• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka 1. Kalimat dan Kalimat Tunggal

Kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap (Abdul Chaer, 2012:240). Kalimat merupakan satuan bahasa yang langsung digunakan sebagai satuan ujaran di dalam komunikasi verbal/ berbahasa.

Kalimat menurut Harimurti Kridalaksana dalam kamus linguistik adalah:

(1) satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa, (2) klausa bebas yang menjadi bagian kognitif percakapan; satuan proposisi yang merupakan satu klausa atau merupakan gabungan klausa, yang membentuk satuan yang bebas; jawaban minimal, seruan, salam, dsb., (3) konstruksi gramatikal yang terdiri atas satu atau lebih klausa yang ditata menurut pola tertentu, dan dapat berdiri sendiri sebagai satu kesatuan.

Sesungguhnya yang menentukan satuan kalimat bukan banyaknya kata yang menjadi unsur, melainkan intonasi. Setiap satuan kalimat dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik (Ramlan, 2001:21).

Kalimat umumnya berwujud rentetan kata yang disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku. Tiap kata dalam kalimat mempunyai tiga klasifikasi, yaitu

13

(2)

commit to user

berdasarkan (1) kategori sintaksis, (2) fungsi sintaktis, dan (3) peran semantisnya (Hasan Alwi, dkk, 2003:35).

Kalimat dasar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

(1) Kalimat dasar termasuk kalimat tunggal karena hanya terdiri dari satu klausa atau sebuah konstruksi sintaksis yang terdiri atas sebuah subjek dan sebuah predikat.

(2) Kalimat dasar berwujud kalimat positif atau secara tradisional berwujud kalimat berita atau kalimat pernyataan (bukan kalimat negatif atau kalimat tanya).

(3) Urutan unsur adalah subjek predikat (SP) bukan PS.

(4) Kalimat dasar ditafsiran sebagai sebuah kalimat yang tidak merupakan hasil unahan (transformasi) dari kalimat lain. (D. Edi Subroto dkk, 1991:147)

Secara umum S dan P itu dibatasi oleh ciri lahir yang berwujud jeda longgar (//). Subjek dan predikat itu masing-masing merupakan gatra (segmen sintaksis beserta fungsinya) yang bersifat inti. Maksudnya, dalam kalimat dasar kehadiran masing-masing gatra itu bersifat wajib. Subjek adalah gatra inti yang menjadi dasar tuturan, sedangkan predikat adalah gatra inti yang menjadi isi tuturan tentang subjek.

Dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frasa, dan klausa), kalimat mempunyai arti satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi jika

(3)

commit to user

diperlukan, serta disertai dengan intonasi final. Dari rumusan tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang penting atau yang menjadi dasar kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final, sebab konjungsi hanya ada jika diperlukan.

Konstituen dasar itu berupa klausa. Jadi, jika pada sebuah klausa disertai dengan intonasi final, maka akan terbentuklah kalimat itu, yang disebut dengan kalimat tunggal.

Kalimat tunggal adalah kalimat yang tersusun dari satu klausa (Wedhawati, 2010: 466). Kalimat tunggal menurut Harimurti Kridalaksana adalah kalimat yang terjadi dari satu klausa bebas (2008: 106). Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Hasan Alwi dkk menyatakan bahwa kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa (2003: 338). Kalimat tunggal adalah kalimat yang mempunyai satu subjek dan satu predikat (E. Zaenal dan Junaiyah, 2008:

56).

Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kalimat tunggal adalah kalimat yang tersusun dari satu klausa yang terdiri atas satu kesatuan bagian inti (subjek dan predikat), baik dengan maupun tanpa bagian bukan inti (objek, keterangan, dan pelengkap). Kalimat tunggal hanya memiliki satu predikat karena hanya tersusun dari satu klausa. Oleh karena itu, kalimat tunggal hanya mengungkapkan satu proposisi.

(4)

commit to user (10) Adhiku sinau.

‘Adikku belajar.’

(11) Widyaningsih ora sida ngemplok gadho-gadho.

‘Widyaningsih tidak jadi memakan gado-gado.’

Kalimat di atas merupakan kalimat tunggal karena terdiri dari unsur wajib yaitu S dan P. Pada kalimat (10) P diisi oleh veba sinau ‘belajar’, yang mengungkapkan satu makna, yaitu perbuatan aktif belajar. Sedangkan pada kalimat (11) predikat diisi oleh frasa verba negatif ora sida ngemplok ‘tidak jadi memakan’, yang mengungkapkan satu proposisi makna yaitu perbuatan tidak makan (memasukkan makanan ke dalam mulut, dikunyah, kemudian ditelan).

2. Pengertian Predikat

Menurut Harimurti Kridalaksana, predikat adalah bagian klausa yang menandai apa yang dikatakan oleh pembicara tentang subjek (2008: 198).

Predikat merupakan konstituen pokok yang disertai konstituen subjek di sebelah kiri dan, jika ada, konstituen objek, pelengkap, dan/ atau keterangan wajib di sebelah kanan (Hasan Alwi dkk, 2003: 326).

Predikat adalah semua kata yang menerangkan subjek, mengenai tindakannya atau keadaannya/ sifatnya. Jika yang diingat dari kalimat apa predikat berasal, predikat dapat dibedakan menjadi tiga:

(5)

commit to user a. Predikat dalam kalimat aktif (ukara tanduk)

Predikat dalam kalimat aktif, terdiri dari kata-kata yang dibentuk aktif (Purwadi, 2005:191). Kata kerja atau tembung kriya dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Kata kerja tak berobjek/ intransitif (tembung kriya tanpa lesan) 2. Kata kerja berobjek/ transitif (tembung kriya mawa lesan) b. Predikat dalam kalimat pasif (ukara tanggap)

c. Predikat dalam kalimat nominal (ukara nominal)

Predikat dalam kalimat nominal, yang menjadi predikatnya bukan kata kerja aktif tetapi kata benda, kata sifat, kata bilangan, atau kata lain kecuali kata kerja. Menurut penelitian dalam bahasa Jawa kalimat nominal malah sering dipakai jika dibandingkan dengan kalimat aktif (Purwadi, 2005:197).

Predikat termasuk unsur yang wajib hadir dalam sebuah kalimat. Predikat merupakan konstituen pokok yang disertai konstituen subjek di sebelah kiri dan (jika ada) konstituen objek, pelengkap, dan atau keterangan wajib di sebelah kanan. Predikat dapat berupa verba, frasa verbal, atau frasa adjektival. Namun, pada kalimat yang berpola SP, predikat dapat juga berupa frasa nominal, frasa numeral, atau frasa preposisional, selain frasa verbal dan frasa adjektival (Alwi dkk, 2003: 326).

Predikat dalam kalimat berfungsi memberitahukan mengapa atau bagaimana subjek itu. Kalimat yang tidak mempunyai predikat akan menjadi tidak berterima karena ia tidak bisa menjelaskan mengapa dan bagaimana subjek itu.

(6)

commit to user

Predikat adalah bagian klausa yang menandai apa yang dikatakan pembicara tentang subjek. Contoh dalam kalimat, Ranti nyilih buku ‘Ranti meminjam buku’. Kata nyilih ‘meminjam’ dalam kalimat tersebut menempati fungsi predikat.

Ciri-ciri predikat :

1. Merupakan jawaban atas pertanyaan seperti ngapa ‘mengapa’, kepriye

‘bagaimana’.

Konstituen kalimat yang memberikan jawaban atas pertanyaan ngapa

‘mengapa’, kepriye ‘bagaimana’, (se)pira ‘(se)berapa’, neng endi ‘di mana’

merupakan predikat. Contoh dalam kalimat Budiono nulis laporan. ‘Budiono menulis laporan’. Bagian yang berfungsi sebagai predikat dalam kalimat tersebut adalah kata nulis ‘menulis’. Selain pertanyaan-pertanyaan itu, pertanyaan apa

‘apa’ dapat digunakan untuk menentukan predikat yang berupa batasan atau definisi, sedangkan dadi apa ‘jadi apa’ untuk menentukan predikat yang berupa nomina atau frase nominal penggolong. Contoh dalam kalimat Ovalet yaiku bahan kimia kanggo ngempukake roti. ‘Ovalet yaitu bahan kimia untuk melunakkan roti’. Dalam kalimat tersebut yang menempati fungsi predikat yaitu bahan kimia kanggo ngempukake roti ’bahan kimia untuk melunakkan roti’.

2. Dapat disertai aspek dan modalitas

Predikat verbal dapat disertai aspek, seperti arep ‘akan’, durung ‘belum’, dan lagi ‘sedang’. Distribusi aspek berada di sebelah kiri verba. Selain itu,

(7)

commit to user

predikat verbal juga dapat disertai modalitas, seperti arep ‘ingin’, gelem ‘mau’.

Contoh dalam kalimat Ibu arep ngasahi piring. ‘Ibu akan mencuci piring’. Bagian yang berfungsi sebagai predikat dalam kalimat tersebut adalah frasa verba arep ngasahi ‘akan mencuci’.

3. Posisi Predikat

Kalimat-kalimat pada bahasa Jawa maupun Indonesia, konstruksi yang biasa dan wajar adalah fungtor/ gatra subjek diikuti oleh fungtor/ gatra predikat (Mukidi, 1975: 47). Jadi susunan atau posisi kalimat pada umumnya adalah Subjek – Predikat (SP). Konstruksi ini masih sejalan dengan aliran tradisionil, yang menyebutkan bahwa subjek itu dasar tuturan, sedangkan predikat adalah hal yang menerangkan atau menjelaskan subjek. Konstruksi SP, disebut kerangka kalimat bahasa Jawa yang umum.

Kadang-kadang dalam percakapan atau dalam tuturan terjadi juga fungsi predikat yang mendahului subjek. Sehingga susunannya menjadi PS. Keterangan khusus ini (PS) digunakan apabila si pembicara bertujuan menekankan inti pemberitaan itu kepada pendengarnya. Sebab predikat suatu kalimat itu lebih bersifat sentral daripada fungsi lainnya. Walaupun pola biasa SP, tetapi karena peristiwanya dianggap lebih penting, maka diucapkan terlebih dahulu.

(8)

commit to user

Berdasarkan pola urutan subjek-predikat, kalimat tunggal dibedakan menjadi (1) kalimat nornal dan (2) kalimat inversi (Wedhawati, 2010: 470).

(1) Kalimat Normal

Kalimat tunggal yang memiliki pola urutan fungsi subjek-predikat disebut kalimat normal atau kalimat biasa. Berdasarkan kenormalan polanya, kalimat bahasa Jawa memperlihatkan urutan sebagai berikut: (a) subjek, (b) predikat, (c) objek (jika ada), dan (d) pelengkap (jika ada).

(12) Sikile nendhang meja.

S P O

‘Kakinya menendang meja.’

(13) Ing dalan aku weruh wong dodol roti bakar.

K S P O Pl

‘Di jalan saya lihat orang bejualan roti bakar.’

Kalimat (12) dan (13) di atas menunjukkan urutan S yang berada di depan P atau P terletak di sebelah kanan S (SP).

(2) Kalimat Inversi

Di dalam bahasa Jawa ditemukan pola kalimat yang predikatnya mendahului subjek (Wedhawati, 2010: 471). Pola urutan fungsinya menjadi predikat-subjek. Kalimat yang memiliki pola urutan fungsi demikian disebut dengan kalimat inversi.

(9)

commit to user (14) Lunga/dheweke.

‘Pergi, dirinya.’

(15) Ana wong edan nang dalan.

‘Ada orang gila di jalan.’

Pada contoh (14), lunga ‘pergi’ yang menempati fungsi P mendahului kata dheweke ‘dirinya’ yang berfungsi sebagai S dan (15) pola susunan kalimatnya adalah P-S, karena P ana ‘ada’ berada di depan S wong edan ‘orang gila’ yang kemudian diikuti kata keterangan tempat nang dalan ‘di jalan’.

4. Kategori Predikat

Kategori kelas kata yang di dalam tata bahasa Jawa disebut jinising tembung. Berdasarkan keanggotaanya, kategori sintaksis dibedakan menjadi dua, kategori sintaksis terbuka dan kategori sintaksis tertutup.

(1) Kategori Sintaksis Terbuka

Kategori sintaksis terbuka dalam arti jumlah katanya dapat berkembang, yang tergolong kategori ini ada empat yaitu 1) verba (V) atau kata kerja (tembung kriya), 2) adjektiva (Adj) atau kata sifat (tembung kaanan), 3) nomina (N) atau kata benda (tembung aran), 4) adverbial (Adv) atau kata keterangan (tembung katrangan).

(10)

commit to user (2) Kategori Sintaksis Tertutup

Kategori sintaksis tertutup, dalam arti jumlah keanggotaannya relatif terbatas dan sulit berkembang. Kategori ini ada tujuh, yaitu 1) pronominal (pron) atau kata ganti (tembung sesulih), 2) numeralia (num) atau kata bilangan (tembung wilangan), 3) preposisi (prep) atau kata depan (tembung ancer-ancer) 4) konjungsi (konj) atau kata penghubung (tembung panggandheng) 5) interjeksi (itj) atau kata seru (tembung panguwuh), 6) partikel (ptk) dan 7) artikula (atk) atau kata sandang (tembung penyilah). Preposisi, konjungsi, dan partikel lazim disebut kata tugas.

4.1 Bentuk Pengisi Fungsi Predikat Secara Kategorial

Pengisi fungsi predikat secara kategorial dapat diisi oleh verba, adjektiva, nomina, pronomina, numeralia, dan frasa preposisi.

4.1.1 Verba

Verba atau secara umum disebut kata kerja, dapat muncul dalam kalimat menempati fungsi predikat secara dominan (Sudaryanto, 1992:70). Secara semantis verba ialah jenis atau kategori kata leksikal yang mengandung konsep atau makna perbuatan atau aksi, proses atau keadaan yang bukan merupakan sifat atau kualitas (Wedhawati, 2010: 105).

(16) Bapak nyopir mobil dhewe.

‘Bapak menyetir mobil sendiri.’

(11)

commit to user

Contoh (16) merupakan contoh kalimat yang predikatnya berkategori verba. Kalimat (16) P diisi oleh verba aktif nyopir ‘menyetir’.

4.1.2 Adjektiva

Adjektiva atau secara umum disebut kata sifat, adalah kata yang berfungsi sebagai modifikator nomina. Modifikator itu memberi keterangan tentang sifat atau keadaan nomina dalam tataran frasa (Wedhawati, 2010: 179).

(17) Atine Widyaningsih rada ngedhap.

‘Hatinya Widyaningsih agak tegang.’

Contoh di atas, merupakan contoh kalimat dengan P berkategorikan adjektiva atau kata sifat. Kalimat (17) S diisi oleh frasa nominal atine Widyaningsih ‘hatinya Widyaningsih’ dan P diisi oleh frasa adjektiva rada ngedhap ‘agak tegang’.

4.1.3 Nomina

Nomina atau secara umum disebut dengan kata benda, biasanya muncul dalam kalimat menempati fungsi subjek atau objek serta menyertai verba yang berfungsi sebagai predikat (Sudaryanto, 1992:71). Secara semantis, nomina adalah jenis atau kategori kata leksikal yang mengandung konsep atau makna kebendaan baik yang bersifat konkret maupun abstrak, misalnya wong ‘orang’, kewan ‘hewan’, pawarta ‘berita’, kautaman ‘keutamaan’, kasunyatan ‘kenyataan’

(Wedhawati, 2010: 219).

(12)

commit to user (18) Wong tua kae pakdheku.

‘Orang tua itu pamanku.’

Kalimat (18) di atas menunjukkan P berkategorikan nomina, yang diisi oleh pakdheku ‘pamanku’ yang merupakan panggilan kepada saudara laki-laki ayah atau ibu kita.

4.1.4 Pronomina

Pronomina secara umum disebut dengan kata ganti. Pronomina adalah kategori kata yang dipakai untuk menggantikan nomina. Menurut Sudaryanto (1992: 72), kecuali menggantikan nomina, pronomina juga dapat menggantikan kategori yang lain, misalnya numeralia, adverbia, dan juga frasa.

(19) Mung dheweke sing diarep-arep teka.

‘Hanya dia yang diharap-harap datang.’

Kalimat (19) di atas merupakan kalimat inversi dengan pola kalimat PS. P diisi oleh frasa pronomina persona III mung dheweke ‘hanya dia’, dan S diisi oleh frasa nomina sing diarep-arep teka ‘yang diharap-harap datang’.

Pada penelitian ini tidak ditemukan pemakaian kategori pronomina sebagai pengisi fungsi predikat.

(13)

commit to user 4.1.5 Numeralia

Numeralia adalah kata yang digunakan untuk membilang hal yang diacu nomina. Oleh karena itu, numeralia lazim disebut dengan ‘kata bilangan’

(Wedhawati, 2010: 304).

(20) Omahe ana loro.

‘Rumahnya ada dua.’

Kalimat (20) di atas merupakan kalimat yang predikatnya diisi oleh kategori numeralia yaitu ana loro ‘ada dua’, dan subjek diisi oleh nomina omahe

‘rumahnya’.

4.1.6 Frasa Preposisi

Frasa preposisi adalah frasa yang konstituennya berupa preposisi dan konstituen laain yang berupa kata atau frasa. Konstituen yang berupa preposisi itu berfungsi sebagai perangkai, sedangkan konstituen yang menyertainya atau kokonstituennya berfungsi sebagai sumbu (Wedhawati, 2010: 377).

(21) Mahasiswa iki saka Universitas Negeri Malang.

‘Mahasiswa ini dari Universitas Negeri Malang.’

Kalimat (21) di atas merupakan contoh kalimat yang predikatnya diisi oleh frasa preposisi saka Universitas Negeri Malang ‘dari Universitas Negri Malang’.

Pada penelitian ini tidak ditemukan pemakaian kategori frasa preposisi sebagai pengisi fungsi predikat.

(14)

commit to user

4.2 Bentuk Pengisi Fungsi Predikat Secara Struktural

Pengisi predikat secara struktural dapat berupa kata dan frasa.

4.2.1 Kata

Pengisi fungsi predikat berupa kata diisi oleh bentuk monomorfemik dan bentuk polimorfemik.

4.2.1.1 Bentuk Monomorfemik

Bentuk monomorfemik adalah bentuk yang terdiri dari satu morfem.

Bentuk monomorfemik ini terdiri dari verba, adjektiva, nomina, pronomina, dan numeralia.

4.2.1.1.1 Verba

Verba monomorfemik atau verba satu morfem ialah verba yang belum dikenai proses afiksasi (pengimbuhan), pengulangan, atau pemajemukan. Contoh kalimat yang predikatnya diisi oleh verba monomorfemik adalah sebagai berikut.

(22) Widyaningsih lungguh kursi.

‘Widyaningsih duduk kursi.’

Kalimat (22) di atas, menunjukkan pemakaian predikat yang diisi oleh kategori struktural kata monomorfemik yaitu V lungguh ‘duduk’, S diisi oleh nomina nama diri Widyaningsih ‘Widyaningsih’ dan O diisi oleh nomina kursi

‘kursi’.

(15)

commit to user 4.2.1.1.2 Adjektiva

Adjektiva monomorfemik ialah adjektiva yang hanya terdiri atas satu morfem. Contoh kalimat yang predikatnya diisi oleh adjektiva monomorfemik adalah sebagai berikut.

(23) Adhiku kaget krungu ban mbledhos.

‘Adikku terkejut mendengar ban meletus.’

Kalimat (23) di atas merupakan kalimat yang fungsi predikatnya dibentuk oleh kata monomorfemik berkategori adjektiva. P diisi oleh kategori kata Adj monomorfemik kaget ‘terkejut’.

4.2.1.1.3 Nomina

Nomina monomorfemik adalah nomina yang terdiri atas satu morfem.

Contoh kalimat yang predikatnya diisi oleh nomina monomorfemik adalah sebagai berikut.

(24) Sing nyapu bulik.

‘Yang menyapu tante.’

Kalimat (24) di atas merupakan contoh kalimat dengan predikat diisi oleh nomia monomorfemik bulik ‘tante’ dan subjek diisi oleh sing nyapu ‘yang menyapu’.

(16)

commit to user 4.2.1.1.4 Pronomina

Pronomina monomorfemik adalah pronomina yang terdiri atas satu morfem, baik pronomina persona maupun persona demonstratif. Contoh kalimat yang predikatnya diisi oleh pronomina monomorfemik adalah sebagai berikut.

(25) Dheweke sing diarep-arep.

‘Dia yang ditunggu-tunggu.’

Kalimat (25) merupakan contoh kalimat inversi dengan P diisi oleh bentuk pronomina monomorfemik dheweke ‘dia’.

Pada penelitian ini, tidak ditemukan pemakaian pronomima monomorfemik yang digunakan untuk membentuk fungsi predikat.

4.2.1.1.5 Numeralia

Numeralia monomorfemik adalah numeralia yang terdiri atas satu morfem.

Numeralia monomorfemik ini sudah menunjuk kuantitas sesuatu (baik yang bersifat maujud maupun yang konseptual) tanpa mengalami proses morfemis.

Contoh kalimat yang predikatnya diisi oleh pronomina monomorfemik adalah sebagai berikut.

(26) Anake pakdhe siji.

‘Anaknya pakde satu.’

(17)

commit to user

Kalimat (26) di atas merupakan contoh kalimat dengan P diisi oleh numeralia monomorfemik siji ‘satu’ dan S diisi oleh frasa nominal anake pakdhe

‘anake pakde’.

4.2.1.2 Bentuk Polimorfemik

Bentuk polimorfemik adalah bentuk yang terdiri lebih dari satu morfem.

Bentuk polimorfemik ditandai dengan adanya beberapa proses, yaitu (1) proses afiksasi, (2) proses pengulangan, (3) proses pemajemukan, (4) proses kombinasi, (5) pemaduan, (6) pemenggalan, dan (7) pengakroniman.

1. Afiksasi

Afiksasi merupakan proses perangkaian afiks pada bentuk dasar.

Harimurti Kridalaksana menjelaskan bahwa afiksasi adalah proses atau hasil penambahan afiks pada akar, dasar, atau alas (2008: 3). Berdasarkan distribusinya afiksasi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (a) prefiks, tambahan afiks di depan bentuk dasar, (b) sufiks, tambahn afiks di belakang bentuk dasar, dan (c) konfiks, tambahan konfiks pada bentuk dasar.

(27) Jam 19.30 upacara kawiwitan.

‘jam 19.30 upacara dimulai.’

Kalimat (27) di atas merupakan contoh kalimat yang predikatnya diisi oleh verba berkonfiks. Kalimat (27), K.w diisi jam 19.30 ‘jam 19.30’, S diisi oleh N

(18)

commit to user

upacara ‘upacara’, dan pengisi predikat berupa V berkonfiks kawiwitan ‘dimulai’

berasal dari bentuk dasar wiwit ‘mulai’ yang mendapat konfiks {ka-} / {-an}.

2. Pengulangan

Pengulangan adalah proses pembentukan kata dengan mengulang keseluruhan atau sebagian bentuk dasar. Pengulangan menurut Harimurti Kridalaksana adalah penggunaan unsur bahasa beberapa kali berturut-turut sebagai alat stilistis atau untuk tujuan ekspresif (2008: 184). Contoh kalimat adalah sebagai berikut.

(28) Para warga nyapu-nyapu dalan desa.

‘Para warga menyapu-nyapu jalan kampung.’

Contoh (28) di atas adalah contoh kalimat yang predikatnya diisi oleh verba polimorfemik nyapu-nyapu ‘menyapu-nyapu’, berasal dari bentuk dasar {N} sapu ‘{N}sapu’ yang dikenakan pengulangan penuh.

3. Pemajemukan

Pemajemukan adalah proses perangkaian dua bentuk dasar atau lebih menjadi sebuah kata. Pada penelitian ini, tidak ditemukan pemakaian predikat dengan kategori struktural polimorfemik dengan proses pemajemukan.

4. Kombinasi

Proses kombinasi adalah proses pembentukan kata dengan mengkombinasikan dua macam proses morfemis secara serempak. Pada penelitian ini, tidak

(19)

commit to user

ditemukan pemakaian predikat dengan kategori struktural polimorfemik dengan proses kombinasi.

5. Paduan

Pemaduan adalah proses pembentukan kata baru dengan cara memadukan dua penggalan kata tanpa mempertahankan makna unsur-unsurnya. Pada penelitian ini, tidak ditemukan pemakaian predikat dengan kategori struktural polimorfemik dengan proses pemaduan.

6. Penggalan

Pemenggalan adalah proses pembentukan kata dengan cara menghilangkan salah satu suku kata atau lebih dengan tujuan agar bentuk kata itu menjadi lebih pendek. Pada penelitian ini, tidak ditemukan pemakaian predikat dengan kategori struktural polimorfemik dengan proses pemenggalan.

7. Akronim

Pengakroniman adalah proses pembentukan kata dengan cara merangkaikan huruf, suku kata, atau bagian kata dengan tetap mempertahankan makna unsur- unsurnya. Pada penelitian ini, tidak ditemukan pemakaian predikat dengan kategori struktural polimorfemik dengan proses pengakroniman

.

(20)

commit to user 4.2.2 Frasa

Gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif, gabungan itu dapat rapat, dapat renggang (Harimurti Kridalaksana, 2008: 66). Pengisi fungsi predikat berupa frasa, diisi dengan frasa verbal, frasa nominal, frasa adjektival, dan frasa numeralia.

4.2.2.1 Frasa Verbal

Frasa verbal adalah satuan gramatikal yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan verba sebagai konstituen intinya. Contoh kalimat adalah sebagai berikut.

(29) Aku wis mangan.

‘Saya sudah makan.’

Kalimat (29) di atas menunjukkan pemakaian frasa verbal yang mengisi fungsi P, yaitu wis mangan ‘sudah makan’ dan S diisi oleh persona I aku ‘saya’.

4.2.2.2 Frasa Nominal

Frasa nominal adalah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan nomina sebagai inti. Contoh kalimat adalah sebagai berikut.

(30) Sing mlaku kuwi adhiku lanang.

‘Yang berjalan itu adikku laki-laki.’

(21)

commit to user

Kalimat di atas merupakan contoh penggunaan frasa nominal sebagai pengisi fungsi predikat. Kalimat (30) S diisi oleh sing mlaku kuwi ‘yang berjalan itu’ dan P diisi oleh FN adhiku lanang ‘adikku laki-laki’.

4.2.2.3 Frasa Adjektival

Frasa adjektival adalah satuan gramatikal yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan adjektiva sebagai konstituen inti. Contoh kalimat adalah sebagai berikut.

(31) Atine jujur kabeh.

‘Hatinya jujur semua.’

Kalimat (31) di atas merupakan kalimat dengan pemakaian frasa adjektival pengisi fungsi P, yaitu jujur kabeh ‘jujur semua’ dan S diisi oleh nomina atine

‘hatinya’.

4.2.2.4 Frasa Numeralia

Frasa numeralia adalah satuan gramatikal yang keseluruhan distribusinya dapat digantikan oleh konstituennya yang berupa numeralia. Dalam hal ini, numeralia itu menjadi konstituen inti. Contoh kalimat adalah sebagai berikut.

(32) Ingon-ingone akeh banget.

‘Ternaknya banyak sekali.’

Kalimat (32) di atas, P diisi oleh frasa numeralia akeh banget ‘banyak sekali’ dan S diisi oleh N ingon-ingone ‘ternaknya’.

(22)

commit to user 5. Peran Semantis Predikat

Kalimat tersusun dari konstituen-konstituen. Konstituen yang memiliki peran sentral disebut konstituen pusat (predikat), sedangkan konstituen yang kehadirannya ditentukan oleh predikat dinamakan argumen (konstituen pendamping). Peran semantis atau peran sintaktis adalah konsep semantis- sintaktis. Peran semantis didefinisikan sebagai hubungan antara predikat dan argumen sebagai sebuah preposisi. Proposisi sendiri adalah struktur makna klausa.

Argumen merupakan bagian dari preposisi yang mengacu pada maujud bernyawa dan tak bernyawa atau mengacu pada keniskalaan yang berhubungan dengan predikat. Predikat dinyatakan dalam bentuk verbal maupun nonverbal, sedangkan argumen atau yang sering disebut partisipan, dinyatakan dalam bentuk nomina atau frasa nominal yang menyertai predikat. Secara gramatikal peran semantis dapat pula didefinisikan sebagi makna argumen yang ditentukan oleh hubungan struktural-formal terhadap predikat.

Peran semantis unsur kalimat, menurut Hasan Alwi, dkk (2003: 334) dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, ada 5, yaitu pelaku, sasaran, pengalam, peruntung, dan atribut. Sedangkan predikat disini hanya dijelaskan menduduki peran atribut saja. Predikat, sebagai sebuah konsep semantik adalah bagian dari preposisi yang menyatakan perbuatan, proses, keadaan, kualitas, kuantitas, lokasi, dan identitas (Wedhawati, 2010: 50). Ramlan (2001: 95-100) dalam Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis menyatakan ada 6 peran yang mengisi fungsi predikat, yaitu perbuatan, keadaan, keberadaan, pengenal, jumlah, dan pemerolehan.

(23)

commit to user

Analisis peran semantis predikat dalam bahasa Jawa pada penelitian ini mengambil pendapat dari satu ahli sintaksis yaitu pendapat dari Ramlan yang telah disebutkan di atas. Alasan menggunakan pendapat dari Ramlan karena dianggap telah mencakup semua sasaran mengenai peran semantis predikat yang akan diteliti, penjelasannya yang cukup mudah untuk dimengerti, serta Ramlan sendiri merupakan salah satu ahli di bidangnya, yaitu sintaksis. Berikut adalah uraian dari peran semantis predikat menurut Ramlan dalam bukunya berjudul Ilmu Bahasa Indonesia sintaksis (2001: 95-100).

5.1 Unsur Pengisi P Menyatakan Makna ‘Perbuatan’

Kata yang menyatakan makna ‘perbuatan’ dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan lagi ngapa bagi perbuatan aktif dan pertanyaan diapakne bagi perbuatan yang pasif. Misalnya pertanyaan Budi lagi ngapa? Jawabnya adalah lagi mangan, lagi maca koran, lagi nyapu, dsb. Sedangkan pertanyaan Kucing kuwi dikapakne? Mengharapkan jawaban digebuki, ditali buntute, disuntik, dioyak bocah-bocah, dsb.

Contoh lain, misalnya:

(33) Widyaningsih lungguh ing kursi ngarep meja direktur utama.

‘Widyaningsih duduk di kursi depan meja direktur utama.’

Kalimat (33) di atas menunjukkan peran semantis predikat menyatakan makna perbuatan, dengan P verba aktif lungguh ‘duduk’, S diisi oleh nama diri Widyaningsih ‘Widyaningsih’ dan K.t diisi oleh frasa preposisi ing kursi ngarep meja direktur utama ‘di kursi depan meja direktur utama’.

(24)

commit to user 5.2 Unsur Pengisi P Menyatakan Makna ‘Keadaan’

Digunakan untuk menjawab pertanyaan kepriye, sehingga fungsi P itu akan menghasilkan makna keadaan.

Makna keadaan dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:

1) Keadaan yang relatif singkat. Keadaan ini mudah berubah. Misalnya:

(34) Aku uwis ngantuk.

‘Saya sudah mengantuk.’

Kalimat (34) di atas, fungsi S diisi oleh pronomina persona I aku ‘saya’, dan P berupa F.Adj uwis ngantuk ‘sudah mengantuk’, yang menerangkan keadaan yang relatif singkat keberlangsungannya.

2) Keadaan yang relatif lama dan kecenderungannya yang tidak mudah berubah. Keadaan semacam ini di sini secara khusus disebut sifat.

Misalnya:

(35) Bocah kuwi sregep banget.

‘Anak itu rajin sekali.’

Kalimat (35) di atas menunjukkan peran semantis predikat menyatakan makna keadaan yang relatif lama, kecenderungannya tidak mudah berubah dan secara khusus disebut dengan sifat berupa F.Adj sregep banget ‘rajin sekali’ dan S diisi oleh bocah kuwi ‘anak itu’.

(25)

commit to user

3) Keadaan yang merupakan runtunan perubahan keadaan yang di sini secara khusus disebut proses. Misalnya:

(36) Banjire samsaya gedhe.

‘Banjirnya semakin besar.’

Kalimat (36) menunjukkan peran semantis predikat bermakna keadaan yang merupakan runtutan perubahan keadaan berupa F.Adj samsaya gedhe

‘semakin besar’ dan S diisi oleh N banjire ‘banjirnya’.

4) Keadaan yang merupakan pengalaman kejiwaan. Misalnya:

(37) Amir tresna banget karo kewan.

‘Amir sayang sekali kepada binatang.’

Kalimat (37) di atas, S diisi oleh N nama diri Amir ‘Amir’, P berupa FV tresna banget ‘sayang sekali’ yang menunjukkan peran semantis predikat bermakna keadaan yang merupakan pengalaman jiwa, dan Pl diisi oleh FN karo kewan ‘kepada binatang’.

5.3 Unsur Pengisi P Menyatakan Makna ‘Keberadaan’

Kata pengisi fungsi predikat yang menjawab pertanyaan neng endi.

Beberapa contoh misalnya:

(38) Dheweke omah-omah nang desa.

‘Dia bertempat tinggal di desa.’

(26)

commit to user

Kalimat (38) di atas menunjukan peran semantis bermakna keberadaan. S diisi oleh pronomina persona III dheweke ‘dia’, P diisi oleh N bentuk ulang omah-omah ‘bertempat tinggal’ dan K.t berupa F.Prep nang dewa ‘di desa’.

5.4 Unsur Pengisi P Menyatakan Makna ‘Pengenal’

Makna/ peran pengenal disebut juga dengan peran identitas, yakni ciri khas seseorang atau suatu benda yang menyebabkan orang atau benda itu mudah dikenal. Selain menggunakan pertanyaan sapa dan apa, makna ini dapat ditentukan dengan kemungkinan hadirnya kata yaiku di antara S dan P.

(39) Gedhung kuwi gedhung sekolah.

‘Gedung itu gedung sekolah.’ Atau

(39a) Gedung kuwi yaiku gedhung sekolah.

‘Gedung itu adalah gedung sekolah.’

Kalimat (39) merupakan contoh kalimat yang menyatakan makna pengenal. S diisi oleh FN gedhung kuwi ‘gedung itu’ dan P berupa FN gedhung sekolah ‘gedung sekolah’. Kalimat (39) dapat pula menjadi kalimat (39a) tanpa mengubah makna kalimat.

5.5 Unsur Pengisi P Menyatakan Makna ‘Jumlah’

Kata yang menempati fungsi predikat berupa kata bilangan. Menyatakan makna jumlah dengan menjawab pertanyaan pira atau sepira. Contoh kalimat adalah sebagai berikut.

(27)

commit to user (40) Anake telu ayu-ayu.

‘Anaknya tiga cantik-cantik.’

Kalimat (40) S diisi N anake ‘anaknya’, P berupa kata bilangan/ N telu

‘tiga’, dan K berupa Adj. bentuk ulang ayu-ayu ‘cantik-cantik’. Kalimat (40) di atas menyatakan makna jumlah.

5.6 Unsur Pengisi P Menyatakan Makna ‘Pemeroleh’

Menyatakan makna pemeroleh atau benefaktif, yaitu pemerolehan peruntukan, kegunaan, atau manfaat dari apa yang dinyatakan pada kata yang menjadi objeknya.

(41) Olah raga marai sehat.

‘Olah raga menyebabkan sehat.’

Kalimat (41) di atas, S diisi oleh N olah raga ‘olah raga’, P berupa V benefaktif marai ‘menyebabkan’ dan keterangan berupa Adj. sehat ‘sehat’.

Kalimat (41) predikatnya berupa V benefaktif, maka kalimat tersebut menyatakan makna pemerolehan.

(28)

commit to user B. Kerangka Pikir

Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa penelitian mengenai Posisi, Kategori, dan Peran Predikat dalam Kalimat Tunggal Bahasa Jawa ini menggunakan sumber data tulis, yaitu surat kabar harian Solopos dan majalah Panjebar Semangat edisi bulan Juli 2013, serta buku Lembar Kompetensi Siswa (LKS) tingkat SMA. Dari sumber data tersebut, diambil data berupa kalimat tunggal bahasa Jawa, kemudian penelitian difokuskan pada fungsi predikat saja.

Predikat dalam kalimat tunggal itu kemudian diteliti berdasarkan tiga aspek, yaitu posisi, kategori, dan peran.

Surat kabar harian Solopos dan majalah Panjebar Semangat edisi bulan Juli 2013, serta buku LKS tingkat SMA

Ditemukan Pemakian Kalimat Tunggal Predikat

Peran Kategori

Posisi

1. perbuatan, 2. keadaan, 3. keberadaan, 4. pengenal, 5. jumlah, dan 6. pemeroleh Pengisi fungsi

predikat secara kategorial dan secara struktural 1. Setelah subjek

(berpola S-P) 2. Sebelum subjek (berpola P-S)

(29)

commit to user

Posisi di sini dimaksudkan bagaimana letak penempatan predikat dalam kalimat tunggal bahasa Jawa. Terdapat dua kemungkinan, yaitu berada setelah subjek (didahului subjek) yang nantinya berpola S-P, atau berada sebelum subjek (mendahului subjek) yang kemudian akan membentuk kalimat inversi berpolakan P-S. Kategori pengisi predikat sendiri dibagi menjadi dua, pengisi fungsi predikat secara kategorial, yaitu diisi oleh verba, adjektiva, nomina, pronomina, dll.

Sedangkan yang kedua adalah pengisi fungsi predikat secara struktural, yaitu terbentuk atas kata dan frasa. Peran semantis predikat dalam kalimat tunggal bahasa Jawa pada penelitian ini menerapkan pendapat dari Ramlan dalam bukunya yang berjudul Ilmu Bahasa Indonesia dan Sintaksis (2001: 95-100).

Terdapat 6 peran predikat yang dijabarkan dan kemudian digunakan dalam analisis penelitian ini antara lain, menyatakan perbuatan, keadaan, keberadaan, pengenal, jumlah, dan pemeroleh.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan untuk mengetahui tingkat akuntabilitas tersebut, perlu adanya Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) yang merupakan bahan utama untuk monitoring dan evaluasi

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Perum Pegadaian Pusat dalam mengelola aset atau harta kekayaannya masih secara manual dan belum ada rancangan sistem basisdata inventaris

Klien Remote Desktop dapat langsung menjalankan program secara otomatis setelah logon jika Anda isi pada tab Programs seperti terlihat pada contoh Gambar 12.13.. Gambar 12.13:

Alasannya, karena penyelesaian operasi masukan/keluaran bagi proses blocked mungkin tak pernah terjadi atau dalam waktu tak terdefinisikan sehingga lebih baik di-suspend

Kemampuan  ber bahasa  jawa  termasuk kemampuan berbahasa jawa karma sangatlah penting untuk  diajarkan  kepada  anak-anak  sejak 

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nyalah skripsi dengan judul “Penerapan Teknik Kursi

1 Pengaruh Customer Relationship Management (CRM) Terhadap Loyalitas Konsumen (Studi Kasus Pada PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading Company, Tbk.) Sabam Junijar

(terutama dengan sumur baik dangkal maupun dalam) secara tidak teratur akan berdampak pada jumlah air bersih yang mengalir ke laut akan berkurang, sehingga keseimbangan