OPTIMALISASI PROSES PENGADAAN DENGAN METODE REKAYASA ULANG BISNIS PROSES (BPR)
STUDI KASUS PT INALUM (PERSERO)
GELADIKARYA
Oleh:
Ali Hasian Harahap
NIM 127007049
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
i
LEMBAR PENGESAHAN
Juduk Geladikarya : OPTIMALISASI PROSES PENGADAAN DENGAN METODE REKAYASA ULANG BISNIS PROSES (BPR) STUDI KASUS PT INALUM (PERSERO)
Nama Mahasiswa : ALI HASIAN HARAHAP
NIM : 127007049
Program Studi : Magister Manajemen
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof.Dr.Ir. Darwin Sitompul, M.Eng) Ketua
(Dr. Ir. Chairul Muluk, M.Sc) Anggota
Ketua Program Studi Direktur
Magister Manajemen Sekolah Pasca Sarjana
(Prof.Dr.Ir. Darwin Sitompul, M.Eng) (Prof.Dr.Erman Munir, M.Sc)
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Geladikarya saya yang berjudul :
“
OPTIMALISASI PROSES PENGADAAN DENGAN METODE REKAYASA ULANG BISNIS PROSES (BPR) STUDI KASUS PT
INALUM (PERSERO)
”.Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun juga sebelumnya.
Sumber-sumber data yang diperoleh dan digunakan telah dinyatakan secara jelas dan benar.
Medan, 9 Maret 2015 Yang Membuat Pernyataan,
Ali Hasian Harahap NIM : 127007049
iii
RIWAYAT HIDUP
Ali Hasian Harahap adalah anak sulung dari 3 bersaudara dari pasangan (Alm) Samaruddin Harahap dan Iriani Asrah, yang lahir di Sei Suka pada tanggal 11 Desember 1980, Sumatera Utara.
Riwayat Pendidikan :
1. Sekolah Dasar, Sei Suka, lulus tahun 1992 2. SMP Negeri Tanjung Gading, lulus tahun 1995 3. SMA Negeri 1 Tebing Tinggi, lulus tahun 1998
4. Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen, Universitas Bengkulu, lulus tahun 2002 5. Program Studi Magister Manajemen Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera
Utara, Medan Riwayat Pekerjaan :
Tahun 2003 hingga sekarang bekerja di PT. Inalum dengan jabatan sekarang sebagai Junior Manager di Seksi Pengadaan Kebutuhan Operasi
Medan, 9 Maret 2015
Penulis
Ali Hasian Harahap NIM : 127007049
iv
RINGKASAN EKSEKUTIF
Globalisasi, inovasi teknologi dan persaingan bisnis yang ketat pada abad ini memaksa perusahaan-perusahaan untuk mengubah cara mereka menjalankan bisnisnya. Agar perusahaan terus bertahan dan memenangkan kompetisi, perusahaan- perusahaan harus dengan cepat mengubah strategi bisnisnya. Perusahaan- perusahaan dipaksa untuk terus menerus memperbaiki proses bisnisnya karena para pelanggan terus menuntut pelayanan atas barang yang lebih baik. Salah satu komponen yang dapat menentukan sebuah perusahaan dapat bersaing adalah waktu.
Ada pepatah yang mengatakan “waktu adalah uang”.
PT Inalum (persero) yang saat ini telah resmi menjadi salah satu BUMN terus berupaya meningkatkan kinerjanya agar lebih baik lagi. Hal ini dapat terlihat dari target produksi perusahaan yang sebelumnya ditetapkan 250.000 MT/tahun, kini target tersebut ditingkatkan secara bertahap menjadi 325.000 MT/tahun pada tahun 2018. Khusus di Departemen Pengadaan, manajemen menargetkan salah satunya untuk mengoptimalkan proses pengadaan dengan target delivery on time barang menjadi 97%. Oleh karena itu perlu perubahan yang lebih tepat dan cepat untuk memenuhi target yang telah ditentukan dan perlu dicarikan terobosan baru yang mendasar dan tidak hanya sekadar perubahan-perubahan kecil yang dilakukan oleh PT Inalum.
Penulis menggunakan metode Business Process Reengineering untuk mengoptimalkan proses pengadaan guna memperbaiki delivery on time, Dilakukan analisis proses bisnis dan membuat rancangan proses bisnis baru dengan mengimplementasi supply positioning model. Rancangan proses bisnis baru diukur dengan 4 (empat) perspektif balance score card dan hasilnya diperoleh manfaat pengurangan biaya, percepatan proses dan kepuasan pelanggan.
Kata Kunci : Business Process Reengineering, Supply Positioning Model, Balance Scorecard
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadhirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat- Nya akhirnya Geladikarya ini dapat diselesaikan dengan judul :
“
OPTIMALISASI PROSES PENGADAAN DENGAN METODE REKAYASA ULANG BISNIS PROSES (BPR)
STUDI KASUS PT INALUM (PERSERO)
”Geladikarya ini dibuat dalam rangka penyelesaian tugas akhir program Magister Manajemen, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara.
Di dalam penulisan Geladikarya ini, penulis banyak mendapat arahan, bimbingan, saran maupun petunjuk dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :
1. Bapak Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Prof.Dr. Ir. Erman Munir, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Darwin Sitompul, M.Eng selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing.
4. Bapak Dr. Ir. Nazaruddin Matondang MT selaku Sekretaris Program Studi Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Ir. Chairul Muluk, M.Sc selaku Dosen Pembimbing
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara
vi
7. Staf akademik di Program Studi Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara.
8. Pimpinan, Karyawan dan Staf PT. INALUM (Persero) Kuala Tanjung, yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Geladikarya ini.
9. Rekan-rekan Angkatan Eksekutif XVIII Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara.
Penulis juga menyampaikan rasa hormat kepada ayahanda (Alm) Samaruddin Harahap dan ibunda Iriani Asrah serta rasa kasih kepada Istri tercinta Mildawati SE, anak-anak tersayang Aldi dan Darin yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tulus dalam proses perkuliahan di Program Magister Manajemen USU.
Penulis menyadari Geladikarya ini belum sempurna, namun diharapkan akan memberi manfaat kepada penulis, PT Inalum dan dalam pengembangan keilmuan manajemen di Program Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayahNya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam proses perkuliahan dan penyelesaian Geladikarya ini.
Medan, April 2015
Ali Hasian Harahap
vii
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN ...
PERNYATAAN...
RIWAYAT HIDUP...
RINGKASAN EKSEKUTIF...
KATA PENGANTAR………...
DAFTAR ISI………...
DAFTAR TABEL………...
DAFTAR GAMBAR………...
DAFTAR LAMPIRAN ………
DAFTAR PUSTAKA ………..
BAB I. PENDAHULUAN...
1.1 Latar Belakang ………...
1.2 Rumusan Masalah ………..
1.3 Tujuan Penelitian ………..
1.4 Manfaat Penelitian ……….
1.5 Ruang Lingkup .………....
BAB II. LANDASAN TEORI...
2.1 Definisi Proses Bisnis …...
2.2 Analisis Proses Bisnis ………...
2.3 Pengertian Business Process Reengineering (BPR)...
2.4 Alasan melakukan rekayasa ulang proses bisnis….…...
2.5 Tahapan-tahapan Rekayasa Ulang...
2.6 Supply Positioning Model (SPM) ………
2.7 Just In Time (JIT) ……….
2.8 Peran IT Dalam Rekayasa Ulang ……….
2.9 Balance Scorecard (BSC) ……….
BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL………...
BAB IV. METODE PENELITIAN...
4.1 Metode Penelitian ……….
4.2 Lokasi Penelitian ………...
4.3 Teknik Pengumpulan Data ………...
4.4 Waktu Penelitian ……...……….
4.5 Metode Analisis Data ………
i ii iii iv v vii ix x xi xii 1 1 4 5 5 6 7 7 8 9 11 12 14 16 17 20
23 25 25 25 25 26 26
viii
BAB V. DESKRIPSI PERUSAHAAN...
5.1 Deskripsi Alur Proses Bisnis PT Inalum…...……...
5.2 Rencana Strategis Perusahaan.………...
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN...
6.1 Analisis Business Process Reengineering (BPR) 6.1.1 dentifikasi Value chain... ………
6.1.2 Analisis Setiap kegiatan proses bisnis…………..
6.1.3 Rancangan bisnis proses baru………....
6.2 Analisis Balance Scorecard……...………...
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN...
7.1 Kesimpulan...………...
7.2 Saran .……...………....
28 28 31 35 35 35 37 44 48
57 57 58
ix
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Karakteristik barang disetiap kuadran 15 Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Geladikarya 26
Tabel 5.1
Waktu Proses Pengadaan 31
Tabel 6.1 Jumlah rata-rata waktu proses administrasi 39
Tabel 6.2 Jumlah Pemasok Barang 40
Tabel 6.3 Perhitungan biaya administrasi 49 Tabel 6.4 Potensi Kerugian akibat keterlambatan 50 Tabel 6.5 Perbandingan proses lama dan baru 51 Tabel 6.6 Analisis Balance Scorecard 53
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
2 3 4 5 6 7 8 9
Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 3.1 Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 6.3 Gambar 6.4 Gambar 6.5
Jumlah RFP yang diterima
Delivery timeliness Pengadaan Barang Supply positioning model
Strategy menuju Leverage Pengukuran Balance scorecard Kerangka konseptual
Proses rencana kerja anggaran perusahaan Alur proses bisnis pengadaan
Porter’s generic value chain
Rancangan proses bisnis baru Maping Strategy BSC dari BPR
3 3 15 16 21 23 28 29 35 45 54
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Daftar Pemasok Barang Berdasarkan Lokasi L-1 Lampiran 2 Data Pembelian Barang tahun 2013 L-2 Lampiran 3 Contoh Request For Procurement L-3
iv
RINGKASAN EKSEKUTIF
Globalisasi, inovasi teknologi dan persaingan bisnis yang ketat pada abad ini memaksa perusahaan-perusahaan untuk mengubah cara mereka menjalankan bisnisnya. Agar perusahaan terus bertahan dan memenangkan kompetisi, perusahaan- perusahaan harus dengan cepat mengubah strategi bisnisnya. Perusahaan- perusahaan dipaksa untuk terus menerus memperbaiki proses bisnisnya karena para pelanggan terus menuntut pelayanan atas barang yang lebih baik. Salah satu komponen yang dapat menentukan sebuah perusahaan dapat bersaing adalah waktu.
Ada pepatah yang mengatakan “waktu adalah uang”.
PT Inalum (persero) yang saat ini telah resmi menjadi salah satu BUMN terus berupaya meningkatkan kinerjanya agar lebih baik lagi. Hal ini dapat terlihat dari target produksi perusahaan yang sebelumnya ditetapkan 250.000 MT/tahun, kini target tersebut ditingkatkan secara bertahap menjadi 325.000 MT/tahun pada tahun 2018. Khusus di Departemen Pengadaan, manajemen menargetkan salah satunya untuk mengoptimalkan proses pengadaan dengan target delivery on time barang menjadi 97%. Oleh karena itu perlu perubahan yang lebih tepat dan cepat untuk memenuhi target yang telah ditentukan dan perlu dicarikan terobosan baru yang mendasar dan tidak hanya sekadar perubahan-perubahan kecil yang dilakukan oleh PT Inalum.
Penulis menggunakan metode Business Process Reengineering untuk mengoptimalkan proses pengadaan guna memperbaiki delivery on time, Dilakukan analisis proses bisnis dan membuat rancangan proses bisnis baru dengan mengimplementasi supply positioning model. Rancangan proses bisnis baru diukur dengan 4 (empat) perspektif balance score card dan hasilnya diperoleh manfaat pengurangan biaya, percepatan proses dan kepuasan pelanggan.
Kata Kunci : Business Process Reengineering, Supply Positioning Model, Balance Scorecard
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi, inovasi teknologi dan persaingan bisnis yang ketat pada abad ini memaksa perusahaan-perusahaan untuk mengubah cara mereka menjalankan bisnisnya. Agar perusahaan terus bertahan dan memenangkan kompetisi, perusahaan- perusahaan harus dengan cepat mengubah strategi bisnisnya. Perubahan yang terjadi menuntut organisasi untuk membuka diri terhadap tuntutan perubahan dan berupaya menyusun strategi dan kebijakan yang selaras dengan lingkungan bisnis. Penyusunan kebijakan dan strategi organisasi yang baik akan membuat organisasi tersebut berhasil untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuan organisasi. Oleh karena itu kebijakan dan strategi organisasi harus juga didukung oleh manajemen dan para manajer tersebut dituntut untuk melakukan berbagai inovasi.
Dalam dekade terakhir ini, memperbaiki secara terus menerus proses bisnis tersebut sangatlah penting apabila suatu perusahaan masih menghendaki dapat bersaing di pasar. Perusahaan-perusahaan dipaksa untuk terus menerus memperbaiki proses bisnisnya karena para pelanggan terus menuntut pelayanan atas barang yang lebih baik. Salah satu komponen yang dapat menentukan sebuah perusahaan dapat bersaing adalah waktu. Ada pepatah yang mengatakan “waktu adalah uang”. Pepatah ini masih sangat relevan dengan alur proses. Bagi pelanggan internal perusahaan maupun eksternal, ketepatan waktu merupakan salah satu bentuk layanan yang dikehendaki sedangkan bagi perusahaan waktu atau lama proses merupakan biaya.
2 Menurut Sinulingga (2010) dalam pasar global perusahaan dituntut untuk mengeleminasi ataupun mengurangi waktu dalam memenuhi keinginan pelanggan.
Jika dikaitkan dengan persiapan PT Inalum (Persero) dalam menghadapi persaingan global di industri aluminium, perusahaan yang saat ini telah resmi menjadi salah satu BUMN terus berupaya meningkatkan kinerjanya agar lebih baik lagi. Hal ini dapat terlihat dari target produksi perusahaan yang sebelumnya ditetapkan 250.000 MT/tahun, kini target tersebut ditingkatkan secara bertahap menjadi 325.000 MT/tahun pada tahun 2018 (sumber : Internal Correspondence Dirut kepada seluruh Departemen tahun 2014). Selain itu, Manajemen baru PT Inalum (persero) telah menetapkan dalam KPI (key performance indicator) tahun 2014 untuk menekankan agar meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam operasional perusahaan. Khusus di Seksi Pengadaan, manajemen menargetkan salah satunya untuk mengoptimalkan proses pengadaan dengan target on time delivery barang menjadi 97%.
Bagi Seksi Pengadaan target on time delivery 97% tentu saja hal ini bukan pekerjaan yang mudah dan sangat membutuhkan dukungan dari semua pihak yang terkait. Tidak hanya perlu dukungan dari pihak internal namun kerjasama dari pemasok sebagai pihak eksternal perusahaan. Selama ini Seksi Pengadaan telah menerapkan beberapa metode pengadaan diantaranya dengan metode lelang terbatas, penunjukan langsung dan pembelian langsung agar pengadaan transparan, adil dan dapat dipertanggung jawabkan. Gambaran kinerja Seksi Pengadaan ditinjau dari jumlah permintaan barang melalui melalui RFP (Request For Procurement) selama 5 (lima) tahun terakhir (tahun 2009 s/d 2013) ditujukan pada gambar 1.1.
3 Gambar 1.1 Jumlah RFP Yang Diterima
Dari gambar 1.1 terlihat bahwa jumlah permintaan pengadaan barang melalui proses RFP (request for procurement) dari tahun 2009 hingga 2013 berfluktuatif dan pada tahun 2011 cenderung meningkat hingga 2013.
Gambar 1.2 Delivery Timeliness Pengadaan Barang
Selanjutnya, dari sisi ketepatan pemasok mengirimkan barang dengan jadwal yang dibutuhkan perusahaan (delivery timeliness) dapat dilihat pada gambar 1.2.
4 Kondisi ini menunjukkan bahwa pada tahun 2013 kondisi on time delivery sudah lebih baik dari tahun sebelumnya meskipun jumlah RFP relatif meningkat, hal ini disebabkan Departemen Bisnis telah melakukan beberapa upaya untuk memperbaiki kondisi on time delivery melalui improvement sehingga menunjukkan arah perbaikan.
Dari data kondisi on time delivery tersebut pada gambar 1.2 manajemen PT Inalum menilai kinerja Seksi Pengadaan masih belum optimal, oleh karena itu perlu perubahan yang lebih tepat dan cepat untuk memenuhi target yang telah ditentukan dan perlu dicarikan terobosan baru yang mendasar dan tidak hanya sekadar perubahan-perubahan kecil yang dilakukan oleh PT Inalum.
1.2 Rumusan Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas maka dirumuskan permasalahannya ialah belum optimalnya pencapaian on time delivery dalam pengadaan barang di PT INALUM (Persero) yang kondisi saat ini sekitar 86,8% sedangkan target manajemen untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dalam hal on time delivery di masa depan targetnya menjadi 97%, sehubungan dengan masalah tersebut maka beberapa pertanyaan yang perlu dicari jawabannya antara lain :
1.2.1 Apakah proses bisnis untuk pengadaan barang saat ini sudah efektif dan efisien.
1.2.2 Strategi apa yang dilakukan oleh Dept. Pengadaan untuk meningkatkan on time delivery agar dapat optimal sehingga dapat memenuhi target KPI (key performance indicator) yang telah ditetapkan manajemen baru PT Inalum (Persero).
5 1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan ini adalah:
1.3.1 Menemukenali proses yang belum efektif dan efisien dari alur proses bisnis yang ada saat ini.
1.3.2 Memberikan solusi berupa rancangan proses bisnis baru untuk mengoptimalkan proses pengadaan guna memperpendek lead time untuk mendatangkan barang agar on time delivery.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penulisan ini antara lain:
1.4.1 Bagi Perusahaan
Sebagai rujukan dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan masalah penelitian serta memperkaya kajian dalam pengembangan manajemen strategis PT Inalum (Persero).
1.4.2 Bagi Mahasiswa
Untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan dibidang manajemen khususnya manajemen strategis, yang diterima mahasiswa pada sekolah pascasarjana program Magister Manajemen serta aplikasinya pada Perusahaan.
1.4.3 Bagi Program Studi
Sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut terkait dengan rekayasa ulang proses bisnis dan hasil implementasinya di tempat penelitian dilakukan
6 1.5 Ruang Lingkup
Penulisan gladikarya ini hanya dibatasi pada masalah-masalah seperti tersebut di bawah ini:
1.5.1 Penulis hanya berfokus pada kegiatan pengadaan barang di PT Inalum yang berlokasi di Kuala Tanjung
1.5.2 Periode waktu data yang diteliti adalah tahun 2009 hingga 2013 1.5.3 Penulis membatasi kajian pada proses manajemen pengadaan saja.
1.5.4 Penulis hanya berfokus pada masalah-masalah yang terjadi pada internal perusahaan saja.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Proses bisnis
Hammer dan Champy (1993) menyatakan bahwa proses bisnis merupakan sekumpulan aktivitas yang memerlukan satu atau lebih masukan/input dan membentuk suatu keluaran/output yang memiliki nilai yang diinginkan pelanggan.
Menurut Wikipedia Indonesia, proses bisnis adalah suatu kumpulan aktivitas atau pekerjaan terstruktur yang saling terkait untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu atau yang menghasilkan produk atau layanan demi meraih tujuan tertentu. Pengertian berbeda disampaikan oleh Paul Harmon (2003) yang menyatakan bahwa proses bisnis adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh suatu bisnis dimana mencakup inisiasi input, transformasi dari suatu informasi, dan menghasilkan output.
Suatu proses bisnis yang baik harus memiliki tujuan-tujuan seperti mengefektifkan, mengefisienkan serta membuat kemudahan pada proses-proses di dalamnya. Kinerja perusahaan tergantung pada seberapa baik proses bisnis dirancang dan dikoordinasikan. Proses bisnis perusahaan dapat menjadi sumber kekuataan kompetitif jika dapat memungkinkan perusahaan untuk berinovasi atau untuk menjalankannya dengan lebih baik dari pesaingnya. Proses bisnis juga dapat menjadi kewajiban jika berdasarkan kepada cara bekerja yang telah usang yang menghalangi kewaspadaan dan efisiensi organisasi.
8 Charles Coates (1995) mengungkapkan bahwa proses bisnis merupakan delivery sistem ditambah dimension of time dan ketergantungan dari aktifivitas dalam perusahaan. Kata kunci dari dari definisi di atas adalah sebagai berikut:
1. Delivery sistem merupakan rangkaian ketergantungan aktivitas perusahaan yang terdiri dari aktifitas internal dan eksternal (pembelian dan pemasok) 2. Dimension of time. Waktu adalah faktor krusial dari rantai pembeli dan
pemasok. Kecepatan waktu proses berpengaruh pada peningkatan kapasitas kerja sehingga menurunkan unit cost pada jumlah produksi yang tinggi.
Dari penjelasan tersebut disimpulkan bahwa proses bisnis dipengaruhi oleh rangkaian aktifitas perusahaan secara internal dan eksternal serta tambahan kecepatan waktu proses.
2.2 Analisis Proses Bisnis
Menurut Whitten (2001) analisis proses bisnis adalah kajian dan evaluasi yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan proses bisnis perusahaan untuk mengidentifikasi dampak dari kegiatan tersebut dalam menciptakan nilai atau menambah nilai terhadap bisnis perusahaan.
Analisis proses bisnis merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan perusahaan pada saat perusahaan akan melakukan rekayasa ulang proses bisnis.
Untuk lebih menjelaskan hubungan antara analisis proses bisnis dengan rekayasa ulang bisnis, terlebih dahulu kita lihat tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam rangka melakukan rekayasa ulang proses bisnis.
9 Setiap proses bisnis dianalisis dan diteliti secara cermat apakah terjadi bottlenecking, repetisi atau pekerjaan ulang yang mengakibatkan ketidakefisienan.
Analisis dan studi ini dimaksudkan untuk menemukan proses bisnis mana yang mempunyai dampak besar terhadap nilai tambah perusahaan. Terhadap proses bisnis tersebut dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk menemukan adanya kesempatan untuk melakukan perbaikan sehingga memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
Analisis proses bisnis merupakan bagian dari rekayasa ulang proses bisnis.
Dalam melakukan analisis proses bisnis, kegiatan dilakukan hingga tahap kedua sedangkan dalam melakukan rekayasa ulang proses bisnis, kegiatan diteruskan hingga tahap tiga.
2.3 Pengertian Business Process Reengineering (BPR)
Menurut Hammer dan Champy (1993) rekayasa ulang proses bisnis adalah proses berpikir kembali (rethinking) dan proses perancangan kembali (redesign) secara mendasar (fundamental) untuk memperoleh perbaikan yang memuaskan atas kinerja perusahaan yang mencakup ongkos, kualitas, jumlah dan layanan terbaik.
Salah satu pendekatan baru untuk perubahan yang cepat dan dramatis yaitu BPR (business process reengineering). Prinsip BPR adalah bertumpu pada pemikiran yang berbeda sama sekali dengan model continuous process improvement. Secara ekstrim, dapat dikatakan bahwa BPR menganggap dan mengandaikan bahwa proses yang digunakan sekarang sudah tidak relevan, tidak layak, sudah kadaluwarsa, jadi harus dilupakan dan ditinggalkan saja.
10 Reengineering bisa juga diartikan sebagai inovasi proses atau perencanaan visi strategis dan strategi kompetitif baru serta pengembangan proses bisnis baru yang mendukung visi tersebut. Herbkersman (1994) berpendapat reengineering adalah perubahan secara drastis bagaimana cara anggota organisasi menyelesaikan cara kerja mereka.
Korporasi melakukan rekayasa ulang proses bisnisnya ketika menginginkan perubahan yang dramatis dalam cara menjalankan bisnisnya atau ketika cara yang dijalankan saat ini tidak sesuai dengan harapan. Rekayasa ulang proses bisnis, atau Business Process Re-engineering merupakan strategi yang umum diperkenalkan sebagai bagian manajemen bisnis untuk menganalisis, mendisain alur kerja serta proses bisnis di dalam organisasi. Sasaran utamanya adalah membantu organisasi untuk „berpikir ulang‟ secara mendasar mengenai bagaimana cara mereka bekerja, bagaimana meningkatkan pelayanan kepada pelanggan, bagaimana memotong dan mengurangi biaya operasional dan bisa menjadi perusahaan berkelas dunia.
Rekayasa ulang proses bisnis merupakan sebuah strategi manajemen bisnis dalam persaingan kompetisi bisnis serta pengembangan proses bisnis baru yang mendukung visi sebuah perusahaan. Dalam sebuah artikel Harvard business review menyatakan bahwa Rekayasa ulang menjadi sebuah paradigma manajemen baru marak di tahun 1990-an, walaupun sebenarnya prinsip reengineering telah lama diterapkan sebelum 1990-an. Pada awal tahun 1990-an dunia bisnis semakin tertarik pada reengineering, sehingga beberapa perusahaan berbagi pengalaman mengenai siklus awal penerapan reengineering. Perusahaan yang berhasil menerapkan rekayasa
11 ulang seperti General Motors (GM), American Airlines, Ford, Hewlett Packard, Procter & Gamble (P&G) dan masih banyak lagi (Sumber : Aditya rachman www.scribd.com/doc). Salah satu BUMN Perkebunan yakni PTPN-3 telah melakukan transformasi bisnis sejak tahun 2003 dan salah satu hasil transformasi tersebut adalah adanya instruksi kerja dan pedoman baru di proses bisnis yang dirancang melalui proses BPR (Muluk, 2012). Berawal dari pencerahan dari MM- USU, Prof. Dr. Ir. Darwin Sitompul, M.Eng dan Dr. Ir. Chairul Muluk, M.Sc kemudian disusun suatu Enterprise proses pada tahun 2004. Proses bisnis telah dirumuskan dan dibukukan ke dalam 6 jilid buku (Anonim, 2004)
2.4 Alasan Melakukan Rekayasa Ulang Proses Bisnis
Menurut Grant Thornton (1994), faktor-faktor yang mendukung dilaksanakannya proses rekayasa ulang di bisnis adalah:
Reduced cost 84%
Improve Quality 79%
Increase speed (throughput) 62%
Overcome a competitive threat 50%
Change the organization structure 35%
Others 9%
Sedangkan menurut Hammer dan Champy (1995) perusahaan melakukan rekayasa ulang proses bisnisnya dengan beberapa alasan yaitu :
12
Perusahaan menghadapi masalah besar, dengan karakteristik mempunyai
struktur biaya yang tinggi dan pelayanan kepada pelanggan yang buruk.
Kondisi tersebut menghadapkan perusahaan perlu meningkatkan kinerja sesegera mungkin.
Perusahaan sehat dan memiliki visi ke depan untuk mengantisipasi perubahan yang akan mengancam perusahaan di masa depan.
Perusahaan berada dalam kondisi puncak dan mempunyai ambisi untuk
meninggalkan pesaing dengan menggunakan usaha rekayasa ulang proses bisnis.
2.5 Tahapan Rekayasa Ulang
Rekayasa ulang memiliki fokus pada inovasi, kecepatan, pelayanan dan kualitas. Rekayasa ulang menyediakan proses yang super efisien yang membawa pada peningkatan yang radikal. Whitten (2001) berpendapat bahwa dalam melakukan rekayasa ulang proses bisnis ada 3 (tiga) tahap besar yaitu :
1. Identifikasi Value Chain
Pada tahap ini dilakukan identifikasi kegiatan-kegiatan pada setiap fungsi Perusahaan yang harus dilakukan oleh Perusahaan dalam menjalankan proses bisnisnya. Kegiatan-kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan yang secara bersama akan membentuk suatu kombinasi proses yang dapat memberikan nilai tambah bagi proses bisnis perusahaan. Besar kecilnya nilai tambah yang diberikan oleh suatu kegiatan pada proses bisnis perusahaan sangatlah bersifat spesifik untuk perusahaan tertentu dan untuk industri tertentu yang sangat
13 tergantung faktor internal perusahaan antara lain strategi bisnis, sumber daya dan fasilitas produksi yang dimiliki dan visi dari pimpinannya, serta faktor eksternal antara lain kondisi kompetisi, kondisi industri, peraturan pemerintah dan kondisi sosial ekonominya.
2. Tahap analisa setiap kegiatan dalam proses bisnis
Analisa terhadap setiap kegiatan dalam proses bisnis perusahaan dari segi waktu, bottleneck, biaya untuk mengidentifikasi dampak setiap kegiatan dalam menciptakan atau menambah nilai bisnis perusahaan. Dalam tahap analisa proses bisnis ini juga dilakukan identifikasi peluang-peluang untuk melakukan perbaikan dan perancangan ulang proses bisnis agar proses bisnis lebih efisien.
3. Tahap perancangan proses bisnis yang baru
Perancangan proses bisnis yang baru dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam menambah nilai proses bisnis perusahaan. Hasil rancangan baru proses bisnis kemudian diimplementasikan dan dilakukan review.
Analisa proses bisnis merupakan bagian dari rekayasa ulang proses bisnis.
Dalam melakukan analisa proses bisnis, kegiatan dilakukan hingga tahap kedua sedangkan dalam melakukan rekayasa ulang proses bisnis, kegiatan diteruskan hingga tahap tiga. Setiap proses bisnis dianalisa dan teliti secara cermat apakah terjadi bottlenecking, repetisi atau pekerjaan ulang yang mengakibatkan ketidakefisienan.
Analisa dan studi ini dimaksudkan untuk menemukan proses bisnis mana yang mempunyai dampak besar terhadap nilai tambah perusahaan. Terhadap proses bisnis
14 tersebut dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk menemukan adanya kesempatan untuk melakukan perbaikan sehingga memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
2.6 Supply Positioning Model (SPM)
Supply Positioning Model adalah suatu model yang dikembangkan dengan memetakan produk atau jasa yang dibutuhkan ke dalam sebuah matriks yang merupakan fungsi dari besaran nilai expenditure terhadap impact on profit, supply opportunity dan resiko. Tujuan dari pembuatan model ini adalah untuk membantu memprioritaskan usaha yang dilakukan dalam mendapatkan dan memilih pemasok, sebagai masukan dalam menentukan strategi pengadaan, dan menentukan bentuk kerja sama yang akan dibangun dengan pemasok (Kenneth Lyson, 1996).
Kraljic (1983) menyatakan bahwa biaya pembelian memberikan kontribusi yang cukup besar sekitar 40-80% terhadap total biaya perusahaan. Salah satu model purchasing portfolio yang terkenal adalah Model Kraljic matrix dimana modelnya memberikan pengaruh yang sangat besar bagi para ahli purchasing (Gelderman dan Weele, 2003). Gambaran supply positioning model yang dibuat oleh kraljic digunakan oleh IAPI (Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia) dalam menjelaskan posisi pemasok dalam pengadaan seperti digambarkan pada gambar 2.1. Pada supply positioning model digunakan teori pareto dimana 80% item barang yang dibeli hanya menguasai 20% dari total nilai pembelian, sedangkan sisanya 20% item barang merupakan 80% dari total nilai pembelian. Selain membuat analisa dari nilai
15 pengadaan pertahun, supply positioning model juga memperhitungkan risiko dari kegiatan pengadaan barang.
Gambar 2.1 Supply Positioning Model (Sumber : IAPI, 2014)
Pengadaan barang manufacture dibagi menjadi 4 (empat) kuadran yakni:
routine, leverage, bottleneck dan critical. Penjelasan karakteristik yang menjadi ciri- ciri barang pada ke 4 (empat) kuadran dijelaskan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik Barang Disetiap Kuadran
(Sumber: IAPI, 2014)
16 Menurut Rizal (2014) kompetisi pasar ideal bagi pemasok terjadi pada saat kondisi leverage, karena pembelian tinggi dan risiko pengadaan rendah sehingga penyedia barang banyak tersedia. Salah satu cara agar menjadi suatu kondisi leverage yaitu meningkatkan nilai pengadaan seperti ditunjukkan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Strategi Menuju Leverage (Sumber : IAPI, 2014)
2.7 Just In Time (JIT)
Menurut Zulian (1996) just in time adalah usaha-usaha untuk meniadakan pemborosan dalam segala bidang produksi seperti uang, bahan baku, suku cadang, atau komponen, waktu produksi dan sebagainya sehingga dapat menghasilkan dan mengirimkan produk dengan tepat waktu untuk dijual.
17 Konsep “just in time” merupakan konsep dimana bahan baku yang digunakan untuk aktifitas produksi di datangkan dari pemasok atau supplier tepat pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh proses produksi, sehingga akan sangat menghemat dan meniadakan biaya persediaan barang/peneyediaan barang/stocking cost.
Sistem produksi tepat waktu pada awalnya dikembangkan dan dipromosikan oleh Toyota Motor Corporation di Jepang. Strategi ini kemudian diadopsi oleh banyak perusahaan Jepang, terutama setelah krisis minyak dunia pada tahun 1973.
Tujuan utama dari sistem produksi tepat waktu ini adalah mengurangi ongkos produksi dan meningkatkan produktifitas total industry secara keseluruhan dengan cara menhilangkan pemborosan (waste) secara terus menerus (Gaspersz,1998).
Startegi just in time (JIT) diterapkan pada seluruh sistem industri modern sejak proses rekayasa (engineering). Sistem industri modern berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan jalan mengintergrasikan 3 (tiga) komponen utama yaitu pemasok (input), proses fabrikasi (factory process), dan pelanggan (customers) sebagai sistem yang utuh.
2.8 Peran IT Dalam Rekayasa Ulang
Hammer (1990) menganggap informasi teknologi (IT) sebagai kunci utama untuk penerapan bisnis rekayasa ulang yang menurut Hammer sebagai perubahan yang radikal. Hammer menulis bahwa penggunaan IT untuk menantang asumsi yang masih melekat dalam proses kerja yang telah ada sejak lama sebelum adanya komputer modern dan teknologi komunikasi.
18 Davenport dan Short (1990) beragumentasi bahwa BPR membutuhkan pandangan yang luas antara IT dengan aktivitas bisnis, dan hubungan antara keduanya. IT harus dilihat lebih dari sekedar otomatisasi atau kekuatan mesin: untuk secara fundamental mempertajam cara bisnis dilakukan. Kapasitas IT harus mendukung proses bisnis, dan proses bisnis harus berada dalam kapasitas yang dapat diberikan oleh IT.
Kemajuan teknologi informasi yang pesat telah menjadikan teknologi informasi sebagai salah satu komponen utama dalam format perusahaan baru sebagai hasil BPR. Perkembangan teknologi informasi seperti local area network, wide area network, multimedia, data warehouse, intranet, dan internet telah membuat perusahaan mendefinisikan kembali visi dan misi bisnisnya, terutama yang berkaitan dengan strategi pelaksanaan bisnis. Teknologi informasi memberikan infrastruktur komunikasi yang luas dan memungkinkan perusahaan untuk mencapai biaya yang efektif, konektivitas yang luas bagi pengguna. Peningkatan kepercayaan berbagai pihak terhadap teknologi informasi seperti internet, dan meningkatnya penggunaan ekstranet dan intranet dalam perusahaan, tidak hanya mengubah cara perusahaan melakukan bisnis tetapi juga telah mengubah pendekatan yang digunakan untuk menjamin keamanan jaringan kerja (Indrajit, 2000).
Ada 4 (empat) cara improvisasi yang dapat dilakukan terhadap proses-proses di dalam perusahaan yang dapat ditawarkan oleh pemanfaatan teknologi informasi (Peppard, 1995) improvisasi tersebut antara lain:
19 1. Eliminate
Menghilangkan proses-proses yang dianggap tidak perlu lagi dilakukan jika sistem komputer diimplementasikan, misalnya karena alasan efisiensi. Proses- proses seperti pengecekan secara manual terhadap kalkulasi-kalkulasi rumit yang tidak perlu lagi dilakukan setelah program berbasis spreadsheet dikembangkan merupakan salah satu contoh dari kemudahan yang ditawarkan teknologi informasi. Demikian pula dalam hal proses pembuatan laporan-laporan beragam, yang biasanya memakan waktu berjam-jam jika harus dikerjakan secara manual, akan hilang dengan sendirinya karena diinstalasinya suatu laporan generator berbasis komputer.
2. Simplified
Penyederhanaan proses-proses tertentu atau pengurangan rantai proses untuk tujuan pelaksanaan aktifitas yang lebih cepat dan murah. Kasus klasik yang paling sering dilakukan oleh perusahaan adalah dengan melakukan simplifikasi terhadap formulir-formulir yang biasa dipergunakan untuk tujuan kontrol internal perusahaan (karena berdasarkan filosofi lama yang mengatakan bahwa semakin banyak SDM yang terlibat dalam melakukan kontrol terhadap suatu proses, akan semakin baik karena memperkecil kemungkinan terjadinya kolusi). Fasilitas komunikasi e-mail dan workflow yang ditawarkan pada konsep intranet merupakan salah satu alternatif yang paling efisien dan efektif untuk mempersingkat prosedur pengadaan barang. Apalagi jika teknologi tersebut dilengkapi oleh sistem keamanan komputer yang canggih.
20
3. Integrate
Adalah berupa kemungkinan diintegrasikannya beberapa proses yang biasanya ditangani oleh beberapa karyawan dari berbagai divisi yang terpisah menjadi sebuah proses yang lebih sederhana. Dengan diimplementasikannya jaringan komputer berskala LAN, proses pengadaan barang dan proses kontrol anggaran dapat dilakukan secara integrasi sehingga dapat menghemat waktu proses pengadaan barang.
4. Automate
Adalah mengubah hal-hal yang biasanya dilakukan secara manual menjadi aktivitas mengunakan komputer.
2.9 Balance Scorecard (BSC)
Kaplan dan Norton (1996) menawarkan konsep balanced scorecard (BSC) yang menyebutkan bahwa BSC merupakan sistim manajemen strategis dan pengukuran yang menghubungkan sasaran strategis kepada 4 (empat) indikator yaitu keuangan, pelanggan, bisnis internal dan pembelajaran serta pertumbuhan. Pada awalnya BSC digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur kinerja perusahaan, namun selanjutnya peran BSC lebih diperdalam lagi yaitu untuk menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata (translating strategy into action).
BSC kini digunakan sebagai alat untuk merumuskan strategi, mengimplementasikan strategi dan mengevaluasi hasil dari implementasi strategi.
BSC telah mengubah kinerja banyak perusahaan diseluruh penjuru dunia. Sejak 1992, sistem kinerja ini telah membantu banyak manajemen puncak menentukan
21 tujuan dan strategi perusahaan dan menerjemahkannya secara konkret ke dalam suatu set cara pengukuran. Apa yang telah membuatnya begitu sukses adalah bahwa BSC mampu menerjemahkan strategi ke dalam sebuah proses yang bukan hanya milik manajemen puncak, namun juga setiap individu pada setiap level di dalam perusahaan.
Gambar 2.3 Pengukuran Balance Scorecard (Sumber: Kaplan & Norton (1996))
Dalam perkembangannya banyak perusahaan menggunakan BSC sebagai salah satu alat manajemen dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya. BSC menjadi demikian popular karena lebih dari sekedar pengukur kinerja, melainkan sebagai strategi korporasi. Bisnis dipahami sebagai satu sistem, oleh sebab itu pengukuran aspek finansial tidak cukup untuk meyakinkan perusahaan dalam menyusun strategi.
22 Oleh sebab itu para praktisi dan akademisi menggunakan alat ukur balance scorecard untuk mengukur hasil dan penuntasan masalah strategi tersebut.
BSC menjadi popular dikalangan praktisi dan akademisi di bidang pengukuran hasil dan penuntasan masalah strategi. Pandey (2005) menjelaskan berbagai alasan mengapa BSC digunakan dalam organisasi.
1. BSC adalah alat komprehensif untuk memahami pelanggan dan kebutuhannya, dan kesenjangan kinerja.
2. BSC menyiapkan logika untuk menciptakan modal intangible dan intelektual dimana dengan pengukuran tradisional dalam sistem kinerja sulit dilakukan.
3. BSC mampu mengartikulasi strategi pertumbuhan menjadi keandalan bisnis yang fokus kepada upaya-upaya non finansial.
4. BSC memampukan karyawan memahami strategi dan kaitan sasaran ke dalam operasi perusahaan hari ke hari.
5. BSC memfasilitasi umpan balik riviu kinerja dari waktu ke waktu
Dari penjelasan beberapa teori di atas maka untuk meningkatkan on time delivery yang optimal diperlukan terobosan baru dengan cara berpikir kembali (rethinking) dan melakukan rekayasa ulang proses bisnis yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan, mengurangi biaya operasional dan memotong waktu proses. Hasil rancangan proses bisnis yang baru diusulkan akan dianalisis dan diukur manfaatnya dengan analisi 4 (empat) perspektif balance scorecard.
23
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual sering juga disebut kerangka teoritis yang merupakan sebuah model ditunjukkan dalam bentuk diagram yang memperlihatkan struktur dan sifat hubungan logis dari teori yang akan digunakan dalam menganalisis masalah penelitian (Sekaran, 2006).
Berdasarkan permasalahan dan landasan teori yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka peneliti membuat kerangka konseptual pada penulisan geladikarya ini seperti yang terlihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
24 Dari gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa peningkatan on time delivery dilakukan dengan menggunakan metode rekayasa ulang proses bisnis, pada rekayasa ulang tersebut proses bisnis saat ini akan dianalisis value chain dan proses bisnisnya kemudian dicari kegiatan atau hal yang tidak efisien dan efektif, selanjutnya dibuat rancangan baru sehingga dapat mempersingkat waktu proses dan peningkatan kepuasan pelanggan dalam hal on time delivery. Hal ini akan ditunjukkan dengan analisis balance scorecard yang terdiri dari 4 (empat) perspektif.
25 BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan (action research). Penelitian tindakan merupakan penelitian yang dilakukan untuk mendapat temuan-temuan praktis atau untuk keperluan pengambilan keputusan operasional guna mengembangkan keterampilan (Sinulingga, 2012). Pendekatan penelitian ini adalah studi kasus yang meneliti objek penelitian secara utuh pada kondisi yang sebenarnya.
4.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Kuala Tanjung Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara.
4.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian yaitu dengan observasi. Peneliti secara langsung melakukan pengamatan terhadap objek penelitian. Peneliti menggunakan data sekunder berupa laporan kegiatan operasional Seksi Pengadaan, lead time stándard yang berlaku dan aktual realisasi proses yang telah ditetapkan, rata-rata waktu proses permintaan barang, penggunaan kertas dari proses administasi pengadaan, serta mengumpulkan laporan delay delivery dan menganalisis proses pengadaan tersebut.
26 4.4 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dimulai pada bulan Desember 2014 seperti terlihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Geladikarya
No Jenis Kegiatan
2014 2015
8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
1 Pengajuan topik/usulan geladikarya 2 Kolokium 3 Pengumpulan
dan analisis data
4 Penyusunan draft laporan geladikarya 5 Seminar
perusahaan 6 Penyusunan
laporan akhir 7 Sidang
geladikarya
4.5 Metode Analisis Data
Peneliti melakukan analisis terhadap data yang diperoleh dan melakukan proses pengolahan data yaitu dengan beberapa análisis diantaranya :
1. Business Process Reenginering (BPR)
Melakukan tahapan tahapan rekayasa ulang proses bisnis yaitu : a. Identifikasi Value Chain
27 b. Analisis proses bisnis
c. Rancangan proses bisnis baru 2. Analisis Balance Scorecard (BSC)
Menguji alternatif rancangan ulang proses baru dengan mengukur besar efisiensi proses bisnis baru yang diusulkan, efisiensi waktu proses administrasi pengadaan barang, dan manfaat yang diperoleh oleh pelanggan dan internal Seksi Pengadaan
28
BAB V
DESKRIPSI PERUSAHAAN
5.1 Deskripsi Alur Proses Bisnis Administrasi Pengadaan PT. Inalum
Proses bisnis di PT Inalum terdiri dari beberapa rangkaian aktifitas yang saling terkait antara beberapa departemen. Dalam sebuah perusahaan tidak mungkin lagi setiap orang melakukan setiap pekerjaan dengan sama baiknya. Kompleksitas pekerjaan berkembang dan jumlah pekerja bertambah. Pekerjaan terlalu kompleks sehingga setiap pekerja harus memiliki spesialisasi. Langkah logisnya adalah membentuk departemen yang terdiri dari dari individu-individu dengan keahlian yang serupa. Berikut adalah alur proses perencanaan hingga persetujuan anggaran rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) secara umum :
Gambar 5.1 Proses Rencana Kerja Anggaran Perusahaan
Bermula dari perencanaan kegiatan operasional Perusahaan dalam 1 (satu) tahun yang dibuat oleh Seksi Requester, kemudian masing-masing requester mengajukan anggaran dengan memberi penjelasan tentang rencana kerja tersebut
29 untuk selanjutnya anggaran tersebut disetujui perusahaan untuk dieksekusi dalam bentuk pelaksanaan proses pengadaan.
Eksekusi proses pengadaan dilakukan oleh Seksi Pengadaan setelah menerima permintaan pengadaan barang melalui RFP (request for procurement) yang diterbitkan oleh requester, namun sebelum dieksekusi oleh Seksi Pengadaan, RFP yang diajukan oleh requester harus mendapat persetujuan tertulis (berupa tanda tangan) dari Seksi Anggaran. Penggunaan anggaran harus sesuai rencana pembelian (purchase plan) yang telah disetujui sebelumnya dalam RKAP (Rencana Kerja Anggaran Perusahaan), selanjutnya proses pengadaan dieksekusi oleh Seksi Pengadaan. Berikut alur proses bisnis pengadaan saat ini:
Gambar 5.2 Alur Proses Bisnis Pengadaan (Sumber: PT Inalum)
Pada Seksi Pengadaan dokumen RFP diproses melalui beberapa tahapan.
Tahapan-tahapan proses pengadaan antara lain adalah :
30
Persetujuan metode pengadaan dan pemasok yang diundang
Pengiriman dokumen permintaan penawaran kepada pemasok
Evaluasi penawaran dari pemasok (Evaluasi Teknis & Bisnis)
Negosiasi kepada pemasok
Kontrak
Pengiriman barang
a. Deskripsi Dokumen Administrasi RFP
Dalam dokumen administrasi RFP, permintaan barang melalui RFP harus ditandatangani dan dibuat rangkap 2 (dua). Jumlah halaman pada setiap RFP berbeda- beda tergantung jumlah item yang diminta. Pada halaman pertama pada dokumen RFP berisi tentang penjelasan permohonan pengadaan barang yang berisi:
Judul pengadaan barang
Besar anggaran yang tersedia
Tanggal permintaan pengiriman barang
Persetujuan pengadaan dari masing-masing seksi terkait
Halaman RFP berikutnya adalah berisi tentang nama barang, spesifikasi detail barang yang diinginkan serta jumlah barang yang ingin diminta.
b. Persetujuan Pengadaan
Untuk persetujuan pengadaan barang secara administrasi dokumen harus disetujui oleh 3 (tiga) seksi yang terkait yaitu: Seksi Requester, Seksi Anggaran dan Seksi Pengadaan. Dari ke-3 (tiga) seksi terkait, dokumen administrasi tersebut di tanda tangani masing-masing dengan jabatan : Supervisor, Junior Manager, Manager,
31 Deputy/General Manager. Total tanda tangan yang terdapat pada ke-2 (dua) rangkap dokumen RFP tersebut berjumlah 18 (delapan belas) tanda tangan.
c. Standard Waktu Proses Administrasi
Standard waktu proses permintaan barang dari penerbitan RFP hingga kontrak dengan pemasok yang telah disepakati oleh ketiga seksi dijelaskan pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Waktu Proses Pengadaan (Maksimum) No Administrasi Permintaan Barang Waktu
(Maksimum)
Seksi
1 Penerbitan RFP 1 hari Requester
2 Penyerahan RFP ke seksi Anggaran 3 hari Requester 3 Verifikasi anggaran & item 5 hari Anggaran 4 Dokumen diterima untuk di lelang 12 hari Pengadaan
5 Evaluasi Teknis 5 hari Requester
6 Negosiasi 5 hari Pengadaan
7 Kontrak 6 hari Pengadaan
Total 37 hari
(Sumber : Data Olahan PT Inalum)
Tabel 5.1 menjelaskan bahwa proses 37 hari adalah proses administrasi dari pengadaan hingga kontrak. Tahapan selanjutnya pemasok mulai melakukan pemesanan barang dan pada tahap ini pemasok masih membutuhkan waktu pengirim hingga tiba di tempat serah terima yang disepakati.
5.2 Rencana Strategi Perusahaan Visi Misi PT Inalum
PT INALUM (Persero) telah menetapkan visi sampai 2025 sebagai berikut:
32
“Menjadi Perusahaan Global Terkemuka Berbasis Aluminium Terpadu Ramah Lingkungan”.
Visi tersebut hendak diwujudkan atau direalisasikan melalui 4 (empat) misi PT INALUM (Persero), yakni:
1. Menjalankan operasi peleburan aluminium terpadu yang menguntungkan, aman dan ramah lingkungan untuk meningkatkan nilai bagi pemangku kepentingan.
2. Memberikan sumbangsih kepada pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional melalui kegiatan operasional dan pengembangan usaha berkesinambungan.
3. Berpartisipasi dalam memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), serta Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang tepat sasaran.
4. Meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) secara terencana dan berkesinambungan untuk kelancaran operasional dan pengembangan industri aluminium.
Kebijakan dan Sasaran PT Inalum
Kebijakan : “Top manajemen dan karyawan bertekad untuk meningkatkan kinerja dan mutu produk secara berkesinambungan dengan operasi yang aman, stabil dan ramah lingkungan serta mentaati peraturan dan perundang-undangan yang berlaku agar dapat memenuhi kepuasan pelanggan, karyawan, pemegang saham, pemerintah dan masyarakat”.
33 Sasaran : Memaksimalkan keuntungan perusahaan dengan memaksimalkan penerimaan kas melalui peningkatan produksi dan penjualan aluminium ingot serta pendapatan lainnya termasuk pendapatan bunga, meminimalkan pengeluaran kas dan mengoptimalkan biaya keuangan.
1. Meningkatkan kepuasan pelanggan melalui peningkatan pelayanan dengan memanfaatkan sistem jaringan bisnis serta mengurangi keluhan pelanggan, dan memperkuat reputasi atau citra perusahaan yang baik melalui pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan.
2. Menjaga operasi yang efektif, efisien, aman dan stabil tanpa kecelakaan, meningkatkan sistem perawatan, meningkatkan produktifitas, mutu produk, dan pelayanan jasa melalui peningkatan standar dan prosedur kerja serta meminimalkan limbah yang dihasilkan dan mengoptimalkan sistem penggunaan kembali atau daur ulang.
3. Meningkatkan kemampuan adaptasi perusahaan melalui peningkatan kompetensi karyawan dengan peningkatan sistem pelatihan, program regenarasi dan kepuasan karyawan serta dengan mengoptimalkan sistem informasi dan koordinasi.
Rencana Jangka Panjang
Untuk mewujudkan visi misi PT Inalum (Persero), Perusahaan telah menyusun rencana jangka panjang yang menuntun arah strategi perusahaan. Adapun rencana jangka panjang PT Inalum antara lain :
1. Diversifikasi produk : Ingot, billet dan alloy
34 2. Menjual Anoda
3. Peningkatan kapasitas produksi 350.000 MT (Tahap I) dan 650.000 MT (Tahap II)
4. Pembangunan PLTU 5. Pembangunan CPC Plant
6. Investasi SGA (Smelter Grade Alumina) Plant
Key Performance indicator (KPI)
Salah satu KPI PT Inalum (persero) adalah fokus terhadap pelanggan, dengan indikator diantaranya adalah :
1. Tingkat kepuasan pelanggan ditargetkan sebesar 95%.
2. On time delivery ditargetkan 97%.
35
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Analisis Business Process Reengineering (BPR) 6.1.1 Identifikasi Value Chain
Porter (1985) berpendapat bahwa proses bisnis sebuah perusahaan paling baik dideskripsikan sebagai rantai nilai (value chain). Aktifitas rantai nilai yang mampu dilakukan dengan sangat baik oleh perusahaan merupakan kompetensi inti dari sebuah perusahaan dan menjadi keunggulan kompetitif utama yang biasa disebut distinctive competence.
Gambar 6.3 Porter’s Generic Value Chain
Dari gambar 6.3 terlihat bahwa procurement (Seksi Pengadaan), Seksi Anggaran dan sebagian requester merupakan bagian pendukung (support
36 activities) dari kegiatan utama (primary activities). sedangkan sebagian requester lagi (Seksi Inventory) merupakan bagian kegiatan utama.
Dari alur proses permintaan barang yang telah di bahas sebelumnya, ketiga seksi melaksanakan fungsi dan tanggung jawab mereka antara lain :
Seksi Requester ;
Fungsinya adalah melaksanakan kegiatan operasional yang telah ditentukan oleh Perusahaan. Untuk melaksanakan kegiatan operasional requester terlebih dahulu mengajukan Purchase Plan dan menggunakan anggaran yang telah disetujui untuk kebutuhan operasional.
Tanggung jawabnya yaitu memastikan bahwa kegiatan pembelian bermanfaat bagi kegiatan operasional perusahaan
Seksi Anggaran ;
Fungsinya adalah melakukan pengawasan terhadap penggunaan anggaran dari Purchase Plan yang telah disetujui menjadi RKAP.
Tanggung jawabnya yaitu memastikan bahwa pembelian yang akan dilaksanakan sesuai dengan rencana kerja anggaran perusahaan.
Seksi Pengadaan ;
Fungsinya adalah melakukan pengadaan secara efektif dan efisien dalam penggunaan anggaran Perusahaan dengan mencari pemasok yang tepat dan melakukan negosiasi harga terbaik.
37
Tanggung jawabnya yaitu menciptakan pengadaan barang guna terciptanya keterbukaan, transparansi, kompetisi dan dapat dipertanggung jawabkan.
Ketiga seksi yang terkait dengan proses pengadaan tersebut di atas, saat ini dinilai telah melaksanakan tugasnya dengan baik dan masing-masing aktivitas yang dilakukan dalam proses bisnisnya dapat dikatakan telah memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Hal tersebut dilihat dengan kondisi keuangan perusahaan yang telah mendapatkan profit dan dalam kegiatan operasional perusahaannya dan ketiga seksi tersebut memberikan nilai tambah dari setiap aktifitas yang dilakukan. Dalam pengadaan barang juga dapat dipertanggungjawabkan atau cukup transparan karena melibatkan beberapa departemen.
6.1.2 Analisis Setiap Kegiatan Proses Bisnis
Untuk mencari titik lemah proses saat ini perlu dilakukan analisa proses bisnis dan mencari peluang untuk memperbaikinya. Sebuah studi tentang hubungan BPR dengan stratejik inisiatif untuk mencapai operasional excellence di sebuah BUMN lain menyatakan bahwa Rekayasa ulang proses bisnis disusun untuk dikaitkan dengan tujuan stratejik menuju perubahan mencapai operasional excellence (Muluk, 2006). Hal tersebut sebaiknya juga menjadi salah satu referensi bagi PT Inalum untuk melakukan BPR agar mencapai operasional excellence sesuai dengan rencana jangka panjang.
38 Dari alur proses permintaan pengadaan barang menunjukkan bahwa PT Inalum termasuk perusahaan besar yang terdiri dari beberapa fungsi control pada saat melakukan proses pengadaan. Namun seiring dengan visi misi perusahaan yang sudah memikirkan jangka panjang, perusahaan juga sebaiknya melakukan analisis terhadap proses bisnis yang saat ini yang sedang berlangsung. Hal tersebut bertujuan agar proses rekayasa ulang benar- benar memecahkan masalah yang menjadi bottleneck dalam proses pengadaan serta menilai apakah proses tersebut masih relevan dengan kondisi saat ini atau tidak.
Menurut Rizal (2014) beberapa upaya untuk meningkatkan on time delivery pada proses pengadaan barang adalah waktu proses dan pemasok yang tepat. Berikut ini analisis terhadap waktu proses permintaan barang dan pemasok yang ada di PT Inalum.
1. Analisis Waktu Proses
Analisis waktu proses pengadaan sangat perlu dilakukan agar semua pihak yang terkait dengan proses pengadaan memahami kondisi saat ini perlu di efisiensikan. Pada table 6.1 dijelaskan tentang gambaran waktu rata-rata proses administrasi pengadaan yang diproses oleh seksi terkait hingga proses kontrak. Analisis ini merupakan analisis untuk faktor internal yang nanti akan menjadi bahan pertimbangan untuk mempersingkat waktu proses dan pembuatan rancangan alur proses bisnis baru sebagai hasil analisis kegiatan proses bisnis yang sedang berlangsung.
39 (Sumber : Data Olahan PT Inalum)
Jika dibandingkan Tabel 6.1 dengan tabel 5.1 terlihat bahwa waktu proses pengadaan saat ini sudah tidak sesuai dengan standard yang telah ditetapkan.
Standard waktu yang ditentukan adalah 37 hari namun pada kenyataan pelaksanaannya, rata-rata waktu proses pengadaan barang adalah sebesar 45,13 hari. Terjadi selisih sekitar 8 hari dari proses standard yang ditetapkan sehingga hal ini menyumbang tambahan waktu proses pengadaan barang.
Hal ini berdampak pada saat negosiasi dengan pemasok, delivery yang diinginkan requester tidak seluruhnya dapat dipenuhi oleh pemasok karena waktu untuk delivery sudah berkurang.
2. Analisis Pemasok
Kinerja sebuah perusahaan salah satunya bergantung terhadap kinerja para pemasoknya. Kesesuaian memilih pemasok untuk diikutkan dalam proses lelang pengadaan barang akan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan diantaranya dalam hal kompetisi harga, kualitas barang yang
40 ditawarkan dan ketepatan dalam delivery. Pemasok yang mampu memberikan pelayanan terbaik seperti penjelasan di atas menjadi keunggulan distinctive bagi sebuah perusahaan. Jumlah pemasok barang yang terdaftar di PT Inalum dan aktif pada proses pengadaan digambarkan pada tabel 6.2.
Dalam proses pemilihan pemasok yang diundang oleh Seksi Pengadaan, pemilihan pemasok berdasarkan klasifikasi (bidang), kualifikasi (modal), dan evaluasi kinerja dari pemasok.
Tabel 6.2 Jumlah Pemasok Barang Berdasarkan Area dan Bidang
(Sumber : Data Olahan PT Inalum)
Dari tabel 6.2 dapat dilihat terdapat 169 pemasok yang terdaftar dan diklasikifikasi ke-6 (enam) sub bidang. Kinerja dari pemasok selama ini dapat dikatakan relatif baik seperti dijelaskan sebelumnya bahwa on time delivery rata-ratanya adalah 86,8% dan rata-rata delay delivery nya sebesar 13,2%. Barang-barang yang sering terjadi delay adalah:
41 a. Bahan baku penolong & PRM
b. Mekanikal & elektrikal S/P & equipment c. Bahan kimia
Ke-3 (tiga) sub bidang yang sering terjadi delay tersebut termasuk pada kuadran bottleneck & critical sesuai dengan gambar 2.1 dan tabel 2.1.
Penyebab signifikan barang-tersebut di atas terjadi delay berdasarkan penjelasan laporan Seksi Pengadaan pada rapat koordinasi internal tahun 2013 adalah:
a. Waktu proses manufacturing (68%), mengingat barang yang dibutuhkan oleh PT Inalum bersifat khusus dan hanya digunakan oleh industri peleburan aluminium.
b. Proses pengiriman barang (24%), Pemasok mengumpulkan barang- barang import yang akan diserahkan ke PT Inalum agar mengefisiensikan biaya transportasi pengiriman ke PT Inalum.
c. Lain-lain (8%), delay delivery terjadi karena pemasok salah mengirimkan barang dan atau, barang sudah discontinued dan dicari barang yang sejenis dan atau alasan lain. (Sumber: Notulen rapat koordinasi internal “analysis fundamental reason for delay delivery”).
Dari analisis setiap kegiatan bisnis ditemukan hal yang dinilai belum efektif pada proses pengadaan barang
1. Waktu proses pengadaan
42 Waktu proses dari setiap tahapan pengadaan sudah tidak sesuai dengan standard yang telah ditetapkan.
2. Pemasok
Pemasok yang tersedia secara total masih relatif sedikit terutama pada sub bidang yang sering terjadi delay.
Hal yang belum efisien dalam proses pengadaan barang
1. Proses adminstrasi RFP
1.1 Proses administrasi RFP masih menggunakan kertas dan dibuat pada dokumen rangkap 2 (dua), secara penggunaan kertas dokumen RFP tersebut tidak efisien.
Pernyataan di atas sesuai dengan Magal & Word (2009) yang menjelaskan bahwa salah satu konsekuensi adanya kordinasi yang kurang baik antar departemen adalah delay time (penundaan) dalam proses bisnis yang disebabkan waktu yang dibutuhkan untuk mengkomunikasikan informasi antara berbagai bagian dari suatu proses. Biasanya penundaan waktu terjadi ketika suatu organisasi masih menggunakan paper based process. Pada kenyataannya perusahaan masih menggunakan kertas dalam proses administrasi pengadaan.
1.2 Jumlah tanda tangan yang terdapat pada dokumen RFP tersebut ada sebanyak 18 (delapan belas) buah yang ditanda tangani oleh masing-masing seksi yang terkait dalam proses pengadaan barang.
43 Menurut Rizal (2014) proses pengadaan yang masih fokus pada kegiatan administratif berupa tanda tangan basah membuat proses menjadi tidak efisien karena pengadaan masih bersifat administrative focus dan hanya adu kerapian.
2. Proses penggunaan anggaran
Pada saat Seksi Requester ingin mengeksekusi anggaran yang telah disetujui dalam RKAP, Seksi Requester harus mendapat persetujuan tertulis terlebih dahulu dalam dokumen RFP yang diajukan untuk pengadaan barang padahal eksekusi anggaran tersebut telah disetujui pada RKAP. Menurut Ostrenga dan Probst (1992) pada dasarnya setiap aktifitas dari proses bisnis menimbulkan biaya atau waktu.
Dengan memahami process value analysis (PVA) dapat diaplikasikan bahwa biaya proses yang berlangsung dapat diturunkan salah satunya ialah dengan mensimplifikasi proses. Peneliti berpendapat bahwa laporan eksekusi anggaran dapat disimplifikasi dengan tidak mesti harus dimintai persetujuan tertulis pada dokumen RFP. Hal tersebut bertujuan untuk memperpendek waktu atau penyederhanaan dalam mengeksekusi anggaran yang disetujui dalam RKAP.
3. Pekerjaan berulang
Dalam periode 1 (satu) tahun anggaran, Requester menerbitkan RFP lebih dari satu kali untuk barang yang sama dan sudah pernah dibeli.
44 Hal tersebut dilakukan oleh requester untuk menjaga nilai inventory.
Kegiatan ini menjadi pekerjaan yang berulang yang dilakukan oleh Seksi Requester dalam hal administrasi penerbitan RFP untuk permintaan barang.
6.1.3 Rancangan Proses bisnis Baru
Setelah melakukan identifikasi value chain dari seksi yang terkait dengan proses pengadaan dan analisis terhadap proses bisnis, ditemukan hal- hal berupa kegiatan yang belum efektif dan efisien sehingga perlu dilakukan rancangan proses bisnis baru untuk diusulkan. Rancangan proses bisnis baru ini diharapkan dapat mengoptimalkan proses pengadaan sehingga pengiriman barang bisa sesuai dengan waktu yang diinginkan.
Gambar rancangan proses bisnis baru yang diusulkan guna mempersingkat waktu proses yang dapat meningkatkan on time delivery pengadaan barang serta meningkatkan kinerja Seksi Pengadaan digambarkan pada gambar 6.4. Rancangan proses bisnis tersebut mengadopsi sistim modernisasi pengadaan pemerintah yang diselenggarakan oleh IAPI (Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia) dengan mengimplementasikan Supply Positioning Model pada gambar 2.2. IAPI merekomendasikan hal tersebut kepada instansi pemerintah dan BUMN untuk menerapkan e-catalog, dimana dalam implementasinya adalah instansi pemerintah dan perusahaan-perusahaan BUMN mempublikasikan seluruh kebutuhan pengadaannya melalui e- catalog, selanjutnya dilakukan lelang dan diikat dalam perjanjian yang disebut
45 kontrak payung atau kontrak harga satuan. Kontrak harga satuan yang didalamnya ada perikatan harga satuan dan delivery time yang sengaja dirancang untuk memenuhi konsep just in time (JIT).
Gambar 6.4 Rancangan Proses Bisnis Baru
Dengan melakukan lelang kebutuhan 1 (satu) tahun PT Inalum berarti meningkatkan nilai pengadaan pada satu periode lelang, sehingga ada potensi calon pemasok baru akan tertarik dan bertambah untuk ikut masuk bergabung menjadi pemasok sehingga kompetisi menjadi lebih baik. Disamping itu hal tersebut menyebabkan kondisi pemasok masuk ke kuadran leverage.
Setelah mengadopsi sistem pengadaan modern pemerintah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rancangan proses bisnis baru yang