• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pantai Parangtritis merupakan salah satu pantai di Daerah Istimewa Yogyakarta yang paling banyak menyumbangkan pendapatan daerah, khususnya bagi Kabupaten Bantul. Pantai Parangtritis juga merupakan salah satu pantai yang menjadi maskot wisata Kabupaten Bantul. Pantai ini selalu menjadi destinasi wisata utama wisatawan yang berkunjung ke Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lokasinya terletak di ujung Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul yang berdekatan dengan Kabupaten Gunungkidul.

Angin yang bertiup di kawasan Parangtritis cenderung berasal dari arah tenggara karena angin yang bertiup ke daratan dibelokkan oleh perbukitan karst Gunungsewu di bagian timur Parangtritis. Kekuatan angin yang besar seringkali mampu membawa dan menerbangkan pasir. Kombinasi antara kekuatan angin yang besar dengan pasir pantai yang kering menyebabkan banyak terjadi pergerakan pasir yang disebabkan oleh angin. Besarnya kekuatan angin yang bertiup menyebabkan pasir mampu bergerak secara merayap, meloncat, sampai melayang di udara. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pada kawasan Parangtritis terjadi deflasi pasir. Proses deflasi menyebabkan tiupan angin dapat membawa pasir. Deflasi merupakan perpindahan material pasir atau debu karena aktivitas angina (Cooke dan Doornkamp, 1974). Proses tersebut mengakibatkan terbentuknya jalur gumuk pasir selebar dua kilometer yang mempunyai azimut antara 335

o

-340

o

dari arah karst Gunungsewu (Verstappen, 2013).

Deflasi di kawasan Parangtritis dapat menjadi masalah bagi para pengunjung karena dapat mengganggu kenyamanan berwisata. Pedagang dan penjaga wahana di Pantai Parangtritis juga terganggu oleh fenomena deflasi.

Selain itu, deflasi berpengaruh juga terhadap fasilitas wisata seperti jalan

penghubung Pantai Parangtritis dengan Pantai Parangkusumo. Banyak sekali pasir

(2)

2 yang masuk ke jalan, sehingga sangat mengganggu kenyamanan orang berkendara atau pejalan kaki. Pergerakan pasir yang diakibatkan oleh proses deflasi masih belum bisa dihambat oleh adanya pohon perindang yang difungsikan sebagai penahan laju pasir.

Fenomena deflasi yang terjadi di kawasan Pantai Parangtritis pada dasarnya merupakan fenomena alam biasa, namun karena pesatnya perkembangan kegiatan pariwisata di Parangtritis fenomena deflasi ini dapat menjadi salah satu tipe bahaya di kawasan Parangtritis. Kerugian dapat ditimbulkan akibat adanya deflasi bila tidak dikelola dengan baik. Fenomena deflasi di kawasan Parangtritis harus tetap berjalan karena merupakan salah satu proses geomorfologis, namun kerugian yang ditimbulkan terhadap kegiatan pariwisata juga harus ditekan.

Kajian mengenai deflasi di kawasan Parangtritis menjadi sangat penting karena pengelolaan bahaya deflasi perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian kegiatan pariwisata. Memerhatikan pentingnya hal tersebut, maka karakteristik deflasi di kawasan Pantai Parangtritis perlu diketahui. Selain itu observasi terhadap pihak yang terdampak langsung oleh deflasi juga diperlukan untuk mengetahui pengaruh deflasi dan dampaknya terhadap kegiatan pariwisata.

1.2. Perumusan Masalah

Perkembangan kegiatan pariwisata di kawasan Pantai Parangtritis yang

cukup pesat menyababkan munculnya masalah yang berkaitan dengan proses

alam. Aprilia (2003) menyebutkan bahwa besar deflasi di kawasan Paragtritis

yaitu di sekitar gumuk pasir rata-rata sebesar 0,051 gr/detik. Proses alam seperti

deflasi yang ada di kawasan Parangtritis menjadi terganggu karena pada jalur

pergerakan pasir dibangun berbagai fasilitas penunjang pariwisata seperti jalan,

toko, dan bangunan lain. Proses alam yang berjalan ini pada dasarnya bukan

merupakan suatu masalah, tetapi karena prosesnya terganggu oleh kegiatan

manusia maka berubah menjadi masalah dan menjadi salah satu tipe bahaya di

kawasan Pantai Parangtritis. Deflasi yang terjadi ini tentunya mempunyai

kekuatan yang cukup besar karena sudah menjadi salah bahaya yang dapat

merugikan.

(3)

3 Deflasi yang terjadi di kawasan Pantai Parangtritis memliki karakteristik tertentu. Karakteristik deflasi dapat diteliti dengan mengetahui besar kejadiannya pada saat waktu siang dan malam. Selain itu karakteristik deflasi juga dapat diketahui secara fisiknya, yaitu dengan mengetahui ukuran butir, kebulatan, dan kebundaran material terdeflasi, arah deflasi, serta ambang batas kecepatan angin.

Pasir yang bergerak akibat proses deflasi dapat mengganggu kenyaman pengunjung dan dapat menganggu saluran pernafasan. Selain itu, akibat deflasi juga dapat memengaruhi omzet pedagang karena pasir mampu mengotori barang yang dijual pedagang. Lebih jauh lagi pergerakan pasir yang sangat intensif mampu masuk ke jalan sehingga mengganggu para pengendara dan pejalan kaki.

Akibatnya kegiatan pariwisata di kawasan Pantai Parangtritis dapat terganggu.

Berdasarkan masalah tersebut maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut.

1. Berapa besar deflasi yang terjadi di kawasan Parangtritis?

2. Bagaimana karakteristik deflasi di kawasan Parangtritis?

3. Apa dampak deflasi terhadap aktivitas pariwisata di kawasan Parangtritis?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui besar deflasi pasir di kawasan Parangtritis.

2. Mengetahui karakteristik deflasi pada kawasan Parangtritis.

3. Menemukenali dampak deflasi terhadap aktivitas pariwisata di kawasan Parangtritis.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang besarnya

deflasi yang terjadi di kawasan Parangtritis dan dampak yang ditimbulkan akibat

proses tersebut terhadap pariwisata. Informasi ini dapat digunakan oleh

pemerintah daerah sebagai bahan masukan atau pertimbangan untuk pengelolaan

kawasan Parangtritis agar proses deflasi tetap berjalan sebagaimana mestinya dan

dilain pihak kegiatan pariwisata tidak terganggu. Penelitian ini juga bermanfaat

(4)

4 untuk pengembangan studi geomorfologi yang berkaitan dengan fenomena antropogenik.

1.5.Telaah Pustaka

1.5.1. Proses Angin dalam Studi Geomorfologi

Obyek kajian utama geomorfologi merupakan bentuklahan. Dalam studi geomorfologi, terdapat kajian mengenai tenaga geomorfik. Tenaga geomorfik merupakan tenaga yang bekerja mengahasilkan perkembangan bentuklahan.

Angin merupakan salah satu tenaga geomorfik yang menghasilkan bentukan aeolian. Angin memiliki kekuatan untuk mengangkat dan mentransportasikan partikel debu pada jarak tertentu. Selain itu kecepatan dan arah angin juga menetukan keragaman bentukan asal proses angin (aeolian) (Thornburry, 1954).

Fenomena aeolian pada lokasi-lokasi tertentu dapat berkombinasi dengan proses marine. Fenomena ini terjadi di kawasan Parangtritis. Verstappen (1957) menyebutkan bahwa sumber utama material pasir yang membentang di kawasan Parangtritis berasal dari Gunungapi Merapi yang tersusun oleh magnetit, gelas vulkanik, fragmen batuan andesitik, plagioklas, augit, hiperstin, dan beberapa ilmenit. Proses marine berupa arus berperan mendeposisikan pasir yang terbawa aliran sungai. Angin juga berperan dalam mendeposisikan material pasir di kawasan ini. Kondisi inilah menyebabkan pada kawasan Parangtritis terbentuk gumuk pasir (sand dune). Virginia Marine Resource Comission (1993) dan King (1966) menyebutkan bahwa fenomena sand dune di wilayah pesisir merupakan fenomena alam yang menarik dan atraktif untuk berkembangnya pariwisata.

Proses aeolian secara mendasar dipengaruhi oleh erosivitas dan

erodibiltas. Erosivitas mencakup angin permukaan dan iklim, sedangkan

erodibilitas mencakup material dan kondisi permukaan. Erosi oleh angin terjadi

ketika tekanan udara pada permukaan tanah atau pasir lebih besar dari pada

gravitasi. Angin permukaan yang mampu membawa pasir merupakan angin yang

bergerak secara turbulen. Kecepatan angin permukaan semakin besar jika semakin

tinggi dari permukaan tanah (Cooke dan Doornkamp, 1990).

(5)

5 1.5.2. Pergerakan Pasir

Pergerakan pasir sangat erat hubungannya dengan kecepatan angin.

Pergerakan material pasir atau debu karena ativitas angin merupakan fenomena deflasi (Cooke dan Doornkamp, 1974). Pethick (1984) menyebutkan bahwa awal pergerakan pasir berada pada kecepatan angin yang bertiup 5 m/detik. Namun demikian, bila kecepatan angin sudah mulai konstan maka pasir mampu bergerak dengan kecepatan angin 4 m/detik. Kecepatan angin yang bertiup dapat menyebabkan perbedaan pergerakan pasir. Pasir mampu bergerak secara merayap, meloncat, dan melayang. Pasir yang merayap berada pada ketinggian maksimal 1 cm dari atas permukaan pasir, Pasir yang bergerak pada ketinggian 1 cm sampai 1 meter di atas permukaan pasir merupakan pasir yang bergerak secara meloncat.

Pasir yang bergerak di atas 1 meter dari permukaan pasir merupakan pasir yang bergerak secara melayang.

Studi yang dilakukan Chepil (1963, dalam Cooke dan Doornkamp, 1990) mengestimasikan bahwa 50-75% dari total material yang tererosi bergerak secara meloncat, 3-40% bergerak melayang, dan 5-25% bergerak secara merayap.

Berbeda halnya dengan studi yang dilakukan oleh Susmayadi dkk. (2009) mengemukaan bahwa pasir di kawasan Parangtritis yaitu di gumuk pasir bergerak secara merayap sebanyak 84,81%, bergerak secara meloncat sebanyak 15,17%, dan bergerak secara melayang sebanyak 0,02% dari total pergerakan pasir.

Perbedaan persentase pergerakan pasir ini disebabkan oleh liputan vegetasi, sumber material, dan kecepatan angin.

Ukuran butir pasir dan kelembapan pasir mempunyai pengaruh terhadap

pergerakan pasir. Oleh sebab itu, pada musim kering pasir akan lebih mudah

mengalami pergerakan. King (1966) mengemukakan bahwa pada kondisi alami,

material pasir yang pertama terbawa oleh angin adalah material pasir yang paling

halus. Ketika material yang berukuran paling besar mampu terbawa angin, maka

kecepatan angin tersebut merupakan ambang batas kecepatan angin (threshold

(6)

6 velocity). Berbeda halnya pada kondisi material pasir yang telah mengalami

sortasi, pasir pada berbagai ukuran dapat bergerak secara bersamaan.

1.5.3. Deflasi di Kawasan Parangtritis

Material pasir yang ada di kawasan Parangtritis berjumlah banyak, namun demikian gumuk pasir pesisir yang ada di kawasan Parangtritis relatif datar. Bird (1969) menjelaskan bahwa sedimen pasir yang ada di pantai dengan ukuran yang halus akan membentuk gumuk pasir pesisir yang relatif datar. Hal ini mengindikasikan bahwa material pasir yang ada di Parangtritis cenderung memiliki ukuran pasir halus. Menurut Verstappen (2013) bentang karst yang memiliki gawir pada bagian timur Parangtritis menyebabkan angin munson timur membelok menuju kawasan Parangtritis yang mampu menambah besar kekuatan angin untuk membawa pasir. Kondisi ini mampu mengakibatkan terjadinya deflasi pada kawasan Parangtritis.

Pergerakan pasir yang terjadi di kawasan Parangtritis merupakan proses alamiah biasa. Susmayadi dkk. (2009) menyebutkan bahwa masuknya proses antropogenik berupa kepariwisataan kedalam wilayah yang berpotensi deflasi mengakibatkan munculnya ancaman deflasi yang mampu mengakibatkan bencana. Ancaman deflasi ini mampu menimbulkan kerusakan pada intensitas dan skala yang berbeda. Ancaman bahaya deflasi di kawasan Parangtritis ini berupa terpaan angin yang disertai material pasir, timbunan pasir, dan gangguan kesehatan oleh material pasir yang berukuran mikro. Kawasan Parangtritis menjadi rentan terhadap ancaman bahaya deflasi karena rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap deflasi dan sikap masyarakat yang cenderung mengabikan fenomena deflasi. Pembangunan rumah yang terlalu dekat dengan pantai dan berada pada koridor angin, serta tata ruang kawasan yang kurang ekologis menyebabkan kerentanan kawasan Parangtritis terhadap deflasi semakin besar.

1.5.4. Variabel dan Pengukuran Deflasi

Shear stress (tegangan geser) yang ada di permukaan pasir merupakan

faktor yang berpengaruh terhadap pergerakan pasir. Ketika tegangan geser

(7)

7 mencapai keadaan kritis, maka pasir akan mulai bergerak. Tegangan geser mempunyai hubungan dengan kecepatan angin, yaitu yang dinyatakan dalam shear velocity atau gradien kecepatan angin. Gradien kecepatan angin (V

*

) inilah yang menjadi tenaga penggerak utama pergerakan pasir (Belly, 1964). Banyak sekali studi yang telah mempelajari tentang deflasi. Dong et al. (2003) merangkum beberapa metode dalam perhitungan deflasi seperti pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Beberapa Metode untuk Menentukan Besarnya Deflasi

No. Rumus Kontributor Tahun

1 q = C(d/D)

0.5

(ρ/g)V

*

3

Bagnold 1941

2 q = C(d/D)

0.75

(ρ/g)V

*

3

Zingg 1953

3 q = (1/gd)

1.5

e

(4.97d-0.47)

V

*

3

Hsu 1971

4 q = C(1-R

t2

)(ρ/g)V

*3

Kind 1976

5 q = CV

3

(C=0.03) O'Brien dan Rindlaub 1936 C: Koifisien variasi ; D: diameter standar pasir ; d: ukuran butir

ρ: kepadatan udara ; g: gravitasi ; V

*

: gradien kecepatan angin ; R

t

: V

*

/V

*t

(U

*t

: ambang batas gradien kecepatan angin) ; V: kecepatan angin.

Sumber : Dong., et al. (2003)

Belly (1964) membandingkan beberapa hasil perhitungan deflasi dari berbagai metode. Metode perhitungan deflasi yang dibandingkan oleh Belly (1964) antara lain adalah metode Bagnold, Zingg, Kawamura, dan Horikawa.

Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, metode pehitungan deflasi Bagnold

(1938) merupakan metode yang mempunyai hasil paling bagus dibandingakn

dengan metode lainnya. Perhitungan deflasi menggunkan metode Bagnold (1938)

tidak memiliki hasil yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Hal ini dapat dilihat

pada Gambar 1.1.

(8)

8 Gambar 1.1. Perbandingan Beberapa Metode Perhitungan Deflasi (Belly, 1964)

Bagnold (1938) dalam memperhitungkan deflasi hanya mempetimbangkan

pasir yang bergerak secara merayap dan meloncat (saltation). Variabel yang

digunakan untuk Bagnold (1938) dalam menentukan deflasi antara lain adalah

diameter pasir standar, diameter pasir hasil pengukuran, kepadatan udara,

gravitasi, gradien kecepatan angin, dan koefisien standar pasir. Alat yang

digunakan Bagnold dalam perhitungan deflasi adalah kolektor pasir vertikal

dengan tinggi 0,76 m seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.2.

(9)

9 Gambar 1.2. Penangkap Pasir (Sand trap) yang digunkan Bagnold (1938)

Deflasi adalah salah satu proses geomorfologi yang bertipe erosif sehingga

proses tersebut akan menghasilkan sedimen. Material yang terbawa oleh proses

deflasi atau sedimen hasil deflasi memiliki karakteristik tertentu seperti diameter

pasir, kebundaran (roundness), dan kebulatan (sphericity) yang dipengaruhi oleh

kecepatan angin dan sumber material pasir. Kecepatan angin memiliki hubungan

dengan diameter besar butir pasir. Kekuatan angin yang lebih besar akan

menggerakkan pasir yang berukuran lebih besar. Selain itu kebulatan juga

memiliki hubungan dengan kebundaran material pasir. Hal ini dapat dilihat pada

Gambar 1.3 dan Tabel 1.2.

(10)

10 Gambar 1.3. Klasifikasi Hubungan Kebulatan dan Kebundaran (Brewer, 1976 dalam

Aprilia, 2003)

Tabel 1.2. Hubungan Kecepatan Angin dengan Diameter Butir Pasir Kecepatan Angin (m/detik) Diameter Butir Maksimum (mm)

4,5 – 6,7 0,25

6,8 – 8,4 0.50

8,5 – 11,4 1,00

11,5 – 13,00 1,50

Samber : Verstappen (1957) 1.6. Penelitian Sebelumnya

Studi mengenai deflasi di kawasan Pantai Parangtritis termasuk gumuk pasir

telah banyak dilakukan. Rudjito (2001) melakukan studi perbedaan dan tipe

perkembangan gumuk pasir di pesisir Bantul, yaitu di daerah timur Sungai Opak

dan barat Sungai Opak. Hasil dari penelitian ini adalah tipe gumuk pasir yang

berada di wilayah timur Sungai Opak lebih berkembang dan beragam

dibandingkan dengan gumuk pasir di barat Sungai Opak. Salah satu faktor yang

paling berpengaruh adalah karakteristik angin.

(11)

11 Aprilia (2003) meneliti tentang deflasi pasir pada berbagai tipe gumuk pasir di Parangtritis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada setiap tipe gumuk pasir memiliki besar deflasi yang berbeda. Penelitian ini juga menghasilkan persamaan regresi besar deflasi dengan berbagai faktor. Aprilia (2003) juga menyatakan bahwa distrubusi vertikal pergerakan pasir di berbagai tipe gumuk pasir berbeda-beda.

Susmayadi,dkk. (2009) mengakaji deflasi di Parangtritis sebagai salah satu proses fisik dan dinamika di kawasan pesisir. Kajian yang dilakukan oleh Susmayadi dkk. (2009) tidak hanya fokus pada proses deflasi saja, melaikan juga proses fisik lain seperti rip current (arus balik) dan abrasi. Hasil dari penelitian ini adalah potensi risiko deflasi di kawasan Parangtritis. Selain disajikan dalam tabel potensi risiko juga disajikan dalam peta risiko yang menunjukkan bahwa wilayah antropogenik di kawasan Parangtritis memiliki tingkat risiko deflasi yang tinggi.

Perbedaan mendasar penelitian yang dilakukan Rudjito (2001), Aprlia (2003), dan Susmayadi dkk. (2009) dengan peneliti adalah pada karakterisik deflasi yang diukur. Peneliti menghitung besar deflasi di kawasan Pantai Parangtritis pada waktu siang dan malam hari. Analisis grain size juga dilakukan pada sedimen hasil deflasi. Selain itu peneliti menganalisis dampak yang ditimbulkan oleh deflasi terhadap para kelompok pelaku wisata di kawasan Pantai Parangtritis.

Tabel 1.3. Perbandingan Peneliti dengan Peneliti Sebelumnya

Peneliti Judul Tujuan Hasil

Rudjito (2001)

Studi Gumuk Pasir (sand dune) di Pesisir Kabupaten Bantul Daerah Istimiewa Yogyakarta

1. Memperlajari perkembangan gumuk pasir di Parangtrtitis

Faktor yang mempengaruhi perbedaan

perkembangan gumuk pasir di pesisir Bantul.

2. Mengetahui faktor penyebab perbedaan perkembangan agihan dan tipe perkembangan gumuk pasir di daerah

penelitian Aprilia

(2003)

Deflasi Pasir pada Berbagai Tipe Gumuk Pasir di Parangtritis

1. Mengetahui karakteristik material pada tipe gumuk pasir

1. Krankteristik

material, vegetasi, dan

angin

(12)

12 2. Mengertaui distribusi

vertikal pasir yang bergerak pada tiap tipe gumuk pasir

2. Perbandungan distribusi vertikal tiap tipe gumuk pasir 3. Mengetahui besarnya deflasi

pasir dan faktor yang memengaruhinya

3. Besar deflasi pada tipa tipe gumuk pasir 4. Persamaan regresi untuk mengetahui besar deflasi

5. Peta Geomoroflogi Susmayadi

, dkk (2009)

Proses Fisik dan Dinamika Kawasan Pesisir, Rip Curret, Deflasi, dan Abrasi

Mengetahui potensi risiko rip current, deflasi, dan abrasi

1. Tabel potensi risiko deflasi

2. Peta bahaya, rawan, dan risiko rip current, deflasi, dan abrasi Malawani

(2014)

Karakterisitik Deflasi dan Dampaknya Terhadap Pariwisata di Kawasan Parangtritis

1. Mengetahui besar deflasi pada kawasan Parangtritis

1. Besar deflasi di kawasan Parangtritis 2. Mengetahui karakteristik

fisik material terdeflasi di kawasan Parangtritis

2. Karaktertisktik fisik material terdeflasi di kawasan Parangtritis 3. Menemukenali dampak

deflasi pada kegiatan pariwisata di kawasan Parangtritis

3. Dampak delfasi pada kegiatan pariwisata

1.7. Kerangka Pemikiran

Angin merupakan faktor yang penting dalam pergerakan pasir.

Karakteristik angin seperti arah dan kecepatan angin berkontribusi terhadap terjadinya pergerakan pasir. Pasir yang digerakkan oleh angin memiliki beberapa cara bergerak, yaitu merayap, meloncat, dan melayang. Adanya pergerakan material pasir yang disebabkan oleh angin merupakan proses deflasi. Material pasir yang terdeflasi tentunya memiliki karakteristik tertentu sesuai dengan tenaga penggeraknya.

Karakteristik deflasi dapat dilihat dari besar deflasi, ukuran butir pasir,

kebulatan, dan kebundaran material pasir yang terdeflasi. Di kawasan Parangtritis,

fenomena deflasi dapat memengaruhi kegiatan pariwisata. Pihak yang dapat

terdampak langsung oleh deflasi antara lain adalah pengunjung, pedagang,

penjaga wahana, dan penjaga pantai atau Tim SAR. Masing-masing pelaku

kegiatan pariwisata tersebut tentunya mempunyai dampak yang berbeda akibat

Lanjutan Tabel 1.3...

(13)

13 adanya proses deflasi. Atas dasar uraian tersebut, kerangka pemikiran penelitian dapat disusun seperti pada Gambar 1.4.

Gambar 1.4. Kerangka Pikir Penelitian Angin

Arah Angin Kecepatan Angin

Pergerakan Pasir

Merayap Meloncat Melayang

Deflasi

Karakteristik Deflasi

Pengaruh Deflasi pada Pariwisata

Penjaga Wahana Petugas/SAR Pedagang

Pengunjung

Pelaku Wisata

Dampak Deflasi

Granolometri,

kebulatan,

kebundaran,

besar deflasi

siang dan malam,

arah deflasi, serta

threshold velocity

(14)

14 1.8.Batasan Operasional

Aeolian processes adalah proses yang melibatkan erosi, transportasi, dan sedimentasi oleh angin yang dapat terjadi pada lingkungan pesisir, gurun, dan wilayah agrikultur. (Lancaster, 2009)

Ancaman adalah suatu kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan bencana (UURI No. 24 Tahun 2007)

Angin adalah massa udara yang bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah, sejajar dengan permukaan bumi. (Tjasyono, 2007) Deflasi adalah perpindahan atau pergerakan material pasir atau debu akibat

erosivitas angin. (Cooke dan Doornkamp, 1974).

Grain size (ukuran butir) adalah sifat paling mendasar dari partikel sedimen yang dipengaruhi keberadaan, transportasi, dan deposisinya yang dapat memberikan petunjuk penting berupa asal sedimen, transportasi, dan sejarah pengendapan. (Blott dan Pye, 2001)

Shear velocity (gradien kecepatan angin) adalah tenega gesekan angin dengan

permukaan pasir yang mampu menyebabkan pasir bergerak. (Belly, 1964) Threshold velocity adalah ambang batas kecepatan angin yang mampu

menggerakkan pasir. (King, 1966)

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah penyelenggaraan layanan gangguan terhadap keamanan sistem informasi Jumlah pelaksanaan monitoring dan evaluasi keamanan informasi di OPD dan pengembangan

(3) Akreditasi sebagai dimaksud pada ayat satu dan ayat dua sebagai bentuk akuntabilitas public dilakukan secara objektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan

Di daerah-daerah atau kondisi dimana median sangat lebar (> 10 meter) atau pada jalan dimana jumlah lajur sangat banyak (> 4 lajur setiap arah) perlu di pertimbangkan

Kita dapat melihat bahwa ada suatu instruksi lainnya setelah instruksi RET, Ini terjadi karena disassembler tidak tahu dimana data dimulai , dia hanya memproses nilai

Tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai wadah untuk mengedukasi siswa untuk mengatasi bencana kekeringan dan menanggulanginya dengan cara penggunaan air yang tidak berlebihan

Tabel 4.2 Keteraturan makan pada anak dengan obesitas 36 Tabel 4.3 Penyediaan variasi masakan rumah pada anak dengan obesitas 37 Tabel 4.4 Kebiasaan sarapan pada anak

Untuk menganalisis dan menguji pengaruh variabel tingkat pendidikan, kesehatan dan nilai investasi secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kota di Provinsi Jawa

Dari data yang terkumpul peneliti akan menganalisis data dan membahas hasil penelitian terhadap Strategi Public Relations Hotel Century Park Jakarta Dalam