• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ukuran Partikel dan Nilai HGI (Hardgroove Grindability Index) dari Beberapa Jenis Kualitas Batubara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Analisis Ukuran Partikel dan Nilai HGI (Hardgroove Grindability Index) dari Beberapa Jenis Kualitas Batubara"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Ukuran Partikel dan Nilai HGI (Hardgroove

Grindability Index) dari Beberapa Jenis Kualitas Batubara

Bintang Setyo Fitryanzah*, Linda Pulungan, Dono Guntoro Prodi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung, Indonesia.

*[email protected], [email protected], [email protected]

Abstract. Coal is a fossil fuel that comes from plant remains that have undergone physical and chemical changes caused by high pressure and temperature over a period of time. According to ASTM Standard 5865-13, coal rank is divided into 4 types, namely Lignite, Sub-Bituminous, Bituminous and Anthracite. Utilization of coal is divided into direct and indirect utilization, where the use of coal is adjusted based on the HHV (High Healting Value) coal specifications, moisture, volatile matter, ash content, sulfur content, and HGI. HGI (Hardgrove Grindability Index) is a parameter that states the level of ease of grinding coal. The higher the HGI value, the easier the coal is crushed.

In addition, HGI can find out the level of coal hardness, where the lower the HGI value, the harder the coal is or not easily crushed. Therefore, this study aims to analyze the effect of the value of the dryness of the coal which refers to the HGI standard value on the quality and calorific value of coal. So that this research will focus more on the effect of the value of coal on the quality and calorific value of coal. This study aims to determine the quality of the coal used in this study based on proximate analysis which refers to the ASTM5865-13 standard value, determine the HGI value for each coal sample and determine the relationship between the calorific value of coal to the HGI value.In this study the data used were sample weight data retained and passed the grain size analysis with sieve sizes of 80 #, 100 #, 120 #, 150 # and 200 #. Proximate analysis test results data in the form of low rank coal calorific value of 5.730 cal / g, medium rank of 5.837 cal / gr and high rank of 6.414 cal / gr. Data on the HGI value of the low rank coal sample with a value of 66, medium rank with a value of 62 and high rank with a value of 53.The coal content of the Low Rank sample is 5.730 cal / gr and classified in the sub-bituminous coal group B, then the coal content in the Medium Rank sample is 5.837 cal / gr and is classified in the Sub-bituminous coal group A, and the coal content contained in The High Rank sample is 6.414 and classified in the Bituminous coal group C. The HGI value of the Low Rank coal sample is 66, then the HGI value of the Medium Rank coal sample is 62, and the HGI value of the High Rank coal sample is 53. The effect of the HGI value on the sample coal is the greater the calorific value of a coal, the lower the resulting HGI value.

Keywords: Analysis of Particle Sizes, Coal Quality, Coal Calorific Value, HGI Value.

Abstrak. Batubara merupakan bahan bakar fosil yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang sudah mengalami perubahan fisika dan kimia yang diakibatkan oleh adanya tekanan dan suhu yang tinggi dalam kurun waktu tertentu. Menurut Standar ASTM 5865-13, peringkat batubara terbagi atas 4 jenis yaitu Lignit, Sub-Bituminus, Bituminus dan Antrasit. Pemanfaatan batubara terbagi atas pemanfaatan secara langsung dan tidak langsung, dimana pemanfaatan batubara ini disesuaikan berdasarkan spesifikasi batubara HHV (High Healting Value), moisture, volatile matter, kandungan abu, kandungan sulfur, dan HGI-nya. HGI (Hardgrove Grindability Index) adalah parameter yang menyatakan tingkat kemudahan batubara untuk digerus. Semakin tinggi nilai HGI semakin mudah batubara digerus. Selain itu, HGI dapat mengetahui tingkat kekerasan

(2)

batubara yang dimana apabila semakin rendah nilai HGI maka semakin keras batubara atau tidak mudah digerus. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh nilai ketergilingan batubara yang mengacu pada nilai standar HGI terhadap kualitas serta nilai kalor batubara. Sehingga penelitian ini akan lebih memfokuskan pengaruh dari nilai batubara terhadap kualitas dan nilai kalor batubara. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui kualitas batubara yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan analisis proksimat yang mengacu pada nilai standar ASTM5865-13, mengetahui nilai HGI pada tiap sampel batubara dan menentukan hubungan antara nilai kalori batubara terhdap nilai HGI. Pada penelitian ini data yang digunakan yaitu data berat sampel tertahan dan lolos pada analisis ukuran butir dengan ukuran ayakan 80#, 100#, 120#, 150# dan 200#. Data hasil pengujian analisis proksimat berupa nilai kalori sampel batubara low rank sebesar 5.730 cal/g, medium rank sebesar 5.837 cal/gr dan high rank sebesar 6.414 cal/gr. Data nilai HGI sampel batubara low rank dengan nilai 66, medium rank dengan nilai 62 dan high rank dengan nilai 53. Kandungan batubara sampel Low Rank ialah 5.730 cal/gr dan diklasifikasikan dalam grup batubara sub – bituminous B, kemudian kandungan batubara yang terdapat pada sampel Medium Rank ialah 5.837 cal/gr dan diklasifikasikan dalam grup batubara Sub – bituminous A, dan kandungan batubara yang terdapat pada sampel High Rank ialah 6.414 dan diklasifikasikan dalam grup batubara Bituminus C. Nilai HGI dari sampel batubara Low Rank ialah 66, kemudian nilai HGI dari sampel batubara Medium Rank ialah 62, dan nilai HGI dari sampel batubara High Rank ialah 53. Pengaruh Nilai HGI terhadap sampel batubara ialah semakin besar nilai kalori suatu batubara maka nilai HGI yang dihasilkan akan semakin rendah.

Kata Kunci: Analisis Ukuran Butir, Kualitas Batubara, Nilai Kalori Batubara, Nilai HGI.

1. Pendahuluan

Batubara merupakan bahan bakar fosil yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang sudah mengalami perubahan fisika dan kimia yang diakibatkan oleh adanya tekanan dan suhu yang tinggi dalam kurun waktu tertentu. Batubara ini terbentuk dari tumbuhan yang sudah terkonsolidasi antara strata batuan yang lainnya, kemudian diubah oleh pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga membentuk lapisan batubara.

Menurut Standar ASTM 5865-13, peringkat batubara terbagi atas 4 jenis yaitu Lignit, Sub-Bituminus, Bituminus dan Antrasit. Berdasarkan keempat jenis batubara tersebut dapat dibedakan dari kandungan kadar air (free moisture dan inherent moisture), abu (ash), zat terbang (volatile matter) dan karbon tertambat (fixed carbon). Kandungan kadar air, abu, zat terbang dan karbon tertambat dapat diperoleh dari pengujian sifat fisik batubara yaitu analisis proksimat.

Selain itu juga batubara dapat dibedakan berdasarkan kandungan unsurnya yaitu unsur karbon (C), hydrogen (H), Oksigen (O), Belerang (S) dan nitrogen (N) melalui analisis ultimat.

Berdasarkan hasil tersebut setiap jenis batubara memiliki kandungan yang berbeda, sehingga dalam pemanfaatannya akan berbeda pula. Maka dari itu, batubara dapat dikatakan baik apabila digunakan sesuai dengan peruntukannya.

Pemanfaatan batubara terbagi atas pemanfaatan secara langsung dan tidak langsung, dimana pemafaatan langsung biasanya digunakan untuk kebutuhan PLTU sebagai bahan utama pembakaran dan juga digunakan untuk peleburan yaitu pada

proses pirometalurgi. Sedangkan pemanfaatan tidak langsung biasanya digunakan untuk PLTU, Transportasi, Metalurgi, Rumah tangga, Industri kimia. Untuk PLTU dan trasportasi batubara yang digunakan sudah dalam bentuk CWM (Cool Water Mixture). Batubara yang digunakan untuk PLTU akan melalui proses pengolahan terlebih dahulu yaitu kominusi atau pengecilan ukuran, preparasi, pencucian batubara dan blending jika diperlukan. Batubara yang dibutuhkan sebagai bahan bakar pada PLTU diperlukan spesifikasi batubara berupa HHV (High Healting Value), moisture, volatile matter, kandungan abu, kandungan sulfur, dan HGI-nya.

(3)

Sehingga HGI pada batubara memiliki peranan yang sangat penting pada proses penggerusan batubara.

HGI (Hardgrove Grindability Index) adalah parameter yang menyatakan tingkat kemudahan batubara untuk digerus. Semakin tinggi nilai HGI semakin mudah batubara digerus.

Selain itu, HGI dapat mengetahui tingkat kekerasan batubara yang dimana apabila semakin rendah nilai HGI maka semakin keras batubara atau tidak mudah digerus. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh nilai ketergilingan batubara yang mengacu pada nilai standar HGI terhadap kualitas serta nilai kalor batubara. Sehingga penelitian ini akan lebih memfokuskan pengaruh dari nilai batubara terhadap kualitas dan nilai kalor batubara.

Berdasarkan dari latar belakang dapat diidentifikasi masalah yang ada yaitu “kualitas batubara akan mempengaruhi nilai ketergilingan batubara yang mengacu pada nilai standar HGI? spesifikasi alat atau mesin juga disesuaikan dengan kualitas batubaranya?”. Selanjutnya, tujuan dalam penelitian ini diuraikan dalam pokok-pokok sbb.

Mengetahui kualitas batubara yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan analisis proksimat yang mengacu pada nilai standar ASTM5865-13.

Mengetahui nilai HGI pada tiap sampel batubara.

Menentukan hubungan antara nilai kalori batubara terhdap nilai HGI.

2. Metodologi

Teknik Pengambilan Data

Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari lapangan yang berupa sampel batubara dari PT Energi Puri Tujuh (PT EPT) Kalimantan Selatan. Yang terdiri dari 3 sampel batubara yang berbeda

Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data meliputi kegiatan sebagai berikut :

1. Melakukan analisis ukuran butir dengan menggunakan alat Shieve Sheker.

2. Melakukan analisis proksimat dengan sampel batubara hasil dari uji ukuran butir untuk mengetahui niali kalori batubara.

3. Melakukan pengujian nilai HGI tiap sampel batubara dengan menggunakan alat HGI Machine.

Teknik Analisis Data

Pengolahan data meliputi kegiatan tersebut :

1. Penentuan rank batubara dengan metode komparatif antara nilai kalori batubara yang telah diuji terhadap ASTM D5865-13

2. Penentuan nilai HGI batubara dengan metode komparatif antara nilai HGI dengan hasil pengujian terhadap standar ASTM D409/D409M-12 tahun 2016

3. Menentukan hubungan nilai kalori terhadap nilai HGI 3. Pembahasan dan Diskusi

Klasifikasi Jenis Batubara

Klasifikasi jenis batubara ini ditentukan berdasarkan nilai kalori dan juga dilihat dari hasil analisis proksimat. Jika dilihat data hasil pengujian analisis proksimat pada Tabel 4.1, Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 jika mengacu pada standar ASTM D 388 – 12, nilai kalori yang didapat pada sampel batubara pada kode sampel Low Rank yaitu sebesar 5.730 cal/gr jika dikonversikan ke

(4)

diklasifikasikan kelas batubara sub – bituminous B. Sedangkan nilai kalor pada sampel batubara kode sampel Medium Rank yaitu 5.837 cal/gr jika dikonversikan ke dalam satuan btu/lb maka nilainya 10.506,60 btu/lb, maka batubara kode sampel Medium Rank ini diklasifikasikan kelas batubara sub-bituminus A dan pada sampel batubara dengan kode sampel High Rank yaitu 6.414 cal/gr gr jika dikonversikan ke dalam satuan btu/lb maka nilainya 11.545 btu/lb, maka batubara kode sampel High Rank ini diklasifikasikan kelas batubara Bituminus C. Pada Tabel 5.1, nilai kalor yang dihasilkan satuannya masih berupa cal/gr maka harus dikonversikan ke dalam btu/lb karena satuan yang digunakan berupa Btu/lb.

1. Batubara kode sampel Low Rank (Hijau) CV = 1,8 x CV

= 1,8 x 5.730 kkal/kg CV = 10.314 Btu/lb

2. Batubara kode sampel Medium Rank (Jingga) CV = 1,8 x CV

= 1,8 x 5.837 kkal/kg CV = 10.506,60 Btu/lb

3. Batubara kode sampel High Rank (Merah) CV = 1,8 x CV

= 1,8 x 6.414 kkal/kg CV = 11.545 Btu/lb

Tabel 1. Klasifikasi Batubara ASTM D 388 – 12

Grup

% Karbon Tertambat

(dmmf)

% Zat terbang

(dmmf)

Nilai Kalori (Btu/lb) (dmmf)

Sifat Pengelompokan

Antrasit

1. Meta Antrasit ≥ 98 < 2

tidak mengelompok

2. Antrasit 92 − 98 2 − 8

3. Semi Antrasit 86 − 92 8 − 14

Bituminus

1. Low Volatile 78 − 86 14 − 22

keadaan bisa mengelompok

2. Medium Volatile 69 − 78 22 − 31

3. High Volatile A < 69 > 31 ≥ 14.000

4. High Volatile B < 69 > 31 13.000 − 14.000 5. High Volatile C < 69 > 31 11.500 − 13.000

6. High Volatile C > 31 10.500 − 11.500 cmengelompok

Sub − Bituminus

1. Sub − Bituminus A 10.500 − 11.500

tidak mengelompok

2. Sub − Bituminus B 9.500 − 10.500

3. Sub − Bituminus C 8.300 − 9.500

Lignit 1. Lignit A 6.300 − 8.300

tidak mengelompok

2. Lignit B < 6.300

Sumber: ASTM D 388 - 12

Hubungan Antara Nilai Kalori dengan Nilai HGI

Berdasarkan Gambar 1.5 dapat diketahui hubungan anatara nilai kalori dengan nilai HGI, semakin rendah nilai kalori dari suatu sampel batubara maka akan semakin tinggi nilai HGI dari sampel batubara tersebut.

(5)

Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Nilai Kalori terhadap Nilai HGI

Berdasarkan Gambar 1 yang dibuktikan oleh garis linier yang terbentuk, nilai persamaan bernilai negatif yaitu -45,733. Nilai tersebut menjelaskan jika semakin besar nilai kalori suatu batubara maka nilai HGI yang dihasilkan akan semakin kecil. Hal tersebut diakibatkan karena suatu batubara dengan nilai kalori yang tinggi memiliki kandungan karbon yang lebih besar dan kandungan air serta pengotor lainnya lebih rendah, hal tersebut menyebabkan batubara semakin keras sehingga batubara akan semakin sulit untuk digerus. Jika dilihat dari nilai R2 yang bernilai 0,9786, nilai kalor suatu batubara memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap nilai HGI nya.

Karena nilai R2 cenderung mendekati nilai satu atau dengan kata lain korelasi keterpengaruhan sangat besar.

Pada Gambar 1 nilai HGI batubara berbanding terbalik dengan kandungan air.

Kandungan air yang semakin besar pada suatu batubara menyebabkan kekompakkan batubara semakin rendah sehingga besarnya kekuatan yang diperlukan untuk menghancurkan batubara tersebut semakin kecil. Berbeda dengan hubungan nilai HGI terhadap karbon tertambat.

Semakin besar kandungan karbon tertambat maka batubara tersebut akan semkain kompak sehingga kekuatan yang dibutuhkan untuk menghancurkan batubara tersebut akan semakin besar.

Persamaan garis yang didapatkan dari Gambar 1.5 yaitu y = -45,733x + 8.713,2 digunakan untuk mengidentifikasi nilai HGI suatu batubara yang akan diolah dengan menggunakan nilai kalori batubara tersebut, sehingga pengaturan yang digunakan pada alat pengolahan dapat disesuaikan dengan tepat dan effisien.

Hubungan HGI dengan p80 ialah berdasarkan grafik p80 semakin kecil nilai HGI maka batubara yang diuji akan semakin keras, kerasnya suatu batubara ini jika dilihat dari grafik p80 memiliki ikuran partikel yang besar pula. Hal tersebut diakibatan batubara yang memiliki nilai HGI kecil (semakin keras) akan semakin sulit untuk direduksi menjadi lebih kecil.

4. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan antara lain, kandungan batubara sampel Low Rank ialah 5.730 cal/gr dan diklasifikasikan dalam grup batubara sub – bituminous B, kemudian kandungan batubara yang terdapat pada sampel Medium Rank ialah 5.837 cal/gr dan diklasifikasikan dalam grup batubara Sub – bituminous A, dan kandungan batubara yang terdapat pada sampel High Rank ialah 6.414 dan diklasifikasikan dalam grup batubara Bituminus C. Nilai HGI dari sampel batubara Low Rank ialah 66, kemudian nilai HGI dari sampel batubara Medium Rank ialah 62, dan nilai HGI dari sampel batubara High Rank ialah 53. Nilai kalori merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai HGI. Hubungan antara nilai kalori dan nilai HGI berbanding terbalik. Semakin besar nilai kalori maka akan

y = -45.733x + 8713.2 R² = 0.9786 5600

5700 5800 5900 6000 6100 6200 6300 6400

0 10 20 30 40 50 60 70

Nilai Kalori

Nilai HGI

Grafik Hubungan antara Nilai Kalori terhadap Nilai HGI

Grafik Hgi Linear (Grafik Hgi)

(6)

semakin rendah nilai HGI.

Dalam pengujian HGI sampel batubara disesuaikan dengan spesifikasi alat dalam proses pengayakan sehingga sampel batubara yang lolos dari proses pengayakan akan lebih representatif. Untuk menghasilkan nilai yang lebih representatif alangkah lebih baik jika jumlah sampel dalam pengujian HGI lebih banyak.

Daftar Pustaka

[1] Adinugraha, Wanda., 2018. “Washing Test of Kendilo Coal Using A Sink-Float Method to Improve Its Quality”. Jakarta: Indonesian Mining Journal.

[2] Anonim, 2006, “Annual Book of ASTM Standards”, ASTM [3] Anonim, 2013, “Analisis Proksimat, Nilai Kalori”

[4] Arif, I. 2014. “Batubara Indonesia”. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

[5] Gay, A.J. 1987. “Coal Classification” . Amsterdam.

[6] Gupta, A dan Yan, D. S. 2006. “Introduction to Mineral Processing Design and Operation”.

Perth. Elsevier Science

[7] Hadi, A. 2012. “Analisis Kualitas Batubara Berdasarkan Nilai HGI dengan Standar ASTM”.

Bengkulu. Umiversitas Bengkulu

[8] Hermawan, 2001. “Pengenalan Umum Batubara”. Bengkulu

[9] Kelly, 2006. “Analisis Ukuran Butir pada Pengolahan Bahan Galian”. Jakarta

[10] Permadi, Rendy. 2014. “Analisis Batubara dalam penentuan Kualitas Batubara untuk Pembakaran Bahan Baku semen di PT indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Palimanan- Cirebon”. Bandung: Universitas Islam Bandung.

[11] Sudarsono, S. Arief. 2003 “Kualitas Batubara dan Pemanfaatannya”. Jakarta

[12] Fauzi Hafizh Nurul, Zaenal, Sriyanti. (2021). Optimalisasi Spasi Ripping Bulldozer terhadap Fragmentasi Batubara Seam B2 di Tambang Banko Barat PT X Desa Tanjung Enim, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Riset Teknik Pertambangan, 1(1), 1-7.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan baku dengan kadar air 2 % pada proses transesteri kasi in situ biji jarak dapat menghasilkan biodiesel dengan bilangan ester

Analisis kandungan fosfor pada POC yang dihasilkan diperoleh nilai lebih rendah pada lama fermentasi hari ke-0, ini disebabkan karena mikroorganisme masih dalam

berarti pecahan tersebut juga bernilai lebih kecil dari yang lainnya.” Hal ini menunjukkan bahwa subjek T2 telah menggunakan fungsi kognitif.

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,