xxi
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang pengaruh hepatoprotektif pemberian dari ekstrak metanol : air daun M. tanarius untuk
menurunkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida, serta mendapatkan besar dosis efektifnya.
Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian yang dilakukan menggunakan tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, dan berat ± 150-200 gram. Tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB secara ip. Kelompok II (kontrol negatif) diberi
olive oil 2 ml/kgBB. Kelompok III (kontrol ekstrak) diberi ekstrak metanol-air
daun M. tanarius 3,840 g/kgBB. Kelompok IV-VI (perlakuan) berturut-turut diberi ekstrak metanol : air daun M. tanarius dosis 0,426; 1,280; dan 3,840
g/kgBB secara oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut kemudian pada hari ke tujuh semua perlakuan diberi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB secara i.p. Dua puluh empat jam sesudahnya, darah diambil dari sinus orbitalis mata untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST. Data serum ALT dan AST yang didapat dianalisis secara statistik.
Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak metanol-air M. tanarius
memberikan efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan ASTpada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida. Ada kekerabatan dosis dengan respon yang muncul terlihat dari semakin besar dosis praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang diberikan, maka semakin besar efek hepatoprotektif. Jadi ekstrak metanol-air M. tanarius dosis 0,426; 1,280; dan
3,840 g/kgBB memiliki efek hepatoprotektif berturut-turut 29,5%, 43,6%, dan 62,4%. Nilai ED50 hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius adalah
1,776 g/kgBB.
xxii
ABSTRACT
This research has purpose to get information about hepatoprotective effect of water-methanol extract M. tanarius leaf for reducing activity of ALT and
AST serum in rats induced by carbon tetrachloride and get an effective dose. This research was experimentally pure with direct sampling design. This research used Wistar male rats, age 2-3 months, and weight ± 150-200 g. The rats were divided into six treatment groups. The first group (hepatotoxin control) was given carbon tetrachloride 2 ml/kgBW i.p. Then, the second group (negative control) was given olive oil 2 ml/kgBW. Third group (extract control) was given water-methanol extract of M. tanarius leaf 3.840 g/kgBW. The fourth until sixth
group (treatment) was given water-methanol extract of M. tanarius leaf dose
0.426; 1.280; and 3.840 g/kgBW orally once a days for six days successivelyand
then in the seventh day all of the treatments group were given carbon tetrachloride 2 ml/kgBB by i.p. Twenty-four hours later, blood was collected from the orbital sinus eye to be measured ALT and AST serum activity. It was analyzed statistically.
Based of the result of the research, water-methanol extract M. tanarius
leaf give hepatoprotective effects for reducing activity of ALT and AST serum in rats induced by carbon tetrachloride. There was a relation between dose and response which was seen from the greater pre-experimental dose methanol-water extract of M. tanarius leaf given, thus the hepatoprotective was bigger.
Hepatoprotective effect with dose of 0.426; 1.280, and 3.840 g/kgBW successivelywere29.5%, 43.6%, and 62.4%. The value of ED50 hepatoprotective
of water-methanol extract of M. tanarius leaf was 1.776 g / kgBW.
i
EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL:AIR (50:50) DAUN
Macaranga tanarius L. TERHADAP KADAR ALT-AST SERUM
PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Theresia Garri Windrawati
NIM : 098114085
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa
(Roma 12:12)
Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku (Mazmur 62 : 6)
“Setiap kamu punya mimpi atau keinginan atau cita-cita, kamu taruh di sini,
di depan kening kamu… jangan menempel. Biarkan “dia” menggantung… mengambang…
5 centimeter di depan kening kamu. Jadi “dia” nggak akan pernah lepas dari mata kamu.” (Donny Dhirgantoro dalam novel 5 cm.).
vii
PRAKATA
Puii syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas berkat yang tiada henti,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “EFEK
HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL:AIR (50:50) DAUN
Macaranga tanarius L. TERHADAP KADAR ALT-AST SERUM PADA
TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA” dengan baik.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini
tentunya tidak lepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing skripsi atas
segala kesabaran dalam membimbing, memberi masukan dan motivasi
kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji skripsi atas
bantuan dan masukkan demi kemajuan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji skripsi atas
bantuan dan masukkan demi kemajuan skripsi ini.
4. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt. selaku Kepala Penanggungjawab
Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam
penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.
5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah memberikan bantuan dalam
viii
6. Ibu drh. Ari selaku dokter hewan di laboratorium Imono yang telah
membantu dengan sabar dalam menyediakan hewan uji untuk penelitian ini.
7. Pak Heru, Pak Parjiman, dan Pak Kayat selaku laboran bagian Farmakologi
dan Toksikologi, Pak Wagiran selaku laboran Farmakognosi Fitokimia, Pak
Otok selaku pengelola gudang kefarmasian, Ibu Hartini, dan Pak Asran atas
segala bantuan selama pelaksanaan skripsi ini.
8. Teman-teman “Tim Macaranga 3” Nanda Chris Nurcahyanti, M.R. Biri Koni
Tiala, Fransisca Devita Risti W, Christine Herdyana F, Bernadetta Amilia R,
A.M. Inggrid Sili, dan Luluk Rahendra Martha atas kerja sama, bantuan, suka
duka, dan perjuangan dalam menyelesaikan skripsi sampai akhir.
9. Kawan-kawan “Rempong” Veronika Dita Ayuningtyas, Novia Sarwoning
Tyas, dan Niken Ambar Sayekti atas kebersamaan, semangat, keceriaan,
perhatian, dan motivasi dalam suka maupun duka selama ini.
10.Teman-teman FSM B 2009, FKK B 2009 dan seluruh angkatan 2009 atas
kebersamaan kita.
11.Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu per satu yang turut
membantu selama penyusunan skripsi ini berlangsung.
Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi
kemajuan di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
INTISARI ... xxi
ABSTRACT ... xxii
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 3
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 5
B. Tujuan Penelitian ... 5
xi
A. Macaranga tanarius L. ... 6
1. Taksonomi ... 6
2. Sinonim ... 6
3. Nama daerah ... 6
4. Morfologi ... 7
5. Kandungan kimia ... 7
6. Khasiat dan kegunaan ... 9
B. Anatomi dan Fisiologi Hati ... 9
C. Kerusakan Hati ... 12
1. Perlemakan hati (Steatosis) ... 12
2. Kematian sel (Necrosis) ... 13
3. Kolestasis ... 14
4. Sirosis ... 14
D. Hepatotoksin ... 15
1. Hepatotoksin teramalkan (tipe A) ... 15
2. Hepatotoksin tak teramalkan (tipe B) ... 15
E. Karbon tetraklorida ... 16
F. Metode Uji Hepatotoksisitas ... 19
1. Tes enzim serum ... 20
2. Tes ekskretori hepatik ... 20
3. Analisis histologi kerusakan hati ... 20
G. ALT dan AST ... 21
xii
I. Landasan Teori ... 22
J. Hipotesis ... 23
BAB III. METODE PENELITIAN ... 24
A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 24
B. Variabel dan Definisi Operasional... 24
1. Variabel utama ... 24
2. Variabel pengacau ... 24
3. Definisi operasional ... 25
C. Bahan Penelitian ... 26
1. Bahan utama ... 25
2. Bahan kimia... 25
D. Alat dan Instrumen Penelitian ... 27
1. Alat ekstraksi ... 27
2. Alat uji hepatoprotektif ... 28
E. Tata Cara Penelitian ... 28
1. Determinasi tanaman M. tanarius ... 28
2. Pengumpulan bahan ... 28
3. Pembuatan serbuk ... 28
4. Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius ... 29
5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius ... 29
6. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak ... 30
7. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius ... 31
xiii
9. Pembuatan suspending agent CMC-Na 1% ... 32
10. Uji pendahuluan... 32
11. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji ... 33
12. Pembuatan serum ... 34
13. Penetapan aktivitas serum kontrol, serum ALT, dan serum AST . 34 F. Tata Cara Analisis Hasil ... 35
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
A. Penyiapan Bahan ... 36
1. Hasil determinasi tanaman ... 36
2. Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius ... 36
3. Hasil penimbangan bobot ekstrak metanol-air daun M. tanarius . 37 B. Uji Pendahuluan ... 38
1. Penentuan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida ... 38
2. Penentuan waktu pencuplikan darah ... 39
3. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air daun M. tanarius ... 42
4. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius ... 42
C. Hasil Uji Efek Hepatoprotektif Ekstrak Metanol-air Daun M. tanarius . 43 1. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB ... 48
2. Kontrol negatif olive oil dosis 2 ml/kgBB ... 49
xiv
1. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
dosis 0,426 g/kgBB, 1,280 g/kgBB, dan 3,840 g/kgBB pada
tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dosis
2 ml/kgBB ... 52
D. Rangkuman Pembahasan ... 59
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 62
A. Kesimpulan... 62
B. Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63
LAMPIRAN ... 67
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Peningkatan aktivitas enzim serum akibat induksi
senyawa toksik……… 19
Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen serum ALT 27
Tabel III. Komposisi dan konsentrasi reagen serum AST 27
Tabel IV. Rata-rata aktivitas serum ALT tikus setelah pemberian
karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu
0, 24, dan 48 jam……….. 39
Tabel V. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT tikus setelah
pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada
selang waktu 0, 24, dan 48 jam…..………... 40
Tabel VI. Rata-rata aktivitas serum AST tikus setelah pemberian
karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang
waktu 0, 24, dan 48 jam………... 41
Tabel VII. Hasil uji Mann Whitney aktivitas serum AST tikus
setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2
ml/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam………. 41
Tabel VIII. Purata ± SE aktivitas serum ALT tikus praperlakuan
ekstrak metanol-air daun M. tanarius terinduksi
karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB……… 44
Tabel IX. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT tikus setelah
xvi
kelompok perlakuan…………...………... 45
Tabel X. Purata ± SE aktivitas serum AST tikus praperlakuan
ekstrak metanol-air daun M. tanarius terinduksi
karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB……… 46
Tabel XI. Hasil uji Tamhane’s-T2 aktivitas serum AST tikus
setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2
ml/kgBB pada kelompok perlakuan……….. 47
Tabel XII. Rata-rata aktivitas serum ALT dan serum AST tikus
setelah pemberian olive oil dosis 2 ml/kgBB pada
selang waktu 0 dan 24 jam……… 50
Tabel XIII. Hasil uji Mann Whitney aktivitas serum ALT dan
serum AST tikus setelah pemberian olive oil dosis 2
ml/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam……… 51
Tabel XIV. Efektif Dosis Tengah (ED50) Hepatoprotektif ekstrak
metanol-air daun M. tanarius……… 56
Tabel XV. Dosis, log dosis, % efek hepatoprotektif dan ED50
pada masing-masing kelompok perlakuan……… 95
Tabel XVI. Hasil penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius…… 96
Tabel XVII. Hasil rendemen ekstrak metanol-air daun M. tanarius… 97 Tabel XVIII. Bobot pengeringan ekstrak metanol-air daun M.
tanarius……….. 98
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur kandungan senyawa daun M. tanarius……… 8
Gambar 2. Struktur mikroskopik hati……….. 11
Gambar 3. Struktur mikroskopik hati yang mengalami steatosis… 13
Gambar 4. Struktur mikroskopik hati yang mengalami nekrosis… 13
Gambar 5. Struktur molekul karbon tetraklorida………. 16
Gambar 6. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon
tetraklorida………. 17
Gambar 7. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus
setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2
ml/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam………. 39
Gambar 8. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST tikus
setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2
ml/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam………. 41
Gambar 9. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus
praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari selama 6 hari terinduksi karbon tetraklorida 2
ml/kgBB………. 44
Gambar 10. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST tikus
praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x
sehari selama 6 hari terinduksi karbon tetraklorida 2
xviii
Gambar 11. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus
setelah pemberian olive oil dosis 2 ml/kgBB pada
selang waktu 0 dan 24 jam………. 50
Gambar 12. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST tikus
setelah pemberian olive oil dosis 2 ml/kgBB pada
selang waktu 0 dan 24 jam………. 50
Gambar 13. Persamaan garis ED50 ekstrak metanol-air daun M.
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto daun M. tanarius……….. 68
Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daun M. tanarius……….. 68
Lampiran 3. Foto larutan ekstrak metanol-air daun M. tanarius…….. 68
Lampiran 4. Surat pengesahan determinasi tanaman M. tanarius…… 69
Lampiran 5. Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics
Committee (MHREC)……….. 70
Lampiran 6. Analisis statistik aktivitas serum ALT pada uji
pendahuluan penentuan dosis hepatotoksin karbon
tetraklorida dosis 2 ml/kgBB….………... 71
Lampiran 7. Analisis statistik aktivitas serum AST pada uji
pendahuluan penentuan dosis hepatotoksin karbon
tetraklorida dosis 2 ml/kgBB….………... 74
Lampiran 8. Analisis statistik aktivitas serum ALT perlakuan ekstrak
metanol air daun M. tanarius setelah induksi karbon
tetraklorida dosis 2 ml/kgBB……… 78
Lampiran 9. Analisis statistik aktivitas serum AST perlakuan ekstrak
metanol air daun M. tanarius setelah induksi karbon
tetrakloridadosis 2 ml/kgBB……… 83
Lampiran 10. Analisis statistik aktivitas serum ALT dan serum AST
perlakuan kontrol negatif olive oildosis 2 ml/kgBB…… 88
xx
Lampiran 12. Perhitungan penetapan peringkat dosis ekstrak
metanol-air daun M. tanariuskelompok perlakuan………... 93 Lampiran 13. Perhitungan konversi dosis untuk manusia……….. 94
Lampiran 14. Perhitungan efektif dosis tengah (ED50) hepatoprotektif
ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) pada
tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida……….. 95
Lampiran 15. Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius………….. 96 Lampiran 16. Hasil rendemen ekstrak metanol-air daun M. tanarius… 97
Lampiran 17. Bobot pengeringan ekstrak metanol-air daun M.
tanarius………. 98
xxi
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang pengaruh hepatoprotektif pemberian dari ekstrak metanol : air daun M. tanarius untuk
menurunkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida, serta mendapatkan besar dosis efektifnya.
Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian yang dilakukan menggunakan tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, dan berat ± 150-200 gram. Tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB secara ip. Kelompok II (kontrol negatif) diberi
olive oil 2 ml/kgBB. Kelompok III (kontrol ekstrak) diberi ekstrak metanol-air
daun M. tanarius 3,840 g/kgBB. Kelompok IV-VI (perlakuan) berturut-turut diberi ekstrak metanol : air daun M. tanarius dosis 0,426; 1,280; dan 3,840
g/kgBB secara oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut kemudian pada hari ke tujuh semua perlakuan diberi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB secara i.p. Dua puluh empat jam sesudahnya, darah diambil dari sinus orbitalis mata untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST. Data serum ALT dan AST yang didapat dianalisis secara statistik.
Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak metanol-air M. tanarius
memberikan efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan ASTpada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida. Ada kekerabatan dosis dengan respon yang muncul terlihat dari semakin besar dosis praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang diberikan, maka semakin besar efek hepatoprotektif. Jadi ekstrak metanol-air M. tanarius dosis 0,426; 1,280; dan
3,840 g/kgBB memiliki efek hepatoprotektif berturut-turut 29,5%, 43,6%, dan 62,4%. Nilai ED50 hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius adalah
1,776 g/kgBB.
xxii
ABSTRACT
This research has purpose to get information about hepatoprotective effect of water-methanol extract M. tanarius leaf for reducing activity of ALT and
AST serum in rats induced by carbon tetrachloride and get an effective dose. This research was experimentally pure with direct sampling design. This research used Wistar male rats, age 2-3 months, and weight ± 150-200 g. The rats were divided into six treatment groups. The first group (hepatotoxin control) was given carbon tetrachloride 2 ml/kgBW i.p. Then, the second group (negative control) was given olive oil 2 ml/kgBW. Third group (extract control) was given water-methanol extract of M. tanarius leaf 3.840 g/kgBW. The fourth until sixth
group (treatment) was given water-methanol extract of M. tanarius leaf dose
0.426; 1.280; and 3.840 g/kgBW orally once a days for six days successivelyand
then in the seventh day all of the treatments group were given carbon tetrachloride 2 ml/kgBB by i.p. Twenty-four hours later, blood was collected from the orbital sinus eye to be measured ALT and AST serum activity. It was analyzed statistically.
Based of the result of the research, water-methanol extract M. tanarius
leaf give hepatoprotective effects for reducing activity of ALT and AST serum in rats induced by carbon tetrachloride. There was a relation between dose and response which was seen from the greater pre-experimental dose methanol-water extract of M. tanarius leaf given, thus the hepatoprotective was bigger.
Hepatoprotective effect with dose of 0.426; 1.280, and 3.840 g/kgBW successivelywere29.5%, 43.6%, and 62.4%. The value of ED50 hepatoprotective
of water-methanol extract of M. tanarius leaf was 1.776 g / kgBW.
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Hati merupakan organ atau kelenjar terbesar dari tubuh dan mempunyai
fungsi utama sebagai pusat metabolisme (Wibowo dan Paryana, 2009). Gangguan
fungsi hati seringkali dihubungkan dengan beberapa penyakit hati tertentu.
Penyebab penyakit hati antara lain infeksi virus hepatitis, zat-zat toksik seperti
alkohol dan obat-obatan tertentu (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik,
2007).
World Health Organization (WHO) mencatat sekitar 180 juta umat
manusia terinfeksi virus hepatitis C. Angka ini meliputi 3% dari seluruh populasi
manusia di bumi. Bila memakai acuan angka kejadian rata-rata dunia yaitu 3%
dan dikalikan penduduk Indonesia sebanyak 220 juta, maka ada sekitar tujuh juta
penduduk Indonesia yang mengidap virus ini (WHO, 2009). Berdasarkan
penelitian yang ada, prevalensi penyakit perlemakan hati di Indonesia adalah
30,6% (Sofia, Nurdjanah, dan Ratnasari, 2009). Menurut Hian (2009), diantara
beberapa penyakit yang dapat disembuhkan melalui pengobatan herbal adalah
penyakit hati. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dicari alternatif terapi
pengobatan dari sumber daya alam hayati untuk penyakit hati.
Salah satu tanaman asli Indonesia dan dapat dikembangkan di daerah
tropis beberapa negara adalah Macaranga tanarius L. (M. tanarius) (Starr, Starr,
dkk (2006) melaporkan kandungan ekstraksi metanol dari tanaman M. tanarius
adalah macarangioside A-C, mallophenol A-B menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH. Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi,
Ruchirawat, dan Sutthivaiyakit (2005) melaporkan kandungan senyawa M.
tanarius berupa tanarifuranolol, tanariflavanon B,C,D, dan nymphaeol A-C
digunakan sebagai antiinflamasi, antioksidan, dan antitumor. Akar M. tanarius di
daerah Malaysia dibuat dekok sebagai antitusif dan antipiretik. Di daerah Taiwan
dan Cina, daun yang dikeringkan digunakan sebagai teh herbal (Lim, Lim, dan
Yule, 2008).
Karbon tetraklorida merupakan senyawa model hepatotoksik yang akan
mengalami reduksi oleh enzim sitokrom P-450 (CYP2E1) sehingga terbentuk
radikal bebas triklorometil (•CCl3) dan radikal bebas triklorometilperoksida
(•OOCCl3) yang lebih reaktif (Gregus dan Klaaseen, 2001). Radikal triklorometil
berikatan secara kovalen dengan lemak mikrosomal dan protein, dan akan
bereaksi secara langsung dengan membran fosfolipid dan kolesterol yang bersifat
toksik. Hasil lainnya adalah radikal lipid yang mengaktifkan senyawa oksigen
reaktif selanjutnya mengakibatkan peroksidasi lipid (Timbrell, 2008).
Adanya kandungan M. tanarius sebagai senyawa antioksidan berpotensi
mengurangi radikal bebas yang terbentuk dari reaksi tersebut. Ekstrak metanol-air
daun M. tanarius dilaporkan dapat menurunkan enzim Alanin Transferase (ALT)
dan Aspartat Transferase (AST) pada tikus terinduksi parasetamol dan
memberikan efek antiinflamasi pada tikus terinduksi karagenin (Kurniawati,
Bentuk sediaan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak. Hal
ini berdasarkan penelitian Matsunami, dkk (2006) bahwa senyawa antioksidan
yang dapat diperoleh dari daun M. tanarius adalah hasil isolasi dengan pelarut
yang bersifat polar. Selain itu, berdasarkan penelitian Kurniawati, dkk (2011),
ekstrak metanol-air daun M. tanarius dapat memberi efek hepatoprotektif pada
model hepatotoksin parasetamol. Dengan penggunaan pelarut yang sama,
diharapkan dapat memperoleh efek hepatoprotektif dengan model hepatotoksin
lain yaitu karbon tetraklorida. Tipe kerusakan hati akibat induksi karbon
tetraklorida berbeda dengan parasetamol. Karbon tetraklorida dapat menyebabkan
steatosis, sedangkan parasetamol mengakibatkan necrosis. Eksplorasi tanaman M. tanarius di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penelitian
tentang pengaruh pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius terhadap kadar serum Alanin Transferase (ALT) dan Aspartat Transferase (AST) pada tikus
terinduksi karbon tetraklorida menarik untuk diteliti.
1. Perumusan masalah
a. Apakah pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius mempunyai pengaruh hepatoprotektif dengan menurunkan kadar ALT dan AST
serum pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida ?
b. Berapa besar nilai dosis efektif tengah (ED50) hepatoprotektif ekstrak
metanol-air daun M. tanarius pada tikus jantan galur Wistar terinduksi
2. Keaslian penelitian
Sejauh pengamatan penulis, penelitian terhadap M. tanarius pernah dilakukan oleh Matsunami, dkk (2006) yang melaporkan kandungan hasil
ekstraksi dengan metanol dari tanaman M. tanarius adalah macarangioside A-C,
mallophenol A- B. Senyawa tersebut menunjukkan aktivitas penangkapan radikal
terhadap DPPH. Phommart, dkk (2005) melaporkan kandungan senyawa baru,
yaitu tanarifuranolol, tanariflavanon C,D,B, nymphaeol A-C, blumenol A,
blumenol B, dan annuionone E yang antara lain dapat digunakan sebagai
antiinflamasi, antioksidan, dan antitumor. Penelitian Puteri dan Kawabata (2010)
melaporkan lima senyawa baru sebagai antidiabetik yaitu asam mallotinic,
corilagin, asam chebulagic, macatannin A dan macatannin B. Selain itu, juga
dilakukan penelitian efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius
(Kurniawati, dkk., 2011) dan infusa daun M. tanarius pada tikus terinduksi
parasetamol (Mahendra dan Hendra, 2011). Penelitian Handayani (2012)
melaporkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius dapat menurunkan kadar
glukosa darah pada tikus yang terbebani glukosa. Penelitian Permadi (2012)
melaporkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki kemampuan meningkatkan efek penurunan kadar glukosa darah dari insulin pada tikus ketika
digunakan secara bersamaan.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena ingin melihat
pengaruh ekstrak metanol-air daun M. tanarius terhadap serum ALT dan serum
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan mampu
memberikan sumbangan dan tambahan ilmu pengetahuan baik di bidang farmasi
ataupun di bidang obat herbal.
b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan penggunaan tanaman M. tanarius bagi masyarakat khususnya
sebagai alternatif pencegahan untuk penyakit hati.
B. Tujuan Penelitian
1. Pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius mempunyai pengaruh
hepatoprotektif dengan menurunkan kadar ALT dan AST serum pada tikus
jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
2. Mengetahui berapa besar nilai dosis efektif tengah (ED50) hepatoprotektif
pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus jantan galur
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Macaranga tanarius L.
1. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Divisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Sub-Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Classis : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub-classis : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Familia : Euphorbiaceae
Genus : Macaranga
Spesies : Macaranga tanarius L
(Plantamor, 2008).
2. Sinonim
Ricinus tanarius L., Macaranga molliuscula, Macaranga tomentosa
Druce, Mappa tanarius Blume(Starr, dkk., 2003).
3. Nama daerah
4. Morfologi
M. tanarius berupa pohon kecil sampai sedang dengan ketinggian 4-5 meter, berdaun hijau dengan dahan agak besar. Daun berseling, agak membundar,
dengan stipula besar yang luruh. Perbungaan bermalai di ketiak, bunga ditutupi
oleh daun gagang. Buah kapsul berkokus dua, ada kelenjar kekuningan di luarnya
dan biji membulat (Proseanet, 2012).
5. Kandungan kimia
Penelitian tentang kandungan kimia daun M. tanarius dilaporkan
senyawa megastigma glukosida yaitu macarangioside A, macarangioside B,
macarangioside C, macarangioside D, mallophenol B, lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, hyperin dan isoquercitrin (Matsunami, dkk., 2006).
Kandungan lain yang berhasil diidentifikasi adalah dua megastigman glukosida
yaitu macarangioside E dan F, bersama 15 komponen lain (Matsunami, Otsuka,
Kondo, Shinzato, Kawahata, Yamaguchi, dkk., 2009). Dari daun M. tanarius
ditemukan 3 kandungan senyawa baru, yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C,
dan tanariflavanon D (Gambar 1) bersama dengan 7 kandungan, yaitu nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanone B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol), dan annuionone E (Phommart, dkk., 2005).
Penelitian Puteri dan Kawabata (2010) melaporkan terdapat lima senyawa baru,
yaitu asam mallotinic, corilagin, asam chebulagic, macatannin A dan macatannin
6. Khasiat dan kegunaan
Di Malaysia dan Thailand, dekok akar M. tanarius digunakan sebagai antipiretik dan antitusif. Akar keringnya digunakan untuk agen emetik dan daun
segarnya untuk mencegah inflamasi (Phommart, dkk., 2005). Ekstrak metanol-air
daun M. tanarius dapat digunakan sebagai hepatoprotektif karena adanya aktivitas
antioksidan yang dapat menghambat oksidasi metabolit reaktif parasetamol
(NAPQI) oleh sitokrom P-450. Hal ini didukung oleh penelitian uji antiinflamasi
pada tikus terinduksi karagenin (Kurniawati, dkk., 2011). Penelitian Puteri dan
Kawabata (2010) melaporkan terdapat lima senyawa baru, yaitu asam mallotinic,
corilagin, asam chebulagic, macatannin A dan macatannin B. Senyawa tersebut
berpotensi sebagai antidiabetik, yaitu sebagai senyawa penghambat enzim α
-glucosidase. Penelitian Handayani (2012) melaporkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang
terbebani glukosa.
B. Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati merupakan organ atau kelenjar terbesar dari tubuh. Hati disebut
kelenjar karena menghasilkan empedu dan juga mengeluarkan hasil produksi dari
makanan (Wibowo dan Paryana, 2009). Hati memiliki berat sekitar 1400 g pada
orang dewasa dan dibungkus oleh suatu fibrosa. Hati menerima hampir sekitar
1500 ml darah per menit melalui dua sumber, yaitu vena porta dan arteri hepatica
Hati mempunyai dua facies, yaitu facies diaphragmatica dan facies
visceralis. Facies diaphragmatica terletak di sebelah atas dengan bentuk sesuai lengkung diafragma dan mempunyai permukaan yang halus. Permukaan ini terdiri
dari bagian anterior dan posterior, sedangkan facies visceralis atau posteroinferior
menghadap ke bawah dan ke belakang sehingga permukaannya ireguler. Pada
facies visceralis terdapat porta hepatis, yaitu suatu hilum dari hati yang
merupakan tempat masuk dan keluar pembuluh darah, saluran empedu, pembuluh
getah bening, dan plexus nervorum (Wibowo dan Paryana, 2009).
Hati dibagi menjadi dua lobus, yaitu lobus kanan dan lobus kiri. Lobus
kanan dibagi menjadi bagian superior dan posterior oleh fisura segmentalis.
Lobus kiri dibagi oleh ligamentum falsiformis menjadi segmen medial dan lateral.
Setiap lobus pada hati dibagi menjadi struktur-stuktur yang disebut lobulus.
Lobulus terdiri dari lempeng-lempeng sel hati yang berbentuk kubus dan tersusun
mengelilingi vena sentralis. Di antara lempeng-lempeng sel hati terdapat
kapiler-kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteri
hepatica. Sinusoid dibatasi oleh sel Kupffer (Gambar 2). Sel Kupffer (sel
fagositik) memiliki fungsi utama yaitu untuk menelan bakteri dan benda asing lain
Gambar 2. Struktur mikroskopik hati (Ganong dan McPhee, 2011)
Hati menerima darah dari vena portae hepatis (70%) dan arteri hepatica
(30%). Arteri hepatica membawa darah yang berisi oksigen yang berasal arteria
hepatica communis, di sebelah kiri ductus choledocus dan di depan vena porta
(Wibowo dan Paryana, 2009). Vena portae membawa darah vena dari usus halus
yang kaya akan nutrient yang baru diserap, obat, dan racun langsung ke hati. Vena
portae membentuk jalinan khusus yang memungkinkan setiap hepatosit dibasuh
langsung oleh darah porta (Ganong dan McPhee, 2011).
Hati mempunyai fungsi utama sebagai pusat metabolisme. Hati
mempunyai struktur seragam yang terdiri dari kelompok sel-sel yang saling
dipersatukan oleh sinusoid. Sel-sel hati mendapat suplai darah dari vena portae
hepatis yang kaya makanan, tidak mengandung oksigen, dan kadang-kadang
sistem peredaran darah yang tidak biasa ini, sel hati mendapat darah yang relatif
kurang oksigen. Hal inilah yang menyebabkan sel hati lebih rentan terhadap
kerusakan dan penyakit (Wibowo dan Paryana, 2009).
C. Kerusakan Hati
Toksikan dapat mengakibatkan berbagai jenis kerusakan hati seperti :
1. Perlemakan hati (Steatosis)
Perlemakan hati terjadi bila penimbunan lemak melebihi 5% dari berat
hati atau mengenai lebih dari separuh jaringan sel hati. Perlemakan hati ini sering
berpotensi menjadi penyebab kerusakan hati dan sirosis hati. Steatosis adalah
respon umum untuk banyak pemejanan akut tetapi tidak semua hepatotoksin.
Seringkali, toksin yang menginduksi steatosis (Gambar 3) adalah reversibel dan tidak menyebabkan kematian hepatosit. Hepatosit yang mengandung lemak
berlebih tampaknya memiliki beberapa putaran, vakuola kosong yang
menggantikan nukleus ke pinggiran sel. Perlemakan hati dapat berasal dari satu
atau lebih peristiwa berikut: kelebihan pasokan asam lemak bebas ke hati,
gangguan pada siklus trigliserida, penurunan oksidasi asam lemak, dan penurunan
sintesis lipoprotein densitas sangat rendah (Gregus dan Klaaseen, 2001).
Toksikan-toksikan yang menyebabkan penimbunan lipid dalam hati dengan
mekanisme yang paling umum yaitu adanya kerusakan pelepasan trigliserida hati
ke plasma. Karbon tetraklorida terutama bekerja melalui metabolit reaktifnya,
radikal triklorometil yang secara kovalen mengikat protein dan lipid tidak jenuh
Gambar 3. Struktur mikroskopik hati yang mengalami steatosis (Mercer University School of Medicine, 2012)
2. Kematian sel (Necrosis)
Nekrosis (Gambar 4) merupakan kematian sel-sel hati yang ditandai
dengan pembengkakan sel, kebocoran, hancurnya inti dan masuknya sel-sel
radang. Ketika nekrosis pada hepatosit terjadi, kebocoran plasma membran dapat
dideteksi secara kimiawi dengan menguji kadar enzim yang berasal dari sitosol di
plasma atau serum. Keterangan yang informatif adalah tingkat aktivitas ALT,
sebagai enzim hepatosit yang paling utama (Treinen dan Moslen, 2001).
3. Kolestasis
Kolestasis adalah jenis kerusakan hati yang bersifat akut, dan lebih jarang
ditemukan dibandingkan dengan perlemakan hati dan nekrosis. Mekanisme utama
terjadinya kolestasis adalah berkurangnya aktivitas ekskresi empedu pada
membran kanalikulus (Lu, 1995). Ciri kolestasis yaitu meningkatnya level serum
dari konsentrasi normal dalam empedu, khususnya garam empedu dan bilirubin.
Bila ekskresi empedu dari pigmen bilirubin kekuningan terganggu, pigmen ini
terakumulasi di kulit dan mata, menghasilkan penyakit kuning, dan tumpahan ke
dalam urin, yang menjadi kuning coklat atau gelap terang. Toksin diinduksi
kolestasis dapat bersifat sementara atau kronis, ketika besar, hal ini terkait dengan
pembengkakan sel, kematian sel, dan peradangan. Banyak jenis bahan kimia
termasuk logam, hormon dan obat-obatan menyebabkan kolestasis (Gregus dan
Klaaseen, 2001).
4. Sirosis
Sirosis merupakan bentuk kerusakan yang terakhir, sering fatal, tahap
kerusakan hati kronis. Sirosis ditandai dengan akumulasi sejumlah jaringan
fibrosa yang luas, khususnya serabut-serabut kolagen, sebagai respon terhadap
kerusakan atau terhadap peradangan. Akibat peradangan zat kimia berulang kali,
sel-sel hepatik yang hancur digantikan dengan jaringan parut fibrotik. Akibat
endapan kolagen yang terus-menerus, anatomi hati terganggu oleh jaringan parut
fibrotik yang saling berhubungan. Ketika jaringan parut fibrotik membagi-bagi
massa hati yang masih baik menjadi nodul-nodul dengan hepatosit yang masih
kapasitas cadangan fungsional yang sangat kecil untuk menjalankan fungsi hati.
Sirosis bersifat irreversibel, memiliki harapan hidup kecil, biasanya merupakan
hasil paparan berulang zat kimia beracun contohnya alkohol (Gregus dan
Klaaseen, 2001).
D. Hepatotoksin
Obat-obat dan senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan hati
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Hepatotoksin teramalkan (tipe A)
Merupakan obat atau senyawa yang bila diberikan dapat mempengaruhi
sebagian besar orang yang menelan senyawa tersebut dalam jumlah yang cukup
untuk menimbulkan efek toksik. Jenis hepatotoksin ini bergantung pada dosis
pemberian. Contoh dari obat-obat tipe ini adalah parasetamol, karbon tetraklorida,
salisilat, tetrasiklin, dan metotrexat.
2. Hepatotoksin tak teramalkan (tipe B)
Merupakan obat atau senyawa yang tidak bersifat toksik pada hati tetapi
jika diberikan kepada orang tertentu akan dapat menimbulkan efek toksik. Jenis
ini tidak bergantung pada dosis pemberian dan frekuensi terjadinya sangat jarang,
hanya terjadi pada 1 : 1000 orang. Contoh obat-obat yang tipe ini adalah
isoniazid, halothane, dan chlorpromazine.
E. Karbon tetraklorida
Gambar 5. Struktur molekul karbon tetraklorida (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995)
Karbon tetraklorida (Gambar 5) merupakan cairan jernih mudah
menguap, tidak berwarna, dan bau khas. Senyawa ini memiliki BM 153,82 dan
sangat sukar larut dalam air (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
1995). Karbon tetraklorida merupakan molekul sederhana, yang jika diberikan
kepada berbagai spesies, menyebabkan nekrosis sentrilobuler dan perlemakan
hati. Pemejanan secara kronis menyebabkan sirosis hati, tumor hati dan juga
kerusakan ginjal. Hati menjadi target utama dari ketoksikan karbon tetraklorida
karena ketoksikan senyawa ini tergantung pada metabolisme aktivasi oleh
sitokrom P-450 (CYP2E1). Dosis rendah karbon tetraklorida hanya menyebabkan
perlemakan hati dan destruksi sitokrom P-450 (Timbrell, 2008).
Destruksi sitokrom P-450 terjadi terutama di sentrilobular dan daerah
tengah hati. Senyawa ini selektif untuk isoenzim tertentu, pada tikus diketahui
selektif untuk CYP2E1 sedangkan pada isoenzim lain seperti CYP1A1 tidak
terpengaruh. Destruksi CYP2E1 tampaknya dipengaruhi oleh jumlah oksigen
yang tersedia, yang mana menjadi lebih besar ketika lebih banyak oksigen tersedia
Gambar 6. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida (Timbrell, 2008)
Sebagai enzim mikrosomal, CYP2E1 akan mempengaruhi aktivasi
metabolit dari senyawa yang terbentuk, hal ini dapat meningkatkan atau
mengurangi sifat toksik dari senyawa induk. Dalam hal ini CYP2E1 berfungsi
sebagai agen pereduksi dan mengkatalis adisi elekron yang mengakibatkan
hilangnya satu ion klorin sehingga terbentuk radikal bebas triklorometil (•CCl3)
(Gambar 6) yang merupakan metabolit reaktif. Radikal bebas triklorometil ini
dengan adanya O2 (oksigen) akan berubah menjadi radikal bebas
triklorometilperoksi (•OOCCl3) yang lebih reaktif (Gregus dan Klaaseen, 2001).
Radikal triklorometil yang dihasilkan dapat mengalami suatu reaksi,
senyawa reaktif tersebut merusak sekitar dari sitokrom P-450. Radikal bebas
akan bereaksi secara langsung dengan membran fosfolipid dan kolesterol yang
bersifat toksik. Reaksi ini juga akan menghasilkan kloroform, yang merupakan
salah satu metabolit dari karbon tetraklorida. Hasil lain dari reaksi ini adalah
radikal lipid yang akan mengaktifkan senyawa oksigen reaktif selanjutnya
mengakibatkan peroksidasi lipid (Gambar 6) (Timbrell, 2008). Selama satu
sampai tiga jam setelah pemejanan karbon tetraklorida, trigliserida menumpuk di
hepatopsit dan terlihat sebagai droplet lipid. Lipid dalam hati yang terbentuk ini
dapat menghambat sintesis protein sehingga menurunkan produksi lipoprotein,
yang bertanggungjawab dalam transport lipid untuk keluar dari hepatosit,
sehingga transport lipid akan terhambat sehingga mnyebabkan steatosis (Timbrell,
2008).
Peroksidasi lipid juga dapat menyebabkan kerusakan membran sel dan
kerusakan mitokondria. Kerusakan ini berupa gangguan integritas membran yang
menyebabkan keluarnya berbagai isi sitoplasma, antara lain enzim ALT. Enzim
ALT yang ada di dalam sel akan keluar dan masuk peredaran darah sehingga
jumlah enzim ALT meningkat. Terjadinya penghambatan sintesis protein juga
diakibatkan adanya gangguan keluarnya lipid dari hati yang disebabkan karena
hambatan sintesis lipoprotein yang membawa trigliserida meninggalkan hati
sehingga menimbulkan steatosis (perlemakan hati). Pada keadaan steatosis ini, struktur retikulum endoplasma mengalami distorsi, sintesa protein menjadi
lambat, selanjutnya akan terjadi penyimpangan dengan cepat terhadap aktivitas
enzim yang berada di retikulum endoplasma (Wahyuni, 2005). Tubuh manusia
satunya yaitu glutation-S-transferase (GSH) yang berperan sebagai antioksidan
endogen. Jika terdapat radikal bebas di dalam tubuh, senyawa ini akan menangkap
radikal bebas tersebut (Timbrell, 2008).
Peningkatan aktivitas serum ALT yang menyebabkan steatosis akibat
induksi karbon tetrakloridamencapai tiga kali lipat dari kondisi normal (Tabel I)
dan peningkatan aktivitas serum AST mencapai empat kali lipat dari kondisi
normal (Ziemmerman, 1999). Bai, Zhang, Chen, Zong, Guo, dan Liu (2011)
melaporkan adanya peningkatan aktivitas ALT kurang lebih tiga kali lipat
dibanding kelompok kontrol pada tikus terinduksi karbon tetraklorida. Hal yang
sama juga dilaporkan oleh Rajendran, Hemalatha, Akasakalai, MadhuKrishna,
Sohil, Vittal, dkk (2009) dalam penelitian daun Mimosa pudica menyebutkan
aktivitas serum ALT akibat induksi karbon tetraklorida mencapai kurang lebih
dua kali lipat dibanding kelompok kontrol pada tikus terinduksi karbon
[image:43.595.68.518.217.681.2]tetraklorida.
Tabel I. Peningkatan aktivitas enzim serum akibat induksi senyawa toksik
(Ziemmerman, 1999).
F. Metode Uji Hepatotoksisitas
Evaluasi terjadinya kerusakan hepatik dapat dilakukan dengan beberapa
1. Tes enzim serum
Untuk mengidentifikasi kerusakan hati, dapat digunakan enzim serum
didasarkan spesifikasi dan sensitivitas berbagai tipe kerusakan hati. Berbagai
parameter dapat diukur dalam plasma. Dengan demikian, penentuan AST dan
ALT enzim adalah cara paling umum untuk mendeteksi kerusakan hati, enzim
yang dihasilkan beberapa kali lipat dalam 24 jam pertama setelah kerusakan
(Timbrell, 2008). Namun, ada sejumlah enzim lain yang dapat digunakan sebagai
penanda. Alkalinfosfatase dan gamma-glutamiltranspeptidase ( -GT), kenaikan
aktivitas enzim-enzim serum tersebut menunjukkan kerusakan kolestatik (Plaa
dan Charbonneau, 2001).
2. Tes ekskretori hepatik
Zat kimia yang memasuki sirkulasi sistemik dapat diekskresikan oleh hati
dalam bentuk tidak berubah atau diubah di dalam hepatosit. Senyawa seperti
bilirubin dan xenobiotika lainnya digunakan untuk mendeteksi dan menentukan
kerusakan hepatik (Plaa dan Charbonneau, 2001). Plasma bilirubin juga dapat
diukur, yang meningkat pada kerusakan hati, dan albumin plasma menurun oleh
kerusakan hati (meskipun juga oleh kerusakan ginjal) (Timbrell, 2008).
3. Analisis histologik kerusakan hati
Analisis potensi hepatotoksik zat kimia tidak lengkap tanpa deskripsi
histologi kerusakan yang dihasilkan. Ciri-ciri kerusakan hati ditentukan dengan
G. ALT dan AST
Kerusakan hepatoseluler dapat dideteksi dengan mengukur indeks
fungsional dan dengan mengamati produk hepatosit yang rusak atau nekrotik. Uji
enzim sering menjadi satu-satunya petunjuk adanya cedera sel pada penyakit hati
dini karena perubahan ringan kapasitas ekskretorik mungkin tersamar akibat
kompensasi dari bagian hati lain yang masih fungsional (Sacher dan McPherson,
2002). Penentuan enzim AST dan ALT adalah cara paling umum untuk
mendeteksi kerusakan hati, enzim yang dibesarkan beberapa kali lipat dalam 24
jam pertama setelah kerusakan (Timbrell, 2008).
Meskipun terjadi variasi dalam level plasma, baik AST dan ALT dalam
kondisi yang mempengaruhi integritas hati, ALT adalah enzim hati yang lebih
spesifik. Hal ini terutama hadir dalam hati dengan hanya sejumlah kecil di organ
lain. Hati adalah sumber terkaya dari ALT. Transaminase ini sebagai nilai indeks
kemungkinan kerusakan hati, dalam mendeteksi adanya toksisitas pada hati atau
perubahan dalam arsitektur membran sel hati. Enzim ALT lebih spesifik untuk
organ hati karena proporsinya paling banyak berada pada organ ini dibanding
organ tubuh lainnya (Edem dan Akpanabiatu, 2006).
H. Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir pelarut diuapkan dan massa atau serbuk
ditetapkan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005).
Ekstraksi dengan metode maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama
beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya sambil diaduk
(Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2010).
Pada metode ini, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati
dinding sel sehingga isi sel akan larut akibat perbedaan konsentrasi antara larutan
di dalam sel dengan di luar sel. Larutan dengan konsentrasi tinggi akan terdesak
keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi).
Peristiwa tersebut terjadi secara berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selanjutnya endapan dipisahkan dan
filtrat dipekatkan (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia, 1986).
I. Landasan Teori
Ada bermacam-macam bentuk kerusakan hati, salah satunya adalah
perlemakan hati. Perlemakan hati dapat terjadi karena induksi senyawa toksik.
Karbon tetraklorida digunakan sebagai model dengan dosis tertentu untuk
menimbulkan perlemakan hati. Karbon tetraklorida akan direduksi oleh enzim
sitokrom P-450 menjadi radikal bebas triklorometil (•CCl3) dan
triklorometilperoksida (•OOCCl3) yang lebih reaktif (Gregus dan Klaaseen, 2001).
Radikal triklorometil berikatan secara kovalen dengan lemak mikrosomal dan
kolesterol yang bersifat toksik. Hasil lainnya adalah radikal lipid yang
mengaktifkan senyawa oksigen reaktif selanjutnya mengakibatkan peroksidasi
lipid (Timbrell, 2008).
Oleh karena itu, dapat digunakan senyawa antioksidan dari luar untuk
mengurangi radikal bebas dari karbon tetraklorida. Salah satu kandungan M.
tanarius hasil ekstraksi dengan metanol-air adalah glikosida yang berperan
sebagai antioksidan terhadap penangkapan radikal bebas DPPH. Secara umum,
dapat dikatakan bahwa senyawa turunan glikosida mampu memberikan efek
antioksidan (Matsunami, dkk., 2006). Pada penelitian Kurniawati, ddk (2011),
ekstrak metanol-air daun M. tanarius menghambat terjadinya toksisitas hati pada
tikus terinduksi parasetamol.
J. Hipotesis
Pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius mempunyai efek
hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas kadar ALT-AST serum pada tikus
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama
a. Variabel bebas. Variabel bebas penelitian ini adalah variasi dosis
dalam pemberian ekstrak daun M. tanarius. Dosis ekstrak daun M. tanarius
adalah sejumlah (gram) ekstrak daun M. tanarius tiap satuan kg berat badan dari subyek uji. Ekstrak daun M. tanarius dibuat dengan mengekstraksi sejumlah
(gram) serbuk daun M. tanarius dalam pelarut polar (metanol-air).
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung penelitian ini adalah
penurunan aktivitas serum ALT dan AST akibat pemberian jangka panjang
ekstrak metanol-air daun M. tanarius terhadap sel hati tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam
penelitian ini adalah kondisi hewan uji, yaitu tikus jantan galur Wistar dengan
berat badan 150-250 g dan umur 2-3 bulan, frekuensi pemberian ekstrak daun M.
yang sama, cara pemberian senyawa pada tikus dilakukan secara per oral dan
intraperitonial, dan bahan uji yang digunakan berupa daun M. tanarius yang diperoleh dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta dan diambil pada bulan Mei.
b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali
dalam penelitian ini adalah kondisi patologis dari tikus jantan galur Wistar yang
digunakan.
3. Definisi operasional
a. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius. Ekstrak daun M. tanarius
adalah ekstrak kental yang diperoleh dengan mengekstrasi serbuk kering daun M.
tanarius seberat 10,0 g yang dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 50% secara
maserasi selama 72 jam, dengan putaran 140 rpm. Kemudian disaring dengan
kertas saring, dievaporasi dan diuapkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 500
C, hingga bobot pengeringan tetap dengan susut pengeringan sebesar 0%.
b. Penurunan aktivitas serum ALT dan serum AST. Didefinisikan
sebagai kemampuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada dosis tertentu
untuk menurunkan kadar serum ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar
terinduksi karbon tetraklorida.
c. Efek hepatoprotektif jangka panjang. Pemberian ekstrak
C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama
a. Hewan uji yang digunakan berupa tikus jantan galur Wistar dengan
umur 2-3 bulan dan berat badan 150-250 g yang diperoleh dari
Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
b. Daun M. tanarius yang diperoleh dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada bulan Mei.
2. Bahan kimia
a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang
diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Metanol dan air suling sebagai pelarut yang digunakan untuk
pembuatan sediaan uji, yang diperoleh dari Laboratorium
Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
c. Aqua bidestilata untuk blanko pengujian ALT dan AST, yang
diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
d. Kontrol serum ALT-AST Cobas® (PreciControl ClinChem Multi 2)
Roche/Hitachi analyzer
e. Olive oil Bertolli®
Reagen serum yang digunakan adalah reagen serum ALT diasys.
Komposisi dan konsentrasi dari reagen serum ALT adalah sebagai
[image:51.595.69.524.174.664.2]berikut.
Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen serum ALT
R1 : TRIS pH 7.15 140 mmol/L
L-Alanine 700 mmol/L
LDH
(lactatedehydrogenase) ≥ 2300 U/L
R2 : 2-Oxoglutarate 85 mmol/L
NADH 1 mmol/L
Pyridoxal-5-phosphate FS : Good’s buffer pH 9.6 100 mmol/L
g. Reagen serum AST
Reagen serum yang digunakan adalah reagen serum AST diasys.
Komposisi dan konsentrasi dari reagen serum AST adalah sebagai
berikut.
Tabel III. Komposisi dan konsentrasi reagen serum AST
R1 : TRIS pH 7.65 110 mmol/L
L-Aspartate 320 mmol/L
MDH
(malate dehydrogenase) ≥ 800 U/L
LDH
(lactate dehydrogenase) ≥ 1200 U/L
R2 : 2-Oxoglutarate 65 mmol/L
NADH 1 mmol/L
Pyridixal-5-posphate FS : Good’s buffer pH 9.6 100 mmol/L Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L
D. Alat atau Instrumen Penelitian 1. Alat ekstraksi
Seperangkat alat gelas berupa Bekker glass, Erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, cawan porselen, corong Buchner, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki
Multi Lab®, timbangan analitik Mettler Toledo®, moisture balance, orbital shaker
Optima®, rotary vacuum evaporator IKAVAC®, oven Memmert®.
2. Alat uji hepatoprotektif
Seperangkat alat gelas berupa Bekker glass, gelas ukur, tabung reaksi,
labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®). Timbangan elektrik
Mettler Toledo®, sentrifuge Centurion Scientific®, vortex Genie Wilten®, spuit per
oral dan syringe 3 cc Terumo®, spuit ip. dan syringe 1 cc Terumo®, pipa kapiler, tabung Eppendorf, Microlab 200 Merck®.
E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman M. tanarius
Determinasi tanaman M. tanarius dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri tanaman M. tanarius dengan buku acuan Flora of Java (Backer dan Brink, 1963).
Determinasi dilakukan oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Dosen Program
Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan
Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang masih segar dan berwarna hijau, tidak berlubang, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, dipetik
dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada
bulan Mei.
3. Pembuatan serbuk
Daun M. tanarius dicuci bersih di bawah air mengalir. Setelah bersih,
pengeringan di bawah kain berwarna gelap dan sinar matahari. Tujuan dari
pengeringan ini adalah melindungi daun dari kerusakan paparan matahari secara
langsung. Selain itu, kain berwana gelap menjadikan proses pemanasan
berlangsung konstan karena kain berwarna gelap akan menyerap panas dan juga
melindungi daun terpapar kotoran di udara. Pengeringan dilanjutkan
menggunakan oven pada suhu 50° C selama 24 jam. Setelah kering daun dibuat
serbuk dan diayak dengan ayakan nomor 40 supaya kandungan fitokimia yang
terkandung dalam daun M. tanarius lebih mudah terekstrak karena luas
permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut semakin besar.
4. Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius
Berdasarkan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Republik Indonesia (1989), penetapan kadar air secara sederhana menggunakan
alat moisture balance. Sebanyak 5 g serbuk daun M. tanarius dimasukkan ke
dalam alat moisture balance, kemudian diratakan. Serbuk ditimbang dihitung
sebagai bobot sebelum pemanasan. Serbuk dipanaskan pada suhu 110 0C selama
15 menit. Kemudian serbuk ditimbang ulang dihitung sebagai bobot sesudah
pemanasan. Selisih bobot sebelum pemanasan dan sesudah pemanasan merupakan
kadar air dari sampel yang diteliti.
5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Sebanyak 10 g serbuk kering daun M. tanarius diekstraksi secara
maserasi dengan melarutkan serbuk dalam 100 ml pelarut metanol 50% pada suhu
kamar selama 3x24 jam dengan kecepatan 140 rpm. Tujuan dilarutkan dalam
dapat larut dalam pelarut. Setelah dilakukan perendaman, hasil maserasi disaring
menggunakan corong Buchner dilapisi kertas saring. Larutan hasil saringan dipindahkan dalam labu alas bulat untuk dievaporasi. Tujuan proses evaporasi
adalah menguapkan cairan penyari pada proses maserasi. Prinsip alat vaccum
evaporator adalah menguapkan pelarut dengan suhu rendah dan berputar dan
menggunakan tekanan tinggi untuk membantu proses penguapan. Hasil evaporasi
dituangkan dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya, agar
mempermudah perhitungan randemen ekstrak yang akan diperoleh. Cawan
porselen yang berisi larutan hasil maserasi dimasukkan dalam oven untuk
diuapkan selama 24 jam dengan suhu 50° C untuk mendapatkan ekstrak
metanol-air daun M. tanarius yang kental dengan bobot pengeringan ekstrak yang tetap.
Menghitung rata-rata rendemen enam replikasi ekstrak metanol-air daun M.
tanarius kental yang telah dibuat.
Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong
Hasil menunjukkan bahwa sebanyak 1 kg serbuk kering daun M. tanarius
menghasilkan 63 cawan ekstrak kental. Rata-rata rendemen setiap cawan 3,77 g
ekstrak kental. Pada pembuatan 1 kg serbuk kering daun M. tanarius
menghasilkan 237,51 g ekstrak kental, dengan rendemen 23,75%.
6. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak
Konsentrasi yang dapat digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat
dibuat dimana pada konsentrasi tersebut ekstrak dapat dimasukkan serta
per cawannya, yaitu 1,92 g dalam labu ukur terkecil dengan pelarut yang sesuai
CMC Na 1%. Labu ukur terkecil yang tersedia adalah labu ukur 5 ml sehingga
konsentrasi ekstrak dapat ditetapkan sebesar 0,384 g/ml atau 384 mg/ml atau 38,4
% b/v (Kurniawati, dkk., 2011).
7. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Menurut Kurniawati, dkk (2011), dasar penetapan peringkat dosis adalah
bobot tertinggi tikus dan pemberian cairan secara peroral separuhnya yaitu 2,5 ml.
Penetapan dosis tertinggi ekstrak metanol-air daun M. tanarius adalah sebagai
berikut.
D x BB = C x V
D x 0,250 kg BB = 384 mg/ml x 2,5 ml
D = 3840 mg/kg BB
Dua dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan 3 dan 6 kalinya dengan
pembulatan dari dosis tertinggi sehingga didapatkan dosis 1280 dan 426 mg/kg
BB. Dosis yang akan digunakan dalam penelitian adalah 426; 1280; dan 3840
mg/kg BB atau 0,426; 1,280; dan 3,840 g/kg BB.
8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida
Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), pembuatan larutan
Karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50%. Larutan karbon tetraklorida
dalam olive oil dibuat dengan cara melarutkankan 50 ml karbon tetraklorida ke
9. Pembuatan suspending agent CMC-Na 1%
Suspending agent CMC-Na 1% dibuat dengan cara mendispersikan lebih
kurang 1,0 g CMC-Na yang telah ditimbang seksama ke dalam air mendidih
sampai volume 100,0 ml dan digunakan untuk membuat suspensi ekstrak
metanol-air daun M.tanarius.
10. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida. Pemilihan dosis
karbon tetraklorida dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa karbon
tetraklorida mampu menyebabkan kerusakan hati tikus yang ditandai dengan
peningkatan aktivitas serum ALT paling tinggi. Dosis hepatotoksik yang
digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Janakat dan Al-Merie
(2002), bahwa dosis 2 ml/kg BB terbukti mampu meningkatkan aktivitas serum
ALT dan AST pada tikus bila diberikan secara intraperitonial (i.p).
b. Penetapan waktu pencuplikan darah. Menurut Janakat dan
Al-Merie (2002), kenaikan serum ALT dan AST akan terjadi pada waktu 24 jam dan
terjadi penurunan pada waktu 48 jam setelah pemejanan karbon tetraklorida. Pada
penelitian ini dilakukan orientasi dengan cuplikan dari jam 0, 24, dan 48 jam
setelah pemejanan karbon tetraklorida untuk melihat profil kenaikan ALT dan
AST serum. Untuk mendapatkan waktu pencuplikan darah dilakukan orientasi
dengan tiga kelompok perlakuan waktu. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus.
Pengambilan darah dilakukan melalui sinus orbitalis mata. Kelompok I-III
diambil darah masing-masing pada jam ke 0, 24, dan 48 setelah pemejanan karbon
11. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Sejumlah tiga puluh ekor tikus dibagi secara acak ke dalam enam
kelompok perlakuan masing-masing sejumlah lima ekor tikus.
a. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi larutan karbon tetraklorida:
olive oil (1:1) dosis 2 ml/kgBB secara i.p.
b. Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil dosis 2 ml/kgBB secara
i.p.
c. Kelompok III (kontrol ekstrak) diberi ekstrak daun M.tanarius dosis
3,840 g/kgBB selama enam hari berturut-turut secara per oral.
d. Kelompok IV (dosis rendah) diberi ekstrak metanol-air daun M.
tanarius dosis 0,426 g/kg BB secara per oral sekali sehari selama
enam hari berturut-turut.
e. Kelompok V (dosis tengah) diberi ekstrak metanol-air daun M.
tanarius dosis 1,280 g/kg BB secara per oral sekali sehari selama
enam hari berturut-turut.
f. Kelompok VI (dosis tinggi) diberi ekstrak metanol-air daun M.
tanarius dosis 3,840 g/kg BB secara per oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut.
Pada hari ke tujuh kelompok IV-VI diberi larutan karbon tetraklorida dosis 2
ml/kgBB secara intraperitonial. Setelah 24 jam diambil darahnya melalui sinus
12. Pembuatan serum
Darah diambil melalui bagian sinus orbitalis mata tikus, kemudian
ditampung dalam tabung Eppendorf. Darah didiamkan selama kurang lebih 15
menit. Darah disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3500 rpm dan
bagian supernatannya diambil.
13. Penetapan aktivitas serum kontrol, serum ALT, dan serum AST
Alat yang digunakan untuk menganalisis aktivitas serum ALT dan AST
adalah Mikrolab 200 Merck®. Aktivitas enzim dinyatakan dengan satuan U/l.
pengukuran aktivitas serum ALT dan AST dilakukan di laboratorium Biokimia
Fisiologi Manusia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
a. Penetapan aktivitas serum kontrol. Bertujuan untuk validitas dan
reliabilitas alat yang digunakan. Analisis dilakukan dengan cara mencampur 800
µL reagen I, kemudian dicampurkan 200 µL reagen II, didiamkan selama satu
menit. Setelah itu, ditambahkan 100 µL serum kontrol (rentang nilai 33,9-48,9
U/l) dan dibaca resapan setelah dua menit. Pengukuran kontrol serum digunakan
untuk mengetahui validasi alat yang digunakan.
b. Penetapan aktivitas serum ALT dan AST. Analisis serum ALT
dilakukan dengan cara mencampur 800 µL reagen I, kemudian dicampurkan 200
µL reagen II, didiamkan selama satu menit. Setelah itu, ditambahkan 100 µL
serum dan dibaca resapan setelah dua menit. Untuk analisis serum AST dilakukan
dengan cara mencampur 800 µL reagen I, kemudian dicampurkan 200 µL reagen
II, didiamkan selama satu menit. Setelah itu, ditambahkan 100 µL serum dan
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas serum ALT-AST diuji dengan Kolmogorov-Smi