• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA A. Padi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA A. Padi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Padi

Gambar 1. Tanaman Padi

Padi (Oryza sativa L.) teridentifiasi kedalam Angiospermae, kelas:

Monocotyledoneae, Ordo: Poales, Famili: Gramineae dengan genus: Oryza (Khush 2000). Oryza sativa L. merupakan tanaman terpenting di dunia dan memiliki peran sentral untuk keamanan pangan terutama di Asia. Tanaman ini didistribusikan secara luas di bagian selatan China, dimana beras menyumbang 88,7% dari total areal pertanian. Budidaya padi mencakup lebih dari setengah lahan pertanaman di wilayah tersebut dan dianggap sebagai tanaman terpenting (Tang et al. 2017).

Padi cocok ditanam pada daerah yang beriklim sedang dan tropis.

Tanaman padi mempunyai adaptasi lingkungan yang luas, dapat tumbuh baik antara 53 LU dan 35 LS, meliputi daerah kering sampai genangan dengan kedalaman 1-5 m serta daerah dari dataran rendah sampai dengan ketinggian sampai 2000 m di atas permukaan laut (Norsalis 2011). Pertumbuhan tanaman padi dibagi ke dalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordia); (2) reproduktif (primordial sampai pembungaan); dan (3) pematangan (pembungaan sampai gabah matang) (Makarim dan Suhartatik 2009).

Akar tanaman padi termasuk golongan serabut. Akar primer (radikula) tumbuh sewaktu berkecambah bersama akar-akar lainnya yang muncul dari janin dekat bagian buku skutellum yang disebut dengan akar seminal, akar seminal berjumlah 1-7. Apabila terjadi gangguan fisik terhadap akar primer, maka pertumbuhan akar-akar seminal lainnya akan dipercepat. Kemudian akar seminal digantikan oleh akar-akar sekunder yang tumbuh dari buku terbawah batang.

Akar-akar ini disebut adventif atau akar-akar buku karena tumbuh dari bagian tanaman yang bukan embrio atau munculnya bukan dari akar yang telah tumbuh sebelumnya (Makarim dan Suhartatik 2009).

commit to user

(2)

B. Penggerek Batang Padi Kuning (Scirpophaga incertulas)

Gambar 2. Penggerek batang padi kuning (Scirpophaga incertulans). Imago (a), Telur (b), Larva (c), Pupa (d) (BBPTP 2013).

Penggerek batang padi kuning (Scirpophaga incertulas) dianggap sebagai hama terpenting ekosistem dataran rendah tadah hujan dan rawan banjir (Tang et al. 2017). Khan et al. (1991) melaporkan bahwa S. incertulas merupakan hama perusak padi di wilayah Afghanistan, Nepal, India, Sri Lanka, Bangladesh, Myanmar, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapore, Indonesia, Philippines, Hongkong, Taiwan-China, Mainland China, dan Jepang. Pernyataan ini didukung oleh Kamble et al. (2013) bahwa S. incertulas adalah hama serangga penting yang menyebabkan kerusakan parah pada tanaman padi di India dan di wilayah Asia Tropis.

Kelompok telur S. incertulas paling banyak ditemukan di lapangan.

Kelompok telur tersebut berbentuk seperti gundukan kecil yang tertutup dengan rambut-rambut cokelat mengkilat seperti sutera dan lunak yang berasal dari rambut-rambut ujung belakang ngengat betina. Kelompok telur biasanya diletakkan di permukaan daun dan dekat ujung daun (Sarjan 2008). Larva S.

incertulas masuk ke batang tanaman padi dan menyebabkan deadhearts (sundep) atau white earhead (beluk) yang dapat menyebabkan kehilangan hasil yang parah (Kamble et al. 2013). Gejala serangan hama penggerek pada fase vegetatif (sundep) memiliki gejala titik tumbuh tanaman muda mati. Gejala serangan penggerek pada fase generatif (beluk) memiliki gejala malai mati dengan bulir hampa yang kelihatan berwarna putih. Gejala sundep sudah kelihatan sejak 4 hari setelah larva penggerek masuk. Larva penggerek selalu keluar masuk batang padi, sehingga satu ekor larva sampai menjadi ngengat dapat menghabiskan 6-15 batang padi (Baehaki 2013).

commit to user

(3)

Ketika siap menjadi pupa, larva memakan lubang secara melingkar pada dinding epidermis batang bawah. Pupa hampir selalu ditemukan di batang bagian paling bawah. Siklus pupa membutuhkan waktu 6-9 hari. Dalam keadaan seperti itu, total siklus hidup S. incertulas selesai pada 39-46 hari dari telur menjadi ngengat (Kalshoven 1981). Ngengat S. incertulas jantan memiliki lebar sayap 20-33 mm dan 24-36 mm pada betina. Bagian kepala sampai mendekati mulut berwarna kuning cerah. Rambut-rambut pada ujung perut berwarna putih terang.

sayap depan dari betina kuning pucat menuju kuning pekat atau kuning dengan semburat oranye pucat, sepanjang daerah discal terdapat bintik hitam yang menonjol. sayap belakang putih kekuningan di bagian tepi sayap depan.

Frenulum berbulu ganda. Sayap depan pada jantan berwarna ochreous dengan bagian bawah warna coklat tua atau coklat muda dengan bintik-bintik atau bercak-bercak di sekelilingnya, titik coklat kehitaman di tengah dekat sel discal, serangkaian lima titik hitam yang lebih besar di sepanjang pita subterminal dan 8-9 titik di dekat tepi sayap. Sayap belakang kuning pucat, hampir transparan dengan pembuluh darah utama dapat diketahui (Khan et al. 1991).

C. Parasitoid Penggerek Batang Padi Kuning

Gambar 3. Parasitoid telur Scirpophaga incertulas. Telenomous rowani (a), Trichogramma japonicum (b), Tetrasichus schoenobii (c) (Wilyus et al. 2012).

Parasitoid telur dinilai sangat baik karena memarasit telur hama, sehingga hama tidak berkembang menjadi larva (fase yang merusak tanaman), tidak menimbulkan dampak negatif terhadap konsumen dan lingkungan, tidak menimbulkan resistensi dan resurgensi hama, organisme yang digunakan dapat mencari dan menemukan inangnya, dapat berkembang baik dan menyebar, serta pengendalian dapat berjalan dengan sendirinya. Telah diketahui tiga spesies parasitoid telur penggerek batang padi yaitu Tetrasichus schoenobii Ferriere, Telenomus rowani Gahan dan Trichogramma japonicum Ashmead. Namun kemampuan parasitoid mengendalikan penggerek batang padi berbeda-beda

commit to user

(4)

bergantung spesies. Parasitoid telur yang mempunyai peranan penting dalam mengendalikan penggerek batang padi adalah T. rowani dan T. schoenobii.

(Wilyus et al. 2012).

Parasitoid telur Scirpophaga incertulas didominasi oleh Trichogramma sp., Tetrastichus scoenobii dan Telenomus rowani. (Chakraborty et al. 2016).

Telenomus rowani merupakan parasitoid telur yang persebarannya meliputi Bangladesh, China, Philippines, Thailand dan Vietnam (Long dan Try 2018).

Yousuf et al. (2015) menyatakan bahwa Persebaran Trichogramma japonicum meliputi India, Andra Pradesh, Haryana, Karnatakan (Karaswadi, Haniyambadi), Jammu dan Kashmir, Maharasthra, Orissa, Punjab (Patiala), Rajasthan, Tamil Nadu, Uttar Pradesh dan Bengal Barat, Jepang, China, Korea, Malaysia, Philipina, Thailand, Vietnam, Indonesia, Prancis dan USA.

Trichogramma japonicum memiliki panjang 0,5 mm, berwarna kuning kusam. Trichogramma japonicum jantan memiliki antenna yang berflagel dengan rambut runcing, rambut terpanjang sekitar 3,5 kali lebar maksimum flagel. Lebar sayap depan yang menempel pada tornus sekitar seperlima dari lebar sayap.

Trichogramma japonicum betina memiliki ovipositor yang lebih panjang dari tibia belakang (Yousuf et al. 2015). Lou et al. (2013) melaporkan bahwa rasio jenis kelamin parasitoid adalah bias terhadap betina dan berkisar 1:1 hingga 3:1 di lapangan. Imago T. japonicum jantan umumnya muncul sebelum kemunculan betina dan segera kawin setelah masa eklosi mereka.

Bakthavatsalam et al. (2011) menyatakan bahwa Tetrastichus scoenobii Ferriere merupakan parasitoid telur yang efisien pada penggerek batang padi kuning. Awaluddin et al. (2019) melaporkan, bahwa Tetrastichus schoenobii memiliki tubuh berwarna hijau berkilauan atau kebiruan, antena memiliki tujuh ruas berwarna cokelat dan kuning, sayap memiliki bulu-bulu yang tidak teratur, torak halus, dan ujung tungkai terdiri atas empat ruas. Imago berwarna hitam kebiruan, tubuhnya besar dan mudah dilihat menggunakan mikroskop. Varma et al. (2013) menemukan bahwa parasitasi oleh Tetrastichus sp. mendominasi selama fase generatif yaitu 15,32% hingga 71,66% dan mencapai maksimum pada minggu ketiga Oktober. Pernyataan ini didukung oleh Sitepu et al. (2018), menyatakan bahwa tingkat parasitasi T. scoenobii adalah yang paling tinggi dibanding tingkat parasitasi parasitoid telur yang lainnya yaitu T. japonicum dan T. rowani. Daniel et al. (2019) melaporkan bahwa, puncak aktivitas Tetrastichus schoenobii terlihat pada Bulan Oktober sampai Januari. Penurunan parasitoid

commit to user

(5)

pada bulan-bulan selanjutnya disebabkan oleh peningkatan suhu yang menyebabkan terganggunya aktivitas parasit.

Gambar 4. Parasitoid larva dan pupa. Xanthopimpla spp. (a), Stenobracon sp. (b) (Chishti dan Quicke 1996).

Parasit lain dari S. incertulas adalah parasit dari larva dan pupa penggerek yaitu Braconidae (Stenobracon sp.) dengan bintik pada sayap dan Ichneumonidae (Xanthopimpla sp.) Stenobracon sp. menyerang pupa S. incertulas (Kalshoven 1981). Pernyataan ini didukung oleh Long et al. (2003) bahwa Stenobracon nicevillei merupakan parasitoid larva pada padi dan tebu.

Lou et al (2013) melaporkan bahwa, parasitoid larva S. incertulas dari famili Braconidae diantaranya adalah Amyosoma chinensis (Szepligeti), Bracon onukii (Watanabe), Stenobracon nicevillei (Bingham), Tropobracon scoenobii (Viereck), Chelonus munakatae (Mutsumara), Cotesia flavipes (Cameron), A. rucifrus (Haliday), A. scoenobii (Wilkinson), Microgaster russata (Haliday).

Xanthopimpla sp. merupakan endoparasitoid pupa Lepidoptera (Gomes et al. 2014). Pupa yang terparasit Xanthopimpla sp. akan berwarna hitam.

Xanthopimpla sp. memiliki ciri tubuh berwarna kuning, dengan spot-spot hitam pada pronotum, abdomen, dan tungkai belakang. Ukuran tubuh sekitar 10-14 mm, memiliki antena yang panjang dengan 16 ruas, dan ovipositor panjang.

Rata-rata parasitasi Xanthopimpla sp. sebesar 1,67% (Pratiwi et al. 2014). Pillai dan Nair (1987) menemukan bahwa, Betina Xanthopimpla sp. sudah matang secara seksual sejak kemunculannya, sedangkan jantannya menjadi aktif secara seksual satu hari setelah kemunculannya. Periode kawin berlangsung selama 50 detik hingga 2 menit. Xanthopimpla sp. jantan akan melengkungkan antenanya ketika merasaan kehadiran Xanthopimpla sp. betina. Velide dan Bhagavanulu (2012), melaporkan bahwa Xanthopimpla lebih menyukai kepompong jantan dalam proses parasitasi.

commit to user

(6)

C. Tumbuhan Berbunga

Manipulasi vegetasi tanaman berbunga pada lahan pertanian berguna untuk meningkatkan musuh alami. Strategi penanaman tanaman berbunga dapat memberikan musuh alami sumber makanan dan tempat tinggal untuk meningkatkan kontrol biologis dan mengurangi ketergantungan petani pada pestisida kimia. (Lu et al. 2014). Serangga predator dan parasitoid membutuhkan sumber daya untuk kebutuhan hidupnya. Meskipun predator dan parasitoid sumber pakan berasal dari inangnya (hama) namun juga memerlukan nektar untuk pakan ketika stadia imago. Serangga predator pada umumnya sumber pakan nabati hanya sebagai pelengkap. Sedangkan pakan parasitoid dewasa sepenuhnya tergantung dari sumber pakan nabati. Ketersediaan nektar dan pollen dari tanaman berbunga sangatlah penting bagi kelangsungan hidup parasitoid dewasa (Jervis et al. 1993).

Kelimpahan individu serangga pada pertanaman yang ditanami tanaman berbunga lebih tinggi dibandingkan pertanaman yang tidak ditanami tanaman berbunga. Penambahan tanaman berbunga pada lahan dapat meningkatkan kedatangan serangga herbivora atau musuh alami. Tingkat seranggan hama penggerek batang lebih rendah pada pertanaman yang ditanami tanaman berbunga. Bunga pada tanaman berbunga memiliki peran sebagai sumber pakan parasitoid dewasa yang dapat menekan populasi serangga hama (Kurniawati 2015).

Peran tumbuhan liar berbunga diantara baris atau bagian tepi kebun meningkatkan jumlah predator jika dibandingkan dengan kebun tanpa tumbuhan liar berbunga. Bau atau aroma bunga juga menjadi daya tarik sekaligus tanda pengenal jenis tumbuhan bagi serangga. Aroma merupakan salah satu kemampuan adaptasi dari tanaman yang dapat bersifat sebagai penarik atau penolak. Aroma beberapa bunga mampu menarik kedatangan parasitoid.

Penanaman jenis-jenis tumbuhan berbunga mendatangkan hal positif dalam menunjang pengendalian hama bersifat alami (Kurniawati dan Edhi 2015).

Tumbuhan liar berbunga dapat meningkatkan keanekaragaman dan fungsi parasitoid. Lama hidup dan tingkat parasitasi lebih tinggi pada kebun yang ditanami tanaman bunga liar. Jumlah parasitoid telur hama tanaman tebu yang ditemukan dilahan yang terdapat tumbuhan liar berbunga lebih banyak dibandingkan dengan lahan tanpa tumbuhan liar berbunga (Meidalima 2013).

commit to user

(7)

Tidak semua parasitoid Hymenoptera memanfaatkan semua nutrisi yang disediakan oleh bunga tertentu. Penyediaan serbuk sari terkadang tidak bisa dimanfaatkan oleh parasitoid. Imago parasitoid Hymenoptera yang sebagian besar memiliki mulut pendek tidak bisa maksimal dalam memanfaatkan nektar yang tersedia, karena parasitoid susah untuk mengeksploitasi bunga yang memiliki korola pendek atau nektar terbuka. Beberapa spesies bunga juga ada yang memiliki rambut pelindung yang hanya memungkinkan untuk diakses oleh parasitoid tertentu (Sivinski et al. 2011).

D. Orok-orok (Crotalaria juncea)

Gambar 5. Bunga Orok-orok

Tanaman orok-orok merupakan tanaman kacang-kacangan. Tanaman orok-orok terdiri dari beberapa spesies yang jaman dulu untuk pupuk hijau didominasi oleh Crotalaria juncea, namun untuk sekarang lebih banyak pilihan seperti Clotalaria mucronata, Clotalaria usorinensis atau yang lain. Tanaman orok-orok memiliki bintil akar yang mampu menyediakan nitrogen bagi tanaman lain secara tumpangsari atau hanya ketika tanaman mati. Secara tradisional tanaman orok-orok ditanam secara monokultur atau bergilir dengan tanaman utama, namun tidak menutup kemungkinan ditanam secara tumpangsari atau tumpang gilir. Orok-orok dapat digunakan langsung sebagai pupuk hijau, pupuk kompos, bahkan pupuk daun (Supriyono 2010).

Taksonomi tanaman orok-orok menurut Al-Snafi (2016) adalah sebagai berikut.

Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophita Class : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

commit to user

(8)

Family : Fabaceae/ Leguminosae Genus : Crotalaria

Spesies : Crotalaria juncea

C. juncea merupakan tanaman asli Asia terutama Asia Tropis (Bangladesh, Bhutan, India). Tanaman orok-orok saat ini telah banyak dibudidayakan secara luas di daerah yang lebih kering, baik itu di daerah tropis maupun subtropis. C. juncea juga dibudidayakan di banyak daerah beriklim sedang dengan musim panas. C. juncea tercatat di banyak negara di seluruh benua Afrika yaitu dari pantai Atlantik ke laut merah, dari Tunisia ke Afrika Selatan dan di Pulau-Pulau Samudera Hindia (Al-Snafi 2016).

C. juncea berpotensi sebagai pupuk hijau karena mudah tumbuh dan mengandung nitrogen (N) tinggi. Pupuk hijau C. juncea dapat meningkatkan kualitas tanah yaitu sifat fisika (kemantapan agregat), kimia (BO, N, P, kapasitas tukar kation) dan biologi tanah (pathogen tular tanah dan dekomposer). Peran pupuk hijau salah satunya adalah meningkatkan kesuburan tanah. Tanah yang subur dan mengandung bahan organik tanah lebih dari 2% dapat mendukung terwujudnya sistem pertanian berkelanjutan (Sumarni 2014). Pupuk hijau yang berasal dari C. juncea yang terdekomposisi menjadi bahan organik tanah akan menghasilkan koloid atau mineral liat yang mengandung humus dan berperan memperbaiki sifat-sifat tanah. C. juncea mempunyai kandungan hara nitrogen cukup tinggi sekitar 3,01%. Pertumbuhan C. juncea relatif cepat sehingga mampu menghasilkan biomassa dengan cepat pula (Sutejo 2002).

Daun C. juncea berwarna hijau terang dan berbentuk elips. Panjang 1,5- 5 inci (4-12 cm) dan lebar 0,25-1 inci (0,5-3 cm) dan tersusun spiral melingkari batang. Bunganya berwarna kuning yang terletak pada 10 inci (25 cm) dari ranting tidak bercabang. pembungaan memanjang dengan mekar jatuh dari bawah ke atas. Bunga yang mekar berbentuk kupu-kupu yang mencolok mirip seperti kebanyakan Fabaceae yang lain. Polog C. juncea mengandung banyak biji kering dan akan berdetak atau berbunyi apabila diguncang. Ukuran polongnya adalah 1 inci (2,5 cm) untuk panjang dan 0,5 inci (1,3 cm) untuk lebarnya. Biji yang dihasilkan berbentuk hati dan berwarna abu-abu hitam (Sheahan 2012).

C. juncea memiliki bunga yang besar, di terminal dan lateral terdapat 12- 20 kuntum bunga. Panjang perbungaan di lateral dan terminal mencapai 30 cm.

Panjang tangkai bunga 3-6 mm dan berbulu; bentuk daun pelindung linear-

commit to user

(9)

subulate; daun tangkai 2, di bawah kelopak bunga, bentuk daun linear-subulate.

Kelopak bunga 2 cm, tertutupi rambut fulvous. Mahkota bunga berwarna kuning cerah, berbentuk lonjong dan memanjang. Polong C. juncea memiliki panjang 2,5-3 cm, menempel pada batang dan berbulu halus. Bijinya banyak, kecil, pipih, abu-abu gelap ke hitam, biji akan jatuh dari polong jika sudah tua, dalam 1kg terdapat 33.000 biji (Dinakaran et al. 2011).

Berbagai jenis serangga dapat ditemukan berinteraksi dengan Crotalaria.

Sebagian besar merupakan ordo Hymenoptera dan beberapa ordo besar lain seperti Coleoptera, Diptera dan Lepidoptera serta beberapa ordo kecil.

Keberadaan berbagai jenis serangga pada tanaman Crotalaria sp., baik secara langsung maupun tidak langsung akan berperan dalam pembentukan komunitas serangga (Hamid et al. 2007).

commit to user

Gambar

Gambar 1. Tanaman Padi
Gambar 2. Penggerek batang padi kuning (Scirpophaga incertulans). Imago (a),  Telur (b), Larva (c), Pupa (d) (BBPTP 2013)
Gambar  3.  Parasitoid  telur  Scirpophaga  incertulas.  Telenomous  rowani  (a),  Trichogramma japonicum  (b), Tetrasichus schoenobii  (c) (Wilyus et  al
Gambar 4. Parasitoid larva dan pupa. Xanthopimpla spp. (a), Stenobracon sp. (b)  (Chishti dan Quicke 1996)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini memberikan gambaran mengenai pelaksanaan tax amnesty di beberapa negara yang relatif lebih berhasil dalam melaksanakan kebijakan pengampunan pajak seperti di

[r]

Dengan semakin canggih teknologi, isu-isu seperti ini sangat relevan tidak hanya di dalam komunitas-komunitas agama tetapi juga di dalam diskusi-diskusi yang lebih besar

Penulis rangkum dalam sebuah Laporan Akhir yang diberi judul “ PENGKAJIAN PENEMPATAN WIFI ACCESS POINT BERBANTUAN INDOOR POSITIONING SYSTEM DI GEDUNG KPA POLITEKNIK

Hasil penelitian ini menunjukan kekerasan seksual pada anak tuna rungu ini diperlihatkan dalam film Silenced yang kemudian menghasilkan tiga tahapan yaitu

Adapun yang menjadi hipotesis alternatif atau hipotesis kerja (H a ) dalam penelitian ini adalah: H a = Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan hasil belajar

sumbangan pengembangan konsep, teori, minimal menguji teori-teori belajar dalam pendidikan yang menjelaskan bahwa Dukungan Belajar PAI dari Orang Tua berHubungan

Ketika pertunjukan berlangsung, pantun demi pantun dari lirik lagu joget yang disajikan telah terlewati, seseorang bisa berasal dari pemusik, penyanyi, atau pun penonton akan