2.1. Tipografi
2.1.1. Sejarah Tipografi
Tipografi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu typos = form (bentuk) dan graphein = to write (menulis) mempunyai pengertian seni dan teknik menulis sebuah pembahasan dalam bentuk huruf, menggunakan kombinasi typeface styles, point sizes, line lengths, line leading, character spacing, dan word spacing untuk menghasilkan typeset artwork in physical or digital form (Craig 4)
Tipografi terdiri dari 26 huruf yang kita sebut dengan alfabet. Alfabet ini semula berasal dari simbol-simbol yang masing-masing digunakan untuk mewakili dari sebuah bahasa (Craig 4)
2.1.1.1 Permulaan munculnya Alfabet
Simbol yang digunakan saat itu merupakan penggambaran dari benda- benda yang ada di sekitar mereka seperti manusia, hewan, dan senjata. Gambar- gambar tersebut disebut dengan pictograph, yaitu simbol yang mewakili sebuah objek (Craig 5).
Gambar 2.1. Pictograph
Manusia berkembang begitu pula dengan komunikasi mereka sehari-hari.
Mereka memerlukan bahasa tulis yang lebih kompleks lagi agar bisa menggambarkan ide-ide yang ada di benak mereka. pemikiran abstract tersebut dikomunikasikan dengan penggabungan dari beberapa pictograph, dengan demikian sebuah simbol tidak lagi mewakili object melainkan mewakili sebuah
yang saling silang memiliki arti yang lebih kompleks dari sekedar yang ditunjukkan, gabungan kedua gambar itu memiliki arti : kematian, racun, atau perompak.
Gambar 2.2. Ideograph
Pada tahun 2500 sebelum masehi, bangsa Mesir menemukan alat tulis yaitu alang-alang dan papyrus sebagai tempat untuk menulis. Hal ini memberikan kontribusi yang sangat besar sebagai titik awal dari bentuk huruf yang akan terus berkembang dan berubah. Mesir sendiri memiliki huruf yang dikenal dengan Hieroglyph/Hieratic Script.
Gambar 2.3. Hierogliph
Dari simbol-simbol tipografi lambat laun berubah menjadi huruf-huruf yang disebut dengan Alfabet. Alfabet merupakan sistem penulisan dengan satu bentuk visual yang unik (huruf), setiap konsonan dan vokal dapat dikombinasikan menjadi bentuk unit viusal (kata) yang dapat mereprestasikan sebuah bahasa (Perfect and Austen 10).
Berbagai teori mengenai awal mula perkembangan alfabet telah dikemukakan dan semua teori itu berasal dari penemuan yang besar dari
peradaban bangsa-bangsa. Alfabet merupakan sistem penulisan dengan satu bentuk visual yang unik (hurif), setiap konsonan dan vokal dapat dikombinasikan menjadi bentuk unit viusal (kata) yang dapat mereprestasikan sebuah bahasa (Perfect and Austen 10). Pada tahun 1500 sebelum masehi bangsa Semitic mengembangkan sistem alfabet yang pertama yaitu bahasa tulis Phonetic yang menyerupai gambaran dari Hieratic Script. Alfabet Phoenician banyak digunakan sebagai alat komunikasi dalam bisnis dan perdagangan karena bentuknya yang sederhana dan bisa ditulis dengan cepat. Dari sini penulisan alfabet berkembang hingga yunani.
Gambar 2.4. Huruf Phoenician
Yunani mulai mengadopsi Phoenecian sekitar tahun 800 sebelum masehi, saat itu petunjuk mengenai penulisan telah dibalik dari sebelah kiri ke kanan.
Yunani memiliki berbagai macam dialek lokal dan alfabet yang digunakan, namun alfabet Ionian telah secara resmi diadopsi di Athena sebagai Alfabet Yunani Klasik.
Gambar 2.5. Alfabet Yunani Klasik
2.1.1.2. Perkembangan Alfabet Roman
Huruf Roman berakar sejak dari awal Alfabet Phoenician hingga Alfabet Yunani. Barulah ketika Alfabet tersebut sampai ke tangan bangsa Romawi, mereka memberikan perubahan dan kontribusi terbesar dalam sejarah perkembangan tipografi. Pada masa itu bangsa Romawi mengembangkan sistem penulisan huruf kapital, huruf kecil, serta perkembangan bentuk-bentuk huruf dari
Script.
Penggunaan bentuk-bentuk geometri yang diterapkan pada huruf kapital memberikan bentuk visual yang mudah dikenali dan huruf ini dikenal sebagai jenis Square Kapitals yang merupakan cikal bakal huruf kapital yang sekarang ini digunakan. Bentuk khasnya adalah garis stroke yang memiliki tebal dan tipis yang kontras, bentuk lengkungan yang lebih sulit untuk dibuat, dan pada ujungnya memiliki sebuah bentuk yang disebut serif. Huruf ini menjadi huruf yang sangat ideal bagi dunia barat saat itu.
Gambar 2.6. Huruf Square Kapital
Runtuhnya kerajaan Romawi pada abad ke-3 menyebabkan biara-biara umat Nasrani menjadi pusat kegiatan pendidikan dan kebudayaan. Penyelamatan tulisan dan naskah-naskah yang bernuansa keagamaan merupakan sumber inspirasi serta motivasi utama dalam pengadaan dan pengembangan pembuatan buku-buku. Saat itu terciptalah huruf Unical yang banyak digunakan oleh gereja- gereja pada abad ke-5 sampai abad ke-9, hingga huruf-huruf tersebut memiliki citra yang kuat sebagai ‘huruf gereja’ (Sihombing 45)
Gambar 2.7. Huruf Unicial
2.1.1.3. Carolingian Minuscules Script
Pada jaman pemerintahan Raja Charlemagne (724-814) dibangunlah sekolah di istana. Sekolah tersebut mengajarkan cara menyalin naskah-naskah yang akan menjadi sumber lahirnya ilmu pengetahuan. Penasihat raja bernama Alcuin of York yang juga seorang budayawan menangani pengadaan buku dan
pembuatan huruf. Ia menciptakan standarisasi untuk desain tata letak serta gaya huruf baru yang kemudian dikenal dengan Carolingian Minuscules.
Gambar 2.8. Carolingian Minuscules
Gaya huruf ini lebih kontras pada lebar stroke dan diagonal yang kontras pula pada sudut dimana ujung pena ditorehkan. Carolingian Minuscules ini mengandung unsur Anglo-Irish Half Unicial dan The Frankish Script yang dikenal dengan nama Merovingian. Carolingian memiliki kelebihan pada bentuknya yang mudah dibaca serta jarak yang rapi antara kata dan garis.
Tipografi ini bertahan di Eropa hingga akhirnya muncul gelombang kedua dari huruf nasional di Eropa pada abad ke-12 yang bernama The German Gothic Minuscules atau Blackletter.
2.1.1.4. Era penemuan mesin cetak Movable Type
Pada abad ke-12 hingga 15 terjadi penemuan yang sangat penting oleh seorang ahli dari Jerman bernama Johann Gutenberg. Dia menemukan mesin cetak dengan sistem Movable Type yang menggunakan jenis huruf Gothic, perkembangan dari huruf Roman.
Gambar 2.9. Mesin cetak Linotype dan potret Johann Gutenberg
ditandai dengan dimunculkannya kembali elemen-elemen klasik ke dalam perbendaharaan visual.
Gambar 2.10. Gothic
Ciri utama huruf Gothic adalah dominasi garis vertikal yang sangat kuat serta penggunaan ornamen-ornamen pada huruf inisial (Sihombing 47). Tulisan bergaya Gothic ini secara umum sulit untuk dibaca. Ini merupakan contoh dari peranan nilai estetik yang lebih dominan dibanding nilai fungsionalnya. Gothic merupakan modifikasi dari Carolingian Minuscules dengan perampingan dan pemendekan fisik huruf.
2.1.1.5. Humanist Types
Humanist Typeface merupakan pembaharuan dari Carolingian Minuscule yang lebih sempurna, sebagai tambahan untuk serif pada huruf kecil dibuat dengan harmoni yang lebih baik.
Pada tahun 1470, Nicholas Jenson, seorang Perancis yang hidup di Venice menciptakan huruf yang melampaui seluruh jenis huruf Roman terdahulu.
setiap permulaan kalimat dimulai dengan huruf kapital dan bentuk paragraf menjadi sama rata (justified)
Gambar 2.11. Huruf ciptaan Jenson tahun 1970 2.1.1.6. Era Old Style
a. Old style Italy
Di venesia, Aldus Manutius, seorang Yunani, mendirikan penerbitan The Aldine Press dengan Fransesco Griffo sebagai pencipta hurufnya. Dia membuat typeface dengan penekanan pada kemiringan huruf (mirip Cursiva), stroke yang kontras pada ketebalannya, serif yang tepat, serta terlihat lebih ringan. Hasilnya huruf ini memiliki keterbacaan yang tinggi. Ini merupakan awal mula munculnya gaya baru yaitu Old style.
Griffo juga membuat perubahan besar dalam dunia tipografi, dimana ia membuat bentuk paragraf dengan rata sebelah kiri dan sebelah kanan unjustified menyerupai penulisan manual dengan tangan. Periode ini juga menghadirkan bentuk Italic Type yang diambil dari nama kota Italia.
Italic Type mengisi buku-buku yang diproduksi oleh Italia hingga pada pertengahan abad itu. Setelah masa itu Italic Type lebih banyak dipergunakan untuk menulis sebuah kata yang memerlukan penekanan, in-line citations, block quotes, preliminary text, emphasis, and abbreviations.
b. Old style-France
Semenjak tahun 1530 hingga 1585, ide-ide mengenai desain tipograf dan penemuan huruf banyak berasal dari Perancis. Tahun 1530, Garamond membuat seri dari roman baru dan huruf italic. Hurufnya memiliki bentuk yang lebih ringan, elegan, dan memiliki bentuk yang lebih sempurna. Kemudian ia terus menyempurnakan hurufnya hingga pada akhir abad ke-16 pembuatan huruf (typefounding) menjadi pekerjaan terpisah dari pencetakan
c. Old style-Netherland (Belanda)
Setelah periode Perancis mengalami kemunduran, Belanda menjadi titik penting dalam desain tipografi. Mulanya Belanda mengimport mesin cetak dari Perancis, namun tahun 1650 Dirk Voskens membuat acuan cetak yang terbaik dan menghasilkan bentuk huruf yang rapi dan sempurna. Jenis Old style Belanda pun mengalami perkembangan dengan karakter bentuk yang tajam, kontras antara tebal tipis stroke, tinggi huruf yang lebih besar, dan lebar yang lebih sempit pada huruf kecil
d. Old style-England (Inggris)
pencetak harus memesan huruf dari Belanda. The Old style di Inggris baru benar- benar ditetapkan secara independen pada awal abad ke-18. Saat itu William Caslon dipekerjakan oleh para pencetak untuk menciptakan huruf baru. Dengan demikian Inggris tidak perlu lagi memesan ke luar negeri. Huruf Caslon menjadi populer hingga abad ke-19.
2.1.1.7. Masa Transisi
Periode ini diadopsi dari bentuk Old style dan modern dengan penemuan sistem poin Eropa untuk pengukuran huruf. John Baskerville melakukan pendekatan radikal dengan pembuatan spasi antar kata, leading, dan margin yang memberi kesan keterbukaan dan new simplicty.
2.1.1.8. Masa Modern
Teknologi dan bahan-bahan baru berperan dalam kreasi huruf-huruf modern. Penemuan alat untuk mengukir memungkinkan bentuk huruf dapat dibuat dengan halus. Didot dan Bodoni melakukan pembuatan huruf di atas kanvas, dengan bentuk huruf yang memiliki tebal tipis stroke kontras serta penekanan pada garis vertikal.
2.1.1.9. Masa Revolusi Industri
Aktivitas typefoundary yang menggabungkan pembuatan produksi huruf dengan tangan mulai punah karena tuntutan produksi yang membutuhkan waktu sangat cepat. Pekerjaan percetakan kini didistribusikan dalam satu dua kelompok yaitu desain dan produksi cetak.
Para produsen mulai mengiklankan produk mereka pada media poster dan bilboard. Hingga pada abad ke-19, tipografi menjadi senjata kuat untuk berperang dalam dunia bisnis komesil. Hasilnya huruf memasuki persaingan ketat untuk dapat menunjukkan slogan mereka. Dari sini genre baru dari gaya desain huruf muncul dan diberi nama display.
2.1.1.10. Square Serif Types
Square Serif atau Egyptian saat ini dikenal sebagai Slab serif. Model ini memiliki tebal stroke yang sama dan serif yang berdekatan, sehingga memberikan kesan monoton dan penampilan mekanis yang menyiratkan semangat penggunaan mesin dan industrialisasi.
2.1.1.11. Sans Serif
Sans serif pertama yang dikenal bernama monoline, memiliki bentuk kasar dan mendapatkan respon yang dingin dari dunia bisnis. Konsep desain sans serif yang fleksibel menyebabkan produksi huruf yang berlebihan dan banyak memiliki variasi serta ukuran yang berbeda-beda.
Setelah perkembangan dari masa Sans serif, huruf pun berkembang dan memiliki keaneka ragaman bentuk, termasuk gaya art noveau. Setelah abad ke-19 huruf pun merambah dunia digital, dimana pembuatan huruf telah menggunakan sistem komputerarisasi canggih sehingga memungkian pembuatan huruf dalam waktu yang sangat singkat bahkan huruf memunculkan bidang bisnis baru.
2.1.2. Klasifikasi Huruf
Klasifikasi huruf dibuat berdasarkan momentum penting dalam perjalanan sejarah penciptaan dan pegembangan bentuk huruf
2.1.2.1. Humanis
Setelah penemuan movable type oleh gutenberg tahun 1455, kelompok huruf Roman pertama kali adalah Humanis. Huruf Humanis paling sempurna dibuat adalah oleh pencetak Nicholas Jenson yang sangat mengagumi bentuk huruf Roman. Pembuatan huruf ini telah melibatkan penggunaan perangkat mesin cetak sehingga bisa mengahsilkan huruf yang presisi dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat.
Sistem mesin cetak kala itu masik menggunakan ribuan balok-balok kecil huruf yang diatur sesuai dengan teks yang diinginkan.
Gambar 2.12. Huruf Humanis Karakter utama huruf ini adalah:
• Perbedaan antara lebar stroke yang tidak terlalu kontras
• Penekanan pada kemiringan
• Huruf kecil memiliki ascender dan foot yang miring
• Huruf kapital memiliki tinggi yang sama dengan ascender
• Serif tebal dan miring
• Set huruf cenderung lebar
• Bentuk dan warna yang berat
Huruf humanis mempunyai keluarga huruf yang termasuk di dalamnya adalah Centaur dan Kennerly
a. Centaur
Didesain oleh pembuat huruf dari Amerika, Bruce Rogers, huruf ini merupakan salah satu huruf Roman yang paling baik yang pernah ada. Bentuknya elegan dan cocok untuk penulisan teks karena memiliki descender yang panjang dan memerlukan leading.
Gambar 2.13. Centaur b. Kennerly
Bentuk huruf Kennerly tidak dapat digunakan pada teks namun huruf ini menjadi favorit para tipografer dalam dunia advertising. Seperti pada huruf ‘g’
descender-nya sangat pendek dan bentuk angka ‘5’ yang aneh, dan huruf kecilnya hampir menyerupai huruf italic.
Gambar 2.14. Kennerly
2.1.2.2. Old style
Old style berkembang pertama kali di Italia, kemudian menyusul Perancis, Belanda, baru terakhir di Inggris. Di masing-masing negara huruf tersebut memiliki kekhasanya masing-masing, kendati demikian bentuk dasarnya masih sama dan cocok untuk dibuat teks karena legibilitasnya.
Gambar 2.15. Old style
Karakter utama huruf Old style yaitu:
• Tebal tipis stroke yang tidak kontras
• Ascender dan foot pada serif yang oblique
• Serif yang tidak saling berhimpitan
• Crossbar yang horisontal pada huruf kecil ‘e’
• Huruf kapital lebih pendek daripada ascender huruf kecil
Huruf Old style memiliki keluarga huruf diantaranya termasuk Garamond dan Times New Roman
a. Garamond
Huruf ini diciptakan oleh Claude Garamond tahun 1530 dengan bentuk harmonisnya yang elegan.
Gambar 2.16. Garamond b. Times New Roman
Times New Roman merupakan huruf paling sukses dari seluruh huruf yang pernah diproduksi. Diciptakan oleh Stanley Morison untuk koran Times di London pada tahun 1932. Bentuk ascender dan descender yang pendek, serif runcing, dan x-height lebar membuat huruf ini memiliki proporsi yang sangat pas.
Gambar 2.17. Times New Roman
2.1.2.3. Transisional
John Baskerville, seorang Inggris yang membuat huruf paling signifikan dan berpengaruh pada masa ini. Bentuk hurufnya sempurna dan presisi.
Karakteristik huruf transisional adalah:
• Stress yang vertikal
• Serif pada ascender cenderung lurus
• Serif meruncing
Gambar 2.18. Transisional
Gambar 2.19. Huruf Baskerville
2.1.2.4 Modern
Kebanyakan huruf modern tidak legible untuk digunakan sebagai teks dengan beberapa karakter utamanya yaitu:
• Kontras yang besar antara tebal tipis stroke
• Serif pada huruf kecil berbentuk horisontal
• Set cenderung sempit
• Serif huruf sangat tipis
Gambar 2.20. Huruf Modern
2.1.2.5. Slab Serif
Slab serif direferensikan sebagi square serif. Awalnya dibuat hanya dalam bentuk kapital namun kemudian dibuat juga huruf kecilnya yang akhirnya popular hingga akhir abad 19. Ciri khas utamanya yaitu serif yang tebal dan berbentuk persegi. Salah satu keluarga huruf yang termasuk ke dalam slab serif adalah Clarendon.
Gambar 2.21. Huruf Clarendon
Gambar 2.22. Slab Serif
2.1.2.6. Sans-serif
Huruf ini lebih legible sehingga lebih fleksibel untuk digunakan sebagai teks dan display.
Karakter utamanya adalah:
• Bentuk stroke yang cenderung sama (tidak ada tebal tipis)
• Pada persambungan ujung huruf mengecil
Gambar 2.23. Sans serif
Gambar 2.24. Huruf Helvetica
Gambar 2.25. Huruf Futura
2.1.2.7. Display
Tipografi Display memiliki beberapa jenis huruf dan dapat digunakan pada saat yang tepat dan memiliki efek-efek yang dapat bersifat persuasif. Aturan pembuatan huruf display adalah bagaimana memaksimalkan efek yang ingin ditimbulkan.
Gambar 2.26. Huruf-huruf Display
2.1.3. Analisis Huruf
Teori yang terkenal adalah teori Gestalt dengan salah satu hukum persepsi dari teori ini adalah membuktikan bahwa untuk mengenal atau membaca sebuah gambar diperlukan adanya ruang positif (figure) dan ruang negatif (ground) yang kontras.
2.1.3.1 Anatomi Huruf
Gambar 2.27. Anatomi Huruf (a) Bagian-bagian huruf:
a. Uppercase
b. Lower case
Semua huruf kecil c. Baseline
Sebuah garis maya lurus horisontal yang menjadi batas dari bagian terbawah dari setiap huruf besar.
d. capeline
Sebuah garis maya lurus horisontal yang menjadi batas dari bagian teratas dari setiap huruf besar.
e. Meanline
Sebuah garis maya lurus horisontal yang menjadi batas dari bagian teratas dari setiap huruf kecil.
f. X-height
Jarak ketinggian dari baseline sampai ke meanline. X-height merupakan tinggi dari badan huruf kecil. Cara yang termudah mengukur ketinggian badan huruf kecil adalah dengan menggunakan huruf ‘x’.
g. Ascender
Bagian dari huruf kecil yang posisinya tepat berada di antara meanline dan capline
f. Descender
bagian dari huruf kecil yang posisinya tepat berada di bawah baseline.
i. Counter
Ruang kosong yang berada pada bagian dalam setiap huruf.
j. Stem
Batang Vertikal yang terdapat pada huruf kecil ataupun huruf besar yang pada bagian ujungnya dapat ditemukan beberapa akhir garis penututp yang disebut terminal.
Gambar 2.28. Anatomi Huruf (b)
Pada dasarnya setiap huruf terdiri dari kombinasi berbagai guratan garis (stroke) yang terbagi menjadi dua yaitu guratan garis dasar (basic stroke) dan guratan garis sekunder (secondary stroke)
Apabila ditijau dari sudut geometri , maka garis dasar yang mendominasi striktur huruf dalam alfabet dapat dibagi menjadi 4 kelompok besar yaitu:
• Kelompok garis tegak-datar
• Kelompok garis tegak-miring
• Kelompok garis tegak-lengking
• Kelompok garis lengkung
Gambar 2.29. Kelompok Garis
Apabila kita menelaah keberadaan ruang negatif dari seluruh huruf maka secara garis besar dapat dipecah menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Ruang negatif bersudut lengkung b. Ruang negatif bersudut persegi-empat c. Ruang negatif bersudut persegi-tiga
2.1.4 Sistem Pengukuran dalam tipografi
Dulu setiap pembuat huruf memproduksi huruf dengan spesifikasinya sendiri sehingga terjadi kekacauan, akhirnya Pierre Simon Fournier, dari Perancis,
mengalami perubahan di Inggris dan Amerika Serikat. Ada tiga dasar sistem pengukuran dalam tipografi yaitu :
a. Point : mengukur tinggi huruf b. Pica : mengukur panjang baris
c. Unit : mengukur lebar persatuan huruf serta jarak antar huruf (hanya pada foto dan digital typesetting)
Gambar 2.30. Blok metal
Ukuran tinggi dihitung dari body size-nya, bukakan dari tinggi huruf yang tercetak. Lebar body (set width) memiliki berbagai ukuran tergantung pada lebar masing-masing huruf.
2.1.5. Pengukuran ruang tipografi
Istilah spasi yang sering digunakan sebernarnya berupa interval antar elemen tipografi yag mencakup 3 macam yaitu :
a. Jarak antar huruf (kerning)
satuan ukurnya disebut Em yang berupa kotak seukuran besarnya huruf kemudian dibagi menjadi beberapa segmen yang sama besar disebut sebagai unit.
b. Jarak antar kata (word spacing)
Satuan ukurnya juga disebut dengan em, setengah dari em adalah en.
Teknik tradisionalnya adalah dengan menyisipkan potongan metal di antara huruf satu dan yang lainnya.
c. Jarak antar baris (leading)
satuan ukurnya adalan point. Teknik tradisionalnya memakai lembaran metal yang disipkan di antara baris. Lembaran ini memiliki ketebalan yang beragam
2.1.6. Keluarga Huruf
Keluarga huruf merupakan variasi dari bentuk dasar (regular) sebuah alfabet dan setiap perubahan berat huruf masih memiliki kesinambungan bentuk.
a. Berat
Perubahan yang terjadi terletak pada perbandingan antar tinggi dari huruf yang tercetak dan lebar stroke. Terdiri dari light dan bold
b. Proporsi
Perubahan yang terjadi ada pada tinggi huruf yang tercetak dan lebar dari huruf itu. Terdiri dari condensed dan extended.
c. Kemiringan
Huruf yang tercetak miring disebut italic. Biasanya digunakan untuk memberikan penekanan pada sebuah kata juga pada pemakaian istilah asing.
Sudut kemiringan terbaik adalah 12º, jika lebih kecil amta akan kesulitan, dan jika lebih besar akan mempengaruhi keseimbangan bentuk huruf.
2.1.7. Sistem Dasar dalam Perancangan Tipografi
Proses perancangan huruf merupakan tahap di mana seorang desainer memiliki kontrol untuk menuangkan ide kreatifnya dalam tipografi agar dapat memperkuat efektifitas san efiseiensi dari sebuah pesan yang ingin disampaikan kepada khalayak penerimanya.
2.1.7.1. Sintaksis Tipografi
Istilah sintaksis memiliki makna sehuah proses penataan elemen-elemen visual ke dalam bentuk yang kohesif dimulai dari komposisi terkecil yaitu huruf, kata, garis, kolom, dan margin. Penataan elemen tipografi perlu menggunakan prinsip-prinsip persepsi visual agar pola visual yang terbentuk nantinya dapat terlihat dengan baik
Gambar 2.31. Sintaksis Tipografi
2.1.7.2. Focal Point
Focal point adalah kemampuan untuk menarik perhatian dan menstimulasi penglihat lewat sebuah pokok penekanan ini adalah tugas pokok seorang perancang grafis, namun sebagai catatan, focal point yang gamblang bukan merupakan keharusan untuk menciptakan sebuah rancangan yang berhasil.
2.1.7.3. Alignment
Penataan baris (aligment) dapat menunjang legibilitas serta estetika dari rancangan. Huruf-huruf dalam baris dapat disejajarkan dengan lima cara berikut:
a. Justified (rata kiri-kanan)
Menimbulkan kesan ketenangan dan penampilan yang sederhana.
Kelemahannya adalah jarak antar kata yang lebar, sehingga harus diperhatikan jaraj antar kata bila jumlah huruf tidak seimbang dengan lebar kolom
b. Unjustified
Unjustified memiliki dua bentuk yaitu flush left (rata kiri) dan flush right (rata kanan).
c. Centered
Hanya cocok digunakan untuk jumlah naskah yang pendek seperti display dan cover buku.
d. Asimetris
Setiap baris disusun secara acak (random) sehingga tidak ada pola baris yang dapat diprediksi panjangnya ataupin penempatannya.
2.2. Perkembangan Aksara di Indonesia 2.2.1 Perkembangan Sejarah
Kebanyakan aksara Asia Tenggara keturunan aksara Palawa dari India Selatan. Ini merupakan aksara setengah silabis turunan dari Brahmi, sistem tulisan yang dikembangkan oleh analisis Brahmani mengenali bahwa suku kata adalah unit dasar suatu bahasa yang diucapkan. Perangkat utama hurufnya mewakili konsonan, masing-masing dianggap muncul dengan vokal inheren, -a-. Tanda yang mewakili vokal lain dapat ditambahakan pada rangkaian utamnya, sama dengan bentuk singkatan konsonan dapat dipakai untuk mewakili gugus konsonan (Mc Glynn 3).
Penggunaan huruf Palawa pertama kali di Kepulauan Indonesia oleh tiang Yupa dari Kutai (kira-kira 400 M). Penulisannya pada saat itu menggunakan daun tal yang mungkin telah merangsang timbulnya pembaharuan, karena menjelang 760 M sifat yang penting dari huruf Palawa telah hilang, diganti oleh “asas sama tinggi”. Inovasi selanjutnya menghasilkan sistem tulisan pribumi yang dikenal sebagai Kawi Kuna ini dibuktikan oleh banyak prasati lempeng tembaga dan batu dari abad ke-9 M. Sejak saat itu , rantai perkembangan tak terputus menghasilkan banyak inovasi kecil dan variasi setempat, tetapi huruf dasarnya tetapp sama hingga awal abad ke-16, ketika bentuk huruf semakin kursif mengisyratkan pengaruh pena, tinta, dan media kertas.
2.2.2. Huruf Kawi Akhir Zaman Majapahit
Setelah mengalami evolusi sistem penulisan setempat, huruf Palawa yang telah ada sejak tahun 400 M berkembang sampai jaman Majapahit. Perkembangan huruf pun mengalami perubahan sedikit-demi sedikit mulai Palawa Awal, Palawa Akhir (600 M), Kawi Awal (750 M), Kawi Akhir dan Kadiri Kuadrat (1000 M), hingga Kawi akhir jaman Majapahit (1200 M). Pada tahun 1294, dinasti Singasari, yang meninggalkan sedikit prasasti, digantikan oleh wangsa Majapahit, dinasti yang sangat berkuasa, berlangsung hingga akhir abad ke-15. Dukungan kerajaan terhadap sastra dan seni serta dukungan yang murah hati dari Biara Siwa dan Buda yang rahib-rahibnya merupakan praktisi seni sastra yang terkenal, merupakan ciri pemerintahan Majapahit.
seringkali dengan variasi setempat yang tampaknya telah dipromosikan oleh istana Majapahit. Prasasti lempeng tembaga dari jaman Majapahit jelas menunjukkan pengaruh teknik lengkung yang cocok untuk menulis naskah lontar;
prasasti lempeng tembaga ditandai oleh serif horisontal teratur yang menciptakan kesan garis horisontal tertur yang menciptakan kesan garis atas yang tak nyata, terpecah hanya oleh lengkungan anggun dari huruf ‘r’. Gaya Singosari-Majapahit juga dikenal dari prasasti-prasasti yang ditemukan di luar Jawa. Sementara prasasti-prasasti Bali membuktikan adanya ahli-ahli tulis yang menulis dengan huruf Kawi Awal sedini 882 M, banyak prasati Bali yang selamat merupakan salinan yang diterbitkan kembali dari maklumat-maklumat yang lebih tua yang ditulis dengan gaya yang sangat dekat dengan gaya lempeng tembaga Majapahit (John McGlynn 3)
2.3. Bali
Bali adalah sebuah pulau di Indonesia, sekaligus menjadi salah satu provinsi Indonesia. Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya ialah Denpasar, yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga dikenal sebagai Pulau Dewata.
Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Lintang Timur yang mebuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain.
2.3.1. Sejarah Bali
Penghuni pertama Pulau Bali diperkirakan berasal dari penduduk di Asia yang bermigrasi pada tahun 3000-2500 SM. Saat itu Bali masih berada pada jaman prasejarah dimana semua peralatan masih terbuat dari batu. Mereka berdiam di daerah sebelah barat pulau Bali.
Baru sekitar abad ke-1 setelah masehi, kedatangan bangsa India yang beragama hindu ke Bali mengakhiri jaman prasejarah. Secara pasti kebudayaan yang dibawa mereka tersebar ke seluruh Bali. Oleh karena itu mayoritas penduduk Bali beragama Hindu. Hal ini semakin diperkuat dengan datangnya para penganut hindu dari Kerajaan majapahit yang mermigrasi ke Bali setelah Majapahit mengalami keruntuhan di pulau Jawa.
Nama Bali diambil dari kata Balidwipa yang tertulis pada prasasti Blanjong. Prasasti tersebut dibuat pada tahun 913 oleh Sri Kesari Warmadewa.
Pada saat itu masyarakat Bali sudah bercocok tanam dengan menggunakan sistem pengairan sawah bernama Subak.
Saat penjajah datang ke Indonesia, Bali turut menjadi daerah yang mengalami peperangan. Kedatangan Belanda ke Bali telah menewaskan ribuan rakyat sehingga mendapatkan perlawanan dari Kerajaan-Kerajaan yang ada di Bali perang tersebut terkenal dengan Perang Puputan. Kedudukan Belanda di Bali pun tidak sekuat seperti di daerah Indonesia lainnya. Para gubernur Belanda yang memerintah di Bali sangat sedikit memberikan kekuasaannya, sehingga pengendalian terhadap agama dan kebudayaan pun umunya tidak berubah.
Setelah berturut-turut mengalami penjajahan dan peperangan, Bali perlahan tumbuh menjadi daerah yang mampu mempertahankan kebudayaannya secara turun temurun hingga sekarang.
Namun Bali sempat mendapatkan musibah ketika serangan teroris terjadi pada 12 Oktober 2002, saat itu sebuah Bom meledak di kawasan Kuta dan menewaskan 202 orang serta 209 orang lainnya cedera. Tidak sampai di situm pada tahun 2005 kembali terjadi serangan bom yang terjadi di dua tempat yaitu Kuta dan Jimbaran. Kejadian-kejadian tersebut mendapatkan liputan internasional yang luas karena sebagian besar korbannya adalah wisatawan asing, dan menyebabkan pariwisata Bali menghadapi tantangan berat beberapa tahun terakhir ini.
Kebudayan menduduki posisi penting di Bali. Pembangunan pada semua segi memiliki wawasan kebudayaan. Tak heran jika Bali masih menjadi daerah yang menjadikan tradisi sebagai patokan utama dalam kegiatan sehari-hari.
Sejak tahun 1920, Bali telah menempatkan diri sebagai pintu gerbang utama untuk pergaulan dengan dunia luar sehingga Bali pun secara tidak langsung turut berinteraksi dengan budaya Barat. Kontak dengan budaya barat tersebut memberikan impulsif untuk lebih membangkitkan potensi serta menjadi landasan bagi perkembangan kebudayaan Bali di masa selanjutnya.
Produk kebudayaan Bali setelah melakukan interaksi dengan kebudayaan barat tampak agak beda dengan produk-produk sebelumnya. Hal ini terlihat dari hasil para seniman Bali yang mengalami perubahan dengan menghasilkan bentuk- bentuk baru yang khas, meskipun tidak terlepas dari akar budaya aslinya. Jika sebelumnya kesenian Bali hanya diperuntukkan untuk keagamaan maka sejak tahun 1930-an kesenian mulai disajikan untuk sekuler. Karya seniman lukis dan patung mulai berani mengangkat tema kehidupan sehari-hari.
Orang Barat yang menetap di Bali turut berbaur bersama dengan kehidupan setemapt sehingga mereka dapat menggali dan mengembangkan potensi kebudayaan setempat dan memberi sentuhan dengan budaya Barat yang mereka bawa. Interaksi antar budaya tersebut mampu menunjukkan sifat fleksibel dan adaptif tanpa menghilangkan kekhasan yang dimiliki.
Budaya Bali memiliki sifat yang ekspresif karena mereka memiliki ruang yang luas sehingga bisa berkembang dan mempunyai perpaduan yang utuh antara tradisi dengan agama hindu yang berintikan nilai religi, estetika, dan solidaritas.
Gambar 2.32. Ritual adat Bali
Kegiatan ritual Bali merupakan warisan yang masih melekat hingga sekarang. Agama dan seni begitu menyatu dalam kehidupan masyarakat, tidak ada kegiatan upacara keagamaan tanpa mempertunjukkan keseniannya. Seni yang selalu bertautan dengan agama ini disebut dengan Seni Wali, sedangkan seni yang digunakan sebagai pelengkap upacara disebut Seni Bebali, yang diperuntukkan khusus untuk keperluan menghibur disebut Seni Bali-balihan. Kesenian merupakan hal yang penting bagi masyarakat Bali, ritual-ritual tersebut terus diwariskan dan tatap ada hingga kini.
2.3.3. Naskah Bali dan Kegunaannya
Kesusastraan Bali meliputi teks sastra kuna yang dikarang di Jawa, didasarkan pada cerita kepahlawanan India, Ramayana dan Mahabharata. Syair dan tulisan prosa tentang pokok-pokok yang berhubungan, tentang agama dan sejarah setempat yang diciptakan di Jawa antara abad ke-10 dan ke-16 dialihkan ke Bali. Karya-karya itu masih digunkan dan disalin, sedangkan di Jawa sendiri telah menghilang atau telah menerima makna Islam baru (McGlynn 26).
Mulai abad ke-16, orang Bali menciptakan sastra mereka sendiri, yang didasarkan pada cerita-cerita “klasik” Jawa Kuna; karena bahasa yang digunakan untuk karya ini adalah bahasa Jawa Kuna, namun dengan perbedaan−yang ini dibuat di Bali. Penggunaan bahasa Bali untuk kesusastraan baru berkembang relatif belakangan, pada akhir abad ke-18. ia digunakan untuk cerita rakyat, terjemahan karya klasik dan syair yang dibuat di Bali.
2.3.4. Bahasa
Bahasa yang digunakan di Bali adalah bahasa Indonesia, bahasa Bali, dan bahasa Inggris (khususnya bagi mereka yang bekerja di sektor pariwisata). Bahasa Indonesia dan Bali merupakan bahasa yang paling luas pemakaiannya. Sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Umumnya mereka menggunakan sebentuk bahasa Bali pergaulan sebagai pilihan dalam berkomuniksi. Secara tradisi, penggunaan berbagai dialek dalam bahasa Bali ditentukan berdasarkan sistem catur warna agama Hindu Dharma, meskipun pelaksanaan tradisi tersebut cenderung berkurang.
Sundik, lebih spesifik lagi dari anak cabang Bali-Sasak. Bahasa ini juga digunakan oleh masyarakat di daerah Lombok Barat dan sedikit wilayah ujung timur Jawa. Bahasa ini memiliki tingkat penggunaan yaitu Bali Alus, Bali madya, dan Bali Kasar.
Bali Alus digunakan untuk bertutur formal seperti pada saat pertemuan tingkat desa adat, untuk meminang putri orang, serta digunakan oleh kastra rendah kepada kasta yang lebih tinggi. Bali Madya digunakan untuk masyarakat menengah seperti antara pejabat dengan bawahannya sedangkan Bali Kasar digunakan untuk kasta rendah seperti kaum Sudra dan antara bangsawan kepada para abdi dalemnya.
Secara kekerabatan bahasa Bali berkerabat dengan bahasa Sasak dan Sumbawa Barat sedangkan fonologis mempunyai kemiripan dengan bahasa Melayu. Pengaruh paling banyak didapatkan dari Jawa, terutama Jawa Kuno, terlihat dari tingkat-tingkat bahasanya.
Tabel 2.1. Bahasa Bali mendapatkan pengaruh dari Bahasa Jawa
Melayu Bali Jawa
Sudah Meninggal Datang
Sampun Seda Rauh
Sampun Seda Rawuh
Tabel 2.2. Secara fonologis Bahasa Bali memiliki kemiripan dengan Bahasa Melayu
Melayu Bali Jawa Kuno Jawa Baru Dua
Dengar Jarum Jauh
Dua Dingeh Jaum Joh
Rwa Rengo Dom Doh
Ro, loro Rungu Dom Doh
2.3.5. Aksara Bali
Aksara Bali ini digunakan untuk menulis Bahasa Bali, bisa juga untuk menulis bahasa sansekerta. Seiring dengan perkembangan jaman, pemakaian Aksara Bali semakin sempit dan berkurang, sehingga Aksara Bali menjadi salah satu kekayaan budaya yang hampir punah. Sebenarnya aksara Bali memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan budaya masyarakat Bali dan berfungsi :
a. Digunakan dalam kehidupan nyastra b. Wadah dan wahana seni budaya Bali
c. Sarana pendidikan dan istiadat agama Hindu
2.3.5.1. Sejarah Aksara Bali
Aksara Bali merupakan bentukan dari Brahmic Script yang berasal dari India yang juga menjadi dasar dari aksara Jawa (Hanacaraka). Oleh karena itu Aksara Bali memiliki kesamaan cara penulisan dengan aksara Jawa, selain itu juga memiliki kemiripan dengan tulisan dari Asia selatan dan tenggara. Tulisan ini dibawa oleh pelajar dari India yang datang ke Indonesia. Lambat laun tulisan tersebut mendapatkan perubahan dan penyesuaian yang akhirnya menjadi aksara Bali seperti sekarang ini.
Sebelum kedatangan Belanda, aksara Bali mengalami kejayaan dan digunakan sebagai bahasa dan aksara resmi di kerajaan-kerajaan di Bali. Banyak karya tulis, terutama yang dituliskan pada lontar-lontar, yang sampai saat ini masih menjadi sumber ilmu pengetahuan pengobatan tradisional.
2.3.5.2. Perkembangan Aksara Bali
Jika pada jaman dahulu karya sastra Bali menggunakan aksara Bali sekarang sulit dijumpai karya sastra yang demikian. Aksara ini pun hanya digunakan oleh golongan tertentu saja sehingga ruang pemakaianya menjadi sempit, padahal aksara termasuk bahasa dan sastra memiliki posisi penting dalam pembangunan Bali yang berwawasan Budaya, namun kenyataannya pemakaian ketiga unsur tersebut belum sepenuhnya menjadi kebanggaan masyrakat pemakainya.
Gambar 2.33.Aksara bali pada lontar-lontar jaman dahulu
Untuk menyelamatkan Aksara bali di tengah tekanan kemajuan jaman dan teknologi, sejumlah pemuda Bali, yang tergabung dalam Babad Bali, menggagaskan untuk merancang sebuah program komputerarisasi Aksara bali menjadi sebuah font Truetype sehingga masyarakat bisa menuliskan aksara Bali secara otomtis dalam komputer. Tujuan lain dari pembuatan font tersebut adalah untuk menyelamatkan Aksara Bali bagi generasi mendatang.
Selain komputerarisasi aksara Bali yang telah dibuat oleh Made Suatjana yang memungkinkan pengetikan aksara Bali langsung di komputer, Gubernur Kepala Derah Tingkat I Bali telah ngeluarkan surat edaran no. 01/1995 yang isinya menghimbau semua pihak untuk menggunakan aksara Bali di bawah tulisan Latin pada papan nama instansi pemerintah maupun swasta, di samping itu juga termasuk pada nama hotel-hotel, restoran, nama jalan, bale banjar, pura-pura, tempat obyek wisata, dan tempat penting lainnya.
Gambar 2.34. Aksara Bali yang tertera pada papan nama kantor pemerintahan
Gambar 2.35. Aksara bali pada papan nama jalan
Masalah pokok yang selalu timbul adalah sulitnya menyesuaikan ejaan bahasa latin ke dalam aksara Bali, karena belum adanya pedoman yang pasti untuk penulisan unsur yang berasal dari luar Bali. Untuk hal ini perancangan tipografi akan berperan sebagai salah satu alat bantu memasyarakatkan aksara Bali ke dalam tulisan alfabet.
2.3.5.3. Persamaan Aksara Bali dengan Aksara Jawa
Karena berasal dari induk yang sama maka banyak orang yang keliru membedakan Aksara Jawa dan aksara bali, untuk itu kita perlu mengetahui apa saja yang merupakan kesamaan dan perbedaan dari masing-masing aksara tersebut.
Aksara Bali sama dengan aksara Jawa bila ditinjau dari segi cara penggunaan dan pemakaiannya kesamaan terletak pada :
• Tiap huruf berupa Syllable (kesuku-kataan), artinya terdiri dari paling tidak 2 buah huruf latin
Contoh : ha Æ h dan a Na Æ n dan a
• Penulisannya dimulai dari kiri ke kanan
• Tidak ada spasi antar kata (word spacing)
• Setiap suku kata memiliki bentuk pendek yang disebut ‘pengangge aksara’, gunanya adalah untuk ‘membunuh’ bunyi vokal pada aksara sebelumnya.
Letaknya bisa di belakang atau di bawah aksara yang bersangkutan Contoh : Bakta ditulis dengan Ba - Ka + pengangge Ta
2.3.5.4. Perbedaan Aksara Bali dan Aksara jawa
Kendati memiliki kesamaan dengan aksara Jawa, namun aksara Bali bisa dengan mudah dibedakan dengan aksara Jawa secara jumlah dan anatomi bentuk.
Gambar 2.36. Aksara Jawa
Gambar 2.37. Aksara Bali Warna merah adalah Aksara Pengangge
2.3.5.5. Katakteristik utama Aksara Bali :
• Goresan awal pada aksara Bali tidak dimulai dari bawah tetapi dimulai dari sepertiga tinggi huruf baru melengkung ke bawah.
Gambar 2.38. Perbedaan antara Aksara Jawa dan Bali
• Goresan Aksara Bali lebih ekspresif dan lengkungan lebih dinamis.
Lengkungan kedua cenderung lebih runcing daripada lengkungan ke satu
• Penulisan sebuah huruf pada Aksara Bali umumnya tidak terputus Contoh :
Tabel 2.3. Salah satu ciri khas Aksara Bali
Ba Nga Nya
Jawa
Bali
Aksara Bali secara umum dapat dibagi menjadi:
a. Aksara Wianjana, yang terdiri dari:
Masing-masing aksara wianjana memiliki gempelan (gantungan) yang digunakan untuk membentuk huruf mati dari sebuah aksara wianjana. Dengan demikian aksara Bali bisa digunakan untuk menuliskan sebuah huruf mati.
Contohnya : Ha menjadi H saja
b. Aksara Swalalita, terdiri dari 9 huruf :
Gambar 2.39. Aksara Swalalita
c. Pengangge suara (sandang suara) yang peletakannya dipasangkan pada Aksara pokok dan tidak dapat berdiri sendiri, bisa di atas, bawah, kanan, kiri, atau kanan- kiri
Gambar 2.40. Pengangge suara
Huruf mati yang mempunyai aksara khusus sehingga tidak perlu memakai gempelan lagi.
e. Angka
f. Akasara yang merupakan simbol tertentu
Gambar 2.41. Aksara Khusus
Kemunculan Truetype Aksara Bali menciptakan standarisasi bentuk aksara Bali yang baku. Font tersebut pun telah mampu menunjukkan bentuk khas dari aksara Bali sehingga aksara Bali dengan mudah dapat dibedakan dengan aksara lainnya.
2.4. Yayasan Bali Galang 2.4.1. Sejarah
Sekelompok Masyarakat Bali merasa bahwa budaya mereka telah mengalami apa yang disebut dengan degradasi moral, di mana keindahan dari budaya itu sendiri telah digunakan sebagai alat untuk mencari keuntungan duniawi. Banyak dari elemen asli budaya Bali telah punah, dan tidak mampu beregenerasi kepada para penerusnya.
Hal ini ditandai oleh prilaku sifat masyarakat yang lenih emosional dan temperamental, melakukan sesuatu diluar batas budaya, kepercayaan, dan agama yang selama ini dianut. Pengukuran terhadap norma hidup kini didasari oleh materialisme dan rasa kebersamaan sudah tidak tersa lagi. Ini jauh berbeda dari apa yang pernah mereka rasakan dulu.
Semua hal yang telah terjadi dikarenakan oleh banyaknya faktor baik itu dari luar maupun dari dalam. Sebut saja masalah jarak antara generasi yang satu dengan generasi di bawahnya yang terlalu jauh sehingga regenerasi budaya
menjadi sulit dilakukan, adapula perbedaan kasta yang sampai sekarang masih dianut, serta kepentingan politik dan pribadi.
Untuk saja tidak semuak aspek budaya yang ada mengalami degenerasi karena masih ada sejumlah komunitas yang peduli dan mau menyebarkan semangat kepada sesama mereka untuk bersama-sama menyelamatkan tradisi budaya merekad engan ditandai oleh berdirinya Yayasan yang diberi nama Bali Galang pada tahun 2000 lalu. Mereka berharap dengan didirikannya yayasan yang berpusat di kota Denpasar ini bisa membantu usaha pemerintah untuk menyelamatkan budaya Bali dengan mengumpulkan sebanyak mungkin pengetahuan mengenai tradisi dan budaya Bali. Tidak berhenti di situ saja, mereka juga menyiarkannya secara luas, agar dapat menjadi sebuah pedoman bagi mereka yang memerlukannya.
2.4.2. Program
Tujuan didirikannya yayasan ini sudah jelas yakni mengembalikan cara hidup berbudaya mereka seperti dulu, serta menyebarkan semangat untuk mencintai dan bertanggung jawab terhadap budaya mereka miliki.
Yayasan Bali Galang memiliki dua tahap dalam melaksanakan visi dan misi mereka yaitu melalui:
a. Tahap I
• Membuat website yang diberi nama Babab Bali.com
Berisi informasi yang bersifat netral dan aktual mengenai berbagai sejarah Bali. Pembuatan pohon keluarga (family tree) untuk menemukan semua anggota keluarga mereka dan mendirikan suatu hubungan yang guyub dan bersatu. Selain itu dalam website ini dicantumkan berbagai aspek yang berkaitan seperti Pura dan Purana (sejarah puara), awig-awig (aturan dan perintah sebuah komunitas keluarga), pewarigaan (kalender Bali), sesajen, doa-doa, serta forum diskusi.
• Membuat lontar digital bernama “Cupumanik Astagina”
Mempublikasikan lontar-lontar (naskah dan sastra) termasuk yang disakralkan (tentunya atas seijin pihak yang berwenang) dengan mencantumkan terjemahannya sehingga masyarakat bisa mempelajari dengan mudah.
Tahap ini adalah menerusakan kejayaan budaya kepada generasi selanjutnya (yang akan datang)
2.4.3. Company Profile
Gambar 2.39. Logo Yayasan Bali Galang
Pendiri : Donny Harimurti
Alamat : Jl. Patih Namibi 6, Denpasar 80116, Bali, Indonesia Telepon : (0361) 424291
Fax : (0361) 416655
Email : [email protected]
yayasan ini mendapatkan dana dari para donatur dan anggota serta pendiri yang menjadi bagian dari Yayasan Bali Galang.