• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI 2017"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN STATUS GIZI TERHADAP TINGGI BADAN MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN ANGKATAN 2017

OLEH

JUSMA WIJAYA KUSUMA GESWAR C11114074

PEMBIMBING :

Prof. DR. dr. NURPUDJI A. TASLIM, MPH., Sp.GK(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017

(2)

i

KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN ANGKATAN 2017

Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

Jusma Wijaya Kusuma Geswar C111 14 074

Pembimbing :

Prof. DR. dr. Nurpudji A. Taslim, MPH., Sp.GK(K)

UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN

MAKASSAR 2017

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar akhir di Ruang Pertemuan Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Lt.2) dengan judul :

“Hubungan Pola Makan dan Status Gizi Terhadap Tinggi Badan Mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Angkatan

2017”

Hari/Tanggal : Rabu, 13 Desember 2017 Waktu : 11.00 wita – selesai

Tempat : Ruang Pertemuan Bagian Gizi Fakultas Kedokteran UNHAS (Lt.2)

Makassar, 13 Desember 2017

(Prof. DR. dr. Nurpudji A. Taslim, MPH., Sp.GK(K))

(4)

iii

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Jusma Wijaya Kusuma Geswar NIM : C111 14 074

Fakultas/Program Studi : Kedokteran/Pendidikan Dokter

Judul Skripsi : Hubungan Pola Makan dan Status Gizi Terhadap Tinggi Badan Mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Angkatan 2017

Telah berhasil dipertahankan di hadapan dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

PEMBIMBING

Prof. DR. dr. Nurpudji A. Taslim, MPH., Sp.GK(K)

PENGUJI 1 PENGUJI 2

dr. Aminuddin, M.Nut & Diet, Ph.D dr. A. Yasmin Syauki, M.Sc., Sp.GK

Ditetapkan di : Makassar Tanggal : 13 Desember 2017

(5)

iv

BAGIAN GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017

TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK

Judul Skripsi :

“Hubungan Pola Makan dan Status Gizi Terhadap Tinggi Badan Mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Angkatan 2017”

Makassar, 13 Desember 2017

(Prof. DR. dr. Nurpudji A. Taslim, MPH., Sp.GK(K))

(6)

v

Lembar Pernyataan Anti Plagiarisme

Dengan ini saya menyatakan bahwa seluruh skripsi ini adalah hasil karya saya. Apabila ada kutipan atau pemakaian dari hasil karya orang baik berupa tulisan, data, gambar, atau ilustrasi baik yang telah dipublikasikan atau belum dipublikasi, telah preferensi sesuai dengan ketentuan akademis.

Saya menyadari plagiarisme adalah kejahatan akademik, dan melakukannya akan menyebabkan sanksi yang berat berupa pembatalan dan sanksi akademik yang lain.

Penyusun,

Jusma Wijaya Kusuma Geswar NIM C111 14 074

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua dengan segala keterbatasan yang penulis miliki, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Pola Makan dan Status Gizi terhadap Tinggi Badan Mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Angkatan 2017” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program studi pendidikan dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudddin. Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT atas kekuatan dan nikmat yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dan tepat waktu.

2. Orang tua penulis yang senantiasa membantu dalam memotivasi, mendorong dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Prof. DR. dr. Nurpudji A. Taslim, MPH., Sp.GK(K) selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam pembuatan skripsi ini dan membantu penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

4. dr. Aminuddin, M.Nut & Diet, Ph.D. dan dr. A. Yasmin Syauki, M.Sc., Sp.GK selaku dosen penguji.

(8)

vii

5. Muh. Ikram yang selalu memberikan semangat dan mendukung penulis dengan penuh kesabaran baik dalam keadaan susah maupun senang.

6. Teman-teman kelompok belajar penulis (Athena FK Unhas, Anak Rusa, Suhud, Fira, Hamka) yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman dan kakak-kakak yang sudah membantu melalui sumbangsih pikiran maupun bantuan fisik dan moril secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan secara satu per satu yang terlibat dalam memberi dukungan dan doanya kepada penulis

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga dengan rasa tulus penulis akan menerima kritik dan saran serta koreksi membangun dari semua pihak.

Makassar, 12 Desember 2017

Penulis

(9)

viii

SKRIPSI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN DESEMBER 2017 Jusma Wijaya Kusuma Geswar

Prof. DR. dr. Nurpudji A. Taslim, MPH., Sp.GK(K)

Hubungan Pola Makan Dan Status Gizi Terhadap Tinggi Badan Mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Angkatan 2017

ABSTRAK

Pendahuluan: Di seluruh belahan dunia, pada tahun 2015, terdapat 156 juta anak dengan perawakan pendek, sekitar 45% diantaranya tinggal di negara-negara berkembang dan negara berkonflik. Masalah kesehatan masyarakat dianggap berat bila prevalensi perawakan pendek sebesar 30-39% dan serius bila ≥40%. Sulawesi Selatan sendiri berada pada urutan ke-3 dalam kategori serius. Di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan, angka perawakan pendek masih tinggi.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observational analitic dengan pendekatan cross sectional menggunakan data yang dikumpulkan diperoleh dari hasil wawancara berupa kuesioner dan hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan pada mahasiswa program studi Pendidikan Dokter FK Unhas angkatan 2017. Data dianalisi dengan menggunakan program statistik komputer.

Hasil: Sampel yang diteliti sebanyak 179 mahasiswa dan terdapat 48 mahasiswa (26,82%) yang dikategorikan perawakan pendek. Usia mahasiswa 16-18 tahun yang terdiri dari 134 mahasiswa (74,86%) perempuan dan 45 mahasiswa (25,14%) laki- laki. Hasil uji chi Square status gizi laki-laki(p=0,540)perempuan(p=0,053), pola makan TB/U laki-laki(p=0,101)perempuan(p=0,680), asupan makanan yang terdiri dari asupan energi (p=0,140), asupan protein (p=0,228), asupan lemak (p=0,100), dan asupan karbohidrat(p=0,131) serta faktor genetik terdiri dari tinggi badan laki-laki terhadap tinggi badan ibu (p=0,253), tinggi badan perempuan terhadap tinggi badan ibu (p=0,342), tinggi badan perempuan terhadap tinggi badan ayah (p=0,959), tidak memiliki hubungan dan pengaruh yang signifikan terhadap tinggi badan mahasiswa.

Sedangkan pada variabel pola makan status gizi berat badan terhadap tinggi badan laki-laki(p=0,003)perempuan(p=0,001) dan tinggi badan laki-laki terhadap ayah (p=0,003) memiliki hubungan dan pengaruh signifikan terhadap tinggi badan mahasiswa.

Kesimpulan: Didapatkannya hubungan antara pola makan dan faktor tinggi badan ayah terhadap tinggi badan mahasiswa.

Kata kunci : pola makan, status gizi, tinggi badan, asupan makanan, faktor genetik

(10)

ix

ESSAY FACULTY OF MEDICINE HASANUDDIN UNIVERSITY DESEMBER 2017 Jusma Wijaya Kusuma Geswar

Prof. DR. dr. Nurpudji A. Taslim, MPH., Sp.GK(K)

Relationship Between Food Pattern and Nutritional Status of Stature on Medical Students Faculty of Medicine Hasanuddin University Lecting 2017.

ABSTRACT

Introdution: Around the world, by 2015, there are 156 million stunting children, about 45% of whom live in developing countries and conflict countries. Problem is public health are considered severe when the stunting prevalence is 30-39% and serious when ≥40%. South Sulawesi is at third position in the serious category. In Indonesia, especially in South Sulawesi, the stunting is still high.

Method: This research method is analytic observational research with cross sectional approach using data through interview in the form of questionnaires and result measurements on medical students of Medicine Faculty of Hasanuddin University Lecting 2017. The data was analyzed using computer statistics program.

Result: The sample was 179 students and 48 students (26,82%) that categorize stunted. Student age between 16-18 years to consist of 134 female students (74,86%) and 45 male students (25,14%). The result of chi square test nutritional status male(p=0,540)female(p=0,053), food pattern H/A male (p=0,101)female(p=0,680), food intake consisting of energy intake (p = 0,140), protein intake (p = 0,228), fat intake (p = 0,100), and carbohydrate intake = 0,131) and genetic factors consist of male height by mother's height (p = 0,253), female height by mother’s height (p=0,342), female height by father’s height (p = 0,959) did not have relationship reputation and signifikan influence on height students. With variable Food pattern nutritional status W/A male(p=0,003)female(p=0,001) and male height by father’s height (p=0.003) proved to have significant correlation and influence on height students.

Conclusions: There is significant relationship between food pattern of nutritional status and genetic factor of father’s height againts student height.

Keyword: Food Pattern, nutritional status, height, food intake, genetic factors

(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... 1i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN CETAK ... iv

LEMBAR PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME... iv

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1. 1 Latar belakang ... 1

1.2 Rumusan masalah ... 3

1.3 Tujuan penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1 Manfaat Praktis ... 5

1.4.2 Manfaat Teoritis ... 5

(12)

xi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Status Gizi ... 6

2.2 Penilaian Status Gizi... 8

2.2.1 Antropometri ... 8

2.2.2 Klinis ... 8

2.2.3 Biokimia... 8

2.2.4 Biofisik... 9

2.2.5 Penilaian status gizi secara tidak langsung ... 9

2.3 Perawakan Pendek ... 10

2.4 Pola Makan ... 11

2.4.1 Definisi pola makan ... 11

2.4.2 Prinsip asupan nutrisi seimbang ... 12

2.4.3 Gizi seimbang untuk anak dan remaja ... 13

2.4.4 Kebutuhan asupan gizi ... 15

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN ... 21

3.1 Kerangka Teori ... 21

3.2 Kerangka Konsep ... 22

3.3 Definisi operasional dan kriteria objektif ... 22

(13)

xii

3.3.1 Variabel Dependen ... 22

3.3.2 Variabel Independen ... 23

3.4 Hipotesis Penelitian ... 25

3.4.1 Hipotesis nol (H0) ... 25

3.4.2 Hipotesis alternative (Ha) ... 26

BAB IV METODE PENELITIAN ... 27

4.1 Jenis Penelitian ... 27

4.2 Lokasi Penelitian ... 27

4.3 Waktu Penelitian ... 27

4.4 Populasi dan Sampel... 27

4.4.1 Populasi ... 27

4.4.2 Sampel ... 28

4.5 Kriteria Seleksi ... 28

4.6 Metode Pengambilan Sampel ... 29

4.7 Instrumen Penelitian ... 29

4.8 Pengelolaan Data ... 30

4.8.1 Tahap persiapan ... 30

4.8.2 Tahap pelaksanaan ... 30

4.8.3 Tahap pelaporan ... 30

(14)

xiii

4.9 Alur Penelitian ... 31

4.10 Etika Penelitian ... 32

BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN ... 33

5.1 Hasil Peneiltian ... 33

5.2 Analisis Univariat ... 33

5.2.1 Tinggi Badan Mahasiswa Pendidikan Dokter ... 33

5.2.2 Karakteristik Mahasiswa Pendidikan Dokter ... 34

5.2.3 Pola Makan ... 35

5.2.4 Asupan Makanan ... 39

5.2.5 Faktor Genetik ... 41

5.3 Analisis Bivariat ... 42

5.3.1 Hubungan Status Gizi terhadap Tinggi Badan ... 42

5.3.2 Hubungan Pola Makan terhadap Status Gizi ... 44

5.3.3 Hubungan Asupan Makanan terhadap Status Gizi ... 47

5.3.4 Hubungan Faktor Genetik terhadap Tinggi Badan ... 49

BAB VI PEMBAHASAN ... 51

6.1 Status Gizi Remaja Berdasarkan Umur ... 51

6.2 Hubungan Pola Makan terhadap Status Gizi ... 52

6.3 Hubungan Asupan Makanan terhadap Tinggi Badan ... 54

(15)

xiv

6.4 Hubungan Faktor Genetik terhadap Tinggi Badan ... 56

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

7.1 Kesimpulan ... 58

7.1 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59 LAMPIRAN

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1……… 7

Tabel 2.2……… 11

Tabel 2.3……… 16

Tabel 5.1……… 34

Tabel 5.2……… 34

Tabel 5.3……… 36

Tabel 5.4……… 37

Tabel 5.5……… 40

Tabel 5.6……… 42

Tabel 5.7……… 43

Tabel 5.8……… 44

Tabel 5.9……… 46

Tabel 5.10……….. 47

Tabel 5.11……….. 49

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN 1. Surat Izin Permohonan Penelitian

2. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik

3. Penjelasan Kepada Calon Responden Tentang Penelitian Yang Akan Dilakukan

4. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) 5. Lembar Kuesioner Penelitian

6. Output Hasil SPSS 7. Foto Dokumentasi 8. Biodata Peneliti

(18)

1 1. 1 Latar belakang

Antropometri atau pengukuran tubuh manusia memberikan indikator penting status gizi baik pada anak-anak maupun dewasa. Pada anak-anak, pengukuran tubuh mencerminkan status kesehatan umum, kecukupan makanan, dan pertumbuhan dan perkembangan seiring berjalannya waktu. Sedangkan pada dewasa, pengukuran tubuh digunakan untuk melihat kesehatan dan status gizi, risiko penyakit, serta komposisi tubuh manusia (CDC, 2016)

Menurut WHO tahun 2005, ukuran tinggi badan digunakan untuk anak umur di atas 24 bulan yang diukur berdiri. Bila anak umur diatas 24 bulan diukur telentang, maka pengukurannya dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

Di seluruh belahan dunia, pada tahun 2015, terdapat 156 juta anak dengan perawakan pendek, sekitar 45% diantaranya tinggal di negara-negara berkembang dan negara berkonflik (WHO, 2017).

Di Indonesia, prevalensi perawakan pendek secara nasional tahun 2013 adalah 37,2%, yang artinya terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Prevalensi 37,2% terdiri atas 18% perawakan sangat pendek dan 19,2%

perawakan pendek. Pada tahun 2013, perawakan sangat pendek menurun dari angka

(19)

18,8% tahun 2007 dan 18,5% di tahun 2010. Prevalensi perawakan pendek meningkat dari 18% pada tahun 2007 menjadi 19,2% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

Masalah kesehatan masyarakat dianggap berat bila prevalensi perawakan pendek sebesar 30-39% dan serius bila ≥40% (WHO, 2010 dalam Riskesdas, 2013).

Terdapat 14 provinsi dengan kategori berat dan 15 provinsi dalam kategori serius.

Sulawesi Selatan sendiri berada pada urutan ke-3 dalam kategori serius setelah Papua dan Maluku (Riskesdas, 2013).

Perawakan pendek pada remaja seringkali ditemukan pada populasi dengan kejadian malnutrisi tinggi, prevalensi sekitar 27-65% pada 11 studi oleh International Centre for Research on Women (ICRW). Gizi kurang yang berlangsung kronik mengakibatkan perawakan pendek ialah penyebab terjadinya hambatan pertumbuhan dan maturasi, memperbesar risiko obstetrik, dan berkurangnya kapasitas kerja (IDAI, 2013)

Riskesdas 2010 menyatakan gambaran sebagai berikut: pertama, konsumsi sayuran dan buah-buahan pada kelompok usia di atas 10 tahun masih rendah, yaitu masing-masing sebesar 36,7% dan 37,9%. Kedua, kualitas protein yang dikonsumsi rata-rata perorang perhari masih rendah karena sebagian besar berasal dari protein nabati seperti serealia dan kacang-kacangan. Ketiga, konsumsi makanan dan minuman berkadar gula tinggi, garam tinggi dan lemak tinggi, baik pada masyarakat perkotaan maupun perdesaan, masih cukup tinggi. Keempat, konsumsi cairan pada remaja masih rendah. Kelima, cakupan pemberian Air Susu Ibu Eksklusif (ASI Eksklusif) pada bayi 0-6 bulan masih rendah (61,5%) (PGS Kemenkes RI, 2014).

(20)

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah berat badan seseorang dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan kuadrat dalam meter. IMT adalah metode skrining yang murah dan mudah dilakukan dengan mengukur berat badan dan tinggi badan seseorang (CDC, 2015).

CDC merekomendasikan menggunakan WHO growth charts untuk anak dari umur nol bulan hingga dua tahun. Sedangkan, menggunakan CDC growth charts untuk anak dan remaja berusia dua hingga sembilan belas tahun untuk memantau tumbuh kembangnya (CDC, 2017).

Di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan, angka perawakan pendek masih tinggi. Sehingga hal ini yang mendasari penulis untuk mencoba menelusuri tentang hubungan antara pola makan dan status antropometri terhadap tinggi badan di kalangan mahasiswa baru dalam hal ini adalah mahasiswa(i) program studi Pendidikan Dokter, FK Unhas Angkatan 2017.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian di atas dirumuskan suatu masalah yaitu apakah terdapat hubungan antara pola makan dan status gizi terhadap tinggi badan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin?

(21)

1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana hubungan pola makan dan status gizi terhadap tinggi badan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui hubungan pola makan terhadap tinggi badan pada mahasiswa Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2017.

2. Mengetahui hubungan status gizi terhadap tinggi badan pada mahasiswa Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2017.

3. Mengetahui hubungan familial terhadap tinggi badan pada mahasiswa Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2017.

4. Mengetahui hubungan pola makan dan status gizi pada mahasiswa Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2017.

(22)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini yaitu sebagai sumber informasi bagi para praktisi kesehatan mengenai hubungan pola makan dan status gizi terhadap tinggi badan pada mahasiswa pendidikan dokter fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2017

1.4.2 Manfaat Teoritis

1. Informasi dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat untuk menambah wawasan akan pola makan terhadap tinggi badan.

2. Informasi dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat untuk menambah wawasan akan status gizi terhadap tinggi badan.

3. Informasi dari penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan peneliti tentang pola makan dan status gizi terhadap tinggi badan.

4. Bagi peneliti selanjutnya dapat menjadi acuan untuk mencari tahu faktor lain yang dapat berhubungan dengan tinggi badan.

(23)

6 2.1 Status Gizi

Masalah gizi dipengaruhi banyak faktor dan saling mempengaruhi. Salah satunya adalah faktor genetik dari orang tua, yaitu faktor tinggi dan berat badan orang tua. Selain itu, faktor pendidikan, ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, pola asuh konsumsi makanan, pola makanan, kepercayaan, tradisi atau budaya, dan lain sebagainya. Beberapa hasil penelitian lain yang menyatakan bahwa status gizi disebabkan oleh karakteristik orang tua seperti ukuran antropometri ibu dan bapak, seperti tinggi badan orang tua memungkinkan anak memiliki risiko gagal pertumbuhan serta mengalami underweight (Miko, Ampera. dkk, 2017).

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Status gizi seseorang atau sekelompok orang dapat digunakan untuk mengetahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut keadaan gizinya baik atau sebaliknya (Riyadi, Hadi. dkk, 2006).

Penggunaan data indeks massa tubuh (IMT) menurut NCHS, dengan elevasi persentil bukan menjadi acuan terhadap status sehat. Namun, data ini sementara direkomendasikan untuk menentukan obesitas (status gizi) (WHO, 2016).

Gizi kurang atau gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah underweight (gizi

(24)

kurang) dan severely underweight (gizi buruk). Pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek).

Kurus dan sangat kurus adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) yang merupakan padanan istilah wasted (kurus) dan severely wasted (sangat kurus) (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah ukuran sederhana untuk berat badan terhadap tinggi badan yang umum digunakan untuk mengklasifikasikan berat bada kurang, berat badan normal maupun berat badan lebih pada orang dewasa. Menurut WHO 2004, klasifikasi status gizi dapat dibagi menjadi:

Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi Asia

Nilai IMT didasarkan dengan usia dan sama untuk kedua jenis kelamin.

Namun, penggunaan IMT tidak dapat disamakan pada tingkat kegemukan di populasi atau ras yang berbeda. Untuk Asia, dikatakan berat badan normal jika IMT

(25)

menunjukkan 18,5-22,9kg/m², berat badan kurang jika ˂18,5 kg/m², dan berat badan berlebih ≥25,0 kg/m² (WHO, 2004).

CDC merekomendasikan menggunakan WHO growth charts untuk anak dari umur nol bulan hingga dua tahun. Sedangkan, menggunakan CDC growth charts untuk anak dan remaja berusia dua hingga sembilan belas tahun untuk memantau tumbuh kembangnya Dikatakan perawakan pendek apabila tinggi badan menurut usia dibawah persentil tiga (CDC, 2017).

2.2 Penilaian Status Gizi 2.2.1 Antropometri

Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Sedangkan antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dan tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat keseimbangan asupan protein dan energi (Supariasa, 2001).

2.2.2 Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode untuk menilai status gizi berdasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi, seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Supariasa, 2001).

2.2.3 Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan. Jaringan tubuh

(26)

yang digunakan antara lain darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot (Supariasa, 2001).

2.2.4 Biofisik

Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melibat kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari jaringan (Supariasa, 2001).

2.2.5 Penilaian status gizi secara tidak langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dilakukan dengan:

1) Survey Konsumsi Makanan

Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat dan gizi yang dikonsumsi.

Kesalahan dalam survey makanan bisa disebabkan oleh perkiraan yang tidak tepat dalam menentukan jumlah makanan yang dikonsumsi balita, kecenderungan untuk mengurangi makanan yang banyak dikonsumsi dan menambah makanan yang sedikit dikonsumsi ( The Flat Slope Syndrome ), membesar-besarkan konsumsi makanan yang bernilai sosial tinggi, keinginan melaporkan konsumsi vitamin dan mineral tambahan kesalahan dalam mencatat (food record) (Supariasa, 2001).

(27)

2) Statistik Vital

Yaitu dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian karena penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi (Supariasa, 2001).

3) Faktor Ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi antara beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dan keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain (Supariasa, 2001).

2.3 Perawakan Pendek

Perawakan Pendek adalah tinggi badan yang rendah menurut usia. Hal ini adalah akibat dari kekurangan gizi berulang atau kronik, biasanya terkait dengan kondisi sosial ekonomi yang buruk, kesehatan ibu hamil dan gizi buruk, sering sakit, dan/atau pemberian makanan dan perawatan bayi dan anak yang tidak tepat di awal kehidupan. Stunting dapat menahan anak-anak untuk mencapai potensi fisik dan kognitif yang matang (WHO, 2017).

Menurut CDC, kriteria yang digunakan pada anak usia diatas dua tahun menggunakan CDC growth chart, dan yang diindikasikan dalam perawakan pendek adalah dibawah persentil lima. Grafik pertumbuhan terdiri atas distribusi pengukuran tubuh untuk melihat pertumbuhan bayi, anak-anak, dan remaja. Menggunakan WHO Growth Charts persentil 2 dan 98 untuk anak usia kurang dari dua tahun dan

(28)

menggunakan CDC Growth Charts persentil 5 dan 95 untuk anak usia dua sampai sembilan belas tahun

Tabel 2.2 Klasifikasi Status Gizi Menurut Hasil Persentil

Index Antropometri Hasil Persentil Status Gizi

WHO Growth Charts persentil 2 dan 98

Panjang terhadap umur ˂2 Perawakan pendek

Berat terhadap panjang ˂2 Berat terhadap panjang kurang Berat terhadap panjang ˃98 Berat terhadap panjang lebih

CDC Growth Charts persentil 5 dan 95

IMT terhadap umur ≥95 Obesitas

IMT terhadap umur ≥85 dan ˂95 Berat lebih

IMT terhadap umur ˂5 Berat kurang

Tinggi terhadap umur ˂5 Perawakan pendek

2.4 Pola Makan

2.4.1 Definisi pola makan

Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi. Hal ini disebabkan oleh kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi tingkat kesehatan individu dan masyarakat.

Gizi optimal sangat penting untuk pertumbuhan normal serta perkembangan fisik dan kecerdasan seluruh kelompok umur. Gizi yang tidak optimal berkaitan dengan kesehatan yang buruk, yaitu yang memiliki faktor risiko penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, serta kanker yang merupakan penyebab utama kematian di Indonesia (PGS Kemenkes RI, 2014).

(29)

Gizi seimbang adalah susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi (PGS Kemenkes RI, 2014)

2.4.2 Prinsip asupan nutrisi seimbang Prinsip gizi seimbang terdiri atas:

1. Mengonsumsi makanan beragam

Tidak satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan mempertahankan kesehatannya, kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi baru lahir sampai berusia 6 bulan.

2. Membiasakan perilaku hidup bersih

Terkait dengan prinsip gizi seimbang, penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi status gizi seseorang secara langsung, terutama anak-anak. Seseorang yang menderita penyakit infeksi akan mengalami penurunan nafsu makan sehingga jumlah dan jenis zat gizi yang masuk ke tubuh berkurang. Sebaliknya pada keadaan infeksi, tubuh membutuhkan zat gizi yang lebih banyak untuk memenuhi peningkatan metabolisme pada orang yang menderita infeksi terutama apabila disertai panas. Dengan membiasakan hidup

(30)

bersih akan menghindarkan seseorang dari keterpaparan terhadap sumber infeksi (PGS Kemenkes RI, 2014).

3. Melakukan aktivitas fisik

Aktivitas fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh termasuk olahraga merupakan salah satu upaya untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan pemasukan zat gizi utamanya sumber energi dalam tubuh. Aktivitas fisik memerlukan energi. Selain itu, aktivitas fisik juga memperlancar sistem metabolisme di dalam tubuh termasuk metabolisme zat gizi (PGS Kemenkes RI, 2014).

4. Mempertahankan dan memantau Berat Badan (BB) normal

Bagi orang dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah terjadi keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya Berat Badan yang normal, yaitu Berat Badan yang sesuai untuk Tinggi Badannya (PGS Kemenkes RI, 2014).

2.4.3 Gizi seimbang untuk anak dan remaja

Remaja adalah orang muda yang berusia antara 10-19 tahun. Sekitar 1.2 miliar orang, atau satu per enam populasi dunia adalah remaja yang berumur 10-19 tahun (WHO, 2017)

Menurut WHO, nutrisi yang sehat mengandung buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian. Sedikitnya 400 gram (sekitar 5 porsi) buah dan sayuran dikonsumsi dalam sehari, lemak kurang 30% dan total asupan energi, kurang

(31)

dari 5 gram garam (setara dengan 1 sendok teh) per hari (menggunakan garam yang beryodium), kurang 10% gula dari total asupan energi (setara 50 gram atau 12 sendok teh), namun idealnya kurang dari 5% dari kebutuhan energi total, untuk orang dengan berat badan sehat yang mengonsumsi sekitar lebih dari 2000 kalori per hari.

(WHO, 2015)

Kementerian kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menganjurkan pemenuhan gizi dengan:

1. Makan 3 kali sehari. Untuk memenuhi kebutuhan zat gizi selama sehari dianjurkan agar anak makan secara teratur 3 kali sehari dimulai dengan sarapan atau makan pagi, makan siang dan makan malam. Untuk menghindarkan/mengurangi anak-anak mengonsumsi makanan yang tidak sehat dan tidak bergizi dianjurkan agar selalu makan bersama keluarga.

Sarapan setiap hari penting terutama bagi anak-anak oleh karena mereka sedang tumbuh dan mengalami perkembangan otak yang sangat tergantung pada asupan makanan secara teratur.

2. Membiasakan mengonsumsi ikan dan sumber protein lainnya guna berfungsi untuk pertumbuhan, mempertahankan sel atau jaringan yang sudah terbentuk, dan untuk mengganti sel atau jaringan yang sudah terbentuk, dan untuk mengganti sel yang sudah rusak, oleh karena itu protein sangat diperlukan dalam masa pertumbuhan.

3. Perbanyak mengonsumsi sayuran dan cukup buah-buahan. Masyarakat Indonesia masih sangat kekurangan mengonsumsi sayuran dan buah-buahan,

(32)

63,3% anak > 10 tahun tidak mengonsumsi sayuran dan 62,1% tidak mengonsumsi buah-buahan. Anjuran konsumsi sayuran lebih banyak daripada buah karena buah juga mengandung gula, ada yang sangat tinggi sehingga rasa buah sangat manis dan juga ada yang jumlahnya cukup.

4. Biasakan membawa bekal makanan dan air putih dari rumah.

5. Batasi mengonsumsi makanan cepat saji, jajanan dan makanan selingan yang manis, asin dan berlemak.

6. Biasakan menyikat gigi sekurang-kurangnya dua kali sehari setelah makan pagi dan sebelum tidur.

7. Hindari merokok (PGS Kemenkes RI, 2014)

2.4.4 Kebutuhan asupan gizi

Rata-rata anak yang memasuki perkuliahan berumur 15 hingga 19 tahun, yang kira-kira membutuhkan energi kurang lebih 2125 kkal untuk perempuan, danpada laki-laki sebanyak 2675 kkal. Sedangkan untuk kebutuhan protein, membutuhkan 59 gram pada anak perempuan, dan pada laki-laki 66 gram; lemak total untuk perempuan 71 gram, dan 89 gram untuk laki-laki; sedangkan untuk karbohidrat dibutuhkan sebanyak 292 untuk perempuan, dan 368 gram untuk laki-laki dalam satu hari (PGS Kemenkes RI, 2014).

Ketentuan angka kecukupan gizi ditetapkan oleh Kemenkes RI yang dimodifikasi, yaitu dikatakan kurang apabila AKG <100%, cukup bila AKG 100-

<130%, sedangkan untuk status lebih AKG ≥130% (Kemenkes RI, 2014).

(33)

Tabel 2.3 Angka Kecukupan Gizi

1. Protein

Protein berfungsi menyuplai tubuh dengan asam amino esensial. 9 dari 20 asam amino yang digunakan oleh tubuh untuk proses sintesis protein tubuh bersifat esensial, yaitu tidak bisa disentises oleh manusia. Kualitas protein dinilai dengan kemampuannya untuk menyuplai asam amino esensial yang diperlukan untuk proses pemeliharaan jaringan tubuh.

Protein hewani mempunyai kualitas protein yang tinggi karena memiliki semua asam amino esensial dalam proporsi yang sama yang diperlukan untuk sintesis protein manusia. Berbanding dengan protein nabati yang mempunyai kualitas protein

(34)

yang lebih rendah sehingga harus dikombinasi beberapa sumber protein nabati yang berbeda untuk mendapatkan nilai nutrisi yang sama dengan protein hewani.

Nitrogen balance berlaku apabila jumlah nitrogen yang dikonsumsi bersamaan dengan jumlah nitrogen yang diekskresi lewat urin, keringat dan feses.

Orang dewasa yang sehat umumnya berada dalam kondisi nitrogen balance. Positive nitrogen balance berlaku apabila asupan nitrogen melebihi nitrogen yang diekskresi.

Hal ini berlaku dalam kasus pertumbuhan jaringan tubuh. Negative nitrogen balance berlaku apabila jumlah nitrogen yang diekskresi melebihi nitrogen yang dikonsumsi.

Hal ini dikaitkan dengan asupan protein yang tidak adekuat, kekurangan asam amino esensial stres fisiologis seperti trauma atau infeksi.

Jumlah protein yang diperlukan dalam sehari bervariasi tergantung pada kualitas protein yang dikonsumsi. Konsumsi protein hewani dalam proporsi yang tinggi menunrunkan jumlah protein harian yang diperlukan. Jumlah protein yang direkomendasi bagi konsumsi protein yang rata-rata adalah sebanyak 0.8 g/kgBB/hari. Tiada keuntungan fisiologis yang bisa diperoleh dalam mengkonsumsi protein melebihi keperluan harian karena protein berlebihan akan mengalami proses diaminasi yang menghasilkan energi dan acetyl co-A yang akan digunakan dalam proses sintesis lemak.

2. Lemak

Secara kuantitatif, triacylglyceride (TAG) adalah zat lemak yang paling penting. Cara kerja TAG pada lipid darah ditentukan oleh sifat kimawinya dan sifat asam lemak yang membentuknya. Kehadiran ikatan ganda (jenuh berbanding tidak

(35)

jenuh), posisi ikatan gandanya (omega-6 berbanding omega-3), dan konfigurasi cis berbanding trans adalah ciri-ciri struktural yang paling penting yang mempengaruhi lipid darah.

TAG yang terdiri asam lemak yang terbentuk dari rantai hidrokarbon yang tidak memiliki ikatan ganda dikenali sebagai asam lemak jenuh. Konsumsi asam lemak jenuh dikaitkan dengan peningkatan kolesterol plasma, low density lipoprotein (LDL) dan peningkatan resiko penyakit jantung koroner. Sumber utama asam lemak jenuh adalah dari produk susu dan daging. Disarankan agar asupan lemak jenuh supaya <10% asupan kalori harian total.

TAG yang terdiri asam lemak yang terbentuk dari rantai hidrokarbon yang memiliki ikatan ganda dikenali sebagai asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh umumnya diperoleh dari sayuran atau ikan. Asam lemak tidak jenuh berfungsi menurunkan kolesterol total, LDL dan meningkatkan high density lipoprotein (HDL).

Kemampuan asam lemak tidak jenuh untuk modifikasi profil lipid mungkin menjelaskan bahwa angka kejadian penyakit jantung koroner pada kultur yang menggunakan zaitun adalah rendah.

Asam lemak trans secara kimia diklasifikasi sebagai asam lemak tidak jenuh, tapi efeknya pada tubuh adalah seperti asam lemak jenuh yaitu meningkatkan kadar LDL, tidak meningkatkan kadar HDL dan meningkatkan resiko penyakit jantung koroner. Asam lemak trans tidak diperoleh dari sumber nabati dan dari sumber hewani hanya jumlah yang sedikit bisa diperolehi. Asam lemak trans terbentuk dalam proses hidrogenasi lemak sayuran yaitu proses membentuk margarin. Ini hal yang

(36)

membimbangkan karena penggunaan margarin dalam proses pengolahan makanan banyak dan mungkin berkontribusi ke angka kejadian penyakit jantung koroner yang tinggi di negara-negara membangun dan negara-negara maju.

Kolesterol hanya didapati dari sumber hewani. Efek kolesterol pada kolesterol serum adalah kurang signifikan berbanding jumlah dan jenis asam lemak yang dikonsumsi. Asupan kolesterol seharusnya <30 mg/hari.

3. Karbohidrat

Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi. Karbohidrat diklasifikasi menjadi gula sederhana (monosakarida dan disakarida), gula kompleks (polisakarida), dan serat. Monosakarida yang paling sering ditemukan dalam makanan adalah glukosa dan fruktosa. Disakarida yang paling sering diketemukan pula adalah sukrosa (glukosa + fruktosa), laktosa (glukosa + galaktosa), dan maltosa (glukosa + glukosa). Polisakarida pula secara umum adalah polimer glukosa.

Serat didefinisikan sebagai karbohidrat yang tidak bisa dicerna, tidak mempunyai pati dan lignin (polimer yang terdiri dari golongan alkohol aromatik) yang didapati dari sumber nabati. Serat larut adalah bagian tumbuhan yang bisa dimakan dan tidak mengalami proses digesti dan absorpsi di usus halus tapi difermentasi oleh bakteri di usus besar. Serat tidak larut melewati saluran pencernaan dengan intak. Serat tidak memberi energi dalam jumlah yang signifikan tapi memberi efek positif lain ke tubuh. Serat mampu mengabsorpsi air sebanyak 10 – 15 kali beratnya, menarik cairan ke dalam lumen usus dan meningkatkan motilitas usus.

Serat juga memperlambatkan pengosongan lambung, memberi rasa kenyang yang

(37)

lebih berpanjangan yang juga memberikan efek penurunan puncak glukosa darah setelah makan. Selain itu, serat larut juga mampu menurunkan tingkat LDL dalam darah dengan meningkatkan ekskresi asam empedu dan menurunkan reabsorpsi asam empedu .

(38)

21 3.1 Kerangka Teori

(39)

3.2 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen 3.3 Definisi operasional dan kriteria objektif

3.3.1 Variabel Dependen Tinggi Badan

Definisi : Tinggi badan dibawah rendah menurut usia menurut CDC Growth Chart tahun 2000

Mahasiswa Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Angk.

2017

Faktor Metabolisme

 Proses anabolik

 Proses Katabolik

Status Gizi Mahasiswa

 Pendek

 Cukup Tinggi

Lingkungan

Aktifitas Fisik

Genetik

Faktor Tabu Kebiasaan

Makan Keadaan sehat/

tidak sehat Asupan

Makanan Pola Makan

(40)

Skala Ukur : Ordinal

Alat Ukur : Microtoise Stature Meter

Cara Ukur : Subjek berdiri dibawah instrumen dengan tumit, bokong, bahu, dan belakang kepala menyentuh dinding dan lengan di samping badan. Kepala subjek diposisikan di garis Frankfurt. Instrument dibuat mendekati kepala sehingga terjadi kontak antara instrument dan kepala subjek (Makvana SM, 2016) Hasil Ukur : 1. Pendek ≤152 cm untuk perempuan

2. Tidak pendek ˃152 untuk perempuan 3. Pendek ≤165 cm untuk laki-laki 4. Tidak pendek ˃165 untuk laki-laki 3.3.2 Variabel Independen

1. Status Gizi

Definisi : Berat badan seseorang dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan kuadrat dalam meter

Skala Ukur : Ordinal

Alat Ukur : Microtoise & Timbangan

Cara Ukur : Subjek berdiri dibawah instrumen dengan tumit, bokong, bahu, dan belakang kepala menyentuh dinding

(41)

dan lengan tergantung di samping badan. Kepala subjek diposisikan di garis Frankfurt. Instrument dibuat mendekati kepala sehingga terjadi kontak antara instrument dan kepala subjek (Makvana SM, 2016).

Cara mengukur berat badan dengan berdiri diatas timbangan, pandangan lurus ke depan dan mencatat hasil penunjukan angka pada alat ukur.Menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk menilai status gizi yaitu pengukuran berat badan terhadap tinggi badan.

Hasil Ukur : 1. Berat kurang jika IMT ˂18,5 kg/m² 2. Normal jika IMT 18,5-22,9 kg/m² 3. Berat lebih jika IMT 23,0-24,9 kg/m²

4. Obesitas I jika IMT 25,0-29,9 kg/m² 5. Obesitas II jika IMT ≥30,0 kg/m² 2. Pola Makan

Definisi : Perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi.

Skala Ukur : Nominal Alat Ukur : Kuesioner

(42)

Cara Ukur : Melihat hasil kuesioner Food Frequency yang diisi responden

Hasil Ukur : 1. Sering ≥2x/minggu 2. Jarang ˂2x/minggu 3. Genetik

Definisi : Pengaruh keturunan/familial Skala Ukur : Nominal

Alat Ukur : Kuesioner

Cara Ukur : Melihat hasil kuesioner yang diisi responden Hasil Ukur : 1. Ya

2. Tidak

3.4 Hipotesis Penelitian 3.4.1 Hipotesis nol (H0)

1. Tidak terdapat hubungan pola makan terhadap tinggi badan pada mahasiswa Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2017.

(43)

2. Tidak terdapat hubungan status gizi terhadap tinggi badan pada mahasiswa Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2017.

3. Tidak terdapat hubungan familial terhadap tinggi badan pada mahasiswa Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2017.

4. Tidak terdapat hubungan pola makan dan status gizi pada mahasiswa Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2017.

3.4.2 Hipotesis alternative (Ha)

1. Terdapat hubungan pola makan terhadap tinggi badan pada mahasiswa Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2017.

2. Terdapat hubungan status gizi terhadap tinggi badan pada mahasiswa Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2017.

3. Terdapat hubungan familial terhadap tinggi badan pada mahasiswa Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2017.

4. Tidak terdapat hubungan pola makan dan status gizi pada mahasiswa Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2017.

(44)

27 4.1 Jenis Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Pada penelitian ini, peneliti akan mencoba untuk melakukan analisa variable dependen terhadap variable independen. Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan hubungan pola makan dan status gizi terhadap tinggi badan pada mahasiswa pendidikan dokter FK Unhas angkatan 2017.

4.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kampus Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Sulawesi Selatan. Mahasiswa pendidikan dokter FK Unhas dipilih karena sebagai individu yang berkecimpung di dunia kesehatan diharapkan mahasiswa mengetahui pentingnya pola makan dan status gizi. Faktor kemudahan juga merupakan alasan peneliti memilih tempat tersebut.

4.3 Waktu Penelitian

Waktu penelitian terhitung sejak 18 Oktober – 24 November 2017.

4.4 Populasi dan Sampel 4.4.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2017.

(45)

4.4.2 Sampel

Sampel dari penelitian ini adalah total mahasiswa pada satu angkatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin khususnya program studi pendidikan dokter.

Besar sampel penelitian yang digunakan ditentukan dengan menggunakan rumus berikut :

𝑛 = 𝑁

𝑁(𝑑)2+ 1

𝑛 = 324

324 (0.05)2+ 1

𝑛 = 324 1,81 𝑛 = 179,006 Dimana:

N adalah jumlah populasi

n adalah jumlah sampel yang dibutuhkan d adalah presisi absolut atau limit dari error

4.5 Kriteria Seleksi

Kriteria inklusi : Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Unhas angkatan 2017 yang bersedia ikut penelitian.

(46)

Kriteria ekslusi :

1. Mahasiswa yang tidak ada di tempat saat pengambilan sampel.

2. Mahasiswa yang tidak bersedia untuk dijadikan sampel.

3. Mahasiswa yang tidak termasuk kategori remaja (≥19 tahun).

4. Mahasiswa yang tidak mengisi data dengan lengkap.

4.6 Metode Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan adalah total sampling. Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa program studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2017. Data yang dikumpulkan diperoleh dari hasil wawancara berupa kuesioner yang dibagikan kepada responden dan hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan. Populasi dari seluruh mahasiswa program studi Pendidikan Dokter FK Unhas angkatan 2017 terdiri dari 324 mahasiswa. Sampel minimal 179 sampel.

4.7 Instrumen Penelitian

1. Lembar isian berupa kuisioner tentang Food Recall, Food Frequency Questionnaire dan beberapa data pribadi

2. Microtoise untuk mengukur tinggi badan 3. Timbangan

(47)

4.8 Pengelolaan Data 4.8.1 Tahap persiapan

Tahap persiapan penelitian meliputi : 1. Diskusi dengan pembimbing.

2. Penyusunan proposal dan pembuatan kuisioner.

3. Pengurusan izin etik dan izin penelitian.

4.8.2 Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian meliputi :

1. Peneliti memberi pengantar dan penjelasan mengenai penelitian kepada partisipan.

2. Responden mengisi kuisioner dan peneliti melakukan pengukuran berat dan tinggi badan kepada mahasiswa secara bergantian.

3. Peneliti melakukan input data dan analisis data. Data akan diolah secara manual dengan program Ms. Word dan SPSS kemudian disajikan dalam bentuk table deskriptif.

4. Peneliti melakukan pengolahan dan penyajian data hasil penelitian.

4.8.3 Tahap pelaporan

Tahap pelaporan meliputi :

1. Penulisan hasil analisis dan kesimpulan penelitian 2. Evaluasi hasil data bersama pembimbing

3. Pencetakan hasil penelitian

(48)

4.9 Alur Penelitian

Mahasiswa Pendidikan Kedokteran Universitas

Hasanuddin 2017

324

145 tidak mengiisi kuesioner

179

Kuesioner

Pola Makan

Antropometri

TB BB Asupan

Makanan TB

Usia

Pendek Cukup

Tinggi

Status Gizi

Normal

Kurang Obes

Pre-Obes Status

Gizi Genetik

(49)

4.10 Etika Penelitian

1. Sebelum melakukan penelitian, peneliti meminta izin dari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin untuk mendapatkan persetujuan.

2. Sebelum diberikan kuisioner dan melakukan pengukuran, responden diberikan penjelasan secara lisan.

3. Kerahasiaan data akan dijamin dari tiap responden untuk mencegah adanya pihak yang dirugikan dari penelitian ini.

(50)

33 5.1 Hasil Peneiltian

Pengambilan data untuk penelitian tentang hubungan pola makan dan status gizi terhadap tinggi badan pada mahasiswa pendidikan dokter universitas hasanuddin yang dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2017 di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar. Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil data primer berupa pengukuran tinggi badan dan berat badan serta kuesioner yang diisi oleh mahasiswa.

Total sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 179 mahasiswa, dengan menggunakan kuota sampling. Penelitian ini berdasarkan data tinggi badan mahasiswa yang diukur menggunakan Microtoise. Berikut adalah hasil olahan data tinggi badan pada mahasiswa pendidikan dokter Unhas angkatan 2017.

5.2 Analisis Univariat

5.2.1 Tinggi Badan Mahasiswa Pendidikan Dokter

Karakteristik tinggi badan menurut usia dilihat berdasarkan hasil pengukuran tinggi badan menggunakan Microtoise dan pengumpulan data diri yang diisi dengan kuesioner. Variabel karakteristik tinggi badan ini dikategorikan menjadi pendek dan cukup tinggi. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1:

(51)

Tabel 5.1 Karakteristik Tinggi Badan Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Hasanuddin

Karakteristik Jumlah

(orang)

Persentase

(%) Mean SD

Tinggi Badan Laki-laki

Pendek (≤165) 14 31.11 1.62 0.02

Tinggi (>165) 31 68.89 1.72 0.05

Tinggi Badan Perempuan

Pendek (≤152) 34 25.37 1.48 0.04

Tinggi (>152) 100 74.63 1.59 0.04

Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 5.1, dapat diketahui bahwa dari 45 laki-laki, terdapat 14 mahasiswa (31.11%) tergolong pendek dan 31 mahasiswa (68.89%) tergolong cukup tinggi sedangkan dari 134 perempuan, terdapat 34 mahasiswa (25.37%) tergolong pendek dan 100 mahasiswa (74.63%) tergolong cukup tinggi.

5.2.2 Karakteristik Mahasiswa Pendidikan Dokter

Tabel 5.2 Karakteristik Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Hasanuddin

Karakteristik n %

Umur Energi Protein Lemak Karbohidrat

16 17 18

Mean SD Mean SD Mean SD Mean SD

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 45 25.14 3 6.70 10 22.20 32 71.10 2259.45 301.17 87.29 28.49 80.09 23.80 289.44 49.22 Perempuan 134 74.86 1 0.70 30 22.40 103 76.90 1926.06 270.66 71.02 18.23 61.74 19.60 266.23 53.47

Status Gizi

Kurang 47 26.26 1 2.10 12 25.50 34 72.30 1730.53 194.03 57.04 18.89 238.99 44.98 60.70 13.12

Normal 88 49.16 2 2.30 15 17.00 71 80.70 2014.86 223.16 77.28 23.22 65.36 19.44 273.11 47.63

Pre-Obesitas 21 11.73 1 4.80 6 28.60 14 66.70 2246.77 266.63 81.96 15.71 78.72 23.40 299.41 58.01 Obesitas I 18 10.06 0 0.00 6 33.30 12 66.70 2274.84 343.31 82.16 20.08 72.19 26.29 317.87 48.54 Obesitas II 5 2.79 0 0.00 1 20.00 4 80.00 2599.00 187.52 118.18 15.06 105.40 13.56 286.14 17.48

Sumber: Data Primer

(52)

Berdasarkan Tabel 5.2, dapat dilihat bahwa sampel penelitian terdiri sebagian besar perempuan daripada laki-laki, hal ini dikarenakan jumlah mahasiswa pendidikan dokter yang tidak merata antara jumlah laki-laki dan perempuan.

Sehingga didapatkan sampel terdiri dari 45 mahasiswa (25,14%) laki-laki.

Sedangkan, pada mahasiswa perempuan sebanyak 134 mahasiswa (74,86%) perempuan.

Untuk distribusi status gizi, masih terdapat mahasiswa dengan status gizi berat badan lebih (pre-obesitas sampai obesitas II), namun dalam hal ini masih didominasi dengan status gizi normal. Dari sampel yang diambil, didapatkan hasil kategori status gizi kurang sebanyak 47 mahasiswa (26,26%), pada status gizi normal terdapat 88 mahasiswa (49,16%), untuk status gizi pre-obesitas didapatkan 21 mahasiswa (11,73%), Kategori status gizi obesitas I dan obesitas II masing-masing dengan sejumlah 18 mahasiswa (10,06%) dan juga 5 mahasiswa (2,79%).

5.2.3 Pola Makan

Pola makan terhadap tinggi badan mahasiswa dapat dilihat dari beberapa indikator yang meliputi, jenis makanan, konsumsi makanan, kebiasaan makan, jarak antara makan dan tidur, mengemil atau mengonsumsi snack, dan Food Frequency Questionnaire (FFQ).

Dari 179 responden, yang terdiri dari 45 laki-laki yang memiliki pola makan baik dalam kategori cukup tinggi terdapat 12 mahasiswa dan kategori pendek terdapat 2 mahasiswa (31.11%) dan yang memiliki pola makan yang kurang baik dalam kategori cukup tinggi terdapat 19 mahasiswa dan kategori pendek terdapat 12

(53)

mahasiswa (68.89%). Selanjutnya yang terdiri dari 134 perempuan yang memiliki pola makan baik dalam kategori cukup tinggi terdapat 57 mahasiswa dan kategori pendek terdapat 18 mahasiswa (55.97%) dan yang memiliki pola makan yang kurang baik dalam kategori cukup tinggi terdapat 43 mahasiswa dan kategori pendek terdapat 16 mahasiswa (44.03%).

Tabel 5.3 Karakteristik Pola Makan Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Hasanuddin

Pola Makan Tinggi Pendek

n %

Laki-laki >165 cm ≤165 cm

Baik (Skor >50) 12 2 14 31.11

Tidak Baik (Skor <50) 19 12 31 68.89

Perempuan >152 cm ≤152 cm

Baik (Skor >50) 57 18 75 55.97

Tidak Baik (Skor <50) 43 16 59 44.03

Sumber: Data Primer

(54)

Tabel 5.4 Karakteristik Pola Makan Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Hasanuddin Berdasarkan Food Frequency Qustionnaire

Nama Bahan Makanan Sering Jarang/tidak pernah Jumlah

(orang)

Persen (%)

Jumlah (orang)

Persen (%) Sumber Karbohidrat

Nasi putih 171 95.53 8 4.47

Nasi merah 15 8.38 164 91.62

Singkong 10 5.59 169 94.41

Ubi Jalar 17 9.50 162 90.50

Roti 91 50.84 88 49.16

Mie 51 28.49 128 71.51

Sirop/minuman manis 63 35.20 116 64.80

Sumber Protein

Daging sapi 45 25.14 134 74.86

Daging ayam 112 62.57 67 37.43

Daging kambing 3 1.68 176 98.32

Telur ayam 112 62.57 67 37.43

Ikan segar 94 52.51 85 47.49

Tempe/tahu 128 71.51 51 28.49

Kacang-kacangan 40 22.35 139 77.65

Sumber Lemak

Susu Fullcream 87 48.60 92 51.40

Minyak sayur 36 20.11 143 79.89

Jeroan 8 4.47 171 95.53

Keju 50 27.93 129 72.07

Mentega 47 26.26 132 73.74

Santan 29 16.20 150 83.80

Makanan Jadi/Jajanan

Fastfood 78 43.58 101 56.42

Softdrink 77 43.02 102 56.98

Gorengan 119 66.48 60 33.52

Sumber serat

Sayuran 138 77.09 41 22.91

Buah-buahan 104 58.10 75 41.90

Sumber: Data Primer

(55)

Dari hasil Food Frequency Questionnaire (FFQ) 179 responden, sebagian besar mahasiswa pendidikan dokter mengonsumsi nasi putih sebagai sumber karbohidrat yaitu 171 mahasiswa (95,53%) kategori sering dan 8 mahasiswa (4,47%) jarang. Setelah nasi putih, sebagian besar juga mahasiswa pendidikan dokter mengonsumsi roti, yaitu sekitar 91 mahasiswa (50,84%) sering mengonsumsi roti, dan 88 mahasiswa (49,16) jarang mengonsumsi roti dalam satu minggu. Namun, dari data, sangat jarang mahasiswa mengonsumsi singkong, yaitu hanya 10 mahasiswa (5,59%) yang sering mengonsumsi singkong.

Untuk sumber protein, tempe atau tahu menjadi sumber protein yang paling banyak diminati oleh mahasiswa dengan jumlah 128 mahasiswa (71,51%) sering mengonsumsi tempe/tahu, dan 51 mahasiswa (28,49%) jarang mengonsumsi tahu/tempe. Selain itu, banyak 112 mahasiswa (62,57%) sering mengonsumsi daging ayam dan telur ayam, dan sebanyak 67 mahasiswa (37,43%) jarang mengonsumsi kedua sumber protein tersebut. Dari 179 responden, mahasiswa sangat jarang mengonsumsi sumber protein berupa daging kambing yaitu 3 mahasiswa (1,68%) dalam kategori sering, dan selebihnya dalam kategori jarang atau bahkan tidak pernah.

Menurut data FFQ, rata-rata mahasiswa pendidikan dokter kurang mengonsumsi lemak dalam rentan satu minggu. Untuk sumber lemak yang paling sering dikonsumsi oleh mahasiswa adalah susu fullcream dibandingkan dengan sumber lemak lainnya seperti minyak sayur, jeroan, keju, mentega maupun santan.

(56)

Sebanyak 87 mahasiswa (48,60%) sering mengonsumsi susu fullcream, dan sebanyak 92 mahasiswa (51,40%) masih jarang atau tidak pernah mengonsumsi susu fullcream.

Dari hasil kuesioner yang diisikan responden, gorengan adalah makanan jadi/jajanan yang paling sering dikonsumsi oleh mahasiswa dibandingkan dengan fastfood, maupun softdrink. Sebanyak 119 mahasiswa (66,48%) sering mengonsumsi gorengan satu minggu, dan 60 mahasiswa (33,52%) jarang mengonsumsi gorengan.

Sedangkan untuk fastfood dan softdrink masing-masing terdapat 78 mahasiswa (43,02%) masih sering mengonsumsi fastfood, dan 77 mahasiswa (43,02%) masih sering mengonsumsi softdrink.

Untuk sumber serat, mahasiswa sering mengonsumsi sayuran dan buah- buahan. 138 mahasiswa (77,09%) sering mengonsumsi sayuran, dan 104 mahasiswa (58,10%) sering mengonsumsi buah-buahan dalam satu minggu.

5.2.4 Asupan Makanan

Karakteristik asupan makanan dilihat berdasarkan hasil wawancara yang diisi dengan kuesioner dan menggunakan Form Food Recall 24 Hours untuk menghitung asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.5:

(57)

Tabel 5.5 Karakteristik Asupan Makanan pada Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Hasanuddin

Karakteristik Jumlah

(orang)

Persentase (%) Asupan Energi

Kurang (≤80% AKG) 148 82.68

Cukup (>80% AKG) 31 17.32

Asupan Protein

Kurang (≤80% AKG) 41 22.91

Cukup (>80% AKG) 138 77.09

Asupan Lemak

Kurang (≤80% AKG) 125 69.83

Cukup (>80% AKG) 54 30.17

Asupan Karbohidrat

Kurang (≤80% AKG) 139 77.65

Cukup (>80% AKG) 40 22.35

Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 5.5, dapat dilihat bahwa mahasiswa pendidikan dokter sebagian besar memiliki asupan energi kurang sebanyak 147 mahasiswa (82.68%) sedangkan terdapat 31 mahasiswa (17.32%) yang memiliki asupan energi cukup.

Untuk asupan protein, rata-rata mahasiswa pendidikan dokter memiliki asupan protein yang kurang yaitu sebanyak 41 mahasiswa (22.91%) dan 138 mahasiswa (77.09%) asupan protein cukup.

Dari 179 sampel, 125 mahasiswa (69.83%) dengan asupan lemak kurang dan 54 mahasiswa (30.17%) asupan lemak cukup.

Selain itu, mahasiswa dengan asupan karbohidrat yang kurang, yaitu 139 mahasiswa (77.65%) dan 40 mahasiswa (22.35%) asupan karbohidrat cukup.

(58)

5.2.5 Faktor Genetik

Faktor familial/genetik terhadap tinggi badan mahasiswa dapat dilihat dari beberapa indikator yang meliputi, tinggi badan kedua orang tua maupun anggota keluarga lainnya, ataupun keluarga yang berat badan berlebih maupun berat badan kurang.

Dari hasil data wawancara didapatkan 45 laki-laki yang memiliki tinggi badan ibunya ≤ 152 cm yaitu 8 orang yang memiliki badan cukup tinggi dan 6 orang yang memiliki tinggi badan pendek (31.11%), serta mahasiswa dengan tinggi badan ibu >

152 cm yaitu 23 orang yang memiliki badan cukup tinggi dan 8 orang yang memiliki tinggi badan pendek (68.89%). Sedangkan 134 perempuan yang memiliki tinggi badan ibunya ≤ 152 cm yaitu 35 orang yang memiliki badan cukup tinggi dan 15 orang yang memiliki tinggi badan pendek (37.31%), serta mahasiswa dengan tinggi badan ibu > 152 cm yaitu 65 orang yang memiliki badan cukup tinggi dan 19 orang yang memiliki tinggi badan pendek (62.69%).

untuk kategori tinggi badan ayah, didapatkan 45 laki-laki yang memiliki tinggi badan ayahnya ≤ 165 cm yaitu 12 orang yang memiliki badan cukup tinggi dan 2 orang yang memiliki tinggi badan pendek (31.11%), serta mahasiswa dengan tinggi badan ayah > 165 cm yaitu 23 orang yang memiliki badan cukup tinggi dan 8 orang yang memiliki tinggi badan pendek (68.89%). Sedangkan 134 perempuan yang memiliki tinggi badan ayahnya ≤ 165 cm yaitu 57 orang yang memiliki badan cukup tinggi dan 18 orang yang memiliki tinggi badan pendek (55.97%), serta mahasiswa

(59)

dengan tinggi badan ayah > 165 cm yaitu 43 orang yang memiliki badan cukup tinggi dan 16 orang yang memiliki tinggi badan pendek (44.03%).

Tabel 5.6 Karakteristik Familial pada Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Hasanuddin

Tinggi Badan Ibu

Tinggi Badan

Mahasiswa Jumlah (orang)

Persentase Tinggi Pendek (%)

Laki-laki >165 cm ≤165 cm n %

Tingggi badan ibu ≤152 cm 8 6 14 31.11

Tingggi badan ibu >152 cm 23 8 31 68.89

Perempuan >152 cm ≤152 cm n %

Tingggi badan ibu ≤152 cm 35 15 50 37.31

Tingggi badan ibu >152 cm 65 19 84 62.69

Tinggi Badan Ayah

Tinggi Badan

Mahasiswa Jumlah (orang)

Persentase Tinggi Pendek (%)

Laki-laki >165 cm ≤165 cm n %

Tingggi badan ayah ≤165 cm 12 2 14 31.11

Tingggi badan ayah >165 cm 19 12 31 68.89

Perempuan >152 cm ≤152 cm n %

Tingggi badan ayah ≤165 cm 57 18 75 55.97

Tingggi badan ayah >165 cm 43 16 59 44.03

Sumber: Data Primer 5.3 Analisis Bivariat

5.3.1 Hubungan Status Gizi terhadap Tinggi Badan

Hasil analisa hubungan status gizi mahasiswa pendidikan dokter terhadap tinggi badan dengan uji Chi-Square dijelaskan pada Tabel 5.7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Peserta didik diberi motivasi atau rangsangan untuk memusatkan perhatian (Berpikir kritis (Berpikir kritis dan bekerjasama (4C) dalam mengamati permasalahan (literasi

Konsistensi dalam informasi merupakan ketetapan berita yang diterima oleh seseorang atau organisasi sesuai dengan sumber aslinya. Konsistensi informasi tentang

7 Juni 2017 Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru,Terbarukan, dan Konservasi Energi (P3TKEBTKE) 1. Metode penentuan beda tinggi

Berdasarkan hasil pengujian gelombang singkat terhadap prosentase rasio kompresi untuk citra sekuensial intraframe pada Tabel 1, Gambar 9, dan Gambar 10 terlihat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Korporasi dapat dikenakan sebagai pelaku turut serta atau penyertaan terhadap perbuatan organ-organ yang ada didalamnya,

Presentase Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Kabupaten/Kota dan Lapangan Pekerjaan Utama di Jawa Barat Percentage Population Aged 10 Years and Over Who

Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui bahwa pada nilai variabel kurs t hitung &gt; t tabel (2,516 &gt; 2,110), maka secara parsial nilai tukar berpengaruh terhadap

Keterkaitan produksi dengan beban masukan bahan organik pada sistem budidaya intensif udang vaname ( Litopenaeus vannamei Boone 1931) [disertasi].Bogor : Sekolah Pascasarjana,