• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel-variabel makroekonomi 11 negara berkembang di Asia Tenggara (Filipina, Indonesia, Malaysia, Thailand), Asia Timur (Cina), dan Amerika Latin (Bolivia, Brazil, Kolombia, Meksiko, Panama, Paraguay), yang meliputi transaksi berjalan terhadap PDB (CAGDP), pertumbuhan kredit domestik terhadap PDB (DCGDP), dan suku bunga riil (RINR). Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, antara lain International Financial Statistics (IFS) dan World Development Indicators (WDI). Berdasar kriteria yang telah ditentukan,

berikut sampel penelitian yang diperoleh:

Tabel 4.1

Sampel Penelitian, dengan periode sampel 2005-2018

No. Keterangan Jumlah

1. Cross-section (negara) 11

2. Time-series (rentang waktu penelitian) 13 Total Observasi 143

B. Analisis Deskriptif

Jumlah data dalam penelitian ini sebanyak 143. EMP merupakan variabel dependen dari penelitian ini, sedangkan variabel independen yang digunakan adalah CAGDP, DCGDP, RINR, serta variabel dummy atas krisis tahun 2008 (Subprime Mortgage Crisis).

commit to user

(2)

Variabel EMP memiliki nilai rata-rata −0,11636 dengan standar deviasi sebesar 0,26539. Nilai paling kecil (−1,27868) ditunjukkan oleh Brazil pada tahun 2007, dimana hal tersebut berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi yang positif dan terjaganya kestabilan harga dalam kurun waktu 2003-2008 (Vartanian & Garbe, 2019: 66). Sedangkan, angka tertinggi (0.48888) ditunjukkan oleh Brazil tahun 2015 yang terjadi karena Brazil mengalami resesi domestik pada tahun 2015 dan diperkirakan akan berlanjut hingga beberapa bulan pada tahun 2016 (Economic Survey of Latin America and the Caribbean, 2016). Mata uang Brazil (BRL) mengalami penurunan tajam (depresiasi) terhadap USD hingga level terendah selama 11 tahun, yakni sebesar 10,1% selama Februari-Maret 2014 (Focus Economics, 2015).

Variabel CAGDP memiliki nilai rata-rata 0,59045 dan standar deviasi sebesar 5,28427. Nilai minimal CAGDP adalah −13.3754 ditunjukkan oleh Panama tahun 2014. Defisit transaksi berjalan yang dialami Panama meningkat sebesar 6,9% dibanding tahun 2013, hal tersebut disebabkan karena penurunan eskpor di tahun 2014 (IMF, 2014). Nilai maksimal CAGDP adalah 16,10 ditunjukkan Malaysia pada tahun 2006. Transaksi berjalan Malaysia mengalami peningkatan karena surplus perdagangan yang besar, hal tersebut disebabkan adanya ekspansi berkelanjutan ekspor barang jadi dan komoditas terkait (Bank Negara Malaysia, 2007).

Variabel DCGDP memiliki nilai rata-rata 8,78901 dengan standar deviasi 10,247. Nilai pertumbuhan kredit domestik paling rendah sebesar

−24,75221 ditunjukkan oleh Brazil tahun 2015 berkaitan dengan commit to user

(3)

perekonomian Brazil tahun 2015-2016 yang mengalami kontraksi ekonomi dengan turunnya PDB masing-masing sebesar 3,6% dan 3,4%.

Resesi ekonomi yang dialami Brazil terjadi karena harga komoditas yang menurun drastis dan terbatasnya kemampuan negara untuk melakukan perubahan kebijakan fiskal sehingga merusak kepercayaan konsumen dan investor (World Bank, 2020). Nilai tertinggi pertumbuhan kredit domestik adalah sebesar 37,54 yang ditunjukkan oleh Cina pada tahun 2009. Ketika terjadi subprime crisis tahun 2008, salah satu cara untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi pemerintah Cina melonggarkan kontrol kredit (Borst, 2013).

Variabel RINR memiliki rata-rata 7,61 dengan standar deviasi senilai 9,78. Nilai paling rendah adalah −3,22 yang ditunjukkan oleh Bolivia pada tahun 2011. Nilai terbesar suku bunga riil sebesar 44,64 merupakan nilai suku bunga riil Brazil tahun 2005 yang terjadi karena tabungan domestik relatif rendah (Hausmann, 2008 dalam Segura-Ubiergo, 2012).

C. Regresi Data Panel 1. Pemilihan Model

a. Chow Test, yang dilakukan untuk memilih antara FEM dan CEM.

Uji Chow memiliki hipotesis, saat nilai probabilitas < 0,05 model yang tepat adalah FEM. Sebaliknya ketika nilai probababilitas >

0,05 maka model yang terbaik adalah CEM. Hasil regresi menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,0000 atau kurang dari 0,05 yang artinya model terbaik adalah FEM. commit to user

(4)

b. Hausman Test, yang dilakukan untuk memilih antara FEM dan REM.

Hausman Test memiliki hipotesis, ketika nilai probabilitas <

0,05 maka model yang terpilih adalah FEM. Sebaliknya, ketika nilai probabilitas > 0,05 maka model yang lebih baik adalah REM. Hasil regresi menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,0000 atau lebih kecil dibanding 0,05 sehingga model yang terpilih adalah FEM.

c. LM (Lagrange Multiplier) Test, yang dilakukan untuk memilih antara REM atau CEM.

Uji LM memiliki hipotesis, ketika nilai probabilitas < 0,05 maka model yang terpilih adalah REM. Sebaliknya, ketika nilai probabilitas > 0,05 maka model yang lebih baik adalah CEM. Hasil regresi menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,0711 atau lebih dari 0,05 sehingga model yang terpilih adalah CEM.

2. Uji Asumsi Klasik a. Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas memiliki hipotesis, ketika VIF > 10 dan nilai 1/VIF < 0,1 maka model yang digunakan mengandung multikolinearitas. Sebaliknya, ketika VIF < 10 dan nilai 1/VIF > 0,1 maka tidak terdapat multikolinearitas dalam model. Hasil regresi menunjukkan VIF sebesar 1,08 atau kurang dari 10 dan semua nilai 1/VIF > 0,1 sehingga dapat disimpulkan, bahwa secara statistik tidak terdapat multikolinearitas dalam model penelitian.

commit to user

(5)

b. Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas memiliki hipotesis, ketika nilai probabilitas < 0,05 maka model bersifat heteroskedastisitas.

Sebaliknya, ketika nilai probabilitas > 0,05 maka model bersifat homokedastisitas. Hasil regresi menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.0003 atau kurang dari 0,05 sehingga secara statistik model bersifat heteroskedastisitas.

3. Hasil Uji Hipotesis

Setelah melakukan regresi data panel, didapatkan FEM sebagai model terbaik, sebagai berikut:

EMPit = −0,25568 − 0,05099. CADGPit− 0,02166. DCGDPit+

0,01863. RINRit+ 0,18352 . Crisisit + εit (4.1) a. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Uji F dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh seluruh variabel independen (secara bersama-sama) dalam memengaruhi variabel dependen, dengan melihat nilai F-statistik dan Prob > F.

Hasil regresi menunjukkan nilai 𝐹(4, 128) sebesar 39,94 atau lebih besar dari F-tabel (2,44) dan nilai Prob > F sebesar 0,0000 atau lebih kecil dari 𝛼 (0,05). Hal tersebut berarti hipotesis nol ditolak sehingga variabel independen dalam penelitian bersama-sama signifikan secara statistik memengaruhi variabel dependen.

commit to user

(6)

b. Uji Signifikansi Parsial (Uji t)

Uji t mengukur seberapa besar pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel dependen dalam penelitian. Hasil regresi menunjukkan, bahwa rasio transaksi berjalan terhadap PDB (CAGDP) memiliki koefisien sebesar −0,02669 dengan signifikansi sebesar 0,0021(< 0,05) dan nilai t sebesar −2,73(< −1,6569) di mana hal tersebut berarti secara statistik variabel transaksi berjalan memiliki hubungan negatif dan memiliki pengaruh signifikan terhadap EMP.

Variabel pertumbuhan kredit domestik terhadap PDB (DCGDP) memiliki koefisien sebesar −0,01367 dengan signifikansi sebesar 0,000(< 0,05) dan nilai t sebesar −5,27(< −1,6569) di mana hal tersebut berarti secara statistik variabel kredit domestik mempunyai hubungan negatif dan berpengaruh signifikan terhadap EMP.

Variabel suku bunga riil (RINR) memiliki koefisien sebesar 0,00629 dengan signifikansi sebesar 0,037(< 0,05) dan nilai t sebesar 2,40(> 1,6569) di mana hal tersebut berarti secara statistik variabel suku bunga riil mempunyai hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap EMP.

Variabel dummy krisis memiliki koefisien sebesar 0,20071 dengan signifikansi sebesar 0,004 (< 0,05) dan nilai t sebesar 3,73(> 1,6569) di mana hal tersebut berarti secara statistik variabel

commit to user

(7)

krisis mempunyai hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap EMP.

c. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji yang dikenal dengan Goodness of Fit test ini bertujuan untuk mengetahui seberapa baik sebuah model melalui besarnya persentase variabel independen menjelaskan variabel dependen dalam sebuah model penelitian. Hasil regresi menunjukkan nilai adjusted- Rsquared sebesar 0,2761, yang artinya variabel independen dalam model dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 27,61% dan sisanya (72,39%) dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

D. Analisis dan Pembahasan

1. Variabel Makroekonomi terhadap EMP a. Transaksi Berjalan (%PDB)

Negara yang memiliki fundamental ekonomi yang lemah cenderung lebih rentan terhadap krisis, seperti negara berkembang.

Krisis subprima pada tahun 2008 berdampak hampir ke seluruh dunia, bahkan ekonomi negara berkembang mengalami kerugian yang tidak sedikit. Perkembangan perekonomian tidak hanya dilihat dari jumlah dan kegiatan distribusi intermediasi keuangan, namun juga dapat dilihat dari penyesuaian suatu negara terhadap surplus dan defisit transaksi berjalan sesuai kebijakan masing-masing negara (Griffith- Jones & Sunkel, 1986). Negara berkembang di Eropa Timur mengalami defisit besar-besaran pada transaksi berjalan dan anggaran,

commit to user

(8)

sedangkan negara berkembang di Asia Timur hanya terdampak pada perdagangan internasional (Kamin & Demarco, 2012). Dari hasil regresi, dapat disimpulkan bahwa setiap kenaikan 1% transaksi berjalan, maka EMP akan menurun sebesar 0,027%. Hal ini sejalan dengan analisis Roper & Turnovsky (1980), Blanchard et al., (2010), dan Babecký et al., (2013) yang menyatakan pengaruh negatif transaksi berjalan terhadap EMP.

Fenomena krisis global menyebabkan kegiatan perdagangan internasional terganggu karena kemampuan produksi (supply) menurun, yang kemudian diikuti turunnya permintaan (demand).

Semakin besar tingkat keterbukaan perdagangan suatu negara, akan semakin besar dampak krisis yang diterima pada transaksi berjalan.

Ketika transaksi berjalan bertumbuh negatif berarti telah terjadi penurunan pendapatan nasional atas perdagangan internasional, hal tersebut berdampak pada cadangan devisa sehingga menyebabkan EMP menjadi lebih kuat (Obstfeld et al., 2009). Saat suatu negara dapat mempertahankan kekuatan transaksi berjalannya saat terjadi krisis, maka negara tersebut akan semakin kuat karena EMP akan tertekan oleh cadangan devisa yang masuk.

b. Kredit Domesik

Banyak penelitian yang menyatakan, bahwa peningkatan kredit yang berlebihan dapat mengancam kestabilan makroekonomi (Utari, Arimurti, & Kurniat, 2012). Hasil regresi menunjukkan angka

commit to user

(9)

−0,01367, yang berarti setiap kredit domestik naik sebesar 1% akan menurunkan EMP sebesar 0,014%. Dengan kata lain, ketika kredit domestik mengalami peningkatan sebesar 1% mata uang domestik akan mengalami apresiasi, suku bunga akan menurun, dan atau peningkatan cadangan devisa sebesar 0,014%. Hasil serupa juga ditemukan oleh Stavárek (2010) dan Younus (2010). Liberalisasi neraca modal dan keuangan menyebabkan negara-negara berkembang kesulitan dalam mengatasi tekanan dari luar (Furman & Stiglitz, 1998).

Tanner (2001) menemukan, bahwa meningkatnya kredit domestik akan mengakibatkan jumlah uang yang beredar di masyarakat semakin banyak sehingga mata uang akan mengalami apresiasi. Peningkatan likuiditas karena naiknya arus modal yang masuk ke dalam negeri dan peningkatan jumlah uang yang beredar menyebabkan mata uang mengalami apresiasi nilai tukar domestik sehingga EMP menurun.

c. Suku Bunga Riil

Variabel suku bunga riil memiliki koefisien sebesar 0,00629 dengan nilai probabilitas sebesar 0,037(< 0,05), artinya suku bunga riil berhubungan positif dengan EMP dan memiliki pengaruh signifikan, searah dengan penelitian yang dilakukan oleh Agenor, et al., (1993) dan Eichengreen, et al. (1995). Hubungan positif antara suku bunga riil terhadap EMP berarti setiap kenaikan suku bunga sebesar 1% akan meningkatkan EMP sebesar commit to user 0,006%. Kenaikan

(10)

tersebut terjadi karena ketika suku bunga suatu negara mengalami kenaikan maka sektor perekonomian dalam negeri akan bergerak lebih cepat. Kamaly & Erbil (2000) menduga kenaikan suku bunga menyebabkan terjadinya likuiditas yang berlebihan (over liquidity) sehingga EMP meningkat.

Ketika suatu negara menghadapi krisis pemerintah selaku pihak yang menetapkan kebijakan fiskal akan mengambil keputusan, salah satunya dengan menaikkan suku bunga. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan karena pemerintah ingin menjaga nilai tukar dan kebutuhan negara terpenuhi. Dampaknya, lapangan kerja menjadi semakin sempit sehingga pengangguran terus meningkat. Untuk menjadi stabilitas harga pemerintah terus meningkatkan suku bunga yang mengakibatkan kepercayaan para pelaku ekonomi terhadap pemerintah menurun, akibatnya mata uang runtuh dan EMP meningkat.

d. Periode Krisis

EMP merupakan salah satu indikator terjadinya krisis, yakni dengan menurunnya cadangan devisa, naiknya suku bunga, dan atau depresiasi nilai tukar. Hasil regresi menunjukkan koefisien variabel krisis sebesar 0,20071 dengan probabilitas 0,000(< 0,05) artinya terdapat perbedaan EMP sebelum dan sesudah krisis tahun 2008.

Setelah krisis EMP meningkat sebesar 0,201% dibanding sebelum commit to user

(11)

krisis. Hasil olah data sejalan dengan teori, bahwa ketika terjadi krisis EMP akan meningkat.

Pada tahun 2008 kredit perumahan di Amerika Serikat menjadi tren di masyarakat dan meningkat drastis. Tidak sedikit pihak yang menfaatkan tren ini untuk mendapat keuntungan dengan membangun rumah sehingga terjadi excess supply atau kelebihan penawaran, yang mengakibatkan harga rumah menjadi jatuh. Penurunan drastis harga perumahan meningkatkan suku bunga kredit perumahan yang membuat para nasabah tidak mampu membayar cicilan (default).

Peristiwa ini terus berkembang tanpa diketahui masyarakat hingga terjadi krisis keuangan yang menyebar ke seluruh penjuru dunia dengan cepat (Lo, 2009).

2. Perhitungan Cadangan Devisa dan Nilai Tukar Tabel 4.2

Tabel EMP dan komponennya tahun 2008

Negara DKURS Ddevisa EMP

Bolivia -7.87% 52.12% -59.99%

Brazil 31.95% 7.47% 24.48%

Filipina 14.70% 9.87% 4.82%

Indonesia 16.25% -9.79% 26.04%

Kolumbia 10.58% 13.06% -2.48%

Malaysia 4.76% -9.77% 14.53%

Meksiko 24.59% 9.20% 15.39%

Panama 0.00% 25.26% -25.26%

Paraguay 1.44% 15.56% -14.13%

Thailand 3.50% 27.50% -24.01%

Tiongkok -6.43% 27.38% -33.81%

Sumber: Data diolah, 2020

commit to user

(12)

Krisis tahun 2008 membuat perekonomian dunia terguncang, termasuk negara berkembang. Nilai EMP tertinggi ditunjukkan oleh Indonesia sebesar 26,04% yang didominasi depresiasi kurs sebesar 16,25% dan menurunnya devisa sebesar 9,79%, hal ini sekaligus menjadikan Indonesia negara yang kehilangan cadangan devisa paling besar tahun 2008. Sedangkan EMP terkecil bernilai minus ditunjukkan oleh Bolivia sebesar −59,99% dengan apresiasi kurs sebesar 7,87% dan akumulasi cadangan devisa hingga 52,12%, sekaligus menjadi negara yang memiliki akumulasi cadangan devisa terbesar pada tahun 2008.

Depresiasi nilai tukar domestik terhadap USD terbesar dialami oleh Brazil yakni 31,95% yang disusul oleh Meksiko sebesar 24,59%.

Dari hasil perhitungan pada tabel 4.2, berarti hipotesis nol penelitian di mana EMP menyebabkan cadangan devisa menipis diterima.

Karena tidak semua negara yang terkena EMP mengalami penurunan cadangan devisa. Namun, hipotesis di mana EMP menyebabkan melemahnya nilai tukar diterima karena semua negara yang terkena EMP mengalami depresiasi kurs terhadap USD.

Dari keputusan hipotesis dapat disimpulkan, bahwa setiap negara memiliki preferensi atau solusi masing-masing untuk mengatasi krisis yang sedang terjadi. Negara dengan cadangan devisa yang tidak begitu besar akan lebih memilih untuk mendepresiasi nilai mata uangnya dibanding menggunakan cadangannya saat terjadi guncangan (Aizenman

& Hutchison, 2012). Kepemilikan cadangan devisa tergantung pada commit to user

(13)

ukuran sistem perbankan. Cadangan devisa tidak hanya digunakan untuk menstabilkan arus keuangan, namun juga dapat digunakan sebagai penyelamat saat krisis disamping depresiasi mata uang domestik (Obstfeld et al., 2009).

commit to user

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan fiskal dapat didefinisikan sebagai kebijakan yang dilakukan pemerintah melalui instrumen fiskal seperti pengeluaran pemerintah dan/atau pajak untuk

Dokumentasi pada penelitian ini ditempuh untuk mendokumentasikan aktivitas belajar mengajar dengan model pembelajaran kooperatif menggunakan metode probing prompting

1) Sistem ini dapat meramalkan profit UKM dalam sedut pandang strategi harga dan pemasaran di masa mendatang. Setelah dilakukan uji verifikasi hasil,

Bahan alami seperti pati termoplastik sebagai bahan pembuat plastik biodegradabel mempunyai beberapa kelemahan antara lain sifat mekanik yang rendah, tidak tahan terhadap

Katalis berfungsi untuk memepercepat reaksi dan menurunkan energi aktiviasi sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa katalis reaksi dapat berlangsung

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Leverage,

Berdasarkan masalah yang telah peneliti rumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan yang tepat (sahih, valid, benar) dan dapat

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengaruh Metode Bercerita Menggunakan Big Book Terhadap Kemampuan Menyimak Anak Usia 5- 6 Tahun Di Paud Natezra Kid’s Pasir Putih