• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

95

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Pengumpulan Data

Penulis menggunakan metode pengambilan data bersifat kualitatif. Menurut Yusuf (2017), metodologi penelitian kualitatif merupakan pencarian makna, pemahaman, pengertian, perilaku manusia, dalam suatu fenomena, kejadian, dan kehidupan secara langsung dan tidak langsung, secara kontekstual dan menyeluruh terhadap objek yang diteliti. Penelitian kualitatif mendorong peneliti untuk mengutamakan kualitas dibandingkan kuantitas, yang disajikan secara naratif.

Metodologi penelitian kualitatif memungkinkan peneliti untuk mendapatkan berbagai macam sudut pandang, bervariasi, melalui interaksi dengan objek penelitiannya. Proses yang dilalui dalam penelitian kualitatif berupa penemuan dan pengumpulan data, analisis, serta interpretasi data visual dan naratif secara komprehensif (p. 328-330).

3.1.1 Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap Nike Parandyani S.IP, selaku pengajar Bahasa Jepang LPK Hotaru Yogyakarta, untuk mendapatkan data mengenai persiapan Bahasa Jepang oleh tenaga kerja Jepang dari Indonesia, dan kepada Dyah Ayu Septiani dan Rizki Santosa selaku tenaga kerja caregiver di Jepang untuk memperoleh data mengenai kendala yang dihadapi dalam pembelajaran bahasa dan selama bekerja, serta kepada Kartika Aini Putri selaku recruiter caregiver dari PT. OS Selnajaya untuk mendapatkan insight mengenai kualifikasi serta proses yang dilalui oleh caregiver Indonesia sebelum dan sesudah bekerja di Jepang.

3.1.1.1 Wawancara dengan Pengajar Bahasa Jepang

Pada 31 Mei 2021, penulis mengadakan wawancara melalui Google Meets dengan Nike Parandyani, yang berprofesi sebagai pengajar Bahasa Jepang di LPK (Lembaga Pembekalan Kerja) Hotaru Yogyakarta, dosen

(2)

96

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

Bahasa Jepang di FISIP HI Universitas Muhammadiyah, dan tempat kursus bahasa ION’s. Berikut merupakah hasil dari wawancara yang dilakukan oleh penulis:

Gambar 3.1 Wawancara dengan Nike Parandyani S. IP.

1) Pentingnya Penguasaan Bahasa Jepang oleh Tenaga Kerja

Jepang merupakan negara yang kultur kerjanya sangat kuat dan berbeda dari negara lain, dan Jepang juga menuntut tenaga kerjanya untuk menguasai dan memiliki sertifikasi Bahasa Jepang dengan level minimal yang digunakan pada rekrutmen tenaga kerja sesuai dengan standar masing-masing perusahaan. Hal tersebut dikarenakan, negara Jepang tertutup dengan budaya dan bahasa asing dan sangat menjunjung tinggi bahasa dan budanya negaranya, sehingga akan sulit bila seseorang membekalkan diri dengan bahasa selain Bahasa Jepang bila berminat untuk bekerja di Jepang.

Untuk tenaga kerja profesional yang bekerja di instansi Jepang, dibutuhkan minimal level menengah yaitu N3, dan ke atas. Untuk pekerja buruh dan tenaga kerja semi profesional seperti kaigo (caregiver), dibutuhkan kualifikasi setidaknya N5 atau N4 yang merupakan level rendah dalam penguasaan Bahasa Jepang dan hanya mencangkup basic survival words.

Namun untuk sekarang banyak juga instansi yang menuntut tenaga kerjanya untuk menguasai Bahasa Jepang level N3, untuk menjalin komunikasi yang lebih baik dengan personil-personil lain seperti atasan, rekan kerja, atau klien di instansi Jepang.

(3)

97

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

Selain itu, kompetensi berbahasa juga akan sangat membantu seseorang memahami budaya kerja Jepang yang berbeda dengan Indonesia, misalnya mengenai keselamatan, cara memahami informasi dan perintah, hal-hal terkait senioritas, bagaimana berkomunikasi yang benar dengan personil- personil tertentu, gaya bahasa seperti apa yang digunakan untuk menyampaikan gagasan kepada orang-orang tersebut, bagaimana cara membela diri, budaya negosiasi dan lobby, dan lainnya. Hal tersebut diperlukan untuk meningkatkan efisiensi kerja.

Dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa penguasaan Bahasa Jepang sangat penting untuk semua jenis tenaga kerja di instansi Jepang, dan penguasaan Bahasa Jepang khusus bidangnya akan sangat baik bila dimiliki oleh tenaga kerja tersebut. Artinya, tenaga kerja caregiver membutuhkan pengetahuan yang dalam perihal bahasa khusus caregiver, seperti bagaimana berbicara pada pasien, atau istilah medis tertentu.

2) Kurangnya Persiapan Bahasa Jepang oleh Tenaga Kerja

Meskipun pembelajaran Bahasa Jepang sangat penting untuk mempersiapkan diri untuk bekerja di instansi Jepang, mayoritas calon tenaga kerja kurang dapat mempersiapkannya dengan baik. Hal tersebut dikarenakan tenaga kerja dari Indonesia harus mempersiapkan kemampuan berbahasa di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) dalam waktu yang cukup singkat, yaitu sekitar enam bulan sebelum diberangkatkan ke Jepang, dan bahkan bisa hanya belajar selama satu bulan saja di LPK apabila urgensinya sangat tinggi.

Hal tersebut sangat disayangkan karena dengan metode belajar intensif yang terburu-buru, penguasaan bahasa akan menjadi minim, karena pembelajar hanya sekedar mengetahui namun tidak memahami secara betul sehingga kompetensinya dalam bekerja pun akan dipertanyakan. Maka dari itu, seringkali instansi Jepang mengadakan pelatihan dan tes ulang bagi para tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Jepang karena kemampuan berbahasanya yang sangat minim. Hal tersebut tidak terkecuali bagi tenaga kerja caregiver yang harus mencapai N3 untuk bekerja di Jepang, namun

(4)

98

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

mayoritas hanya mencapai N4 saja saat ujian di Indonesia, sehingga harus melakukan tes ulang di Jepang.

3.1.1.2 Wawancara dengan Pekerja Caregiver

Pada Rabu, 1 September 2021, penulis melakukan wawancara dengan Dyah Ayu Septiani yang merupakan seorang caregiver dari Okusawa Daycare Service yang dinaungi oleh Hōyūkai Dayhome Okusawa, di Okusawa-chō, Setagaya-ku, Tokyo. Dyah telah bekerja sebagai caregiver selama 6 bulan, namun sudah tinggal di Hiroshima-ken, Jepang semenjak Desember 2020 untuk belajar mengenai keperawatan lansia selama kurang lebih 3 bulan.

Gambar 3.2 Wawancara dengan Dyah Ayu Septiani

Penulis juga melakukan wawancara dengan Rizki Santosa, seorang pekerja caregiver dari Kutsukake Tokubetsu Yōgo Rōjin Home di Suginami- ku, Tokyo, pada Rabu, 15 September 2021. Rizki merupakan lulusan LPK umum yang berniat mengambil pekerjaan sektor manufaktur, namun karena ada kendala pada proses rekrutmen, Rizki mengambil pekerjaan pada sektor caregiving. Rizki sudah bekerja sebagai caregiver selama 6 bulan.

(5)

99

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

Gambar 3.3 Wawancara dengan Rizki Santosa

Berikut merupakan hasil wawancara penulis dengan Dyah dan Rizki:

1) Persiapan Bahasa Jepang

Sebelum mendapatkan pekerjaan sebagai caregiver, Dyah dan Rizki menyatakan harus melewati pendidikan di Indonesia selama 6 bulan dan 3 bulan di Jepang. Di Indonesia, Dyah mempelajari Bahasa Jepang dasar yang digunakan untuk ujian J-test N5 dan N4 sebagai syarat pendaftaran kerja di Jepang melalui LPK selama kurang lebih 6 bulan secara intensif, sedangkan Rizki berhasil mendapatkan kualifikasi N3 saat di Indonesia dengan porsi belajar lebih lama karena dulu sempat mendaftar pekerjaan sektor manufaktur sebelum mendaftar sektor caregiving.

Setelah lulus ujian dan diterima sebagai caregiver, Dyah dan Rizki melanjutkan pendidikan intensif khusus keperawatan di Jepang selama 3 bulan, namun tidak ada pendalaman bahasa dan bagaimana budaya berkomunikasi dalam situasi tertentu, melainkan hanya pelatihan teknis pada pekerjaan saja, serta teknis lainnya yang perlu diketahui selama tinggal di Jepang seperti jadwal dan cara pemilahan sampah.

Dyah dan Rizki menyatakan bahwa sangat sulit baginya dan rekan kerja dari Indonesia untuk beradaptasi dengan bahasa dan budaya Jepang, karena baru mempelajari dasarnya saja. Setelah beberapa bulan tinggal di Jepang, Dyah baru mulai terbiasa dengan penggunaan bahasa sehari-hari, namun

(6)

100

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

masih mengalami kesulitan untuk Bahasa Jepang dalam ranah pekerjaan, sehingga efisiensi kerjanya berkurang.

2) Kendala Selama Bekerja

Pekerjaan Dyah dan Rizki sebagai caregiver melibatkan berbagai macam komunikasi dengan orang lain, seperti rekan kerja, atasan, tim medis, dan pasien, agar tidak terjadi kesalahan fatal yang dapat membahayakan hidup pasien, seperti salah memberikan obat, atau tidak bisa memahami penjelasan penyakit pasien dengan benar. Ada pula risiko miskomunikasi dengan keluarga pasien yang dapat menyebabkan penanganan pasien yang salah hingga dimarahi oleh keluarga pasien. Selain itu, karena caregiver harus selalu bersikap sopan terhadap pasien, komunikasi menjadi hal yang penting agar pasien dapat menikmati servis yang diberikan oleh para caregiver tanpa merasa tidak nyaman atau terbebani.

Namun, Dyah dan Rizki mengaku bahwa banyak kendala komunikasi dalam pekerjaannya mulai dari keterbatasan kosakata hingga perbedaan budaya, sehingga sulit untuk menerima perintah atau menyampaikan maksud dengan benar dan cepat, sedangkan banyak pekerjaan yang harus dilakukan dengan cepat tergantung kegentingan situasi, terutama bisa berhubungan dengan kondisi kesehatan para pasien.

Dyah sendiri sering melupakan kosakata atau struktur verbal bahasa baik itu lisan maupun tertulis, sehingga tidak jarang harus berkomunikasi menggunakan bahasa tubuh untuk menyampaikan maksudnya. Rizki pun sering mengalami kendala yang sama sehingga harus sering bertanya pada rekan kerja mengenai apa yang harus dikerjakan. Terkadang Dyah juga harus meminta ijin membuka ponsel saat bekerja untuk mencari kata yang dibutuhkan menggunakan aplikasi Google Translate. Hal tersebut dinilai tidak efektif karena membutuhkan waktu yang lama dan tidak bisa menyampaikan maksud dengan jelas sehingga berisiko membahayakan pasien, dan kurang sopan bagi karyawan untuk membuka ponsel di depan tamunya. Selain itu, komunikasi yang baik dan lancar juga penting untuk

(7)

101

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

menjalin relasi yang baik dengan pasien yang merupakan tamu sehingga harus diperlakukan layaknya dewa (periBahasa Jepang ‘Okyaku-sama wa Kami-sama desu’, yang berarti tamu adalah dewa).

3) Media Belajar Bahasa Jepang

Dikarenakan larangan membawa perangkat gawai selama belajar di asrama LPK, media pembelajaran terbatas pada buku latihan, dan juga bisa bertanya pada pengajar saat kelas. Setelah tinggal di Jepang, Dyah lebih sering menggunakan gawai sebagai media belajar bahasa, namun intensifitasnya berkurang dibandingkan saat masih belajar di Indonesia.

Rizki mengaku malas belajar mandiri, dan sama sekali tidak pernah belajar setelah sampai di Jepang. Rizki lebih sering menggunakan tontonan seperti anime dengan subtitle untuk membantu mendapatkan kosakata baru.

Namun, hal tersebut juga kurang efektif karena waktu yang diperlukan untuk menonton lama dan kosakata yang didapat tidak sebanding dengan waktu yang dihabiskan. Rizki juga menyatakan bahwa dirinya sangat jarang melakukan hal tersebut.

3.1.1.3 Wawancara degan Recruiter Caregiver

Penulis melakukan wawancara dengan Kartika Aini Putri pada Jumat, 24 September selaku perektrut tenaga kerja caregiver dari PT. OS Selnajaya, salah satu perusahaan terbesar di Indonesia yang menangani pemberangkatan tenaga kerja Indonesia ke Jepang, salah satunya adalah caregiver. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan insight mengenai proses yang dilalui oleh caregiver Indonesia pra dan pasca bekerja di Jepang, dan kualifikasi tenaga kerja caregiver Indonesia. Berikut hasil wawancara penulis:

(8)

102

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

Gambar 3.4 Wawancara dengan Kartika Aini Putri, S. Hum

1) Kualifikasi Caregiver

Kualifikasi Bahasa Jepang yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan sebagai caregiver adalah minimal N4 saat di Indonesia, namun untuk bekerja di Jepang dibutuhkan kemampuan berbahasa minimal N3.

Maka dari itu, biasanya pihak Jepang akan melakukan pelatihan ulang serta tes ulang terkait kemampuan berbahasa bagi caregiver Indonesia agar dapat mencapai level minimal yang ditentukan. Apabila tenaga kerja tidak bisa mencapai level tertentu dalam waktu yang ditentukan, tenaga kerja yang bersangkutan akan mendapatkan konsekuensi tidak diberangkatkan ke Jepang, maupun dipulangkan ke Indonesia, terlepas dari masa kontrak yang sudah atau belum berakhir. Hal tersebut dikarenakan, pihak rumah sakit dan panti di Jepang lebih mengutamakan kualitas dibandingkan kuantitas tenaga kerja.

2) Proses Perekrutan Hingga Kepulangan

Pada proses perekrutan caregiver dengan visa tokutei ginou (SSW), terdapat dua kali interview pendaftaran caregiver dan satu kali mensetsu (job interview). Kedua wawancara pendaftaran caregiver dilakukan oleh lembaga yang mengurus keberangkatan tenaga kerja Indonesia ke Jepang, Wawancara yang pertama dilaksanakan oleh PT. OS Selnajaya, untuk melihat keseriusan tenaga kerja terhadap pekerjaan yang akan dijalani, kerapihan dan kebersihan penampilan calon tenaga kerja, dan lain-lain. Mensetsu dilakukan oleh pihak

(9)

103

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

rumah sakit atau panti untuk menyortir tenaga kerja yang cocok dengan institusi masing-masing.

Setelah lulus dari wawancara pertama, calon pekerja harus melalui wawancara kedua yang dilakukan oleh headquarter Out Sourcing yang berada di Jepang, untuk memastikan kompetensi berbahasa Jepang dari para kandidat sudah memenuhi kualifikasi atau belum. Untuk pekerja visa ginou jisshusei (magang), hanya terdapat wawancara dengan pihak SO dari Indonesia, tetapi wajib mengikuti pelatihan kurang lebih selama 6 bulan. Meskipun terdapat pelatihan caregiving, namun yang paling utama dan menjadi fokus tetap pelatihan bahasa, yang ditangani oleh pengajar Bahasa Jepang dari Indonesia, Jepang, maupun ex-caregiver yang sudah pulamg ke Indonesia.

Setelah diberangkatkan ke Jepang, para kandidat akan menjalani pelatihan di Jepang terlebih dahulu selama bekerja di Jepang, PT. OS Selnajaya masih memberikan bantuan bagi tenaga kerja Indonesia termasuk caregiver, mulai dari urusan administrasi hingga masalah lain yang terjadi di tempat kerja baik rumah sakit maupun panti, akibat berbagai kendala komunikasi dari para tenaga kerja caregiver, yang salah satunya adalah karena keterbatasan Bahasa Jepang.

Berhubung kontrak kerja di Jepang hanya berlangsung selama 3-5 tahun, tenaga kerja yang memilih untuk tidak memperpanjang visa dan pulang ke Indonesia, harus mencari pekerjaan baru di Indonesia. Beberapa opsi yang dipilih oleh ex-caregiver Indonesia adaah menjadi perawat di rumah sakit, atau penerjemah atau pekerjaan yang berhubungan dengan Bahasa Jepang. Untuk pilihan kedua, pekerja tersebut harus memiliki sertifikasi yang diperlukan yaitu minimal menguasai level N3. Maka dari itu, penting bagi tenaga kerja caregiver untuk menguasai Bahasa Jepang karena selain digunakan saat bekerja di Jepang, kemampuan bahasa juga akan mempermudah proses pencarian kerja setelah pulang ke Indonesia. Selain itu, pekerja caregiver dengan sertifikasi bahasa yang tinggi juga dapat mengajar

(10)

104

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

tenaga kerja baru yang tentunya akan meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia, termasuk caregiver, dan bidang lainnya pula.

Kesimpulan Wawancara

Dari keempat wawancara yang telah dilakukan oleh penulis, dapat disimpulkan bahwa pekerja migran Indonesia khususnya tenaga kerja caregiver memiliki kendala terkait penggunaan Bahasa Jepang dalam keseharian pekerjaannya yang dapat menghambat alur pekerjaan dan memiliki risiko menyulut amarah keluarga pasien, hingga membahayakan keselamatan pasien. Hal tersebut dikarenakan, persiapan belajar bahasa dan budaya yang kurang matang akibat sistem belajar yang intensif dilakukan dalam waktu singkat, sehingga pembelajar kurang dapat memahami apa yang diajarkan, serta kurangnya pendalaman bahasa khusus bidang tertentu.

Tenaga kerja caregiver yang tidak memenuhi kriteria bahasa yang ditentukan terancam tidak diberangkatkan ke Jepang atau dipulangkan ke Indonesia.

Penguasaan Bahasa Jepang yang baik juga diperlukan untuk memperpanjang visa kerja, maupun skill yang dapat digunakan untuk mencari pekerjaan baru saat pulang ke Indonesia setelah kontrak kerja habis. Maka dari itu, tenaga kerja caregiver membutuhkan pembelajaran mengenai Bahasa Jepang secara mandiri di luar pembelajaran dari LPK.

3.1.2 Studi Eksisting

Penulis menggunakan buku ‘Dasar-dasar Bahasa Jepang &

Pengetahuan Keperawatan bagi Tenaga Caregiver’ dan ‘はじめて学ぶ介護 の日本語基本のことば (Bahasa Jepang Keperawatan)’ yang merupakan media pembelajaran Bahasa Jepang khusus caregiver sebagai studi eksisting dalam merancang media pembelajaran Bahasa Jepang untuk caregiver.

3.1.2.1 Dasar-dasar Bahasa Jepang & Pengetahuan Keperawatan bagi Tenaga Caregiver (Shiang, 2019)

Buku ini diterbitkan oleh Gakushudo pada tahun 2019 untuk membantu tenaga kerja kesehatan mempersiapkan pengetahuan keperawatan

(11)

105

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

lansia yang bertaraf internasional dan dilengkapi pembelajaran Bahasa Jepang yang diperlukan oleh tenaga kerja caregiver yang ingin meniti karir di Jepang.

Gambar 3.5 Dasar-dasar Bahasa Jepang & Pengetahuan Keperawatan bagi Tenaga Caregiver Sumber: https://cf.shopee.co.id/file/46c2034fc4c7e30e581345f0b7587047

Penulis melakukan analisis SWOT pada buku tersebut untuk mempelajari apa yang dapat ditingkatkan, dihindari, dan difokuskan dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 3.1 Analisis SWOT Dasar-dasar Bahasa Jepang & Pengetahuan Keperawatan

Strength Weakness

• Memiliki simulasi percakapan untuk berbagai situasi, kamus dengan perbendaharaan kata yang lengkap, dan juga materi mengenai keperawatan yang dilengkapi dengan terjemahan Bahasa Indonesia sehingga mudah dipelajari oleh pemula.

• Kurang fleksibel karena seluruh contoh percakapan disetel untuk situasi tertentu saja dan tidak memiliki alternatif.

• Perbendaharaan kata lengkap namun tidak dijelaskan bagaimana cara menggunakan kata tersebut dengan benar.

Opportunity Threat

(12)

106

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

• Memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi simulasi interaktif yang melibatkan percakapan dan perbendaharaan kata di kamus bahasa.

• Ditambahkan penjelasan penggunaan kata sehingga pembelajar tidak hanya menghapal namun memahami.

• Berbentuk buku sehingga sulit diperbarui dan bila sudah lama akan menjadi outdated dan kurang kredibel untuk digunakan, dan terdapat media e-jissho (kamus Bahasa Jepang elektronik) yang dapat menggantikan peran buku ini dalam perbendaharaan kata.

3.1.2.2 は じ め て 学 ぶ 介 護 の 日 本 語 基 本 の こ と ば (Bahasa Jepang Keperawatan) (Mitsuhashi, et. al., 2018)

Buku ini ditulis oleh empat dosen bahasa dari Jepang untuk membantu tenaga kerja caregiver asing (terutama Indonesia, Vietnam, dan China) untuk mengetahui arti dan cara baca kosakata Bahasa Jepang khusus caregiver dengan contoh, serta dapat mempraktekkan sesuai dengan situasi sesungguhnya dalam praktek keperawatan.

Gambar 3.6 はじめて学ぶ介護の日本語基本のことば (Bahasa Jepang Keperawatan) Sumber: https://cf.shopee.co.id/file/69076aa1a787c340a991c1aaa7620e66

(13)

107

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

Penulis melakukan analisis SWOT pada buku tersebut untuk mempelajari apa yang dapat ditingkatkan, dihindari, dan difokuskan dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 3.2 Analisis SWOT Bahasa Jepang Keperawatan

Strength Weakness

• Memiliki perbendaharaan kata lengkap dengan terjemahan 4 bahasa (Indonesia, Mandarin, Vietnam, dan Inggris) serta kolokasi dan beberapa contoh kalimat yang sering didengar atau digunakan. Dilengkapi dengan latihan untuk menguji kemampuan berbahasa setelah menyelesaikan pembelajaran. Memiliki latihan menulis sehingga pembelajar dapat membiasakan diri menulis.

• Dapat dipelajari secara mandiri namun kurang efektif tanpa bantuan pengajar akibat metode latihan yang tidak memiliki kunci jawaban sehingga pembelajar harus mencari jawaban sendiri saat mengoreksi. Huruf yang digunakan menggunakan huruf Jepang sehingga membutuhkan media penerjemah (seperti Google Translate atau e-jissho) untuk membantu belajar.

Opportunity Threat

• Memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi kuis interaktif yang melibatkan percakapan dan perbendaharaan kata di kamus bahasa.

• Ditambahkan latihan menyusun kalimat dan menulis untuk membiasakan pembelajar dalam menulis (bukan mengetik).

• Berbentuk buku sehingga sulit diperbarui dan bila sudah lama akan menjadi outdated dan kurang kredibel untuk digunakan, dan terdapat media e-jissho (kamus Bahasa Jepang elektronik) yang dapat menggantikan peran buku ini dalam perbendaharaan kata.

Kesimpulan Studi Eksisting

Dari kedua media pembelajaran Bahasa Jepang bagi caregiver yang digunakan penulis untuk studi, penulis menyimpulkan bahwa media yang telah ada sudah cukup lengkap di bidang perbendaharaan kata dan istilah yang

(14)

108

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

digunakan selama bekerja. Namun, media tersebut masih kurang memberikan contoh bagaimana kata-kata tersebut digunakan dalam percakapan, contoh percakapan yang kurang fleksibel, dan juga kurang dapat digunakan untuk belajar secara mandiri seperti yang dibutuhkan oleh para caregiver yang sedang magang atau bekerja di Jepang karena bentuknya berupa buku latihan.

Penulis dapat belajar dari studi eksisting ini untuk mengembangkan media yang dirancang untuk lebih mengikuti kebutuhan caregiver.

3.1.3 Studi Referensi

Penulis menggunakan aplikasi pembelajaran bahasa Duolingo sebagai studi referensi dalam perancangan media informasi pembelajaran Bahasa Jepang untuk caregiver.

3.1.3.1 Duolingo

Duolingo merupakan aplikasi pembelajaran bahasa secara global berbasis Bahasa Inggris yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan Amerika. Terdapat lebih dari 30 bahasa yang dapat dipelajari di aplikasi Duolingo. Duolingo mengutamakan metode pembelajaran yang konsisten dan menyenangkan, dengan menggunakan kuis dan achievement sebagai poin utama aplikasi utuk memotivasi pengguna. Penulis menggunakan Duolingo sebagai referensi media yang dapat memotivasi usernya dengan baik.

(15)

109

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

Gambar 3.7 Duolingo Sumber: https://global-

uploads.webflow.com/5b0c471ddb589cf22d4477a4/5cdaed41acc5b679349a269c_01_duolingo_ap pstore_screenshots-p-500.png

Penulis mencoba Duolingo dalam 4 level yaitu: tidak tahu apa-apa, pemula, menengah, dan lanjutan; masing-masing menggunakan bahasa yang dikuasai penulis dalam tingkatan tersebut yaitu: bahasa Arab, bahasa Italia, Bahasa Jepang, dan Bahasa Inggris. Berikut merupakan hasil yang diperoleh penulis dengan membandingkan pengalaman belajar dalam beberapa tingkatan yang berbeda:

Tabel 3.3 Analisis SWOT Duolingo

Strength Weakness

• Pelajaran yang diulang-ulang setiap hari sehingga membuat pembelajar lebih ingat pada kosakata maupun gramatika bahasa tertentu.

• Kurang fleksibel karena harus mendapatkan crown untuk melanjutkan ke level berikutnya, meskipun level pembelajar yang sebenarnya sudah melebihi level pada Duolingo.

(16)

110

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

• Bila bahasa memiliki huruf khusus, pembelajaran dimulai dari mengingat huruf.

• Mudah dinavigasi dan dapat memilih menu pembelajaran sesuai level pembelajaran yang sudah ditempuh.

• Metode kuis melibatkan kemampuan mendengar dan bicara sehingga dapat membiasakan diri dengan kemampuan selain membaca.

• Dapat digunakan untuk mempelajari bahasa mulai dari nol, atau sekedar mencicip saja.

• Kurang cocok digunakan untuk pembelajaran bahasa secara mendalam karena tidak ada penjelasan gramatika dan pada akhirnya harus belajar melalui media lain.

• Susunan kalimat acak mudah ditebak meskipun belum pernah mempelajari hal tersebut, serta kosakatanya sempit.

• Bahasa yang digunakan merupakan bahasa secara umum dalam bentuk kamus dan tidak meliputi bahasa spesifik khusus bidang tertentu, yang dlaam kasus ini adalah caregiver.

Opportunity Threat

• Memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi simulasi interaktif yang melibatkan percakapan dan perbendaharaan kata di kamus bahasa pada situasi tertentu.

• Memiliki potensi untuk diarahkan ke penggunaan bahasa pada bidang yang spesifik.

• Ditambahkan penjelasan penggunaan kata sehingga pembelajar tidak hanya menghapal namun dapat memahami apa yang dipelajari.

• Ditambahkan latihan menyusun kalimat dan menulis untuk

• Tidak ada pembedahan kalimat dan perbendaharaan kata yang sempit, sehingga pada akhirnya pembelajar akan lebih memilih untuk belajar dengan media yang lebih lengkap.

• Duolingo hanya cocok untuk mencoba bahasa asing, dan kurang berguna untuk pembelajar tingkat menengah hingga lanjut, sehingga bila pembelajar sudah mencapai tingkat tertentu maka aplikasi akan di- uninstall karena sudah tidak dibutuhkan akibat keterbatasan tingkatan pembelajaran yang cukup besar.

(17)

111

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

membiasakan pembelajar dalam menulis (bukan mengetik).

• Karena gamifikasi pada Duolingo masih berupa achievement di luar pembelajaran bahasa, dapat dikembangkan untuk membuat pengalaman saat belajar menjadi lebih menyenangkan.

3.1.3.2 Learn Japanese

Learn Japanese merupakan aplikasi pembelajaran Bahasa Jepang untuk persiapan tes JLPT yang dikembangkan oleh Luyen Nghe Noi. Learn Japanese memiliki berbagai macam konten yang dapat diakses, mulai dari kosakata, contoh kalimat pada situasi tertentu, latihan, tes, dan bantuan komunikasi dalam Bahasa Jepang. Learn Japanese dapat diakses menggunakan tiga bahasa yaitu Bahasa Inggris, Vietnam, dan Melayu.

Penulis menggunakan aplikasi Learn Japanese sebagai referensi bagaimana menempatkan berbagai macam konten pembelajaran Bahasa Jepang yang efektif dalam media yang akan dirancang oleh penulis.

Gambar 3.8 Screenshoot Google Play Store Banner untuk Learn Japanese Sumber: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.vuhn.hoctiengnhatglobal

(18)

112

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

Penulis melakukan analisis SWOT pada aplikasi tersebut untuk mempelajari apa yang dapat diterapkan pada media yang dirancang oleh penulis. Berikut merupakan hasil analisis penulis:

Tabel 3.4 Analisis SWOT Learn Japanese

Strength Weakness

• Fitur yang lengkap mulai dari perbendaharaan kata, gramatika, contoh kalimat, hingga latihan dan ujian yang disesuaikan dengan level JLPT, dengan berbagai situasi yang dapat dipelajari.

• Memiliki sistem penilaian sehingga memotivasi user untuk belajar agar bisa mendapat nilai sempurna.

• Selain aksara Jepang, diberikan cara baca dengan alfabet sehingga dapat digunakan oleh pemula hingga pembelajar tingkat lanjut.

• Penyertaan audio dapat mempermudah proses pembelajaran kemampuan mendengar dan berbicara.

• Tidak ada indikator tingkat kemampuan bahasa yang jelas, hanya berdasarkan nilai tes yang tidak akurat (karena tes bisa dicancel kapan saja sesuai keinginan user).

• Membagi pelajaran sesuai level sehingga sulit untuk mengakses dan mencari hal-hal spesifik yang diperlukan.

• Hanya dapat digunakan sebagai metode belajar tapi kurang cocok untuk membantu komunikasi.

• Fitur search yang hanya bisa digunakan dengan aksara Jepang.

• Tdak bisa mengecek gramatika yang digunakan pada suatu kosakata secara langsung karena ada pada fitur yang terpisah.

• Karena mirip buku digital, user tidak bisa menandai progres belajar dan dapat lupa sudah belajar sampai mana.

• Minim feedback pada fitur kuis dan tes yang membuat user kurang dapat engage dengan aplikasinya.

(19)

113

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

• Nilai tes tidak dapat disimpan dalam database sehingga user tidak dapat melihat proses belajar.

• Tidak memiliki materi spesifik yang khusus untuk caregiver.

Opportunity Threat

• Menambahkan fitur search menggunakan aksara alfabet.

• Mengubah sistem navigasi menjadi lebih tersinergi sehingga memudahkan pengguna dalam mengakses berbagai fitur tanpa harus berpikir.

• Menambahkan fitur bookmark yang dapat digunakan untuk menandai progres belajar agar user tidak perlu repot mencari-cari lagi.

• Mengembangkan feedback pada kuis dan tes yang tidak user friendly.

• Menambahkan fitur

conversation pada contoh kalimat sehingga dapat mempelajari interaksi antara komunikator dan komunikan.

• Memiliki varian yang disesuaikan dengan bidang tertentu.

Tidak ada motivasi bagi user untuk mempelajari bahasa secara rutin menggunakan aplikasi Learn Japanese.

Hanya bergantung pada motivasi internal dari user saja, sehingga berpotensi besar untuk diuninstall apabila motivasi user hilang.

• Karena ranahnya terlalu luas, Learn Japanese tidak memiliki kosakata yang lengkap. Dapat digantikan oleh media lain yang lebih spesifik dan lengkap untuk bidang tertentu.

3.1.3.3 Google Translate

Google Translate merupakan aplikasi penerjemah kosakata, frasa, kalimat, serta laman internet secara gratis yang dikembangkan oleh Google.

(20)

114

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

Google Translate mendukung terjemahan hingga 108 bahasa secara daring dan 59 bahasa secara luring, dengan sinomin, antonim, dan artian kamus dalam Bahasa Inggris. Penulis menggunakan Google Translate sebagai referensi media penerjemah dan kamus sederhana yang dapat diterapkan pada media yang dirancang oleh penulis.

Gambar 3.9 Screenshoot Google Play Store Banner untuk Google Translate Sumber: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.google.android.apps.translate

Penulis melakukan analisis SWOT pada aplikasi tersebut untuk mempelajari apa yang dapat diterapkan pada media yang dirancang oleh penulis. Berikut merupakan hasil analisis penulis:

Tabel 3.5 Analisis SWOT Google Translate

Strength Weakness

• Proses terjemahan yang cepat sehingga fleksibel untuk digunakan dalam berbagai macam situasi.

• Memiliki fitur phrasebook untuk menyimpan kata, frasa, atau kalimat

• Terjemahan yang tidak fleksibel dan kaku karena hanya dapat menerjemahkan sesuai bentuk kamus dan gramatika tertentu, dan bukan colloquial language dan tidak mempertimbangkan konteks,

(21)

115

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

yang diterjemahkan sehingga dapat dipelajari ulang.

• Dapat menerjemahkan dengan berbagai cara (ketik, tulis, audio, dan camera scan) sehingga dapat digunakan dalam berbagai macam situasi secara fleksibel.

• Dapat mendengarkan audio cara baca kata yang diterjemahkan.

• Mudah diakses, bisa lewat aplikasi, bisa lewat website.

sehingga kurang dapat diandalkan sebagai penerjemah atau media belajar bahasa. Kurang cocok pula untuk digunakan sebagai media pembantu dalam bercakap-cakap dengan native karena hanya dapat memberikan terjemahan secara harafiah.

• Karena Bahasa Jepang memiliki sistem bahasa rangkap tiga, dan kanji sendiri memiliki bermacam cara baca dan arti, Google Translate sering salah menerjemahkan atau memberikan cara baca Bahasa Jepang, terutama kanji.

Opportunity Threat

• Memasukkan kata, frasa, atau kalimat percakapan sehari-hari.

• Menambahkan fitur tingkatan bahasa sehingga dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan berbagai macam kalangan lawan bicara.

• Untuk Bahasa Jepang, menambahkan cara baca onyomi dan kunyomi sehingga terjemahan lebih fleksibel.

• Menambahkan database kamus yang lebih lengkap agar tidak terjadi lost in translation karena sinonim.

• Google Translate dapat digantikan oleh keberadaan e-jissho untuk bahasa tertentu karena terjemahan bahasa Google Translate sangat terbatas sehingga kredibilitasnya berkurang dan kurang dapat diandalkan untuk memberikan terjemahan yang sesuai dengan konteks.

(22)

116

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

Kesimpulan Studi Referensi

Berdasarkan studi referensi yang dilakukan oleh penulis terhadap tiga media tersebut, penulis mendapatkan beberapa kualitas yang sesuai untuk ditambahkan pada media yang dirancang oleh penulis untuk merancang media pembelajaran bahasa dengan usability yang baik. Kualitas tersebut antara lain, sinergi yang baik antara berbagai komponen dalam media sehingga user dapat mengakses berbagai macam fitur sesuai dengan keinginan, memberikan motivasi dan goal yang spesifik bagi user sehingga tujuan penggunaan media menjadi jelas, mengutamakan fitur conversation mengenai bagaimana cara caregiver berbicara kepada pasien dan bagaimana cara merespon pasien sesuai etika dan tatakrama, serta review dan test untuk mempelajari ulang dan menguji kemampuan.

Secara visual, penulis mendapatkan referensi untuk memberikan tampilan yang friendly dengan memanfaatkan bentuk rounded dan warna yang cerah untuk memberikan kesan pembelajaran yang tidak kaku sehingga user lebih nyaman untuk menjalani pembelajaran. Referensi visual yang diambil oleh penulis merupakan tampilan yang sederhana untuk memastikan usability UI/UX aplikasi yang baik. Tampilan juga dilengkapi dengan berbagai macam ilustrasi seperti pada aplikasi Duolingo dan Learn Japanese untuk menambah kesan pembelajaran yang menyenangkan.

3.2 Metode Perancangan

Penulis menggunakan metode perancangan Proses Pengembangan Aplikasi dari Tim Invonto (2021) dengan metode Human Centered Design yang dikemukakan oleh IDEO (2015) sebagai acuan dalam perancangan media pembelajaran Bahasa Jepang untuk caregiver. Proses dan metode tersebut dipilih karena opsi metode yang variatif untuk diterapkan dalam proses perancangan khususnya UI/UX untuk aplikasi, dan menekankan pada kebutuhan pengguna sebagai tujuan utama. Proses Tim Invonto terdiri dari 4 tahap yaitu: strategi, analisis dan perencanaan, desain UI/UX, dan percobaan. Metode IDEO terdiri dari 3 tahap yaitu: inspiration,

(23)

117

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

ideation, dan implementation. Dalam 3 tahap tersebut, metode yang digunakan oleh

penuls antara lain:

3.2.1 Proses Pengembangan Aplikasi (Tim Invonto) 1) Strategy

Pada tahap ini, penulis menentukan strategi merancang aplikasi untuk mengarahkan fokus perancangan dengan lebih spesifik. Penulis melaksanakan tahap ini dengan melalukan riset dan pendekatan terhadap calon user dan kebutuhan mereka, aplikasi dan media kompetitor lainnya, tujuan dari aplikasi, dan juga menentukan platform apa yang akan digunakan dalam perancangan aplikasi, sesuai dengan hasil dari riset yang telah dilakukan, untuk menghasilkan sebuah ide mengenai aplikasi yang akan dirancang. Seluruh proses strategi termasuk dalam tahap Inspiration dari IDEO dan menggunakan metode-metode dari tahap tersebut.

2) Analysis and Planning

Pada tahap ini, penulis melakukan analisis terhadap gagasan aplikasi yang ditentukan pada tahap strategi, dan mulai merencanakannya menjadi sebuah projek. Analisis dan perencanaan dilakukan dengan mengidentifikasi kebutuhan fungsional aplikasi dan menyusunnya menjadi urutan prioritas berdasarkan apa yang dibutuhkan oleh user. Perencanaan dilakukan dengan mengidentifikasi apa yang dapat dilakukan untuk merancang aplikasi, seperti nama aplikasi, kemampuan, dan juga teknologi yang dibutuhkan.

3) UI/UX Design

Pada tahap ini, penulis mulai merancang tampilan aplikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan user dan kebutuhan fungsional yang telah diidentifikasi pada kedua tahap sebelumnya. Perancangan dilakukan mulai dari penyusunan information architecture, wireframe, pembuatan aset visual, hingga membuat mock-up perancangan final. Seluruh rancangan yang dibuat akan diimplementasikan di tahap selanjutnya.

(24)

118

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

4) App Development

Pada tahap ini, penulis melakukan pengembangan aplikasi. Namun, dikarenakan keterbatasan penulis, pada tahap ini penulis hanya melakukan perancangan prototype saja. Prototype digunakan untuk merepresentasikan UI/UX yang telah dirancang oleh penulis, sehingga dapat dilihat secara visual dan dirasakan langsung.

5) Testing

Pada tahap ini, penulis melakukan uji coba rancangan dengan desainer lain, yaitu alpha testing, dan dengan user, yaitu beta testing. Seluruh tahap uji coba menghasilkan feedback yang akan digunakan penulis untuk perbaikan dan mengembangkan rancangan lebih lanjut di kemudian hari.

3.2.2 Human Centered Design (IDEO) 1) Inspiration

Pada tahap ini, penulis melakukan riset dengan tujuan untuk mengetahui lebih dalam mengenai topik permasalahan yang diteliti. Dalam tahap ini, penulis mendapatkan berbagai pencerahan mengenai permasalahan yang terjadi, yaitu kendala berbahasa Jepang oleh tenaga kerja caregiver dari Indonesia, dan mengenai apa yang dibutuhkan oleh target khalayak yang dituju. Tahap inspiration dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu:

a) Secondary Research

Penulis melakukan beberapa riset kepustakaan terkait masalah yang diteliti dari jurnal, buku, informasi pada website, dan berita di internet.

Penulis mendapatkan data yang berkaitan dengan tenaga kerja caregiver Indonesia yang bekerja di Jepang, pembelajaran Bahasa Jepang, serta media yang sekiranya dapat digunakan sebagai solusi dari masalah.

(25)

119

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

b) Define Your Audience

Penulis menentukan audiens yang dipengaruhi dengan solusi desain yang akan dirancang untuk masalah yang diteliti. Selain tenaga kerja caregiver sebagai target khalayak, dalam perancangan solusi desain untuk masalah terkait, penulis juga harus mempertimbangkan peran para pasien senior, rekan kerja caregiver, instansi tempat kerja, dan juga lembaga pelatihan bahasa yang menaungi caregiver Indonesia, terhadap caregiver Indonesia.

c) Extreme and Mainstreams

Penulis memetakan target khalayak extreme dan mainstream untuk membantu penulis mencari narasumber interview. Mainstream user penulis merupakan tenaga kerja caregiver yang memang menjadikan caregiving di Jepang sebagai tujuannya, sehingga akan dengan senang hati mengikuti proses termasuk belajar Bahasa Jepang. Extreme user penulis merupakan tenaga kerja caregiver yang terpaksa bekerja di bidang tersebut, atau terpaksa bekerja di Jepang, karena satu dan lain hal, sehingga tidak ada motivasi khusus untuk mempelajari Bahasa Jepang.

d) Interview

Penulis melakukan interview dengan pekerja caregiver Indonesia yang bekerja di Jepang sesuai dengan persona mainstream dan extreme, untuk mengetahui kendala yang dialami selama bekerja dan pada saat belajar Bahasa Jepang. Selain itu, penulis juga mendapatkan insight mengenai pekerjaan sehari-hari para caregiver, dan beberapa peraturan instansi tempat kerja, yang dapat penulis pertimbangkan dalam merancang solusi desain yang dapat digunakan oleh target khalayak.

e) Expert Interview

Penulis melakukan wawancara dengan pengajar Bahasa Jepang dan recruiter tenaga kerja caregiver dari perusahaan outsourcing untuk mengetahui kompetensi berbahasa yang dimiliki oleh tenaga kerja caregiver, dan kualifikasi spesifik yang dibutuhkan untuk bekerja sebagai tenaga kerja caregiver di Jepang. Selain itu, penulis juga mendapatkan insight mengenai

(26)

120

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

alur pendaftaran kerja, keberangkatan, dan alternatif pekerjaan yang dapat dipilih sekiranya pulang ke Indonesia. Hal tersebut akan membantu penulis dengan menjadi pertimbangan yang baik dalam proses perancangan solusi.

f) Frame Your Design Challenge

Penulis mengumpulkan data yang didapatkan pada tahap-tahap sebelumnya dan membuat serentetan pertanyaan yang dapat digunakan untuk mencari solusi desain yang diperlukan pada masalah. Penulis melakukan tahap ini untuk membuat kerangka kasar masalah yang diteliti, mencari alternatif solusi, dan menentukan solusi yang paling tepat dan sesuai untuk masalah.

2) Ideation

Pada tahap ideation, penulis menganalisis data yang diperoleh pada tahap inspiration untuk memvisualisasikan ide dan gagasan terhadap solusi desain yang diberikan untuk permasalahan pada topik yang diteliti. Penulis menggunakan beberapa metode pada tahap ini, antara lain:

a) Brainstorming

Penulis menggunakan metode brainstorming untuk menghasilkan sebanyak mungkin ide yang sekiranya memungkinkan untuk menjadi alternatif jawaban terhadap permasalahan. Dalam proses ini, penulis mendata ide-ide yang muncul secara divergen tanpa menyaring apa pun. Hal ini dilakukan agar penulis dapat menghasilkan ide yang bervariasi dan memiliki alternatif solusi tanpa batas kreativitas. Setelah itu, penulis juga mengadaptasi pemikiran konvergen dan menyaring ide yang tidak dapat direalisasikan, kurang sesuai untuk pemecahan masalah, dan lainnya. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa ide yang dihasilkan dapat digunakan sebagai solusi.

b) Journey Map

Penulis membentuk pemetaan perilaku target khalayak dalam suatu ekosistem untuk mempertimbangkan bagaimana user akan mengetahui solusi desain yang dirancang, memilih untuk mencoba dan menggunakannya,

(27)

121

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

mendapat dampak dari solusi desain, dan menawarkan solusi tersebut untuk digunakan orang lain. Journey map didasarkan pada data yang diperoleh mengenai alur rekrutmen caregiver dan rutinitas kerja sehari-hari di Jepang.

Metode ini digunakan untuk memvisualisasikan pengalaman user yang akan menjadi pertimbangan besar dalam perancangan media.

c) Create a Concept

Penulis membuat konsep media sebagai solusi desain atas masalah yang diteliti oleh penulis. Konsep tersebut terdiri dari gambaran solusi desain secara umum, sebelum nantinya akan diwujudnyatakan pada tahap selanjutnya. Konsep ini merupakan pegangan penulis dalam pembuatan perancangan.

d) Get Visual

Penulis mulai menerapkan gambar untuk memvisualisasikan ide yang akan diimplementasikan pada media secara konkrit. Hal tersebut dilakukan agar ide yang masih abstrak memiliki wujud secara nyata. Dengan begitu, penulis dapat memiliki visualisasi yang jelas dan dapat disampaikan ke orang lain.

e) Build and Run Prototypes

Penulis membuat purwarupa dari media yang akan dirancang untuk mempelajari apa yang bisa ditingkatkan atau disingkirkan dalam sebuah media. Purwarupa yang dibuat adalah contoh sederhana dari media yang akan dirancang, dengan tujuan mendapatkan feedback dari user melalui user test.

Feedback dari user diperlukan untuk mengembangkan media sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan user.

f) Integrate Feedback and Iterate

Feedback yang diperoleh dari user pada proses prototype diintegrasikan ke dalam media untuk mengembangkannya melalui iterasi. Penulis terus melakukan proses ini dengan user sampai penulis mendapatkan ide dan media yang pantas dan sesuai untuk penyelesaian masalah. Proses ini digunakan

(28)

122

Perancangan UI/UX Aplikasi Pembelajaran Bahasa Jepang untuk Caregiver Indonesia, Stella Joantania, Universitas Multimedia Nusantara

untuk memastikan bahwa penulis belajar dari user dan menerapkan apa yang dipelajari dalam desain untuk membuat Human Centered Design bagi user.

3) Implementation

Pada tahap implementation, penulis meluncurkan solusi desain yang dirancang ke lapangan, untuk digunakan oleh user yang menjadi target penulis, yaitu para caregiver Indonesia yang bekerja di Jepang. Namun, pada tahap ini masih diterima feedback dan iterasi untuk mengembangkan media terus ke depannya. Pada tahap ini, penulis menggunakan beberapa metode, antara lain:

a) Define Your Indicators

Penulis menetapkan poin-poin yang menjadi indikator keberhasilan perancangan solusi desain. Indikator diperlukan untuk mengukur tingkat kesuksesan atau keefektifan solusi yang dirancang seiring waktu. Hal tersebut dilakukan dengan membuat indikator jangka pendek dan jangka panjang.

Indikator keberhasilan diterapkan pada alpha dan beta testing untuk menentukan tingkat keberhasilan.

b) Keep Iterating

Penulis terus mencari feedback dari user dan melakukan iterasi terhadap solusi desain yang dirancang. Dengan mempertimbangkan kebaharuan, solusi desain dapat dikembangkan terus dan menyediakan solusi yang mutakhir serta dapat memberikan dampak yang besar bagi user.

Gambar

Gambar 3.1 Wawancara dengan Nike Parandyani S. IP.
Gambar 3.2 Wawancara dengan Dyah Ayu Septiani
Gambar 3.3 Wawancara dengan Rizki Santosa
Gambar 3.4 Wawancara dengan Kartika Aini Putri, S. Hum
+7

Referensi

Dokumen terkait

37 cyle pada shot ini terlihat jelas serta shot-shot lainnya mengenai kucing pada film ini lebih banyak berjalan pada dua kaki saja (anthropomorphism) sehingga penulis

Kritik yaitu melakukan penilaian secara intern dan ekstern terhadap data yang telah diperoleh dalam langkah sebelumnya, untuk mendapatkan berbagai informasi yang

Tahap terakhir yang penulis lakukan adalah melakukan point constraint controller rotasi bahu DARPA MED ke locator objek pada pembuatan motion path, sehingga keseluruhan

Dengan Indikator Penelitian sebagai berikut : (a) Hasil Kerja artinya tingkat kuantitas dan kualitas yang telah dihasilkan dan sejauh mana pengawasan dilakukan

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melihat nilai yang ditunjukkan laporan perusahaan Pulp & Paper pada periode 2012-2016. 3.6

Penduduk asli desa Juhar adalah marga Tarigan yang berasal dari daerah desa Lingga, tidak ada bukti yang pasti mengenai Tahun kedatangan marga Tarigan ke daerah Juhar akan tetapi

Dari hasil kuesioner yang telah penulis sebarkan terhadap 105 responden, dapat disimpulkan bahwa dari segi demografis, keseluruhan responden dapat digolongkan

semua faktor-faktor tersebut dipercaya berpengaruh terhadap minat menabung. Hasil wawancara dengan wali kelas Madrasah Aliyah Islamiyah At-Tanwir, bahwasanya