• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERLIBATAN ANAK DALAM EKONOMI KELUARGA DAN PEMENUHAN HAK-HAK ANAK SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KETERLIBATAN ANAK DALAM EKONOMI KELUARGA DAN PEMENUHAN HAK-HAK ANAK SKRIPSI"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

KETERLIBATAN ANAK DALAM EKONOMI KELUARGA DAN

PEMENUHAN HAK-HAK ANAK

(

Studi Kasus Anak Jalanan Yang Bekerja di Terminal Terpadu Amplas Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh :

130902107 BASRI HANAFI

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan hidayah- Nya kepada penulis sehingga masih mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “KETERLIBATAN ANAK DALAM EKONOMI KELUARGA DAN PEMENUHAN HAK-HAK ANAK”. Sholawat serta salam tidak lupa penulis hadiahkan kepada Rasulullah Muhammad Saw karena hanya syafaat beliau yang mampu menolong hambanya ini di akhirat kelak. Penelitian dan enulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial di Departemen Ilmu Kesejateraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan dukungan moril maupun materil dari berbagai pihak. Sehingga penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Orang tuaku Suhaimi Batubara dan Hamimah Hasibuan di Mandailing Natal yang selama ini terus berusaha memenuhi segala kebutuhanku. Doa dan dukungan kalian yang selama ini terus mengalir telah membuat penulis sampai pada tahap ini. Sehingga membuat penulis tetap tegar dalam menjalani masa perkuliahan ini dengan harapan bahwa semoga nantinya penulis bisa membuat kalian bangga dan senang di hari-hari yang kalian alami. Semoga kalian tetap diberi keberkahan umur dan rezeki oleh Allah SWT, Amiin..

2. Bapak Dr. Muryanto Amin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(3)

3. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si, P.hD, selaku dosen pembimbing yang selama ini selalu memberikan arahan dan nasihat kepada penulis agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Dosen-dosen di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah mengajari kami dengan sabar.

6. Staff Administrasi yang bekerja di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Burhanudin selaku staff administrasi di UPT Terminal Terpadu Amplas yang sekaligus menjadi informan penelitian skripsi ini.

8. Mahasiswa Kessos’13 yang selama ini kita belajar dalam ruangan yang sama.

9. Seluruh informan penelitian ini yang telah mau berbagi cerita kehidupan kepada penulis.

10. Keluargaku kak Yanti, bang Ahmad, bang Asroi, bang Ridwan, bang Basir yang selalu memberikan dukungan dan doanya kepada penulis selama menjalani masa kuliah. Semoga kita tetap diberi kesehatan dan keberkahan dalam setiap aktivitas sehari-hari. Aminn..

11. Teman-teman satu tempat PKL II Munawir, Arief, Ayu, Andi, Uti, Ratih, dan Kirey. Kalian tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Semua perasaan telah kita alami bersama walaupun kadang kita dibagi dua kelompok.

(4)

12. Teman satu kos yang yang setiap hari selalu ribut terutama bang Rahmat, M. Nisar, Fahrul, Sulaiman, Ibrahim dan lainnya. Semoga cepat nyusun ya semuanya, Amiiin.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat di dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, baik dari teori yang mungkin kurang atau juga juga sistematika penulisan yang kurang. Untuk itu penulis mengharapkan adanya kritikan dan saran yang membangun terciptanya skrispsi yang sempurna.

Skripsi ini diharapkan mampu menambah wawasan bagi pembaca mengenai objek yang diteliti tentang keterlibatan anak dalam ekonomi keluarga dan pemenuhan hak-hak anak. Hanya itu yang bisa penulis sampaikan atas kritikan dan saran yang membangun tersebut penulis mengucapka terima kasih.

Medan, April 2017 Penulis,

( Basri Hanafi) Nim: 130902107

(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Basri Hanafi NIM : 130902107

KETERLIBATAN ANAK DALAM EKONOMI KELUARGA DAN PEMENUHAN HAK-HAK ANAK

ABSTRAK

Kemiskinan sebagai akar masalah telah menimbulkan berbagai masalah lainnya di lingkungan masyarakat seperti gelandangan, pengemis, rumah kumuh, anak jalanan dan masih banyak lagi. Kemiskinan yang dialami keluarga rentan membuat anggota keluarga menjadi penambah pendapatan keluarga. Isteri dan anak yang biasanya dijadikan penambah pendapatan keluarga tersebut. Anak-anak jalanan yang bekerja di terminal itu seharusnya menjalani masa-masa bermain dan belajar dengan baik. Akan tetapi anak-anak tersebut tidak mengalaminya. Mereka menghabiskan waktunya bekerja di sana. Sehingga masalah penelitian yang diteliti ini ialah bagaimana keterlibatan anak dalam ekonomi keluarga dan pemenuhan hak-hak anak. Penelitian ini dilaksanakan di UPT Terminal Terpadu Amplas yang berlamat di Jalan Panglima Denai, Kelurahan Timbang Deli, Kecamatan Medan Amplas. Penelitian ini diaharapkan mampu untuk mengetahui keterlibatan anak dalam ekonomi kelurga dan pemenuhan hak-hak anak. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yakni berusaha memberikan gambaran tentang fenomena anak jalanan yang bekerja di Terminal Terpadu Amplas. Informan dalam penelitian ini berjumlah 11 orang yakni 5 informan utama (anak jalanan), 5 informan kunci (orang tua/keluarga informan utama) dan seorang staff UPT Terminal Terpadu Amplas. Hasil penelitian yang ditemukan ialah anak-anak yang bekerja di terminal itu dipengaruhi oleh faktor ekonomi seperti kemiskinan. Akan tetapi faktor ekonomi tersebut tidak menjamin anak- anak bekerja di jalanan itu melainkan adanya faktor non ekonomi seperti budaya konsumerisme anak, pengangguran, dan ajakan teman sebaya. Rata-rata mereka bekerja untuk menambah uang jajan dan menghilangkan rasa jenuh akibat dari tidak adanya kegiatan selain menyapu angkot setelah pulang sekolah.

Kata kunci: Keterlibatan Anak dan Pemenuhan hak

(6)

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE SCIENCE

Name : Basri Hanafi NIM : 130902107

The Involvement of Child in Around Family Economic and Fulfillment of Children Rights

Poverty as a problem maker had hold effects in around of society today, matter like homeless drifter, beggar, slum area, child on the road and any other. Poverty has held with susceptible families status should do to carry out their member of family to go to work. His wife and all of children gave boon as a hero to income addition as a while. Children that include who they being in the road proper do to learn and playing time as a right needed. But no matter have of they cannot be found a happiness day to learn and paly likely. They get to work in there.

According of that researcher so interested to look deep on problem how to the involvement of child around family economic and fulfillment of children rights.

This research has done in UPT Terminal Terpadu Amplas in precise of Jalan Panglima Denai Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas. Hopefully this research should like gave boon a knowledge of fact about involvement of child in around family economic and fulfillment of children rights. This research type is descriptive within qualitative approach to surrender imagined of a phenomena child in the road that for workout in there. Informants to this research has amount 11 person that for 5 prior informants person, 5 key informants person, and 1 person as a staff of UPT Terminal Terpadu Amplas. The result had found is any children who they work in the road so influence off economic factor likely poverty. But not only of that factor, any factor like consumerism culture and side effect of friend to get recruit any child has hold as factors. In another side, they go to work in the road for money adding and filling a hole of day with job like brush of angkot after went to school.

Key Words : Involvement of Child and Children Rights

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

1.5 Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Kemiskinan ... 12

2.1.1. Definisi Kemiskinan ... 12

2.1.2. Faktor-Faktor Kemiskinan ... 15

2.2. Keterlibatan Anak dalam Ekonomi Keluarga ... 17

2.2.1. Defenisi Anak... 17

2.2.2. Defenisi Anak Jalanan... 18

2.2.3. Keterlibatan Anak ... 19

(8)

2.2.4. Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak ... 23

2.2.5. Batas Usia Kerja ... 23

2.3. Pemenuhan Hak-Hak Anak ... 24

2.3.1. Defenisi Keluarga ... 24

2.3.2. Ciri-ciri Keluarga ... 25

a). Secara Umum ... 26

b). Secara Khusus ... 27

2.3.3.Fungsi Keluarga ... 29

a). Fungsi Biologik ... 29

b). Fungsi Afeksi ... 30

c). Fungsi Sosialisasi ... 30

2.3.4. Hak-Hak Anak ... 31

2.4. Kerangka Pemikiran ... 36

2.5. Definisi Konsep ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

3.1 Tipe Penelitian ... 39

3.2 Lokasi Penelitian ... 39

3.3 Informan Penelitian ... 39

3.3.1. Informan Utama ... 40

3.3.2. Informan Kunci ... 40

3.3.3. Informan Tambahan... 40

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 40

(9)

3.4.1. Data Primer ... 41

3.4.2. Data Sekunder ... 42

3.5. Teknik Analisi Data ... 42

BAB IV LOKASI PENELITIAN ... 43

4.1 Keadaan Georgrafis ... 43

4.1.1. Kecamatan Medan Amplas ... 43

4.1.2. Luas Wwilayah dirinci per kelurahan di Kecamatan Medan Amplas. 43 4.1.3. Jarak Kantor Lurah ke Kantor Camat di Kecamatan Medan Amplas . 44 4.2. Pemerintahan ... 46

4.2.1. Pemerintahan Kecamatan Medan Amplas ... 46

4.2.2. Struktur pegawai negeri kecamatan Medan Amplas ... 46

4.2.3. Struktur Pertahan Sipil kecamatan Medan Amplas ... 47

4.3. Penduduk Dan Tenaga Kerja ... 48

4.3.1. Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, dan Kepadatan Penduduk Per Km2 Menurut Kelurahan. ... 48

4.3.2. Struktur Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Dan Kelompok Umur 49 4.3.3. Mutasi dan Mutandis Penduduk Kecamatan Medan Amplas ... 52

4.4. Sosial ... 53

4.4.1. Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta di Kecamatan Medan Amplas Tahun 2015 ... 53

4.4.2. Jumlah Murid dan Guru Sekolah Negeri dan Swasta di Kecamatan Medan Amplas 2015 ... 56

(10)

4.4.3. Rumah Sakit, puskesmas, BPU dan BKIA di Kecamatan Medan Amplas

2015. ... 56

4.4.4. Sarana Ibadah dan Lapangan Olah Raga di Kecamatan Medan Amplas 2015. ... 57

4.5. Industri, Energi Dan Air Minum ... 58

4.6. Ekonomi ... 58

4.7. Hotel, Restoran Dan Pariwisata ... 58

4.8. Keuangan Dan Harga ... 59

4.9. Terminal Terpadu Amplas ... 59

4.9.1. Keadaan Geografis UPT Terminal Terpadu Amplas ... 60

. 4.9.2. Lokasi UPT Terminal Terpadu Amplas ... ` 60

4.9.3. Struktrur UPT Terminal Terpadu Amplas ... 60

4.9.4. Karyawan/ Personil ... 61

4.9.5. Keadaan Area Terminal ... 61

5. BAB V ANALISIS DATA ... 62

5.1. Hasil Temuan ... 62

5.1.1. Informan Utama Pertama ... 62

5.1.2. Informan Utama Kedua ... 69

5.1.3.Informan Utama Ketiga... 76

5.1.4. Informan Utama Keempat ... 82

5.1.5. Informan Utama Kelima ... 88

5.2. Informan Kunci ... 94

5.2.1.Informan Kunci Pertama ... 94

(11)

5.2.2. Informan Kunci Kedua ... 99

5.2.3. Informan Kunci Ketiga ... 103

5.2.4. Informan Kunci Keempat ... 107

5.2.5. Informan Kunci Kelima ... 111

5.3. Informan Tambahan ... 115

5.4. Analisa Kasus ... 121

5.4.1. Keterlibatan Anak Dalam Ekonomi Keluarga ... 121

5.4.2. Pemenuhan Hak-Hak Anak ... 124

6. BAB VI PENUTUP ... 127

6.1. Kesimpulan Dan Saran ... 127

6.1.1. Kesimpulan ... 127

6.1.2. Saran ... 128

DAFTAR PUSTAKA ... 131

(12)

DAFTAR BAGAN

1. Bagan Alur Pemikiran ... 37

(13)

DAFTAR TABEL

Table 2.1.6 :Rata-Rata Upah/Gaji/Pendapatan Bersih Sebulan (Rupiah) Pekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Di Perkotaan Tahun 2014 ... 22 Tabel 2.2.5 :Perkembangan Angka Putus Sekolah Menurut Tingkat Pendidikan

2009/2010 - 2012/2013 ... 35 Tabel 4.1.1: Letak dan Geografis Kecamatan Medan Amplas ... 43 Tabel 4.1.2: Luas Wilayah dan Persentase Terhadap Luas Kecamatan Menurut

Kelurahan Tahun 2015 ... 44 Tabel 4.1.3(a): Jarak Kantor Lurah ke Kantor Camat menurut kelurahan tahun

2015 ... 45 Tabel 4.1.3(b) : Daftar Alamat Kantor Kelurahan menurut Kelurahan tahun

2015 ... 45 Tabel 4.2.2(a) :Banyaknya Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Honor di

Lingkungan Instansi Pemerintah Kecamatan Medan Amplas Tahun 2015 (jiwa). ... 46 Tabel 4.2.2(b) : Banyaknya Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Honor di Kantor

Kelurahan Menurut Golongan dan Kelurahan Tahun 2015 (jiwa). ... 47 Tabel 4.2.3: Banyaknya Pertahanan Sipil menurut kelurahan tahun 2015. ... 48 Tabel 4.3.1(a) :Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, Kepadatan Penduduk

menurut kelurahan tahun 2015. ... 48 Tabel 4.3.1(b) : Banyaknya Rumah Tangga, Penduduk Dan Rata-Rata Anggota

Rumah Tangga Menurut Kelurahan Tahun 2015... 49 Tabel 4.3.2 (a) : Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Dan Kelurahan

Tahun 2015. ... 50

(14)

Tabel 4.3.2(b) : Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2015. ... 51 Tabel 4.3.2(c) : Jumlah Penduduk Menurut Agama dan Kelurahan Tahun 2015 51 Tabel 4.3.3(a): Banyaknya Rumah Tangga, Penduduk, dan Rata-Rata Anggota

Rumah Tangga Menurut Kelurahan Tahun 2015... 52 Tabel 4.3.3(b): Daftar Pekerjaan Penduduk Menurut Kelurahan Tahun 2015 ... 53 Tabel 4.4.1(a) : Jumlah Sekolah PAUD, Taman Kanak-kanak (TK) Negeri dan

Swasta Menurut Kelurahan Tahun 2015. ... 53 Tabel 4.4.1(b) : Jumlah Sekolah Dasar (SD) Negeri dan Swasta Menurut

Kelurahan Tahun 2015. ... 54 Tabel 4.4.1(c) : Jumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri dan Swasta

Menurut Kelurahan Tahun 2015. ... 54 Tabel 4.4.1(d) : Jumlah Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri dan Swasta

Menurut Kelurahan Tahun 2015. ... 55 Tabel 4.4.1(e) : Jumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri dan Swasta

Menurut Kelurahan Tahun 2015. ... 56 Tabel 4.4.3 (a) : Banyaknya sarana kesehatan umum Menurut Kelurahan

Tahun 2015. ... 56 Tabel 4.4.3(b) : Banyaknya tenaga Kesehatan Menurut Kelurahan Tahun 2015. 57 Tabel 4.8 : Banyaknya Lembaga Keuangan menurut Kelurahan Tahun 2015. ... 59

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kemiskinan didefinisikan oleh Suyanto (dalam, Triyanti dan Berlianti, 2013:

87) hanya sebagian fenomena ekonomi, dalam arti rendahnya penghasilan atau tidak dimilikinya mata pencaharian yang cukup mapan untuk bergantung hidup.Kemiskinan bukan semata kurangnya pendapatan untuk memenuhi hidup pokok atau standar hidup layak.Kemiskinan menurut konsepsi ortodoks, dilihat sebagai situasi dimana orang-orang tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli makanan ataupun kebutuhan-kebutuhan dasar mereka secara memuaskan, dan sering kali kondisi ini dimasukkan ke dalam situasi un-or underemployed (Suyanto, dalam Triyanti dan Berlianti, 2013: 87).

Menurut data Badan Pusat Statistik Pusat menunjukkan bahwa jumlah dan persentase masyarakat miskin di Indonesia pada tahun 2013 adalah 28.553.930 jiwa (11,47 %). Pada tahun 2014 berjumlah 27.727.780 jiwa (10,98 %), tahun 2015 berjumlah 28.513.570 jiwa (11,13 %) dan tahun 2016 berjumlah 28.005.410 jiwa (10,86 %). Artinya bahwa dalam masyarakat berjumlah 100 orang maka dapat dipastikan bahwa terdapat 12 orang kategori miskin di tahun 2013, 11 orang di tahun 2014, 12 orang di tahun 2015 dan 11 orang di tahun 2016.

Jumlah penduduk yang dikategorikan sebagai masyarakat miskin di Sumatera Utara mencapai angka yang sangat besar. Dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik Pusat yang menunjukkan bahwa dari hasil survey tahun 2013 hingga tahun 2016. Pada tahun 2013 masyarakat miskin mencapai angka 1.390.800 jiwa (10,39

%), pada tahun 2014 berjumlah 1.336.600 jiwa (9,85 %), pada tahun 2015 berjumlah

(16)

1.508.140 jiwa (10,79 %) dan tahun 2016 mencapai angka 1.455.950 jiwa (10,35 %) (

Kota Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia terutama Sumatera Utara tidak terlepas dari masalah kemiskinan. Seperti data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa pada tahun 2010 jumlah masyarakat miskin sebanyak 212.300 jiwa (10,05 %). Kemudian pada tahun berikutnya atau tahun 2011 mengalami penurunan dengan jumlah 204.190 jiwa (9,63

%).

https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1119 diakses pada tanggal 14/12/2016 pukul 15.30 wib).

Pada tahun 2012 angka kemiskinan mengalami penurunan menjadi 201.060 jiwa (9,33 %). Kenaikan terjadi pada tahun 2013 menjadi 209.690 jiwa (9,64 %).

Tahun 2014 masyarakat miskin di kota ini berjumlah 200.320 jiwa (9,12 %) dan data terakhir tahun 2015 berjumalh 207.500 jiwa (9,41 %). Kemiskinan ini mengalami peningkatan dan penurunan pada tahun-tahun tertentu

Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup oleh kelompok masyarakat miskin merupakan akar dari terjadinya masalah. Sebagai akar masalah, berbagai masalah kemudian muncul dari kemiskinan ini, seperti masalah gelandangan, prostitusi, kehadiran pengemis di perkotaan, permukiman kumuh, permukiman illegal dan masih banyak lagi. Berbagai permasalahan tersebut merupakan hambatan bagi pemerintah dalam mengejar dan mewujudkan berbagai macam target pembangunan seperti status metropolitan (Harry, dalam Siagian, 2014: 64).

(https://sumut.bps.go.id/frontend/Subjek/view/id/23#subjekViewTab3|accord ion-daftar-subjek 1 diakses pada tanggal 14/12/2016 pukul 15.31 wib).

Bagaimanapun juga, kehadiran masyarakat miskin merupakan kegagalan negara dalam mensejahterakan warga negaranya. Sebagai negara kesejahteraan,

(17)

negara yang dalam hal ini dipersonifikasi oleh pemerintah memiliki kewajiban untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdasakan kehidupan bangsa. Kewajiban pemerintah untuk memelihara dan memberdayakan masyarakat miskin juga merupakan perintah konstitusi sejak terjadinya amandemen pada UUD 1945.

Ditinjau dari pihak yang mempersoalkan dan mencoba mencari solusi atas masalah kemiskinan, dapat dikemukakan bahwa kemiskinan merupakan masalah pribadi, keluarga, masyarakat, negara bahkan dunia, PBB sendiri memiliki agenda khusus sehubungan dengan penanggulangan masalah kemiskinan. Demikian halnya dengan negara, baik ditingkat pusat maupun daerah, melalui berbagai kementerian, dinas maupun badan memiliki berbagai program penanggulangan kemiskinan (Siagian, 2012: 1-2).

Kemiskinan identik dengan suatu penyakit. Oleh karena itu langkah pertama penanggulangan masalah kemiskinan adalah memahami kemiskinan itu sebagai suatu masalah. Untuk memahami masalah kemiskinan, kita perlu memandang kemiskinan itu dari dua aspek, yakni kemiskinan sebagai suatu kondisi dan kemiskinan sebagai suatu proses.

Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang atau sekelompok orang hidup di bawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam memaparkannya kita harus lebih dahulu menyatakan fakta yang menggambarkan kondisi kehidupannya, bukan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sementara sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang. Sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.

(18)

Pada situasi ini juga tidak mampu mencapai taraf kehidupan yang layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.

Cara berpikir yang melakukan kajian kemiskinan sebagai suatu proses sering dinamakan dengan cara berpikir sistematik. Pemikiran yang sistematis ini ditandai dengan adanya suatu kerangka berpikir bahwa kehidupan manusia merupakan suatu sistem. Bagaimanapun keadaan yang dijalani manusia bukan hanya ditentukan oleh diri sendiri, melainkan ditentukan juga oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal (Siagian, 2012: 3).

Dalam konteks ini, ada kalanya faktor internal seperti pengetahuan, keterampilan, etos kerja dan prinsip hidup seseorang atau sekelompok orang memiliki daya dukung yang cukup untuk menjadikannya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal inilah yang menjadikannya tidak terperangkap dalam masalah kemiskinan. Kondisi sebaliknya juga mungkin terjadi akibat tidak adanya faktor-faktor tersebut sehingga seseorang atau sekelompok orang itu tidak mampu memenuhi kebutuhannya dan masuk ke dalam peragkap kemiskinan.

Dalam faktor eksternal, seperti keadaan dan kualitas alam, struktur sosial maupun kebijakan pemerintah. Ada kalanya memiliki daya dukung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga tidak masuk ke dalam perangkap kemiskinan. Keadaan yang berbeda dapat pula terjadi dimana, faktor-faktor eksternal tersebut tidak memiliki daya dukung yang cukup untuk menjadikan seseorang atau sekelompok orang itu mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan masuk dalam perangkap kemiskinan (Siagian, 2012: 4).

Menurut Mencher (dalam Siagian, 2012) mengemukakan bahwa kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau

(19)

sekelompok orang tersebut. Dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak.

Memang harus diakui, bahwa di kalangan negara-negara sedang berkembang masih terjadi perdebatan tentang dampak dari pembangunan yang berpusat di kota-kota besar baik dari segi infrastruktur maupun ekonomi. Anggapan bahwa konsentrasi pembangunan perkotaan akan mengakibatkan pembangunan pertanian di pedesaan. Pedesaan dianggap sebagai pendukung pertumbuhan perkotaan seperti pengiriman bahan mentah dan tenaga kerja.

Konsentrasi pembangunan di perkotaan menyebabkan kota tersebut mendominasi kota-kota lainnya, sehingga kota tersebut akan berubah menjadi kota primasi ( Gilbert&Gugler, dalam Soetomo, 2006). Dalam beberapa hal kota primasi yang atraktif karena mengandung peluang dan fasilitas dapat menjadi faktor penarik bagi arus urbanisasi. Apabila jumlahnya melebihi kapasitas daya tampung dan daya dukung kota tersebut akan menghasilkan gejala over urbanization ( Manning dan Effendi, dalam Soetomo, 2006: 252).

Gejala over urbanization ini akan berdampak negatif bagi kota yang bersangkutan dengan munculnya berbagai masalah sosial, daerah kumuh dan degradasi lingkungan. Sebaliknya daya tarik yang kuat dari kota primasi ini dalam hal-hal tertentu juga akan merugikan bagi perkembangan kota-kota kecil dan daaerah pedesaan sebagai daerah penyangganya. Kerugian tersebut dapat berupa tersedotnya potensi dari daerah tersebut ke kota besar. Dalam hal ini wilayah perkotaan selalu menawarkan fasilitas yang lebih banyak dan lebih baik dibandingkan dengan wilayah pedesaan, termasuk fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan (Soetomo, 2006: 252).

(20)

Sejak awal pelaksanaan pembangunan hingga saat ini sudah terlalu banyak program yang diimplementasikan di negeri ini guna meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin. Program-program tersebut seperti kredit usaha rakyat, kredit investasi kecil dan program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri, program bantuan langsung tunai, program bantuan langsung sementara masyarakat.

Selain itu terdapat program tanggug jawab sosial perusahaan, program keluarga harapan, program beras untuk keluarga miskin, program beras untuk keluarga miskin sejahtera dan masih banyak lagi. Oleh karena itu sangat mengheranan bagi kita melihat banyaknya program tersebut tetapi tidak mampu untuk menghapuskan atau mengurangi angka kemiskinan secara siginifikan di Indonesia (Siagian, 2014: 64)

Data Badan Pusat Statistik Kota Medan menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Medan sebanyak 2.135.516 jiwa dengang jumlah laki-laki sebanyak 1.053.393 orang dan perempuan berjumlah 1.082.123 jiwa telah membuat kota termasuk salah satu kota terbesar di Indonesia. Dengan keadaan penduduk yang padat ini tidak menutup kemungkinan terjadinya ketidaktepatan sasaran program yang dijalankan.

Keberadaan anak jalanan menjadi salah satu masalah sosial perkotaan yang tetap eksis. Walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi maupun mencegahnya. Menurut data Dinas Kesejahteraan Dan Sosial Kota Medan menunjukkan total PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) ialah 440.625 orang pada tahun 2014. Diantaranya terdapat anak jalanan dengan jumlah 1.601 orang, gelandangan berjumlah 1.024 orang yang tersebar di seluruh kota https://medankota.bps.go.id/frontend/linkTableDinamis/view/id/5 diakses pada tanggal 14/12/2016 pukul 23.16).

(21)

Medan. Masih banyak lagi jenis PMKS yang belum disebutkan dan memerlukan perhatian yang serius agar tidak terjadi peningkatan quantitas dari PMKS itu sendiri.

Masyarakat dengan pendapatan perkapita yang rendah akan mengerahkan seluruh anggota keluarga untuk mencari nafkah keluarga. Ketika orang tua (Ayah) tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga maka Ibu dan anak akan diikutkan bekerja atau dipaksakan mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan itu. Hal ini sangat sesuai dengan Household Survival Strategy atau teori strategi bertahan hidup keluarga (Harbinson, dalam Suyanto, 2010: 124)..

Strategi tersebut menjelaskan dalam masyarakat pedesaan yang mengalami transisi dan golongan miskin di kota, mereka akan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia bila kondisi ekonomi mengalami perubahan atau memburuk. Salah satu upaya yang acap kali dilakukan untuk beradaptasi dengan perubahan adalah memanfaatkan tenaga kerja keluarga. Tenaga kerja wanita dan anak-anak kerap diikutsertakan dalam bekerja. Sehingga terjadi apa yang disebut oleh Suharto (dalam Eriani, 2015: 5) tentang strategi bertahan hidup.

Menurut Suharto (Putri, dalam Eriani, 2015: 5) menyatakan bahwa strategi bertahan hidup dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu: Strategi Aktif, Strategi Pasif dan Strategi Jaringan. Strategi ini mampu menjalin relasi, baik lembaga formal maupun informal dan lingkungan kelembagaan.

Menurut Snel Staring (Putri, dalam Eriani, 2015: 5) berpendapat bahwa strategi bertahan hidup merupakan rangkaian kegiatan yang dipilih secara standar oleh individu dan rumah tangga yang miskin secara ekonomi. Melalui strategi ini

(22)

seseorang akan lebih bisa berusaha untuk menambah penghasilan lewat pemanfaatan sumber-sumber lain.

Mengurangi pengeluaran lewat pengurangan kuantitas dan kualitas barang dan jasa merupakan suatu strategi untuk bertahan hidup. Cara-cara individu menyusun strategi ini bisa dipengaruhi oleh posisi individu atau kelompok dalam suatu masyarakat. Selain itu sistem kepercayaan dan jaringan sosial yang dipilih termasuk keahlian dalam mobilitas sumber daya yang ada dan tingkat keterampilan serta kepemilikan asset.

Secara umum strategi adaptasi dapat diartikan sebagai rencana tindakan yang dilakukan manusia baik secara sadar maupun tidak sadar, secara implisit maupun eksplisit dalam merespon berbagai kondisi internal dan eksternal.

Sementara menurut Marzali (dalam Eriani, 2015) dalam bukunya menjelaskan secara luas strategi adaptasi. Srategi adaptasi ialah perilaku manusia dalam mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki dalam menghadapi masalah- masalah sebagai pilihan-pilihan yang tepat guna. Perilaku ini sesuai dengan lingkungan sosial, kultural, ekonomi dan ekologis ditempat mereka hidup (Eriani, 2015: 5).

Selain sebagai kelompok yang harus mendapatkan bimbingan dan sebagai konsumen dalam keluarga, ternyata anak juga memberikan kontribusi terhadap ekonomi rumah tangga. Banyak dari keluarga miskin menjadikan pengarahan anak untuk bekerja di sektor informal sebagai salah satu strategi bertahan hidup di kota- kota besar. Tidak sedikit dari anak-anak menjadi anak jalanan dan mereka memberikan kontribusi dalam ekonomi rumah tangga (Marbun, 2009: 74).

Dalam rangka mempertimbagkan jumlah anak dalam keluarga, keluarga miskin cenderung mengikutsertakan bantuan anak dalam ekonomi rumah tangga

(23)

sebagai salah satu pertimbangan. Keluarga tersebut mengharapkan bantuan ekonomi anak terhadap orang tua atau keluarga, baik pada saat anak masih berstatus anak- anak, maupun pada saat mereka sudah dewasa, dimana saat yang sama orang tuanya suda tua renta (Badan Koordinasi Keluarga Brencana, 2004: 74).

Salah satu kecamatan di Kota Medan yaitu kecamatan Medan Amplas pada tahun 2013 memiliki jumlah penduduk sebanyak 116.922 jiwa, laki-laki berjumlah 57.918 orang dan perempuan berjumlah 59.004. Dengan keadaan penduduk seperti itu membuat kecamatan ini menempati urutan terpadat ke-tujuh (ke-7) dari 21 kecamatan di kota Medan. Dengan jumlah penduduk yang tergolong besar ini membuat jalanan menjadi wadah bermain dan berkembang bagi sebagian besar anak-anak di sana.

Hasil prapenelitian yang dilakukan oleh peneliti di terminal Terpadu Amplas yang beralamat di Jalan Panglima Denai Kelurahan Timbang Deli kecamatan Medan Amplas menemukan terdapat kejanggalan. Banyak sekali anak yang berkeliaran disekitar terminal. Seperti salah satu anak (Risky) yang bekerja sebagai pembersih kaca mobil baik angkutan kota (angkot) maupun bus.

Upah yang diperoleh dalam satu hari tidak menentu, terkadang banyak dan bisa juga tidak ada sama sekali. Tetapi pada hari itu ia memperoleh uang sebesar Rp 20.000,00. Uang tersebut akan diberikan kepada orang tuanya. Menurutnya uang itu sudah termasuk besar karena tidak jarang ia hanya memperoleh penghasilan kurang dari Rp 10.000,00 mulai pagi hari sampai menjelang malam hari. Bahkan ada yang bekerja samapi larut malam.

Anak-anak yang seharusnya menghabiskan waktu untuk bermain dan belajar akan tetapi mereka tidak mengalaminya. Mereka terlihat bekerja untuk menghabiskan waktunya untuk bekerja. Pekerjaan yang biasa dilakukan ialah

(24)

menyapu angkot atau yang biasa disingkat dengan sapsol / sapu solar. Mereka menghabiskan waktunya di terminal itu sepanjang hari untuk mencari uang.

Akibat dari kemiskinan yang dialami keluarga rentan membuat mereka harus berupaya untuk bertahan hidup guna memenuhi kebutuhan dan hak-hak anak.

Anak-anak dibiarkan melakukan suatu pekerjaan meskipun resiko yang dihadapi sangat besar seperti tertabrak oleh angkutan umum. Mendengar pengakuan beliau bahwa ia sudah biasa “disenggol” angkot.

Banyak terdapat anak yang memiliki pekerjaan seperti yang dijelaskan sebelumnya di Terminal Terpadu Amplas itu. Tempat itu sering dijadikan sebagai wahana bermain dan mencari uang bagi sebagian anak-anak di kecamatan tersebut.

Anak-anak yang bekerja di terminal itu biasa menggantungkan hidupnya di sana meskipun ada juga yang hanya bekerja di waktu libur saja.

Betapa perlunya suatu pememecahan masalah setelah melihat fenomena anak-anak jalanan yang bekerja di terminal tersebut. Baik berupa pemenuhan hak- haknya sebagai anak maupun untuk melatih dan mengembangkan bakat yang masih tertanam dalam diri anak. Berdasarkan pemaparan tersebut peneliti tertarik untuk meneliti dan menyajikannya dalam bentuk skripsi dengan judul: “ Keterlibatan Anak dalam Ekonomi Keluarga dan Pemenuhan Hak-Hak Anak”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasakan latar belakang yang telah disajikansehingga membuat peneliti ingin merumuskan masalah penelitian tentang bagaimana keterlibatan anak dalam ekonomi keluarga dan pemenuhan hak-hak anak?

(25)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterlibatan anak dalam ekonomi keluarga dan pemenuhan hak-hak anak

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dalam rangka mengembangkan:

a) Model pemberdayaan anak jalanan dan

b) Konsep dan teori tentang keterlibatan anak jalanan dalam ekonomi keluarga, pemenuhan hak-hak anak..

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini,maka diperlukan sistematika penulisan. Sistematika penulisan ini secara garis-garis besarnya dikelompokkan dalam enam bab dengan urutan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, bagan alur pemikiran serta defenisi konsep.

(26)

BAB III: METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang jenis penelitian, lokasi penelitian, sampel penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV : LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian yang dilaksanakan dan data-data lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian tersebut.

BAB V:ANALISIS DATA

Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya.

BAB VI:PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang akan diberikan dari hasil penelitian ini.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kemiskinan

2.1.1. Definisi Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengah-tengah masyarakat, khususnya di Negara-negara yang sedang berkembang. Kemiskinan senantiasa menarik perhatian berbagai kalangan, baik para akademisi maupun para praktisi. Berbagai teori, konsep dan pendekatan pun terus dikembangkan untuk menyibak tirai dan misteri kemiskinan itu.

Masalah kemiskinan di Indonesia merupakan masalah sosial yang senantiasa relevan untuk dikaji terus menerus. Ini bukan saja karena masalah kemiskinan telah ada sejak lama dan masih hadir di tengah-tengah kita saat ini. Melainkan pula karena kini gejalanya semakin meningkat sejalan dengan krisis multidimensional yang masih dihadapi PBB (Suharto, 2005: 131).

Kemiskinan, konsep dan fenomena yang berwujud wajah, bermatra multidimensional. Smeru misalnya menunjukkan bahwa kemiskinan memiliki beberapa ciri (Suharto, 2005: 131):

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan).

2. Ketiadaan akses teradap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan sanitasis, air bersih dan transportasi).

3. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investai untuk pendidikan dan keluarga).

4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal.

(28)

5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya alam.

6. Keterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.

7. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.

8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.

9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial ( anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil).

Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi ekonomi, khusunya pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntunga-keuntungan non material yang diterima seseorang. Namun demikian, secara luas kemiskinan juga kerap didefinisikan sebagai kondisi yang ditandai oleh serba kekurangan:

kekurangan pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk dan kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Definisi kemiskinan dengan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar seperti diterapkan oleh Departemen Sosial terutama dalam mendefinisikan fakir miskin. Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak. Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan. Atau seseorang yang memiliki mata pencaharian tetapi tidak memenuhi kebutuhn pokok yang layak bagi kemanusiaan. Kebutuhan pokok yang dimaksud ialah kebutuhan akan makanan, pakaian, perumahan, perawatan kesehatan dan pendidikan (BPS dan Depsos, dalam Suharto, 2005: 134).

(29)

Dengan menggunakan perspektif yang lebih luas lagi, David Cox (dalam Suharto, 2005) membagi kemiskinan ke dalam beberapa dimensi:

1. Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi ( antara negara maju dan negara berkembang/ tertinggal).

2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan (rendahnya pembangunan pedesaan atau kecepatan pertumbuhan perkotaan).

3. Kemiskinan sosial (biasanya dialami oleh perempuan, anak-anak dan kaum minoritas).

4. Kemiskinan konsekuensional (akibat dari kejadian-kejadian lain atau faktor eksternal si miskin seperti konflik persenjataan, banjir dan gempa) (Suharto, 2005: 132).

2.1.2. Faktor-Faktor Kemiskinan.

Secara umum faktor-faktor penyebab kemiskinan secara kategoris dengan menitikberatkan kajian pada sumbernya, terdiri dari dua bagian besar yaitu:

1. Faktor Internal, yang dalam hal ini berasal dari dalam diri individu yang mengalami kemiskinan itu secara substansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan, yang meliputi:

a. Fisik misalnya cacat, kurang gizi , sakit-sakitan.

b. Intelektual, seperti kurangnya pengetahuan, kebodohan, miskinnya informasi.

c. Mental emosional atau temperamental, seperti malas, mudah menyerah dan putus asa.

d. Spiritual, seperti tidak jujur, penipu , serakah dan tidak disiplin.

e. Sosial Psikologis, seperti kurangnya motivasi, kurang percaya diri, depresi, stress, kurang relasi dan kurang mampu mencari dukungan.

(30)

f. Keterampilan, seperti tidak memiliki keahlian yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja.

g. Asset, seperti tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kenderaan dan modal kerja (Siagian, 2012: 114-115).

2. Faktor Eksternal, yakni bersumber dari luar individu atau keluarga yang mengalami dan menghadapi kemiskinan itu, sehingga pada suatu titik waktu menjadikannya miskin, meliputi:

a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar.

b. Tidak dilindunginya hakatas kepemilikan tanah sebagai asset dan alat memenuhi kebutuhan hidup.

c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha- usaha sektor informal.

d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung sector usaha mikro.

e. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil masyarakat banyak.

f. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal seperti zakat.

g. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural (Structural Adjusment Programe).

h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan.

i. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana.

j. Pembangunan yang lebih beroientasi fisik material.

k. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata.

(31)

l. Kebijakan publik yang belum berpihak pada penduduk miskin (Siagian, 2012: 115-116).

2.2. Keterlibatan Anak dalam Ekonomi Keluarga 2.2.1. Definisi Anak

Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia (kbbi), anak adalah keturunan kedua. Dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dikatakan bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa adank adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai sifat dan cirri khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara pada masa depan (Djamil, 2015: 8).

Betapa pentingnya posisi anak bagi bangsa ini menjadikan kita harus bersikap responsive dan progresif dalam menata peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun untuk menentukan batas usia anak dalam hal definisi anak, maka akan diperoleh beragam definisi batasan usia anak dalam beberapa undang- undang, misalnya:

1. UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, mensyaratkan usia perkawinan 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki.

2. UU No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak mendefinisikan anak berusia 21 tahun dan belum pernah kawin.

3. UU No. 3 tahun 1997 tentang peradilan anak mendefinisikan anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah berusia delapan tahun tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah kawin.

(32)

4. UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun dan belum pernah kawin.

5. UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan membolehkan usia bekerja 15 tahun.

6. UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional memberlakukan wajib belajar 9 tahun, yang dikonotasikan menjadi anak berusia 7 sampai 15 tahun.

Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 2000 tentang pengesahan Konvensi ILO 182 mendefinisikan Anak yaitu semua orang yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun. Sedangkan dalam UU No. 35 tahun 2014 tentang pengganti UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan(Djamil, 2015: 9).

2.2.2. Defenisi Anak Jalanan

Anak jalanan, tekyan, arek kere, anak gelandangan, atau kadang disebut juga secara eufemisitis sebagai anak mandiri- usulan Rano Karno kala menjabat sebagai duta Besar UNICEF-. Sesungguhnya mereka adalah anak-anak yang tersisih, marginal dan teralienasi dari kasih sayang karena kebanyakan dalam usia mereka yang relatif dini sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras dan bahkan sangat tidak bersahabat.

Anak jalanan harus bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima masyarakat umum. Sekadar menghilangkan rasa lapar yang mereka alami. Keterpaksaan mereka untuk membantu

(33)

keluarganyamenjadi salah satu alasan yang sangat sering di dengar ketika ditanya tentang alasannya berada di jalanan (Suyanto, 2010: 67).

2.2.3.Keterlibatan Anak

Menurut Effendi (dalam Suyanto, 2010) teori strategi kelangsungan rumah tangga (Household Survival Strategy) menyebutkan bahwa masyarakat pedesaan yang mengalami transisi dan golongan miskin di kota. Mereka akan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia bila kondisi ekonomi mengalami perubahan atau memburuk. Salah satu upaya yang acap kali dilakukan untuk beradaptasi dengan perubahan dalah memanfaatkan tenaga kerja keluarga (Harbinson, dalam Suyanto, 2010 : 225).

Tenaga kerja wanita terutama ibu rumah tangga belum dapat memecahkan masalah yang dihadapi, biasanya anak-anak yang belum dewasa pun diikutsertakan dalam menopang kegiatan ekonomikeluarga. Pekerjaan yang ditekuni anak-anak ini tidak terbatas pada pekerjaan rumah tangga, tetapi juga pekerjaan upahan, baik dalam lingkungan pedesaan sekitar tempat tinggal atau mengadu nasib ke kota.

Apa yang telah diuraikan menunjukkan bahwa faktor penyebab atau pendorong keterlibatan anak-anak dalam aktivitas ekonomi secara dini umumnya lebih bersifat struktural. Dalam arti, anak bekerja umumnya dilakukan karena terpaksa dan di sini masalahnya bukan hanya sekedar kemiskinan, malainkan karena keluarga anak-anak yang bekerja itu mengalami apa yang disebut Robert Chambers (dalam Suyanto, 2010) sebagai “perangkap kemiskinan”, yang meliputi: kemiskinan itu sendiri, kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian dan kelemahan jasmani (Suyanto, 2010: 226).

(34)

Selain mendayagunakan tenaga kerja istri untuk membantu mencari nafkah, anak-anak pun terpaksa akan diikutsertakan bekerja bila kebutuhan ekonomi sehari- hari masih belum tercukupi. White dan Tjanraningsih (dalam Suyanto, 2010) dalam studi mereka tentang pekerja anak di Indonesia menyimpulkan hal-hal kontradiktif yang menjadi dilema anak-anak di Indonesia, khususnya anak-anak yang dilahirkan dalam tekanan kemiskinan:

1. Pertama di kalangan anak-anak dari keluarga miskin, bekerja adalah salah satu cara untuk tetap bersekolah.

2. Kedua, globalisasi ide tentang gaya hidup dan menyebarnya budaya konsumen menyebabkan pentingnya dimilikiakses terhadap uang bagi anak-anak.

3. Ketiga, kenyataan menunjukkan begitu banyaknya pengangguran di kalangan orang muda menyebabkan anak-anak segera mengambil kesempatan bekerja upahan begitu kesempatan itu muncul – disamping didukung oleh kesadaran bahwa lulus SD, maupun SLTP tidak dengan sendirinya akan memberikan kemungkinan yang lebih baik di pasar tenaga kerja.

4. Keempat, khususnya untuk anak perempuan, tekanan dari orang tua agar tetap tinggal di rumah untuk melakukan pekerjaan domestik dan tidak perlu sekolah dan memasuki pasar tenaga kerja, menimbulkan persoalan khusus yang sering kali justru mendorong lahirnya keputusan yang diambil oleh anak perempuan itu sendiri untuk masuk ke pasar tenaga kerja (White dan Tjanraningsih, dalam Suyanto,2010 : 124-126).

(35)

Suharto (Putri, dalam Eriani, 2015) menyatakan strategi bertahan hidup dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut dapat dikategorikan ke dalam tida katefori yaitu:

1) Strategi aktif, yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga.

2) Strategi pasif, yaitu mengurangi pengeluaran keluarga.

3) Strategi jaringan, yaitu menjalin relasi, baik formal maupun informal dan lingkungan kelembagaan (Eriani, 2015: 5).

Secara etika dan moral anak-anak memang disadari bahwa tidak seharusnya bekerja, apalagi bekerja di sektor berbahaya, karena dunia mereka adalah dunia anak-anak yang selayaknya dimanfaatkannya untuk belajar, bermain, bergembira dengan suasana damai, menyenangkan dan mendapat kesempatan serta fasilitas untuk mencapai cita-citanya sesuai dengan perkembangan fisik, psikologis, intelektual dan sosialnya (Suyanto, 2010: 126).

Karena akibat dari kemiskinan itu maka keterlibatan dan “pemaksaan”

terhadap anak-anak dalam kegiatan produktif menjadi sesuatu yang tidak terhindarkan (Fariddalam Suyanto, 2010).Pada umumnya, sebagian ahli berannggapan bahwa keterlibatan anak dalam aktivitas ekonomi secara penuh didasarkan pada trade of yang optimal.

Mereka terpaksa meninggalkan bangku sekolah dan bekerja penuh untuk meningkatkan pendapatan keluarga.Dengan berkurangnya anggota keluarga yang bergantung pada pencari nafkah utama dan bertambahnya anggota keluarga yang mencari nafkah pendapatan perkapita keluarga diharapkan naik, meskipun anak harus meninggalkan bangku sekolah (Irwanto, dalam Suyanto, 2010: 129).

Namun jika dilihat data anak jalanan menurut data PMKS di Sumatera utara mencapai 2.600 anak pada tahun 2014 dengan jumlah terbesar berada di kota medan

(36)

sebanyak 1.601 anak jalanan (Dinas Kesejahteraan dan Sosial, 2014). Dengan pengahasilan suami rata-rata sebulan Rp 1.924.069 dengan tanggungan anak yang relatif banyak telah menjadikan anak terpaksa harus ikut menambah pengahasilan keluarga (BPS .Indikator Kesejahteraan Rakyat, 2014).

Tabel 2.1.4:Rata-Rata Upah/Gaji/Pendapatan Bersih Sebulan (Rupiah) Pekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Di Perkotaan tahun 2012-2014.

Lapangan Pekerjaan Perkotaan

2012 2013 2014

(1) (2) (3) (4)

Pertanian 870.587 931.055 943. 492

Pertambangan Dan Penggalian 3.273. 853 3.925.136 3.708.179 Industri Pengolahan 1.447.517 1.815.677 1.622.306 Listrik, Gas Dan Air 2.437.160 2.655.441 2.769.718

Bangunan 1.389.785 1.584.061 1.542.513

Perdagangan 1.336.915 1.658.257 1.506.211

Angkutan, Pergudangan 1.990.057 2.239. 271 2.286.430 Keuangan, Asuransi 2.375.953 2.857.356 2.972.074 Jasa Kemasyarakatan 1.908.605 2.174.441 2.225.277

Indonesia 1.645.646 1.945.117 1.924.069

Sumber: Hasil Sakerna, 2014.

Akan tetapi menurut Setiamandani (dalam Triyanti dan Berlianti, 2014: 88) fakor-faktor penyebab anak bekerja meliputi:

a. Adanya persepsi orang tua dan masyarakat bahwa anak bekerja tidak buruk dan merupakan bagian dari sosialisasi dan tanggung jawab anak untuk membantu pendapatan keluarga.

b. Kemiskinan, gaya hidup konsumerisme, tekanan kelompok sebaya serta drop out dari sekolah mendorong anak untuk mencari keuntungan material dengan terpaksa bekerja. Kondisi krisis ekonomi juga mendorong anak untuk terjun bekerja bersaing dengan orang dewasa.

c. Lemahnya pengakuan hukum di bidang pengawasan umur minimum untuk bekerja dan kondisi pekerjaan.

(37)

d. Urbanisasi

e. Sosial budaya (Setiamandani, dalam Triyanti dan Berlianti, 2014: 88).

2.2.4.Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anakadalah :

a) Segala bentuk perbudakan atau praktek sejenis perbudakan, seperti penjualan dan perdagangan anak, kerja ijon (debt bondage), dan perhambaan serta kerja paksa atau wajib kerja, termasuk pengerahan anak secara paksa atau wajib untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata;

b) Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi pornografi, atau untuk pertunjukan-pertunjukan porno;

c)

Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan terlarang, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional yang relevan;

d)

Pekerjaan yang sifat atau keadaan tempat pekerjaan itu dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak-anak (Suyanto, 2010 : 134-135).

2.2.5. Batas Usia Kerja

Konvensi ILO no. 182 tentang usia minimum untuk bekerja terdapat pada pasal dua (2) ayat ketiga: “Usia minimum yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan ayat 1 Pasal ini, tidak boleh kurang dari usia tamat sekolah wajib dan paling tidak, tidak boleh kurang dari 15 tahun”.

Pada Pasal tiga (3) ayat pertama menyebutkan bahwa “ Usia minimum untuk diperbolehkan masuk kerja setiap jenis pekerjaan atau kerja, yang karena sifatnya

(38)

atau karena keadaan lingkungan dimana pekerjaan itu harus dilakukan mungkin membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral orang muda, tidak boleh kurang dari 18 tahun”. Akan tetapi dalam UU. No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan membolehkan usia bekerja 15 tahun.

2.3. Pemenuhan Hak-Hak Anak 2.3.1. Defenisi Keluarga

Keluarga sering disebut sebagai institusi terkecil yang ada dalam masyarakat.Di dalamnya kita dapat menelusuri banyak hal, mulai dari hubungan antar individu, hubungan otoritas, pola pengasuhan pembentukan karakter, masuknya nilai-nilai masyarakat dan lain-lain. Banyak cara untuk mendefinisikan keluarga, namun menurut Kottak (dalam Suryani, 2010: 12 ) maka keluarga terdiri atas lelaki dewasa dan perempuan dewasa dengan kesepakatan berhubungan seksual dan bisa mempunyai anak. Mereka juga bisa tinggal dalam satu rumah.

Adapun penegasan tempat tinggal keluarga bisa jadi tinggal satu atap.

Seperti yang diajukan oleh Wilk dan Netting (1984) serta Hammel (1984) dan Carter (1984) (kesemuanya dalam Saifuddin,1999), bahwa keluarga adalah pengelompokan kerabat yang tak harus tinggal di satu tempat. Kondisi ini amat mungkin terjadi dalam era modern saat ini, yang tingkat mobilitas tinggi dan letak kantor dengan rumah amat jauh, sehingga sebuah keluarga dapat “terpecah” selama hari kerja dan berkumpul lagi di akhir pekan (Silalahi & Eko, 2010 : 3 - 4).

Menurut Mac Iver dan Page yang kemudian menurut Elliot & Merrill, E.S.

Bogardus dan A.M.Rose (dalam Khairuddin, 1997) dapat ditarik beberapa definisi keluarga sebagai berikut:

(39)

1. Keluarga merupakan kelompok sosial yang kecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak.

2. Hubungan sosial diantara anggota keluarga relatif tetap dan didasarkan oleh ikatan darah, perkawinan dan atau adopsi.

3. Hubungan antar anggota dijiwai oleh suasana kasih sayang dan rasa tanggung jawab.

4. Fungsi keluarga ialah merawat, memelihara dan melindungi anak dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial (Khairuddin, 1997: 3).

Pada hakekatnya keluarga merupakan hubungan seketurunan maupun tambahan (adopsi) yang diatur melalui kehidupan perkawinan bersama,searah dengan keturunan-keturunan mereka yang merupakan suatu satuan yang khusus.

Tetapi secara umum keluarga adalah kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat.

Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan organisasi terbatas dan mempunyai ukuran yang minimum, terutama pihak-pihak yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan. Sedangkan menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjelaskan bahwaKeluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga” (Khairuddin, 1997: 4).

2.3.1.1. Ciri-Ciri Keluarga

Kelurga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari hubungan seks yang tetap untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkenaan dengan

(40)

keorangtuaan dan pemeliharaan anak. Walaupun sulit untuk menentukan atau mencari persamaan-persamaan dan ciri-ciri pada semua keluarga, paling tidak kita dapat menentukan ciri-ciri keluarga secara umum dan secara khusus yang akan terdapat pada keluarga dalam bentuk dan tipe apapun sebagai berikut (Khairuddin, 1997: 5):

a) Ciri-Ciri Umum

Ciri-ciri umum keluarga antara lain seperti yang dikemukakan oleh Mac Iver dan Page (dalam, Khairuddin, 1997) :

1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan

2. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara 3. Suatu sistem tata nama, termasuk bentuk penghitungan garis

keturunan.

4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan- kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak.

5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau bagaimanapun tidak mungkin jadi terpisah terhadap kelompok keluarga (Khairuddin, 1997: 6).

Burgess dan Locke (dalam Khairuddin, 1997) juga mengemukakan terdapatnya empat karakteristik keluargayang terdapat pada semua keluarga dan juga untuk membedakan keluarga dari kelompok-kelompok sosial lainnya :

1. Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah atau adopsi. Pertalian antara suami dan isteri adalah

(41)

perkawinan dan hubungan antara orang tua dan anak biasanya adalah darah dan kadangkala adopsi.

2. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama di bawah satu atap dan merupakan susunan satu rumah tangga; atau jika mereka bertempat tinggal, rumah tangga tersebut menjadi rumah mereka.

Tempat kos dan rumah penginapan bisa saja menjadi rumah tangga, tetapi tidak akan dapat menjadi keluarga karena anggota-anggotanya tidak dihubungkan oleh darah, perkawinan atau adopsi.

3. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi yang menciptakan peranan-peranan sosial bagi si suami, isteri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan saudara perempuan. Peranan-peranan tersebut diatasi oleh masyarakat, tetapi masing-masing keluarga dikuatkan melalui sentimen-sentimen, yang sebahagian merupakan tradisi dan sebagahagian lagi emosional yang menghasilkan pengalaman.

4. Keluarga adalah pemelihara suatu kebudayaan bersama, yang diperoleh pada hakekatnya dari kebudayaan umum, tetapi dalam suatu masyarakat yang kompleks masing-masing keluarga mempunyai ciri-ciri yang berlainan dengan keluarga lainnya (Khairuddin, 1997: 7-8).

b. Ciri-Ciri Khusus:

Selain ciri-ciri umum, keluarga juga memiliki ciri-ciri khusus sebagai berikut:

1. Kebersamaan: kelurga merupakan bentuk yang hampir paling universal diantara bentuk-bentuk organisasi sosial lainnya. Dia dapat ditemui

(42)

dalam semua masyarakat, pada semua tingkat perkembangan sosial dan terdapat pula pada rtingkatan manusia yang paling rendah sekalipun.

2. Dasar-dasar emosional : hal ini disarkan pada suatu kompleks dorongan- dorongan yang sangat mendalam dari sifat organis kita seperti:

perkawinan, menjadi ayah, kesetiaan akan maternal dan perhatian oranag tua.

3. Pengaruh perkembangan: hal ini merupakan lingkungan kemasyarakatan yang paling awal dari semua bentuk kehidupan yang lebih tinggi. Untuk mengenal pengaruh kekekalannya kita tidak perlu menganut pandangan bahwa pengaruh keluarga pad masa pertumbuhan menentukan sekali, khususnya terhadap semua struktur kepribadian individu.

4. Ukuran yang terbatas: keluarga merupakan kelompok yang terbatas ukurannya, yang dibatasi oleh kondisi-kondisi biologis yang tidak dapat lebih tanpa kehilangan identitasnya.

5. Posisi inti dalam struktur sosial : kelurga merupakan inti dari organisasi soaial lainnya. Kerap di dalam masyarakat yang sederhana maupun dalam masyarakat yang lebih maju yang memiliki tipe masyarakat patriakal, struktur sosial secara keseluruhan dibentuk dari satuan-satuan keluarga.

6. Tanggung jawab para anggota : keluarga memiliki tuntutan-tuntutan yang lebih besar dan kontinyu daripada yang biasa dilakukan oleh asosiasi-asosiasi lainnya.

7. Aturan kemasyarakatan: hal ini khususnya terjaga dengan adanya hal-hal yang tabu di dalam masyarakat dan aturan-aturan sah yang dengan kaku menentukan kondisi-kondisinya.

(43)

8. Sifat kekekalan dan kesementaraannya : Sebagai intitusi, keluarga merupakan sesuatu yang demikian permanen dan universal. Sebagai asosiasi, merupakan organisasi yang paling bersifat sementara dan yang paling mudah berubah dari seluruh organisasi-organisasi penting lainnya dalam masyarakat.( Khairuddin, 1997: 9-10).

2.3.2. Fungsi Keluarga

Pada dasarnya keluarga memiliki fungsi-fungsi pokok yakni fungsi yang sulit dirubah dan digantikan oleh orang lain. Sedangkan fungsi-fungsi lain atau fungsi- fungsi sosial relative mudah berubah atau mengalami perubahan. Menurut Vembriarto (dalam Khairuddin, 1997) dalam bukunya yang berjudul sosiologi pendidikan menyebutkan bahwa fungsi-fungsi pokok tersebut antara lain :

1). Fungsi Biologik

Keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak, fungsi biologik orang tua ialah melahirkan anak.Fungsi ini merupakan dasar kelangsungan hidup masyarakat.Namun fungsi ini juga mengalami perubahan, karena keluarga sekarang cenderung kepada jumlah anak yang sedikit. Kecenderungan kepada jumlah anak yang lebih sedikit ini dipengaruhi oleh faktor-faktor :

a. Perubahan tempat tinggal (dari desa ke kota) b. Makin sulitnya fasilitas perumahan

c. Banyaknya anak dipandang sebagai hambatan untuk tercapainya sukses material dan kemesraan keluarga

d. Meningkatnya taraf pendidikan wanita (berkurangnya fertilitasnya) e. Berubahnya dorongan banyak anak banyak rezeki

f. Banykanya ibu-ibu bekerja di luar rumah

(44)

g. Makin meluasnya pengetahuan dan penggunaan alat kontrasepsi.

2). Fungsi Afeksi

Dalam keluarga terjadi hubungan yang penuh dengan kemesraan dan afeksi.Hubungan afeksi ini tumbuh sebagai akibat hubungan cinta kasih yang menjadi dasar perkawinan.Dasar cinta kasih dan hubungan afeksi ini merupakan faktor penting bagi perkembangan pribadi anak.

3). Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi ini menunjuk peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga itu anak akan mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadiannya (Khairuddin, 1997 : 48-49).

Menurut Murdock (Georgas, dalam Silalahi dan Eko, 2010) menyebutkan setidaknya terdapat dua fungsi dasar keluarga.Pertama adalah masalah seksual.Secara alami tubuh manusia sebagai salah satu mamalia primata memiliki kemampuan menghasilkan hormone-hormon seks.Bagi manusia yang memiliki seperangkat aturan sosial menjadikan seks sebagai area privat dan dikendalikan oleh masyarakat.Bentuk pengendalian itulah yang dinamakan pernikahan yang menjadi dasar terbentuknya keluarga.

Fungsi kedua adalah pemeliharaan anak.Pemeliharaan anak jika dalam konteks sederhana adalah hanya berkisar pada pemeliharaan fisik, seperti memberi makan, menjaganya dari gangguan luar yang berupa fisik dan sebagainya. Akan tetapi, ada fungsi lain yaitu membentuk karakter dan perilaku anak untuk bisa hidup kalangan yang lebih luas yakni masyarakat. Untuk itu proses pemeliharaan anak juga

(45)

mengandung sosialisasi dan enkulturasi pada anak, secara khusus ditekankan oleh ibu, tetapi bisa juga pada pihak semisal nenek, bibi atau kakak.

Sosialisasi dan enkulturasiamatlah tipis perbedaannya. Penekanan sosialisasi pada sesuatu hal yang khusus sengaja diajarkan dan diberikan ganjaran, maka kemudian akan terbentuk keterampilan-keterampilan dan karakteristik-karakteristik yang bisa mengembangkan individu (Georgas, 2006). Enkulturasi merujuk pada pengembangan secara umum individu untuk bisa beradaptasi dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat serta tergabung di dalam kelomopk budayanya (Georgas, dalam Silalahi & Eko, 2010: 6-7).

2.3.3. Hak-Hak Anak

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 1 ayat ke 12 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.

Yang selanjutnya dijelaskan dalam pasal 6 bahwa setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua atau wali. Sedangkan dalam pasal 9 ayat 1menjelaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minatdan bakat.Dalam pasal ke 14 menyebutkan bahwa setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

(46)

Hak anak secara universal telah ditetapkan melalui siding umum PBB pada tanggal 20 November 1959 dengan memproklamasikan deklarasi hak-hak anak.

Deklarasi tersebut diharapkan semua pihak baik individu, orang tua, organisasi sosial, pemerintah dan masyarakat mengakui hak-hak anak tersebut dan mendorong supaya untuk memenuhinya. Ada sepuluh prinsip tentang hak anak menurut deklarasi tersebut yaitu:

1. Setiap anak harus menikmati semua hak yang tercantum dalam deklarasi ini tanpa terkecuali tanpa perbedaan dan diskriminasi.

2. Setiap anak harus menikmati perlindungan khusus, harus diberikan kesempatan dan fasilitas oleh hukum atau peralatan lain sehingga mereka mampu berkembang secara fisik, mental, moral, spiritual dan social daam cara yang sehat dan normal.

3. Setiap anak sejak dilahirkan harus memiliki nama dan identitas kebangsaan.

4. Setiap anak harus menikmati manfaat dari jaminan sosial.

5. Setiap anak baik secara fisik, mental dan sosial mengalami kecacatan harus diberikan perlakuan khusus, pendidikan dan pemeliharaan sesuai kondisinya.

6. Setiap anak bagi perkembangan pribadinya secara penuh dan seimbang memerlukan kasih sayang dan pengertian.

7. Setiap anak harus menerima pendidikan secara cuma-cuma dan atas dasar wajib belajar.

8. Setiap anak dalam situasi apapun harus menerima perlindungan dan bantuan yang pertama.

(47)

9. Setiap anak harus dilindungi dari setiap bentuk ketelantaran, tindakan kekerasan dan eksploitasi.

10. Setiap anak harus dilindungi dari setiap praktek diskriminasi berdasarkan rasial, agama dan bentuk-bentuk lainnya (Huraerah, 2007:32).

Berdasarkan konvensi hak-hak anak secara umum dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori hak-hak anak, antara lain:

1. Hak untuk kelangsungan hidup (The right of survival) yaitu hak-hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup (The right of live) dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya. Hak-hak ini antar lain:

a. Hak anak untuk mendapatkan nama dan kewarganegaraan.

b. Hak untuk hidup bersama orang tuanya

c. Kewajiban Negara melindungi anak-anak dari segala bentuk perlakuan salah (abuse).

d. Hak anak disable untuk memperoleh pengasuhan, pendidikan dan pelatihan khusus.

e. Hak untuk menikmati standar kehidupan yang memadai dari orang tua dan negara.

f. Hak anak atas pendidikan secara cuma-cuma.

g. Kewajiban Negara untuk mencegah penjualan, penyelundupan dan penculikan anak.

2. Hak terhadap perlindungan (Protection Rights) a. Adanya larangan diskriminasi anak

b. Larangan eksploitasi anak

3. Hak terhadap tumbuh kembang (Development Rights)

(48)

a. Hak untuk memperoleh informasi b. Hak untuk memperoleh pendidikan c. Hak untuk bermain dan berekspresi

d. Hak untuk kebebasan berpikir dan beragama e. Hak untuk pengembangan kepribadian.

f. Hak untuk memperoleh identitas

g. Hak untuk memperoleh kesehatan dan fisik h. Hak untuk/atas keluarga

4. Hak untuk berpartisipasi (Participation Rights)

a. Hak anak untuk berpendapat dan memperoleh pertimbangan atas pendapatnya.

b. Hak anak untuk mendapatkan dan mengetahui informasi serta untuk berekspresi.

c. Hak anak untuk berserikat dan menjalin hubungan untuk bergabung.

d. Hak anak untuk memperoleh akses informasi yang layak dan terlindung dari informasi yang tidak sehat (Djamil, 2015: 14-16).

Hak untuk memperoleh pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. Oleh sebab itu warga negara Indonesia termasuk anak-anak berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya.Hak memperoleh pendidikan bagi setiap warganegara tidak memandang status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama dan gender. Hal tersebut sudah tertuang dalam UUD 1945 (BPS; Indikator Kesejahteraan Sosial, 2014 : 39).

Berdasaarkan UUD 1945 Pasal 28C, ayat 1 dinyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan, memperoleh manfaat dari IPTEK, seni dan budaya demi

(49)

meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia. Selanjutnya dalam Pasal 31 ayat 2 dinyatakan bahwa setiap warganegara mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya (BPS; Indikator Kesejahteraan Sosial, 2014:

40).

Penurunan angka putus sekolah diharapkan dapat terus diikuti oleh penurunan angka putus sekolah pada semua jenjang pendidikan setiap tahunnya khususnya pada jenjang pendidikan SMK hingga tujuan pembangunan di bidang pendidikan dapat membuahkan hasil.Akan tetapi negara ini masih dihadapkan oleh persoalan-persoalan putus sekolah yang disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor kemiskinan ekonomi, rendahnya pemahaman tentang pendidikan serta faktor geografis juga seringkali menjadi penyebab terjadinya putus sekolah.

Angka putus sekolah merupakan salah satu indikator yang mencerminkan anak-anak usia sekolah yang sudah tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu. Dengan kata lain, putus sekolah dimaksudkan anak yang tidak menyelesaikan pendidikannya baik di jenjang pendidikan dasar, maupun jenjang pendidikan menengah dan lanjutan (BPS;

Indikator Kesejahteraan Sosial, 2014: 59).

Tabel 2.3.4.: Perkembangan Angka Putus Sekolah Menurut Tingkat Pendidikan 2009/2010 - 2012/2013.

Sumber : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Tahun Angka Putus Sekolah

SD SMP SMA SMK

2009/2010 1,65 2,06 3,27 3,50

2010/2011 1,61 1,80 3,61 2,97

2011/2012 0,90 1,57 1,16 3,34

2012/2013 1,28 1,43 1,01 3,10

(50)

Selama tahun ajaran tahun 2009/1010 hingga 2012/1013, secara umum angka putus sekolah cenderung mengalami penurunan. Hingga tahun 2012/1013 angka putus sekolah di tingkat SD tercatat sebesar 1,28 persen. Sebenarnya angka putus sekolah SD pernah berada di bawah satu persen yaitu 0,90 persen pada tahun 2011/2012 maupun seterusnya yang mengalami penurunan.

2.4. Kerangka Pemikiran

Kemiskinan sebagai akar permasalahan telah membuat orang tua menjadikannya sebagai alasan untuk tetap mengikutsertakan semua anggota keluarga bekerja dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Akibatnya seluruh anggota keluarga dikerahkan untuk menambah penghasilan keluarga meskipun ia masih berstatus anak. Sehingga lahirlah sebuah pemikiran untuk tetap bertahan hidup. Strategi tersebut sebelumnya telah dijelaskan bahwa strategi bertahan hidup ini akan muncul ketika terjadi ketidakstabilan sosial ekonomi keluarga.

Semua anggota keluarga akan memberikan kontribusinya dalam upaya pencarian nafkah keluarga. Guna untuk mengurangi angka ketergantungan kepada pencari nafkah utama yaitu ayah. Sehingga dapat diupayakan untuk penambahan pendapatan keluarga dan pengurangan pengeluaran keluarga. Kebutuhan keluarga dan pemenuhan hak-hak setiap anggota keluarga terutama anak dapat terpenuhi.

Untuk itu dalam penelitian ini yang akan peneliti lakukan ialah mengetahui bagaimana keterlibatan anak dalam ekonomi keluarga dan upaya-upaya yang anak lakukan untuk memenuhi tuntutan haknya tersebut. Dan dari kerangka pemikiran tersebut maka dapat digambarkan skema kerangka pemikiran sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Rumah sakit menghormati informasi tersebut sebagai hal yang bersifat rahasia dan telah menerapkan kebijakan dan prosedur untuk melindungi informasi tersebut dari kehilangan

”-- yksi maahanmuuttajaopettaja oli koulutuksessa ja hän oli ilmoittanut siitä rehtorille ja saanut vapausta siihen, mutta kaikki oppilaat ei saanut tietoa siitä, oppilaat jäivät

Usaha yang dilakukan untuk mempertahanakan Indonesia dengan usaha melawan para Penjajah dengan perang gerilya, diplomasi yang dilakukan di Indonesia sedangkan perjuangan

Objektif kajian adalah untuk mengenal pasti tahap pengaruh televisyen (pelakon, keganasan, senjata, situasi, ditiru, kesan) terhadap murid-murid sekolah, mengenal pasti

Menurut pendapat ibu apakah pemeriksaan Pap’smear merupakan metode yang tepat untuk deteksi dini kanker serviks?. Evaluated ( Clinical

Berdasarkan data hasil belajar yang diperoleh siswa dalam setiap siklusnya dan dari pengamatan aktivitas siswa selama proses pembelajaran perbaikan pembelajaran

This research is expected to give the useful input in teaching learning process for improving students reading comprehension by using Collaborative Strategic Reading in

mentransformasi pernyataan relasional ke pernyataan kebalikan dan ditransformasi menjadi persamaan, b) membuat hubungan persamaan dengan banyak siswa di kelas untuk