkatan aktivitas serum ALT-AST yang

dapat dilihat pada tabel VI dan VII.

Tabel V. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar pada kelompok perlakuan

Kelompok Purata aktivitas serum ALT ± SE (U/L)

I : Kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2,0 mL/kgBB II : Kelompok kontrol negatif olive oil 2,0 mL/kgBB

III : Kelompok kontrol IHBP 2 g/kgBB

IV : Kelompok IHBP 0,5 g/kgBB + karbon tetraklorida 2 mL/kgBB V : Kelompok IHBP 1 g/kgBB + karbon tetraklorida 2 mL/kgBB VI : Kelompok IHBP 2 g/kgBB + karbon tetraklorida 2 mL/kgBB IHBP : Infusa Herba Bidens pilosa L.

Tabel VI. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT tikus betina galur Wistar pada kelompok perlakuan

IHBP = Infusa herba Bidens pilosa L.

(56)

Gambar 8. Diagram batang purata aktivitas serum ALT tikus betina galur Wistar pada kelompok perlakuan

(57)

Tabel VII. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST tikus betina galur Wistar

IHBP = Infusa herba Bidens pilosa L.

BB = Berbeda bermakna (p<0,05), BTB = Berbeda tidak bermakna (p>0,05)

1. Kontrol negatif olive oil

Tujuan dari pengujian kelompok ini adalah untuk mengetahui pengaruh

pelarut hepatotoksin terhadap peningkatan aktivitas serum ALT-AST, diharapkan

pelarut olive oil tidak mempengaruhi aktivitas serum ALT-AST. Pada kontrol

negatif ini digunakan dosis sesuai dengan hepatotoksin, yaitu 2,0 mL/kgBB. Dari

hasil percobaan, didapatkan purata aktivitas serum AST dan serum ALT adalah

101,8 ±3,8 U/Ldan 57,2 ± 3,1 U/L. Uji statistik dilakukan untuk mengetahui

pengaruh olive oil terhadap peningkatan aktivitas serum ALT-AST dengan cara

(58)

Tabel VIII. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST setelah pemberian olive oil dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam

Selang waktu (jam)

Purata aktivitas serum ALT ± SE (U/L)

Purata aktivitas serum AST ± SE (U/L)

0 55,2 ± 2,1 105,2 ± 1,4

24 57,2 ± 3,1 101,8 ±3,8

Tabel IX. Hasil uji t-test aktivitas serum ALT dan AST pemberian olive oil dosis 2,0 mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam

Selang waktu (jam) Aktivitas serum ALT Aktivitas serum AST Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-0 Jam ke-24

Jam ke-0 BTB BTB

Jam ke-24 BTB BTB

Keterangan:

BTB = Berbeda tidak bermakna (p>0,05)

(59)

Gambar 11. Diagram batang purata aktivitas serum AST setelah pemberian olive oil dosis 2,0 mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam

Dari tabel dan gambar, terlihat bahwa aktivitas serum serum ALT-AST

pada jam ke-0 dan jam ke-24 ada sedikit perubahan, namun memiliki perbedaan

yang tidak bermakna secara statistik. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa

olive oil tidak berpengaruh pada aktivitas serum serum ALT-AST dan tidak

menimbulkan kerusakan pada hati. Nilai aktivitas serum serum ALT-AST

kelompok ini yang akan digunakan sebagai acuan nilai normal aktivitas serum

serum ALT-AST pada penelitian selanjutnya.

2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB

Hepatoksin yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon

tetraklorida, karena menurut beberapa penelitian, karbon tetraklorida dapat

menyebabkan kerusakan hati terutama perlemakan hati (steatosis). Tujuan

(60)

melihat pengaruh hepatotoksin terhadap kerusakan hati pada tikus betina. Selain

itu, juga digunakan untuk melihat efek hepatoprotektif dengan cara dibandingkan

kelompok perlakuan infusa herba Bidens pilosa L.

Dari tabel, nilai purata aktivitas serum ALT yang didapat adalah 174,4 ±

2,9 U/L. Data tersebut dibandingkan dengan nilai normal yang didapat dari

kontrol negatif olive oil, yaitu 57,2 ± 3,1 dan diuji statistik yang menunjukkan

adanya perbedaan yang bermakna.

Menurut Zimmerman (1999), peningkatan aktivitas serum ALT sejumlah

3x dari normal menunjukkan terjadinya perlemakan hati. Peningkatan yang terjadi

pada kontrol hepatoksin ini mencapai 3x, sehingga pada kontrol hepaktoksin

karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB dapat menyebabkan perlemakan hati.

Aktivitas serum AST juga dilihat pada tabel, nilainya adalah 409,6 ± 7,8

U/L, sedangkan pada kontrol negatif olive oil nilainya adalah 101,8±3,8 U/L.

Pada aktivitas serum AST, juga terlihat adanya peningkatan setelah diberikan

hepatoksin pada tikus betina. Peningkatan yang terjadi mencapai 4x lipat yang

menurut Zimmerman (1999), merupakan tanda dari terjadinya perlemakan hati.

Hasil uji Scheffe di tabel menunjukkan adanya peningkatan yang

bermakna antara aktivitas serum ALT-AST kontrol negatif olive oil dengan

kontrol hepatoksin karbon tetraklorida. Hal tersebut menunjukkan bahwa

hepatoksin dapat menyebabkan kerusakan hati, khususnya perlemakan hati dan

nantinya data kontrol hepatoksin ini akan digunakan untuk menghitung efek

(61)

3. Kontrol infusa herba Bidens pilosa L. dosis 2,0 g/kgBB

Tujuan dari dilakukan kontrol infusa herba Bidens pilosa L.untuk melihat

pemberian infusa herba Bidens pilosa L. tidak memberi pengaruh terhadap

aktivitas serum ALT-AST. Dosis yang digunakan adalah dosis tertinggi, yaitu

sebesar 2,0 g/kgBB. Uji dilakukan dengan cara memberikan infusa herba Bidens

pilosa L. dengan dosis 2,0 g/kgBB secara p.o. pada tikus selama 6 hari

berturut-turut. Kemudian, pada hari ke-7 diukur aktivitas serum ALT-AST. Tabel

menunjukkan bahwa kelompok kontrol infusa herba Bidens pilosa L. memiliki

nilai aktivitas serum ALT 55,8 ± 2,06 U/L, yang bila dibandingkan dengan

kelompok kontrol negatif olive oil memiliki perbedaan yang tidak bermakna.

Aktivitas serum AST kontrol infusa herba Bidens pilosa L.adalah sebesar

102,2 ± 4,14 U/L, bila dibandingkan dengan nilai kontrol negatif olive oil (101,8

± 3,8) memiliki perbedaan yang tidak bermakna. Hasil statistik menunjukan

bahwa infusa herba Bidens pilosa L. yang diberikan selama 6 hari berturut-turut

tidak mempengaruhi aktivitas serum ALT-AST normal.

4. Kelompok perlakuan infusa dosis 0,5; 1,0; dan 1,0 g/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dosis 2,0 mL/kgBB

Evaluasi terhadap efek hepatoprotektif infusa herba Bidens pilosa L. pada

tikus betina terinduksi karbon tetraklorida dilihat dari ada tidaknya penurunan

aktivitas serum ALT-AST, karena adanya praperlakuan pemberian infusa herba

Gambar

Tabel III. Purata aktivitas serum AST ± SE pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam
Gambar 1. Tanaman herba Bidens pilosa L.
Gambar 3. Satu bagian dari lobus hati terdiri dari pembuluh darah,  sel hepatik, sinusoid hati, dan percabangan vena portal dan arteri hepatik (Carol and Glenn, 2009)
Gambar 4. Struktur mikroskopik hati yang mengalami steatosis (Rubin and
+7

Referensi

Dokumen terkait

dosis 350 mg/kgBB secara jangka pendek pada tikus putih jantan Wistar terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB dibuktikan bahwa terjadi penurunan kadar kreatinin

memberikan efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida?. Terdapat kekerabatan dosis dengan

Hasil uji statistik, jika dibandingakan dengan aktivitas serum kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dan kontrol negatif olive oil 2 mL/kgBB

memberikan efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan ASTpada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida.. Ada kekerabatan dosis dengan respon yang

Perhitungan efektif dosis tengah (ED50) hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) pada tikus jantan. terinduksi

mahagoni dengan dosis 5 g/KgBB berpengaruh pada penurunan aktivitas ALT- AST tikus terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/KgBB dengan waktu pemberian optimum selama

mahagoni memberikan efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.. Dosis optimum pemberian infusa

1. Pemberian ekstrak etanol kulit buah P. jangka pendek memberikan pengaruh hepatoprotektif pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida berupa penurunan