• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL DI SMA TARUNA TERPADU BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL DI SMA TARUNA TERPADU BOGOR"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Dalam Menyelesaikan Program Pendidiakn Diploma III

Keperawatan Pada Program Studi Keperawatan Bogor Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

Disusun Oleh : Amelia Andini NIM: P17320315024

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BOGOR

2018

(2)
(3)
(4)

iii

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Pencegahan Infeksi Menular Seksual Di SMA Taruna Terpadu Bogor Tahun 2018

i-vii+81 halaman, VI BAB, 17 tabel, 5 skema, lampiran

ABSTRAK

Infeksi menular seksual adalah penyakit yang penularanya terutama melalui hubungan seksual. Kebanyakan penderita penyakit menular seksual ini adalah remaja usia 15-24 tahun. Data dari UNFPA dan WHO menyebutkan bahwa 1 dari 20 remaja tertular infeksi menular seksual setiap tahunnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap remaja tentang pencegahan infeksi menular seksual.

Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif. Cara pengambilan sampel yakni dengan menggunakan teknik simple random sampling dan instrumen yang digunakan berupa kuesioner dengan jumlah responden sebanyak 85 responden. Hasil penelitian mengenai pengetahuan didapatkan bahwa sebanyak 36 responden (42%) memiliki pengetahuan cukup, kurang dari setengahnya sebanyak 25 responden (30%) memiliki pengetahuan baik dan sebagian kecilnya sebanyak 24 responden (28%) memiliki pengetahuan yang kurang tentang pencegahan infeksi menular seksual.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hampir setengahnya memiliki pengetahuan cukup dan kurang dari setengahnya memiliki pengetahuan baik serta sebagian kecil respondennya memiliki pengetahuan kurang. Disarankan pada penelitian selanjutnya mengembangkan tentang bagaimana peran dan motivasi remaja mengenai pencegahan dan penanganan infeksi menular seksual.

Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Remaja, Infeksi Menular Seksual Pustaka : 24 (2008-2018)

(5)

iv

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian yang berjudul ”Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja tentang Pencegahan Infeksi Menular Seksual SMA Taruna Terpadu Bogor Tahun 2018”. Karya Tulis Imiah ini disusun dengan maksud untuk memenuhi syarat kelulusan. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, Karya Tulis Imiah ini tidak dapat diselesaikan dengan baik.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis tidak lepas dari hambatan serta kesulitan, namun atas bimbingan, arahan serta bantuan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih serta penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Drs. Ir. H Osman Syarif.MKM selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Bandung

2. Susmadi, S.Kp, M.Kep, selaku Ketua Program Studi Keperawatan Bogor Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

3. Ns.Eti Surtiati, M.Kep, Sp.Mat , selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan support dan bimbingan serta tidak pernah lelah untuk memberikan semangat dan memotivasi.

(6)

v

5. Keluarga khususnya Kedua Orangtuaku dan nenekku tercinta , yang selalu memberikan support, dan mendoakan selalu kelancaran , memberikan kasih sayang, semangat serta dukungan baik moril maupun materil dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

6. Kepada Kepala Sekolah SMA Taruna Terpadu Bogor Center School, Kepada pihak Kurikulum yang sudah memberikan izin dan membantu peneliti dalam penelitian ini.

7. Sahabat-sahabatku Alifah Putri M , Putri Tudhung Priyangga, Intan Yulianingsih, dan Qotrotun Nada (markunang) yang selalu ada menemani , selalu siap membantu, memberikan motivasi dan semangat. Kepada seluruh teman teman angkatan 21 khususnya kelas 3A Avenger , terutama Sifa Muthiah, Dwi Tri Maryana, Asri Novianti, Ismi Oktaviani, Firda Dwi Retty Ayu, Delima H, Abdul Muhyi , Hilmi Nur aziz , Siti Rahayu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dalam Penelitian ini masih banyak kekurangan, walaupun sudah berusaha secara maksimal , mencurahkan segala pikiran, dan kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan penelitian selanjutnya.

Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor , Juni 2018

Penulis

(7)

vi

LEMBAR PESETUJUAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR SKEMA ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. RumusanMasalah ... 5

C. TujuanPenelitian ... 5

D. ManfaatPenulisan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Konsep Dasar ... 7

1. Konsep Infeksi Menular Seksual ... 7

2. Konsep Remaja ... 21

3. Konsep Pengetahuan ... 26

4. Konsep Sikap ... 34

B. Kerangka Teori ... 43

BAB III KERANGKA KONSEP ... 44

A. Kerangka Konsep ... 44

B. Definisi Operasional ... 46

(8)

vii

C. Populasi dan Sampel ... 50 D. Pengumpulan Data ... 57 E. Prosedur Pengolahan Data ... 61 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... ....64 B. Hasil Penelitian ... 64 C. Pembahasan Penelitian ... 74 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ... 80 B. Rekomendasi ... 81 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

viii

Tabel 2 Waktu Penelitian ... 51

Tabel 3 Jumlah Sampel Per Kelas ... 57

Tabel 4 Karakteristik Usia ... 64

Tabel 5 Karakteristik Jenis Kelamin ... 65

Tabel 6 Karakteristik Kelas ... 65

Tabel 7 Karakteristik Sumber Informasi ... 66

Tabel 8 Variabel Pengetahuan ... 67

Tabel 9 Variabel Pengetahuan berdasarkan karakteristik usia ... 68

Tabel 10 Variabel Pengetahuan berdasarkan karakteristik jenis kelamin .... 69

Tabel 11 Variabel Pengetahuan berdasarkan karakteristik kelas ... 69

Tabel 12 Variabel Pengetahuan berdasarkan karakteristik sumber informasi . ... 70

Tabel 13 Variabel Sikap ... 71

Tabel 14 Variabel Sikap berdasarkan usia ... 71

Tabel 15 Variabel Sikap berdasarkan jenis kelamin ... 72

Tabel 16 Variabel Sikap berdasarkan kelas ... 72

Tabel 17 Variabel Sikap berdasarkan sumber informasi ... 73

(10)

ix

Skema 3 Rumus Perhitungan Besar Sampel minimal ... 52 Skema 4 Rumus Penambahan Subjek ... 54 Skema 5 Rumus Perhitungan Sampel Perkelas ... 57

(11)

x Lampiran 2 Penjelasan Penelitian

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Responden Lampiran 4 Kuesioner

Lampiran 5 Master Data

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya. Tujuan dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja agar memahami menyadari ilmu tersebut, sehingga memiliki pengetahuan dan sikap yang sehat dan tentu saja bertanggung jawab yang erat kaitannya dengan masalah reproduksi khususnya dikalangan remaja. (widyastuti yani, 2011)

Pada masa remaja ini terjadi perubahan dan perkembangan pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual, dikarenakan pada masa remaja ini terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang bekaitan dengan sistem reproduksi, merupakan suatu bagian penting dalam kehidupan remaja sehingga diperlukan perhatian khusus, karena bila timbul dorongan-dorongan seksual yang tidak sehat akan menimbulkan perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab. (nadya sri dkk,2014)

Perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab menurut data BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) tahun 2008, diketahui bahwa di Indonesia 63% remaja sudah pernah melakukan kontak seksual dengan lawan jenisnya dan 21% pernah melakukan aborsi.

(13)

Perilaku-perilaku tersebut kemudian memicu timbulnya masalah-masalah salah satunya Infeksi Menular Seksual.

Infeksi Menular Seksual adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual (hubungan kelamin). Penyakit menular ini akan lebih beresiko bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral, maupun anal.

(Kusmiran, 2011). Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea, chlamydia, syphilis, trichomonas vaginalis, chancroid, herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) .

Secara global angka kejadian IMS tertinggi didapatkan pada remaja dan usia di bawah 25 tahun. Di Amerika serikat dari 20 juta kasus Infeksi Menular Seksual yang dilaporkan setahunnya, 30 % adalah remaja dan lebih dari 20 % merupakan dewasa muda yaitu umur di bawah 25 tahun (Septiani S, Ervina A, 2015). Data dari UNFPA dan WHO 2013 menyebutkan 1 dari 20 remaja tertular Infeksi Menular Seksual setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan masih tingginya kejadian Infeksi Menular Seksual di kalangan remaja. Peneliti menduga hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan remaja tentang Infeksi Menular Seksual serta sikap mereka terhadap Infeksi Menular Seksual. Di Indonesia, Infeksi Menular Seksual yang paling sering di temukan adalah gonorrhea dan

(14)

syphilis prevalensinya di Indonesia sangat tinggi ditemukan di kota Jakarta prevalensi gonorrhea 29,8%, syphilis 25,2% dan chlamydia 22,7%.

Kebanyakan penderita Infeksi Menular Seksual adalah remaja usia 15-29 tahun (Lestari, 2008).

Berdasarkan data rekam medis Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Divisi Infeksi Menular Seksual di RSUP dr. Hasan Sadikim, selama periode tiga tahun, mulai 1 Juli 2010 hingga 30 Juni 2013, tercatat sebanyak 964 pasien, dan prevalensi pasien berusia 10–19 tahun sebesar 9,34% (90 orang). Sebanyak 35,5% remaja tersebut menderita lebih dari satu Infeksi Menular Seksual. Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengetahuan dan sikap siswa SMA/SMK di salah satu kota di Jawa Barat yang dilakukan mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri ternyata sebagian besar siswa yaitu 56.5% Tingginya angka kejadian Infeksi Menular Seksual berhubungan erat dengan kurangnya pengetahuan tentang masalah Infeksi Menular Seksual pada remaja mengenai penyebab, gejala dan komplikasi IMS. (RSHS,2013)

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu dari manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan dari manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya sikap seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. (Notoatmodjo,2014).

(15)

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti melalui wawancara pada tanggal 21 Maret 2018 di SMA Taruna Terpadu Bogor Center School di temukan bahwa 3 dari 6 responden mengatakan tidak mengetahui tentang Infeksi Menular Seksual lain selain HIV/AIDS dan 2 dari 6 siswa mengatakan HIV bisa tertular karena menggunakan sedotan yang sama dan berbagi barang bersama. 1 dari 6 mengatakan pernah mendengar tentang sifilis namun tidak tahu apa itu sifilis.

Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa infeksi menular seksual telah menjadi problem tersendiri bagi pemerintah. Tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di kalangan remaja, serta Tidak adanya mata pelajaran yang secara khusus yang mengajarkan dan memberikan informasi bagi murid SMA , juga menjadi salah satu penyebab tingginya angka kejadian penyakit menular seksual di kalangan remaja. Merupakan bukti bahwa masih rendahnya pengetahuan akan penyakit infeksi menular seksual. (Field Lab, 2013).

Oleh karena itu, peneliti sebagai perawat maternitas tertarik melakukan penelitian dengan judul gambaran pengetahuan dan sikap remaja tentang pencegahan Infeksi Menular Seksual agar dapat diketahui apakah diperlukan tambahan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja dalam upaya menghambat peningkatan insidens Infeksi Menular Seksual di kalangan remaja ini.

(16)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas mengenai tingginya angka kejadian infeksi menular seksual yang tentunya menjadi permasalahan tersendiri bagi pemerintah karena masalah ini berdampak pada generasi muda dan peningkatan angka kejadian dimasa yang akan datang maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut “Bagaimana Gambaran Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Pencegahan Infeksi Menular Seksual” di SMA Taruna Terpadu Bogor Center School.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana Gambaran Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Pencegahan IMS di SMA Taruna Terpadu Bogor Center School.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran karakteristik responden mengenai usia jenis kelamin, kelas, dan sumber informasi

b. Diketahuinya gambaran pengetahuan responden mengenai Pencegahan Infeksi Menular Seksual.

c. Diketahuinya gambaran sikap responden mengenai Pencegahan Infeksi Menular Seksual.

(17)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi peneliti

Manfaat bagi peneliti sendiri tentunya menjadi sarana untuk melatih diri , serta diharapkan bahwa seluruh tahapan, rangkaian, dan hasil setiap kegiatan dapat memperluas wawasan dan sebagai sarana untuk mengaplikasikan materi yang di dapatkan dari mata kuliah Riset Keperawatan, serta memberikan pengalaman berharga untuk melatih kemampuan penulis dalam melaksanakan penelitain.

2. Institusi Pendidikan

Diharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat sebagai bahan referensi dan data dasar penelitian selanjutnya dalam bidang Keperawatan Maternitas Khususnya tetang Infeksi Menular Seksual. Dan juga sebagai capaian tugas dan Target Kelulusan.

3. Bagi SMA Taruna Terpadu Bogor Center School

Sebagai bahan masukan bagi sekolah dan guru BK dalam memberikan pendidikan kesehatan dan bimbingan konseling bagi para siswa di sekolah terkait dalam mencegah peningkatan Penyakit Infeksi Menular Seksual di kalangan remaja melalui berbagi macam pendidikan kesehatan reproduksi di lingkungan sekolah.

(18)

7 A. Landasan Teori

1. Konsep Infeksi Menular Seksual a. Pengertian

Infeksi menular seksual (IMS) atau dikenal juga dengan Penyakit menular seksual (PMS) merupakan salah satu infeksi saluran reproduksi yang ditularkan melalui hubungan kelamin.

Kuman penyebab infeksi tersebut dapat berupa jamur, virus, dan parasit. Infeksi menular seksual merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi dan seksual yang memerlukan penanganan serius. Penularan Infeksi menular seksual terjadi melalui cairan tubuh atau darah penderita atau dapat ditularkan dari ibu hamil kepada bayi yang dikandungnya selama masa kehamilan dan persalinan. (Widyastuti, Rahmawati, Purnamaningrum; 2009).

Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit Menular Seksual (PMS) atau dalam bahasa Inggrisnya Sexually Transmitted Disease (STDs), Sexually Transmitted Infection (STI) or Venereal Disease (VD). Dimana pengertian dari IMS ini adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular.

(19)

b. Etiologi

Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui seksual adalah penyakit-penyakit yang biasanya diperoleh melalui hubungan seksual dan penyakit-penyakit tersebut sangat umum dan kadang berefek sangat parah. Beberapa penyakit tersebut tertular melalui seks dubur dan oral hingga melalui suntikan dengan darah atau cairan tubuh yang terinfeksi. Dan beberapa individu dan kelompok yang beresiko tinggi mengalami Infeksi Menular Seksual diantaranya : Remaja yang melakukan Seksual aktif, Pekerja seksual, sering berganti-ganti pasangan seksual, mempunyai lebih dari satu pasangan seksual, pasangan seksual yang mempunyai pasangan lain, dan hubungan seksual dengan orang yang tidak dikenal.

Infeksi Menular Seksual dapat disebabkan oleh infeksi dari berbagai jenis kuman atau mikroorganisme, diantara gonorrhea atau sering disingkat GO dan sifilis (raja singa) disebabkan oleh infeksi jenis mikroorganisme bakteri, hespes genital, kondiloma akuminta, hepatitis B, dan AIDS disebabkan oleh virus , klamidia disebabkan mikroorganisme jamur, trikomoniasis vaginalis disebabkan oleh infeksi kuman protozoa dan kutu kelamin oleh kuman ektoparasit.

(20)

c. Jenis-jenis Infeksi Menular Seksual

Menurut WHO (2013), terdapat kurang lebih 30 jenis mikroba (bakteri,virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui kontak seksual dan non-seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah gonorrhea, chlamydia, herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan trikomoniasis. Jenis- jenis IMS diantaranya disebabkan oleh bakteri (gonorrhea,sifilis), disebabkan oleh virus (HIV/AIDS) dan parasit (trikomoniasis).

1) Gonorrhea

Gonorrhea adalah infeksi menular seksual yang paling sering terjadi. Nama awam penyakit ini adalah “kencing nanah”. Penyebabnya adalah bakteri Neisseria Gonorrhoeae, tergolong bakteri diplokokus gram negatif berbentuk buah kopi. Masa inkubasi berkisar 3-5 hari setelah infeksi (Ayu,2009) Tempat bakteri Neisseria Gonorrhoeae masuk yaitu melalui penis, vagina, anus, dan mulut. Insiden tertinggi yang rentan terinfeksi gonorrhea berkisar pada rentang usia 15-35 tahun. (isnaini,2006 dalam putri, kartikasari dkk, 2012).

a) Cara penularan gonorrhea ini melalui kontak seksual dengan penderita yang sudah terinfeksi bakteri Neisseria Gonorrhoeae dan menginfeksi lapisan uretra, leher rahim, rectum, dan tenggorokan atau konjungtiva (Sari,2012)

(21)

b) Tanda dan gejala pada penderita yang sudah terinfeki , Laki-laki : rasa gatal dan panas pada ujung kemaluan, rasa sakit saat kencing diikuti dengan keluarnya nanah dari ujung kemaluan dan kadang dapat bercampur darah. Pada pemeriksaan akan dijumpai ujung kemaluan merah, membengkak, dan menonjol, diujungnya bila dipijat akan keluar nanah,

Wanita : Biasanya banyak yang mengalami infeksi asimtomatik karena perbedaan anatomi alat kelamin luar yang terinfeksi pertama adalah mulut rahim. Gejala klinis yang paling menonjol : Rasa nyeri pada daerah punggung, Mengeluarkan keputihan encer seperti nanah, Pada pemeriksaan serviks akan nampak berwarna merah, membengkak, perlukaan dan tertutup oleh lendir bernanah (ayu,2009). Gejala Mehanun seperti rasa nyeri sekitar perut bagian bawah, terdapat keputihan, perasaan tidak enak dibagian bawah perut, sakit saat berhubungan seksual, keluhan tidak mendapatkan keturunan. (ayu,2009)

2) Sifilis

Sifilis atau dikenal dengan (Raja Singa) adalah infeksi menular yang sistemik merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh spirokaeta Treponema Pallidum. Sifilis

(22)

didapat memiliki dua stadium dini dan lanjut, tetapi beberapa sumber membaginya menjadi 4 tahap yakni primer, sekunder, laten, dan tersier. Tahap dini ditandai oleh lesi primes di tempat kuman masuk ke dalam tubuh, yang sembuh dalam waktu sekitar 1 bulan. Tahap lanjut (terjadi bertahun-tahun kemudian setelah tahap dini), menunjukan lesi kulit dan organ dalam (Brooker,2008)

a) Cara penularan

Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual atau penggunaan barang-barang dari seseorang yang tertular (Dianawati Ajen,2006 dalam jurnal triningtias nur, 2015), infeksi ini menyerang semua organ tubuh sehingga cairan tubuh mengandung T.Pallidum yang ditularkan melalui kontak langsung dengan lesi basah yang infeksius.

Organisme ini dapat menembus mukosa intra atau kulit yang terkelupas atau didapat melalui transplasenta.

b) Tanda dan gejala

Sifilis, masa inkubasinya cukup panjang sekitar 10-90 hari setelah hubungan seksual. Gejala yang timbul adalah munculnya luka bernanah yang disebut chancre pada tempat infeksi, yang biasanya muncul setelah kira-kira 2 minggu tetapi bisa butuh berbulan-bulan untuk berkembang.

3) Infeksi Genital Non-Spesifik (IGNS)

(23)

Adalah penyakit yang disebut clamidia trachomatis.

Penyakit ini merupakan penyakit infeksi saluran kelamin dengan gejala yang tidak terlalu khas.

a) Cara penularan

Clamidia trachomatis tentu saja ditularkan oleh penderita melalui hubungan seksual namun klamidia ini tidak hanya menyerang/menginfeksi alat kelamin tapi juga bisa menjangkiti mata dan menyebabkan terjadinya konjungtivitis jika cairan vagina atau sperma terinfeksi terkena mata.

b) Tanda dan gejala

Pada pria biasanya muncul :

Cairan yang tidak terlalu banyak pada ujung penis, terutama pada pagi hari (morning drop)

Dapat pula berupa bercak di celana dalam.

Gatal pada saluran kencing.

Rasa panas ketika buang air kecil.

Keluhan baru muncul 1-5 minggu setelah terifeksi.

Pada perempuan :

Selain nyeri perut yang tidak terlalu mengganggu Ditemukan cairan agak kental pada serviks.

Pembengkakan, kemerahan.

(24)

Mungkin pula terjadi pendarahan yang tidak terlalu kentara.

Gejala lainnya adalah demam, tidak enak badan, sakit kepala, nyeri sendi, nafsu makan berkurang, muntah, sakit punggung dan infeksi rektum yang mengakibatkan keluarnya darah.

4) Ulkus Mole a) Pengertian

Penyakit akut yang disebabkan oleh bacillus H. Ducreyi.

b) Cara penularan

Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual c) Tanda dan gejala

Gejala klinis biasanya muncul 1-5 hari sesudah terinfeksi, ditandai lesi pertama berupa bercak atau benjolan kecil yang segera berubah jadi benjolan berisi nanah lalu pecah menjadi tukak yang bersifat :

1) Ganda (multiple) 2) Lunak

3) Sangat nyeri tekan

4) Kotor dan mudah berdarah 5) Mengaung di tepi ulkus 6) Merah di kulit di sekitar ulkus

(25)

Adanya ulkus diikuti oleh pembesaran kelenjar limfa disalah satu lipatan paha pada 30% disertai radang akut.

Lokasi ulkus bisa ditemukan di preputium (kulit penutup penis/klitoris), kepala atau batang penis, frenulum (pada penderita pria), vulva, klitoris, serviks dan anus (pada penderita wanita).

5) Herpes Genitalis

Herpes genalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh Hepes Simpleks Virus (HSV). HSV dibedakan menjadi dua tipe yaitu HSV tipe 2 umumnya ditularkann melalui hubungan seks genito-genital (antara alat kelamin) sedangkan HSV tipe 1 ditularkan melalui oro-genital (mulut-genital) atau tangan.

a) Tanda dan Gejala

Gejala herpes genitalis mulai timbul pada hari ke 4-7 setalah terinfeksi. Gejala awal biasanya berupa gatal, kesemutan, dan sakit, lalu akan muncul bercak kemerahan yang kecil, diikut oleh sekumpulan lepuhan kecil yang terasa nyeri. Lepuhan ini pecah dan bergabung membentuk luka melingkar yang sangat nyeri dan membentuk keropeng. Penderita bisa mengalami nyeri ketika buang air kecil dan berjalan. Pada pria, lepuhan dan luka bisa terbentuk di setiap bagian penis, termasuk kulit depan pada

(26)

penis yang tidak disunat. Jika penderita melakukan hubungan seks melalui anus, lepuhan dan luka bisa terbentuk disekitar anus atau di dalam rektum. Luka bisa membaik dalam waktu 10 hari tetapi bisa meninggalkan jaringan parut. Dan biasanya gejala cenderung kambuh di tempat yang sama atau disekitarnya karena virus menetap di saraf panggul terdekat dan kembali aktif untuk menginfeksi kulit. HSV 2 mengalami pengaktifan kembali di dalam saraf wajah mengakibatkan fever blister atau herpes labialis. Akan tetapi kedua virus bisa menimbulkan penyakit di kedua daerah tersebut.

Infeksi awal oleh salah satu virus akan memberikan kekebalan sebagian (parsial) terhadap virus lainnya sehingga gejala virus kedua tidak terlalu berat.

6) Kondiloma Akuminata

Penyakit ini lebih dikenal dengan jengger ayam atau kutil kelamin karena menimbulkan gangguan kulit menyeruai jengger ayam. Penyakit ini disebabkan oleh virus papiloma humanus (VPH) tipe 6 dan 11. Kutil bisanya muncul dalam waktu 1-6 bulan setelah terinfeksi, dimulai dengan pembengkakan kecil yang lembut, lembab, dan berwarna merah atau merah jambu. Lalu ia sembuh dengan cepat dan bisa memiliki tangkai

(27)

7) HIV/AIDS

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.

a) Cara penularan

Penularan HIV/AIDS melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik secara homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen darah dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya.

Oleh karena itu kelompok resiko tinggi terhadap HIV/AIDS misalnya pengguna narkotika, pekerja seks komersil, serta narapidana.

b) Tanda dan gejala

Infeksi HIV tidak langsung memberikan tanda dan gejala tertentu. Sebagian memberikan tanda gejala tidak khas pada infeksi HIV akut 3-6 minggu setelah infeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setalah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanda gejala ini umumnya berlangsung selama

(28)

8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun dan ada yang perjalanan penyakitnya lambat (non-progres).

Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, sudah mulai menampakan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening,diare.

8) Trikomoniasis

Trikomonas vaginalis merupakan parasit golongan protozoa yang dapat menyebabkan trikomoniasis, suatu penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Masa inkubasi 3-28 hari paasit ini paling sering menyerang wanita, namun pria dapat terinfeksi lewat kontak seksual (Kusuma.2009).

pada pria dapat terbentuk uretritis, infeksi saluran kencing dan infeksi pada prostat. Sedangkan pada wanita berbentuk vaginitis trikomonas atau sistitis infeksi kandung kencing (Ayu,2009)

a) Cara penularan

Sebagian besar penularannya melalui hubungan seksual (Ayu,2009).

(29)

b) Tanda dan gejala

Keputihan meruapkan gejala awal terjadinya vaginitis.

Keputihan karena trikomoniasis dapat dibedakan dengan adanya penyebab lain seperti jamur dan bakeri. berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau amis (Kusuma,2009)

Dalam keadaan infeksi akut terdapat gejala lendir vagina banyak dan berbusa, berbentuk putih bercampur nanah, terdapat perubahan warna (kuning kehijauan), dan berbau khas.

Pada infeksi yang bersifat menahun lendir yang dikeluarkan tidak pernah kering. lendirnya berwarna putih-kuning, sedikit berbau, terasa gatal dan nyeri saat berhubungan seksual (Ayu,2009)

Infeksi trikomoniasis pada pria dengan gejala ringan terjadi pada infeksi saluran kemih, infeksi kelenjar prostat dan saluran spermatozoa (Epididymis). Infeksi menahun sulit ditegakkan karena gejalannya ringan. (Ayu,2009) d. Faktor resiko Infeksi Menular Seksual

Sebagian besar remaja yang aktif secara seksual memiliki resiko mengalami masalah-masalah seksual seperti kehamilan dan terkena Infeksi Menular Seksual.

(30)

Perilaku resiko Infeksi ialah perilaku yang menyebabkan seseorang mempunyai resiko besar terserang penyakit. Yang tergolong kelompok resiko tinggi adalah mencakup usia muda, belum menikah dan yang memiliki pasangan seksual. Memakai kondom (kontrasepsi), baik untuk hubungan seksual via vagina, anus atau oral. Secara drastis menurunkan kemungkinan masalah, meskipun tindakan ini tidak benar-benar menghilangkan resiko (Brooker,2008)

Faktor resiko Infeksi Menular Seksual menurut Booskey (2008) yaitu, hubungan seksual tanpa pelindung (kondom), berganti-ganti pasangan, aktif secara seksual pada usia dini, homoseksual, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat (Booskey,2008) Perilaku berisiko yaitu, memiliki pasangan seks lebih dari satu.

Menggunakan jarum suntik bersama dengan orang lain, melakukan hubungan seksual secara anal, vaginal, atau oral tanpa menggunakan kondom, melakukan seksual vaginal atau oral dengan orang yang gemar menggunakan obat terlarang, melakukan hubungan seksual dengan pelindung (kondom) dengan individu yang telah terinfeksi.

e. Komplikasi Infeksi Menular Seksual

Komplikasi yang disebabkan Infeksi Menular Seksual , tergantung pada mikroorganisme yang terlibat, komplikasi ini terjadi pada remaja usia 15 hingga 24 tahun. Komplikasi gonorrehea pada

(31)

remaja laki-laki dapat meliputi masalah prostat, kandung kemih, dan ginjal, maupun sterilitas. Pada perempuan gonorrhea dapat menyebabkan infertilitas yang berkaitan dengan pervic Inflammatory disease (PID)

f. Pencegahan Infeksi Menular Seksual

Dalam hal pencegahan Sekolah juga dapat dijadikan sarana untuk membekali diri dengan pengetahuan dan kemampuan dalam melindungi diri dari Infeksi Menular Seksual. Promosi kesehatan perlu diberikan dalam masyarakat khususnya pada anak usia sekolah. (Maulana,2009 dalam jurnal Triningtyas 2015)

Untuk mencegah Infeksi Menular Seksual (IMS) menurut Depkes RI cara pokok untuk pencegahan penularan antara lain, memilih tidak melakukan hubungan seks pranikah, menunda hubungan seks remaja (abstinensia), saling setia dengan pasangannya/tidak menggonta-ganti pasangan, menggunakan pelindung (kondom) secara konsisten dan benar, tolak pengunaan NAPZA, jangan memakai jarum suntik bersamaan.

Selain pencegahan itu , pencegahan Infeksi Menular Seksual juga dapat dilakukan dengan mencegah masuknya tranfusi darah yang belum dilakukan diperiksa kebesihannya dari mikroorganisme penyebab infeksi menular seksual, dengan berhati-hati dalam menangani segala sesuatu yang berhubungan dengan darah segar, mencegah pemakian alat yang menembus kulit (jarum suntik, alat

(32)

tindik) yang tidak steril dan selalu menjaga kebersihan alat reproduksi sehingga meminimalisir penularan.

Menurut Muhajir (2007) dalam jurnal tryningtias nur 2015 pencegahan terhadap IMS yaitu : tidak melakukan hubungan sebelum menikah, melakukan kegiatan yang positif, agar remaja dapat mengalihkan keinginan untuk melakukan hubungan seksual, mencari informasi yang benar dan sebanyak-banyaknya mengenai resiko Infeksi menular seksual, mengendalikan diri dengan pendidikan agama, tidak malu untuk bertanya dan mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan perilaku seksual dengan keluarga, atau guru dan menghindari penggunaan narkoba terutama dengan pemakaian suntikan bersamaan.

g. Penanganan infeksi menular seksual

Penanganan yang ideal untuk Infeksi Menular Seksual adalah pemberian konseling kepada pasien dalam memberikan K.I.E (komunikasi, informasi dan Edukasi)

2. Konsep Remaja a. Pengertian Remaja

Remaja atau “adolescene” berasal dari bahasa latin

“adolescere” yang berarti tumbuh ke arah kematangan.

Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis. (Widyastuti, Rahmawati, Purnamaningrum; 2009).

(33)

Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa (Widyastuti, Rahmawati, Purnamaningrum, 2009).

b. Batasan Usia Remaja

Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10 samapi 19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN adalah 10 sampai 19 tahun (Widyastuti dkk., 2009).

c. Tahap – Tahap Remaja

1) Masa Remaja Awal (10-12 tahun)

a) Tampak dan merasa lebih dekat dengan teman sebaya.

b) Tampak dan merasa ingin bebas.

c) Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak).

2) Masa Remaja Tengah (13-15 tahun)

a) Tampak dan ingin mencari identitas diri.

b) Ada kenginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis.

c) Timbul perasaan cinta yang mendalam.

d) Kemampuan berpikir abstrak (berkhayal) makin berkembang.

(34)

e) Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual.

3) Masa Remaja Akhir (16-19 tahun)

a) Menampak[kan pengungkapan kebebasan diri.

b) Dalam menari teman sebaya lebih selektif.

c) Memiliki citra (gambaran,peranan,keadaan) terhadap dirinya.

d) Dapat mewujudkan perasaan cinta.

e) Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak.

d. Perkembangan Remaja dan Tugasnya

Tugas perkembangan remaja menurut Robert Y.Havighurst dalam bukunya Human Development and EducationI yang dikutip oleh Panut Panuju dan Ida Umami (1999:23-26) ada sepuluh yaitu : 1) Mencapai hubungan sosial yang matang dengan teman sebaya,

baik dengan teman sejenis maupun beda jenis kelamin.

Artinya pada tahap ini remaja memandang gadis-gadis sebagai wanita dan laki-laki sebagai pria, menjadi manusia dewasa diantara orang-orang dewasa. Mereka dapat bekerjasama dengan orang lain dengan tujuan bersama, dapat menahan dan mengendalikan perasaan-perasaan pribadi, dan belajat memimpin orang lain dengan atau tanpa dominasi.

2) Dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin masing-maising.

(35)

Artinya remaja mempelajari dan memnerima peranan masing- maisng sesuai dengan ketentuan atau norma masyarakat.

3) Menerima kenyataan (realitas) jasmaniah serta menggunakannya seefektif mungkin dengan perasaan puas.

4) Mencapai kebebasan emosional dari orangtua atau orang dewasa lainnya. Ia tidak kekanak-kanakan lagi, yang selalu terikat pada orang tuanya. Ia membebaskan dirinya dari ketergatungan terhadap orangtua atau orang lain.

5) Mencapai kebebasan ekonomi.

Ia merasa sanggup untuk hidup berdasarkan usaha sendiri. Ini terutama sangat penting bagi laki-laki. Akan tetapi dewasa ini bagikaum wanita pun tugas ini berangsur-angsur menjadi tambah penting.

6) Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan , artinya belajar memilih satu jenis pekerjaan sesuai dengan bakat dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan tersebut.

7) Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah tangga.

artinya mengembangkan sikap yang positif terhadap kehidupan keluarga dan memiliki anak. Bagi wanita hal ini harus dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan bagaimana mengurus rumah tangga dan mendidik anak.

(36)

8) Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat, maksudnya ialah, bahwa untuk menjadi warga negara yang baik perlu memiliki pengetahuan tentang hukum, pemerintah, ekonomi, politik, geografi, tentang hakikat manusia dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan.

9) Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan.

Artinya ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab,menghormati serta mentaati nilai-nilai sosial yang berlaku dalam lingkungannya, baik regional maupun rasional.

10) Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakan-tindakannya dan sebagai pandangan hidup.

Norma-norma tersebut secara sadar dikembalikan dan direalisasikan dalam menetapkan kedudukan manusia dalam hubungunnya dengan sang pencipta, alam semesta dan dalam hubungannya dengan manusia-manusia lain; membentuk suatu gambaran dunia dan memelihara harmoni antara nilai-nailai pribadi yang lain.

(37)

3. Konsep Pengetahuan a. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek tertentu melalui pengindraan (penglihatan, pendengaran. Penciuman, rasa dan perabaan).

Dengan sendirinya pada waktu pengindraan intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran dan penglihatan.

(Notoatmodjo,2014) b. Tingkat Pengetahuan

Menurut Riyanto (2013) menyebutkan bahwa pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda secara garis besar mempunyai enam tingkat yaitu:

1) Tahu (know)

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan definis, fakta, gagasan, pola, urutan metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya. Misalnya ketika seorang perawat diminta untuk menjelaskan infeksi menular seksual, orang yang dalam tahap ini dapat menguraikan dengan baik definisi IMS, Penyebab Ims, dan sebagainya.

2) Memahami (comprehension)

(38)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui , dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari ada situasi atau kondisi real (sebenarnya) secara benar.

4) Analisis (analysis)

Analisisi adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam kompinen-komponen, tetapi masihd alam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lai seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membdakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5) Sintetis (synthesis)

Sintetis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungi bagian-bagian di dlam suatu bentuk keseluruhan yang baru (menyusun formasi baru).

Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meribgkas, dapat menyesuaika, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

(39)

c. Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan menurut Nototatmodjo (2010) antara lain:

1) Cara tradisional atau non ilmiah a) Cara Coba Salah (trial & eror)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunkan beberapa kemungkinan dalam memecahkan masaah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lainnya sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

b) Secara Kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja.

c) Cara Kekuasaan atau Otoritas

Sumber pengetahuan dapat berupa pemmpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, para pemuka agama, pemegang pemerintahan dan sebgainya.

Dengankata lain pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada pemegang otoritas, yakni orang yang mempunyai wibawa atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli pengetahuan atau ilmuan.

(40)

d) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.

e) Cara Akal Sehat (common sense)

Akal sehat kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran sebelum ilmu pendidikan ini berkembang, para orangtua zaman dahulu agar anak-anaknya mau menuruti nasihat orangtuanya. Pemberian hadiah dan hukuman merupakan cara yang masih dianut oleh banyak orangtua untuk mendisiplinkan nak dalam konteks pendidikan.

f) Kebenaran melalui Waktu

Ajaran dan agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh pengikut-pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional atau tidak.

g) Kebenaran Secara Intuitif

Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui proses di luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir. Kebenaran yang diperoleh

(41)

melalui intuitif sukar dipercaya karena kebenaran ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan yang sistematis.

h) Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu memperoleh pengetahuannya.

i) Induksi

Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum.

j) Deduksi

Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan- pernyataan umum ke khusus.

2) Cara Ilmiah Dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih populer disebut metodologi penelitian (Notoadmodjo,2010)

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Seseorang

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Riyanto (2013) :

(42)

1) Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang . semakin bertambah usia seseorang semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik.

2) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun informal) yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah orang tersebut menerima informasi.

Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun media masa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.

3) Informasi / Media massa

Melalui berbagai media seseorang lebih sering terpapar media massa akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media.

Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis, dan menyebarkan informasi dengan tujuan

(43)

tertentu. Dan memperoleh dari data dan pengamatan terhada dunia sekitar melalui komunikasi.

4) Sosial, Budaya, dan Ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan itu baik atau buruk.

Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukannya. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersediannya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

5) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

e. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dalam subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo,2010)

(44)

Pada penelitian ini pengukuran pengetahuan menggunakan kuisioner berisi pertanyaan, diberi nilai 1 jika benar dan diberi nilai 0 jika jwaban salah rumus yang di pergunakan sebagai berikut : Rumus Nilai Pengetahuan

Keterangan :

N : Nilai Pengetahuan Sp : Skor yang didapat Sm : skor tertinggi maksimal f. Kriteria tingkat Pengetahuan

Menurut Nursalam (2008), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif dengan acuan sebagai berikut :

Baik : nilai 76-100 % Cukup : nilai 56-75 % Kurang : nilai ≤55%

N = 𝑆𝑚𝑆𝑝 x 100%

(45)

4. Konsep Sikap a. Pengertian

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih bisa merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. (Notoatmodjo, 2014)

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud disini adalah kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertetu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya respons (Azwar, 2007)

b. Klasifikasi sikap

Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif a) Sikap Positif

Sikap positif adalah apabila timbul persepsi yang positif terhadap stimulus yang diberikan dapat berkembang sebaik-

(46)

baikbya karena orang tersebut memiliki pandangan ang positif terhadap stimullus yangg telah diberikan.

b) Sikap negatif

Sikap negatif apabila terbentuk persepsi negatif terhadap stimulus yang telah diberikan. Sikap mungkin terarah terhadap benda-benda, orang-orang tetapi juga peristiwa-peristiwa, padangan-pandangan, lembaga-lembaga, teradap normanorma, nilai-nilai dan lain-lain.

c. Komponen sikap

Struktur sikap terdiri atas 3 komponen, saling menunjang (Azwar S,2000 dalam A. Wawan dan Dewi M, 2011)

1) Komponen kognitif

Komponen kongnitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kongnitif berisi kepercayaan, pengetahaun, pandangan dan keyakinan yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau masalah yang kontroversial.

2) Komponen Afektif

Komponen Afektif merupakan peran yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasa berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah

(47)

mengubah sikap seseorang. Komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

3) Komponen konotatif

Merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang. Dan berisi kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara tertentu.

d. Tingkatan Sikap

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (objek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap karena dengan suatu usaha yang menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah berati orang menerima ide tersebut.

3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ketiga.

4) Bertanggung jawab (responsible)

(48)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2014)

e. Interaksi Komponen-komponen Sikap

Bagi ahli psikologi beranggapan bahwa interaksi dari ketiga komponeen sikap yaitu kongnitif, afektif, konoatif akan selaras dan konsisten. Hal ini disebabkan apabila dihadapkan dengan satu objek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan arah sikap yang seragam.

Apabila salah satu saja diantara ketiga komponen sikap tidak konsisten dengan yang lain maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan timbulkan mekanisme perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsistensi itu tercapai kembali. Prinsip inilah yang banyak dimanfaatkan dalam manipulasi sikap guna mengalihkan bentuk sikap tertentu menjadi bentuk sikap yang lain.

Hal ini apat terlihat pada saat pemberian informasi berbeda mengenai objek sikap yang dapat menimbulkan inkonsistensi pada komponen-komponen sikap (Azwar,2014).

Konsistensi internal diantara komponen sikap perlu dipertahankan ada sikap yang intensitasnya ekstrem, seperti sikap yang sangat setuju (sangat positif) dan sikap yang sangat tidak setuju (sikap negatif). Semakin ekstrem intensitas sikap seseorang maka akan terasa apabila ada semacam serangan terhadap salah satu

(49)

komponen sikapnya. Hal inilah yang akan membentuk reaksi yang berlebihan secara tidak sadar akan diperlihatkan individu untuk mempertahankan ego.

f. Pembentukan Sikap

Menurut Azwar (2007) terbentuknya sikap seseorang pada dasarnya ditandai norma-norma sebelumnya, sehingga norma tersebut beserta pengalaman dimasa lalu akan membentuk suatu sikap, bahkan bertindak. Dengan demikian sikap terentuk setelah individu mengadakan internalisasi dari hasil, yakni :

1) Obesevasi serta pengalaman artisipasi dengan kelompok yang dihadapi.

2) Perbandingan pengalaman yang mirip dengan respon atau reaksi yang diberikan, serta hasil dari reaksi terhadap dirinya.

3) Pengalaman yang sama melibatkan emosi, karena suatu kejadian yang telah menyerap perasannya sulit dilupakan sehingga reaksi akan merupakan reaksi berdasarkan usaha menjauhi situasi yang diharapkan.

4) Mengadakan perbandingan antara sesuatu yang dihadapinya dan pengalaman orang lain yang dinggap lebih berpengalaman, lebih ahli dan sebagainya.

g. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Wawan,A dan Dewi (2011) yaitu:

(50)

1) Pengalaman pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

3) Pengaruh kebudayaan

Tanpa disadari dari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya. Karena kebudayaan yang memberi corak pengalaman individu- individu masyarakat asuhannya,

4) Media massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunkasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisannya akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

5) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

(51)

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

6) Faktor Emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

h. Pengukuran Sikap 1) Skala Thustone

Skala ini bertujuan untuk mengurutkan respon berdasarkan suatu kriteria tertentu yang merupakan ciri pokok dari metode ini adalah mengunakan panel yang terdiri dari 50 sampai 100 ahli untuk menilai sejumlah peryataan guna menilai variabel tertentu.

2) Skala Linkert

Skala likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survey. Dengan likert variable yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variable, kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa

(52)

pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari tingkat positif sampai negatif. Skala ini apabila dikaitkan dengan jenis data yang dihasilkan adalah data ordinal. Kategori atau alternatif yang digunakan daam skala likert adalah :

a. Sangat setuju b. Setuju c. Ragu-ragu d. Tidak setuju e. Sangat tidak setuju 3) Unogstrusive measures

Metode ini berakar dari suatu situasi dimana seseorang dapat mencatat suatu aspek-aspek perilakunya sendiri atau yang berhubungan dengan sikapnya dalam pertanyaan.

4) Multidimensional scoling

Teknik ini memberikan deskripsi seseorang lebih kaya bila dibandingkan dengan pengukuran sikap yang lebih bersifat unidimensional. Namun demikian, pengukuran ini kadang kala menyebabkan asumsi-asumsi mengenai stabilitas struktur dimensional kurang valid terutama apabila diterapkan pada orang lain, lain isu, lain skala item.

5) Pengukuran involuntery behavior (pengukuran terselubung)

(53)

Pengukuran dapat dilakukan jika memang diingatkan atau dapat dilakukan oleh responden. Dalam banyak situasi, akurasi pengukuran sikap dipengaruhi oleh kerelaan responden.

Pendekatan ini merupakan pendekatan observasi terhadap reaksi-reaksi psikologis yang terjadi tanpa disadari dilakukan oleh individu yang bersangkutan. Observer dapat mengiterpretasikan individu mulai dari fasial reation, voicetones, body gusture, keringat, dilatasi pupil, detak jatung, dan beberapa aspek fisiologis lainnya (A. wawan dan Dewi 2011)

(54)

B. Kerangka Teori

Kerangka teori yang mendasari penelitian untuk menjadi sebuah karya tulis ilmiah mengambil dari teori Notoatmodjo dalam Wawan, A dan Dewi (2011) tentang teori pengetahuan dan teori tentang sikap.

Skema 1 Kerangka Teori C.

Sumber : Notoatmodjo dalam Wawan, A dan Dewi (2011) Faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan 1. Pendidikan

2. Jenis kelamin 3. Usia

4. Informasi/media massa

5. Lingkungan

6. Sosial, Budaya, dan Ekonomi

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap 1. Pengalaman pribadi 2. Pengaruh orang lain

yang dianggap penting

3. Pengaruh kebudayaan 4. Media massa

5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama 6. Faktor emosional

Pengetahuan

Sikap

Gambaran Pengetahuan

dan Sikap Remaja tentang Pencegahan

Infeksi Menular Seksual.

(55)

44

Kerangka konsep akan di jelaskan pada skema di bawah ini :

Skema 2. Kerangka Konsep

Dari Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya didapatkan bahwa tingkat pengetahuan dan sikap remaja terhadap Infeksi Menular Seksual masih belum baik. Pada penelitian Chiuman di Medan pada tahun 2009, melaporkan pengetahuan remaja tentang Infeksi Menular Seksual masih kurang, yaitu sebanyak 52,4% responden yang berada dalam kategori tersebut. Di Bogor, Triningtyas pada tahun 2015 melaporkan tingkat pengetahuan remaja tentang Infeksi Menular Seksual berada dalam kategori cukup, yaitu sebanyak 54,5% responden.

Chiuman mendapatkan sikap remaja terhadap Infeksi Menular Seksual berada dalam kategori cukup, yaitu sebanyak 57,1% responden. Fadillah di Kolaka pada tahun 2013, mendapatkan sebanyak 51,3% remaja memiliki sikap negatif terhadap Infeksi Menular Seksual dan HIV/AIDS. Di Samarinda, Syafardi et al. pada tahun 2014 melaporkan sikap remaja Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Pencegahan Infeksi Menular

Seksual

(56)

terhadap Infeksi Menular Seksual ialah netral, yakni sebanyak 67%

responden berada dalam kategori tersebut.

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap remaja terhadap pencegahan Infeksi Menular Seksual di SMA Taruna Terpadu Bogor Center School.

(57)

B. Variable dan Definisi Operasional

Tabel 3.1 Variable dan Definisi Operasional No

.

Variabel Definisi Operasiona

l

Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

1. a. Usia Lamanya hidup siswa yang

diukur dari lahir sampai ulang tahun yang terakhir

Kuisioner A/

Angket

Membagikan kuisioner/angk et yang diberisikan data umum mengenai usia

Rata – rata usia respoden

Rasio

b. Jenis Kelamin

Identitas siswa sesuai kondisi biologis dan fisiknya

Kuisioner A/

Angket

Membagikan kuisioner/angk et yang diberisikan data umum mengenai jenis kelamin

1. Laki- laki 2. Perempuan

Nominal

c. Kelas Klasifikasi / tingkat ruang belajar di sekolah

Kuisioner A/

Angket

Membagikan kuisioner/angk et yang diberisikan data umum mengenai jenis kelamin

1. X IPA 2. XI IPA 3. X IPS 4. XI IPS

Nominal

d. Media Massa/

sumber informasi

Sarana penyampai an pesan yang berhubunga n langsung dengan masyarakat luas

misalnya melalui radio,televi si, surat kabar,inter net

Kuisioner A/

Angket

Membagikan kuisioner/angk et yang diberisikan data mengenai pilihan

jawaban orangtua, teman, internet, tv, sekolah.

1. Orangtua 2. Teman 3. Media

massa/inte rnet 4. Sekolah

Nominal

(58)

2. Pengetahu an siswa tentang Infeksi Menular Seksual

Segala sesuatu yang diketahui oleh resonden tentang Infeksi Menular Seksual, meliputi pengertian, tanda gejala, jenis, penyebab, dan

bagaimana pencegahan Infeksi Menular Seksual

Kuisioner B/

Angket

Membagikan kuisioner yang bersisi 15 pertanyaan.

Jika jawaban benar diberi nilai 1 jika jawaban salah diberi nilai 0

Hasil ukur dibagi menjadi 3 kategori :

1. Tingkat pengetahu an baik 76

% -100%

2. Tingkat pengetahu an cukup 56%-75%

3. Tingkat pengetahu an ≤56%

Ordinal

3. Sikap siswa tentang Infeksi Menular Seksual

Reaksi atau respon seseorang terhadap pencegahan Infeksi Menular Seksual

Kuisioner C/

Angket

Membagikan kuisioner yang bersisi 15 pertanyaan.

Pilihan jwaban (pertanyaan posirif)

Sangat setuju : 4

Setuju : 3 Tidak setuju : 2

Sangat tidak setuju : 1 Pilihan jawaban (pertanyaan negatif) Sangat setuju : 1

Setuju : 2 Tidak setuju : 3

Sangat tidak

1. Sikap positif ≥ mean 66,31 2. Sikap

negatif <

mean 66,31

Ordinal

(59)

setuju : 4

(60)

49 A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di dalam masyarakat. Pada umumnya metode penelitian ini digunakan untuk membuat penilaian terhadap suatu kondisi dan penyelenggaraan suatu program di masa sekarang (Notoatmodjo, 2010).

Dalam hal ini peneliti melakukan penelitian mengenai pengetahuan dan sikap remaja tentang pencegahan Infeksi Menular Seksual. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran informasi tentang pengetahuan remaja tentang pencegahan Infeksi Menulr Seksual SMA Taruna Terpadu Bogor Center School. Penelitian ini akan dilakukan dengan mengumpulkan data melalui penelitian dan sudah diolah serta dibuat kesimpulan atau laporan.

1. Waktu penelitian 1) Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kalender akademik dimulai pada bulan Februari sampai dengan Juli 2018:

(61)

Tabel 4.1 Waktu Penelitian

No. Kegiatan Waktu Pelaksanaan

1. Pembuatan Proposal 12-23 Maret 2018

2. Sidang Proposal 26 Maret 2018

3. Pengumpulan Data 23-26 April 2018

4. Pengumpulan KTI 21 Juni 2018

5. Sidang KTI 25,26 dan 28 Juni 2018

2. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Taruna Terpadu Bogor Center School Pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan karena di SMA Taruna Terpadu itu belum ada penelitian yang dilakukan dengan variabel yang peneliti teliti. Sehingga Peniliti terpacu untuk mengetahui pengetahuan dan sikap remaja tentang infeksi menular seksual di SMA Taruna Terpadu Bogor Center School.

3. Populasi dan Sampel 1) Populasi

Populasi adalah keseluruhan elemen atau subjek riset, dalam arti lain populasi dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang memiliki nilai yang semua ingin diteliti sifatnya (azwar,2014). Populasi pada penelitian ini adalah siswa siswi kelas X dan XI di SMA Taruna Terpadu Bogor Center School.

2) Sampel

a. Pengertian sampel

Sampel dapat juga diartikan sebagai bagian dari populasi yang dengan cara tertentu dianggap representatif untuk mewakili

(62)

populasi (Azwar, 2014). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 83 Responden dari jumlah populasi siswa siswi kelas X dan XI di SMA Taruna Terpadu Bogor Center School yang hadir pada saat penelitian dan bersedia menjadi responden.

b. Besar sampel minimal

Menetapkan besar sampel suatu penelitian tergantung kepada dua hal, yaitu pertama adanya sumber-sumber yang dapat digunakan untuk menentukan batas maksimal dan dari besarnya sampel. Kedua, kebutuhan dari rencana analisis yang menentukan batas minimal dari besarnya sampel (Notoatmodjo, 2010).

Skema 3. besar sampel minimal Keterangan :

n : Besar Sampel N : Besar Populasi

d : Tingkat kepercayaan atau ketetapan (Notoatmodjo,2010)

Penelitian dilakukan pada siswa siswi kelas X dan XI di SMA Taruna Terpadu Bogor Center School. Dengan menggunakan rumus sebagai berikut dengan jumlah populasi siswa siswi kelas X dan XI tahun ajaran 2018/2019 adalah 564 siswa dengan tingkat

𝑛 = N

1 + 𝑁 (𝑑)²

(63)

ketepatan yang diinginkan 10% (0,1) berdasarkan rumus diatas didapatkan hasil sampel yang akan diambil adalah :

=

1 + ( 1)²

=

1 + ( 1)

=

1 +

= =

Berdasarkan perhitungan diatas di dapatkan hasil 84,9 sampel, peneliti bulatkan menjadi 85 sampel.

Dalam banyak keadaan peneliti telah mengantisipasi kemungkinan subjek terpilih yang drop out. Loss of follow-up, atau subjek yang tidak taat. Bila dari awal telah ditetapkan bahwa subjek tersebut tidak akan dianalisis, maka diperlukan koreksi terhadap besar sampel yang akan dihitung , dengan menambahkan jumlah subjek agar besar sampel terpenuhi. Untuk itu tersedia formula sederhana untuk penambahan subjek sebagai berikut :

𝑛 = N

1 + 𝑁 (𝑑)²

(64)

= (1 )

Skema 4.2 Rumus Penambahan Subjek

Keterangan :

n’ : Hasil dengan drop out

n : Jumlah sempel yang diinginkan

f : perkiraan proporsi drop out (10% atau 0,1)(Sastroasmoro,2010)

berdasarkan rumus diatas, diperoleh hasil sebagai berikut : antisipasi drop out :

= (1 )

=

(1 1 )

=

=

berdasarkan perhitungan diatas di dapatkan hasil 95 sampel.

(65)

c. Kriteria

Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasi , maka sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu dilakukan kriteria inklusi maupun eklusi (Notoatmodjo,2010)

a) Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (setiadi,2013) kriteria inkulsi dalam penelitian ini adalah :

a) Bersedia menjadi respon

b) Siswa dan siswi kelas X & XI yang ada di kelas b) Kriteria eklusi

Kriteria eklusi (kriteria yang tidak layak diteliti) adalah menghilangnya/mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan studi karena berbagai sebab (setiadi,2013).

Kriteria eklusi dalam penelitian : Siswa yang sedang sakit d. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel atau sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi proporsi untuk menjadi sampel dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Setiadi,2013).

Teknik pengambilan sampel pada penilitian ini menggunakan metode Simple Random Sampling yaitu dimana pada teknik pengambilan sampel ini setiap anggota populasi

Referensi

Dokumen terkait

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi. Penyesuaian akibat penjabaran laporan keuangan dalam mata

This required the conversion of the different formats into a final point clouds in Autodesk Recap, so that the production of the different deliverables was carried out in AutoCAD

Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo ).. BANK BANK PEMBANGUNAN DAERAH

Figure 6. Relationship between intensity and CIE chromatic coordinates LCH: a) neutral patches b); colour patches.. Just as we did with the ColorChecker Chart point cloud, a

Kata hubung yang tepat untuk melengkapi kalimat di atas adalah….. “ Aku puas mendapat nilai seratus.” Antonim kata puas

Modeling Management Information System (MMIS) has allowed outlining a generative process based on Advanced Modeling Techniques (AMT) for different types of

Pembatasan masalah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah hanya meneliti dampak peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 1 Tahun 2015 terhadap nelayan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai tingkat pemahaman dan status gizi peserta didik, maka dapat disimpulkan bahwa: 1). Tingkat pemahaman gizi peserta