30
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 HASIL
5.1.1 Unit penangkapan
Pancing rumpon merupakan unit penangkapan yang terdiri dari beberapa alat tangkap pancing yang melakukan pengoperasian dengan alat bantu rumpon. Di PPN Palabuhanratu unit penangkapan ini dikenal dengan nama pancing rumpon. Unit penangkapan pancing rumpon terdiri dari alat tangkap, kapal, nelayan dan alat bantu penangkapan yaitu rumpon.
5.1.1.1 Alat tangkap
Menurut hasil wawancara dengan nelayan rumpon di Palabuhanratu, alat
tangkap yang digunakan oleh nelayan rumpon diantaranya pancing tonda, pancing taber, pancing coping, pancing jerigen, dan pancing layangan. Alat tangkap yang digunakan tersebut memiliki konstruksi, metode penangkapan, dan waktu pengoperasian yang berbeda-beda antara alat tangkap satu dengan alat tangkap lainnya.
1) Pancing tonda
Pancing tonda merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan umpan. Pada pengoperasiannya, pancing tonda ditarik oleh kapal yang operasinya dilakukan di buritan kapal. Konstruksi dari alat tangkap ini hanya terdiri dari mata pancing yang memiliki umpan buatan yang terbuat dari benang warna-warni dan tali nilon monofilamen. Mata pancing yang digunakan yaitu nomor 7 (tujuh) atau 8 (delapan) yang terbuat dari besi sebanyak tiga buah yang diikat menjadi satu.
31 Gambar 7 Ilustrasi pengoperasian pancing tonda
2) Pancing taber
Alat tangkap pancing taber merupakan alat tangkap yang digunakan juga pada operasi penangkapan di sekitar rumpon. Konstruksi dari alat tangkap ini terdiri dari tali cabang, kail, swivel, dan pemberat. Pancing taber memiliki 15 tali cabang, panjang tali cabang 30 cm dengan jarak antara tali cabang yaitu sekitar 1 meter, sedangkan jarak antara swivel pertama dengan tali cabang pertama adalah sepanjang 1,5 meter, berbeda dengan panjang tali cabang dengan swivel terakhir berjarak hanya 1 meter. Mata pancing yang digunakan menggunakan ukuran nomor 7 (tujuh) dengan bantuan umpan buatan berupa tali rafia berwarna yang telah disisir seperti rambut. Pada swivel ke dua digantungi pemberat 100 gram.
1
2 3
4
Keterangan:
1. Mata pancing dan umpan
2. Submarine board 3. Swivel
32 Gambar 8 Pancing taber
3) Pancing coping
Alat tangkap ini digunakan oleh nelayan rumpon untuk menangkap ikan umpan. Konstruksi pancing coping terdiri dari mata pancing dengan ukuran nomor 8 (delapan) yang diikat oleh tali nilon monofilamen sepanjang tujuh meter, tali ini menghubungkan atau mengikat pada swivel, sedangkan pemberat yang digunakan memiliki massa 250-300 gram.
Keterangan: 1 Penggulung tali 2 Swivel
3 Pemberat
4 Mata pancing dan umpan buatan
33 Gambar 9 Pancing coping
4) Tomba Jerigen
Tomba jerigen termasuk ke dalam kategori alat tangkap pancing yang merupakan alat tangkap utama yang digunakan dalam operasi penangkapan rumpon. Menurut hasil wawancara konstruksi tomba jerigen terdiri dari jerigen, tali nilon monofilament, swivel, pemberat terbuat dari timah sekitar 250 g, mata pancing yang digunakan nomor 1 (satu) atau 2 (dua) dan terbuat dari baja, dan umpan hidup. Jerigen ini berfungsi sebagai pelampung tanda berukuran 25-30 liter, dengan warna cerah sehingga mudah dikenali.
Keterangan: 1 Penggulung tali 2 Swivel
3 Pemberat
4 Mata pancing dan umpan buatan
34 Gambar 10 Pancing jerigen
5) Pancing layangan
Alat tangkap ini memiliki konstruksi yang terdiri dari layangan plastik, umpan buatan yang berupa cumi-cumi plastik dan berwarna, multiple hook, dan tali. Pada alat tangkap pancing layangan ini multiple hook yang digunakan merupakan rakitan yang dibuat sendiri oleh nelayan dan ukuran mata pancing yang digunakan adalah mata pancing nomor 2 (dua). Rakitan mata pancing dibuat menjadi satu kesatuan yang terdiri dari tiga mata pancing kemudian diikat menggunakan benang nilon monofilamen. Umpan buatan yang berupa cumi-cumi plastik berfungsi juga untuk menyembunyikan mata pancing agar tidak terlihat oleh ikan. Sedangkan layangan terbuat dari bahan plastik yang umumnya berwarna hitam dengan harga Rp 2000,- persatuan layangan.
Keterangan: 1 Jerigen 2 Swivel 3 Pemberat 4 Mata pancing
35 Gambar 11 Ilustrasi pengoperasian pancing layangan
5.1.1.2 Kapal
Kapal yang digunakan adalah kapal rumpon yang spesifikasinya
merupakan jenis perahu inboard engine dengan ukuran panjang (LOA) 17 – 19 meter, lebar (B) 3,2 meter, dalam (D) 2,5 meter. Bahan kayu yang digunakan pada perahu ini adalah kayu bungur. Kapal ini biasanya memiliki 3-4 palka yang terbuat dari bahan fiber atau terbuat dari kayu dengan ukuran 1,6x1,7x1 meter. Pada kapal rumpon terdapat dua mesin yaitu mesin utama dan mesin samping atau cadangan, mesin utamanya adalah Yanmar 300 Tf dan mesin samping atau cadangannya adalah Jiandong 300 Tf dengan bahan bakar menggunakan solar (Lampiran 3).
5.1.1.3Nelayan
Nelayan yang beroperasi pada perahu rumpon atau biasa disebut dengan
nelayan pancing rumpon berjumlah 3 sampai 6 orang nelayan. Pembagian tugasnya terdiri dari satu orang sebagai juru mudi, satu orang sebagai wakil juru mudi, satu orang juru masak merangkap sebagai pemancing, dan sisanya sebagai pemancing. Dalam operasi penangkapan, juru mudi berperan sangat penting Keterangan:
1 Penggulung tali 2 Tali pancing
3 Layang-layang plastik
4 Mata pancing dan umpan buatan 5 Swivel
36 dalam keberhasilan operasi penangkapan karena semua keputusan berada ditangan juru mudi.
5.1.1.4 Rumpon
Rumpon adalah suatu alat bantu penangkapan ikan yang merupakan suatu bangunan yang menyerupai pepohonan yang dipasang di suatu tempat yang berada di tengah laut. Rumpon yang berada di lokasi penelitian menggunakan rumpon yang memiliki komponen utama yaitu terdiri dari pelampung yang terbuat dari ponton, tali utama yang terbuat dari tali PP (polypropylene), atraktor alami yang terbuat dari pelepah daun kelapa, sedangkan atraktor permanennya terbuat dari bahan sintetis yang terbuat dari tali plastik rafia dan waring bekas, serta pemberat utama yang terbuat dari semen. Adapun pelengkap yang digunakan pada rumpon yaitu meliputi swivel yang terbuat dari besi, hillban yang terbuat dari ban luar mobil, karung plastik, selang plastik, tali PE, dan pemberat atraktor yang terbuat dari batu bata merah (Lampiran 6).
5.1.2 Hasil tangkapan
Hasil tangkapan utama yang tertangkap pada rumpon selama penelitian adalah jenis ikan tuna yang termasuk ke dalam Famili Scrombidae. Menurut Dahuri (2008) vide Ma’arif (2011) secara global terdapat 7 spesies ikan tuna yang memiliki nilai ekonomis penting, yaitu albacore (Thunnus alalunga), bigeye
tuna (Thunnus obesus), atlantic bluefin tuna (Thunnus thynnus), pacific bluefin tuna (Thunnus orientalis), southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii), yellowfin tuna (Thunnus albacares), dan skipjack tuna(Katsuwonus pelamis). Jenis ikan ini
hidup dan berkembang di perairan samudra Pasifik, Atlantik, dan Hindia kecuali
pasific bluefin dan southern bluefin tuna. Pada penelitian ini, ikan jenis tuna yang
tertangkap adalah ikan tuna jenis cakalang, madidihang dan bigeye tuna. Menurut hasil wawancara dengan nelayan pancing rumpon dikatakan bahwa dalam satu kali trip pada musim puncak nelayan bisa mendapatkan 19 ekor sampai 50 ekor dengan berat 50 kg sampai 70 kg pada setiap ekornya. Selain itu, adapun hasil tangkapan sampingan yang tertangkap pada rumpon adalah ikan jabrig, ikan salur, ikan jangilus, dan ikan selayang yang biasanya dipakai untuk ikan umpan.
37
5.1.3 Daerah dan musim penangkapan ikan
Daerah atau lokasi pemasangan rumpon di teluk Palabuhanratu, umumnya pada lintang 70 sampai lintang 90 LS. Berikut merupakan lokasi daerah penangkapan pancing dengan alat bantu rumpon di teluk Palabuhanratu.
Gambar 12 Peta lokasi pemasangan rumpon
Menurut hasil wawancara daerah pemasangan rumpon di teluk Palabuhanratu berjarak 100 mil dari PPN Palabuhanratu Sukabumi, jarak tersebut ditempuh nelayan selama satu hari satu malam. Melihat lokasi penangkapan yang cukup jauh tentunya sering terjadi kendala yang dialami oleh nelayan pancing rumpon dalam melakukan operasi penangkapan, salah satunya yaitu kendala cuaca yang tidak bisa diprediksikan Musim penangkapan di teluk Palabuhanratu dikenal dengan dua musim yaitu musim barat dan musim timur. Musim timur biasaya terjadi pada bulan Juni-Oktober dimana pada bulan tersebut didapatkan jumlah ikan yang berlimpah, sedangkan musim barat terjadi di bulan November-Mei yang ditandai dengan sedikitnya jumlah hasil tangkapan yang didaratkan.
Berikut merupakan data hasil tangkapan pancing dengan alat bantu rumpon yang didapatkan pada tahun 2011, dimana dengan mengetahui jumlah dari hasil tangkapan tersebut, maka bisa dilihat pola musim penangkapan yang
9°6' 8°48' 8°30' 8°12' 7°54' 7°36' 7°18' 7°00' 6°42' 6°24' 104°18' 104°36' 104°54' 105°12' 105°30' 105°48' 106°6' 106°24' 106°42' 107°00' 107°18' 107°36' 12° 10° 8° 6° 4° 106°108°110° 112°114° 116° INSERT PETA N E W S Kilometer # Daratan Posisi rumpon LEGENDA Perairan Skala 1:4.679.774 28 0 28 Kilometers
38 terjadi di teluk Palabuhanratu khususnya untuk unit penangkapan pancing yang terjadi di tahun 2011.
Grafik 1 Pola musim berdasarkan data hasil tangkapan
Sumber: Data primer 2011
Berdasarkan data hasil tangkapan yang diperoleh, maka dapat diketahui pola musim penangkapan alat tangkap pancing yang melakukan operasi penangkapan dengan bantuan rumpon. Grafik diatas menunjukan bahwa musim banyak ikan terjadi pada bulan Juni-Oktober dan musim kurang ikan terjadi pada bulan November-Maret, sedangkan untuk bulan April dan Mei karena dilihat hasil tangkapan masih belum stabil maka disebut dengan musim sedang ikan. Informasi mengenai pola musim penangkapan tersebut dapat membantu nelayan dalam malakukan operasi penangkapan.
5.1.4 Efektivitas rumpon
Efektivitas rumpon dihitung berdasarkan rasio antara ikan yang tertangkap oleh seluruh alat tangkap terhadap total hasil tangkapan pada suatu jenis rumpon. Berikut ini merupakan data produksi hasil tangkapan cakalang, madidihang dan
bigeye, yang di daratkan di PPN Palabuhanratu berdasarkan data statistik PPN
Palabuhan ratu (PPN Palabuhanratu 2011).
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 (K g) Bulan Madidihang Bigeye Cakalang
39 Tabel 6 Data produksi hasil tangkapan cakalang, madidihang dan bigeye tuna
berdasarkan data statistik PPN Palabuhanratu 2011
Bulan Produksi Cakalang (kg) Produksi Madidihang (kg) Produksi BigEye (kg) Januari 12247 67262 223246 Februari 18513 47778 101889 Maret 15814 66066 140209 April 18869 94964 139975 Mei 44781 85769 249173 Juni 45477 66383 182901 Juli 45668 99235 151629 Agustus 63625 51253 59135 September 234069 60818 75218 Oktober 177261 90531 123383 November 94628 129456 197081 Desember 93787 209923 296195 Total 864739 1069438 1940034 Total HT 3874211 Sumber: PPN Palabuhanratu 2012
Tabel diatas merupakan hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dalam satu tahun pada tahun 2011. Untuk mengetahui berapa efektivitas rumpon terhadap hasil tangkapan tuna, maka dilakukan perbandingan antara hasil tangkapan tuna oleh semua alat tangkap yang beroperasi di PPN Palabuhanratu dengan alat tangkap pancing rumpon. Dengan mengetahui nilai produksi dari seluruh kapal dan nilai produksi dari pancing rumpon, maka akan diperoleh tingkat efektivitas. Berikut ini merupakan data produksi hasil tangkapan tuna yang diperoleh dari unit penangkapan pancing rumpon.
40 Tabel 7 Data produksi madidihang, cakalang dan bigeye tuna yang tertangkap
oleh pancing rumpon tahun 2011
Bulan Jumlah kapal Madidihang (Kg) Cakalang (Kg) Bigeye (Kg) Ikan lainnya (Kg) Januari 76 18264 18970 13920 1855 Februari 103 21265 20880 13792 4110 Maret 98 16893 18715 12823 6182 April 154 36428 28344 16387 11014 Mei 138 32767 18501 11804 2455 Juni 100 23264 30145 14180 3118 Juli 143 40334 27692 22267 2535 Agustus 126 28219 54046 19112 5373 September 131 43791 72821 28147 1796 Oktober 123 45402 51523 29172 2266 November 67 27617 19705 15237 992 Desember 86 22797 23553 8624 7663 Total 1345 357041 384895 205465 49359 Total HT 947401
Sumber: Data Primer 2012
Dengan mengetahui nilai produksi dari seluruh kapal dan nilai produksi dari pancing rumpon, maka akan diperoleh tingkat efektivitas rumpon. Hasil dari perhitungan menunjukan bahwa nilai efektivitas pancing rumpon sebesar 24%, apabila dilihat nilai rata-ratanya memperoleh nilai efektivitas sebesar 27% dalam satu tahunnya. Apabila dilihat dari hasil perbulan efektivitas pancing rumpon paling besar terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 58%, hasil tersebut menunjukan bahwa jenis ikan tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu 58% didapatkan dari hasil tangkapan pancing rumpon.
5.1.5 Proporsi hasil tangkapan
Perhitungan proporsi hasil tangkapan didapatkan dengan cara menghitung jumlah jenis hasil tangkapan ke-i yang tertangkap oleh pancing rumpon dan membandingkan dengan seluruh hasil tangkapan pancing rumpon. Diperoleh hasil dari perhitungan menunjukan bahwa proporsi hasil tangkapan sebagai berikut:
41
Dengan menggunakan rumus tersebut maka didapatkan proporsi hasil tangkapan sebagai berikut:
Tabel 8 Perhitungan proporsi hasil tangkapan
Jenis hasil tangkapan Persentase (%)
Cakalang 40.62
Madidihang 37.68
42
5.2 PEMBAHASAN
Rumpon adalah suatu alat bantu penangkapan ikan yang merupakan suatu bangunan menyerupai pepohonan dan dipasang di suatu tempat yang berada di tengah laut. Komponen utama rumpon terdiri dari pelampung, tali panjang, atraktor dan pemberat. Di Indonesia nama rumpon dikenal dengan sebutan tendak (Jawa), onjen (Madura), rabo (Sumatera Barat), unjan (Sumatera timur), tuasan (Sumatera utara), dan rampong (Indonesia timur) (Subani dan Barus 1989). Di PPN Palabuhanratu rumpon digunakan sebagai alat bantu penangkapan yang membantu dalam pengoperasian alat tangkap pancing, sehingga dikenal dengan sebutan pancing rumpon.
Pengoperasian alat tangkap pancing yang dioperasikan dengan alat bantu rumpon oleh nelayan di Palabuhanratu berlangsung di sekitar lintang 70 – 90 LS. Waktu pengoperasian unit penangkapan pancing rumpon yaitu selama 7 sampai 10 hari. Nelayan pancing rumpon biasanya berangkat ke fishing ground pada sore hari karena perjalanan menuju tempat pengoperasian memakan waktu yang cukup lama yaitu sekitar satu hari satu malam. Nelayan pancing rumpon biasanya sampai di fishing ground pada pagi hari, pada saat itu juga nelayan langsung memasang atau melakukan setting untuk pancing yang akan digunakan.
Pancing yang digunakan oleh nelayan pancing rumpon yang berada di PPN Palabuhanratu yaitu pancing tonda, pancing taber, pancing coping, pancing jerigen, dan pancing layangan. Penggunaan alat-alat tersebut berbeda satu sama lainnya termasuk waktu dan cara pengoperasiannya. Kegiatan memancing di sekitar rumpon, dioperasikan dengan lima cara, yaitu:
1) Tomba jerigen. Lama operasi alat tangkap ini dilakukan dari pagi hingga sore selama ikan umpan masih bisa tertangkap. Umpan yang digunakan dalam pengoperasian tomba jerigen adalah umpan hidup, umumnya ikan yang diperoleh dari hasil tangkapan pancing tonda seperti ikan tongkol yang berukuran kurang dari 2 kg. Cara pengoperasian tomba jerigen yaitu dengan merangkai tali pancing dengan pelampung yang terbuat dari jerigen bekas,
swivel, dan mata pancing yang kemudian dioperasikan dengan cara
diapungkan disekitar rumpon. Metode penangkapan yang dilakukan pertama kali yaitu dengan memancing ikan umpan dengan menggunakan alat tangkap
43 pancing tonda. Setelah ikan umpan didapatkan, kemudian ikan umpan tersebut dipasang pada mata pancing tomba jerigen untuk dimasukan kembali kedalam perairan dengan cara mengkaitkan ikan umpan pada bagian antara sirip dorsal dan kepala tetapi tidak mengenai otak sehingga ikan masih dalam kondisi hidup. Setelah ikan dikaitkan, maka jerigen diturunkan satu per satu dengan jarak tertentu sesuai pengamatan nelayan terhadap tanda-tanda keberadaan ikan. Rangkaian jerigen ini terdiri dari 6 sampai 10 buah. Kondisi kapal pada saat dilakukan pengoperasian dalam keadaan mesin mati. Apabila ada ikan yang tertangkap atau terkait pada mata pancing maka rangkaian langsung diangkat ke atas kapal dengan bantuan ganco.
2) Pancing layang-layang. Alat tangkap ini biasanya dioperasikan pada saat istirahat makan siang. Metode operasi pancing layang-layang yaitu dengan cara menggantungkan tali pancing pada layang kemudian layang-layang tersebut diterbangkan sehingga tali pancing akan terhentak. Hentakan ini yang membuat umpan buatan seperti umpan hidup karena umpan tersebut akan bergerak layaknya umpan hidup. Umpan yang digunakan adalah umpan buatan berupa cumi-cumi. Kondisi kapal pada saat pengoperasian dalam keadaan mesin mati dan dalam pengoperasiannya pancing layang-layang sangat terpengaruh dengan adanya angin. Pada saat umpan disambar oleh ikan, maka layang-layang akan digulung oleh nelayan dengan cepat, tidak jarang layangan ikut masuk kedalam air jika hasil tangkapan terlalu besar atau terjadinya saling tarik antara nelayan dan ikan sehingga layangan menjadi rusak dan harus diganti. Dalam satu kali trip nelayan membawa 10 sampai 20 layang-layang.
3) Pancing tonda. Alat tangkap ini digunakan untuk menangkap ikan umpan dengan rangkaian tali pancing, umpan buatan yang terbuat dari benang warna-warni dan pemberat. Dioperasikan dengan cara ditarik oleh kapal dengan kecepatan 4-5 knot pada saat ikan target sudah terkait maka ikan diangkat dari perairan ke atas kapal. Rangkaian pancing tonda yang ditarik dalam satu kali trip mendapatkan 2 sampai 4 ekor ikan. Pengoperasian dilakukan pada pagi hari. Jarak antara rumpon dengan lokasi menonda yaitu 30-35 meter, dengan panjang tali pancing yang ditonda sekitar 20 meter.
44 4) Pancing taber. Alat tangkap pancing taber menggunakan umpan buatan berupa tali rafia berwarna, dalam pengoperasiannya sama dengan pancing tonda yaitu ditarik dengan menggunakan kapal.
5) Pancing coping. Metode pengoperasian alat tangkap pancing coping yaitu dengan cara kail dilempar ke perairan kemudian diikuti dengan pemberat. Kail akan bergerak karena tertarik oleh pemberat yang dibiarkan bebas tenggelam hingga kedalaman tertentu tanpa ditahan, dan penarikan pancing coping ini dilakukan dengan cepat. Umpan yang digunakan dalam pengoperasian pancing coping yaitu umpan buatan yang terbuat dari tali rafia berwarna.
Pada pengoperasian pancing rumpon, ke lima alat tangkap pancing tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan dalam mendapatkan hasil tangkapan. Dalam penelitian ini salah satu kendalanya yaitu kurangnya informasi yang pasti bahwa setiap pancing menangkap ikan dengan jenis dan ukuran tertentu. Adapun hasil dari penelitian ini didapatkan data pancing rumpon dalam menangkap hasil tangkapan jenis tuna yaitu cakalang, madidihang dan bigeye. Pengoperasian pancing yang diopersikan dengan alat bantu rumpon dimulai dari pagi hingga sore hari tergantung situasi dan kondisi alam yaitu sekitar pukul 05.00 – 17.00 WIB, hal ini diduga karena pada saat itu ikan cakalang dan tuna sedang bermigrasi untuk mencari makan. Adapun pustaka yang membahas tentang tingkah laku ikan cakalang, madidihang dan bigeye tuna menyatakan bahwa ketiga jenis ikan tersebut merupakan jenis ikan yang aktif pada siang hari (diurnal) dengan mata sebagai indera utama dan bersifat karnivor (Gunarso 1985 vide Inizianti 2010).
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus efektivitas rumpon, nilai efektivitas yang didapatkan dalam penelitian ini sebesar 24%, apabila dilihat nilai rata-ratanya memperoleh nilai efektivitas sebesar 27% dalam satu tahunnya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pancing rumpon telah memberikan kontribusi penangkapan tuna yang cukup tinggi terhadap hasil tangkapan yang di daratkan di PPN Palabuhanratu. Apabila dilihat dari hasil perbulan efektivitas pancing rumpon paling besar terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 58%, hasil tersebut menunjukan bahwa jenis ikan tuna yang di daratkan di PPN Palabuhanratu sebesar 58% didapatkan dari hasil tangkapan pancing rumpon.
45 Berdasarkan perhitungan proporsi hasil tangkapan, diperoleh proporsi ikan jenis tuna yang di daratkan di PPN Palabuhanratu yang tertangkap oleh alat tangkap pancing rumpon adalah cakalang sebesar 40,6%, madidihang 37,6% dan
bigeye sebesar 21,6%. Dari hasil perhitungan proporsi tersebut, maka dapat
diketahui seberapa besar proporsi jenis tuna yang tertangkap oleh alat tangkap pancing rumpon yang didaratkan di PPN Palabuhanratu. Menurut data yang diperoleh proporsi hasil tangkapan banyak menangkap ikan cakalang dan madidihang dibandingkan bigeye. Menurut Nugroho (1992), jenis ikan cakalang dan madidihang tertarik untuk bergerombol pada benda yang terapung di laut dengan adanya rumpon dengan konstruksi mengapung di laut maka ikan cakalang dan madidihang banyak berkumpul disekitar rumpon. Selain itu, adanya ikan disekitar benda terapung termasuk rumpon berkaitan dengan pola rantai makanan. Tertangkapnya sekelompok yellowfin tuna atau madidihang bersamaan dengan sekelompok bigeye, juga ditemukan pada pengoperasian longline yang beroperasi di Samudera Hindia bagian tengah (Lu et al 2008). Hal ini diduga bahwa keberadaan kelompok bigeye yang tertangkap di Palabuhanratu bersamaan dengan kelompok madidihang.
Dari hasil perhitungan efektivitas dan proporsi hasil tangkapan tuna pada penelitian ini, hasil tersebut menunjukkan bahwa unit penangkapan pancing yang dioperasikan dengan alat bantu rumpon telah memberikan kontribusi penangkapan tuna yang cukup tinggi terhadap hasil tangkapan tuna yang di daratkan di PPN Palabuhanratu. Adapun hasil tangkapan tuna merupakan hasil tangkapan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan banayak digemari di pasar lokal, regional maupun pasar internasional. Mengingat pentingnya hasil tangkapan tuna, maka diperlukan metode pengoperasian dan cara penanganan hasil tangkapan yang baik sehingga tuna tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Metode pengoperasian alat tangkap pancing dikatakan baik karena hasil tangkapannya masih dalam keadaan segar dan dalam keadaan hidup. Selain metode penangkapan yang harus diperhatikan, penanganan tuna di atas kapal juga merupakan hal terpenting yang harus diperhatikan, karena apabila dilihat lama waktu operasional unit penangkapan pancing rumpon yaitu selama satu minggu. Adapun cara penanganan tuna diatas kapal menurut Nurani dan Wisudo (2007)
46 adalah sebagai berikut, pada waktu menangani ikan suhu harus tetap terjaga dengan cara ikan terus dibersihkan dengan air yang disemprotkan. Ikan dibunuh dengan cara memasukkan batang besi pada otak ikan dilakukan dengan cara sangat hati-hati agar tidak merusak tekstur daging ikan dan usahakan segera mengeluarkan darah dari badan ikan, kemudian dilakukan pemotongan insang yang bertujuan agar ikan terhindar dari akumulasi bakteri tahap selanjutnya yaitu pembuangan isi perut, semua isi perut harus dikeluarkan. Terakhir dilakukan pencucian, darah harus dibersihkan sampai bersih karena apabila masih ada darah yang tertinggal akan menyebabkan proses pembekuan tidak merata dan tidak berjalan dengan baik.
Faktor yang menentukan nilai jual ikan yaitu penanganan ikan setelah penangkapan dan dilihat dari tingkat kesegarannya. Proses penanganan ikan diatas kapal merupakan tahap awal penanganan terhadap hasil tangkapan yang akan menentukan kualitas ikan dari hasil tangkapan yang diperoleh yang selanjutkan dipakai untuk menentukan nilai jual ikan tersebut. Semakin baik teknik penanganannya maka semakin bagus kualitas ikan dan semakin tinggi nilai jual dari ikan tersebut. Adapun penanganan ikan diatas kapal pasca penangkapan ini, kurang begitu diperhatikan dengan baik oleh nelayan. Hal ini disebabkan karena area kerja nelayan di kapal kurang begitu mendukung melihat dari kondisi kapal yang sempit dengan jumlah nelayan yang sedikit. Kualitas hasil tangkapan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena hal ini terkait dengan hasil tangkapan yang tujuan utamanya adalah pasar ekspor.