• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II URAIAN TEORITIS"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian oleh Nasution (2007) mengenai Analisis Kebijakan Piutang Pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan bertujuan untuk menganalisis kebijakan dan keadaan piutang usaha yang diterapkan oleh PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan, apakah telah efektif atau tidak.

Penelitian ini membuktikan bahwa dengan menggunakan aktivitas tingkat perputaran piutang usaha (receivable turnover), efektifitas pengelolaan piutang suatu perusahaan tercermin dalam angka rasio receivable turnover yang diperolehnya. Semakin besar angka receivable turnover yang diperoleh berarti semakin baik, karena penagihan piutang dilakukan dengan cepat dan tepat waktu.

Bila hasil rasio yang diperoleh relatif kecil, berarti perusahaan kurang efektif dalam memanajemen piutangnya.

Penelitian oleh Putri (2005) mengenai Pengaruh Kebijakan Piutang Terhadap Tingkat Likuiditas dan Rentabilitas Usaha pada PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Divisi Regional I Sumatera Utara dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif menunjukkan bahwa piutang berpengaruh terhadap tingkat likuiditas perusahaan.

B. Pengertian Piutang

Piutang merupakan komponen aktiva lancar yang penting dalam aktivitas ekonomi suatu perusahaan karena merupakan aktiva lancar perusahaan yang paling besar setelah kas. Piutang timbul karena adanya penjualan barang atau jasa secara kredit, bisa juga melalui pemberian pinjaman. Adanya piutang menunjukkan terjadinya penjualan kredit yang dilakukan perusahaan sebagai salah satu upaya perusahaan dalam menarik minat beli konsumen untuk memenangkan persaingan.

Kebijakan piutang yang efektif dan prosedur penagihan yang tepat waktu

sangat penting untuk ditetapkan, sehingga dapat mengurangi resiko terganggunya

likuiditas perusahaan akibat adanya piutang tak tertagih. Kebijakan piutang yang

(2)

baik adalah kebijakan piutang yang bisa mengoptimalkan trade-off keuntungan dan kerugian dari piutang.

Beberapa definisi piutang menurut para pakar:

Menurut Martono dan Harjito (2007 : 95), piutang dagang (account receivable) merupakan tagihan perusahaan kepada pelanggan atau pembeli atau pihak lain yang membeli produk perusahaan.

Menurut Simamora (2000 : 228), piutang dagang adalah klaim yang muncul akibat dari penjualan barang dagangan, penyerahan jasa, pemberian pinjaman dana atau transaksi lainnya yang membentuk suatu hubungan dimana suatu pihak berhutang kepada pihak lain.

Horne (2005 : 258) mengatakan piutang meliputi jumlah uang yang dipinjam dari perusahaan oleh pelanggan yang telah membeli barang atau memakai jasa secara kredit.

Pengertian piutang secara umum adalah: tuntutan atau klaim antara pihak yang akan memperoleh pembayaran dengan pihak yang akan membayar kewajibannya, atau dapat disebutkan sebagai tuntutan kreditur kepada debitur yang pembayarannya biasanya dilakukan dengan uang. Pengelolaan piutang secara efisien sangat diperlukan karena akan berpengaruh langsung terhadap peningkatan pendapatan. Meningkatnya proporsi piutang dalam laporan keuangan perusahaan akan membuat piutang menjadi bagian yang harus ditangani secara seksama.

C. Jenis Piutang

Sebelum suatu transaksi penjualan dilakukan, biasanya terlebih dahulu ada kesepakatan mengenai cara pembayaran transaksi tersebut apakah secara tunai atau kredit. Apabila pembayaran dilakukan secara tunai maka perusahaan akan langsung menerima kas. Namun apabila pembayaran dilakukan secara kredit maka perusahaan akan menerima piutang.

Pengklasifikasian piutang dilakukan untuk memudahkan pencatatan

transaksi yang mempengaruhinya. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2002 : 451)

mengemukakan bahwa menurut sumber terjadinya, piutang digolongkan ke dalam

dua (2) kategori yaitu: piutang usaha dan piutang lain-lain. Piutang usaha timbul

(3)

karena penjualan produk atau jasa dalam rangka kegiatan normal usaha, sementara piutang yang timbul di luar kegiatan normal usaha digolongkan sebagai piutang lain-lain.

Berikut adalah pengelompokan piutang secara umum menurut Smith dan Skousen (1999 : 287), yakni:

1. Piutang Dagang (Trade Receivable)

Piutang dagang merupakan jumlah tagihan perusahaan kepada pelanggan yang berasal dari penjualan barang dan jasa yang merupakan kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang dagang merupakan tipe piutang yang paling lazim ditemukan dan umumnya mempunyai jumlah yang paling besar.

2. Piutang Lain-lain (Non Dagang)

Piutang lain-lain merupakan tagihan perusahaan kepada pelanggan atau pihak lain akibat dari transaksi yang secara tidak langsung berhubungan dengan kegiatan normal usaha perusahaan. Piutang lain-lain meliputi piutang pegawai, piutang dari perusahaan afiliasi,piutang dividen, piutang bunga, dan lain-lain.

Sedikit berbeda dengan pendapat Niswonger (2005 : 392), jenis piutang dibedakan atas tiga (3) jenis, yaitu:

1. Piutang Usaha, merupakan jenis piutang yang diperkirakan dapat ditagih antara 30 - 60 hari.

2. Piutang Wesel / Wesel Tagih, merupakan jenis piutang yang periode kreditnya lebih dari 60 hari.

3. Piutang Lain-lain, merupakan jenis piutang yang jika dapat ditagih dalam waktu 1 tahun diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Namun jika piutang tersebut tidak dapat ditagih dalam waktu 1 tahun diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar.

D. Analisis Rasio Sebagai Indikator Penilaian Manajemen Piutang

Manajemen piutang berkaitan dengan usaha untuk mengelola pendapatan yang akan diterima dari hasil penjualan secara kredit (Syahyunan, 2004 : 61).

Sebagai bagian dari modal kerja, kondisi piutang idealnya harus selalu berputar.

Periode perputaran piutang tergantung pada panjang pendeknya waktu yang

dipersyaratkan dalam syarat pembayaran kredit. Semakin lama syarat pembayaran

(4)

maka akan semakin lama pula terikatnya modal kerja dalam piutang, yang mengakibatkan tingkat perputaran modal kerja dalam piutang semakin kecil.

Sebaliknya semakin singkat syarat pembayaran kredit maka akan semakin cepat pula terikatnya modal kerja dalam piutang, yang mengakibatkan tingkat perputaran modal kerja dalam piutang semakin besar.

Untuk menilai manajemen suatu perusahaan dari perkiraan piutangnya dapat dilakukan dengan menghitung analisis rasio keuangan yang tepat. Indikator yang digunakan untuk menilai seberapa baiknya suatu perusahaan mengelola piutang usahanya ada empat (4) jenis (Shim et al, 1999 : 45) yaitu:

1. Rasio Perputaran Piutang (Receivable Turnover Ratio)

Rasio perputaran piutang merupakan perbandingan antara jumlah penjualan kredit selama periode tertentu dengan piutang rata-rata (piutang awal ditambah piutang akhir dibagi dua).

Tinggi rendahnya perputaran piutang (receivable turnover) mempunyai efek yang langsung terhadap besar kecilnya modal yang diinvestasikan dalam piutang. Semakin tinggi turnover-nya berarti semakin cepat perputaran piutangnya, sebaliknya semakin rendah turnover-nya berarti semakin lambat perputaran piutangnya.

Receivable Turnover =

ceivable Average

ales NetCreditS

Re

2. Jangka Waktu Pengumpulan Piutang Usaha

Jangka waktu pengumpulan piutang usaha dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Rata-rata periode pengumpulan piutang usaha =

gUsaha Piu

Perputaran tan 365

Semakin lama jangka waktu piutang usaha, resiko tidak tertagihnya semakin

besar. Walaupun demikian, jangka waktu piutang yang lebih lama dapat

dibenarkan karena jangka waktu kredit dapat dilonggarkan, misalnya untuk

pengenalan produk baru atau apabila tingkat penjualan yang direncanakan

pada periode berjalan belum tercapai.

(5)

3. Piutang Usaha terhadap Total Aktiva

Dihitung dengan membandingkan antara tingkat piutang selama setahun dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan selama periode tersebut.

4. Piutang Usaha terhadap Penjualan

Dalam hal ini piutang yang relatif lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya dapat berarti semakin tinggi resiko terjadinya piutang tak tertagih.

E. Kebijaksanaan Kredit

Untuk mengendalikan piutang di dalam perusahaan, manajer keuangan perlu menetapkan kebijaksanaan kredit sebagai pedoman dalam menentukan apakah seorang calon debitur akan diberikan kredit atau tidak, dan bila diberikan berapa jumlah kredit yang akan dialokasikan. Dalam hal ini perusahaan perlu memperhatikan standard kredit yang ditetapkan serta mengawasi penerapan dari standard kredit tersebut.

Menurut Syamsuddin (2001 : 256) kebijaksanaan kredit meliputi dua (2) faktor, yaitu standard kredit dan analisa kredit.

a. Standard Kredit

Standard kredit dapat dimengerti sebagai suatu rincian nilai-nilai atau karakteristik yang menentukan apakah seorang pelanggan akan menerima kredit atau tidak. Sejumlah variabel terlibat dalam pengambilan keputusan dan pada prakteknya beberapa pelanggan lemah dapat saja diberi kredit dalam kondisi- kondisi yang telah ditentukan.

Standard kredit dari suatu perusahaan didefinisikan sebagai kriteria minimum yang harus dipenuhi oleh pelanggan sebelum kredit diberikan. Kriteria yang harus dimiliki oleh pelanggan biasanya meliputi:

1. Nama baik pelanggan sehubungan dengan kredit atau pembayaran hutang- hutang dagangnya, baik kepada perusahaan kita maupun kepada perusahaan yang lain.

2. Kemungkinan langganan tidak membayar kredit yang diberikan.

3. Rata-rata jangka waktu pembayaran hutang dagang.

(6)

Perusahaan bisa saja mengubah standard kredit yang ingin diterapkannya, namun terlebih dahulu harus mempertimbangkan faktor-faktor penting yang berkaitan dengan keputusan-keputusan pemberian kredit. Jika suatu perusahaan memutuskan untuk melakukan penjualan kredit hanya kepada para pelanggan yang kuat maka kerugian akibat timbulnya piutang ragu-ragu biasanya kecil.

Sebaliknya, tingkat penjualan potensial kepada pelanggan yang mungkin tidak begitu kuat finansialnya yang hilang akibat diabaikan justru bisa saja lebih besar daripada biaya yang dapat dihindarinya. Maka dari itu perusahaan juga harus memperhatikan kualitas para pelanggan dan kualitas kredit yang akan diberikannya.

Berikut adalah beberapa faktor utama yang harus dipertimbangkan perusahaan sehubungan dengan perubahan standard kreditnya (Syahyunan, 2005 : 63), yakni:

1. Volume penjualan

Perubahan standard kredit dapat diharapkan akan mengubah volume penjualan. Apabila standard kredit diperlonggar, maka diharapkan akan dapat meningkatkan volume penjualan. Sebaliknya, apabila standard kredit diperketat maka diperkirakan volume penjualan akan menurun.

2. Investasi dalam piutang

Memiliki piutang berarti menimbulkan biaya untuk pengadaannya bagi perusahaan. Jika standard kredit diperlonggar maka volume piutang perusahaan akan meningkat sehingga biaya pengadaannya juga akan ikut meningkat. Sebaliknya bila standard kredit diperketat maka volume piutang perusahaan akan menurun, demikian pula dengan biaya pengadaannya.

3. Biaya piutang ragu-ragu

Probabilitas (kemungkinan) kerugian akibat piutang tak tertagih atau bad deb expenses akan semakin meningkat dengan diperlonggarnya standard kredit, dan akan menurun bilamana standard kredit diperketat.

b. Analisis Kredit

Evaluasi pemberian kredit biasanya terdiri dari tiga (3) tahap (Sawir, 2005 :

199) yaitu:

(7)

1. Pengumpulan informasi tentang permintaan kredit 2. Analisis credit worthiness

3. Keputusan pemberian kredit.

Sumber informasi pemohon kredit yang umumnya digunakan adalah:

1. Laporan keuangan

2. Laporan dan tingkat kelayakan kredit 3. Pengecekan bank

4. Pengecekan di dunia usaha 5. Pengalaman perusahaan sendiri

Lima kriteria utama (The Five C’s of Credit) yang sering digunakan untuk menilai kemampuan pemohon kredit (Syahyunan, 2004 : 62) yaitu:

1. Karakter (Character)

Meneliti dan memperhatikan sifat-sifat pribadi, cara hidup, dan status sosial dari pemohon kredit. Hal ini penting karena berkaitan dengan kemauan untuk membayar (willingness to pay).

2. Kapasitas (Capacity)

Meneliti kemampuan pemohon kredit dalam memperoleh penjualan atau pendapatan yang dapat diukur dari penjualan yang dapat dicapai pada masa lalu dan juga keahlian yang dimiliki dalam usahanya. Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk membayar (ability to pay).

3. Kapital (Capital)

Mengukur posisi keuangan perusahaan (pemohon kredit) secara umum dengan memperhatikan modal yang dimiliki perusahaan dan juga perbandingan hutang dan modalnya.

4. Kolateral (Collateral)

Mengukur besarnya aktiva perusahaan (pemohon kredit) yang dijadikan sebagai agunan atau jaminan atas kredit yang diberikan.

5. Kondisi (Conditions)

Memperhatikan pengaruh langsung dari keadaan ekonomi pada umumnya

terhadap perusahaan yang bersangkutan, terhadap kemampuannya untuk

memenuhi kewajiban.

(8)

Perusahaan juga perlu untuk mempertimbangkan tingkat kepercayaan pihak luas terhadap pelanggan yang disebut sebagai soliditas, yaitu:

1. Soliditas Komersil

Tingkat kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan yang bersangkutan sebagai akibat dari kejujuran pimpinan perusahaan untuk selalu memenuhi janji dan kewajiban tepat pada waktunya.

2. Soliditas Finansial

Tingkat kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan yang bersangkutan sebagai akibat dari terdapatnya modal kerja perusahaan yang cukup, sehingga perusahaan diharapkan dapat memenuhi kewajiban finansialnya tepat waktu.

3. Soliditas Moral

Tingkat kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan yang bersangkutan sebagai akibat dari sifat-sifat dan moral baik dari pimpinan perusahaan.

F. Syarat Kredit

Syarat kredit dapat diartikan sebagai kondisi pembayaran kredit yang ditawarkan kepada pelanggan, yang meliputi periode kredit dan potongan tunai.

Periode kredit adalah jangka waktu dimulai dari ketika kredit diberikan hingga kepada batas waktu yang telah ditetapkan.

Suatu syarat kredit menetapkan adanya periode dimana kredit diberikan dan

potongan tunai untuk pembayaran yang dilakukan lebih awal. Misalnya jika

perusahaan menetapkan syarat kredit kepada semua pelanggannya sebagai “2/10,

net 30”, maka itu berarti bahwa potongan tunai sebesar 2% akan diberikan jika

pembayaran dilakukan dalam jangka waktu sepuluh hari. Dan jika potongan tunai

tidak dimanfaatkan maka pembayaran harus dilakukan selambat-lambatnya dalam

waktu 30 hari. Jika syarat yang ditentukan adalah “net 60” berarti bahwa

perusahaan tidak memberikan potongan tunai dan pembayaran harus dilakukan

selambat-lambatnya 60 hari setelah tanggal faktur.

(9)

G. Kebijaksanaan Pengumpulan Piutang

Kebijaksanaan penagihan atau pengumpulan piutang merupakan usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk dapat mengumpulkan piutang atas penjualan kredit yang diberikannya dalam waktu yang singkat (Syahyunan, 2005 : 66).

Di dalam usaha pengumpulan piutang, perusahaan haruslah berhati-hati agar tidak terlalu agresif dalam usaha-usaha menagih piutang dari para pelanggan.

Bilamana langganan tidak dapat membayar tepat pada waktunya maka sebaiknya perusahaan menunggu sampai jangka waktu tertentu yang dianggap wajar sebelum menerapkan prosedur-prosedur penagihan piutang yang sudah ditetapkan.

Kebijaksanaan pengumpulan piutang suatu perusahaan merupakan prosedur yang harus diikuti dalam mengumpulkan piutang-piutangnya bilamana sudah jatuh tempo. Perusahaan dapat menjalankan kebijakan dalam pengumpulan piutangnya secara aktif maupun pasif dengan terlebih dahulu melihat latar belakang kemampuan finansial pelanggan yang diberikan kredit, sehingga dapat diputuskan cara penagihan yang tepat (Syamsuddin, 2000 : 272).

Sejumlah teknik penagihan piutang yang biasanya dilakukan oleh perusahaan bilamana langganan atau pembeli belum membayar sampai dengan waktu yang telah ditentukan adalah sebagai berikut:

a. Melalui surat

Bilamana waktu pembayaran hutang dari langganan sudah lewat beberapa hari tetapi belum juga dilakukan pembayaran, maka perusahaan dapat mengirimkan surat dengan nada “mengingatkan” (menegur) langganan tersebut bahwa hutangnya sudah jatuh tempo. Apabila hutang tersebut belum juga dibayar setelah beberapa hari surat dikirimkan, maka dapat dikirimkan surat kedua yang nadanya lebih keras.

b. Melalui telepon

Apabila setelah dikirimkan surat teguran ternyata hutang-hutang tersebut

belum juga dibayar, maka bagian kredit dapat menelepon langganan dan

secara pribadi memintanya untuk segera melakukan pembayaran. Kalau dari

hasil pembicaraan tersebut ternyata misalnya pelanggan mempunyai alasan

(10)

yang dapat diterima maka mungkin perusahaan dapat memberikan perpanjangan sampai suatu jangka waktu tertentu.

c. Kunjungan personal

Teknik penagihan piutang dengan jalan melakukan kunjungan personal atau pribadi ke tempat langganan sering kali digunakan karena dirasakan sangat efektif dalam usaha penagihan piutang.

d. Tindakan yuridis

Bilamana ternyata langganan tidak mau membayar hutang-hutangnya maka perusahaan dapat menggunakan tindakan-tindakan hukum dengan mengajukan gugatan perdata melalui pengadilan.

H. Risiko yang Mungkin Timbul Dalam Piutang

Setiap kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan pasti akan mempunyai dampak dan pengaruh yang ditimbulkan, baik itu yang menguntungkan maupun yang merugikan perusahaan itu sendiri. Kemungkinan-kemungkinan yang sifatnya umum banyak sekali terjadi bilamana pihak yang memberikan piutang menagih kembali, pihak pemiutang justru berusaha mengelak atau menunda melakukan pembayaran atas tagihan tersebut.

Risiko kredit adalah risiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan kepada para pelanggan (Riyanto, 2001 : 87). Sebelum perusahaan memutuskan untuk menyetujui permintaan atau penambahan kredit oleh para pelanggan maka perusahaan perlu mengadakan evaluasi risiko kredit dari para pelanggan tersebut.

Risiko yang mungkin terjadi dalam piutang usaha, yaitu:

a. Risiko tidak dibayarnya seluruh piutang

Risiko tidak terbayarnya seluruh piutang bagi perusahaan merupakan risiko

paling berat yang harus dihadapi, karena seluruh tagihan yang telah

direncanakan akan diterima di masa yang akan datang ternyata tidak dapat

diterima kembali sebagai kas, sehingga pengorbanan yang telah dilakukan

terbuang percuma. Hal ini lebih berat lagi bila perusahaan yang bersangkutan

bermodalkan terbatas sehingga dapat mengakibatkan kegagalan bagi

kelangsungan hidup perusahaan. Kejadian ini terjadi karena perusahaan lalai

(11)

dalam menyelidiki calon pembelinya, misalnya: pembeli melarikan diri, pembeli mengalami kesulitan keuangan atau perusahaan pembeli mengalami kebangkrutan, dan sebagainya.

b. Risiko tidak dibayar sebagian piutang

Risiko tidak dibayar sebagian piutang adalah risiko yang lebih ringan karena sebagian dari total piutang tersebut telah diterima perusahaan. Sering sekali terjadi dalam kasus nyata sehari-hari, seorang pembeli yang baru pertama kali mengadakan hubungan transaksi penjualan kredit akan menunjukkan kesan yang sangat baik. Namun setelah waktu untuk membayar piutangnya tiba mulailah mereka menunjukkan itikad yang kurang baik seperti: mulai tidak membayar piutangnya, membatalkan atau sengaja tidak mengisi rekeningnya dengan alasan bahwa perusahaannya sedang menghadapi kesulitan keuangan, dan masih banyak alasan lainnya.

c. Risiko keterlambatan pelunasan

Risiko keterlambatan pelunasan merupakan risiko yang lebih ringan tetapi bukan berarti tidak mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan, karena meskipun dalam waktu yang relatif tidak lama jelas terlihat bahwa pemasukan dari uang tagihan tersebut telah melewati jadwal penerimaan yang seharusnya.

d. Risiko tertanam modal

Perusahaan harus hati-hati dalam memberikan pinjaman atau piutang kepada pelanggannya sebab bila perusahaan tersebut mengadakan penjualan secara kredit akan timbul perkiraan piutang pada laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Hal ini jelas mengakibatkan modal tertanam dalam piutang baik modal yang bersumber dari modal sendiri maupun modal asing.

I. Rasio Keuangan

Divisi keuangan suatu perusahaan memerlukan evaluasi tersendiri terhadap

kondisi keuangan dan kinerja perusahaan untuk mengetahui kondisi keuangannya,

apakah termasuk dalam kategori yang sehat atau tidak, sehingga dapat dilihat

baik buruknya kinerja keuangan perusahaan tersebut. Alat yang digunakan dalam

evaluasi ini adalah rasio keuangan yang menghubungkan dua (2) data keuangan

dengan jalan membandingkan atau membagi satu data dengan data lainnya.

(12)

Martono dan Harjito (2001 : 52) mengatakan: rasio keuangan yang baik dan akurat dapat menyediakan informasi yang berguna, antara lain dalam hal:

1. Pengambilan keputusan investasi 2. Keputusan pembelian kredit 3. Penilaian aliran kas

4. Penilaian sumber-sumber ekonomi

5. Melakukan klaim terhadap sumber-sumber dana

6. Menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi terhadap sumber-sumber dana 7. Menganalisis penggunaan dana

Dengan adanya analisis rasio keuangan ini, seorang business enterprise akan memperoleh informasi tentang kekuatan serta kelemahan perusahaan yang dimilikinya.

Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan antara satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (Harahap, 2002 : 297).

Rasio keuangan itu sendiri terdiri atas beberapa jenis, yaitu:

1. Rasio Likuiditas

Adalah suatu rasio keuangan yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya yang harus dipenuhi.

Dalam penganalisisan posisi rasio likuiditas, perusahaan dapat menggunakan empat (4) macam rasio, yaitu rasio lancar (current ratio), rasio cepat (quick ratio), rasio kas (cash ratio), dan working capital to total assets ratio.

2. Rasio Aktivitas

Adalah rasio keuangan yang mengukur bagaimana perusahaan secara efektif mengelola aktiva-aktivanya. Rasio aktivitas diukur dengan rasio perputaran persediaan (Inventory Turnover - ITO) dan perputaran total aktiva (Total Assets Turnover = TATO).

3. Rasio Leverage

Rasio leverage atau ada yang menyebutnya sebagai rasio solvabilitas, adalah

rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

(13)

memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Untuk menghitung rasio leverage dapat digunakan dua jenis ukuran, yaitu: rasio total hutang terhadap total aktiva (total debt to total assets ratio) dan rasio hutang terhadap ekuitas (debt to equity ratio).

4. Rasio Profitabilitas

Adalah rasio yang mengukur berapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Rasio profitabilitas memperlihatkan pengaruh kombinasi likuiditas, aktivitas, dan leverage terhadap hasil operasi. Untuk mengukur profitabilitas suatu perusahaan dapat dilakukan dengan lima (5) macam rasio, yaitu: rasio margin laba kotor (gross profit margin), rasio margin laba operasi (net operating profit margin), rasio margin laba bersih (net profit margin), rasio pengembalian atas investasi (return on investment), dan rasio pengembalian atas ekuitas (return on equity).

5. Rasio Nilai Pasar

Adalah rasio keuangan yang mengidentifikasikan tentang apa yang dipikirkan oleh para investor ekuitas tentang kinerja masa lalu perusahaan dan prospeknya di masa yang akan datang. Rasio nilai pasar meliputi: Earning Per Share (EPS), Equity Per Share (EqPS), Dividend Per Share (DPS), Price Earning Ratio (PER), Price Book Value (PBV), Dividend Payout Ratio (DPR), Dividend Yield (DY).

J. Pengertian Likuiditas

Likuiditas merupakan salah satu faktor yang menentukan sukses atau

gagalnya suatu perusahaan. Perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar

belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansial jangka pendeknya, atau

dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu mempunyai kemampuan

membayar. Kemampuan membayar baru terdapat pada sebuah perusahaan apabila

kekuatan membayarnya besar sehingga dapat memenuhi segala kewajiban

finansialnya yang segera harus dipenuhi. Perusahaan yang mempunyai kekuatan

membayar yang besar dikatakan sebagai perusahaan yang likuid. Sebaliknya

perusahaan yang kekuatan membayarnya kecil disebut illikuid.

(14)

Untuk itu pengertian likuiditas menurut Sartono (2000 : 121) adalah:

menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban finansial jangka pendek tepat pada waktunya. Sementara pengertian likuiditas menurut Syamsuddin (2001 : 286) adalah: suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Kesimpulan yang dapat diambil dari kedua pendapat di atas adalah bahwa likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besarnya aktiva lancar atau aktiva yang mudah diubah menjadi kas, yang meliputi kas, surat berharga, piutang dan persediaan.

Empat macam rasio likuiditas yang biasa digunakan dalam perusahaan dan yang digunakan penulis dalam penelitian ini meliputi:

1. Current Ratio (Rasio Lancar)

Current ratio merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek karena rasio ini menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditor jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo hutang.

Current ratio yang rendah biasanya dianggap menunjukkan terjadinya masalah dalam likuiditas. Sebaliknya perusahaan yang current rationya terlalu tinggi juga kurang bagus karena menunjukkan banyaknya dana menganggur yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampulabaan perusahaan.

Rumus current ratio menurut Sawir (2005 : 8), yaitu:

Current Ratio =

x

bilities CurrentLia

ets CurrentAss

100%

Sawir juga berpendapat (2005 : 9) bahwa investor yang bijaksana menganalisis current ratio dengan lebih mendalam dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti:

1. Apakah tersedia kredit yang dapat segera diambil apabila perusahaan tiba-tiba mengalami kesulitan keuangan?

2. Dapatkah non-current assets perusahaan segera dijual untuk memenuhi

kebutuhan kas yang tidak terduga?

(15)

3. Apakah perusahaan telah memperoleh keuntungan jika dipandang secara keseluruhan dalam jangka panjang?

4. Bagaimana kekuatan indikator-indikator lain tentang stabilitas keuangan?

2. Quick atau Acid Ratio (Rasio Cepat)

Persediaan merupakan unsur aktiva lancar yang tingkat likuiditasnya rendah karena persediaan merupakan barang yang dianggap relatif lama untuk direalisir menjadi uang kas. Apabila terjadi likuidasi, maka kerugian yang diderita dari aktiva ini akan memiliki akumulasi yang lebih besar dibandingkan dengan aktiva lancar lainnya.

Quick ratio sebesar 100% pada umumnya sudah dianggap baik, tetapi seperti halnya cash ratio, masalah berapa besar quick ratio yang ideal sangatlah tergantung pada jenis usaha dari masing-masing perusahaan.

Rumus quick ratio menurut Sawir (2005 : 10), yaitu:

Current Ratio =

x

bilities CurrentLia

Inventory ets

CurrentAss

100%

3. Cash Ratio (Rasio Kas)

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancarnya dengan kas dan setara kas yang dimilikinya. Pengertian setara kas disini adalah simpanan di bank dalam bentuk giro, deposito dan surat-surat berharga yang dapat segera dicairkan.

Rumus cash ratio menurut Kasmir (2000 : 289) dapat dihitung dengan rumus:

Rasio Kas = x

gLancar Hu

SetaraKas Kas

tan

+ 100%

4. Working Capital to Total Assets Ratio

Working capital to total assets ratio merupakan aktiva lancar yang benar-

benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa mengganggu

likuiditas perusahaan; yaitu yang merupakan kelebihan aktiva lancar di atas

hutang lancar.

(16)

Rumus working capital to total assets ratio menurut Riyanto (2001 : 333) yaitu:

Working capital to total assets ratio =

x

s TotalAsset

bilities CurrentLia ets

CurrentAss

100%

K. Pengertian Profitabilitas

Profitabilitas atau sering juga disebut sebagai rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut (Riyanto, 2001:35). Menurut Riyanto pula (2001:35), bagi perusahaan pada umumnya masalah rentabilitas lebih penting daripada masalah perolehan laba, karena masalah yang besar saja belum merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah dapat bekerja dengan efisien. Efisiensi baru dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh itu dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut.

Menurut Riyanto (2001:36) ada 2 cara penilaian rentabilitas, yaitu:

1. Rentabilitas Ekonomis

Rentabilitas ekonomis adalah perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut dan dinyatakan dalam persentase. Rentabilitas ekonomis sering pula dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh modal yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan laba.

Laba yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas ekonomis hanyalah laba yang berasal dari operasi perusahaan atau disebut dengan laba usaha.

Sedangkan laba yang berasal dari luar usaha tidaklah diperhitungkan. Begitu pula dengan modal, modal yang digunakan hanyalah modal yang bekerja dalam perusahaan sedangkan modal yang berasal dari luar perusahaan tidak diperhitungkan.

Dalam literatur Anglosaxon pada umumnya rentabilitas ekonomi disebut

dengan istilah “earning power” (Riyanto, 2001:37). Dalam hubungan ini

Howard & Upton dalam bukunya “Introduction to Business Finance”

(17)

menyatakan: “Earning power as the ability of a given investment to earn to return from it use”. RW Johnson dalam bukunya “Financial Management”, menyatakan: “Earning power, the relation of net operating income to the net operating assets.”

Tinggi rendahnya earning power ditentukan oleh dua faktor, yaitu:

1. Net Profit Margin, yakni perbandingan antara net operating income dengan net sales, dimana perbandingan tersebut dinyatakan dalam persentase (Riyanto, 2001:37).

Profit margin dapat dihitung dengan rumus:

Net Profit Margin =

NetSales ngIncome NetOperati

x 100%

2. Operating Assets Turnover, yakni kecepatan berputarnya operating assets dalam suatu periode tertentu (Riyanto, 2001:37).

Operating Assets Turnover dapat dihitung dengan rumus:

Operating Assets Turnover =

ssets OperatingA

NetSales

x 100%

Dari kedua faktor di atas dapat diketahui rumus untuk menentukan earning power adalah: Earning Power = Profit Margin x Operating Assets Turnover

2. Rentabilitas Modal Sendiri

Rentabilitas Modal Sendiri atau Rentabilitas Usaha merupakan perbandingan antara jumlah laba yang tersedia bagi pemilik modal sendiri di satu pihak dengan jumlah modal sendiri yang menghasilkan laba tersebut di lain pihak (Riyanto, 2001:44). Atau dengan kata lain merupakan kemampuan suatu perusahaan dengan modal sendiri yang bekerja untuk menghasilkan keuntungan.

Laba yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas modal sendiri

adalah laba usaha setelah dikutangi dengan bunga modal asing dan pajak

perseroan atau income tax. Sedangkan modal yang diperhitungkan hanyalah

(18)

modal sendiri yang bekerja di dalam perusahaan. Sehingga rumusnya adalah sebagai berikut:

Rentabilitas Modal sendiri =

ri ModalSendi

LabaBersih

x 100%

L. Analisis Sistem Du Pont

Menurut Harahap (2002:333) dalam bukunya menyatakan bahwa du pont sudah dikenal sebagai pengusaha sukses. Dalam bisnisnya ia memiliki cara sendiri dalam menganalisa laporan keuangannya, caranya hampir sama dengan analisa laporan keuangan biasa, namun pendekatannya lebih integratif dan menggunakan komposisi laporan keuangan sebagai elemen analisanya.

Sedangkan menurut Weston dan Brigham (1990:317) menyatakan sistem du pont dirancang untuk memperlihatkan bagaimana margin laba atas penjualan, rasio perputaran aktiva dan penggunaan utang berinteraksi untuk menentukan tingkat pengembalian atas ekuitas.

Pada dasarnya analisis sistem du pont ini merupakan pengembangan dari analisis rasio keuangan karena dalam analisis ini menggunakan beberapa rasio keuangan. Sistem du pont dan sistem rentabilitas ekonomis memiliki kemiripan sehingga ditafsirkan sama, tetapi pada dasarnya sistem du pont dan sistem rentabilitas mempunyai perbedaan, yaitu pada sistem du pont dalam menghitung return on investment (ROI) yang didefinisikan sebagai laba adalah laba setelah pajak (EAT), sedangkan pada rentabilitas ekonomis laba yang dimaksud adalah laba sebelum bunga dan pajak (EBIT). Sedangkan pembagiannya sama yaitu investasi atau total aktiva. Sehingga analisis ini digunakan untuk mengontrol perubahan dalam rasio aktivitas dan net profit margin dan seberapa besar pengaruhnya terhadap ROI.

Return On Investment (ROI) merupakan kemampuan perusahaan

keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan

jumlah aktiva yang tersedia dalam perusahaan. Kemampuan dari modal yang

diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan netto. Mengukur

tingkat penghasilan bersih yang diperoleh dari total aktiva yang tersedia atau

(19)

kemampuan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan ativa yang tersedia di dalam perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas, jadi analisis du pont adalah suatu analisis yang memisahkan profitabilitas dengan pemanfaatan assets, dengan analisis ini akan dapat diketahui perputaran aktiva dan profit margin suatu perusahaan. Untuk menghasilkan ROI tersebut adalah sebagai berikut:

ROI =

Penjualan LabaBersih

x

a TotalAktiv

Penjualan

Referensi

Dokumen terkait

Masalah sterilisasi kucing masih banyak dibicarakan khususnya oleh orang dewasa, melalui media buku dapat menjadi media menarik yang akan memberikan edukasi mengenai manfaat

Jika dalam model ANFIS digunakan nilai epoch sebesar 10, maka untuk operator dengan kode (OP 10) terdapat perubahan hasil perhitungan yaitu nilai output kuesioner 3,00

Peneliti berasumsi bahwa hubungan yang signifikan antara lamanya persalinan kala II pada ibu bersalin multigravida terhadap apgar score menit 1 dan menit 5, hal

Dalam hal terdapat perbedaan data antara Petikan DIPA dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database

CAPAIAN PROGRAM PRIORITAS.. 9 Jawa Timur Kalimantan Barat Papua Barat Kalimantan Tengah Riau Sumatera Utara Aceh Sulawesi Tengah Sumatera Selatan Jawa Timur Kalimantan

Dengan lahirnya teori EQ tidak berarti sebagai lonceng kematian bagi teori IQ, demikian pula kehadiran SQ tidak untuk memukul pingsan teori emosi manusia dalam EQ,

Hasil penelitian pasteurisasi dan waktu simpan telur ayam terdapat perbedaan antara telur pasteurisasi dengan telur tanpa pasteurisasi terhadap sifat putih telur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan melakukan manajemen pajak sekaligus manajemen laba pada saat penurunan tarif pajak, manajemen pajak yang dilakukan