• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka. 1. Konsep Pendidikan. Menurut Suhartono (2007) pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka. 1. Konsep Pendidikan. Menurut Suhartono (2007) pendidikan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Pendidikan

Menurut Suhartono (2007) pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang Zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan berlangsung disegala jenis, bentuk dan tingkat lingkungan hidup, yang kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada didalam diri individu.

Menurut departemen pendidikan dan kebudayaan, jenjang pendidikan dibagi menjadi :

a. Pendidikan Dasar

Sekolah dasar (disingkat SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia.Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6.Lulusan sekolah dasar dapat melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat).Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun.Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.

(2)

commit to user

Sekolah dasar diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan sekolah dasar negeri (SDN) di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.Sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah dasar negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 Tahun 2001) Pasal 17 mendefinisikan pendidikan dasar sebagai berikut:

1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

2) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat

b. Pendidikan Menengah

Pendidikan formal di Indonesia setelah lulus sekolah dasar (atau sederajat). Sekolah menengah pertama ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas 9. Saat ini Sekolah Menengah Pertama menjadi program Wajar 9 Tahun (SD, SMP).

(3)

commit to user

Lulusan sekolah menengah pertama dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan (atau sederajat).Pelajar sekolah menengah pertama umumnya berusia 13-15 tahun.Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.

Sekolah menengah pertama diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan sekolah menengah pertama negeri di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota.Sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah menengah pertama negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.

Pembelajaran di SMP/MTs atau yang sederajat, anak-anak usia SMP dapat memilih sekolah yang sesuai dengan pilihan dan kesempatan yang dimiliki, seperti:

1) SMP Negeri atau SMP Swasta Biasa 2) SD-SMP Satu Atap

(4)

commit to user

4) MTs Negeri atau MTs Swasta atau sekolah lainnya yang sederajat

5) Pondok Pesantren Salafiyah yang menyelenggarakan program Wajib Belajar

Sekolah menengah atas (SMA) merupakan lanjutan dari jenjang pendidikan dasar. Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 18 diatur tentang pendidikan menengah yaitu:

1. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. 2. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum

dan pendidikan menengah kejuruan.

3. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

4. Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

c. Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi merupakan lanjutan dari jenjang pendidikan menengah. Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 19 dan pasal 20 diatur tentang pendidikan tinggi yaitu:

(5)

commit to user Pasal 19

1. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.

2. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.

Pasal 20

1. Perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak menyelenggarakan program pendidikan tertentu dapat memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakannya. 2. Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang

bukan perguruan tinggi dilarang memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.

2. Postpartum Blues

a. Pengertian Postpartum Blues

Menurut Mansyur (2009) postpartum blues adalah suasana hati yang dirasakan oleh wanita setelah melahirkan yang berlangsung selama 3-6 hari dalam 14 hari pertama pasca melahirkan, dimana perasaan ini berkaitan dengan bayinya. Sedangkan menurut Suririnah (2008) postpartum blues sering

(6)

commit to user

disebut juga maternity blues atau baby syndrome, dan cenderung lebih buruk pada hari ke tiga dan keempat.

b. Penyebab Postpartum Blues

Penyebab postpartum blues antara lain menurut Mansyur (2009) adalah sebagai berikut :

1. Faktor hormonal, berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin, dan estriol yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.

2. Faktor demografik, yaitu umur dan paritas. Umur yang terlalu muda untuk melahirkan, sehingga dia memikirkan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu untuk mengurus anaknya. 3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.

Kesulitan-kesulitan yang dialami ibu selama kehamilannya akan turut memperburuk kondisi ibu pasca melahirkan. Sedangkan pada persalinan, hal-hal yang tidak menyenangkan bagi ibu mencakup lamanya persalinan serta intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan, seperti ibu yang melahirkan dengan cara operasi sesar (section caesarea ) akan dapat menimbulkan perasaan takut terhadap peralatan opersi dan jarum.

4. Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan, seperti tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, status

(7)

commit to user

sosial ekonomi, serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman).

5. Fisik. Kelelahan fisik karena aktivitas mengasuh bayi, menyusui, memandikan, mengganti popok, dan menimang sepanjang hari bahkan tak jarang di malam buta sangatlah menguras tenaga. Apalagi jika tidak ada bantuan dari suami atau anggota keluarga yang lain.

c. Gejala Postpartum Blues

Menurut Arfian (2012) gejala postpartum blues terdiri dari : 1. Gejala prilaku postpartum blues antara lain sering menangis, hiperaktif/sering berlebihan, terlalu sensitif, mudah tersinggung, tidak perduli terhadap bayi.

2. Gejala fisik postpartum blues antara lain kurang tidur, hilang tenaga, hilang nafsu makan/makin nafsu makan, mudah lelah setelah bangun tidur.

3. Gejala emosional postpartum blues antara lain cemas dan khawatir berlebihan, bingung, mencemaskan kondisi fisik berlebihan, tidak percaya diri, sedih, perasaan diabaikan.

Menurut Elvira (2006) postpartum blues juga dapat dipicu oleh adanya perasaan belum siap menghadapi bayi, dan atau timbulnya kesadaran akan meningkatkan tanggung jawab sebagai ibu. Gejala ini dialami oleh duapertiga dari ibu melahirkan.

(8)

commit to user d. Penanganan Postpartum Blues

Penanganan postpartum blues menurut Arfian (2012) yaitu berikan kesempatan pada diri anda untuk beradaptasi menjadi seorang ibu, bicaralah pada seseorang yang mengerti, keluar dan carilah suasana baru, bergabunglah dengan support group, beri tahu suami apa yang harus dilakukan, terimalah bantuan dari orang lain, cukup tidur, jangan terlalu perfeksionis, nikmati pekerjaan, berolahraga, makanlah makanan sehat dan jaga diri dan cintai diri anda.

Menurut Syamil dan Sulaeman (2007) penanganan postpartum blues yaitu jangan merasa bersalah atas rasa mudah tersinggung atau rasa melankolis yang dimiliki, berterus teranglah tentang perasaan yang dialami, siapkan mental untuk menghadapi kejadian yang mungkin tidak diduga, carilah informasi sebanyak mungkin tentang baby blues, selalu berfikir positif dan bersyukur, yakinkan bahwa ibu orang yang berarti bagi keluarga dan suami serta membantu memulihkan kepercayaan ibu dengan memberikan dukungan positif atas keberhasilannya menjadi orang tua.

Cara mengatasi gangguan psikologis nifas pada postpartum blues menurut Dahro (2012) ada dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik dengan tujuan menciptakan hubungan baik antara bidan dan pasien dalam rangka kesembuhannya, dengan cara mendorong pasien mampu meredakan segala

(9)

commit to user

ketegangan emosi, dapat memahami dirinya, dan dapat mendukung tindakan konstruktif.

e. Pengukuran Postpartum Blues

Pengukuran postpartum blues menggunakan Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) yang dikembangkan oleh Cox, Holden dan Sagovky sejak tahun 1987. EPDS dipilih sebagai pengukuran postpartum blues karena EPDS merupakan instrument baku dan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa telah diuji dan diakui validitas dan reabilitasnya. Uji validitas instrument tersebut juga telah dilakukan pada berbagai budaya dan tersedia dalam berbagai bahasa. Hasil uji coba tersebut didapatkan nilai sensivitasnya (86%) dan spesivitasnya (78%) (Cox dkk, 2013).

3. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian postpartum blues

Menurut Mansyur (2009) penyebab postpartum blues diantaranya adalah latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan seperti tingkat pendidikan, status sosial dan status sosial ekonomi.

Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akansemakin luas pula pengetahuannya, sehingga kejadian postpartum blues dapat dihindari.

Menurut WHO (dalam Arfian, 2012), berbagai hipotesis menerangkan bahwa teori biologi (perubahan hormonal dan neorokimia), psikologis (tipe

(10)

commit to user

kepribadian dan cara berfikir), dan sosial (tingkat pendidikan, penghasilan, hubungan dengan pasangan, dan kekerasan dalam rumah tangga) dapat menyebabkan terjadinya postpartum blues. Jadi dapat diasumsikan bahwa tingkat pendidikan rendah, menyebabkan kurangnya informasi akanpostpartum blues, sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya postpartum blues. B. Kerangka Konsep Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti C. Hipotesis

“ Ada hubungan antara tingkat pendidikan formal dengan kejadianpostpartum blues ”. Tingkat pendidikan Formal Resiko Kejadian Postpartum Blues 1. Faktor hormonal 2. Faktor demografik

3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan 4. Latar belakang

psikososial 5. Fisik

Referensi

Dokumen terkait

Depends on the research result dan analsis the observation data from 2 cycles of math learning by using AIR learning model as the effor to improve math communication

Tutorial perpustakaan mendidik pengguna agar dapat mengggunakan perpustakaan serta sumber informasi yang tersedia di perpustakaan dan di tempat lain, termasuk

Lima elemen strategi DOTS sebagai berikut (WHO, 2009b): (1) Komitmen politis yang berkesinambungan; (2) Akses terhadap pemeriksaan mikroskopis dahak yang berkualitas; (3)

dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan Unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah desa untuk menetapkan

This explains that organizational character- istics and entrepreneurial orientation are par- tially mediated by the knowledge manage- ment enablers construct and its

Untuk penelitian lanjutan mengenai mikrofungi karnivor, sampel yang akan digunakan dapat diambil dari habitat suatu tanaman yang terkena

Sumber data diperoleh dari: Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI), Bank Indonesia serta literatur lain yang mendukung.

Gereja merupakan sebuah organisasi non profit, yang mana gereja berada ditengah-tengah masyarakat sekaligus menjadi bagian dari masyarakat yang mengalami pertumbuhan dan perubahan