• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KREDIT USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH ( UMKM ) DENGAN

JAMINAN FIDUSIA DI BANK BPD ACEH

SKRIPSI

OLEH:

MULIANA 050200159

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2009

(2)

ABSTRAKSI

*) Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.M.H **) Dr. Sunarmi, SH.M.Hum

***) Muliana

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan terhadap masalah Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pelaksanaan pemberian kredit usaha mikro, kecil dan menengah di Bank BPD Aceh, bagaimana pemberian jaminan fidusia dalam kredit usaha mikro, kecil dan menengah di Bank BPD Aceh, dan bagaimana penyelesaian sengketa kredit usaha mikro, kecil dan menengah yang dikaitkan dengan jaminan fidusia. berdasarkan judul skripsi ini maka penelitian berlokasi di Bank BPD Aceh

Metode penelitian dilakukan dengan pengambilan data, dan pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari informasi berdasarkan dokumen-dokumen maupun arsip Bank BPD Aceh yang berkaitan dengan penelitian, dimana hal ini bertujuan untuk mengetahui Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yaitu bagaimana penjelasan mengenai pelaksanaan pemberian kredit usaha mikro, kecil dan menengah, pemberian jaminan fidusia dalam kredit usaha mikro, kecil dan menengah, dan penyelesaian sengketa kredit usaha mikro, kecil dan menengah yang dikaitkan dengan jaminan fidusia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa yang di kaitkan dengan jaminan fidusia bisa dilakukan secara damai, dapat dilakukan terhadap debitur yang beritikad baik untuk menyelesaikan kreditnya. Penyelesaian masalah dilakukan dengan meneliti terlebih dahulu sejauh mana barang tersebut diikat melalui suatu lembaga jaminan, sehingga Bank BPD Aceh dapat mengetahui kedudukannya sebagai kreditor konkuren dan permasalahan yang akan dihadapinya dalam hal jaminan yang telah diikat dengan utang-piutang lain diterimanya sebagai jaminan kredit. Perlindungan hukum dalam Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Bank BPD Aceh dengan diterapkannya kebijakkan umum Perkreditan (KUP) Bank BPD Aceh yang merupakan pelaksanaan dari surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995, tentang kewajiban penyusunan dan pelaksanaan kebijaksanaan perkreditan Bank bagi Bank umum. Disimpulkan bahwa bisnis usaha mikro, kecil dan menengah dalam PPK-BM (Pedoman Pelaksanaan Kredit Bisnis Usaha Kecil) ini adalah salah satu segmen bisnis yang ada di Bank BPD Aceh yang merupakan suatu sistem perbankan yang dilaksanakan oleh Bank BPD Aceh dalam menjalankan fungsinya sebagai financial Intermediary untuk pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah.

Kata Kunci: Kredit Usaha Mikro,Kecil dan Menengah, Jaminan Fidusia, Bank BPD Aceh

*) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II

***) Mahasiswa

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha ESa atas kasih dan berkat yang dilimpahkannya sehingga penulis dapat memulai, menjalani dan mengakhiri masa perkuliahan serta dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Adapun skripsi ini berjudul “Tinjauan Yuridis Mengenai Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Dengan Jaminan Fidusia Di Bank BPD Aceh yang merupakan alah satu syarat untuk menempuh ujian Sarjana HUkum Universitas Sumatera Utara Medan.

Bahwa penulis menyadari skripsi ini sangat jauh dari sempurna, karena itu penulis dengan terbuka menerima saran dan kritik positif dari pembaca sehingga skripsi ini dapat lebih baik dan bermanfaat bagi yang membacanya.

Pada kesempataan ini, dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.Hum, sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. MH sebagai ketua Departemen Hukum Ekonomi, sekaligus sebagai Pembimbing I yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Dr. Sunarmi, SH. M.Hum sebagai Pembimbing II yang telah banyak memberi bimbingan dan nasehat dalam penulisan skripsi ini.

(4)

5. Bapak dan Ibu Dosen yang lainnya yang telah banyak berjasa dalam membimbing penulis selama perkuliahan.

6. Segala hormat dan terima kasih khusus penulis ucapkan kepada Ayahanda Ramli dan Ibunda Cut Nurlela atas kasih saying, dukungan dan doanya yang tak pernah habisnya.

7. Terima kasih buat Cut Dara yang telah sabar atas menemani dan mendukungku serta doa dan kasih sayangnya.

8. Juga buat dukungan dan doa yangn tulus dari Abang dan Adek-Adekku, Bang Ayi, Adikku Opar dan Ayu beserta seluruh keluarga.

9. Terima kasih buat teman-teman SMUku buat dukungan dan doanya.

10. Serta seluruh teman-teman di Fakultas hukum USU Medan.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan berkatnya bagi kita semua.

Semoga skripsi ini bermanfaat. Terima kasih.

Medan, Mei 2009 Penulis,

(Muliana)

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR………..i

DAFTAR ISI………iv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II : PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI BANK BPD ACEH A. Pengertian dan dasar hukum pemberian kredit usaha mikro, kecil dan menengah ... 14

B. Tujuan Dan Fungsi Kredit Usaha mikro, kecil dan menengah ... 31

C. Pembiayaan dan Penjaminan dalam kredit usaha mikro, kecil dan menengah ... 41

D. Prosedur Pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah . 44 E. Pelaksanaan Pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah... 50

(6)

BAB III: PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA DALAM KREDIT USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI BANK BPD ACEH

A. Pengertian Jaminan Fidusia ... 56 B. Objek Jaminan Fidusia ... 59 C. Asas Dan Jaminan Fidusia ... 62 D. Pemberian Jaminan Fidusia Dalam Kredit Usaha Mikro, Kecil

dan Menengah di Bank BPD Aceh ... 70

BAB IV : PENYELESAIAN SENGKETA KREDIT USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DENGAN JAMINAN FIDUSIA DI BANK BPD ACEH

A. Penyelesaian sengketa kredit usaha mikro, kecil dan menengah di Bank BPD Aceh ... 73 B. Perlindungan hukum terhadap Bank BPD Aceh dalam pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ... 76 C. Penyelesaian Masalah kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah jika terjadi kemacetan pembayaran di Bank BPD Aceh dengan jaminan Fidusia ... 79

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 86 B. Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Semakin majunya pertumbuhan ekonomi Nasional di lapisan masyarakat, perlu adanya perhatian yang lebih terhadap usaha mikro, kecil dan menengah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat baik materiil maupun spiritual. Sehubungan dengan itu, Garis Konsep Kerangka politik nasional berdasarkan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) tahun 2005 yang disusun dengan sistematika sama dengan GBHN 1998 dalam amanatnya menyatakan bahwa adalah kemampuan dan peranan Usaha Kecil dan Koperasi terus dikembangkan dengan menyediakan kemudahan dalam melakukan investasi, memperoleh permodalan dan sumber pembiayaan lainnya.

Untuk mewujudkan amanat yang disebutkan SPPN 2005. Pemerintah telah melaksanakan berbagai kebijaksanaan dalam upaya mendorong dan membantu usaha mikro, kecil dan menengah menjadi usaha yang tangguh (kuat) dan mandiri, yaitu suatu usaha yang memiliki daya saing yang tinggi dan memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan bertumpu pada kepercayaan dan kemampuan sendiri.

Bank sebagai lembaga kepercayaaan memiliki maksud dan tujuan, serta dasar dan sifat utama dari Lembaga Perbankan. Dalam Undang–Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan

(8)

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 2 menyatakan:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat.”

Dari pasal tersebut dapat diketahui bahwa fungsi Bank dalam sistem hukum perbankan di Indonesia sebagai intermediary bagi masyarakat yang surplus dana dan masyarakat yang kekurangan dana. Penghimpunan dana masyarakat yang dilakukan oleh bank berdasarkan pasal tersebut dinamakan

“simpanan”, sedangkan pemyalurannya kembali dari bank kepada masyarakat dinamakan “kredit”.

Pengertian kredit ini tertuang dalam Pasal 1 angka 12 Undang – Undang Perbankan, yang berbunyi :

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam – meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.”

Pembinaan dan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah sudah mulai dilakukan Pemerintah sejak masa Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT I). Dalam bidang permodalan, Pemerintah telah banyak memberi bantuan yang cukup berarti terutama dalam penyaluran berbagai jenis kredit yang khusus diberikan kepada pengusaha kecil di seluruh Indonesia. Dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi maka sebagian kredit yang diberikan oleh setiap Bank disediakan bagi Usaha Mikro, Kecil dan

(9)

Menengah. Hal ini sesuai dengan amanat Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang menyebutkan bahwa pembinaan terhadap Usaha Kecil dan koperasi merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam setiap penetapan kebijaksanaan.

Dalam penyempurnaan program ke arah terjaminnya penyediaan dana bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan kegiatan koperasi yang produktif, maka perlu didukung oleh semua Bank melalui penyediaan kredit sebesar 20%

dari jumlah pemberian kredit setiap Bank yang dibiayai dari dana Bank tersebut. Pemberian kepada usaha kecil masyarakat atau yang lebih sering disebut Kredit Usaha Mikro, Kecil dan menengah (UMKM) akan diperhitungkan dalam penilaian tingkat kesehatan Bank yang bersangkutan, apabila terlaksana secara efektif1

Pengertian Usaha Kecil diatur dalam berbagai ketentuan, antara lain Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Kredit Usaha Kecil adalah kredit yang diberikan kepada usaha yang memenuhi kriteria usaha kecil.

.

2

1 Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2006 ), hal. 306.

2 Ibid

(10)

Kredit yang diberikan oleh Bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya Bank harus memperhatikan asas–asas perkreditan yang sehat di antaranya perjanjian kredit yang dilakukan dengan surat perjanjian tertulis.

Untuk mengurangi resiko kerugian dalam pemberian kredit, maka diperlukan jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan diperjanjikan.

Sementara itu jaminan menurut Gatot Supramono adalah suatu perikatan antara kreditur dengan debitur, dimana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan hutang menurut ketentuan yang berlaku, apabila dalam jangka waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang si debitur.3

Dari pendapat Gatot Supramono, dapat diartikan bahwa pemberian jaminan dari debitur kepada kreditur menimbulkan perikatan, dimana debitur memperjanjian sejumlah hartanya sebagai jaminan utang menurut undang- undang yang berlaku, apabila debitur wanprestasi dalam pembayaran utangnya. Hukum jaminan dibedakan atas 4

1. Dari sumber dapat dibedakan :

:

a. Jaminan yang bersumber dari Undang-Undang.

b. Jaminan yang bersumber dari perjanjian, yaitu credietverband, gadai, fidusia, penanggungan.

2. Dari objeknya, dapat dibedakan :

a. Jaminan perorangan ( persoonlijke en zekerheid )

3 Gatot, Supramono, Perbankan Dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis,( Jakarta : Djambatan, 1995 ), hal. 56.

4 Ibid

(11)

Jaminan Perorangan adalah jaminan seorang pihak ke – 3 yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban si Debitur. Oleh karena itu tuntutan Kreditur terhadap seorang penjamin tidak diberikan suatu “privilege” atau kedudukan istimewa dibandingkan atas tuntutan – tuntutan Kreditur lainnya maka jaminan perorangan ini tidak banyak di praktekkan dalam dunia Perbankan.

b. Jaminan Kebendaan ( zakelijke en zekerheid )

Jaminan kebendaan adalah jaminan yang dilakukan untuk Kreditur dengan Debitur ataupun antara Kreditur dengan seseorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitur.

Jaminan kebendaan dapat dibedakan :

a) Jaminan benda bergerak seperti jaminan fidusia, gadai.

b) Jaminan benda tidak bergerak seperti hipotik, hak tanggungan.

Praktik jaminan pada perbankan Indonesia yang sering dipakai adalah jaminan kebendaan yang meliputi 5

1. Hipotik, yaitu suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak untuk tidak mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan (Pasal 1162 KUHP).

:

2. Fiducia (fiduciare eigendoms overdracht) yaitu pemindahan hak milik secara kepercayaan.

kebutuhan masyarakat akan kredit dengan jaminan benda bergerak, namun masih memerlukan benda-benda itu untuk dipakai sehari-hari dan dimanfaatkan dalam perusahaan yang telah berkembang adalah jaminan kredit

5 Ibid, hal.66

(12)

fiduciare yang dalam bahasa Indonesia ditulis fidusia. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan sedangkan jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.

Jaminan fidusia telah digunakan di Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda. Peristiwa Jaminan Fidusia untuk pertama kali diputus oleh Mahkamah Agung dalam perkara bataafsche Petroleum Maatschappy v. Pedro Clignett tanggal 18 Agustus 1932 dengan dengan objek fidusia adalah benda bergerak (mobil). Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia sebagai pranata jaminan diakui berdasarkan Yurisprudensi.6

1. Bagaimana pelaksanaan pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Bank BPD Aceh?

B. Perumusan Masalah

Adapun permasalah yang diajukan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

2. Bagaimana pemberian Jaminan Fidusia dalam Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Bank BPD Aceh?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang di kaitkan dengan Jaminan Fidusia di Bank BPD Aceh?

6 Gunawan, Widjaja Dan Ahmad, Yani, Jaminan Fidusia,( Bandung : Raja Grafindo Persada, 2000 ), hal. 5.

(13)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Bank BPD Aceh

b. Untuk mengetahui pemberian Jaminan Fidusia dalam Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Bank BPD Aceh

c. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang di kaitkan dengan Jaminan Fidusia di Bank BPD Aceh

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat Penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah:

a. Secara Teoritis

Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan hukum ekonomi, khususnya mengenai tinjauan yuridis mengenai Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dengan Jaminan Fidusia di Bank BPD Aceh.

b. Secara Praktis

1) Agar masyarakat mengetahui bagaimana prosedur pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Bank BPD Aceh 2) Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan mengenai

pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah tersebut.

(14)

D. Keaslian Penulisan

Adapun judul tulisan ini adalah Tinjauan Yuridis Mengenai Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dengan Jaminan Fidusia di Bank BPD Aceh. Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama khususnya di Bank BPD Aceh, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama, bahkan masalah ini belum pernah diajukan dan ditulis sebagai skripsi sehingga keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Jaminan Fidusia lahir dari suatu atau diberikan dalam bentuk perjanjian. Namun demikian perjanjian ini tidak berdiri sendiri karena untuk timbulnya perjanjian pemberian jaminan Fidusia harus didahului oleh perjanjian dasar/perjanjian pokoknya yaitu perjanjian yang melahirkan utang piutang antar dibitur dan kreditur, yang mana utang tersebut kemudian dijaminkan pelunasannya dengan jaminan Fidusia tersebut.7

7 Kartini Mulyadi & Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari Perjanjian,(Bandung:

Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 91

Perjanjian penjaminan fidusia hanya merupakan perjanjian assesoir.

Biasanya dalam memberikan pinjaman uang, kreditur mencantumkan ketentuan bahwa debitur atau pihak lain yang disetujui oleh debitur dan kreditur secara bersama-sama, berkewajiban untuk menyerahkan barang- barang tertentu kepada kreditur (sebagai penerima fidusia), untuk menjamin pelunasan seluruh utang debitur tersebut.

(15)

Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, maka Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.

Dalam Pasal 8 dan penjelasan Undang–Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dikatakan bahwa pemberian Kredit selalu mengandung resiko. Salah satu resiko adalah menetapkan jaminan (collateral) dalam analisis pemberian Kredit.

Lembaga jaminan sendiri ada beberapa macam yakni gadai, hipotik, dan fidusia. Jaminan fidusia sekarang telah diatur berdasarkan Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Berdasarkan Undang-Undang Jaminan Fidusia ini dinyatakan bahwa yang menjadi objek jaminan fidusia meliputi benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda yang tidak bergerak yang dimaksudkan adalah bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan yaitu bangunan di atas tanah milik orang lain.

Dalam penyaluran kredit usaha mikro, kecil dan menengah kepada pengusaha, pihak bank sebagai kreditur menentukan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengusaha sebagai debitur dan pada umumnya kebanyakan dari usaha kecil yang ada tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan. Hal ini mengakibatkan usaha kecil mendapat kesulitan dalam memperoleh fasilitas kredit usaha mikro, kecil dan menengah dari pihak perbankan.

(16)

Selain itu, dalam proses pemberian kredit usaha mikro, kecil dan menengah pihak bank juga mensyaratkan adanya jaminan. Sebagai jaminan yang utama adalah nilai dan kelayakan usaha yang akan dibiayai dengan kredit yang dimohonkan. Apabila nilai dan kelayakan usaha bank kurang menjamin pengembalian kredit maka bank mensyaratakan harus menjamin pengembalian kredit yang berupa jaminan kebendaan.

F. Metode Penelitian

Dalam melakukan penulisan skripsi ini data merupakan dasar utama, agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan, antara lain:

1. Jenis Penelitian

Digunakan metode penelitian Hukum Normatif yang bersifat deskriptif.

Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengelola dan menggunakan data-data sekunder, namun dalam metode penelitian hukum, sifat deskriptif yang dimaksudkan penelitian tersebut kadang kala dilakukan dengan melakukan survei ke lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat mendukung teori yang telah ada

2. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Dalam hal ini berusaha mengumpulkan data-data melalui sarana kepustakaan, yakni dengan cara mempelajari dan menganalisis secara

(17)

sistematik buku-buku, peraturan-peraturan dan bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penulisan langsung mengadakan penelitian lapangan, yaitu dengan mengadakan penelitian ke salah satu Bank BPD Aceh dengan mengadakan wawacara, mengajukan sejumlah pertanyaan dan memperoleh data yang langsung berhubungan dengan judul skripsi ini.

3. Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya di analisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut di tuangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analisis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

(18)

BAB II : Pelaksanaan Pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah di Bank BPD Aceh. Dalam bab ini berisi tentang, Pengertian dan Dasar hukum Pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Tujuan dan Fungsi Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Pembiayaan Dan Penjaminan Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Prosedur Pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Pelaksanaan Pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Bank BPD Aceh kepada Masyarakat.

BAB III : Pemberian Jaminan Fidusia Dalam Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah di Bank BPD Aceh. Bab ini berisikan tentang, Pengertian Jaminan Fidusia, Objek Jaminan Fidusia, Asas Dan Sifat Jaminan Fidusia, Pemberian Jaminan Fidusia Dalam Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Bank BPD Aceh.

BAB IV : Penyelesaian Sengketa Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Dengan Jaminan Fidusia di Bank BPD Aceh. Bab ini berisi tentang, Penyelesaian Sengketa Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Bank BPD Aceh, Perlindungan hukum terhadap Bank BPD Aceh dalam Pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Penyelesaian Masalah Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah jika terjadi Kemacetan Pembayaran di Bank BPD Aceh dengan Jaminan Fidusia.

(19)

BAB V : Kesimpulan dan Saran. Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.

(20)

BAB II

PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI BANK BPD ACEH

A. Pengertian dan Dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

1. Pengertian Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Dalam rangka perkembangan era globalisasi dewasa ini yang diikuti dengan percepatan arus teknologi dan informasi terutama di bidang ekonomi seperti dewasa ini masyarakat tidak akan maju bilamana tidak berhubungan dengan kredit. Kredit merupakan kesanggupan akan meminjam uang atau kesanggupan akan mengadakan transaksi dagang atau memperoleh penyerahan barang atau jasa, dengan perjanjian akan membayarnya kelak.8

Sesungguhnya kata kredit sudah berkembang luas terutama dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi dalam tahap apapun dan kemanapun arah perkembangannya, Dalam setiap kata kredit tetap mengandung unsur

Elemen dari kredit adalah adanya dua pihak dalam kesepakatan pinjam- meminjam, kepercayaan, prestasi, imbalan dan jangka waktu tertentu. Kredit dalam pengertian lain dapat berarti percaya atau kepercayaan. Tetapi dalam hukum kredit berlaku ketentuan bahwa untuk bisa percaya, sehingga kepadanya dapat diberikan kredit, maka terlebih dahulu calon debitur harus dicurigai. Hal ini sangat beralasan, sebab kata kredit itu sendiri berasal dari bahasa latin “Creditus” yang merupakan bentuk past paticiple dari kata credere, yang berarti to trust. Kata trust itu sendiri berarti kepercayaan.

8 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Komtemporer,( Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001 ), hal 5.

(21)

“kepercayaan”. Walaupun sebenarnya kredit itu tidak hanya sekedar kepercayaan.

Dari pengertian kredit sebagaimana yang telah disebutkan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dalam suatu perjajian kredit terdapat beberapa unsur, antara lain9

1. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur yang disebut sebagai perjanjian kredit.

:

2. Adanya para pihak yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan pinjaman seperti bank dan pihak debitur yang merupakan pihak yang membutuhkan uang pinjaman/barang atau jasa.

3. Adanya unsur kepercayaan dan kredutr bahwa pihak debitur mau dan mampu membayar/cicilan kreditnya.

4. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitur.

5. Adanya pemberian sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak kreditur kepada pihak debitur.

6. adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang atau jasa oleh pihak debitur kepada kreditur, disertai dengan pemberian imbalan/bunga atau pembagian keuntungan.

7. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan pengembalian kredit oleh debitur.

9 Ibid, hal.7.

(22)

8. Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi. Semakin jauh tenggang waktu pengembalian, semakin besar pula resiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit.

Demikian kiranya pengertian kredit khususnya dalam kaitannya dengan dunia perbankan. Melihat sifatnya yang demikian, maka pemberian suatu kredit oleh bank kepada debitur dilakukan dalam suatu perjanjian, yang lazim perjanjian demikian disebut sebagai perjanjian kredit perbankan.

Sebagai lembaga pemberian kredit, maka kebijaksanaan yang ditempuh bank sangat erat kaitannya dengan line of business bank tersebut, bentuk dan sifat kredit yang dapat diberikan, pengaturan rencana kredit, pengorganisasian kredit, pengaturan tata cara dan prosedur pemberian kredit, pengaturan wewenang kredit.10

Kredit yang diberikan oleh Bank Pemerintah atau bank swasta kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan permodalan dan atau kredit dari bank kepada individu untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa.

Fasilitas kredit kepada usaha mikro, kecil dan menengah diatur dan memiliki ketentuan serta prosedur yang berbeda, yang secara mudah dapat dilihat dari nama skim fasilitas kredit yang akan diberikan. Oleh karena itu, sekalipun fasilitas kredit diperuntukkan kepada usaha mikro, kecil dan menengah, tetapi prosedur dan tata cara pemberiannya berbeda antara kebijakan yang satu dengan yang lain.

7 Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, Edisi kedua, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hal. 210.

(23)

Biasanya masing-masing pemerintah memiliki definisi dan kriteria untuk mengelompokkan bisnis untuk tujuan pembangunan sesuai dengan program-program pemerintah untuk menggerakkan sektor riil. Definisi dan kriteria dari pemerintah belum tentu sesuai dengan kebutuhan bank dan pihak lainnya, tetapi dapat digunakan sebagai acuan dalam menyiapkan produk dan jasa layanan perbankan kepada masing-masing kelompok bisnis tersebut.

Beberapa alternatif dan pendekatan pengelompokkan yang digunakan oleh sebuah lembaga belum tentu berlaku universal dan kriteria yang digunakan oleh lembaga yang sama dapat berubah sesuai dengan perkembangan bisnis dan berjalannya waktu. Salah satu pendekatan umum yang banyak di gunakan secara internasional antara lain:

1. Bisnis Mikro

Umumnya bisnis informal dan tidak memiliki status legal yang formal, dilakukan oleh dari orang kelompok miskin, khususnya wanita, tidak memiliki perencanaan bisnis yang formal, tidak ada / minim barrier-entry, line bisnis tetap, pertumbuhan tidak cepat, cacatan keuangan jarang dilakukan bahkan biasanya dilakukan oleh orang yang buta huruf.

2. Bisnis Kecil

Umumnya terdaftar dan dijalankan oleh keluarga atau kelompok, pemilik dan pengelola dilakukan oleh orang yang sama, biasanya belum memiliki catatan keuangan dan catatan bisnis yang akurat, dan belum memiliki auditor, dalam beberapa hal telah memiliki legalitas formal.

(24)

3. Bisnis Menengah

Umumnya skala bisnis cukup besar, telah memiliki struktur organisasi dan delegasi wewenang dalam pengambilan keputusan, cacatan keuangan sudah tertib, transparan dan akurat, telah menggunakan auditor independent, memiliki direktur keuangan yang bertanggung jawab dalam kebijakan pembiayaan perusahaan.11

1. Kredit Usaha Mikro adalah kredit yang diberikan kepada nasabah usaha mikro, baik langsung maupaun tidak langsung yang memiliki dan dijalankan oleh penduduk miskin atau mendekati miskin, dengan kriteria penduduk miskin sesuai Badan Pusat Statistik, dengan plafond kredit maksimal Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah ).

Salah satu acuan yang menjadi rujukan perbankan di Indonesia antara lain Kesepakatan Bersama Menko Kesra Selaku Ketua Komite Penanggulangan Kemiskinan dengan Gubernur Bank Indonesia tentang Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan dan Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang tertuang dalam Surat Keputusan No.

11/KEP/MENKO/KESRA /IV/2002 dan No. 4/2/KEP.GBI/2002 tanggal 22 April 2002 yang mendefinisikan UMKM sebagai berikut:

2. Kredit Usaha Kecil adalah kredit yang di berikan kepada nasabah usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah ). Diluar tanah dan bangunan tempat usaha atau yang memiliki hasil penjualan maksimal Rp. 1.000.000.000 ( satu milyar rupiah ) per

11 Ali Nuridin, Membangun Bank UMKM, ( Jakarta : IRPA, 2007 ), hal. 4

(25)

tahun, dengan plafond kredit maksimal sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah )

3. Kredit Usaha Menengah adalah kredit yang diberikan kepada pengusah diluar usaha mikro, dan usaha kecil atau kepada pengusaha yang kriterianya akan ditetapkan kemudian, dengan plafond di atas Rp.

500.000.000 ( lima ratus juta rupiah ) sampai dengan Rp. 5.000.000.000 ( lima milyar rupiah ).

Bagi perbankan ada variable fundamental yang penting untuk diperhatikan dalam penggolongan UMKM yang memiliki relevansi dengan filosofi pemberian kredit, yaitu12

1. Omzet Penjualan, kriteria ini sangat penting karena dari variable omzet dapat di hitung kemampuan usaha menghasilkan laba, yang menjadi dasar untuk menentukan kemampuan usaha debitur yang menyerap dana kredit dan menbayar kembali kredit.

:

2. Kekayaan bersih dan jumlah tenaga kerja yang dipakai, sangat penting di gunakan untuk menentukan kapasitas usaha / proyek dan kebutuhan jumlah kredit.

Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah diatur dalam berbagai ketentuan, antara lain Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan menengah yang disahkan pada tanggal 4 Juli 2008;

Pengertian usaha mikro, kecil dan menengah dalam ketiga ketentuan tersebut

12 Ibid, hal. 5

(26)

adalah usaha yang memenuhi kriteria yang disebutkan dalam Pasal 6 ayat 1 UU No 10 tahun 2008, yang dinyatakan sebagai berikut :

‘Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut :

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak adalah Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga

ratus juta rupiah)

“Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut :

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).13

‘Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut :

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.

50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah)

Yang dimaksud dengan kekayaan bersih adalah nilai jual dari kekayaan usaha yang dimiliki (asset) setelah dikurangi kewajibannya seperti hutang-

13 Tri Widiyono, Op.Cit, hal 306

(27)

hutang. Yang dimaksud dengan penjualan tahunan adalah hasil penjualan bersih yang berasal dari penjualan barang dan jasa usahanya dalam satu tahun.

Yang dimaksud dengan milik warga negara Indonesia adalah usaha yang sepenuhnya milik warga negara Indonesia.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah telah memberikan pedoman dan rujukan mengenai masalah penjaminan yaitu Pasal 1 angka 7, yang berbunyi ”penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Mikro, Kecil dan Menengah oleh lembaga penjamin sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan memperoleh pembiayaan dalam rangka memperkuat kesempatan memperoleh pembiayaan dalam rangka memperkuat permodalan”. Dengan ketentuan ini diharapkan akan mengurangi kendala yang dihadapi UK untuk menyediakan jaminan dalam mengakses kredit perbankan.

Pada Pasal 23 UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah disebutkan bahwa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dapat dijamin oleh lembaga penjamin yang dimiliki pemerintah dan/atau swasta. Lembaga penjamin tersebut menjamin pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam bentuk :

a) Penjaminan pembiayaan kredit perbankan;

b) Penjaminan pembiayaan atas bagi hasil;

c) Penjaminan pembiayaan lainnya, seperti jaminan orang perseorangan, jaminan perusahaan (avalis).

(28)

2. Dasar-Dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Dalam membahas dasar hukum pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah maka ada beberapa bidang hukum yang saling berkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Bidang hukum yang pokok yang menjadi dasar hukum pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah KUHPerdata khususnya buku III tentang perjanjian. Hal ini dikarenakan pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah tidak dapat melepaskan diri dari aspek hukum perikatan/perjanjian, yaitu adanya dua pihak yang saling mengikatnya dirinya yakni pihak bank sebagai penerima kredit.

Dalam pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ini para pihak juga dikuasai oleh lapangan hukum perbankan yaitu UU No. 7 Tahun 1992. UU N0. 7 Tahun 1992 dan perubahannya yaitu UU No. 10 Tahun 1998 menjadi lebih tidak tegas dalam mengambil sikap terkait dengan kedudukan jaminan. Dalam Pasal 6 UU No. 7 Tahun 1992 disebutkan bahwa salah satu kegiatan usaha bank antara lain memberikan kredit.

Dasar Hukum selanjutnya adalah SE BI No. 26/1/UKK/1993 perihal Kredit Usaha Kecil.

Dalam persetujuan membuka kredit, kedua belah pihak dikuasai oleh lapangan hukum perikatan sebagaimana diatur dalam KUHPerdata.

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu yang dapat melahirkan perikatan adalah perjanjian. Perumusan perjanjian tidak dijumpai dalam

(29)

Undang-undang yang ada hanyalah kata persetujuan yang disebutkan Pasal 1313 KUHPerdata.

Namun demikian, menurut R. Subekti, menyatakan bahwa kata persetujuan dan kata perjanjian adalah dua kata yang mempunyai makna yang sama.14 Prof. Mariam Darus B. Zaman secara implicit mengemukakan bahwa rumusan persetujuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah rumusan perjanjian.15

“Perjanjian adalah perbuatan hukum merupakan teori klasik, atau teori konvensional.”

Dengan demikian, berdasarkan kedua pendapat sarjana diatas maka pengertian perjanjian itu dapat dibaca dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang mempergunakan istilah persetujuan yang berbunyi :

“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu satu orang atau lebih.”

Umumnya perjanjian tidak terikat pada suatu bentuk tertentu, jadi dapat dibuat secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat bukti. Dalam perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan hukum melainkan merupakan hubungan hukum (rechtsverhouding).

Pandangan ini dikemukakan oleh van Dunne yang mengatakan bahwa :

16

Selama ini memahami arti perjanjian (Communis Opinio Doctorum) adalah satu perbuatan hukum yang bersisi dua (een tweezijdige

14 R. Subekti, Hukum perjanjian,( Jakarta : Intermasa, 1979), hal. 1.

15 Mariam Darus B. Zaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, ( Bandung : Alumni, 1994), hal. 89.

16 http:// www. Google.com, Dasar-Dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil.

Diakses terakhir kali pada Kamis, 29 januari 2009

(30)

rechtshandeling) yaitu perbuatan penawaran (aanbod, offer), dan penerimaan (aanvaarding, acceptance). Seharusnya perjanjian adalah dua perbuatan hukum yang masing-masing bersisi satu (twee eenzijdige rechthandeling) yaitu penawaran dan penerimaan yang didasarkan kepada kata sepakat antara dua orang atau lebih yang saling berhubungan untuk menimbulkan akibat hukum (rechtsgevolg)17

Konsep ini melahirkan arti perjanjian adalah hubungan hukum. Inilah alasan hukum (legal reasoning) yang dipergunakan mengapa esensi perjanjian yang dimaksudkan adalah sebagai hubungan hukum antara nasabah dengan debitur. Agar suatu perjanjian sah menurut hukum diperlukan 4 (empat) persyaratan sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu

.

18

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

:

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Dan suatu sebab yang halal.

Persyaratan yang demikian juga dikenal dalam setiap sistem hukum, misalnya Inggris, Perancis, dan Jerman. Syarat kedua adalah kecakapan para pihak yang membuat perjanjian. Kecakapan para pihak merupakan syarat umum untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang sah.

Jika hukum perbankan diartikan dengan Undang-Undang Perbankan, maka diperoleh batasan bahwa hukum perbankan adalah sekumpulan peraturan

17 Mariam Darus B. Zaman, Op. cit, hal. 90.

18 Ibid

(31)

hukum yang mengatur segala hal yang menyangkut tentang bank, baik kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan usaha bank. Namun jika dilihat dalam perspektif sistem sebagai entitas, maka hukum perbankan diartikan sebagai kumpulan peraturan hukum yang merupakan satu kesatuan yang masing-masing unsurnya berkaitan satu sama lain dan bekerja sama secara aktif untuk mencapai tujuan keseluruhan dari hukum perbankan.

Unsur sistem hukum perbankan yang dimaksudkan adalah peraturan hukum (norma), asas-asas hukum, dan pengertian-pengertian hukum yang terdapat di dalamnya. Unsur hukum tersebut dibangun di atas tertib hukum, sehingga terdapat keharmonisan di dalam atau di luarnya, dan dapat dihindarkan adanya tumpang tindih (overlapping) di antara unsur-unsur yuridis tersebut. Kalau terjadi konflik mengenai persoalan perbankan, maka solusinya adalah melalui asas hukum yang terdapat dalam sistem hukum perbankan itu sendiri19

Kalau Undang-Undang Perbankan ingin diubah, maka pembangunan sistem hukum perbankan harus dilakukan dengan cara: pertama, membangun kesadaran publik; kedua, mempersiapkan subtansi hukum, ketiga, melakukan sosialisasi hukum kepada semua stakeholder; keempat, mempersiapkan aparatur hukum (struktur hukum); kelima, menyediakan sarana dan prasarana hukum; keenam, melaksanakan hukum; ketujuh, menciptakan kultur hukum;

kedelapan, melakukan kontrol hukum; dan kesembilan, melahirkan kristalisasi hukum (nilai hukum)

.

20

19 Ibid, hal. 92

20 Munir Fuady, Op. cit, hal. 9

.

(32)

Eksistensi Undang-Undang Perbankan harus dilihat sebagai subsistem dalam hukum yang lebih luas meliputi hukum publik (hukum pidana dan hukum administratif) dan hukum perdata.

Setiap perbuatan hukum selalu menimbulkan akibat hukum. Demikian juga halnya dengan perbuatan suatu perjanjian sebagai suatu perbuatan akan menimbulkan akibat. Akibat mana diatur oleh Hukum Perjanjian. Menurut Pasal 1338 KUHPerdata ayat (1) semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang – Undang bagi mereka yang membuatnya21

Dari bunyi Pasal tersebut dapat diambil beberapa ketentuan yang penting dalam hukum perjanjian, dan hal inilah yang merupakan akibat hukum dari suatu perjanjian yaitu

.

Secara sah maksudnya berarti memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 1320 KUHPerdata. Di dalam Pasal 1338 ayat (2) dikatakan persetujuan- persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang –undang di nyatakan cukup untuk itu, persetujuan-persetujuan dilaksanakan dengan itikad baik.

22

a. Berlaku sebagai Undang – undang :

Berlaku sebagai Undang – undang berarti ketentuan – ketentuan itulah yang mengatur hubungan antara kreditur dan debitur. Isi perjanjian ini dapat ditentukan sendiri dan atau oleh pihak ketiga untuk kepentingan debitur.

Dengan demikian perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat yaitu mengikat para pihak yang membuatnya.

21 Muchdarsyah Sinungan, Op, cit. hal 215

22 Ibid

(33)

Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala hal/sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang – undang. Dalam hal ini maksudnya adalah bahwa para pihak tidak terlepas dari tanggungjawab atau akibat yang timbul dari suatu prestasi yang dipenuhi, juga para pihak juga harus memperhatikan undang undang.

Apabila terjadi perselisihan dan perselisihan itu sampai kehidupan hakim maka dalam mengadilinya hakim harus menyesuaikan isi perjanjian dengan ketentuan perundang-undangan, kebiasaan dan kepatutan.

b. Tidak dapat dibatalkan secara sepihak

Sesuai dengan asas konsensualitas, bahwa perjanjian dibuat atas persetujuan kedua belah pihak, sebaliknya bahwa untuk merubah kembali persetujuan harus ada ijin pihak lainnya. Namun demikian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak apabila ada alasan-alasan yang dibenarkan oleh Undang – undang yaitu pada Pasal 1814 KUHPerdata.

c. Pelaksanaan dengan itikad baik

Pelaksanaan itikad baik artinya kejujuran dari orang yang mengadakan perjanjian. Istilah itikad baik ada dua macam yaitu sebagai unsur subjektif dan sebagai unsur objektif untuk memulai pelaksanaan.

Yang dimaksud itikad baik dalam Pasal 1338 KUHPerdata, bukanlah dalam arti subjektif, melainkan pelaksanaan perjanjian itu harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan norma kesusilaan. Jadi yang dimaksud dengan

(34)

itikad baik di sini adalah ukuran objektif, perjanjian itu harus berjalan di atas jalur benar.

Syarat-syarat yang menyangkut pada objek perjanjian yakni suatu hal tertentu. Suatu hal tertentu adalah suatu yang diperjanjikan harus jelas bentuknya dan jenisnya, ringkasannya bahwa suatu perjanjian itu harus jelas/

tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan apa yang menjadi pokok perjanjian itu. Barang yang dijanjikan dalam perjanjian itu harus ditentukan jenisnya, baik yang sudah ada ataupun yang akan ada23

Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi maksudnya salah satu syarat dari subjektif itu apakah sepakat atau kecakapan tidak dipenuhi, maka perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya, artinya salah satu pihak dapat memintakannya supaya perjanjian itu dibatalkan

.

24

Berdasarkan bangunan hukum dan moral tersebut, maka seorang nasabah debitor yang telah memperoleh pinjaman kredit dari bank pada hakikatnya bukan saja bertanggung jawab terhadap bank sebagai pemberi kredit, tetapi juga memiliki tanggung jawab moral terhadap nasabah penyimpan dana. Di sini terletak makna yang harus diinsyafi oleh para nasabah debitor sehingga penggunaan dana secara benar dan tepat dalam bentuk-bentuk yang produktif memiliki peran dan memberikan andil dalam pembangunan sektor ekonomi serta dapat meningkatkan taraf hidup rakyat. Kegagalan pengelolaan dana pinjaman kredit secara langsung dapat merugikan bank yang

.

23 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank,( Bandung : Alfabeta, 2003), hal.

73

24 Ibid

(35)

bersangkutan dan secara tidak langsung dapat pula merugikan kepentingan nasabah penyimpan.

Pentingnya jaminan dalam perjanjian kredit bank adalah sebagai salah satu sarana perlindungan hukum bagi keamanan bank dalam mengatasi risiko, yaitu agar terdapat suatu kepastian bahwa nasabah debitor akan melunasi pinjamannya. Dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 disebutkan bahwa jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank melakukan penilaian atas jaminan (collateral) sebelum memberikan kredit kepada nasabah debitor dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian. Ada masalah hukum yang harus dicermati yaitu, bagaimana kalau nasabah debitur tidak memberikan jaminan yang cukup.

Dalam hukum perjanjian dikenal beberapa sifat perjanjian, salah satunya adalah perjanjian konsensuil dan perjanjian riil. Suatu perjanjian dikatakan bersifat konsensuil apabila perjanjian itu sudah tercipta dengan kata sepakat saja, sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang menghendaki di samping kata sepakat masih diperlukan suatu perbuatan nyata yaitu penyerahan barang yang menjadi obyeknya25

Sifat hukum dari perjanjian pinjam meminjam atau pinjam mengganti adalah konsensuil dan riil. Hal ini dapat dibuktikan dengan rumusan pada awal

.

25 Ibid 75

(36)

kalimat “persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain”. Pada prinsipnya yang terjadi baru kesepakatan untuk memberikan sesuatu kepada pihak lain, sedangkan penyerahannya belum terjadi. Secara teoritis, antara terciptanya kesepakatan.

Sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 1388 ayat (1) KUH Perdata tersebut, maka seluruh pasal –pasal yang ada dalam suatu perjanjian kredit secara hukum mengikat kedua belah pihak, yakni pihak kreditur dan pihak debitur. Namun harus pula diingat, bahwa meskipun undang-undang menyebutkan bahwa perjanjian yang dibuat para pihak itu berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, akan tetapi di dalam perjanjian itu sendiri harus dihindari ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan undang-undang pula. Artinya sepanjang isi perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang, maka perjanjian itu berlaku bagi para pihak. Sebaliknya jika di dalam perjanjian itu terdapat klausul yang justru bertentangan dengan undang-undang, maka dengan sendirinya perjanjian itu dapat batal karenanya26

Perjanjian yang demikian menjadi cacat dan akibatnya dapat dibatalkan (vernietigbaar, voidable). Persetujuan secara timbal balik terhadap bentuk dan isi perjanjian ditandai dengan adanya pembubuhan tanda tangan atau yang dapat dipersamakan dengan itu. Tanda tangan yang diberikan menjadi pengakuan kehendak yang sah terhadap isi perjanjian. Akibatnya perjanjian

.

26 Ibid, hal. 81.

(37)

tersebut mengikat bagi kedua belah pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik (te geode trouw, in good faith)27

Selain itu, dalam hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur terdapat sejumlah asas-asas dalam bidang hukum jaminan. Secara garis besar, hukum jaminan terbagi dalam 2 (dua) kelompok yaitu hukum jaminan kebendaan (zakelijke zekerheidsrecht), dan hukum jaminan perorangan (persoonlijke zekerheidsrecht). Hukum jaminan kebendaan adalah sub sistem dari hukum benda yang mengandung sejumlah asas hak kebendaan (real right), sedangkan hukum jaminan perorangan merupakan sub sistem dari hukum perjanjian yang mengandung asas pribadi (personal right). Dengan demikian hukum jaminan yang objeknya terdiri dari benda adalah sub sistem dari sistem hukum benda yang mengandung sejumlah asas hukum kebendaan yaitu asas absolut, droit de suite, asas assesor

.

28

Tujuan pemberian fasilitas Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah berpedoman pada tujuan dari pemberian kredit secara umum. Tujuan kredit secara umum didasarkan kepada usaha untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip ekonomi yang dianut oleh negara yang bersangkutan yaitu dengan pengorbanan sekecil-kecilnya untuk memperoleh manfaat (keuntungan) sebesar-besarnya

.

B. Tujuan Dan Fungsi Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

29

27 Ibid, hal. 82

28 Ibid, hal. 147

29 Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan Edisi Keempat,( Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1991), hal. 14.

.

(38)

Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kredit didasarkan atas kepercayaan, sehingga demikian pemberian kredit merupakan pemberian kepercayaan. Ini berarti bahwa suatu lembaga kredit baru akan memberikan kredit kalau ia betul-betul yakin bahwa si penerima kredit akan mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Tanpa keyakinan tersebut, suatu lembaga kredit tidak akan meneruskan simpanan masyarakat yang diterimanya.30

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa unsur yang terdapat didalam kredit adalah :31

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar- benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.

b. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang.

Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.

c. Degree of risk, yaitu suatu tingkat resiko yang akan dihadapi dari akibat adanya jangka waktu yang memisahkan antar pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima dikemudian hari semakin lama kredit

30 Ibid, hal. 15

31 Ibid, hal. 16

(39)

diberikan semakin tinggi pula tingkat resikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Dengan adanya unsur resiko inilah maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.

d. Prestasi, atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan modern.

Oleh karena pemberian kredit dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, maka bentuk Bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat nasabahnya dalam bentuk kredit. Jika Ia merasa betuk-betul yakin bahwa nasabah akan menerima kredit itu mampu dan mau mengembalikan kredit yang telah diterimanya. Begitu juga dalam membicarakan fungsi kredit maka tidak terlepas dari tujuan kredit yang mencakup ruang lingkup yang luas.

Dalam hal ini terdapat 2 (dua) fungsi pokok yang saling berkaitan dari kredit itu, yaitu:32

1. Keuntungan (Profitability)

Merupakan maksud dan tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang didapat dari pungutan bunga.

2. Keamanan (Safety)

Yaitu prestasi yang diberikan dalam bentuk uang, barang, atau jasa itu benar-benar terjamin pengembaliannya sehingga keuntungan yang diharapkan itu akan menjadi kenyataan.

32 Hasnanuddin Rahman, Prospek Perbankan Nasional Pasca Likuidasi Bank,(Surabaya : Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, 1997), hal. 96.

(40)

Pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ini merupakan wujud pembiayaan bagi usaha yang disediakan oleh Pemerintah / dunia usaha, khususnya melalui kredit Perbankan sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, sistem Perkreditan mewajibkan setiap Bank untuk menyalurkan 20% kreditnya kepada kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah dan kegiatan koperasi yang produktif yang dibiayai dari dana Bank tersebut.

Pemerintah melalui kebijaksaan tanggal 29 Tahun 1990 lebih lanjut menjelaskan bahwa untuk menyempurnakan program Kredit Usaha Kecil tersebut agar pelaksanaannya lebih mantap dan makin terarah serta didukung dan dilakukan secara lebih luas oleh semua Bank, maka pemberian kredit kepada usaha mikro, kecil dan menengah tersebut akan memperhitungkan dalam penilaian tingkat kesehatan Bank yang bersangkutan.

Dengan latar belakang tersebut, menurut Hadiwidjadja dan Rivai juga mengambil langkah-langkah penyempurnaan sistem perkreditan termasuk penyempurnaan pemberian perkreditan untuk usaha mikro, kecil dan menengah dengan tujuan sebagi berikut33

a. Memantapkan fungsi perbankan dan lembaga keuangan sebagai pengelolaan dan pelaksanaan sistem perkreditan nasional. Bank dan lembaga keuangan didorong untuk dapat mandiri dan mampu melaksanakan fungsi pengerahan dana masyarakat serta penyalurannya serta lebih mantap. Sejalan dengan ini peranan Bank Indonesia

:

33 Hadiwijaya dan Rivai wirasasmita, Analisa Kredit, ( Bandung : Pionir Jaya, 1990), hal.

92.

(41)

didudukan lebih tepat sebagai ” Lender Of Last Resort ” dan bukan sebagai ” Lender of frist resort ” seperti dalam mekanisme kredit likuiditas yang selama ini berlaku.

b. Memantapkan peranan Bank Indonesia sebagai pemeliharaan keseimbangan moneter, sekaligus sebagai pembina dan pengawas perbankan agar Bank-Bank di Indonesia dapat berkembang makin sehat.

c. Menyehatkan sistem Perkreditan Nasional, sehingga dapat lebih meningkatkan efisensi dalam alokasi dana masyarakat serta mengurangi ketergantungan pada kredit likuiditas Bank Indonesia.

d. Menyempurnakan program kredit bagi usaha kecil agar pelaksanaannya lebih mantap dan makin terarah serta didukung dan dilakukan secara lebih luas oleh semua Bank.

Karena negara Indonesia memiliki Pancasila sebagai dasar falsafah negara, maka tujuan pemberian kredit Perbankan di Indonesia bukan semata- mata mencari keuntungan, melainkan disesuikan dengan tujuan negara, yaitu untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dengan demikian, maka tujuan pemberian kredit oleh bank khususnya bank Indonesia yang mengemban tugas sebagai agent of development adalah untuk34

a. Turut mensukseskan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan.

:

34 Ibid, hal. 94.

(42)

b. Meningkatkan aktifitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhnya kebutuhan masyarakat.

c. Memperolah laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya.

Dari tujuan tersebut diatas tersimpul adanya kepentingan yang seimbang antara 35

1. Kepentingan pemerintah.

:

2. Kepentingan masyarakat (rakyat).

3. Kepentingan pemilik modal (pengusaha).

Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM tujuan dari Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah untuk menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi yang berkeadilan

Pemberian fasilitas kredit yang diberikan perbankan di Indonesia secara garis besar berfungsi untuk 36

1. Meningkatkan daya guna uang.

:

2. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.

3. Meningkatkan daya guna dan peredaran uang.

4. Sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi.

5. Meningkatkan kegairahan berusaha.

6. Meningkatkan pemerataan pendapatan.

7. Sarana guna meningkatkan hubungan internasional.

35 Ibid, hal. 95.

36 Thomas Suyatno, Op. cit, hal. 17

(43)

Fungsi kredit yang pada hakekatnya meningkatkan daya guna uang dapat dilakukan dalam hal para pemilik modal dapat secara langsung meminjamkan uang kepada para pengusaha yang memerlukan untuk meningkatkan produksi ataupun untuk meningkatkan usahanya. Atau pemilik modal juga dapat menyimpan uangnya pada lembaga-lembaga keuangan, yang kemudian uang tersebut oleh lembaga keuangan diberikan sebagai pinjaman kepada perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan usahanya.

Sebagai usaha untuk meningkatkan peredaran lalulintas uang, kredit yang diberikan pihak bank disalurkan dalam bentuk rekening giro sehingga dapat menciptakan pembayaran baru seperti cek, giro, bilyet dan wesel sehingga bentuk pembayaran tersebut dapat meningkatkan peredaran uang giral. Disamping itu kredit perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal, sehingga arus lalu lintas uang akan berkembang pula37

Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, dengan adanya pemberian kredit diarahkan pada usaha-usaha mengendalikan inflasi, meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan pokok rakyat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan dalam negeri agar bisa di ekspor

.

38

Fasilitas kredit yag diberikan bank juga dapat meningkatkan kegairahan berusaha di Indonesi. Hal ini disebabkan karena setiap orang selalu ingin berusaha meningkatkan usahanya namun ada kalanya dibatasi oleh

.

37 Ibid.

38 Ibid.

(44)

kemampuan permodalan. Bantuan kredit yang diberikan oleh pihak Bank akan dapat mengatasi kekurangan kemampuan dibidang permodalan tersebut sehingga para pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya39

Pemberian kredit bank juga dapat dilakukan oleh bank-bank umum diluar negeri yang mempunyai jaringan usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan di Indonesia. Begitu pula dengan negara- negara yang telah maju yang mempunyai cadangan devisa dan tabungan yang tinggi dapat memberikan bantuan kredit kepada negara-negara yang sedang berkembang untuk membangun. Bantuan dalam bentuk kredit ini tidak saja dapat mempererat hubungan ekonomi antar negara yang bersangkutan, tetapi juga dapat meningkatkan hubungan Internasional

.

Dengan adanya bantuan dari bank, para pengusaha akan dapat memperluas usahanya dan mendirikan proyek-proyek baru, yang tentunya akan membutuhkan tenaga kerja untuk melaksanakan proyek-proyek tersebut.

Dengan demikian tenaga kerja tersebut akan memperoleh pendapatan. Dengan tertampungnya tenaga kerja tersebut maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula.

40

Berdasarkan uraian tentang fungsi kredit yang disebutkan di atas, maka fungsi kredit usaha mikro, kecil dan menengah secara khusus antara lain

.

41

1. Mengembangkan usaha mikro, kecil dan menengah agar dapat tumbuh menjadi bagian dunia usaha yang mendorong perekonomian nasioanal

:

39 Ibid.

40 Ibid, hal. 18

41 Ibid, hal. 19

(45)

khususnya dalam peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat serta penyerapan tenaga kerja.

2. Menyediakan dana bagi usaha mikro, kecil dan menengah yang digunakan untuk kegiatan usaha agar usaha mikro, kecil dan menengah dapat tetap terjaga kelangsungan hidupnya didalam dunia usaha.

Kegunaan uang yang didapat dari kredit secara teori sudah diuruskan, yaitu untuk menambah/memperlancar usaha dagang, tetapi dalam praktek sukar dijajaki tentang kebenarannya. Pertama-tama dalam pengguna uang itu tersembunyi keperluan (cost of living) yang susah dipisahkan dalam perhitungannya.

Belum lagi keperluan konsumtif lainnya yang tentu tidak dapat dilihat dan ditangkap secara wajar. Faktor-faktor tersebut sudah harus a priori dihilangkan dari pemikiran dalam pertimbangan pemberian kredit mikro, kecil dan menengah.

Adakalanya faktor cost of living ini sengaja dimasukkan dalam perhitungan karena secara mutlak sudah dapat diketahui lebih dahulu kebutuhan dari penerima kredit. Contoh ini dapat diikuti dan dapat dibenarkan dalam perkreditan-perkreditan yang bersifat dan bertujuan khusus, misalnya supervised credit yang disponsori oleh pemerintah. Yang menjadi pedoman pokok ialah adanya usaha feasible yang dipakai sebagai sumber pengalian nafkah untuk sumber pembayaran kembali kredit. pemerintah.42

42 R. Tjiptoadinugroho, Perbankan Masalah Perkreditan,( Jakarta : Pradnya Paramita, 1994 ), hal. 126.

(46)

Adapun persyaratan lain hanya merupakan bahan-bahan lain yang dipakai untuk perlengkapan ukuran bomafitas sehingga secara teori faktor risiko dapat berkurang.

Dilihat dari segi jaminan yakni:

a. Kredit dengan jaminan

Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan si calon debitur.

b. Kredit tanpa agunan

Merupakan krdit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu.

Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama ini.43

Hukum jaminan yang dimaksudkan adalah hukum jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Pihak si berutang (debitor) bertanggung jawab atas benda bergerak atau benda tidak bergerak terhadap semua perikatan yang telah dibuatnya. Tanggung jawab hukum itu berlaku bukan saja untuk benda yang sudah ada tetapi juga untuk benda yang akan ada (toekomstige

Masalah jaminan dalam suatu perjanjian kredit merupakan masalah yang penting dan pada bank ketersediaan jaminan atas kredit sekaligus merupakan tolak ukur terjadinya perjanjian kredit atau tidak. Dengan kata lain jaminan merupakan hal yang harus ada dalam perjanjian kredit pada bank.

43 Johannes Ibrahim, Bank sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif,(

Bandung : Utomo, 2004), hal. 98.

(47)

zaken). Ada beberapa macam jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum.

Pertama adalah jaminan dalam bentuk gadai, yang diatur dalam pasal 1150 sampai dengan pasal 1160 KUHPerdata. Gadai sesuai pengertian yang diberikan dalam KUHPerdata, merupakan jaminan dalam bentuk kebendaan bergerak, yang pelaksanaanya dilakukan dengan cara penyerahan kebendaan bergerak (yang digadaikan) tersebut kedalam kekuasaan kreditor. Kedua adalah Hipotek yang diatur dalam Pasal 1162 hingga Pasal 1178 KUHPerdata.

Dalam hipotek yang menjadi jaminan adalah barang tidak bergerak yang dibuat dengan akta hipotek. Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau lebih dikenal dengan Undang-Undang Hak Tanggungan, maka pemberlakuan hipotek menjadi tidak berlaku lagi. Ketiga adalah Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam UU No. 4 Tahun 1996 yang mengatur mengenai penjaminan atas hak-hak atas tanah tertentu berikut kebendaan yang dianggap melekat dan diperuntukkan untuk dipergunakan secara bersama-sama dengan bidang tanah yang di atasnya terdapat hak-hak atas tanah yang dapat di jaminkan dengan Hak Tanggungan. Dan yang keempat adalah Jaminan Fidusia yang di atur dalam UU No. 42 Tahun 1999.

Sebelum di keluarkannya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999, eksistensi fidusia diakui berdasarkan yurisprudensi. Konstuksi fidusia berdasarkan yurisprudensi yang pernah ada adalah penyerahan hak milik secara kepercayaan, atas kebendan atau barang-barang bergerak (milik debitor) kepada kreditor dengan penguasaan fisik atas barang-barang itu tetap pada

(48)

debitor, dengan ketentuan bahwa jika debitor melunasi utangnya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan (tanpa cidera janji), maka kreditor berkewajiban untuk mengembalikan hak milik atas barang-barang tersebut kepada debitor44

Pembiayaan dan Penjaminan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yakni .

C. Pembiayaan dan Penjaminan Dalam kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 Pasal 1 angka 11 pengertian pembiayaan adalah penyediaan dana oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melalui lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank atau lembaga lain dalam rangka memperkuat permodalan usaha kecil.

Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman usaha mikro, kecil dan menengah oleh lembaga penjamin sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan memperoleh pembiayaan dalam rangka memperkuat permodalannya.

45

1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

:

2) Badan Usaha Milik Negara dapat menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.

44 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op. cit,. hal. 6

45 Lihat Pasal 21 UU No. 20 tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(49)

3) Usaha Besar nasional dan asing dapat menyediakan pembiayaan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.

4) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

5) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana dan prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Pemerintah melakukan upaya46

1) pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank;

:

2) pengembangan lembaga modal ventura;

3) pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang;

4) peningkatan kerjasama antara Usaha Mikro, Kecil dan Menengah melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah; dan

46 Lihat Pasal 22 UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

maka dengan ini kami tetapkan Pemenang Pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Puskesmas Sukamerindu pada lingkungan SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten Seluma adalah sebagai berikut

Semua personel pentadbiran dan pentaksiran yang menguruskan pengendalian instrumen pentaksiran, panduan penskoran, skrip jawapan calon dan perekodan skor calon

Majelis hakim dalam persidangan sudah mendengarkan keterangan terdakwa, saksi- saksi, Jaksa Penuntut Umum dan telah memperhatikan beberapa hal yang memberatkan dan

2 Saya merasa tanggung jawab pekerjaan dengan jabatan yang saya duduki sudah sesuai.. 3 Kejelasan tugas dan tanggung jawab yang harus saya lakukan

Strategi Konservasi Ekosistem Mangrove Desa Mangega dan Desa Bajo sebagai Destinasi Ekowisata di Kabupaten Kepulauan Sula.. Prodi Perencanaan Wilayah & Kota

Padahal data-data yang tidak terpakai tersebut dapat digunakan untuk menggali informasi lebih dalam, salah satunya untuk memprediksi performansi mahasiswa menggunakan teknik

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Salah Satu Syarat dalam Meraih Gelar Magister Akuntansi. Sekolah Pascasarjana Universitas