• Tidak ada hasil yang ditemukan

URGENSI BIMBINGAN AGAMA DAN SOSIAL DALAM MENGATASI MASALAH SOSIAL LANSIA DI PANTI TRESNA WERDHA, NATAR, LAMPUNG SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "URGENSI BIMBINGAN AGAMA DAN SOSIAL DALAM MENGATASI MASALAH SOSIAL LANSIA DI PANTI TRESNA WERDHA, NATAR, LAMPUNG SELATAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 5, No. 2 (2022), pp. 9-28

e-ISSN. 2685-8509; p-ISSN. 2685-5453

Homepage: https://alisyraq.pabki.org/index.php/alisyraq/

9

URGENSI BIMBINGAN AGAMA DAN SOSIAL DALAM MENGATASI MASALAH SOSIAL LANSIA DI PANTI TRESNA WERDHA, NATAR, LAMPUNG SELATAN

THE URGENCE OF RELIGIOUS AND SOCIAL GUIDANCE IN ADDRESSING SOCIAL PROBLEMS OF THE ELDERLY AT TRESNA WERDHA HOMECARE, NATAR,LAMPUNG SELATAN

Tri Diyah Lestari1*, Zulkipli Lessy1

1 Program Studi Magister Interdisciplinary Islamic Studies, Program Pascasarjana, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Indonesia

*E-mail: 20200012051@student.uin-suka.ac.id Abstract

Happiness is the desire of anyone in their daily life. However, the elderly who are residents of Tresna Werdha Homecare Natar,Lampung Selatan as instead of getting happiness, many elderly people experience social problems. This study was conducted because we found the reality that some elderly people can inhibit their well-being and happiness. This field research aims to describe and interpret in accordance with the problems understudied, namely by focusing on the social problems faced by the elderly.

In this study, we describe the forms and factors that cause the social problems encountered by the elderly, and how religious and social guidance play its significant roles in the Tresna Werdha Natar Homecare. Conclusions we draw on the urgency of religious and social guidance in addressing the social problems of the elderly. Data was obtained through interviews, observations, and documentation. Data source in this study is 15 participants people consisting of seven elderly persons, two supervisors, and five staff personnel based. The data was analyzed descriptively through the inductive analysis of Miles and Huberman models. The results show that the importance of religious and social guidance can provide understanding and increase the feeling of calm of the elderly who experience social problems, so that they become happier and more prosperous materially and immaterially because the fulfillment of the merely material needs of the elderly is not enough to complete their spiritual needs.

Keywords: Religious Guidance, Social Guidance, and Elderly Social Problem.

Abstrak

Kebahagiaan adalah dambaan setiap insan dalam menjalani kehidupan.

Namun seperti yang dialami oleh para lansia yang tinggal di Panti Tresna Werdha, Natar, Lampung Selatan, alih-alih mendapatkan kebahagiaan justru banyak dari mereka yang mengalami masalah sosial. Penelitian ini dilakukan

(2)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, danKonseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

10

karena ditemukan masalah pada beberapa lansia yang dapat menghambat kesejahteraan dan kebahagiaan mereka. Penelitian lapangan ini bertujuan untuk menggambarkan serta menafsirkan sesuai dengan permasalahan yang telah diperoleh dengan fokus pada masalah-masalah sosial lansia untuk kemudian digambarkan bentuk dan faktor penyebab masalah sosial lansia, dan bagaimana pelaksanaan bimbingan agama dan sosial dilakukan oleh Panti Tresna Werdha Natar. Selanjutnya, kami tarik kesimpulan atas urgensi kedua bimbingan tersebut dalam mengatasi masalah sosial lansia. Data telah diperoleh melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini adalah 15 partisipan terdiri dari tujuh lansia, dua pembimbing, dan lima staf. Data dianalisis secara deskriptif melalui analisis induktif model Miles dan Huberman. Hasil menunjukkan bahwa bimbingan agama dan sosial itu penting untuk memberikan pemahaman serta meningkatkan perasaan tenang para lansia yang mengalami masalah sosial sehingga mereka menjadi lebih bahagia dan sejahtera secara materi maupun immateri sebab terpenuhinya kebutuhan material lansia tidaklah cukup hanya dengan melengkapi kebutuhan spiritual.

Kata Kunci: Bimbingan Agama, Bimbingan Sosial, dan Masalah Sosial Lansia.

Pendahuluan

Setiap orang mendambakan kehidupan yang aman, nyaman, dan sejahtera yang dapat memberikan sebuah kebahagiaan (Risky et al., 2018) dan keadaan yang sama para lansia yang tinggal di Panti Tresna Werdha Natar, Lampung Selatan ingin turut merasakannya. Karena itu, beberapa keluarga sengaja menitipkan para lansia ke panti agar mereka memperoleh kehidupan layak yang tidak dapat diberikan oleh keluarga mereka. Tetapi bagaimana bila kebahagiaan ini tidak dapat ditemukan dan dirasakan oleh lansia yang tinggal di panti. Hal inilah yang terjadi di Panti Tresna Werdha Natar dimana tidak sedikit dari mereka yang mengalami masalah sosial seperti masalah clash dalam pergaulan dan masalah konflik yang tentu terkait dengan perubahan personalitas dan kepribadian serta konflik identitas (conflict of identity) (Kimmel, 1990).

Sebagai individu lemah yang telah menginjakkan kaki di usia 60 tahun ke atas, mereka membutuhkan sesuatu yang lebih seperti perhatian (Wade, 2007).

Mereka membutuhkan hal kecil seperti ini untuk dapat mengutarakan berbagai cerita suka maupun duka yang mereka rasakan sebab lansia akan merasa pada kondisi kembali seperti masa anak-anak (Riyanti & Choiriyati, 2021). Beberapa

(3)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

11

orang lansia mungkin mendapatkan hal ini apabila hidup bersama keluarga.

Namun bagaimana bila keluarga mereka justru mengirim mereka ke panti jompo dikarenakan berbagai faktor. Dengan demikian, hal-hal seperti inilah yang menyebabkan para lansia tidak hanya mengalami masalah fisik, tetapi juga psikologis serta sosial (Kimmel, 1990; Rahmah, 2017).

Islam sebagai agama rahmatan lil alamin juga memberikan pembahasan yang khas terkait dengan lansia (Rasyid, 2016). Terkait hal ini Allah berfirman:

“Dan Tuhan-mu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, Wahai Tuhan-ku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (Q.S. Al-Isra [17]: 23-24).

Ayat di atas menerangkan pentingnya bagi setiap anak untuk melindungi orang tua yang telah merawatnya. Dari tahun ke tahun, jumlah populasi lansia selalu meningkat dari 900 juta menjadi 2 miliar, yaitu dari tahun 2015 sampai 2050 dimana jumlah lansia akan bergerak mencapai 22% dari total pertumbuhan populasi global (McInnis-Dittrich, 2014; Falconel et al., 2020). Ini menjadi suatu hal yang harus diperhatikan oleh setiap negara apalagi kecenderungan di dunia saat ini adalah menurunnya tradisi tinggal bersama orang tua. Tren ini semestinya membuat pemerintah mengambil alih kewajiban itu dengan memfasilitasi para lansia agar mereka mampu memiliki kehidupan yang layak dan menjadi independen serta produktif melalui program-program sosio-kemasyarakatan yang efektif dan memberdayakan (Santika et al., 2021).

Para peneliti dari Korea Selatan bahkan melakukan penelitian mengenai fasilitas untuk menunjang kesejahteraan lansia melalui transportasi umum. Lebih detailnya Cho et al. (2021) dan Kim & Jin (2019) memperjelas untuk mempertimbangkan fasilitas dan akomodasi kesejahteraan sosial bagi para lansia termasuk lembaga kesejahteraan perumahan, lembaga kesehatan dan kesejahteraan lembaga rekreasi sampai pada transportasi, dengan mengidentifikasi ketimpangan fasilitas yang didapat oleh masyarakat yang kurang mampu, termasuk lansia.

(4)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, danKonseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

12

Fenomena mengenai permasalahan lansia telah banyak dijelaskan dalam penelitian terdahulu seperti menurunnya kondisi fisik lansia sehingga berdampak pada psikologis yang berbentuk insomnia, depresi, maupun kecemasan (Kimmel, 1990; Rianjani et al., 2011; Sari & Mahardyka, 2017; Suandari & Priastana, 2020).

Penelitian yang dilakukan oleh Annisa & Ifdil (2016) juga menghasilkan pemahaman bahwa kecemasan adalah bentuk dari kondisi sosial lansia yang diakibatkan oleh masalah psikologis. Kemudian dijelaskan bahwa kondisi lansia yang seperti ini berdampak pada ketidaknyamanan sehingga menimbulkan rasa khawatir, gelisah, serta takut yang menghambat kebahagiaan dan kesejahteraan lansia.

Tidak hanya itu, beragam permasalahan sosial seperti ketidakmampuan lansia dalam menyesuaikan diri, menarik dari interaksi sosial, serta konflik sosial (De Jesus et al., 2018; Irman et al., 2019; Andesty & Syahrul, 2018; Naftali et al., 2017). Berlanjutnya keadaan ini pada kehidupan lansia, membuat potensi fitrah lansia tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya. Timbulnya hal ini juga tidak terlepas dari perubahan psikologis yang terjadi pada lansia. Seperti yang dijelaskan dalam penelitian Riyanti & Choiriyati (2021) bahwa perubahan psikologis akibat dari kenangan masa lalu yang tidak baik meliputi hubungan keluarga ataupun hubungan dalam pernikahan serta rendahnya perhatian yang diperolehnya. Kondisi emosi lansia yang tidak stabil seperti mudah marah, mudah tersinggung juga emosian merupakan akibat dari adanya perubahan psikologis.

Dengan demikian, tidak sedikit para peneliti yang kemudian memberikan alternatif-alternatif terhadap permasalahan tersebut mulai dari pemberian bimbingan konseling yang bernuansa agama maupun sosial (Afriansyah & Santoso, 2019; Nuryati, 2018; Fitriani, 2019), sampai pada terapi-terapi tertentu (Marzuki &

Lestari, 2018; Lotu, 2020; Mawaddah & Nurwidji, 2020; Ilmi & Sutria, 2018).

Berbagai alternatif ini memiliki tujuan agar lansia dapat mengembangkan potensinya sehingga terhindar dari segala permasalahan dan mendapatkan kehidupan yang sejahtera di akhir masa hidupnya.

Terlepas dari itu semua, di sini peneliti ingin mendeskripsikan bimbingan agama dan sosial itu sendiri dengan memfokuskan pada masalah-masalah sosial lansia. Untuk kemudian digambarkan bentuk dan faktor penyebab masalah sosial

(5)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

13

lansia, kemudian bagaimana pelaksanaan bimbingan agama dan sosial yang dilaksanakan oleh panti Tresna Werdha Natar, sehingga dapat ditarik kesimpulan atas urgensi kedua bimbingan tersebut dalam mengatasi masalah sosial lansia.

Sebab berdasarkan hasil kajian literature riview yang kami lakukan, tidak banyak peneliti terdahulu yang mengangkat mengenai masalah sosial lansia, khususnya di Indonesia. Kebanyakan yang peneliti temukan adalah problem psikologis lansia (Ozanne et al., 2007).

Soetomo menjelaskan masalah sosial sebagai suatu kondisi yang sifatnya tidak negatif sehingga tidak diharapkan, karena beresiko terhadap kehidupan sosial seorang individu pada masyarakat dan disebabkan dari kondisi fisik, psikis, ataupun sosialisasi yang minim pada lingkungannya (Soetomo, 2013). Masalah sosial lanjut usia dapat dilihat dari beberapa hal seperti adanya perasaan tidak berguna, kehilangan minat sosial akibat kondisi, kesehatan menurun akibat berkurangnya energi, munculnya perasaan kurang percaya diri, kurang kasih sayang, kehilangan pasangan, serta ilmu agama yang kurang (Wahab, 2001).

Adanya penurunan pada fungsi fisik lansia menyebabkan terjadinya gangguan fungsional. Hal tersebut menyebabkan lansia berpikir bahwa dirinya telah terasingkan dan tidak memiliki eksistensi (Santrock, 2002). Perasaan bahwa dirinya tidak lagi berguna terdorong dari adanya masalah psikologis pada lansia misalnya sedih, kesepian, merasa tidak diberikan perhatian (Hurlock, 1980).

Dengan demikian dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa masalah sosial yang timbul pada lansia disebabkan dari adanya masalah-masalah psikologis.

Contoh sederhananya adalah perasaan kesepian dan kesedihan yang dirasakan oleh lansia dapat menyebabkannya manarik diri dari lingkungan sosial. Inilah yang telah kami temukan dalam observasi awal di panti Tresna Werdha. Kita semua mengetahui bahwa tidak semua individu mampu untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi, terkadang individu juga membutuhkan seseorang.

Disinilah letak urgensi dari bimbingan agama dan sosial atas masalah sosial tersebut.

(6)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, danKonseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

14

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi lapangan. Artinya, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keadaan di lapangan dengan metode yang ada (Albi & Setiawan, 2018; Padgett, 2008; Polit et al., 2006). Karena ini adalah penelitian lapangan, maka peneliti akan berusaha untuk menggambarkan serta menafsirkan sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti yaitu urgensi bimbingan agama dan sosial dalam mengatasi masalah sosial lansia di panti Tresna Werdha. Penelitian ini terdiri dari 15 orang sebagai informan untuk mendapatkan data penelitian melalui wawancara. Pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu yakni lansia yang memiliki permasalahan sosial di lingkungan panti, misalnya kehilangan minat dalam berpartisipasi, anti sosial, mengalami konflik sosial (Ozanne, 2007; Kimmel, 1990; McInnis-Dittrich, 2014).

Kemudian pembimbing dan pengasuh yang terlibat dalam penyelesaian masalah sosial lansia, serta para staff yang memahami hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini. Untuk mendapatkan 15 informan tersebut peneliti melakukan wawancara dengan beberapa lansia terkait pandangan mereka terhadap siapa lansia yang suka menyendiri, sering terlibat konflik dengan lansia lain, lansia yang sering berbuat ulah, seperti memulai gunjingan.

Selanjutnya, data akan dianalisis dengan model analisis data Miles dan Hubarman yang diawali dengan pengumpulan data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan (Creswell, 2014; Creswell & Creswell, 2017; Sugiyono, 2013). Langkah yang kami lakukan dalam analisis data adalah melakukan pengumpulan data serta menelaahnya berdasarkan hasil dari kegiatan wawancara, observasi serta dokumentasi (Stewart & Cash, 2003). Setelah itu memasuki langkah yang kedua yaitu reduksi data, pada tahap ini peneliti akan memilah-milah mana data yang sesuai dengan pusat perhatian dan mana yang tidak. Terakhir adalah penarikan kesimpulan yang dilakukan dengan menyajikan data yang telah disederhanakan dari sumber-sumber dan diuraikan dalam kalimat-kalimat agar mudah dipahami (Brizuela et al., 2000; Grbich, 2013; Wolcott, 2011).

(7)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

15

Hasil dan Pembahasan

Gambaran Panti Tresna Werdha

Panti Sosial Tresna Werdha Natar, Lampung Selatan, sesuai dengan data dokumentasi diketahui bertempat di Jalan Sitara No. 1490 Desa Muara Putih, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Awalnya Panti Sosial Tresna Werdha Bhakti Yuswa Lampung dikelola oleh Departemen Sosial RI. Kemudian pada tahun 2000/2001 dibubarkan sehingga panti sosial ini diserahkan ke Pemda Provinsi Lampung yang secara teknis dikelola oleh Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Lampung (UPTD PSTW Bhakti Yuswa Lampung).Kemudian pada tahun 2008, secara teknis, UPTD PSLU Sosial Pelayanan Lanjut Usia (PSLPLU) Bhakti Yuswa berada dalam binaan Dinas Sosial Provinsi Lampung. Selanjutnya UPTD PSPLU berubah nama berdasarkan peraturan Gubernur Lampung No 27 Tahun 2010 menjadi Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Pelayanan Sosial Lanjut Usia (UPTD PSLU) Tresna Werdha. Anna Destiana selaku Kepala Seksi Pelayanan mengatakan perihal latar belakang lansia yang tinggal di panti ini:

“Mayoritas lansia yang tinggal di Panti Tresna Werdha diantar oleh orang lain dikarenakan keadaan lansia yang terlantar dan tidak bisa bekerja. Ada pula lansia yang datang sendiri dikarenakan sudah tidak mampu mencari nafkah untuk dirinya sendiri. Namum tidak menutup kemungkinan ada pihak keluarga seperti anak yang mengantar ibu atau bapaknya sendiri ke panti dengan alasan mereka tidak sanggup mengurusi atau atas kehendak lansia tersebut untuk mau tinggal di panti. Kemudian ada pula lansia yang diantar dari rumah sakit, mereka biasanya adalah korban lakalantas yang kemudian tidak dapat mengingat sanak dan kerabatnya.”

Dengan demikian, kita dapat mengetahui bahwa lansia yang tinggal di panti Tresna Werdha ini berasal dari berbagai tempat, khusus Provinsi Lampung, dengan latar belakang adat, budaya, pendidikan, dan ekonomi yang berbeda pula, yang menjadikan satu lansia memiliki karakteristik yang berbeda dengan lansia lainnya sehingga dapat membuat lansia memiliki berbagai permasalahan sosial di lingkungan barunya (Ozanne et al., 2007; Kimmel, 1990; McInnis-Dittrich, 2014).

Lansia sebagai manusia juga memiliki ragam hubungan unik baik dengan Tuhan, individu, serta sosial yang saling berkesinambungan. Dengan sang pencipta, lansia memiliki kewajiban untuk beriman pada Allah SWT, sebagai

(8)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, danKonseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

16

individu harus memenuhi segala kebutuhan pribadinya dan sebagai makhluk sosial, mau tidak mau lansia harus mampu untuk hidup berdampingan dengan orang lain dalam hubungan timbal balik yang saling membantu satu sama lain (Setiadi &

Kolip, 2009). Berdasarkan hal tersebut, Kepala Panti yaitu Bapak Maman menjelaskan bahwa lansia yang tinggal di panti harus diberikan kegiatan-kegiatan lain, baik itu kegiatan fisik maupun mental serta pembinaan yang dapat bermanfaat bagi tubuh dan kesahatan lansia supaya lansia yang tinggal di Panti Tresna Werdha Natar tidak hanya makan dan tidur saja.

Salah satu program dalam pelayanan sosial pada lansia yang terdapat di Panti Tresna Werdha ini adalah adanya pemberian bimbingan. Dengan adanya pelaksanaan program tersebut, dalam prosesnya pihak panti memberikan informasi, pendampingan, pengajaran, serta fasilitas bagi lansia agar mereka tetap dapat berkiprah dalam kehidupannya, terutama kemandirian dan penguatan baik fisik maupun spiritual. Berikut ini jadwal kegiatan lansia di Panti Tresna Werdha Natar berdasarkan wawancara pada 20 Februari 2020 dengan Bapak Maman, digambarkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Pelayanan Bagi Lanjut Usia

No. Hari Waktu Kegiatan

1 Senin 09.30 s/d 10.30 Bimbingan Agama

2 Selasa 08.00 s/d 09.00 Bimbingan Sosial/ Motivasi 3 Rabu 09.00 s/d 10.00 Bimbingan Keterampilan 4 Kamis 09.30 s/d 10.30 Bimbingan Agama 5 Jumat 07.00 s/d 08.00 Senam

6 Sabtu Libur/ lain lain Libur/ lain-lain 7 Minggu Libur/ lain-lain Libur/ lain-lain

Bentuk Permasalahan Sosial Lansia

Permasalahan sosial lansia yang terjadi di panti sangatlah beragam. Dari hasil wawancara dengan Ibu Anna selaku Kepala Seksi Pelayanan, beliau menyampaikan bahwa permasalahan sosial lansia dapat dilihat dari banyaknya lansia yang sering beradu mulut satu sama lain akibat tidak stabilnya kondisi emosi dari lansia itu sendiri. Tidak hanya itu, pembimbing sosial di panti yaitu Ibu Gista juga menyatakan apabila terdapat beberapa lansia yang sering termenung sebagai

(9)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

17

bentuk dari kekecewaannya terhadap keluarga, seperti anak maupun kerabat yang dengan tega meninggalkannya di panti ini. Dilengkapi dengan ungkapan Bapak Chandra selaku staff di Panti Tresna Werdha yang menjelaskan bahwa sering terjadi perasaan cemburu sosial di antara lansia akibat adanya perbedaan- perbedaan, budaya, sosial, kemampuan dan lain-lain. Selain dari pada itu, terjadi pula konflik sosial di antara lansia akibat banyak hal seperti terdapat lansia yang suka menggunjing, terlalu mengatur urusan orang lain. Hal tersebut disampaikan oleh Mbah Putri Rustina yang kerap disapa dengan sebutan Bude ini.

Mbak Henny yang bertugas sebagai pengasuh di Wisma Nusa Jaya menyebutkan salah satu masalah sosial lansia yang lain adalah kesensitifan lansia bila dinasehati karena mereka menganggap nasehat yang diberikan oleh seseorang yang lebih muda adalah tindakan yang tidak sopan. Meskipun demikian, tidak semua lansia yang tinggal di panti mengalami masalah-masalah di atas. Setelah melakukan wawancara dengan beberapa lansia. Kami menemukan dua orang lansia yang mengalami masalah sosial akibat terpuruk dengan perasaan sedih.

Salah satunya adalah Mbah Ambar, dengan lirih ia mengungkapkan kesedihannya akibat ditinggalkan oleh suami tercintanya yang juga adalah satu-satunya keluarnya yang dimilikinya. Sedangkan Mbah Asmawarni menceritakan kesedihan yang dialaminya akibat ditinggalkan oleh putri bungsu tersayangnya, tidak jauh setelah kepergian suaminya. Menanggapi kedua permasalahan ini, apa yang mereka rasakan ini menyebabkan mereka menarik diri dari lingkungan sosial mereka.

Untuk masalah sosial seperti cemburu sosial, hal ini diungkapkan oleh Bapak Rosidi selaku pembimbing sosial sebagai berikut.

“Mbah Putri sama Mbah Kakung kadang suka marah dan nesu begitu kalau seandainya dikasih barang yang berbeda. Misalnya, ada donatur yang datang ke panti untuk ngasih sangu sama mbah-mbah. Ternyata mbah lihat ada yang dikasih uang dua lembar sedangkan punyanya sendiri selembar. Disitulah terjadi cemburu sosial.

Mbah bakal berpikir kalau mereka pilih kasih sehingga dikasih uang yang berbeda.

Padahal sebenarnya nominalnya sama, hanya jumlah lembarnya saja yang berbeda.”

Setelah ditelurusi secara mendalam, salah satu penyebab konflik sosial yang terjadi di antara lansia adalah perasaan cemburu sosial ini. Tidak hanya ini, kebalikan dari Mbah Asmawarni dan Mbah Ambar yang lebih memilih untuk menarik diri dari lingkungan sosial. Ada lansia yang suka menggunjing sesama

(10)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, danKonseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

18

lansia. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan Mbah Marsinah yang kerap kali merasa kesal dengan teman satu wismanya yaitu Mbah Surya yang selalu menggunjingnya hanya karena masalah sepele, seperti tidak makan pada waktu yang tepat.

Permasalahan ini juga dialami oleh Bude Rustina yang memperoleh sebuah perlakuan berbeda dari beberapa warga binaan sebab diolok-olok sebagai seseorang yang sok kaya dan sok pandai dalam urusan agama. Hal ini membuat Bude Rustina sulit untuk bersosialisasi dengan lingkungannya yang baru. Tidak hanya itu, ada juga masalah sosial yang berbentuk konflik diantara Mbah Japaruddin dan Mbah Hermanto. Masalah ini timbul akibat adanya kesalah-pahaman. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Rudi selaku staff yang mengungkapkan bahwa Mbah Hermanto adalah seorang lansia yang memiliki kekurangan dalam pendengaran, sedangkan Mbah Japaruddin adalah kebalikannya sehingga Mbah Hermanto merasa terganggu dengan hal tersebut.

Masalah sosial yang diakibatkan oleh perubahan fisik pun terjadi oleh Mbah Surya. Berdasarkan hasil wawancara, peneliti mengetahui bahwa Mbah Surya sudah kehilangan minat sosial untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di panti ini. Berdasarkan uraian di atas maka, secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Masalah Sosial Lansia

Nama Usia Permasalahan

Ambarwati 63 Tahun Menarik diri dari lingkungan Asmawarni 66 Tahun Menarik diri dari lingkungan Rustina 72 Tahun Kesulitan beradaptasi

Japaruddin 64 Tahun Kesulitan beradaptasi dan konflik sosial Marsinah 76 Tahun Konflik sosial

Surya 87 Tahun Kehilangan minat sosial

Maraknya permasalahan yang terjadi ini berakibat pada terganggungnya atau terhambatnya hubungan sosial lansia di lingkungan tempat tinggalnya.

Dimana pada usia yang telah menginjak di angka 60 tahun ini, lansia sebagainya dihadapkan pada kebahagiaan-kebahagiaan untuk menghabiskan kehidupannya.

Padahal jelas bahwa terhambatnya hubungan sosial lansia akan menurunkan

(11)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

19

intensitas interaksi di antara mereka yang dapat beperngaruh pada kualitas hidupnya.

Pelaksanaan Bimbingan Agama

Bimbingan agama dilaksanakan setiap hari Senin dan Kamis pada pukul 09.30 sampai 11.00 di mushalla dalam lingkungan panti. Berdasarkan kegiatan observasi yang kami lakukan bahwa pelaksanaan kegiatan ini merupakan salah satu proses pemberian motivasi serta arahan terhadap para lansia agar mereka mampu untuk mencapai perbaikan diri berdasarkan pemahaman agama yang diperolehnya sehingga perilaku yang ditampilkan oleh lansia pun dapat sesuai dengan tuntutan al-Qur’an dan Hadits khususnya dalam akidah dan ibadah. Menurut Ustadz Chudori, lansia yang tinggal di panti mengalami berbagai macam masalah. Baik permasalahan dari segi kesehatan, komunikasi sosial yang tidak berjalan dengan baik, bahkan pengetahuan keagamaan lansia yang sangat minim. Dengan keadaan yang begitu ternyata keikutsertaan lansia dalam bimbingan agama sangatlah minim juga. Berikut beliau mengatakan:

“Kalau kita mukulin mbah supaya mau ngaji itu sepertinya agak gimana. Tapi kalau mbah dikumpulkan untuk ada tamu itu cepat sekali. Ini yang terkadang harus ada rangsangan untuk supaya mbah mau mengaji itu kadang ada orang yang sering memberikan kue-kue selalu ada tapi kadang-kadang ada yang gak mau sama sekali hadir ikut pengajian. Tapi kok bedanya kalau ngaji hanya 20 orang kalau ada tamu bisa 40 sampai 50 orang. Apalagi kalau ada saweran. Bisa joget semua. Tapi kalau suruh ngaji berat banget.”

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, kita dapat mengetahui bahwa keadaan seperti di atas merupakan permasalahan yang bukan hanya melibatkan lansia tetapi juga pihak panti. Ini disebabkan pengetahuan lansia yang amat minim pada agama. Padahal, salah satu kebutuhan hidup lansia adalah kebutuhan spiritual yang berfungsi untuk memberikan ketenangan jiwa, pencerahan, serta kedamaian melalui serangkaian-serangkaian kegiatan yang bernuansa agama (Senja

& Prasetyo 2021).

Seorang lansia bernama Mbah Sanusi ketika diwawancara mengatakan bahwa lansia yang tinggal di panti mayoritas masih buta huruf, baik huruf abjad maupun huruf hijaiyyah. Seperti mengaji misalnya, kebanyakan dari lansia mengaji

(12)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, danKonseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

20

hanya hafal di bibir saja, sehingga bila diperhatikan maka tidak akur antara tulisan yang ada di dalam al-Qur’an dengan gerak bibirnya.

Bimbingan agama dilakukan oleh seorang ustadz bernama Bapak Ahmad Chudori yang dahulunya merupakan salah seorang staff di panti ini. Setelah beliau pensiun, pihak panti memintanya untuk tetap berkontribusi bersama panti untuk membantu mengurus lansia dengan memberikan bimbingan agama. Metode yang digunakan dalam praktik bimbingan agama sendiri adalah secara langsung.

Berdasarkan observasi, peneliti melihat setiap lansia yang mengikuti kegiatan ini berkomunikasi secara tatap muka di dalam mushalla dengan waktu yang amat terbatas.

Bimbingan agama ini dikemas dengan pemberian tausyiah oleh Bapak Chudori mengenai aqidah, praktik ibadah (seperti tata cara wudhu, shalat, zikir), dan akhlak (berbuat baik kepada Allah dan sesama manusia), kemudian mengaji dengan membaca bersama surat-surat pendek serta menghafalnya. Menurut Mbah Surya dan Mbah Ambarwati, yang biasanya mengajarkan lansia untuk membaca dan menghafal surat-surat pendek adalah Bude Rustina. Pernyataan ini juga diperkuat dengan ungkapan dari Bude Rustina sendiri. Beliau mengatakan untuk dapat berteman dengan lansia yang memiliki pandangan negatif terhadapnya, ia mendekati lansia dengan mengajarkan lansia yang tidak bisa baca al-Qur’an dengan cara hafalan surat pendek setiap diadakannya bimbingan agama.

Diluar dari itu, berdasarkan hasil wawancara diketahui juga bahwa kegiatan ini dilakukan dengan menjawab berbagai persoalan-persoalan mengenai agama yang ditanyakan oleh lansia. Seperti yang disampaikan oleh Mbah Surya bahwa ia sempat mempertanyakan masalah tata cara beribadah dalam kegiatan bimbingan agama sebab kala itu Mbah Surta sudah tidak dapat melaksanakan shalat seperti pada umumnya. Kemudian jawaban yang diperolehnya adalah setiap individu dapat melakukan shalat dengan cara sederhana seperti duduk apabila sudah tidak kuat berdiri.Terkait dengan masalah sosial lansia, bapak Ustadz Chudori menanggapi sebagai berikut:

“Kadang ada lansia yang memiliki masalah sosial seperti terlibat konflik satu sama lain. Walaupun tidak semua lansia sama, tetapi untuk mengatasi hal ini biasanya saya memberikan pemahaman dan arahan untuk meredamkan lansia yang

(13)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

21

mengalami sifat keras itu dengan membimbing dan diawali untuk selalu bagaimana sabar untuk merendahkan diri, menahan amarah, terutama harus selalu ingat kepada Allah dengan berzkir dan istighfar untuk menenangkan jiwa kita.”

Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa sabar adalah satu dari beberapa jalan yang dapat ditempuh dalam menghadapi berbagai permasalahan.

Pelaksanaan Bimbingan Sosial

Bimbingan sosial di UPTD PSLU Tresna Werdha, Natar, Lampung Selatan bila dilihat dari jadwal yang ada dilakukan setiap hari Selasa dan Rabu pada pukul 08.00 sampai selesai. Berdasarkan kegiatan observasi diketahui bahwa kegiatan ini dilaksanakan di aula panti. Ketika waktu telah menunjukkan pukul 08.00 satu persatu lansia berdatangan sedangkan pengasuh berkeliling untuk mengingatkan dan mengajak lansia agar bergegas menuju aula.

Berdasarkan hasil wawancara oleh Bapak Maman selaku Kepala Panti, beliau menjelaskan adanya pelaksanaan bimbingan ini secara umum untuk memberikan lansia motivasi yang dapat membangun lansia untuk lebih bersemangat dan melakukan hal-hal positif sebab, banyak lansia yang kondisi fisik dan mentalnya menurun dan tidak sedikit dari mereka yang mulai kembali pada sifat kanak-kanaknya. Sedangkan secara khusus, bimbingan sosial ini dilakukan karena pihak panti mengetahui adanya beragam masalah sosial pada lansia yang perlu untuk diselesaikan.

Berdasarkan apa yang telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya mengenai minimnya lansia yang mengikuti bimbingan agama, maka bimbingan sosial di sini diperlukan untuk mendorong lansia agar lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat agama dalam bimbingan agama. Ibu Gista selaku pembimbing sosial menjelaskan langkah- langkah pada proses kegiatan ini yang terdiri dari pembukaan, istighasyah, menyampaikan materi oleh narasumber yang telah ditentukan oleh pembimbing sosial, tanya jawab, doa serta penutup. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti saat kegiatan ini berlangsung.

Pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap kegiatan bimbingan sosial ini terkait dengan materi yang disampaikan kepada

(14)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, danKonseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

22

lansia adalah materi-materi yang memang sesuai dengan permasalahan yang dialami oleh lansia sendiri. Diperkuat dengan ucapan dari Mbah Marsinah yang menjelaskan bahwa setiap kali terjadi permasalahan pada lansia, misalnya pertengkaran maka pengasuh tiap wisma akan mencoba melerai. Namun apabila permasalahan terus berlanjut, maka pihak panti akan membahasnya di dalam pelaksanaan bimbingan sosial dengan menerangkan bahwa pertengkaran itu bukanlah suatu hal yang baik dan permusuhan yang berlangsung selama lebih dari tiga hari tidaklah diperbolehkan dalam Islam.

Setiap hari Rabu para lansia mengikuti bimbingan keterampilan di aula panti. Menurut Ibu Yuni, kegiatan ini dilakukan dengan membuat makanan atau masak memasak, terus ada juga seni suara, membuat keset, gantungan kunci atau kemoceng. Pokoknya apa saja yang bisa buat mengisi waktu lansia supaya lansia senang dan tidak jenuh.

Dengan demikian, maka metode bimbingan sosial ini dilakukan baik secara kelompok maupun individual (Corey, 2015; Gazda, 1982; Lifton, 1997). Untuk metode kelompok berisi kegiatan yang diisi dengan pembelajaran dengan jalan ceramah atau motivasi sebagai langkah pencegahan agar lansia terhindar dari berbagai masalah sosial, kemudian apabila sebagai langkah penyelesaian apabila lansia telah mengalami masalah sosial tersebut. Sedangkan metode individual dilakukan setiap hari dengan memberikan pendampingan, memfasilitasi serta menjadi penengah, dan juga membimbing (Brearley, J. 2000). Kemudian pengasuh maupun pembimbing memberikan memotivasi lansia untuk hidup rukun, menjaga kebersihan, menjaga kesehatan dengan cara hidup teratur, saling menghargai dan menghormati, dan sabar. Hal ini dilakukan terus menerus untuk mengingatkan lansia karna keadaan daya ingat lansia yang mulai berkurang.

Urgensi Bimbingan Agama dan Sosial Terdahap Masalah Sosial Lansia

Pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan peneliti memperoleh sebuah pemahaman bahwa bimbingan agama dan sosial yang dilaksanakan oleh panti Tresna Werdha Natar dalam menangani permasalahan sosial lansia di lingkungannya saat ini sangatlah penting. Sebab, kegiatan-kegiatan yang dikemas dalam sebuah proses bimbingan agama dan sosial mampu membuat lansia

(15)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

23

memahami berbagai macam hal-hal positif sehingga lansia terdorong untuk selalu bersikap dan berperilaku baik. jika setiap lansia menerapkan itu di dalam dirinya, kehidupan mereka akan senantiasa nyaman sebab mendapatkan ketenangan di dalam hatinya.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui kedua bimbingan tersebut mampu memberikan dampak yang positif pada lansia. Seperti Bude Rustina yang awalnya dikucilkan dan digunjing, kini mulai dapat berteman dan bersosialisasi dengan lansia lain secara baik. Mbah Ambar yang sebelumnya menarik diri dari lingkungan sosial karena kesedihannya, berkat dilakukannya pendampingan ia mampu keluar dari perasaan tersebut karena perlahan mampu mengikhlaskan kepergian suaminya. Hal ini juga berkat partisipasi dari beberapa lansia yang tidak henti-hentinya mengajak Mbah Ambar untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan.

Dari hasil observasi, kami melihat Mbah Ambar walaupun sedih ketika menceritakan masalah suaminya, beliau dapat bersosialisasi dengan baik di lingkungan panti, seperti bernyanyi dengan tersenyum saat ada kegiatan bimbingan sosial.

Sedangkan permasalahan yang dialami oleh Mbah Japaruddin dan teman sewismanya, yaitu mbah Hermanto berdasarkan mediasi yang dilakukan, mereka menjadi saling memahami kekurangan masing-masing. Untuk Mbah Surya sendiri, setelah diberikannya pendampingan oleh pembimbing sosial dan dibantu oleh pengasuh, Mbah Surya dapat kembali beraktifitas sebagaimana mestinya walaupun harus dibantu dengan lansia lain atau teman sewismanya. Sesuai dengan tujuan utama dari adanya pelaksanaan bimbingan agama dan sosial yaitu membantu lansia untuk dapat menyelesaikan masalah sosial yang dialaminya. Masalah- masalah sosial lansia tidak serta merta kita abaikan begitu saja. Para lansia harus memcapai kesejahteraan lahir dan batin. Untuk itu, pentingnya bimbingan agama dan sosial ini adalah agar mereka dapat menikmati kehidupannya di usia yang sudah terlampau jauh dengan senyuman dan kebahagian sesuai dengan kondisinya saat ini.

(16)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, danKonseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

24

Simpulan

Tujuan utama dalam pemberian bimbingan agama adalah tercapainya ketenangan dalam hati setiap lansia dalam menghadapi masalah sosialnya.

Bimbingan-bimbingan agama yang terdapat dalam kegiatan-kegiatan yang mereka dapatkan adalah untuk selalu beristighfar, membaca al-Qur’an, dan berzikir sebab Islam adalah agama yang di dalamnya berisikan petunjuk-petunjuk bagaimana seharusnya menjalani kehidupan dan bagaimana seharusnya menghadapi permasalahan. Untuk tujuan utama dalam pemberian bimbingan sosial adalah agar para lansia dapat menyelesaikan masalah-masalah sosial, seperti pergaulan, penyelesaian konflik sosial, dan penyesuaian diri agar mencapai perkembangan sebagai makhluk sosial yang optimal. Pelaksanaan bimbingan sosial yang dilakukan oleh pihak panti berbentuk individual dan kelompok dengan memberikan beberapa materi yang berkaitan dengan permasalahan lansia untuk kemudian dimotivasi dan diarahkan agar mereka memperoleh pemahaman dan terdorong untuk berperilaku ke arah yang positif. Hal ini dilihat dari lansia yang sebelumnya mengalami masalah sosial menjadi pribadi lain yang bergerak kearah positif.

Urgensi bimbingan agama dan sosial dalam mengatasi masalah sosial lansia di Panti Tresna Werdha, Natar, Lampung Selatan adalah dengan berbagai pengetahuan yang diperolehnya, lansia dapat memperoleh pemahaman yang baik atas masalah sosial yang dialaminya. Dengan adanya pemahaman tersebut, para lansia akan terdorong untuk selalu bersikap dan berperilaku baik. Apabila setiap lansia menerapkan itu dalam dirinya, kehidupan mereka akan senantiasa nyaman sebab mendapatkan ketenangan dalam hati mereka. Terpenuhinya kebutuhan sosial dan spiritual pada lansia akan membuat mereka dapat menikmati masa tuanya dengan bahagia. Karena itu, bimbingan agama dan sosial ini penting untuk mengatasi masalah sosial lansia karena mampu memberikan kebahagiaan lansia di masa tuanya.

(17)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

25

Daftar Pustaka

Afriansyah, A., & Santoso, M. B. (2019). Pelayanan Panti Werdha Terhadap Adaptasi Lansia. Responsive: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Administrasi, Sosial, Humaniora Dan Kebijakan Publik, 2(4), 190–98.

Albi, A. & Setiawan, S. (2018). Metode Penelitan Kualitatif. Sukabumi: Jejak.

Andesty, D., & Syahrul, F. (2018). Hubungan interaksi sosial dengan kualitas hidup lansia di unit pelayanan terpadu (UPTD) Griya Werdha kota Surabaya tahun 2017. The Indonesian Journal of Public Health, 13(2), 169–80.

Annisa, D. F., & Ifdil, I. (2016). Konsep Kecemasan (Anxienty) pada Lanjut Usia (Lansia). Konselor, 5(2), 93-99.

Brearley, J. (2000). Counseling and Social Work. Buckingham, Philadelphia, PA:

Open University Press.

Brizuela, B. M., Stewart, J. P., Carrillo, R. G., & Berger, J. G. (2000). Acts of Inquiry in Qualitative Research. ERIC.

Cho, H., Choi, J., No, W., Oh, M., & Kim, Y. (2021). Accessibility of welfare facilities for elderly people in Daejeon, South Korea considering public transportation accessibility. Transportation research interdisciplinary perspectives, 12, 100514.

Corey, G. (2015). Theory and Practice of Group Counseling. Cengage Learning.

Creswell, J. W. (2014). A concise Introduction to mixed Methods Research. SAGE Publications.

Creswell, J. W., & Cresswell, J. D. (2017). Research Design: Qualitative, Quantitative, and mixed Methods Approaches. Sage Publications.

De Jesus, M., Wiyono, J., & Ardiyani, V. M. (2018). Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Interaksi Sosial pada Lansia di Posyandu Tlogo Suryo Malang. Nursing News: Jurnal Ilmiah Keperawatan, 3(1).

Falcone, M., Paul, M., Tiseo, G., Yahav, D., Prendki, V., Friberg, L. E., Guerri, R., Gavazzi, G., Mussini, C., & Tinelli, M. (2020). Considerations for the optimal management of antibiotic therapy in elderly patients. Journal of Global Antimicrobial Resistance, 22, 325–333.

Fitriani, N. (2019). Pengembangan media pembelajaran audio-visual powtoon tentang konsep diri dalam bimbingan kelompok untuk peserta didik Sekolah Dasar. Jurnal Tunas Bangsa.

Gazda, G. M. (1982). Basic approaches to group psychotherapy and group counseling.

Charles C Thomas Pub Limited.

Grbich, C. (2013). Qualitative Data Analysis. Callifornia: Sage Publications.

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

(18)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, danKonseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

26

Ilmi, N., & Sutria, E. (2018). Problem Depresi Lansia Dan Solusi Dengan Terapi Spritual (Literature review: Problem Depression of erderly and the solution with spiritual therapy). Journal of Islamic Nursing, 3(1), 32–39.

Irman, I., Silvianetri, S., & Zubaidah, Z.. 2019. Problem Lansia Dan Tingkat Kepuasannya Dalam Mengikuti Konseling Islam. Al-Qalb: Jurnal Psikologi Islam, 10(1), 1–11.

Kementrian Agama RI. (2019). Terjemah Al-Qur'an. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (LPMQ) Kementerian Agama.

Kim, D, & Jin, J. (2019). “The impact of welfare facilities on happiness of the elderly: Evidence from Seoul, Korea. Journal of Planning Education and Research, 0739456X19874112.

Kimmel, D. C. (1990). Adulthood and aging: An interdisciplinary, developmental view.

John Wiley & Sons.

Lifton, W. M. (1997). Working with Groups: Group Process and Individual Growth.

New York, NY: John Wiley & Sons.

Lotu, M. L. I. (2020). Efektifitas Terapi Mandi Air Hangat Dengan Lemongrass Oil Massage Terhadap Kualitas Tidur Lansia Di Panti Sosial Lansia Budi Agung Kupang. CHMK Applied Scientific Journal, 3(1), 19–26.

Marzuki, M. B., & Lestari, P. (2018). Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang. Jurnal Keperawatan Komunitas, 2(2), 81–86.

Mawaddah, N., & Nurwidji, N. (2020). Peningkatan Kemampuan Adaptasi Lansia Dengan Terapi Kelompok. Jurnal Kesehatan Dr. Soebandi, 8(1), 49–55.

McInnis-Dittrich, K. (2014). Social Work with Older Adults. Boston, MA: Pearson.

Naftali, A. R., Ranimpi, Y. Y., & Anwar, M. A. (2017). Kesehatan spiritual dan kesiapan lansia dalam menghadapi kematian. Buletin Psikologi, 25(2), 124–

135.

Nuryati, N. (2018). Bimbingan Rohani Islam Dan Perasaan Tenang Lansia (Study Kasus Lansia PKH Kecamatan Trucuk Klaten). HISBAH: Jurnal Bimbingan Konseling dan Dakwah Islam, 15(1), 85–98.

Ozanne, E., Borowski, A., & Encel, S. (2007). Longevity and Social Change in Australia. Sydney, NSW: University of New South Wales Press.

Padgett, D. K. (2008). Strategies for rigor. Qualitative methods in sociology, 80–200.

Polit, D. F., Beck, C. T., & Hungler, B. P. (2006). Essentials of nursing research.

Methods, appraisal and utilization, 6.

Rahmah, S. (2017). Pembinaan keagamaan lansia di panti sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera. Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah, 12(23), 63–83.

(19)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

27

Rasyid, M. M. (2016). Islam Rahmatan Lil Alamin Perspektif KH. Hasyim Muzadi. Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, 11(1), 93–116.

Rianjani, E., Nugroho, H. A., & Astuti, R. (2011). Kejadian insomnia berdasar karakteristik dan tingkat kecemasan pada lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang. FIKkeS, 4(2).

Risky, S. N., Saraswati, R. R., & Puspitasari, R. (2018). Agama dan Kebahagiaan:

A Literatur Review. Risenologi, 3(2), 56–63.

Riyanti, R., & Choiriyati, S. (2021). Komunikasi Empati Pengasuh Dalam Perubahan Psikologis Lansia (Studi Unit Pelaksanaan Tekhnis Dinas (UPTD) Pelayanan Lanjut Usia (PSLU) Tresna Werdha Natar, Lampung Selatan). INTERCODE,1(1).

Santika, A., Djamhari, E. A., Ramdlaningrum, H., & Hoelman, M. B. (2021).

White Paper Pemenuhan Hak-Hak Lansia Untuk Hidup Setara, Sejahtera, dan Bermartabat.

Santrock, J. W. (2002). Life-span Development (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Sari, D. K., & Mahardyka, M. W. (2017). Penerapan wudhu sebagai hydro therapy terhadap tingkat stres pada lansia UPT PSLU blitar di tulungagung. Journal Of Nursing Practice, 1(1), 24–32.

Senja, A., & Prasetyo, T. (2021). Perawatan Lansia Oleh Keluarga dan Care Giver.

Bumi Medika (Bumi Aksara).

Setiadi, E. M., & Kolip, U. (2009). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana.

Soetomo. (2013). Masalah Sosial. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Stewart, C. J., & Cash, W. B. (2003). Interviewing: Principles and Practices. Boston, MA: McGraw-Hill.

Suandari, N. P. N. C., & Priastana, I. K. A. (2020). Hubungan Dukungan Sosial Sebaya dengan Kecemasan Lansia Pensiunan Pns yang Mengalami Retirement Syndrome. Media Keperawatan, 11(1), 7–13.

Sugiyono, S. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Wade, C. (2007). Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Wahab, R. (2001). Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Wolcott, H. F. (2011). Writing Up Qualitative Research. Thousand Oaks, CA: SAGE Publications.

(20)

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, danKonseling Islam Vol. 5, No. 1 (2022), pp. 9-28

28

Gambar

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Pelayanan Bagi Lanjut Usia
Tabel 2. Masalah Sosial Lansia

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Peringatan Kerusakan Perangkat Jaringan Base Transceiver Station Berbasis Sistem Informasi Geografi untuk memberikan visualisasi beserta informasi kepada

Dari hasil penelitan yang telah dilakukan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Diklat Prajabatan pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah

Hasil presentase data shortest 10% 1/RT pada Tabel 2 menunjukan bahwa kondisi setelah praktikum mengalami peningkatan kewaspadaan sebesar 32,45% dibandingkan dengan kondisi

sebagai akibat tindakan manusia dalam melakukan pengolahan tanah, penggunaanbenih/bibit tanaman yang memerlukan input yang tinggi, pengairan, penyiangan,

Dalam mengikuti tes masuk perguruan tinggi terdapat 120 soal, ditetapkan bahwa setiap menjawab soal benar diberi skor 4, menjawab soal salah diberi skor –2

‘I didn’t think it would be like this,’ said Kadiatu.. ‘I didn’t think it would be so complicated.’ She lowered her

Warga belajar merupakan faktor yang penting dalam kegiatan pemberdayaan, tanpa adanya warga belajar maka kegiatan pemberdayaan tidak dapat berjalan. Sasaran dari program

Kemampuan memahami cerita pendek adalah kemampuan siswa dalam mengetahui atau mengerti isi suatu karya sastra (khususnya cerpen) dengan keterlibatan jiwa, yaitu memahami masalah