21 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Data Demografi Partisipan
Tabel 4.1. Demografi Partisipan
Karakteristik Partisipan n %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 27 57,4%
Perempuan 20 42,6%
Usia
15 tahun 11 23,4%
16 tahun 10 21,2%
17 tahun 20 42,6%
18 tahun 6 12,8%
Status Hubungan
Berpacaran 47 100%
Lamanya Merantau
< dari 1 tahun 12 25,5%
1 tahun 10 21,2%
2 tahun 20 42,6%
3 tahun 5 10,7%
Asal Daerah
Papua 1 2,2%
Sulawesi 2 4,2%
Kalimantan 4 8,6%
Sumatera 12 25,5%
Jawa 20 42,5%
Bali 2 4,2%
NTT 6 12,8%
NTB 0 0%
2. Hasil Uji Seleksi Item dan Reliabilitas Skala Religiositas
Uji analisis seleksi item dan reliabilitas pada Skala religiositas dilakukan dengan dua kali putaran. Putaran pertama untuk menyeleksi butir item yang lolos (memenuhi konvensi item) dan mengeliminasi item yang gugur. Selanjutnya pada putaran kedua
22
untuk mengukur reliabilitas pengukuran dan daya diskriminan setelah mengeluarkan item gugur.
Hasil uji seleksi item dan reliabilitas pada putaran pertama dari skala religiositas dengan 20 item didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,873 yang berarti alat ukur religiositas tergolong sangat reliabel. Kemudian item yang gugur berjumlah 1 item, yaitu nomor 9. Penentuan-penentuan uji lolos diskriminasi item menggunakan ketentuan dari Azwar (2012), yang menyatakan bahwa item pada skala pengukuran dapat dikatakan lolos apabila ≥ 0,20. Nilai korelasi item total bergerak antara 0,227- 0,674. Pada pengujian kedua, didapatkan perubahan koefisien reliabilitas sebesar 0,905 dengan tidak ada item yang gugur dan nilai korelasi item total bergerak antara 0,233-0,706.
Skala Perilaku Seksual Pranikah
Uji analisis seleksi item dan reliabilitas pada skala perilaku seksual pranikah dilakukan dengan dua kali putaran. Hasil uji seleksi item dan reliabilitas pada putaran pertama dari skala perilaku seksual pranikah dengan 12 item didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,704 yang berarti alat ukur tersebut tergolong reliabel. Kemudian item yang gugur berjumlah 1 item, yaitu nomor 1. Penentuan-penentuan uji lolos diskriminasi item menggunakan ketentuan dari Azwar (2012), yang menyatakan bahwa item pada skala pengukuran dapat dikatakan lolos apabila ≥ 0,20. Nilai korelasi item total bergerak antara 0,222-0,592. Pada pengujian kedua, didapatkan perubahan koefisien reliabilitas sebesar 0,752 dengan tidak ada item yang gugur dan nilai korelasi item total bergerak antara 0,258-0,581.
3. Uji Analisis Deskriptif
Analisis Deskriptif Religiositas
Tabel 4.2. Religiositas
Interval Kategori Mean N Persentase
81 ≤ x ≤ 94 Tinggi 20 42.55%
69 ≤ x ≤ 81 Sedang 79,7 22 46,81%
56 ≤ x ≤ 69 Rendah 5 10,64%
Jumlah 47 100%
SD = 8,575 Min = 56 Max = 94 Keterangan: x = Religiositas
23
Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, dapat dilihat bahwa 20 siswa memiliki skor religiositas yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 42,55%, 22 siswa memiliki skor religiositas yang berada pada kategori sedang dengan persentase 46,81%, dan 5 siswa memiliki skor religiositas yang berada pada kategori rendah dengan persentase 10,64%. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 56 sampai dengan skor maksimum sebesar 94 dengan standar deviasi 8,575.
Berdasarkan rata-rata sebesar 79,7 dapat dikatakan bahwa rata-rata religiositas remaja berada pada kategori sedang.
Analisis Deskriptif Perilaku Seksual Pranikah
Tabel 4.3. Perilaku Seksual Pranikah
Interval Kategori Mean N Persentase
7 ≤ x ≤ 11 Tinggi 1 2,13%
4 ≤ x ≤ 7 Sedang 5 10,64%
0 ≤ x ≤ 4 Rendah 2,32 41 87,23%
Jumlah 47 100%
SD = 2,065 Min = 0 Max = 11 Keterangan: x = Perilaku Seksual Pranikah
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, dapat dilihat bahwa 1 siswa memiliki skor perilaku seksual pranikah yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 2,13%, 5 siswa memiliki skor perilaku seksual pranikah yang berada pada kategori sedang dengan persentase 10,64%, dan 41 siswa memiliki skor perilaku seksual pranikah yang berada pada kategori rendah dengan persentase 87,23%. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 0 sampai dengan skor maksimum sebesar 11 dengan standar deviasi 2,065. Berdasarkan rata-rata sebesar 2,32 dapat dikatakan bahwa rata-rata perilaku seksual pranikah siswa berada pada kategori rendah.
4. Uji Asumsi
Pengujian asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas dan uji linearitas. Uji asumsi dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah data yang telah memenuhi asumsi analisis sebagai syarat untuk melakukan analisis hipotesis.
a. Uji Normalitas
Pengujian uji normalitas dilakukan dengan melihat hasil uji Kolmogorov- Smirnov.
24
Tabel 4.4. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Religiositas Perilaku Seksual
N 47 47
Normal Parametersa Mean 79,77 2,32
Std. Deviation 8,575 2,065
Most Extreme Differences Absolute ,167 ,178
Positive ,062 ,178
Negative -,167 -,131
Kolmogorov-Smirnov Z 1,142 1,223
Asymp. Sig. (2-tailed) ,147 ,100
Berdasarkan uji hasil pengujian normalitas pada Tabel 4.4 di atas, kedua variabel memiliki signifikansi p > 0,05. Variabel religiositas memiliki nilai K-S- Z sebesar 1,142 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,147. Oleh karena nilai signifikansi p>0,05, maka variabel religiositas berdistribusi normal.
Hal ini juga terjadi pada variabel perilaku seksual pranikah yang memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,223 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,100.
Dengan demikian variabel perilaku seksual pranikah juga berdistribusi dengan normal.
b. Uji Linearitas
Uji linieritas dilakukan untuk menguji integritas hubungan data yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dengan kata lain, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas berpengaruh dengan variabel terikat atau tidak. Untuk perhitungannya, uji linieritas dilakukan dengan menggunakan SPSS seri 16.0 for windows yang dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5 Hasil Uni Linearitas Religiositas terhadap Perilaku Seksual Pranikah Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Perilaku Seksual * Religiositas
Between Groups
(Combined) 80,163 23 3,485 ,691 ,809
Linearity 3,045 1 3,045 ,604 ,445
Deviation from
Linearity 77,118 22 3,505 ,695 ,802
Within Groups 116,050 23 5,046
Total 196,213 46
25
Dari hasil uji linearitas pada Tabel 4.5, diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,695 dengan sig.= 0,802 (p > 0,05) yang menunjukkan hubungan antara religiositas dengan perilaku seksual pranikah adalah linear.
c. Uji Hipotesis
Hasil uji pengaruh religiositas dengan perilaku seksual pranikah dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini:
Tabel 4.6. Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 4,713 2,858 1,649 ,106
Religiositas -,030 ,036 -,125 -,842 ,404
a. Dependent Variable: Perilaku Seksual
Berdasarkan hasil perhitungan uji pengaruh pada Tabel 4.6, diperoleh koefisien pengaruh antara religiositas dengan perilaku seksual pranikah sebesar - 0,842 dengan sig. = 0,404 (p > 0,05) yang berarti religiositas tidak berpengaruh terhadap perilaku seksual pranikah. Hal ini menunjukkan bahwa religiusitas yang tinggi tidak mempengaruhi tinggi atau rendahnya angka perilaku seksual pranikah di kalangan remaja perantauan sekolah menengah atas.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil uji pengaruh pada religiositas terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja perantauan sekolah menengah atas menunjukkan bahwa religiositas tidak mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja perantauan sekolah menengah atas.
Penelitian yang dilakukan terhadap 162 remaja berusia 15-18 tahun yang sedang merantau, menunjukkan bahwa religiositas yang dimiliki oleh para siswa remaja perantauan sebesar 79,7% tergolong sedang, sedangkan perilaku seksual yang dimiliki oleh para siswa remaja perantauan sebesar 2,32% menunjukkan bahwa perilaku seksual pada remaja perantauan tergolong rendah.
26
Hasil penelitian ini memiliki perbedaan dengan hasil penelitian lain yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh antara religiusitas terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hasani dan Yusuf (2020), mengatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara religiositas dengan perilaku seksual pranikah pada remaja. Namun, pengaruh yang dihasilkan hanya sebesar 27,4%, sedangkan 72,6% disebabkan oleh faktor lain yang berasal dari luar penelitian tersebut. Dengan begitu, religiositas bisa saja tidak mempengaruhi perilaku seksual pranikah karena adanya faktor-faktor lain yang jauh lebih kuat dibandingkan religiositas dalam mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja perantauan. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hayward (2019), mengatakan bahwa religiositas merupakan faktor lain yang hanya memberikan sumbangan pengaruh yang kecil dalam kecenderungan seorang remaja melakukan perilaku seksual. Individu yang memiliki pemahaman religiositas yang tinggi tetap memiliki kecenderungan yang tinggi dalam melakukan perilaku seksual pranikah. Didukung oleh penelitian lainnya yang mengatakan bahwa faktor terbesar yang mempengaruhi terjadinya perilaku seksual pranikah pada remaja khususnya remaja perantauan pada saat ini adalah terbukanya kesempatan yang besar bagi para remaja dalam mendapatkan informasi mengenai perilaku seksual ataupun pornografi di media sosial, hubungan dengan orang tua dan kondisi lingkungan sekitar (Mahmudah, Yaunin, & Lestasi, 2016). Menurut Hayward (2019), tingginya nilai religiositas tidak mempengaruhi seseorang dalam melakukan perilaku seksual pranikah. Religiositas yang tinggi terjadi karena subjek sering mengikuti kegiatan- kegiatan kerohanian yang menanamkan nilai-nilai atau norma agama, sehingga subjek mengetahui larangan dan perintah Tuhan yang telah diajarkan.
Perilaku seksual menurut Farisa, Deliana, dan Hendriyani (2013) merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis yang dilakukan di luar pernikahan. Perilaku seksual pranikah cenderung dilakukan oleh remaja pertengahan dan remaja akhir. Perilaku seksual pranikah dapat mengarah pada perilaku seks bebas yang berdampak pada beberapa remaja seperti kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi dan HIV. Ini bisa menjadi pengaruh buruk bagi remaja, terutama dalam hal perilaku seksual mereka (Pradanie, Armini, & Mentari, 2017).
Namun, hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa para remaja generasi platinum memiliki angka perilaku seksual pranikah yang rendah. Hal ini bisa terjadi karena remaja platinum telah mendapatkan fasilitas serta edukasi yang kuat mengenai seksualitas. Sehingga, para remaja mampu membatasi diri dalam melakukan
27
sesuatu karena adanya kontrol diri yang kuat. Mendukung pendapat tersebut, Maulia, Widiharto, dan Handayani (2010), mengatakan bahwa individu yang memiliki konsep diri yang sehat atau positif akan menjalani hidup secara sehat, dan salah satu wujud dari hal tersebut adalah tidak melakukan kontak seksual sebelum ada ikatan pernikahan.
Di era platinum, para remaja menganggap bahwa informasi yang berada di media massa mengenai seksualitas merupakan sebuah edukasi yang bermanfaat untuk memberikan informasi. Sehingga, remaja cenderung memiliki perilaku seksual pranikah yang rendah. Dengan adanya edukasi yang tepat dan luas yang bisa di dapatkan oleh para remaja, membuat para remaja memiliki kecenderungan yang kecil dalam melakukan perilaku seksual.
Di dukung oleh hasil wawancara lanjutan antara peneliti dengan responden, didapati bahwa “Dengan adanya edukasi yang tepat khususnya bagi kami para anak remaja, khususnya bagi remaja yang sedang menjalani hubungan berpacaran, kami jadi mengetahui batasan-batasan, hal apa yang boleh kami lakukan serta hal apa yang tidak boleh kami lakukan dengan pasangan kami”. Responden lain mengatakan bahwa “Dengan diberikan edukasi, saya justru semakin menjaga diri saya dengan baik sehingga dapat meminimalisir kejadian-kejadian yang tidak terduga”.
World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa sebanyak 1,2 milyar penduduk dunia adalah remaja berusia 10–19 tahun. Pada usia tersebut, remaja sedang berada dalam fase mencari identitas yang sesungguhnya dan cenderung akan mengalami kebingungan peran. Remaja tidak menyadari bahwa hal yang remaja lakukan sepenuhnya baik atau justru sepenuhnya buruk. Remaja berusaha merefleksikan diri dan mencari tujuan hidup lewat kegiatan sehari-hari sampai akhirnya menemukan jati dirinya (Theresia, Tjhay, Surilena, & Widjaja, 2020).Dalam proses pembentukan jati diri remaja, peran orang tua sangat dibutuhkan.
Berdasarkan hasil wawancara lanjutan yang dilakukan secara riil antara peneliti dengan beberapa responden, peneliti mendapatkan informasi tambahan berupa sebagian besar dari responden memiliki hubungan yang baik dengan kedua orang tua maupun keluarga dan responden berada di area lingkungan pergaulan yang baik. Menjadikan ajaran-ajaran dalam religiositas sebagai dasar dalam mendidik responden untuk menjadi anak yang baik merupakan sebuah dasar maupun landasan yang digunakan para orang tua untuk mendidik anak-anak mereka. Para responden sudah dibiasakan oleh orang tua mereka untuk belajar alkitab, berdoa, dan mengikuti kegiatan-kegiatan kerohanian sejak dini. Hal tersebut menjadi salah satu alasan bagi beberapa responden memiliki nilai
28
religiositas yang tinggi. Dalam menjalankan peran sebagai orang tua, sebagian besar orang tua responden memberikan pengawasan yang ketat bagi responden dalam menggunakan media massa, dan memberikan edukasi mengenai seksual dengan baik kepada responden, sehingga sebagian besar para responden tidak menjadikan media sosial atau teknologi sebagai sumber informasi dalam mencari tahu mengenai perilaku seksual (Amita dan Susan, 2017).
Meskipun orang tua dipandang sebagai sumber informasi penting untuk kesehatan seksual dan reproduksi, mereka sering tidak hadir dalam kehidupan remaja. Kurangnya kehadiran orang tua dianggap mengakibatkan remaja merasakan kurangnya dukungan dan bimbingan orang dewasa secara keseluruhan (Mmari, Kalamar, Brahmbhatt, & Venables, 2016). Kurangnya peran orang tua dalam memberikan edukasi seksual kepada anak dapat menyebabkan rasa ingin tahu seorang anak menjadi tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa, rendahnya pengetahuan tentang masalah seksual disebabkan oleh kurang informasi tentang seksual yang didapatkan oleh remaja dari orang tua mereka (Markama, 2017). Hal ini membuat para remaja ingin mencari tahu lebih dari berbagai jenis media massa.
Berkembangnya teknologi yang sangat pesat di era platinum ini, media semakin mudah di akses secara bebas oleh segala usia. Angka remaja dalam menggunakan media massa di era platinum tergolong tinggi. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Amita dan Susan (2017), mengatakan bahwa mudahnya mengakses media massa bagi segala kalangan usia, membuat remaja secara bebas mengakses situs pornografi yang membuat para remaja cenderung akan terjun kedalamnya untuk melakukan perilaku seksual pranikah dengan lawan jenis. Penelitian lain yang dilakukan oleh Restiyana, Utari, dan Yuspita (2019), mengatakan bahwa 87,9% remaja yang cenderung melakukan perilaku seksual di luar nikah disebabkan oleh terpaparnya informasi mengenai pornografi yang bersumber dari media sosial. Namun, hasil penelitian menujukkan bahwa remaja khususnya remaja perantauan yang hidup di era platinum justru dapat memilah informasi dan situs di media massa dengan baik. Para remaja perantauan menganggap bahwa informasi yang berada di media massa mengenai seksual merupakan sebuah edukasi yang dapat berguna bagi mereka di masa depan setelah melakukan pernikahan. Didukung oleh hasil wawancara lanjutan antara peneliti dengan partisipan (wawancara dilakukan tanggal 03-10 Februari 2022 pada 15 partisipan), yang mengungkapkan bahwa keadaan saat ini semakin banyak tokoh insipirasi yang mengedukasi tentang bahaya perilaku seksual, sehingga sangat berguna untuk menjaga diri agar kehidupan di perantauan lebih sehat dan produktif. Selain
29
itu, partisipan mengungkapkan bahwa dengan adanya edukasi seksual, membantu setiap orang untuk menghindari berbagai macam penyakit menular dari perilaku seksual berisiko.
Bagi remaja perantauan, lingkungan sekitar merupakan faktor utama yang memiliki pengaruh kuat bagi remaja. Lingkungan sekitar juga memegang peranan penting dalam terbentuknya perilaku seksual pada remaja. Relasi yang dilakukan secara positif oleh teman sekitar, pemilik kost, masyarakat sekitar, dan pemimpin gereja membuat subjek dapat mengendalikan diri dan menjauhkan diri untuk melakukan perilaku seks bebas (Patui, Dasuki, & Wahyuni, 2018). Hal ini juga diperkuat oleh penelitian oleh Farisa, Deliana, dan Hendriyani (2013), bahwa lingkungan tempat tinggal individu berindikasi terhadap muncul dan tidaknya perilaku seksual remaja. Remaja yang memiliki relasi yang baik dengan orang-orang yang berada di lingkungan sekitarnya, memiliki kecenderungan yang kecil dalam melakukan perilaku seksual di luar nikah (Yuandari & Fetriyah, 20117).
Pengawasan yang baik dari lingkungan tempat dimana remaja tinggal dapat ikut serta membantu remaja dalam menjauhkan diri dari perilaku seksual pranikah.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, religiositas yang tinggi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku seksual pranikah khususnya pada remaja perantauan sekolah menengah atas. Melainkan, faktor terbesar yang berpengaruh besar terhadap remaja khususnya remaja perantauan adalah pola asuh orang tua dan lingkungan sekitar (Padut, Nggarang, & Eka, 2021).