• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. 4.1 Pembangunan Pendidikan di Indonesia Kebijakan Pembangunan Pendidikan Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV. 4.1 Pembangunan Pendidikan di Indonesia Kebijakan Pembangunan Pendidikan Indonesia"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

22 BAB IV

Strategi Indonesia Dalam Pembangunan Pendidikan di Derah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) Tahun 2015-2019 (Studi Kasus: Pulau Salura Kab. Sumba Timur)

4.1 Pembangunan Pendidikan di Indonesia

4.1.1 Kebijakan Pembangunan Pendidikan Indonesia

Secara umum Strategi Pembangunan Nasional Indonesia yang diterapkan dalam RPJMN Tahun 2015-2019 adalah sebagai berikut:

1. Membangun untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat.

2. Setiap upaya meningkatkan kesejahteran, kemakmuran, produktivitas tidak boleh menciptakan ketimpangan yang makin melebar yang dapat merusak keseimbangan pembangunan. Perhatian khusus kepada peningkatan produk-tivitas rakyat lapisan menengah-bawah, tanpa menghalangi, menghambat, mengecilkan dan mengurangi keleluasaan pelaku-pelaku besar untuk terus menjadi agen pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan pertum-buhan ekonomi yang berkelanjutan.

3. Aktivitas pembangunan tidak boleh merusak, menurunkan daya dukung lingkungan dan mengganggu keseimbangan ekosistem.

Dalam upaya pembangunan dalam negeri sesuai pada gambar 4.1, Indonesia menetapkan tiga dimensi pembangunan yaitu 1) dimensi pembangunan manusia dan masyarakat, pembangunan dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat yang menghasilkan manusia-manusia Indonesia unggul dengan meningkatkan kecerdasan otak dan kesehatan fisik melalui pendidikan, kesehatan dan perbaikan gizi.

Manusia Indonesia unggul tersebut diharapkan juga mempunyai mental dan karakter yang tangguh dengan perilaku yang positif dan konstruktif. Karena itu pembangunan mental dan karakter menjadi salah satu prioritas utama pembangunan. 2) Dimensi pembangunan sektor unggulan dengan prioritas pembangunan kedaulatan pangan, kemaritiman dan kelautan, dan pariwisata. 3) dimensi pemerataan dan kewilayahan, pembangunan bukan hanya untuk kelompok tertentu, tetapi untuk seluruh masyarakat di seluruh wilayah.

Karena itu pembangunan harus dapat menghilangkan/memperkecil kesenjangan yang ada, baik kesenjangan antarkelompok pendapatan, maupun kesenjangan antarwilayah.

Gambar 4.1

(2)

23 Sumber : RPJMN 2015-2019

Pada dokumen RPJMN Tahun 2015-2019 disebutkan bahwa dalam rangka melakukan revolusi karakter bangsa, tantangan yang dihadapi adalah menjadikan proses pendidikan sebagai sarana pembentukan watak dan kepribadian siswa yang matang dengan internalisasi dan pengintegrasian pendidikan karakter dalam kurikulum, sistem pembelajaran dan sistem penilaian dalam pendidikan. Tantangan dalam pembangunan pendidikan adalah:

a. Mempercepat peningkatan taraf pendidikan seluruh masyarakat untuk memenuhi hak seluruh penduduk usia sekolah dalam memperoleh layanan pendidikan dasar yang berkualitas,

b. Meningkatkan akses pendidikan pada jenjang pendidikan menengah dan tinggi;

c. Menurunkan kesenjangan partisipasi pendidikan antar kelompok sosial-ekonomi, antarwilayah danantarjenis kelamin, dengan memberikan pemihakan bagi seluruh anak dari keluarga kurang mampu; serta meningkatkan pembelajaran sepanjang hayat.

Untuk menunjukkan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, dirumuskan sembilan agenda prioritas. Pada kesembilan agenda prioritas ini yang menjadi sorotan penulis ialah pada agenda pembangunan manusia yang mana terdapat empat agenda terkait yaitu menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara

(3)

24

kesatuan, meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia, dan melakukan revolusi karakter bangsa.

Bedasarkan pada agenda prioritas dan mengacu pada sasaran utama serta analisis yang hendak dicapai secara khusus dalam pembangunan sumber daya manusia di Indonesia serta mempertimbangkan lingkungan strategis dan tantangan-tantangan yang akan dihadapi bangsa Indonesia ke depan, maka arah kebijakan umum pembangunan nasional Indonesia Tahun 2015-2019 adalah:

1. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Kesejahteraan Rakyat Yang Berkeadilan. Sumber daya manusia yang berkualitas tercermin dari meningkatnya akses pendidikan yang berkualitas pada semua jenjang pendidikan dengan memberikan perhatian lebih pada penduduk miskin dan daerah 3T; meningkatnya kompetensi siswa Indonesia dalam Bidang Matematika, Sains dan Literasi;

meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan, terutama kepada para ibu, anak, remaja dan lansia; meningkatnya pelayanan gizi masyarakat yang berkualitas, meningkatnya efektivitas pencegahan dan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, serta berkembangnya jaminan kesehatan.

2. Mengembangkan dan Memeratakan Pembangunan Daerah Pembangunan daerah diarahkan untuk menjaga momentum pertumbuhan wilayah Jawa-Bali dan Sumatera bersamaan dengan meningkatkan kinerja pusat-pusat pertumbuhan wilayah di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua; menjamin pemenuhan pelayanan dasar di seluruh wilayah bagi seluruh lapisan masyarakat; mempercepat pembangunan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan; membangun kawasan perkotaan dan perdesaan; mempercepat penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah; dan mengoptimalkan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.

Dalam meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia, dengan memperhatikan keberagaman masyarakat Indonesia, dilihat dari latar belakang sosial ekonomi, budaya, dan geografi, pembangunan manusia dapat dilakukan secara kohesif dan inklusif sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh komponen masyarakat, tanpa membedakan latar belakang mereka. Oleh karena itu kebijakan dan program yang dilaksanakan harus dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan, sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia dilaksanakan melalui 4 sub agenda prioritas: (1)

(4)

25

pembangunan kependudukan dan keluarga berencana; (2) pembangunan pendidikan khususnya pelaksanaan Program Indonesia Pintar; (3) pembangunan kesehatan khususnya pelaksanaan Program Indonesia Sehat; dan (4) peningkatan kesejahteraan rakyat marjinal melalui pelaksanaan Program Indonesia Kerja. Selanjutnya keempat sub agenda prioritas tersebut diatas penulis berfokus pada pembangunan pendidikan dengan melaksanakan program Indonesia Pintar, sebagai berikut:

Pembangunan Pendidikan: Pelaksanaan Program Indonesia Pintar Sasaran yang ingin dicapai dalam Program Indonesia Pintar melalui pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun pada RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:

a. Meningkatnya angka partisipasi pendidikan dasar dan menengah, yaitu:

Meningkatnya angka keberlanjutan pendidikan yang ditandai dengan menurunnya angka putus sekolah dan meningkatnya angka melanjutkan;

b. Menurunnya kesenjangan partisipasi pendidikan antarkelompok masyarakat, terutama antara penduduk kaya dan penduduk miskin, antara penduduk laki-laki dan penduduk perempuan, antara wilayah perkotaan dan perdesaan, dan antardaerah;

c. Meningkatnya jaminan kualitas pelayanan pendidikan, tersedianya kurikulum yang andal, dan tersedianya sistem penilaian pendidikan yang komprehensif;

d. Meningkatnya kualitas pengelolaan guru dengan memperbaiki distribusi dan memenuhi beban mengajar;

e. Meningkatnya jaminan hidup dan fasilitas pengembangan ilmu pengetahuan dan karir bagi guru yang ditugaskan di daerah khusus;

f. Meningkatnya dan meratanya ketersediaan dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan standar pelayanan minimal;

Program Indonesia Pintar melalui pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun diarahkan untuk memenuhi hak seluruh anak Indonesia tanpa terkecuali sehingga dapat menyelesaikan jenjang pendidikan dasar sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.

Selain itu, perhatian lebih besar diberikan bagi daerah-daerah yang belum tuntas dalam pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Disamping itu, kebijakan untuk pendidikan menengah diarahkan untuk perluasan dan pemerataan pendidikan menengah yang berkualitas. Kebijakan tersebut dilakukan untuk mempercepat ketersediaan SDM terdidik untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja yang terus berkembang, terutama pemanfaatan bonus demografi dan menyiapkan perdagangan

(5)

26

bebas di ASEAN. Berdasarkan hal-hal tersebut, arah kebijakan dan strategi pelaksanaan Program Wajib Belajar 12 Tahun adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan Wajib Belajar 12 Tahun dengan melanjutkan upaya untuk memenuhi hak seluruh penduduk mendapatkan layanan pendidikan dasar berkualitas untuk menjamin seluruh anak Indonesia tanpa terkecuali dapat menyelesaikan jenjang pendidikan dasar, melalui:

a. Peningkatan pelayanan pendidikan dasar bagi seluruh anak Indonesia, dengan pemberian peluang lebih besar bagi anak dari keluarga kurang mampu, di daerah pascakonflik, etnik minoritas dan di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T);

b. Penyediaan bantuan untuk anak dari keluarga kurang mampu untuk dapat mengikuti Program Indonesia Pintar pada pendidikan dasar yang dilaksanakan melalui Kartu Indonesia Pintar;

2. Memperkuat jaminan kualitas (quality assurance) pelayanan pendidikan melalui:

a. Pemantapan penerapan SPM untuk jenjang pendidikan dasar dan penerapan SPM jenjang pendidikan menengah sebagai upaya untuk mempersempit kesenjangan kualitas pelayanan pendidikan antar satuan pendidikan dan antardaerah;

b. Penguatan proses akreditasi untuk satuan pendidikan negeri dan swasta;

c. Peningkatan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dan satuan pendidikan untuk mempercepat pemenuhan SPM.

3. Meningkatkan pengelolaan dan penempatan guru, melalui:

a. Pengembangan kapasitas pemerintah kabupaten/kota untuk mengelola perekrutan, penempatan, dan peningkatan mutu guru secara efektif dan efisien;

b. Penegakan aturan dalam pengangkatan guru oleh pemerintah kabupaten/kota maupun oleh sekolah/madrasah berdasarkan kriteria mutu yang ketat dan kebutuhan aktual di kabupaten/kota;

c. Pemberian jaminan hidup dan fasilitas yang memadai bagi guru yang ditugaskan di daerah khusus dalam upaya pengembangan keilmuan serta promosi kepangkatan karir.

Pendidikan harus dapat diakses oleh setiap orang dengan tidak dibatasi oleh usia, tempat, dan waktu. Pemerintah harus menjamin keberpihakan kepada peserta didik yang

(6)

27

memiliki hambatan fisik, mental, ekonomi, sosial, ataupun geografis. Tercapainya target angka partipasi pendidikan mendorong pemerintah secara lebih spesifik memberikan afirmasi kepada daerah-daerah yang masih perlu peningkatan angka partisipasi. Secara khusus, pemerintah memberikan perhatian kepada daerah-daerah Terpencil, Tertinggal, Terdepan/Terluar (3T) yang merupakan kantung-kantung putus sekolah dengan menyediakan bantuan berupa sarana dan prasarana pendidikan serta menyelesaikan permasalahan keterbatasan guru dengan program “Sarjana Mendidik di Daerah 3T”.

Diterbitkannya SPM Pendidikan Dasar melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 15 Tahun 2010 yang selanjutnya diperbaharui dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2013 merupakan komitmen pemerintah pusat dalam menjaminpelaksanaan urusan wajib di bidang pendidikan dasar agar peningkatan akses pendidikan dilakukan bersamaan dengan peningkatan mutu layanan pendidikan. SPM ini dirancang sebagai jembatan dalam peningkatan mutu layanan pendidikan menuju kepada pemenuhan standar layanan pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Terlepas dari terbentuknya SPM Pendidikan untuk mencapai target pembangunan pendidikan yang berkualitas namun permasalahan pembangunan pendidikan masih terus ada beberapa di antaranya yaitu infrastruktur sekolah kurang memadai, termasuk yang diakibatkan oleh bencana, seperti di Kota Palu dan sekitarnya, Pulau Lombok dan sekitarnya, serta Kawasan Pesisir Selat Sunda. Secara umum masih banyak ruang kelas di sekolah Indonesia berada dalam kondisi rusak, baik rusak ringan, sedang maupun berat, seperti terlihat dari Gambar 4.2.

Gambar 4.2

(7)

28

Sumber: Renstra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2020-2024

Selain itu, Indonesia juga mengalami kekurangan fasilitas laboratorium dan perpustakaan. Hampir sepertiga dari sekolah di Indonesia belum memiliki perpustakaan.

Selain itu, laboratorium sebagai sarana pendukung pembelajaran berbagai mata pelajaran, seperti sains, juga kurang memadai dan kekurangan laboratorium tersebut mencapai 62,7%

(enam puluh dua koma tujuh persen) secara nasional. Kekurangan yang paling parah dialami oleh jenjang SMK - 80,5% (delapan puluh koma lima persen). Dengan demikian diperlukan pemenuhan fasilitas primer pembelajaran, yakni perpustakaan dan laboratorium. Di samping itu, lebih dari 40% (empat puluh persen) sekolah tidak memiliki akses internet, terutama pada jenjang SD. Angka penetrasi internet di sekolah paling rendah di wilayah Papua dan Maluku - tidak sampai seperempat dari total sekolah di wilayah ini memiliki akses internet (Renstra Kemdikbud 2020-2024).

Permasalahan lainnya ialah Kemendikbud menyadari bahwa masih terdapat kesenjangan kualitas pendidikan Pulau Jawa dengan pulau-pulau lainnya. Hal ini antara lain terlihat dari hasil penilaian Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI). AKSI mengukur kemampuan matematika, membaca, dan sains siswa Indonesia. Penilaian ini bersifat low stake karena skor AKSI tidak digunakan sebagai salah satu faktor penentu kelulusan atau kenaikan kelas, sehingga kajian yang berdasarkan skor AKSI diharapkan dapat memberikan gambaran sesungguhnya tentang kemampuan literasi dan numerasi siswa SD. Gambar 4.3 memperlihatkan distribusi nilai AKSI SMP pada tahun 2019.

(8)

29 Gambar 4.3

Distribusi Nilai AKSI Tahun 2019

Sumber: Renstra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2020-2024

Seperti ditunjukkan oleh Gambar 4.3, pengelompokan nilai AKSI berdasarkan pulau- pulau dan dua provinsi dengan nilai tertinggi (DKI Jakarta dan DI Yogyakarta) menunjukkan ketimpangan kualitas pendidikan secara geografis. Pulau -pulau di timur Indonesia seperti Sulawesi, Papua, Kepulauan Maluku, dan Kepulauan Nusa Tenggara menunjukkan kesenjangan yang tinggi dibandingkan dengan DKI Jakarta dan DI Yogyakarta dalam nilai AKSI. Permasalahan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan geografis, regulasi, dan tata kelola. Dari segi geografis, kepulauan Indonesia yang luas memiliki sebaran populasi yang tidak merata antara satu daerah dengan daerah lainnya. Di beberapa pulau kecil, sulit didirikan sekolah ataupun mendatangkan guru. Mobilitas guru antar daerah juga terbatas, seringkali terpusat di perkotaan dan pulau-pulau besar. Tidak banyak guru yang dapat ditempatkan di daerah 3T (tertinggal, terluar, dan terdepan). Dari segi regulasi, pemanfaatan berbagai program dukungan pemerintah untuk pemerataan mutu belum tepat guna dan tepat sasaran.

Dalam dokumen Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015-2019 terdapat tujuan dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai dalam upaya pembangunan pendidikan di Indonesia, beberapa di antaranya yaitu:

(9)

30

1. Sasaran 5 & 6 Tujuan 3 Peningkatan Akses PAUD, Dikdas, Dikmen, Dikmas, dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, peningkatan akses difokuskan pada ketersediaan serta keterjangkauan layanan pendidikan, khususnya bagi masyarakat yang terpinggirkan, arah kebijakan dan strategi : Memberikan pemenuhan hak terhadap pelayanan pendidikan dasar yang berkualitas adalah melanjutkan upaya untuk memenuhi hak seluruh penduduk mendapatkan layanan pendidikan dasar berkualitas melalui (i) penyediaan bantuan bagi siswa miskin melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP);

(ii) penanganan akses pendidikan, khususnya di daerah pascakonflik, etnik minoritas, masyarakat yang mengalami masalah sosial; serta di daerah tertinggal, terpencil, dan terluar (3T) dengan tetap mempertahankan kesetaraan gender; (iii) penyediaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus; (iv) penyediaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS); (v) pembudayaan/perluasan pendidikan yang inklusif dan berkelanjutan; dan (vi) penyediaan pendidikan kecakapan hidup/keterampilan adaptif sehingga anak dengan disabilitas dapat hidup lebih mandiri dan siap beradaptasi untuk berkarya dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Sasaran Strategis 7, 8, 9 dan 10 dari Tujuan 4: Peningkatan Mutu dan Relevansi Pembelajaran yang Berorientasi pada Pembentukan Karakter, peningkatan mutu pembelajaran dilaksanakan sesuai lingkup Standar Nasional Pendidikan untuk mengoptimalkan capaian wajib belajar 12 tahun, sehingga arah kebijakan dan strategi yang diperlukan; a) Melakukan penguatan jaminan kualitas (quality assurance) pelayanan pendidikan melalui cara (a) pemantapan penerapan SPM untuk jenjang pendidikan dasar; (b) peningkatan kapasitas pemerintah kabupaten dan kota dan satuan pendidikan untuk mempercepat pemenuhan SPM Pendidikan dasar; (c) penerapan SPM jenjang pendidikan menengah sebagai upaya untuk mempersempit kesenjangan kualitas pelayanan pendidikan antarsatuan pendidikan dan antardaerah; (d) pemenuhan Standar Nasional Pendidikan (SNP) secara bertahap jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah; dan (e) penguatan proses akreditasi untuk satuan pendidikan negeri dan swasta. b) Meningkatkan profesionalisme, kualitas, serta akuntabilitas guru dan tenaga kependidikan, melalui strategi: (a) penguatan sistem uji kompetensi guru dan tenaga kependidikan sebagai bagian dari proses penilaian hasil belajar siswa; (b) pelaksanaan penilaian kinerja guru dan tenaga kependidikan yang sahih, andal, transparan dan berkesinambungan; (c) peningkatan kual ifikasi akademik dan sertifikasi guru dan tenaga kependidikan dengan perbaikan desain program dan keselarasan

(10)

31

disiplin ilmu; Meningkatkan pengelolaan, khususnya dalam penempatan guru dan tenaga kependidikan, dilaksanakan melalui strategi: (a) pengembangan kapasitas pemerintah kabupaten dan kota untuk mengelola perekrutan, penempatan dan peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien; pemberian jaminan hidup dan fasilitas yang memadai bagi guru dan tenaga kependidikan yang ditugaskan di daerah khusus (3T) dalam upaya pengembangan keilmuan serta promosi kepangkatan karier.

4.1.2 Strategi Pembangunan Pendidikan di Daerah 3T Indonesia

Pembangunan Pendidikan di Daerah 3T menjadi upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Pengkategorian daerah 3T merupakan strategi pemerintah dalam meninjau permasalahan tiap-tiap daerah di Indonesia, kategori daerah 3T ialah daerah yang memiliki pembangunan cukup tertinggal dari daerah lainnya, selain itu juga kategori wilayah tertinggal dapat dilihat dari beberapa hal seperti, sarana prasarana (infrastruktur), sumber daya manusia, aksesbilitas dan perekonomian daerah. Terdapat akses transportasi sulit di jangkau (tidak memiliki jalan raya yang memadai), terbatasnya sarana prasarana (tidak ada pembangunan infrastruktur) seperti, sulitnya mendapatkan fasilitas listrik, pelayanan kesehatan, fasilitas informasi dan komunikasi, saran air bersih dan fasilitas pendidikan. Melihat permasalahan pada daerah khusus ini, pemerintah berupaya membentuk berbagai program dalam upaya membangunan daerah 3T khususnya di bidang pendidikan.

Banyak daerah di Indonesia yang di kategorikan daerah 3T, salah satunya di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di NTT terdapat cukup banyak daerah yang masuk dalam kategori daerah 3T dilihat dari masih banyak tempat yang memiliki pembangunan yang jauh dari daerah lainnya secara khusus pada bidang pendidikan. Dari banyaknya daerah tersebut, Pulau Salura menjadi salah satunya. 1Menurut hasil wawancara bersama bapak Kepala Bidang PKLK (Pendidikan Khusus Layanan Khusus) Dinas Pendidikan Provinsi NTT, mengatakan bahwa permasalahan pendidikan di NTT cukup kompleks. Secara makro pembangunan pendidikan di NTT memiliki tantangan dengan masih jauh tertinggal dari

1Wawancara dilaksanakan pada tanggal 21/07/2021 melalui aplikasi WhatsApp

(11)

32

daerah lainnya, kesulitan yang dialami oleh NTT ialah topografi dan struktur wilayah Indonesia yang terdiri dari kepulauan menghambat upaya pembangunan pendidikan, banyak daerah juga masih sangat terpencil untuk mencapai daerah tersebut butuh perjalanan panjang dan terdapat kendala pada ketersediaan transportasi juga, selain itu faktor budaya juga sangat mempengaruhi dimana masyarakat NTT masih minim pengetahuan akan pentingnya menyekolahkan anak-anak. Di Pulau Salura yang menjadi tantangan menurut bapak kabid PKLK ialah terkait ketersediaan sarana prasarana dan tidak tersedianya sekolah menengah atas sehingga anak didik tidak dapat melanjutkan pendidikan di wilayah ini. Oleh karena itu, tujuan pembangunan daerah 3T ialah agar daerah ini memiliki perkembangan yang sama dengan daerah lainnya khususnya pada pendidikan semua anak di daerah 3T bisa mendapatkan pendidikan yang layak sama dengan daerah lainnya. Upaya pemerintah pusat dan Dinas Pendidikan Provinsi NTT ialah dengan pembangunan sarana prasarana pendidikan, penyediaan transportasi, dan pembukaan askes jalan sampai ke daerah pelosok-pelosok terpencil yang selama ini terisolasi. Selain itu, Dinas Pendidikan melakukan sosialisasi program bagi siswa-siswi berprestasi untuk melanjutkan sekolah di daerah perkotaan dimana proses seleksi dan pendanaan bersama dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Di Pulau Salura juga dijalankan program afirmasi pendidikan menengah (ADEM) dimana siswa lulusan SMP yang tidak mampu namun memiliki prestasi akademik dapat tergabung dalam program tersebut dan bisa memilih sekolah favorite sesuai dengan minat. Program seperti ini diupayakan dapat membantu pembangunan pendidikan di daerah 3T khususnya di Pulau Salura.

Selanjutnya juga terdapat beberapa program yang dijalankan oleh pemerintah pusat sebagai bentuk upaya pembangunan pendidikan daerah 3T, beberapa diantaranya yaitu:

1. Program Guru Garis Depan (GGD)

Untuk memenuhi kebutuhan guru yang ada di daerah, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menjalankan beberapa layanan program afirmasi. Salah satunya ialah Program Guru Garis Depan (GGD), program ini dilakukan sebagai upaya untuk memeratakan akses pendidikan dengan meningkatkan ketersediaan tenaga pendidik di daerah 3T. Program GGD angkatan pertama telah mengirimkan 798 guru profesional ke 28 kabupaten di daerah 3T yang tersebar di empat provinsi. Keempat provinsi tujua n

(12)

33

program GGD tersebut yaitu Provinsi Aceh, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Papua Barat (Kemendikbud,l 2017). Pada tahun 2017, Kemendikbud merekrut 6.296 guru hasil dari seleksi program GGD 2016 dan program GGD 2018 akan melibatkan guru honorer bergelar sarjana yang sudah mengabdi di sekolah-sekolah 3T. Rencana Perekrutan 17.000 GGD itu sedang dibahas intensif dengan kementerian dan lembaga terkait, yaitu Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi serta Badan Kepegawaian Negara. Program GGD mendapat dukungan dan komitmen dari pemerintah daerah. dimana gaji untuk para GGD berasal dari APBD masing-masing kabupaten.

Program ini diharapkan dapat menunjang ketersediaan guru di Indonesia terlebih dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Program ini juga secara khusus di fokuskan pada daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal) di karenakan pada daerah ini memiliki permasalahan pendidikan yang kompleks, satu dari sekian banyaknya permasalahan atau tantangan ialah terkait ketersediaan guru dan kualitas guru yang masih minim. Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi salah satu provinsi yang memiliki kategori daerah 3T, Pulau Sumba merupakan bagian di antaranya khususnya Kabupaten Sumba Timur.

Program GGD ini di jalankan di Kabupaten Sumba Timur, pada studi kasus yang ingin di analisis penulis yakni Pulau Salura, tenaga pendidik dari program GGD juga terdapat disana. Menurut wawancara via telepon oleh penulis terhadap Kepala Sekolah SMP Negeri Satap Salura, bahwa sekolah ini juga mendapatkan guru dari program GGD ini. Sehingga untuk pulau Salura program ini sangat di rasakan dan berdampak bagi siswa/siswi di sana.

Pada SMP N Satap Salura memiliki jumlah anak didik yang cukup sedikit sehingga ketersiadaan guru dapat mencukupi, namun memiliki keterbatasan pada distribusi guru mata pelajaran. Guru di sekolah ini masih memiliki tanggung jawab ganda dalam artian seorang guru tidak hanya mengajar pada satu mata pelajaran yang dikuasai namun terdapat beberapa mata pelajaran yang menjadi tanggung jawab. Hadirnya guru GGD diketahui sangat membantu sekolah-sekolah di Pulau Salura dalam menunjang proses belajar mengajar hingga memotivasi anak didik.

2. Progam Sarjana Mengajar Daerah 3T (SM3T)

Program SM-3T adalah Program Pengabdian Sarjana Pendidikan untuk berpartisipasi dalam percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T selama satu tahun sebagai persiapan pendidik profesional yang akan dilanjutkan dengan Program Pendidikan Profesi

(13)

34

Guru. Program ini di harapkan dapat membantu meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan didaerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal). Berikut merupakan beberapa tujuan program pengabdian ini, yaitu:

 Membantu daerah 3T dalam mengatasi permasalahan pendidikan terutama kekurangan tenaga pendidik.

 Memberikan pengalaman pengabdian kepada sarjana pendidikan sehingga terbentuk sikap profesional, cinta tanah air,

 Bela negara, peduli, empati, terampil memecahkan masalah kependidikan, dan bertanggung jawab terhadap kemajuan bangsa, serta memiliki jiwa ketahanmalangan dalam mengembangkan pendidikan pada daerah-daerah tergolong 3T.

 Menyiapkan calon pendidik yang memiliki jiwa keterpanggilan untuk mengabdikan dirinya sebagai pendidik profesional pada daerah 3T.

 Mempersiapkan calon pendidik profesional sebelum mengikuti Program Pendidikan Profesi Guru (PPG).

Pada program SM3T para sarjana yang akan melaksanakan pengabdian akan di berikan arahan ruang lingkup kerja sebagai berikut: 1) Melaksanakan tugas pembelajaran pada satuan pendidikan sesuai dengan bidang keahlian dan tuntutan kondisi setempat. 2) Mendorong kegiatan inovasi pembelajaran di sekolah. 3) Melakukan kegiatan ekstra kurikuler. 4) Membantu tugas-tugas yang terkait dengan manajemen pendidikan di sekolah. 5) Melakukan pemberdayaan masyarakat untuk mendukung program pembangunan pendidikan di daerah 3T. 6) Melaksanakan tugas sosial kemasyarakatan.

Kabupaten Sumba Timur turut menjadi bagian dalam pelaksanaan program ini, khususnya di Pulau Salura dengan permasalahan dan berbagai tantangan bidang pendidikan, adanya bantuan tenaga pendidik melalui program SM3T ini menunjukkan upaya pemerintah membangun pendidikan di daerah ini. Program ini juga dijalankan dengan sangat baik di Pulau Salura, sekolah-sekolah di Pulau Salura merasa sangat terbantu dalam menjalankan proses belajar mengajar dan memotivasi anak didik.

4.2 Pembangunan Bidang Pendidikan Kabupaten Sumba Timur 4.2.1 Kebijakan Pendidikan di Kabupaten Sumba Timur

(14)

35

Kebijakan Sumba Timur terkait pembangunan pendidikan dapat diketahui melalui visi dan misi bupati tahun 2016-2021 berdasarkan pada visi misi selanjutnya terbentuk target dan sasaran prioritas. Visi yang hendak dicapai adalah “Terwujudnya Masyarakat Sumba Timur Yang Makin Produktif, Responsif, Adil, Kreatif, Terpadu, Inovatif dan Sejahtera (Paktis)”. Dalam penetapan misi pembangunan Kabupaten Sumba Timur terdapat empat misi pembangunan sebagai perencanaan pembangunan daerah sebagai berikut;

1) Mewujudkan peningkatan ekonomi wilayah yang tangguh dan mandiri berbasis pendapatan rumah tangga

2) Mewujudkan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang maju dan berdaya saing dengan mengedepankan keadilan berbasis tata nilai dan budaya lokal

3) Mewujudkan peningkatan infrastruktur pembangunan daerah dalam upaya meningkatkan perkembangan wilayah untuk mendorong potensi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat secara lanjutan

4) Mewujudkan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang mengedepankan nilai-nilai sosial keagamaan, penegakan hukum dan HAM, kesetaraan gender, perlindungan anak serta demokratis dalam pembangunan daerah.

Pada misi yang kedua, dalam upaya peningkatan kualitas SDM terdapat tujuannya salah satunya yaitu meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pelayanan publik pada bidang pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya yang merata dan terjangkau bagi seluruh masyarakat. Unutk mengimplementasi misi tersebut maka diperlukan realisasi dengan membentuk tujuan, sasaran, strategi dan arah kebijakan. Adapun berikut tabel deskripsi tujuan, sasaran, strategi, dan arah kebijakan:

Tabel 4.1

Strategi, Arahan dan Kebijakan Kabupaten Sumba Timur

Tujuan Sasaran Strategi Arah Kebijakan

(15)

36 Meningkatkan

kualitas layanan pendidikan

1. Menurunkan angka buta aksa

1. Meningkatkan minat

baca tulis

(CALISTUNG)

1). Memberikan pelayanan pendidikan anak usia dini (PAUD) 2). Memberikan pendidikan gratis

2. Mengembangkan sarana dan prasarana CALISTUNG

1). Membangun taman baca atau perpustakaan gratis

2. Meningkatkan angka

partisipasi pendidikan

1. Memperluas akses pendidikan bagi masyarakat

1). Wajib belajar sembilan tahun dan skema pendidikan gratis

2. Meningkatkan

pelayanan sarana dan prasarana pendidikan

2). Meningkatkan ketersediaan sarana dan Prasarana pendidikan baik kualitas dan kuantitas 3. Meningkatkan

kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan

1. Meningkatkan penyuluhan pendidikan

1). Melakukan penyuluhan dengan mengadakan metode CALISTUNG yang dapat diterima oleh masyarkat 2. Meningkatkan

program peran serta masyarakat dalam pendidikan

berkelanjutan

2). Pembentukan kelompk belajar

4. Meningkatkan kuantitas dan kualitas guru

1. Meningkatkan

kualifikasi tenaga

pendidik dan

kependidikan melalui pendidikan lanjut, setifikasi guru, pelatihan dan workshop

1). Meningkatnya profesionalisme guru dan pengawas sekolah

Pada penjabaran kebijakan tabel 4.1, bahwa pembangunan bidang pendidikan menjadi prioritas bagi pemerintah daerah Kabupaten Sumba Timur. Berdasarkan sasaran, strategi dan arah kebijakan pembangunan pendidikan Kabupaten Sumba Timur, upaya pembangunan pendidikan berkualitas terus dilakukan dengan mengoptimalkan setiap tantangan dan permasalahan pendidikan yang ada di Sumba Timur.

(16)

37

Berdasarkan pada dokumen RPJMD 2016-2021 dan RKPD kabupaten Sumba Timur, untuk memaksimalkan pembangunan pendidikan juga dilakukan dengan mengidentifikasi potensi dan permasalahan daerah menggunakan analisis Kekuatan (S), Kelemahan (W), Peluang (O), dan Ancaman (T). Identifikasi SWOT ini pada pengembangan kualitas pendidikan di Kabupaten Sumba Timur sebagai berikut, jika pada Kekuatan (S) tersedianya gedung sekolah jenjang SD-SMA dengan jumlah memadai, tersedianya buku-buku pelajaran di sekolah dengan jumlah yang memadai, dan ketersediaan guru-guru yang mencukupi kuantitas. Lalu, yang menjadi kelemahan (W) ialah minimnya akses pelayanan pendidikan bagi anak usia dini, tingginya angka buta akasara dan belum optimalnya pelaksanaan program pendidikan minimal sembilan tahun bagi masyarakat, minimnya jumlah guru yang berkualifikasi pendidikan sarjana dan bersertifikasi, dan masih minimnya partipasi pihak swasta dalam pengembangan pengelolaan pendidikan. Selanjutnya pada peluang (O), pendidikan di Sumba Timur memiliki banyak peluang beasiswa studi lanjut dari pemerintah pusat, adanya program serftifikasi kompetensi guru yang di tetapkan pemerintah nasional melalui Permendikbud Nomor 62 Tahun 2013. Selanjutnya, yang menjadi ancaman (T) ialah pembangunan gedung-gedung sekolah baru masih mengikuti pola pembangunan nasional dan partisipasi tenaga guru lebih banyak memilih penempatan di daerah yang lebih maju. Identifikasi ini bertujuan agar pemerintah daerah lebih mampu melihat kekuatan pembangunan, mengoptimalkan peluang, meminimalkan kelemahan yang ada serta mengatasi ancaman.

Berdasarkan pada dokumen Rencana Kerja (Renja) Dinas Pendidkan, dalam merealisasikan tujuan, strategi dan arah kebijakan tersebut, Dinas Pendidikan Kab. Sumba Timur melaksanakan beberapa program seperti, upaya meningkatkan APM/APK pemerintah menyediakan sarana prasarana penunjang pendidikan dengan melakukan pembangunan perpustakan sekolah, adanya pengadaan mebeuler sekolah dan pembangunan Lab. IPA untuk sekolah menengah di Sumba Timur. Lalu dilaksanakan program peningkatkan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan dengan adanya pelakasanaan sertifikasi pendidikan, pengembangan mutu dan kualitas program pendidikan dan pelatihan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dan pembinaan kelompok kerja guru (KKG). Untuk mengurangi angka buta aksara pemerintah melaksanakan program pendidikan non formal seperti adanya kegiatan pembinaan pendidikan kursus dan kelembagaan dan kegiatan pengembangan pendidikan keaksaraan (KF) dasar. Selanjutnya,

(17)

38

upaya meningkatnya penyelenggaraan pendidikan dasar yang merata bagi mastarakat sumba timur dengan melaksanakan program peningkatan kapasitas penerapan SPM Dinas Pendidikan. Keseluruhan program tersebut sebagai bentuk perealisasian dari tujuan, strategi dan arah kebijakan pembangunan pendidikan di Sumba Timur.

Pembangunan pendidikan berkualitas di Kabupaten Sumba Timur dilakukan dengan mengimplentasikan tujuan pembangunan tersebut yang dalam pelaksanaannya seluruh sasaran hingga strategi harus dicapai untuk keberlanjutan pembangunan pendidikan yang lebih baik. Dalam dokumen RPJMD 2016-2021 Sumba Timur, upaya pembangunan daerah dalam bidang pendidikan diselaraskan dengan rencana global seperti, Millenium Development Goals (MDGs) dan Sustainable Development Goals (SDGs). Secara spesifik pada isu MDGs terkait pada poin ke-2 yaitu mencapai pendidikan dasar untuk semua, semua yang dimaksud ialah pendidikan yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat tanpa membedakan latar belakang seperti jenis kelaminn, agama, dsb. Pada tujuan SDGs terdapat pada tujuan ke-4 yaitu menjamin pendidikan yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong kesempatan belajar seumur hidup bagi semua orang. Isu rencana global dalam pembangunan nasional ini yang menjadi salah satu landasan dalam perumusan RPJMD Kabupaten Sumba Timur sebagai acuan pembangunan daerah.

4.2.2 Kondisi Eksisting Pembangunan Pendidikan di Kabupaten Sumba Timur Pembangunan Pendidikan di Kabupaten Sumba Timur menjadi salah satu fokus dalam visi dan misi RPJMD 2016-2021. Sehingga kondisi pendidikan di Sumba perlu dilihat lebih jauh dari tantangan dan permasalahan hingga solusi. Kondisi pendidikan di Sumba Timur memiliki tantangan dan permasalahan yang cukup kompleks. Beberapa permasalahan tersebut di antaranya ialah pada kualitas dan kuantitas tenaga pendidik yaitu ketersediaan guru berdasarkan bidang studi yang belum merata, belum meratanya distribusi guru pada semua jenjang pendidikan, angka kualifikasi guru dengan pendidikan S1/DIV sebesar 65,38% tahun 2018. Permasalahan lainnya pada fasilitas atau sarana prasarana yang belum terpenuhi secara seimbang pada semua jenjang pendidikan, masih banyak kondisi ruang kelas yang tidak dalam keadaan layak digu nakan, banyak sekolah- sekolah yang masih belum tersedia fasilitas laboratorium dan perpustakaan. Namun, ketersediaan sekolah pada semua tingkatan sudah memadai, menurut data pada jenjang TK/RA terdapat 49 unit, pada jenjang SD/MI/PBL terdapat 263 buah, pada jenjang

(18)

39

SLTP/MTS berjumlah 78 buah, dan SLTA/SMK berjumlah 32 buah sekolah, berdasarkan pada data secara kuantitas sudah banyak sekolah yang tersedia di Sumba Timur namun yang menjadi tantangan ialah belum tersebar secara merata dan menjangkau daerah terpencil.

Permasalahan ketiga ada pada budaya masyarakat Sumba Timur yang berpandangan bahwa pendidikan tidak menjadi faktor utama dalam menjamin kehidupan masyarakat.

Hal ini didukung dengan masih banyak siswa/siswi yang putus sekolah, menurut data angka putus sekolah ini dari tahun 2016 pada tingakatan SD/MI sebesar 0,08% dan tingkatan SMP/MT sebesar 0,10%, lalu pada tahun 2019 sebesar 0,001% untuk tingkatan SD/MI dan 0,04% untuk tingkatan SMP/MTs. Partisipasi sekolah di atas 15 tahun juga masih rendah hal ini dapat di lihat dari banyak tamatan SMA yang tidak melanjutkan ke pendidikan tinggi, dan banyaknya tamatan SMP yang tidak melanjutkan ke pendidikan menengah, salah satu penyebabnya ialah pola pikir masyarakat yang beranggapan bahwa pendidikan yang baik tidak di butuhkan. Ideologi seperti ini bertkembang dalam masyarakat khususnya para orang tua yang masih berpegang teguh pada prinsip jaman dahulu bahwa pada masa remaja anak tidak perlu melanjutkan sekolah yang dibutuhkan ialah anak harus segera menikah dan berumah tangga. Selanjutnya, jumlah anak yang mengikuti PAUD masih rendah sementara itu pendidikan anak sejak dini dangat dibutuhkan dalam membentuk karakter anak.

Dari permasalahan tersebut dibentuklah strategi untuk menjawab setiap permasalahan, dari arah kebijakan yang telah dideskripsikan dalam poin sebelumnya berdasarkan data yang ada pada RPJMD 2016-2021 berikut merupakan indikator kerja (outcome) yang telah dicapai oleh pemerintah daerah Kabupaten Sumba Timur dalam upaya pembangunan pendidikan berkualitas.

Tabel 4.2

Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Kabupaten Sumba Timur Sasaran Strategi Arah Kebijakan Indikator Kerja

(outcome)

Capaian Kerja Kond

isi Awal

Kond isi Akhir

(19)

40 Mengurangi

angka buta aksara

1. Meningkatkan minat baca, tulis dan hitung

(CALISTUNG )

1. Memberikan pelayanan pendidikan usia dini (PAUD)

1. Meningkatkan

Pendidikan Anak Usia Dini (%)

58 90

2. Meningkatnya Jumlah PAUD pada tahun 2020 (buah)

211 312

3. Meningkatnya

kualitas mutu sarana dan prasarana penyelenggaraan PAUD

258 331

2. Memberikan pendidikan gratis

1. Menurunnya Angka Buta Aksara (%)

12,69 2

2. Meningkatnya

persentase Angka Melek Huruf (%)

87,31 98

Meningkatk an angka partisipasi pendidikan

1. Memperluas akses

pendidikan bagi

masyarakat

1. Wajib belajar 9 tahun dan skema

pendidikan gratis

1. Meningkatkan Indeks Pembangunan

Manusia (%)

0,62 0,67

- Angka Partisipasi

Murni (APM)

SD/MI/Paket A (%)

93 96

- Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI/Paket A (%)

117,8 6

120,5

- Angka Partisipasi

Murni (APM)

SMP/MTs/Paket B (%)

59 62,25

- Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs/Paket B (%)

91,04 94

- Angka Putus Sekolah (APS) SD/MI (%)

0,09 - - Angka Putus Sekolah

(APS) SMP/MTs (%)

0,12 - - Angka Kelulusan (AL)

SD/MI (%)

99,67 99,97 - Angka Kelulusan (AL)

SMP/MTs (%)

99,65 99,75 - Guru yang memenuhi

kualifikasi S1/D-IV (%)

51 61,5

(20)

41 2. Meningkatka

n pelayanan sarana dan prasarana pendidikan

1. Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan baik kualitas maupun

kuantitas

1. Tersedia satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki yaitu maksimal 3 km untuk SD/MI dan km untuk SMP/MTs dari kelompok permukiman permanen di daerah terpencil (%).

100 100

- Jumlah SMP/MTs yang memiliki ruang laboratorium IPA yang dilengkapi dengan meja dan kursi untuk 36 peserta didik (%)

8 18

- Jumlah SMP/MTs yang memiliki satu set peralatan praktek IPA untuk demonstrasi dan eksperimen peserta didik (%)

8 19

- Jumlah SD/MI yang memiliki satu ruang guru dan dilengkap dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru, kepala

sekolah/madrasah dan staf kependidikan lainnya (%)

3 13

- Jumlah SMP/MTs yang memiliki satu ruang guru dan dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru dan staf kependidikan lainnya (%)

27 38

Meningkatk an

kesadaran masyarakat akan

1. Meningkatka n penyuluhan pendidikan

1. Melakukan penyuluhan dengan mengadakan metode

1. Mengembangkan kurikulum bahan ajar

dan model

pembelajaran

pendidikan non-

10 22

(21)

42 pentingnya

pendidikan

CALISTUNG yang dapat diterima oleh masyarakat

formal dan pendidikan keaksaraan (PKMB)

2. Meningkatka n program peran serta masyarakat dalam pendidikan berkelanjutan

1. Pembentu kan kelompok belajar

1. Jumlah SD/MI yang semua rombongan belajarnya tidak melebihi 32 orang (%)

38 56

Meningkatk an kuantitas dan kualitas guru

1. Meningkatka n kualifikasi tenaga

pendidik dan kependidikan melalui pendidikan lanjut, sertifikasi guru,

pelatihan dan workshop

1. Meningkatnya profesionalism e guru dan pengawas sekolahan

1. Jumlah SD/MI yang memiliki dua orang guru yang memenuhi kualifikasi akademik S1 atau D-IV (%)

68 100

2. Jumlah SD/MI yang memiliki dua orang guru yang telah memiliki sertifikat pendidik (%)

53 100

3. Jumlah SMP/MTs yang memiliki guru dengan kualifikasi S1 atau D-IV = 70%

(untuk daerah khusus

= 40%) (%)

73 100

4. Jumlah SMP/MTs yang memiliki guru dengan kualifikasi S1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik = 35%

(untuk daerah khusus

= 20%) (%)

29 80

(22)

43

5. Disetiap SMP/MTs yang memiliki guru dengan kualifikasi akademik S1 atau D- IV dan telah memiliki sertifikat pendidik, masing-masing 1 (satu) orang untul mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan PKn (%)

- 55

6. Peningkatan

Kualifikasi dan Kompetensi Guru

462 628

Sesuai dengan tabel 4.2, strategi dan kebijakan pembangunan pendidikan kabupaten Sumba Timur berfokus pada empat sasaran yaitu mengurangi angka buta aksara dengan mengoptimalkan pemberian layanan pendidikan anak usia dini (PAUD) dan pendidikan gratis, meningkatkan angka partisipasi sekolah dengan meninjau angka partisipasi kasar dan murni juga angka kelulusan dan angka putus sekolah, memberikan edukasi pada masyarakat akan pentingnya pendidikan dengan membentuk kelompok belajar, dan meningkatkan kuantitas dan kualitas guru melalui pendidikan lanjut, sertifikasi, workshop atau pelatihan. Keseluruhan strategi ini berdasarkan pada data indaktor kerja dan capaian kerja mengalami peningkatkan dari tahun 2016 hingga 2020. Upaya pemerintah daerah Kabupaten Sumba Timur dalam meningkatkan kualitas pendidikan dapat terjawab dari data tersebut. Angka partisipasi, angka kelulusan, dan angka putus sekolah sebagai data mendasar dalam mengukur ketercapaian pembangunan pendidikan di Sumba Timur. Data menunjukkan bahwa angka partisipasi dan angka kelulusan mengalami peningkatan sedangkan untuk angka putus sekolah belum terdapat data yang menunjukkan penurunan angka sehingga dibutuhkan upaya pemerintah untuk berfokus pada mengurangi angka putus sekolah. Tabel diatas merupakan data awal dalam menunjukkan kondisi pembangunan pendidikan di Sumba Timur yang terbilang mengalami peningkatan yang signifikan pada beberapa indikator.

4.2.3 Pembangunan Bidang Pendidikan di Pulau Salura

(23)

44

Pulau Salura merupakan Pulau terluar yang berada di Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pulau ini berdasarkan pada letak geografis berbatasan laut dengan negara Australia, di butuhkan waktu minimal satu jam menggunakan perahu nelayan untuk bisa sampai ke Pulau Salura dari ujung selatan Kabupaten Sumba Timur yaitu Desa Praimadita, Dusun Katundu. Perjalanan dari kota Waingapu hingga tiba di Kecamatan Karera membutuhkan waktu sekitar empat jam, sehingga untuk menjangkau Pulau Salura harus melalui perjalanan panjang. Kondisi jalan juga tidak dalam kondisi layak menjadi tantangan saat berkunjung ke pulau ini, jika pada musim hujan kondisi jalan menjadi sangat licin sehingga menjadi rawan tejadi kecelakaan hal ini di jelaskan oleh bapak Busairi selaku kepala sekolah SMP N SATAP Pulau Salura.

Di pulau Salura terdapat dua sekolah, satu sekolah dasar yakni SD INPRES Pulau Salura dan satu sekolah menengah yaitu SMP N SATAP Pulau Salura. Penulis telah melakukan wawancara dengan kedua kepala sekolah untuk mengetahui keadaan sekolah- sekolah di pulau Salura dan juga pengembangan pendidikan di pulau Salura. 2Berdasarkan pada hasil wawancara bersama bapak kepala sekolah SMP N SATAP Pulau Salura, beliau mengatakan bahwa upaya pembangunan pendidikan di Pulau Salura dibagi menjadi dua yakni pembangunan fisik dan pembangunan sumber daya manusia. Untuk saat ini pembangunan fisik bagi SMP Pulau Salura sedang berlangsung, dimana adanya pembangunan atau rehabilitasi ruang kelas, ruang guru, bahkan rumah dinas guru/kepala sekolah sedang dijalankan. Selanjutnya, untuk pembangunan sumber daya manusia bidang pendidikan, pada SMP Pulau Salura setiap tahunnya mendapatkan bantuan tenaga pendidik dari program SM3T (Sarjana Mengajar Daerah 3T) yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk membangunan pendidikan di daerah 3T. Program ini berlangsung di pulau Salura sejak tahun 2011-2017 dan sudah terdapat enam angkatan SM3T yang berhasil dilaksanakan di pulau salura. Program lainnya adalah program GGD (Guru Garis Depan) yang hingga saat ini di SMP N SATAP Pulau Salura masih terdapat satu tenaga pendidik dari program GGD. Selain kedua program yang di jalankan oleh pemerintah Indonesia, terdapat juga program lainnya seperti program dari organisasi GEN (Generasi Emas Nusantara), organisasi ini melakukan pengabdian di pulau salura selama kurang

2 Wawancara dilaksanakan pada tanggal 25/06/2021 secara online melalui telepon seluler

(24)

45

lebih 3-6 bulan pada tahun 2015 dan 2017, kehadiran orgnasiasi ini membantu dalam menyediakan tenaga pendidik bagi anak-anak di Pulau Salura. Selain itu, upaya pembangunan pendidikan juga di lakukan oleh pemerintah pusat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), yaitu berupa alat IT seperti laptop sebanyak 15 perangkat dan infokus, bantuan ini sebagai bentuk realisasi dari perwujudan program digitalisasi sekolah.

Menurut bapak Busairi, pembangunan fisik di sekolah-sekolah di pulau Salura ini sangat membantu meningkatkan kualitas pendidikan, kondisi sarana prasarana pendidikan menjadi salah satu penunjang untuk mencapai pembangunan pendidikan yang berkualitas.

Dengan dibangunnya gedung perpustakaan hal ini mendukung anak didik untuk termotivasi belajar dan meningkakan kemampuan literasi, juga pembangunan rumah dinas guru mendukung para guru untuk termotivasi mengajar didukung oleh kondisi fasilitas yang memadai. Di SMP N Satap Pulau Salura terdapat tiga rombongan belajar (rombel) dengan satu rombel berjumlah paling banyak 24 siswa. Untuk jumlah siswa berdasarkan usia, usia 6-12 tahun sebanyak empat orang, usia 13-15 sebanyak 43 orang dan usia 16-20 tahun sebanyak tujuh orang dan total keseluruhan siswa berdasarkan usia anak sekolah berjumlah 54 siswa. Kondisi ruang kelas juga sudah tercukupi dan ini menjadi awal terciptanya suasana belajar yang nyaman bagi siswa/i. Menurut data pokok pendidikan dan profil SMP N Satap Pulau Salura, sekolah ini memiliki empat ruang kelas dengan kondisi tingkat kerusakan sebesar 40% untuk dua ruang kelas dan 3% untuk dua ruang kelas lainnya. Di sekolah ini juga terdapat satu perpustakaan dengan tingkat kerusakan 0%

karena gedung ini baru saja dibangun. Untuk fasilitas sanitasi terdapat tiga WC dengan satu WC guru, satu WC siswa laki-laki dan satu WC siswa perempuan dengan tingkat kerusakan ketiga WC tersebut sebesar 56,3%.

Bapak Busairi menceritakan keadaan sebelumnya dimana berdasarkan ketersediaan sarana pra-sarana sekolah SMP N SATAP Pulau Salura sangat kurang memadai, yang mana SMP ini hanya memiliki dua ruang kelas sedangkan terdapat tiga rombongan belajar sehingga terdapat ruang kelas yang harus disekat. Hal ini mengakibatkan ketidaknyamanan dalam proses belajar mengajar, kondisi ruang kelas juga menjadi tidak kondusif dan proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal. Namun saat ini pembangunan fisik sudah berjalan dengan sangat baik, kebutuhan gedung dan buku

(25)

46

sebagai sarana prasarana belajar sudah mencukupi di pulau Salura. Upaya pembangunan ini dilakukan oleh pemeritah daerah Sumba Timur untuk menunjukkan pembangunan pendidikan di Pulau Salura menjadi prioritas pemerintah.

Selanjutnya, SMP N Satap Pulau Salura berdasarkan pada kebutuhan tenaga pendidik sekolah ini masih membutuhkan guru dikarenakan masih banyak mata pelajaran yang tidak memiliki guru tetap, berdasarkan rasio guru dan rasio siswa sudah mencukupi namun untuk ketersediaan guru mata pelajaran masih sangat di butuhkan. Dari sepuluh mata pelajaran yang ada guru yang tersedia hanya berjumlah lima orang, keadaan ini mengakibatkan seorang guru harus mengajar lebih dari satu mata pelajaran dan ini juga mengakibatkan guru tidak bisa mengajar sesuai pada keahlian atau bidangnya. Sedangkan, untuk kualifikasi guru berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Busairi dan sesuai dengan data pokok pendidikan dan profil SMP, seluruh guru pada SMP Pulau Salura sudah sesuai dengan kualifikasi dengan pendidikan terakhir sarjana dan dari empat orang guru dan satu kepala sekolah sudah terdapat dua orang yang bersertifikasi. Dari empat guru terdapat tiga orang guru berstatus honorer dan satu berstatus PNS.

Tantangan pendidikan di Pulau Salura lainya berasal dari faktor budaya yaitu kesadaran masyarakat akan pentingnya berpendidikan. Menurut Bapak Busairi, dahulu masih banyak siswa yang lebih mementingkan untuk mengikuti orang tua melaut, hal ini menunjukkan faktor budaya sangat penting dalam mendukung partisipasi pendidikan juga peran orang tua penting dalam mendorong anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang baik.

Tantangan ini memang tidak bisa dihindari namun hingga saat ini anak-anak di Pulau Salura sudah mulai menyadari pentingnya pendidikan dengan memiliiki semangat belajar yang besar. Hadirnya guru-guru turut berperan aktif dalam mendorong anak-anak untuk lebih giat lagi belajar, adanya program GGD juga sangat membantu dalam membangkitkan semangat belajar anak didik di Pulau Salura. Oleh karena itu, saat ini keinginan anak didik untuk bolos sekolah sudah sangat berkurang dan keinginan untuk tekun dalam belajar yang terus meningkat. Data angka kelulusan anak tiap tahun menurut Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) Dinas Pendidikan di sekolah-sekolah di Pulau Salura telah mencapai angka yang memuaskan yaitu 100%. Tantangan lainnya ialah terkait jaringan yang masih sulit dijangkau hal ini cukup menyulitkan para guru dan kepala sekolah yang mana harus terus terhubung secara daring dengan informasi bidang pendidikan. Untuk itu,

(26)

47

pembangunan Base Transceiver Station (BTS) di pulau Salura akan mulai di jalankan pada tahun 2021 ini.

Pada Sekolah Dasar di Pulau Salura, 3berdasarkan hasil wawancara dengan bapak kepala sekolah SD Inpres Pulau Salura terdapat beberapa program dan organisasi yang dilaksanakan dalam upaya pembangunan pendidikan. Pertama, dengan adanya program GGD dan terdapat seorang guru yang mulai bertugas pada tahun 2018 hingga tahun 2020 berakhir masa kerja di SD Inpres Pulau Salura. Lalu untuk program SM3T terakhir dijalankan di SD Pulau Salura pada tahun 2014. Program lainnya juga ada dari organisasi GEN (Generasi Emas Nusantara) yang dilaksanakan pada tahun 2017 dan selama delapan bulan mengabdi di pulau Salura. Program INOVASI juga dilaksanakan di Pulau Salura melalu pelaksanaan pelatihan bagi guru kelas awal yakni kelas 1-3. Keseluruhan program yang di jalankan di SD Pulau Salura berdasarkan hasil wawancara bersama bapak Kepala Sekolah SD Inpres Pulau Salura bahwa program tersebut sangat membantu dalam meningkatkan mutu pendidikan anak, mengisi ketersediaan guru disana dan meningkatkan kualitas guru.

Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Mansyur dan sesuai dengan data pokok pendidikan dan profil SDI Pulau Salura, terdapat enam ruang kelas namun tidak terdapat ruang perpustakan dan ruang guru, juga adanya kekurangan buku dalam mendukung peningkatan minat membaca anak (literasi). Kebutuhan perpustakaan dan ruang guru menjadi hal penting dalam menunjang pengembangan pendidikan sehingga diperlukan dukungan pemerintah untuk menjawab kebutuhan SDI Pulau Salura. SDI Pulau Salura memiliki enam rombongan belajar (rombel) dengan satu rombel paling banyak berjumlah 24 siswa. Menurut data LPPD Dinas Pendidikan, pada tahun 2019 SDI Pulau Salura memiliki jumlah anak usia sekolah dengan usia 6-12 tahun sebanyak 122 anak dan usia

>12 tahun sebanyak 19 anak dan total siswa berdasarkan usia sekolah sebanyak 141 siswa.

Untuk ketersediaan guru sudah mencukupi dan berdasarkan pada kualifikasi guru secara keseluruhan sudah memenuhi dengan pendidikan terakhir sarjana (S1) untuk total enam

3Wawancara di laksanakan pada tanggal 26/06/2021 secara online melalui telepon seluler

(27)

48

guru dan satu orang guru lainnya bergelar Diploma dua (D2), dengan terdapat tiga orang guru PNS dan empat orang guru yang masih menjabat sebagai pegawai honorer.

4.3 Pembangunan Pendidikan di Sumba Timur Melalui Kerjasama Indonesia- Australia (Program INOVASI)

Program INOVASI (Inovasi Untuk Anak Sekolah Indonesia), yang saat ini berkembang menjadi sebuah lembaga berfokus pada pembangunan bidang pendidikan dasar dan program ini merupakan hasil dari kerjasama antara Kedutaan Besar Australia di Indonesia bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia yang melihat bahwa permasalahan pendidikan di Indonesia berdasarkan hasil pembelajaran masih jauh dari standar keberhasilan. Untuk itu program Inovasi diharapakan dapat membantu mengurangi permasalahan pendidikan di Indonesia. Inovasi dilaksanakan di 4 provinsi di Indonesia dan 17 Kabupaten, salah satunya Provinsi NTT khususnya di Kabupaten Sumba Timur dan selain itu terdapat juga pada 3 kabupaten lainnya di Sumba. Program ini mulai terlaksana di Sumba Timur sejak tahun 2019, program intervensi Inovasi yang diterapkan di Sumba Timur yaitu pendidikan literasi dan numerasi dasar untuk kelas awal, pembelajaran sistem multigrade, pendidikan inklusi, literasi dasar dan pembelajaran multibahasa berbasis bahasa ibu, dan perpustakaan ramah anak.

Permasalahan yang dilihat oleh Inovasi adalah bahwa siswa/i pada kelas awal di NTT secara menyeluruh memiliki tantangan pembelajaran yang relatif sama, yaitu banyak anak mengulang di kelas awal, tingginya angka putus sekolah, dan lama belajar lebih kecil dari lama sekolah. Berdasarkan pada hal ini Inovasi perlu mempersiapkan siswa/i di NTT dengan keterampilan abad ke-21 yakni siswa/i yang mampu berpikir kritis atau mengatasi masalah, memiliki kemampuan komunikasi yang baik (mengkomunikasikan gagasan, literasi digital dan multi-bahasa), memiliki sikap kolaborasi dan toleransi yang nantinya digunakan dalam bekerjasama, dan memiliki daya kreativitas agar mampu menghasilkan karya/kerja yang berkualitas. Tujuan ini menunjukkan kesiapan program Inovasi dalam membangun kualitas pendidikan di NTT khususnya di Sumba Timur.

Di Sumba Timur secara khusus memiliki permasalahan pendidikan yang cukup kompleks, secara mendasar mengurangi angka buta huruf di Sumba Timur terus menjadi upaya pemerintah karena angka yang terus berfluaktif dari tahun ke tahun. Selanjutnya

(28)

49

kemampuan anak pada soal-soal keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) masih rendah, misalnya dalam menafsirkan ide dan informasi, tingginya penggunaan bahasa lokal/daearah sehingga siswa yang berbahasa ibu bahasa indonesia memiliki peluang menguasai tes literasi dasar dua kali lebih besar di bandingkan siswa yang berbahasa ibu bahasa daerah. Oleh karena itu, penguasaan literasi dan numerasi dasar menjadi fokus utama Inovasi. Penguasaan literasi dan numerasi merupakan keterampilan dasar yang akan menunjang anak didik untuk memahami makna suatu informasi atau meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Juga dengan kemampuan numerasi yang mana anak didik tidak hanya mampu memahami teknik berhitung tetapi juga meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Berdasarkan hal tersebut Inovasi membentuk program bersama pemerintah Kabupaten Sumba Timur untuk meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi dasar untuk kelas awal.

Dalam upaya membangun pendidikan di Sumba Timur, Inovasi menunjukkan data perubahan selama mulai menjadi mitra dalam pembelajaran pada sekolah-sekolah di Sumba Timur khususnya dalam peningkatakan kemampuan literasi dasar. Berikut merupakan trend literasi dasar pada kelas awal.

Tabel 4.3

Proporsi siswa yang lulus dalam asesmen literasi dasar

Survei awal Survei akhir

Semua siswa

Perempuan Laki- laki

Semua siswa

Perempuan Laki- laki

Literasi dasar 29% 38% 21% 72% 78% 65%

Pengenalan huruf

51% 54% 49% 91% 96% 85%

Pengenalan suku kata

49% 56% 41% 81% 86% 76%

Pengenalan kata

36% 45% 26% 72% 79% 65%

Sumber: Lembar Fakta MERL Inovasi Tahun 2019

Berdasarkan pada data tersebut, terjadi peningkatan siswa yang menguasai kemampuan literasi dasar dari sebelumnya 29% menjadi 72%. Secara umum, peningkatan siswa laki-

(29)

50

laki lebih tinggi jika dibandingkan dengan siswa perempuan (3.09 kali berbanding 2.05 kali dari survei awal). Meskipun demikian, capaian akhir siswa perempuan tetap lebih tinggi.

Survei ini dilakukan pada beberapa sekolah yang dijadikan sampel dan diambil dari dua kecamatan yang ada di Kabupaten Sumba Timur. Ini menunjukkan upaya meningkatkan literasi dasar pada siswa/i kelas awal yang terus di lakukan oleh Inovasi. Literasi dan numerasi dasar menjadi fokus pada peningkatan pendidikan di Sumba Timur oleh Inovasi di karenakan permasalahan paling mendasar ialah pemberantasan terhadap buta huruf pada masyarakat Sumba Timur.

Selain meningkatkan kemampuan mendasar siswa/i, Inovasi juga berupaya untuk meningkatkan kualitas guru hal ini dikarenakan kualifikasi pada tenaga pendidik/guru juga mempengaruhi pembangunan pendidikan di Sumba Timur. Peningkatan kualitas guru di harapkan terjadi peningkatan melalui pertemuan kelompok kerja guru (KKG), pertemuan KKG diharapkan dilaksanakan yaitu minimal 12 kali pertemuan setahun sehingga dapat memaksimalkan kinerja guru dalam menyusun strategi belajar mengajar dan pembuatan RPP. Menurut data grafik menunjukkan kepuasan guru terhapad KKG mengalami peningkatan sebesar 0,1 poin.

Grafik 1.1

Kepuasaan Guru terhadap KKG

Peningkatan kualitas guru dengan adanya forum KKG ini diharapkan dapat meningkatkan proses belajar mengajar dengan kesiapan guru yang lebih baik, diharapakan juga guru tidak hanya menjadi pengajar dalam kelas tetapi juga mampu menjadi

4.2 4.3

0 5

Survei awal Survei akhir

(30)

51

pembimbing dan pengarah bagi anak didik. Dengan adanya KKG ini memberikan manfaat pada guru dalam mendapatkan acuan referensi pengajaran dan membantu persiapan mengajar bagi guru atau tenaga pendidik. Kesiapan dan strategi guru dalam mendidik anak menjadi faktor penting dalam meningkatkan pendidikan sehingga ini menjadi salah satu prioritas yang dilaksanakan oleh Inovasi.

4.4 Analisis Strategi Pembangunan Pendidikan Berkualitas di Pulau Salura

4.4.1 Pembangunan Pendidikan Daerah 3T (Indikator Pendidikan Berkualitas di Pulau Salura, Kab. Sumba Timur)

Prioritas pemerintah Indonesia dalam pembangunan pendidikan berkualitas yaitu dengan melaksanakan program wajib bejalar 12 tahun, menjamin kualitas pelayanan pendidikan, dan meningkatkan kualitas dan kuantitas guru. Untuk mendukung prioritas pembangunan Indonesia dalam hal pembangunan pendidikan berkualitas, pemerintah daerah Kab. Sumba Timur membentuk sasaran dan strategi pembangunan pendidikan yaitu meningkatkan angka pasrtisipasi pendidikan dengan memperluas akses pendidikan bagi masyarakat dan arah kebijakannya ialah wajib belajar 9 tahun, lalu meningkatkan pelayanan sarana dan prasarana pendidikan dengan menyediakan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan baik kualitas maupun kuantitas. Selanjutnya, meningkatkan kualifikasi tenaga pendidik dan kependidikan melalui pendidikan lanjut, sertifikasi guru, pelatihan dan workshop. Keseluruhan strategi ini untuk mewujudkan pendidikan berkualitas di Indonesia khususnya pada daerah 3T. Selain itu, terdapat indikator yang mendukung mewujudkan pendidikan berkualitas, indikator ini berdasarkan pada tujuan ke-4 SDGs dan standar pelayanan minimal (SPM) pendidikan di Indonesia khusunya pada daerah 3T.

Untuk melihat ketercapaian pembangunan pendidikan berkualitas di pulau Salura, penulis menggunakan indikator tujuan ke-4 SDGS dan SPM pendidikan. Indikator-indikator tersebut sebagai berikut:

a) Angka Kelulusan

Untuk mewujudkan strategi pemerintah Kab. Sumba Timur yaitu meningkatkan angka partisipasi pendidikan melalui wajib belajar 9 tahun maka satu hal yang perlu di perhatikan ialah angka kelulusan. Dari tahun 2016-2020 angka kelulusan di Sumba Timur mengalami

(31)

52

fluktuasi dengan kondisi awal sebesar 99,67% dan kondisi akhir 99,94%. Angka ini menunjukkan setiap tahunnya pemerintah daerah berupaya agar partisipasi pendidikan semakin meningkat dan angka putus sekolah semakin menurun. Jika melihat kondisi pendidikan di pulau Salura berdasarkan angka kelulusan, menurut data LPPD Dinas Pendidikan setiap tahunnya pulau Salura menyumbangkan angka kelulusan yang mencapai 100%. Kedua sekolah di Pulau Salura berkontribusi dalam meningkatkan angka kelulusan di Kab. Sumba Timur. SD Inpres Pulau Salura dan SMP Satap Pulau Salura juga menurut data memiliki jumlah anak putus sekolah yang minim. Pada tahun 2019 jumlah anak putus sekolah di pulau Salura tercatat 0 untuk SDI Pulau Salura dan untuk SMP N Satap Pulau Salura sebanyak dua anak putus sekolah, hal ini menunjukkan adanya ketercapaian pada angka kelulusan dan semakin minimnya jumlah anak putus sekolah di Pulau Salura. Oleh karena itu, indikator angka kelulusan untuk mengetahui angka partisipasi pendidikan di pulau Salura terbilang sudah tercapai.

b) Jumlah Anak Usia Sekolah

Untuk mengetahui partisipasi pendidikan di pulau Salura juga dapat diketahui dengan jumlah usia sekolah di Pulau Salura. Perbandingan jumlah usia sekolah dan jumlah sekolah yang akan menunjukkan apakah sekolah yang ada di pulau Salura dapat mencukupi anak usia sekolah disana. Usia sekolah pada pendidikan dasar ialah berkisar usia 6-15 tahun, untuk itu pada SDI Pulau Salura total siswa berdasarkan usia sekolah (6-12 tahun) sebanyak 141 siswa dan pada SMP N Satap Pulau Salura total keseluruhan siswa berdasarkan usia anak sekolah (13-15) berjumlah 54 siswa. Untuk kedua sekolah dalam hal rasio siswa dan rasio rombongan belajar menurut data dinyatakan telah terpenuhi, dikarenakan dalam satu rombongan belajar tidak melebihi jumlah siswa maksimal dimana satu rombongan belajar berjumlah paling banyak 24 siswa untuk kedua sekolah di Pulau Salura. Hal ini juga mendukung strategi dan arah kebijakan pembangunan pendidikan kabupaten Sumba Timur yaitu jumlah SD/MI yang semua rombongan belajar tidak melebihi 32 orang siswa dengan tujuan meningkatkan keefektifan proses belajar mengajar.

c) Jumlah SD/MI dan SMP/MTs minimal berakreditasi B

Di pulau Salura hanya terdapat satu sekolah dasar yaitu SD Inpres Pulau Salura, sekolah ini menjadi satu-satunya sekolah dasar yang menjadi sarana bagi anak-anak untuk

(32)

53

mengemban pendidikan dasar. Lalu, terdapat satu lagi sekolah menengah pertama yaitu SMP N Satap Pulau Salura, sekolah ini juga menjadi satu-satunya sekolah yang memfasilitasi anak didik melanjutkan ke jenjang menengah pertama. Kedua sekolah ini menurut data LPPD Dinas Pendidikan berdasarkan nilai akreditasi masih berakreditasi C.

Oleh karena itu, jika berdasarkan pada nilai akreditasi kedua sekolah di Pulau Salura diketahui bahwa belum mencapai standar akreditasi dalam indikator pendidikan berkualitas tujuan ke-4 SDGs. Meskipun berdasarkan pada indikator tujuan ke-4 SDGs standar akreditasi kedua sekolah tersebut belum tercapai, akan tetapi kedua sekolah di Pulau Salura ini mendukung strategi pemerintah Kabupaten Sumba Timur dengan tersedianya satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki yaitu maksimal 3 km untuk SD/MI dan 6 km untuk SMP/MTs dari kelompok permukiman permanen di daerah terpencil. Strategi bertujuan untuk meningkatkan pelayanan sarana prasarana pendidikan dengan adanya kedua sekolah di Pulau Salura menunjang meningkatkan layanan sarana prasarana ketersediaan sekolah.

d) Jumlah sarana prasarana menunjang

Dalam hal sarana prasarana yaitu ketersediaan ruang kelas, ruang guru, perpustakan, laboratorium, hingga rumah dinas guru/kepala sekolah. Untuk SMP N Satap Pulau Salura, kebutuhan sarana prasarana ini sudah memadai dengan memiliki empat ruang kelas dengan kondisi tingkat kerusakan sebesar 40% untuk dua ruang kelas dan 3% untuk dua ruang kelas lainnya. Di sekolah ini juga terdapat satu perpustakaan dengan tingkat kerusakan 0%

dikarenakan gedung ini baru saja dibangun. Untuk fasilitas sanitasi terdapat tiga WC dengan satu WC guru, satu WC siswa laki-laki dan satu WC siswa perempuan dengan tingkat kerusakan keseluruhan sebesar 56,3% atau kerusakan sedang, saat ini yang menjadi kebutuhan penting ialah ketersediaan laboratorium bagi siswa/i SMP N Satap Pulau Salura.

Selanjutnya, untuk SD Inpres Pulau Salura mengenai kebutuhan sarana prasarana, saat ini ketersediaan kelas sudah memadai dengan terdapat enam ruang kelas layak pakai namun tidak adanya ruang guru menyebabkan aktifitas yang kurang efektif bagi para guru juga tidak adanya perpustakaan menjadi tantangan dalam memfasilitasi siswa/i untuk mendukung minat membaca anak (Literasi). Untuk ketersediaan fasilitas sanitasi (WC) dalam kondisi rusak. Permasalahan sarana prasarana lainnya untuk kedua sekolah ialah pada jaringan internet, di Pulau Salura masih sulit untuk mengakses jaringan hal ini yang

Referensi

Dokumen terkait

Biologi adalah salah satu mata pelajaran di jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada mata pelajaran ini, siswa mempelajari berbagai proses dalam kehidupan,

Biologi adalah salah satu mata pelajaran di jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada mata pelajaran ini, siswa mempelajari berbagai proses dalam kehidupan,

32) Sekolah Menengah Pertama, yang selanjutnya disingkat SMP, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada

Meningkatkan perluasan dan pemerataan pendidikan menengah baik umum maupun kejuruan untuk mengantisipasi meningkatnya lulusan sekolah menengah pertama sebagai dampak

Langkah kongkrit yang lain juga data dilakukan oleh pemerintah seperti memberikan aturan dan kebijakan bahwa semua siswa yang mau masuk sekolah menengah pertama (SMP)

Hasil pemetaan mutu PMP khusus Provinsi Bali tahun 2017 menunjukkan bahwa Capaian mutu SNP pada jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah

Pada sektor ini, JICA memiliki proyek utama dibidang pendidikan yakni membangun sekolah dasar dan sekolah menengah pertama (SMP) lengkap dengan fasilitas seperti

Seksi Peserta Didik dan Pembangunan Karakter mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Bidang Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs) yang berkenaan