• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Percobaan I

Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih

Pengujian Mutu Fisik Benih

Pengujian mutu fisik benih sangat penting untuk dilakukan karena menentukan pertumbuhan benih dilapangan. Pengujian mutu fisik benih dilakukan dengan uji berat 1000 butir benih Hasil pengujian mutu fisik benih dengan metode berat 1000 butir benih dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pengujian mutu fisik benih trembesi (S. saman), sengon

(F. moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra)

Jenis Tanaman

Parameter Uji Berat 1000 butir

(g)

Jumlah per Kg (butir)

Koofisien Keragaman S. saman

F. moluccana E. cyclocarpum C. pentandra

193,16 21,55 1052,60

61,99

5.177 46.409

950 16.145

1,78 0,25 3,83 0,80

Hasil pengujian mutu fisik benih dengan metode berat 1000 butir diketahui sengon buto mempunyai berat paling tinggi yaitu 1052,60 g, hal ini dikarenakan benih tersebut mempunyai ukuran benih paling besar jika dibandingkan dengan tiga jenis tanaman lainnya. Dari hasil perhitungan berat 1000 butir diketahui jumlah benih per 1 kg dari keempat contoh uji tersebut. Jumlah benih trembesi 5.177 butir, sengon 46.409 butir, sengon buto 950 butir dan randu 16.145 butir.

Metode pengujian mutu fisik benih dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Metode pengujian mutu fisik benih; A) Trembesi (S. saman);

B) Sengon (F. moluccana); C) Sengon buto (E. cyclocarpum); D) Randu (C. pentandra).

D

C

(2)

Pengujian Fisiologis Benih

Pengujian fisiologis benih juga dilakukan untuk mengetahui kemampuan benih tumbuh. Pengujian fisologis dilihat dari dua parameter uji yaitu daya kecambah benih dan laju perkecambahan. Hasil uji fisiologis benih dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 Hasil pengujian mutu fisiologis benih trembesi (S. saman), sengon (F. moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra)

Jenis Tanaman Parameter Uji

Daya Berkecambah (%) Laju Perkecambahan (Hari) S. saman

F. moluccana E. cyclocarpum C. pentandra

77,33 86,67 66,67 77,33

14 6 13 10

Hasil uji fisiologis dari keempat benih yang diuji cobakan, sengon mempunyai daya kecambah yang paling tinggi yaitu sebesar 86,67%. Daya kecambah randu dan trembesi sebesar 77,33%. Sengon buto mempunyai daya kecambah paling rendah yaitu sebesar 66,67%. Hasil uji laju perkecambahan benih sengon mempunyai laju paling cepat yaitu hanya 6 hari, sedangkan jenis lainnya laju perkecambahan minimal 10 hari. Laju perkecambahan randu 10 hari, sengon buto 13 hari dan trembesi 14 hari. Pengujian fisiologis benih dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pengujian mutu fisiologis; A) Rumah kaca pengujian mutu fisiologis;

B) Pengujian fisiologis benih dengan metode standar.

A B

(3)

Percobaan II

Adaptasi Benih Tanaman Kehutanan di Lahan Pasca Tambang

Percobaan dilakukan di lokasi inpit dump lahan bekas tambang batubara PT TIA. Lahan yang digunakan untuk percobaan merupakan lahan yang telah dilakukan penaburan top soil. Lokasi Percobaan II dan Percobaan III dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Lahan yang digunakan untuk direct seeding, (A) Penataan lahan inpit dump, (B) Lahan yang siap untuk direct seeding, sudah dilakukan penaburan top soil.

Uji Fisiologis

Pengamatan uji fisiologis yang meliputi daya kecambah dan laju kecambah juga dilakukan pada saat metode direct seeding diterapkan di lahan bekas tambang untuk masing-masing jenis benih. Dari hasil pengamatan fisiologis di lapangan dilakukan sidik ragam terhadap parameter daya kecambah dan laju kecambah Hasil sidik ragam disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil sidik ragam daya kecambah dan laju kecambah benih trembesi (S.

saman), sengon (F. moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra) di lapangan

Parameter Signifikansi R Square

Daya Kecambah Laju Kecambah

<.0001*

0,3235 tn

0.1067 0,1616

Keterangan; *: Perlakuan berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 5%

tn

: Perlakuan tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 5%

Dari hasil sidik ragam daya kecambah memberikan pengaruh yang nyata pada daya kecambah pada tingkat kepercayaan 5%. Untuk mengetahui perlakuan yang berpengaruh terhadap daya kecambah dilakukan uji Duncan’s Multiple Range Test. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.

A B

(4)

Tabel 4 Rata-rata daya kecambah benih trembesi (S. saman), sengon (F.

moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra) di lapangan setelah 4 MST

Jenis Tanaman Rata – Rata Daya Kecambah (%) S. saman

F. moluccana E. cyclocarpum C. pentandra

14,4b 31,6a 11,2b 19,6b Keterangan: rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada

taraf kepercayaan 5%, hasil uji Duncan’s Multiple Range Test.

Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test diketahui pada perlakuan sengon mempunyai rata-rata daya kecambah paling tinggi yaitu 31,6%, randu 19,6%

trembesi 14,4% dan sengon buto 11,2%. Daya kecambah harian dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Daya kecambah harian benih trembesi (S. saman), sengon (F.

moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra).

Rata-rata laju kecambah jenis tanaman pada Percobaan II dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Rata-rata laju kecambah tanaman trembesi (S. saman), sengon (F.

moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra) di lapangan

Jenis Tanaman Rata – Rata Laju Kecambah (hari) S. saman

F. moluccana E. cyclocarpum C. pentandra

12 12 8 13

0 5 10 15 20 25 30 35

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31

Samanea saman Falcataria moluccana Enterolibium cylocarpum Ceiba pentandra

Hari

%

(5)

Laju kecambah paling cepat yaitu tanaman sengon buto, tanaman trembesi, sengon mempunyai laju kecambah 12 hari sedangkan laju kecambah randu 13 hari.

Pertumbuhan Tanaman di Lapangan

Pengamatan pertumbuhan tanaman di lapangan meliputi tiga parameter yaitu tinggi, diameter tanaman dan daya hidup. Pertumbuhan tinggi dan diameter diamati setelah kecambah berumur 4 minggu, sedangkan pengamatan daya hidup dilakukan ketika tanaman umur 12 minggu. Untuk mengetahui hasil pengamatan dilakukan sidik ragam tehadap tiga parameter tersebut. Hasil analisis sidik ragam terhadap parameter pengamatan tanaman di lapangan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil analisis sidik ragam terhadap parameter pengamatan tinggi tanaman, diameter tanaman dan daya hidup tanaman di lapangan

Parameter Signifikansi R Square

Tinggi tanaman Diameter Tanaman Daya hidup tanaman

<,0001*

<.0001*

0,5313tn

0,79 0,94 0,07

Keterangan; *: Perlakuan berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 5%

tn: Perlakuan tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 5%

Tinggi Tanaman

Hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa jenis tanaman memberikan pengaruh terhadap ketiga parameter uji yaitu tinggi tanaman, diameter tanaman dan daya hidup tanaman. Untuk mengetahui perlakuan yang paling berpengaruh terhadap tanaman maka dilakukan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test terhadap masing – masing parameter pengamatan. Hasil uji lanjut lanjutDuncan’s Multiple Range Test terhadap rata-rata pertambahan tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Rata-rata pertambahan tinggi tanaman trembesi (S. saman), sengon (F.

moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra) di lapangan per 2 minggu

Jenis Tanaman Rata – Rata Pertambahan Tinggi Tanaman (cm)

S. saman F. moluccana E. cyclocarpum C. pentandra

0,76b 0,49b 1,43a 1,44a

Keterangan: rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5%, hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test.

Hasil uji lanjut duncan diketahui bahwa jenis tanaman sengon buto dan randu mempunyai rata-rata pertambahan tinggi lebih baik jika dibandingkan dengan tanaman trembesi dan sengon. Rata-rata pertambahan tinggi sengon buto dan randu adalah berturut-turut 1,43 dan 1,44 cm sedangkan trembesi dan sengon 0,79 dan 0,49 cm. Dengan rata-rata pertambahan tinggi yang diukur per 2 minggu, pertumbuhan tinggi tanaman selama 12 minggu dapat dilihat pada Gambar 6.

(6)

Gambar 6 Tinggi rata-rata tanaman trembesi (S. saman), sengon (F. moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra) di lapangan.

Diameter Tanaman

Uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan perbedaan jenis tanaman terhadap diameter tanaman. Hasil uji lanjut dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Rata-rata diameter tanaman trembesi (S. saman), sengon (F. moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra) di lapangan per 4 minggu

Jenis Tanaman Rata – Rata Diameter Tanaman (mm) S. saman

F. moluccana E. cyclocarpum C. pentandra

1,73b 0,81c 3,89a 1,74b

Keterangan: rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5%, hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test.

Dari hasil uji lanjut diketahui sengon buto mempunyai rata – rata pertambahan diameter paling besar sedangkan sengon mempunyai rata – rata pertambahan paling kecil. Pertambahan rata-rata diameter trembesi dan randu tidak berbeda nyata pada masing-masing perlakuan. Pertambahan rata-rata diameter sengon buto 3,89 mm, randu 1,74 mm, trembesi 1,73 mm dan sengon 3,89 mm. Grafik rata- rata pertambahan diameter setiap jenis tanaman pada Percobaan II dapat dilihat pada Gambar 7.

4,9 5,7 6,6 7,5 7,9

1,4 2,0 2,6 3,3 3,6

12,7

15,1 16,4 17,6 18,4

3,9

5,8 7,0 8,6 9,6

0,0 5,0 10,0 15,0 20,0

IV VI VIII IX XII

Samanea saman Falcataria moluccana Enterolobium cyclocarpum Ceiba pentandra

Tinggi (cm)

Minggu

(7)

Gambar 7 Diameter rata-rata tanaman rembesi (S. saman), sengon (F. moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra) di lapangan per 4 minggu.

Daya Hidup

Daya hidup tanaman dari hasil analisis tidak berpengaruh nyata, daya hidup masing-maaing tanaman dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Daya hidup tanaman rembesi (S. saman), sengon (F. moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra) Percobaan II

Jenis Tanaman Daya Hidup Tanaman (%)

S. saman F. moluccana E. cyclocarpum C. pentandra

19,2 30,8 14,8 29,6 Sengon mempunyai daya hidup paling tinggi yaitu 30,8%, randu 29,6%. Daya hidup benih berukuran sedang lebih rendah dari benih berukuran kecil, daya hidup trembesi 19,2% dan daya hidup sengon buto 14,8%. Adaptasi pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Bibit A) Trembesi (S. saman), B) Sengon (F. moluccana), C) Sengon buto (E. cyclocarpum) dan D) Randu (C. pentandra),umur 8 minggu ditanam dengan metode direct seeding.

1,55 1,74 1,91

0,72 0,84 0,98

3,42

3,89

4,35

1,33 1,76 2,12

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 5,00

I II III

Samanea saman Falcataria moluccana Enterolobium

cyclocarpum Ceiba pentandra

A B C D

Bulan mm

(8)

Daya hidup tanaman berdasarkan lubang tanam pada Percobaan II disajikan pada Tabel 10

Tabel 10 Daya hidup tanaman trembesi (S. saman), sengon (F. moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra) berdasarkan lubang tanam pada Percobaan II

Jenis Tanaman Lubang Tanam

Berkecambah (%)

Lubang Tanam Tidak Berkecambah (%) S. saman

F. moluccana E. cyclocarpum C. pentandra

58 66 52 66

42 34 48 34

Dari hasil tersebut diketahui bahwa daya hidup sengon dan randu berdasarkan lubang tanam lebih tinggi jika dibandingkan dengan trembesi dan sengon buto. Daya hidup sengon dan randu sebesar 66%, sedangkan daya hidup trembesi dan sengon buto 58% dan 52%.

Daya hidup tanaman juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Aliran air dapat menyebabkan kematian tanaman, karena sedimentasi dapat menimbun tanaman. Kematian yang disebabkam oleh aliran air dpat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Tanaman sengon umur 4 minggu yang mulai tertimbun dan tergerus air hujan.

Pertumbuhan tanaman memerlukan unsur hara. Untuk mengetahui kandungan unsur hara lahan yang digunakan dalam Percobaan II dan III maka dilakukan analisis tanah. Analisis tanah di Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Lambung Mangkurat. Hasil analisis sifat fisk tanah dapat dilihat pada Tabel 11.

(9)

Tabel 11 Sifat fisik tanah lahan pasca tambang PT Tunas Inti Abadi Tekstur (%)

Pasir Debu Liat PSH Kelas Tekstur

13,81 27,82 51,18 7,19 Liat

Hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sifat kimia tanah lahan pasca tambang PT Tunas Inti Abadi

C N P2O5 K20 P2O5tsd pH Ca-dd Mg-dd Na-dd

% mg/100 g ppm H2O me/100 g

8,98 0,53 23.07 0,67 8,00 3,93 0,73 2,40 0,35 Lanjutan

K-dd Al-dd H-dd KTK KB BD PD Perm Pori

me/100 g % g/cm3 cm/jam %

0,03 8,34 2,08 18,98 18,45 1,03 2,27 0,08 39,21

(10)

Percobaan III

Pengaruh Penambahan Pupuk Kandang Pada Perkecambahan dan Pertumbuhan Bibit Hasil Direct Seeding

Percobaan III dilakukan di lokasi inpit dump lahan bekas tambang. Lahan yang digunakan merupakan lahan bekas tambang yang telah direklamasi dengan ketebalan top soil dengan ketebalan 60 cm. Lokasi Percobaan III dapat dilihat pada Gambar 4. Pada Percobaan III dilakukan penambahan pupuk kandang dari kotoran sapi dengan dosis 2 kg berat kering per lubang tanam. Tahapan Percobaan III dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Tahapan Percobaan III: (A) pembuatan lubang tanam;

(B) penambahan pupuk kandang; (C) penaburan benih; dan (D) penandaan.

Uji Fisiologis

Hasil sidik ragam diketahui bahwa penambahan pupuk memberikan pengaruh terhadap rata-rata daya kecambah Percobaan III. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Rata-rata daya kecambah tanaman trembesi (S. saman), sengon (F. moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra) di lapangan setelah 4 MST pada Percobaan III

Jenis Tanaman Rata – Rata Daya Kecambah (%) S. saman

F. moluccana E. cyclocarpum C. pentandra

13,2a 11,6a 7,2b 12a

Keterangan: rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5%, hasil uji Duncan’s Multiple Range Test.

Dari hasil uji diketahui bahwa daya kecambah trembesi, sengon, sengon buto dan randu tidak berbeda nyata. Daya kecambah berkisar 7,2 -13,2 %. Daya kecambah paling rendah yaitu tanaman sengon buto 7,2%, daya kecambah trembesi 13,2 %, sengon 11,6 % dan randu 12 %. Daya kecambah harian dapat dilihat pada Gambar 11.

A B C D

(11)

Gambar 11 Daya kecambah harian tanaman trembesi (S. saman), sengon (F. moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C.

pentandra) pada Percobaan III.

Hasil sidik ragam penambahan pupuk tidak memberikan pengaruh terhadap laju kecambah (Tabel 3). Rata-rata laju kecambah jenis tanaman pada Percobaan III dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Rata-rata laju kecambah tanaman trembesi (S. saman), sengon (F. moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C.

pentandra) pada Percobaan III

Jenis Tanaman Rata – Rata Laju Kecambah (hari) S. saman

F. moluccana E. cyclocarpum C. pentandra

17 12 10 14

Dari Tabel 5 diketahui bahwa laju kecambah paling cepat yaitu sengon buto dengan rata-rata laju kecambah 10 hari, sengon 12 hari, randu 14 hari dan trembesi 17 hari. Pada Percobaan III terjadi persaingan laju kecambah dengan tanaman tanaman lain yang benihnya terbawa oleh pupuk kandang. Kecambah tanaman lainnya dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Kecambah dari tanaman lain yang terbawa pupuk kandang.

0 2 4 6 8 10 12 14

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31

Samanea saman Falcataria moluccana Enterolibium cylocarpum Ceiba pentandra

Hari

%

(12)

Pertumbuhan Tanaman di Lapangan Tinggi Tanaman

Hasil sidik ragam tinggi tanaman berbeda nyata. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruhnya dilakukan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test terhadap rata-rata pertambahan tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Rata-rata pertambahan tinggi tanaman trembesi (S. saman), sengon (F.

moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra) per 2 minggu pada Percobaan III

Jenis Tanaman Rata – Rata Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) S. saman

F. moluccana E. cyclocarpum C. pentandra

2,31b 1,38c 6,65a 2,26b

Keterangan: rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5%, hasil uji lanjutDuncan’s Multiple Range Test.

Pada Percobaan III diketahui sengon buto mempunyai rata-rata pertambahan tinggi yaitu 6,65 cm per 2 minggu, sedangkan trembesi dan randu rata-rata pertambahan tinggi 2,31 cm dan 2,26 cm. Pada Percobaan III sengon mempunyai rata-rata pertambahan tinggi hanya 1,38 cm per 2 minggu. Perubahn tinggi rata-rata per dua minggu dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Tinggi rata-rata tanaman trembesi (S. saman), sengon (F. moluccana),

sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra) pada Percobaan III.

0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0

IV VI VIII IX XII

Samanea saman

Falcataria moluccana

Enterolobium cyclocarpum Ceiba pentandra

Minggu ke- cm

(13)

Diameter Tanaman

Uji lanjut Duncun’s Multiple Range Test dilakukan untuk mengetahui perbedaan pengaruh perlakuan terhadap diameter tanaman. Hasil uji lanjut dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Rata-rata diameter tanaman trembesi (S. saman), sengon (F. moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra) per 4 minggu pada Percobaan III

Jenis Tanaman Rata – Rata Diameter Tanaman (mm) S. saman

F. moluccana E. cyclocarpum C. pentandra

2,47b 1,12c 5,46a 2,42b

Keterangan: rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5%, hasil uji lanjut Duncun’s Multiple Range Test.

Rata-rata diameter tanaman tertinggi pada tanaman sengon buto sebesar 5,46 mm, trembesi dan randu mempunyai rata-rata diameter 2,47 mm dan 2,42 mm, rata-rata daimeter terkecil pada tanaman sengon yakni 1,12 mm. Grafik rata- rata pertambahan diameter setiap jenis tanaman dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Diameter rata-rata tanaman trembesi (S. saman), sengon (F. moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra) pada Percobaan III.

Daya Hidup

Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan tidak berpenagrauh terhadap daya hidup tanaman. Daya hidup tanaman dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Daya hidup tanaman tanaman trembesi (S. saman), sengon (F.

moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra) pada Percobaan III

Jenis Tanaman Daya Hidup Tanaman (%)

S. saman F. moluccana E. cyclocarpum C. pentandra

21,3 10,4 8 13,2

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00

I II III

Samanea saman

Falcataria moluccana

Enterolobium cyclocarpum Ceiba pentandra

Bulan mm

(14)

Daya hidup tanaman sengon buto pada Percobaan III 8 %, daya hidup sengon 10,4%, daya hidup randu 13,2%. Trembesi mempunyai daya hidup paling tinggi yaitu 21,3%. Pertumbuhan tanaman pada Percobaan III dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Kondisi tanaman pada Percobaan III, A) trembesi (S. saman), B)

sengon (F. moluccana),C) sengon buto (E. cyclocarpum) dan D) randu (C. pentandra)¸ umur 8 minggu ditanam dengan metode direct seeding.

Hasil sidik ragam menunjukan daya hidup tanaman berdasarkan lubang tanam pada Percobaan III tidak berbeda nyata. Daya hidup tanaman disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Daya hidup tanaman trembesi (S. saman), sengon (F. moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra) berdasarkan lubang tanam pada Percobaan III

Jenis Tanaman Hidup (%) Kosong (%)

S. saman F. moluccana E. cyclocarpum C. pentandra

72 38 28 40

28 62 72 60

Tanaman trembesi mempunyai daya hidup berdasarkan lubang tanam paling tinggi yaitu 72% jika dibandingkan dengan tiga tanaman lainnya. Daya hidup sengon sebesar 38%, randu 40% dan sengon buto 28%.

Penambahan pupuk kandang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Untuk mengetahui kandungan pupuk kandang maka dilakukan analisis di Laboratorium Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan FAPERTA IPB.

Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Hasil analisis kandungan unsur hara pupuk kandang

C N P K Ca MG Kadar Air

...%...

23,2 1,07 0,51 1.09 0,41 0,49 11,25

A B C D

(15)

Analisis Biaya

Untuk mengetahui biaya yang digunakan dalam pengembangan metode direct seeding pada lahan bekas tambang dilakukan analisa terhadap biaya tenaga kerja, pembelian pupuk kandang dan kebutuhan benih. Perhitungan ekonomi didasarkan jarak tanam 4 x 4 m dengan perhitungan luasan per ha. Kebutuhan tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Kebutuhan tenaga kerja untuk penanamana dengan metode direct seeding dan konvensional per ha

Metode Penanaman

Jumlah Tanaga Kerja

Waktu (Hari)

Biaya HOK (Rp)

Total Biaya HOK/ ha Direct seeding

Bibit persemaian

2 2

4 7

75.000 75.000

600.000 1.050.000 Dosis pupuk kandang yang digunakan untuk penelitian dan rehabilitasi di PT Tunas Inti sebanyak 2 kg per lubang tanaman. Analisa biaya untuk pembelian pupuk dengan dosis 2 kg per ha dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 Biaya pembelian pupuk kandang kotoran sapi per ha Jumlah Lubang

Tanam

Dosis (kg) Harga/kg (Rp) Total Biaya Pupuk Kandang/ ha

625 2 1000 1.250.000

Ukuran benih menentukan berat 1000 butir benih, setiap jenis tanaman mempunyai berat yang berbeda. Analisis kebutuhan benih setiap jenis tanaman per ha dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Analisis kebutuhan benih tanaman trembesi (S. saman), sengon

(F. moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C. pentandra) per ha

Jenis Tanaman Kebutuhan Benih/ha (kg)

Harga Benih/kg (Rp)

Harga Benih/ha (Rp)

S. saman 0,6 35000 21.127

F. moluccana 0,1 90000 6.060

E. cyclocarpum 3,3 40000 131.579

C. pentandra 0,2 20000 3.871

Dari hasil analisis biaya tenaga kerja, biaya pembelian pupuk kandang dan biaya kebutuhan benih, maka diketahui biaya penananaman dengan menggunakan metode direct seeding. Biaya penanaman masing-masing jenis tanaman trembesi (S. saman), sengon (F. moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C.

pentandra) per ha tersebut dapat dilihat pada Tabel 23.

(16)

Tabel 23 Biaya tanam tiap jenis tanaman trembesi (S. saman), sengon (F. moluccana), sengon buto (E. cyclocarpum) dan randu (C.

pentandra) per ha

Jenis Tanaman Biaya Tenaga

Kerja (Rp)

Biaya Pupuk Kandang

(Rp)

Biaya Pembelian

Benih (Rp)

Total Biaya/ha

(Rp)

S. saman 600.000 1.250.000 21.127 1.871.127

F. moluccana 600.000 1.250.000 6.060 1.856.060 E. cyclocarpum 600.000 1.250.000 131.579 1.981.579 C. pentandra 600.000 1.250.000 3.871 1.853.871

Analisis biaya penanaman dengan menggunakan bibit sengon berdasarkan hasil obeservasi yang dilakukan terhadap kontraktor yang melakukan penanaman.

Hasil analisis penanaman dengan menguunakan bibit sengon dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Analisis biaya penanaman dengan bibit sengon

Variabel Jumlah Harga

(Rp)

Kebutuhan Total (Rp)

Tenaga kerja 2 orang 75.000 7 hari 1.050.000

Pupuk kandang 2 kg/ lubang tanam 1000 625 1.250.000 Bibit sengon 1bibit/lubang 3500 625 bibit 2.187.500

Jumlah 4.487.500

(17)

PEMBAHASAN

Pengujian Mutu Fisik Benih

Dari hasil pengujian mutu fisik benih dengan menggunakan metode berat 1000 butir benih diketahui bahwa benih yang digunakan dalam percobaan ini diklasifikasikan menjadi dua yaitu benih berukuran kecil dan benih berukuran sedang. Benih berukuran kecil yaitu sengon dan randu, hasil perhitungan berat 1000 butir benih yaitu sengon 21,55 g dan randu yang beratnya 61,99 g.

Sedangkan benih berukuran sedang yaitu trembesi dan sengon buto. Berat 1000 butir untuk benih yang berukuran sedang ini yaitu trembesi yang beratnya 193,16 g dan sengon buto beratnya 1052,60 g. Pengklasifikasian benih berdasarkan Doust et al., (2006) yang mengutarakan benih berukuran kecil (<0.01–0.099 g);

sedang (0.1–4.99 g); besar (>5.0 g).

Dari hasil perhitungan berat 1000 butir benih dan jumlah benih per kilogram (Tabel 1) diperoleh hasil yang hampir sama dengan penelitian yang dilakuan oleh peneliti sebelumnya. Benih sengon jumlah benih per kg sebanyak 46.409 butir, jumlah ini tidak jauh bebeda dengan penelitian Tuheteru (2009), dimana dalam penelitianya jumlah benih per 1 kg sebanyak 42.395 butir. Tetapi jumlah ini jauh berbeda dengan Pramono (2010) yang menyatakan jumlah benih per 1 kg 25.000 – 28.000 butir. Untuk benih sengon buto dan randu hasil pengujian mutu fisik benih jumlah per 1 kg benih sebanyak 950 butir dan 16.145.

Jumlah per kg ini tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya jumlah benih 1 kg sebanyak 900-1000 benih untuk benih sengon buto (Djoker 2003) dan 10.000-45.000 untuk randu (Djoker dan Salazar 2005).

Pengujian Mutu Fisiologis Benih

Selain uji fisik benih, pengujian mutu fisiologis benih juga perlu dilakukan untuk mengetahui daya kecambah benih. Pengujian mutu fisik benih dilakukan disetiap percobaan dengan lama pengamatan 30 hari. Parameter yang diamati yaitu daya kecambah dan laju kecambah.

Hasil pengujian mutu fisiologis Percobaan I pada Tabel 2 menunjukkan bahwa sengon mempunyai daya kecambah yang paling tinggi jika dibandingkan dengan 3 jenis lainnya. Daya berkecambah sengon mencapai 86,67%, sedangkan yang lain hanya 77,33% untuk trembesi dan randu. Sengon buto mempunyai ukuran benih yang paling besar namun mempunyai daya kecambah paling kecil yaitu 66,67%. Bertoni dan Juarez (1980) di Mexico Tenggara hasil pengecambahan sengon buto yang dilakukan di rumah kaca sebesar 77%.

Laju perkecambahan dari empat jenis yang diujikan sengon mempunyai laju paling cepat yaitu hanya 6 hari, sementara ketiga jenis tanaman yang lain memiliki laju perkecambahan minimal 10 hari. Laju perkecambahan randu 10 hari, sengon buto 13 hari dan trembesi laju perkecambahan 14 hari. Dari percobaan ini diketahui bahwa benih berukuran kecil mempunyai laju kecambah lebih cepat dari benih yang berukuran sedang.

Pengamatan fisiologis benih pada Percobaan II dilakukan untuk mengetahui adaptasi benih terhadap lahan pasca tambang yang memiliki suhu yang ekstrim. Dari hasil uji fisiologis Percobaan I dengan Percobaan II daya kecambah pada Percobaan II jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan Percobaan I. Daya kecambah pada Percobaan II berkisar 11,2% - 31,6%, sedangkan

(18)

Percobaan I daya kecambah mencapai 66,67% - 86,67%. Daya kecambah masing-masing tanaman pada Percobaan II ini trembesi 14,4%, sengon 31,6%, sengon buto 11,2% dan randu 19,6%. Pada Percobaan I dan Percobaan II tanaman sengon mempunyai daya kecambah paling tinggi jika dibandingkan dengan ketiga tanaman lainnya. Schmidt (2000;2007) melaporkan bahwa perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih, perlakuan awal dan kondisi perkecambahan seperti air, suhu, udara, media, cahaya dan bebas dari hama penyakit. Pada kondisi ini faktor lingkungan perkecambahan sangat berpengaruh, pada Percobaan I kondisi lingkungan dapat terkontrol sedangkan pada areal penananaman kondisi lingkungan tidak dapat terkontrol.

Berdasarkan daya kecambah pada Percobaan I, daya kecambah pada Percobaan II dapat ditingkatkan dengan penambahan jumlah benih yang ditabur.

Untuk mendapatkan daya kecambah minimal 60% dapat dilakukan penaburan benih minimal 25 biji untuk trembesi, 10 biji untuk tanaman sengon, 30 biji untuk tanaman sengon buto dan 20 biji untuk tanaman randu.

Sengon buto pada Percobaan II mempunyai laju kecambah paling cepat jika dibandingkan dengan tiga jenis tanaman lainnya yaitu trembesi, sengon dan randu. Laju kecambah sengon buto pada Percobaan II yaitu 8 hari. Hasil penelitian Sahgun et al. (2007) diperoleh laju kecambah sengon buto 8-9 hari.

Pada Gambar 5 terlihat bahwa bahwa pada awalnya 3 jenis tanaman lainnya grafiknya berada berada dibawah tanaman sengon buto, namun mulai hari kedua belas perkecambahan sengon buto tersaingi oleh trembesi, sengon dan randu. Laju kecambah sengon mulai terhenti pada hari keenam belas dimana rata-rata daya kecambahnya sebesar 11,2%. Randu yang mempunyai laju pertumbuhan paling lama yaitu hari ketiga belas, namun pada akhirnya rata-rata daya kecambahnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman trembesi hal ini dikarenakan randu lebih toleran terhadap tanah kering jika dibandingkan dengan trembesi. Randu dapat tumbuh pada daerah dengan curah hujan 1000-2500 mm per tahun (Salazar dan Dorthe 2001) sedangkan trembesi mampu tumbuh pada daerah dengan curah hujan 600-3000 mm pertahun (Staples dan Elevitch 2006). Laju perkecambahan trembesi mulai stabil pada hari keenam belas sedangkan randu mulai stabil pada hari kedua puluh empat.

Penambahan pupuk kandang dengan dosis 2 kg pada Percobaan III tidak dapat meningkatkan daya kecambah tanaman pada lahan bekas tambang, karena daya kecambah pada Percobaan III nilainya lebih kecil dari daya kecambah pada Percobaan I dan Percobaan II. Pada Percobaan I daya kecambahnya 66,67- 86,67%, sedangkan pada Percobaan II daya kecambahnya 14,4-31,6%. Daya kecambah pada Percobaan III, tanaman trembesi mempunyai daya kecambah paling tinggi yaitu sebesar 13,2%, randu 12%, sengon 11,6% dan sengon buto 7,2%. Hasil penelitian Priadi (2010) melaporkan bahwa tempat tumbuh mempengaruhi daya kecambah suatu tanaman, daya kecambah sengon pada tanah berumput 61,7% sedangkan daya kecambah pada tanah berpasir 39,0%. Pada Gambar 11 terlihat pada awalanya perkecambahan tanaman trembesi daya kecambahnya paling rendah dari tiga tanaman lainnya. Pada hari keenam belas daya kecambah tanaman trembesi mampu menyaingi tanaman randu dan sengon buto, pada hari kedua puluh delapan trembesi mampu menyaingi daya kecambah sengon.

(19)

Daya kecambah pada Percobaan III cenderung rendah hal ini diduga karena adanya persaingan dengan tanaman lainnya yang benihnya terbawa oleh pupuk kandang. Benih tanaman lain (gulma) tersebut mulai berkecambah pada hari kelima sampai hari keenam, sedangkan benih yang diuji cobakan mulai berkecambah pada hari kesepuluh. Benih tanaman yang terbawa pupuk kandang antara lain rumput-rumputan, bayam ( Gambar 12). Peningkatan daya kecambah pada Percobaan III dapat dilakukan dengan menambahkan jumlah biji yang ditabur. Untuk mendapatkan daya kecambah mimimal 60%, pada Percobaan III dapat dilakukan penaburan benih minimal 15 biji untuk trembesi, 30 biji untuk sengon, 45 biji untuk sengon buto dan 15 biji untuk tanaman randu.

Laju kecambah yang paling cepat pada Percobaan III yaitu tanaman sengon buto, rata-rata laju kecambahnya 10 hari. Sengon mempunyai laju kecambah 12 hari, randu mempunyai laju kecambah 14 hari dan trembesi mempunyai laju kecambah 17 hari. Dengan adanya persaingan antara kecambah tanaman lain (gulma) dengan menghambat proses perkecambahan. Holl (1998) menyatakan bahwa penyebaran dan persaingan spesies lain menjadi faktor utama dalam pertumbuhan semai. Selain menjadi faktor penghambat pertumbuhan gulma dapat menjadi faktor utama dalam peningkatan kematian kecambah pada metode direct seeding (Engel dan Parrota 2001). Persaingan ini memberikan pengaruh terhadap perkecambahan karena adanya persaingan dalam perebutan ketersediaan air yang langka dan unsur hara yang rendah (Chapman et al. 2002).

Dari hasil pengujian fisiologis tersebut diketahui bahwa ukuran benih tidak berpengaruh terhadap daya kecambah dan laju perkecambahan. Hal ini terlihat pada pecobaan Winarni dan Eliya (2008) melaporkan bahwa ukuran benih tidak mempengaruhi daya kecambah dan laju perkecambahan, tetapi yang berpengaruh yaiti berat dari masing-masing benih tersebut.

Pertumbuhan Tanaman di Lapangan

Hasil sidik ragam diketahui perlakuan memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman. Dari hasil uji lanjut lanjut Duncan’s Multiple Range Test menunjukkan bahwa tanaman yang mempunyai benih berukuran kecil yakni sengon dan randu mampu beradaptasi pada lahan bekas tambang. Dari hasil uji lanjut bahwa nilai rata-rata pertambahan tinggi pada tanaman randu tidak berbeda nyata dengan sengon buto yaitu 1,44 cm dan 1,43 cm per dua minggu. Sedangkan pertambahan tinggi rata-rata sengon dan trembesi juga tidak berbeda nyata yaitu 0,49 cm dan 0,76 cm per dua minggu.

Pada minggu kedua belas tinggi sengon buto mencapai 18,4 cm, randu 9,6 cm, trembesi tingginya mencapai 7,9 cm dan sengon tingginya 3,6 cm. Meskipun pertambahan rata-rata benih per dua minggu antara sengon buto dan randu tidak berbeda nyata begitu pula trembesi dengan sengon tidak berbeda nyata tetapi pada Gambar 6 tinggi rata-rata tanaman terlihat berbeda. Pertumbuhan sengon buto yang cepat hal ini dikarenakan mempunyai sistem perakaran yang kuat untuk menembus tanah. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Hendromono (2002) sengon buto yang ditanam pada lahan tanpa olah mempunyai pertumbuhan dan persen jadi yang tidak berbeda nyata dengan tanaman sengon buto yang ditanam pada lahan yang telah diolah terlebih dahulu. Pada tanah yang tidak diolah tanahnya cenderung lebih keras jika dibandingkan dengan tanah yang diolah.

Daya adaptasi yang konsisten juga terlihat pada tanaman randu, pada uji fisiologis

(20)

tanaman ini mampu menyaingi laju perkecambahan tanaman trembesi. Mulai minggu keenam tanaman randu mempunyai tinggi rata-rata lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman trembesi.

Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test menunjukkan sengon buto mempunyai pertambahan rata-rata diameter per 4 minggu paling tinggi yaitu 3,89 mm, sedangkan trembesi dan randu rata-rata diameternya tidak berbeda nyata yakni 1,73 mm dan 1,74 mm, sedangkan sengon mempunyai rata-rata diameter 0,81 mm. Dari hasil ini diketahui bahwa randu mempunyai daya adaptasi yang konsisten sebab randu yang benihnya berukuran kecil mampu beradaptasi dengan lahan pasca tambang. Kemampuan beradaptasi ini terlihat pada rata-rata diameter randu hasil uji lanjut lanjut Duncan’s Multiple Range Test tidak berbeda nyata dengan trembesi dan pada bulan ketiga rata-rata diameternya lebih besar dari trembesi. Rata-rata diameter pada bulan ketiga diameter sengon buto sebesar 4,35 mm, randu sebesar 2,12 mm, trembesi 1,91 mm dan sengon 0,98 mm. Sengon buto mempunyai rata-rata tinggi dan diameter paling besar hal ini disebabkan sengon buto mempunyai ukuran biji paling besar jika dibandingkan yang lain ukuran benih lainnya. Benih masak ditandai dengan warna buah coklat tua dan berisi ± 13 benih. Benih sengon buto berukuran panjang 1,1 – 2 cm dan garis tengah 0,8 – 1,3 cm dan agak gemuk, berwarna coklat tua dengan garis coklat muda ditengahnya (Djam’an 2003). Hasil penelitian Doust et al. (2006;2008) pembenihan langsung pada 16 jenis dengan berbagai ukuran benih (kecil, sedang, dan besar) menunjukan bahwa jenis dengan ukuran benih yang besar memiliki kemampuan tumbuh dan berkembang yang tinggi.

Pertumbuhan tanaman pada Percobaan II kurang maksimal hal ini dikarenakan minimnya unsur hara pada lahan bekas tambang. Lahan bekas tambang yang digunakan pada percobaan ini mempunyai tekstur liat (Tabel 11), dan mempunyai pH tanah 3,93 dengan kandungan unsur hara karbon 8,98%, nitrogen 0,53%, bulk density pada lahan ini yaitu 1,03 g/cm3 (Tabel 12). Lahan bekas tambang mempunyai kondisi hilangnya profil lapisan tanah, terjadi pemadatan tanah (tingginya tingkat bulk density), kekurangan unsur hara penting, pH rendah, pencemaran oleh logam-logam berat pada lahan bekas tambang, serta penurunan populasi mikroba tanah (Setyaningsih 2007; Tamin 2010; Rusdiana et al. 2000). Dengan pH tanah yang rendah menyebabkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun. Pada tanah-tanah masam banyak ditemukan ion-ion Al di dalam tanah, disamping memfiksasi unsur P juga merupakan racun bagi akar tanaman. Disamping itu pada reaksi tanah yang masam, unsur-unsur mikro menjadi mudah larut, sehingga ditemukan unsur mikro yang terlalu banyak. Unsur mikro merupakan hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sangat kecil, sehingga menjadi racun kalau dalam jumlah besar (Hardjowigeno 1995). Dengan pH 3,93 menyebabkan ketersedian unsur hara semakin sedikit, selain itu jika pH tanah kurang dari 4,2 dapat menyebabkan penyerapan kation-kation oleh akar tanaman dapat berhenti (Tamadjoe 1995). Ketersidaan Al yang relatif tinggi yaitu 8,34 dapat meyebabkan tanaman keracunan dan perkembangan akar akan terbatas sehingga serapa unsur hara akan semakin sedikit.

Penambahan pupuk kandang pada Percobaan III merupakan upaya untuk meningkatakan kualitas dari kecambah tanaman dengan metode direct seeding.

Penambahan pupuk kandang dapat memperbaiki kondis sifat fisik tanah dan kimia tanah (Rasool et al. 2007). Pupuk kandang yang ditambahkan berasal dari kotoran

(21)

sapi. Dari hasil analisis kandungan hara yang terkandung dalam pupuk kandang sapi tersebut karbon 23,2%, Nitrogen 1,07%, Phospor 0,51%, Kalium 1,09%, Kalsium 0,41%, Magnesium 0,48%, dan kadar air 11,25%. Pemberian pupuk kandang dosis 2 kg memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman. Penambahan rata-rata tinggi tanaman per 2 minggu pada sengon buto mencapai 6,65 cm, trembesi dan randu masing-masing 2,31 cm dan 2,26 cm, pertambahn tinggi sengon hanya 1,38 cm. Pada minggu kedua belas tinggi rata-rata tanaman sengon buto sudah menacapai 41,5 cm, tinggi tanaman trembesi 15,4 cm, randu 12,4 cm dan sengon 7,4 cm.

Penambahan pupuk juga memberikan pengaruh terhadap pertambahan diameter tanaman. Rata rata diameter tanaman sengon buto 5,46 mm. Rata-rata diameter tanaman tiga jenis lainnnya tidak berbeda nyata yaitu trembesi 2,47 mm, randu 2,42 mm dan sengon 1,12 mm. Rata – rata daimeter pada Percobaan III lebih besar daripada rata – rata diameter pada Percobaan II.

Hasil penilitian yang dilakukan Wasis (2011) melaporkan bahwa pemberian bahan organik dalam bentuk kompos memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi rata-rata 6,81 cm, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap diameter tanaman. Penamabahan bahan organik dapat meningkat kandungan hara pada tanah. Menurut Hakim et al. ( 1986) Penambahan kompos pada tanah tailing dapat meningkatkan kandungan hara terutama N dan P, sementara itu kandungan Fe +3 yang bersifat toksik menurun sekitar 3-5 kali. Hal tersebut disebabkan oleh penambahan bahan organik pada media dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah karena memiliki daya jerap kation yang lebih besar. Semakin tinggi kandungan bahan organik maka semakin tinggi pula KTK-nya sehingga Fe+3 berubah menjadi Fe+2 yang lebih tersedia bagi tanaman dan memiliki fungsi penting dalam sistem enzim dan diperlukan dalam sintesa klorofil.

Daya Hidup Tanaman

Daya hidup tanaman pada Percobaan II mengalami peningkatan kecuali tanaman sengon. Tanaman randu mempunyai daya hidup paling tinggi yaitu 29,6%, daya hidup trembesi 19,2%, daya hidup sengon buto 19,2%, sedangkan daya hidup sengon mengalami penurunan 0,8% sehingga daya hidup sengon diakhir pengamatan 30,8%. Berdasarkan lubang tanam, daya hidup tanaman yang diujikan rata-rata lebih dari 50% lubang tanam berkecambah. Benih berukuran kecil yaitu sengon dan randu mempunyai daya hidup lebih tinggi jika di bandingkan dengan benih berukuran sedang yaitu trembesi dan sengon buto. Daya kecambah sengon dan randu 66%, sedangkan daya kecambah trembesi dan sengon buto 58% dan 52%. Daya kecambah berdasarkan lubang tanam ini menunjukkan bahwa benih tanaman kehutanan yang berukuran kecil juga berpotensi untuk dikembangkan dengan metode direct seeding.

Daya hidup sengon mengalami penurunan disebabkan karena tanaman tersebut terkena gangguan yaitu tertimbun tanah yang terbawa erosi dan tanaman terbawa aliran air. Namun gangguan yang ada disebabkan karena timbunan tanah yang terbawa erosi (Gambar 9). Tanaman sengon mudah tertimbun dan terbawa aliran air karena ukuran benihnya kecil sehingga kecambahnya juga kecil.

Menurut Seiwa et al. 2002 bahwa ukuran benih memegang peranan penting dalam kehidupan tanaman, salah satunya terhadap perkecambahan benih dan

(22)

pertumbuhan awal anakan. Pada Percobaan II ini mempunyai kemiripan dengan percobaan yang dilakukan oleh Turner (2001) yang mengatakan beberapa jenis dari benih yang berasal dari benih berukuran kecil sperti Acacia celse dan Alphito petrei mempunyai daya kecambah yang tinggi tetapi memiliki karakateristik kematian yang tinggi pula.

Penambahan pupuk kandang tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya hidup tanaman. Pada Percobaan III daya hidup tanaman cenderung lebih rendah dari pada daya hidup Percobaan II. Daya hidup yang lebih rendah ini disebabkan karena adanya persaingan dengan gulma. Seperti halnya pada Percobaan II, pada Percobaan III ini sengon mengalami penurunan daya hidup sebesar 1,2%. Pada Percobaan III trembesi mempunyai daya hidup paling tinggi yaitu 21,2%, daya hidup randu 13,2%, sengon 10,4% dan daya hidup sengon buto 8%. Daya hidup berdasarkan lubang tanam, trembesi mempunyai daya hidup paling tinggi yaitu 72%, sedangkan sengon dan randu mempunyai daya hidup lebih tinggi dari sengon buto yaitu sebesar 38% dan 40%, sengon buto sebesar 28%.

Pertumbuhan tanaman yang lambat menyebabkan gulma berkembang terlebih dahulu, sehingga unsur hara, air yang tersedia diserap terlebih dahulu.

Daya hidup sengon paling kecil hal ini dikarenakan sengon kalah bersaingan untuk mendapatkan nutrisi, air dan hara. Selain itu jika dilihat pada Gambar 9 gulma mempunyai tinggi rata-rata lebih tinggi dari tinggi rata-rata tanaman yaitu 5 cm, sehingga bersaing untuk mendapatkan cahaya matahari. Menurut Hendromono (2002) berkembangnya gulma dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bahkan kematian tanaman. Selain dari faktor tersebut sengon mempunyai syarat tumbuh pada tanah berlapis dalam dan berdrainase baik (Nurhasybi 2000). Berbeda halnya dengan randu meskipun sama-sama mempunyai benih yang berukuran kecil tetapi masih mampu bersaing dengan gulma karena randu tanaman pioner yang mampu tumbuh pada tumbuh di atas berbagai macam tanah, dari tanah berpasir sampai tanah liat berdrainase baik (Salazar dan Dorthe 2001). Dari hasil analisis tanah yang dilakukan di Universtas Lambung Mangkurat tanah pada lokasi percobaan mempunyai tekstur liat, sehingga cocok terhadap pertumbuahn randu. Pada benih yang berukuran sedang yaitu sengon buto dan trembesi mampu bersaing dengn gulma. Pada Percobaan III perlakuan penambahan pupuk kandang mampu meningkatkan daya hidup trembesi karena trembesi toleran terhadap lahan miskin unsur hara (Staples dan Elevitch 2006) dengan penambahan pupuk kandang yang mempunyai kandungan C 23,20%, N 1,07% , P 0,51%, K 1,09% , Ca 0,41%, Mg 0,49% daya hidup tanaman meningkat 42,4%.

Analisis Biaya

Dari hasil analisis biaya untuk penanaman dengan metode direct seeding dengan jarak tanam 4 x 4 m dan setiap lubang tanam berisi 5 benih lebih murah jika dibandingkan dengan penanaman dengan menggunakan bibit dari persemaian. Biaya penanaman per ha dengan menggunakan metode direct seeding berkisar Rp. 2.000.000, sedangkan penanaman sengon dengan menggunakan bibit dari persemaian memerlukan biaya penanaman Rp 4.487.500.

Penanaman dengan menggunakan metode direct seeding ini memerlukan tenaga kerja 2 orang per hari dengan lama pekerjaan selama 4 hari untuk menyelesaikan

(23)

1 ha. Pada penanaman dengan menggunakan bibit deperlukan waktu 7 hari dengan pekerja 2 orang. Untuk banyaknya benih yang diperlukan tergantung dari ukuran benih, semakin besar ukuran benih maka jumlah yang diperlukan semakin banyak. Biaya tanam sengon buto paling tinggi karena ukuran benih sengon buto paling besar sehingga kebutuhan benihnya juga paling banyak, biaya penanaman sengon buto Rp.1.981.579. Untuk biaya penanaman tiga jenis lainnya yaitu trembesi sebesar Rp. 1.571.127, sengon sebesar Rp. 1.571.127 dan randu sebesar Rp. 1.553.871. Biaya penanaman ini sangat murah jika dibandingkan dengan menggunakan semai.

Target penanaman PT TIA rata-rata setiap tahun berkisar 110 ha.

Reahabilitasi dengan menggunakan metode direct seeding biaya yang dikeluarkan berkisar Rp 220.000.000, sedangkan dengan menggunakan bibit memerlukan biaya Rp 493.625.000. Penggunaan metode direct seeding dapat menghemat biaya rehabilitasi sebesar 44,57%.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang akan di lakukan adalah jenis penelitian deskriptif -survei dengan menggunakan pendekatan waktu cross sectional .Variabel yang di teliti pada penelitian

Pada tahap ekstraksi kontur dilakukan analisis objek-objek dengan menggunakan rata-rata nilai keabuan objek dan warna pada tepi objek. Menurut Wang api memiliki panjang

falciparum di Thailand yang menemukan lebih dari tiga kelas alel, namun hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Kalimantan dan Sulawesi dimana pada lokus

,engingatkan kembali ke&#34;ada ibu tentang &#34;ers/nal $ygiene &#34;ada balita  dengan membiasakan kebiasaan 9u9i tangan setela$ melakukan aktiitas?.

Keberhasilan pemberdayaan yang dilakukan sekolah perempuan desa Sumberejo terihat dari penerapan setelah melakukan srangkaian kegaiatan dan materi yang berkaitan

Sumber: Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 13 Tahun 2015 tentang Rencana. Strategis Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi

Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang (Gandahusada, 1998). Waktu keaktifan mencari darah dari masing - masing nyamuk berbeda – beda, nyamuk yang aktif