POLA PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
PERIODE JANUARI DESEMBER 2010 TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi
Oleh
NELA TAPTRIANA
M3508051
DIPLOMA 3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET
PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
POLA PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS PADA PASIEN
RAWAT INAP DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
PERIODE JANUARI DESEMBER 2010
Oleh:
NELA TAPTRIANA
M3508051
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ini adalah hasil penelitian saya
sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
apapun di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar yang
telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.
Surakarta, 12 September 2011
INTISARI
POLA PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS PADA PASIEN
RAWAT INAP DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE
JANUARI DESEMBER 2010
Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit mematikan nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit saluran nafas. Penyakit ini disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang organ paru-paru.Untuk menghindari
resistensi dari bakteri, maka pengobatan TBC digunakan kombinasi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang disesuaikan dengan kategori pasien.
Penelitian ini termasuk penelitian non-eksperimental dan bersifat deskriptif. Data rekam medik pasien diambil secara retrospektif yang bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan obat antituberkulosis pada pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode Januari-Desember 2010. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Microsoft Office Excel tahun 2007 dan dibandingkan dengan standar pengobatan WHO Treatment of Tuberculosis: Guidelines- Fourth Edition
tahun 2009.
Pasien dengan kriteria inklusi berjumlah 37 orang, terdiri dari 73% laki-laki dan 27% perempuan dengan umur 30-40 tahun atau sekitar 41%. Hasil deskripsi per pasien diketahui 100% pasien telah tepat pemilihan obat, 7 pasien (19%) pasien telah tepat dosis, 20 pasien (54%) telah tepat frekuensi pemberian obat serta 100% pasien telah tepat sediaan dan rute pemberiannya yang dibandingkan dengan standar WHO.
ABSTRACT
THE PATTERN OF TUBERCULOSIS DRUG USING IN INPATIENT OF SURAKARTA DR. MOEWARDI GENERAL HOSPITAL ON
JANUARY DECEMBER PERIOD 2010
Tuberculosis or TBC is the third number deadly disease after cardiac disease and respiratory tract disorder. This disease is caused by Mycobacterium tuberculosis
attacking pulmonary organs. In order to avoid the bacterial resistance, TBC medication uses Tuberculosis drug or OAT combination adjusted to the patient category.
This study belongs to a non-experimental research and is descriptive in nature. The data on patient medical record was taken retrospectively aiming to find out the pattern of anti-tuberculosis drug using in inpatient of Surakarta Dr. Moewardi General Hospital in January December period 2010. The data obtained was analyzed using Microsoft Office Excel of 2007
medication standard Treatment of Tuberculosis: Guidelines-Fourth Edition of 2009. The patient with inclusion criteria consisted of 37 patients, consisting of 73% male and 27% female with 30-40 years old age or about 41%. The result of description per patient showed that 100% of patients had chosen the drug appropriately, 7 patients (19%) had been given appropriate dose, 20 patients (54%) had appropriate drug administration frequency as well as 100% of patients had
MOTTO
Hidup berarti berjuang. Hidup nikmat tanpa badai taufan adalah laksana laut yang mati
(Senecka)
Terimalah perbedaan-perbedaan dan keterbatasan-keterbatasan manusia. Ingat bahwa orang lain mempunyai hak untuk berbeda dengan anda. Jangan menjadi
orang yang ingin merobah sifat-sifat orang lain
(D.J. Schwart)
Mengeluh tentang penderitaan masa lampau adalah cara yang pasti untuk mendatangkan satu lagi penderitaan
(Shakespeare)
Nasib baik harus dihadapi seperti kesehatan tubuh kita, artinya nikmatilah kalau sedang baik dan bersabarlah kalau sedang buruk
(La Rochefoncauld)
PERSEMBAHAN
Tugas Akhir ini
Kupersembahkan untuk mami, papi,
bunda Rini dan ayah Biyanto yang selalu
mendukung aku, mendoakan
kesuksesanku dan senantiasa
menyayangi aku, untuk kakakku dan
adikku serta untuk kekasih hatiku yang
membuatku selalu semangat menjalani
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah atas segala karunia-Nya yang tak terhingga bagi
penulis dan kita semuanya sehingga atas ijin-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir POLA PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS PADA
PASIEN RAWAT INAP DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE
JANUARI DESEMBER 2010 lancar.
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif non analitik menggunakan
berkas rekam medik yang dikumpulkan secara retrospektif dan bertujuan untuk
mengetahui penggunaan obat antituberkulosis yang meliputi pemilihan jenis obat,
dosis, aturan pakai, bentuk sediaan, rute pemberian, dan kombinasi obat pada pasien
rawat inap di RSUD Dr. Moewardi periode Januari-Desember 2010 dan
kesesuaiannya dengan standar WHO Treatment of Tuberculosis: Guidelines- Fourth
Edition tahun 2009. Penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena
itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:
1. Bapak Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc., (Hons), PhD., selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt., selaku Ketua Program D3 Farmasi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Nestri Handayani, M.Si., Apt., selaku pembimbing akademik yang telah
4. Bapak Wisnu Kundarto, S.Farm., Apt., selaku pembimbing tugas akhir atas
segala kesabarannya dalam memberikan arahan dan masukan serta ilmu yang
sangat berguna.
5. Segenap dosen pengajar jurusan D3 Farmasi yang telah banyak memberikan
ilmu dan pelajaran yang berharga.
6. Bapak Drg. Basoeki Soetardjo, MMR., selaku Direktur RSUD Dr. Moewardi
yang telah menyediakan tempat untuk dilakukannya penelitian ini.
7. Bapak Drs. Bambang Sugeng Wijonarko, MM., selaku Kepala bagian Diklat
yang telah banyak membantu kelancaran dan perijinan penelitian ini.
8. Bapak Sutasmo, SE., selaku Kepala Sub-bagian Penelitian dan Perpustakaan
yang telah memberikan arahan saat penelitian.
9. Ibu Dr. Nana Hoemar Dewi, M.Kes., selaku Kepala bidang Pelayanan Medik
yang telah memberikan arahan saat penelitian.
10.Ibu Suti Hariani, Apt., selaku Kepala Instalasi Farmasi yang telah memberikan
arahan saat penelitian.
11.Seluruh staf RSUD Dr. Moewardi khususnya kepada Bapak Moch. Ari Sutejo
yang sangat membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
12.Orang tuaku, Sri Marjini, Sugiarto, Bunda Rini dan Ayah Biyanto karena
dukungannya, nasehatnya dan doa yang tiada henti serta cinta dan kasih sayang
yang telah diberikan kepada penulis.
bersama-14.Keluarga besarku khususnya kepada kakak sepupuku Dian Ika Tanjungsari
yang membantu dalam perijinan penelitian.
15.Sahabat-sahabatku dan teman-teman seperjuangan D3 Farmasi yang telah
berbagi suka dan duka serta pengalaman selama kuliah.
16.Teman- Helloween
material sehingga terselesaikannya tugas akhir ini.
17.Kekasih hatiku Ari Setiadi yang telah mendampingiku, memberikan cinta yang
tulus, dukungan, motivasi, semangat, kesabaran, perhatian, dan kasih
sayangnya kepadaku.
18.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, namun
dengan segala kerendahan hati atas kekurangan itu, penulis menerima kritik dan saran
dalam rangka perbaikan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu kefarmasian khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya.
Surakarta, 12 September 2011
DAFTAR ISI
i
HALAMAN PENGESAHAN ii
iii
iv
ABSTRACT v
vi
vii
KATA PENGA viii
DAFTAR ISI xi
xiv
xv
xvi
DAFTAR SINGKATAN... xvii
BAB I 1
A. 1
B. 4
C. Tujuan Penelitia 5
D. Manfaat Penelitian... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2. Penyebab Tuberkulosis... 8
3. Cara Penularan... 9
4. Gejala Tuberkulosis... 9
5. 9
6. Diagnosis Tuberkulosis 10
7. Pengobatan Tuberkulosis 13
7.1 Prinsip Pengobatan ... . 13
7.2 Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis... 15
7.3 Panduan Obat Anti Tuberkulosis... 17
B. Kerangka P 19
C.Keterangan E 20
21
A. Alat dan 21
B. Waktu dan Tempat Penelitian... 21
C. Rancangan Penelitian... 22
D. Definisi Operasional Penelitian... 23
E. 25
26
A. Deskripsi Hasil Penelitian... 26
B. Deskripsi Per Pasien... 42
BAB V ... 48
A. Kesimpulan 48
B. Saran ... 50
51
DAFTAR TABEL
Tabel I. Standar Regimen dan Frekuensi Dosis pada Pasien TB Baru 17
Tabel II. Standar Frekuensi dosisOAT ... ... 17
Tabel III. Rekomendasi Dosis Pertama Obat Antituberkulosis untuk Dewasa 18 Tabel IV Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ... 26
Tabel V. Distribusi Pasien Berdasarkan Umur ... .. 28
Tabel VI. Distribusi Pasien Berdasarkan Lama Perawatan ... . 30
Tabel VII. Persentase penggunaan OAT ... 32
Tabel VIII. Persentase pemberian dosis OAT ... 33
Tabel IX. Persentase berat badan pasien dewasa dengan diagnosis TB paru BTA positif di RSUD Dr. Moewardi tahun 2010 ... 35
Tabel X. Persentase aturan pakai Rifampisin ... 36
Tabel XI. Persentase aturan pakai Isoniazid ... 37
Tabel XII. Persentase aturan pakai Pirazinamid ... 37
Tabel XIII. Persentase aturan pakai Etambutol ... 38
Tabel XIV. Persentase kombinasi Vitamin B komplek dengan Isoniazid 40
Tabel XV. Distribusi bentuk sediaan dan rute pemberian OAT ... 41
Tabel XVI. Ketepatan dosis OAT pasien TB dengan BTA positif kasus baru di RSUD Dr. Moewardi tahun 2010 ... 43
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Foto Toraks dengan infeksi TB... 12
Gambar 2. Foto Toraks normal... 12
Gambar 3. Distribusi pasien berdasarkan domisili... 29
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Pengumpul Data 1... 54
Lampiran 2. Lembar Pengumpul Data 2... 62
Lampiran 3. Perhitungan dosis berdasarkan berat badan 64
Lampiran 4. Jenis dan Dosis OAT menurut Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia tahun 200 66
Lampiran 5. 67
DAFTAR SINGKATAN
AIDS = Acquired Immune Deficiency Syndrome
BAL = Bronchoalveolar Lavage
BCG = Bacillus Calmette-Guerin
BJH = Biopsi Jarum Halus BTA = Basil Tahan Asam
DOT = Directly Observed Treatment
E = Etambutol
FDC = Fixed Dose Combination
H = Isoniazid
HIV = Human Immunodeficiency Virus
IUATLD = International Union Against Tuberculosis and Lung Disease
KDT = Kombinasi Dosis Tetap
WHO = World Health Organization
commit to user
PENDAHULUANA. LATAR BELAKANG
Penyakit tuberkulosis (TB) dijumpai di semua bagian penjuru dunia dan
hingga saat ini tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan yang sangat
penting di masyarakat dunia maupun masyarakat Indonesia sendiri karena sifatnya
yang sangat menular. Penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan penyebab
kematian nomor satu dari golongan penyakit infeksi (Anonim, 2002a). Sekitar
75% pasien TB adalah pasien dengan kelompok usia produktif yaitu pada umur
15-50 tahun (Anonim, 2006a).
Laporan data WHO tahun 2004 menunjukkan bahwa pada tahun 2003
terdapat 8,8 juta kasus TB baru, 3,9 juta diantaranya adalah TB paru BTA (Basil
Tahan Asam) positif, prevalensi 16,2 juta dengan 1,9 juta kematian setahunnya.
Indonesia merupakan negara dengan kasus TB terbesar ketiga di dunia setelah
India dan Cina. Pada tahun 2002 dilaporkan jumlah kasus TB dengan BTA positif
di India adalah 1.820.369 orang, di Cina 1.447.947 dan di Indonesia 581.847
orang (Putu, 2007).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri
berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis.
Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang
dalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit TBC (Hiswani, 2011).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap
intensif ini diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi
BTA negatif dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih
sedikit namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Seiring
dengan berkembangnya pengetahuan dibidang farmakologi, saat ini telah dibuat
fixed-dose combination
disingkat dengan OAT-FDC (sering disebut FDC saja). Dengan adanya FDC ini
diharapkan kepatuhan pasien TB dalam minum OAT dapat ditingkatkan sehingga
akan meningkatkan kesembuhan pasien (Putu, 2007).
Jenis OAT yaitu: Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z),
Streptomisin (S) dan Etambutol (E) yang diberikan dalam bentuk kombinasi untuk
2 kategori pasien TB paru. Pada kategori I diberikan untuk pasien baru TB paru
BTA positif, pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif, pasien TB ekstra
paru. Sementara kategori II diberikan untuk pasien TB BTA positif yang telah
diobati sebelumnya. Adapun kombinasi paduan OAT dapat dilihat dibawah ini :
(a) untuk kategori I: 2(HRZE)/4(HR)3,
commit to user
Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol selama 2 bulan (fase intensif) setiap hari
dan selanjutnya 4 bulan (fase lanjutan) dengan Isoniazid dan Rifampisin 3 kali
dalam seminggu (2RHZE/4(HR)3). Sedangkan untuk kategori 2 diobati dengan
Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol, dan Streptomisin selama 2 bulan
setiap hari. Jika setelah 2 bulan BTA masih positif, fase intensif ditambah 1 bulan
sebagai sisipan dengan Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol.
Sedangkan untuk fase lanjutan selama 5 bulan seminggu 3 kali dengan Isoniazid,
Rifampisin, dan Etambutol (2RHZES/RHZE/5(RH)3E3) (Sukandar dkk., 2008).
Pada tahun 1995 pemerintah telah memberikan anggaran obat bagi
penderita tuberkulosis secara gratis di tingkat Puskesmas dan rumah sakit, dengan
sasaran utama adalah penderita tuberkulosis dengan ekonomi lemah. Obat
tuberkulosis harus diminum oleh penderita secara rutin selama enam bulan
berturut-turut tanpa henti. Untuk kedisiplinan pasien dalam menjalankan
pengobatan juga perlu diawasi oleh anggota keluarga terdekat yang tinggal
serumah, yang setiap saat dapat mengingatkan penderita untuk minum obat.
Apabila pengobatan terputus tidak sampai enam bulan, penderita sewaktu-waktu
akan kambuh kembali penyakitnya dan kuman tuberkulosis menjadi resisten
sehingga membutuhkan biaya besar untuk pengobatannya (Hiswani, 2011).
Berdasarkan uraian di atas, pengobatan infeksi tuberkulosis dengan terapi
OAT perlu mendapatkan perhatian khusus. Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Moewardi Surakarta termasuk salah satu rumah sakit yang memiliki program
pelayanan medis baik rawat jalan maupun rawat inap. Dengan alasan tersebut
diatas serta rasa ingin tahu akan tata cara pengobatan TB paru, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pola penggunaan obat
antituberkulosis pada pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode
Januari-Desember tahun 2010.
B. PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah:
1. Bagaimana gambaran subyek penelitian yang meliputi jumlah pasien, jenis
kelamin dan usia, domisili, lama perawatan, dan status pulang pada pasien
Tuberkulosis paru BTA positif di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi
periode Januari-Desember 2010?
2. Bagaimanakah pola penggunaan obat antituberkulosis yang meliputi
pemilihan jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat, kombinasi obat, dan rute
pemberian obat pada pasien rawat inap dengan diagnosis TB paru BTA positif
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama periode bulan Januari sampai
dengan bulan Desember 2010?
3. Apakah pola penggunaan obat antituberkulosis pada pasien TB Paru BTA
positif yang meliputi pemilihan jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat,
kombinasi obat, dan rute pemberian obat pada pasien rawat inap di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta selama periode bulan Januari sampai dengan bulan
Desember 2010 telah sesuai dengan standar pengobatan WHO Treatment of
commit to user
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui gambaran subyek penelitian yang meliputi jumlah pasien, jenis
kelamin dan usia, domisili, lama perawatan, dan status pulang pada pasien
Tuberkulosis di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi periode
Januari-Desember 2010.
2. Mengetahui pola penggunaan obat antituberkulosis yang meliputi pemilihan
jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat, kombinasi obat, dan rute pemberian
obat pada pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama periode
bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2010.
3. Membandingkan pola penggunaan obat antituberkulosis yang meliputi
pemilihan jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat, kombinasi obat, dan rute
pemberian obat pada pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
dengan standar pengobatan WHO Treatment of Tuberculosis: Guidelines-
Fourth Edition tahun 2009.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Sebagai bahan informasi bagi RSUD Dr. Moewardi Surakarta dalam
memberikan pelayanan kesehatan medis untuk pasien tuberkulosis.
2. Sebagai bahan informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Surakarta khususya
informasi mengenai penggunaan obat antituberkulosis untuk penyembuhan
penderita Tuberkulosis.
commit to user
TINJAUAN PUSTAKA1. Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) yang biasa disingkat dengan TBC merupakan suatu
penyakit menular yang menyerang paru-paru biasanya terdapat benjolan-benjolan
kecil (tuberkel) yang merupakan lokasi infeksi primer TB (Tjay & Rahardja,
1986). Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Mikobakteria
adalah bakteri aerob yang hidup di daerah yang memiliki kandungan oksigen
tinggi seperti paru-paru, berbentuk batang yang tidak membentuk spora.
Walaupun tidak mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini tahan terhadap
peluntur warna (dekolarisasi) asam atau alkohol, oleh karena itu bakteri ini
dinamakan BTA atau bakteri tahan asam (Hiswani, 2011).
Apabila seseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab tuberkulosis
akan berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja,
menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang bertempat tinggal
serumah, dan dapat menyebabkan kematian. Kepekaan untuk terinfeksi penyakit
ini dapat dialami oleh semua penduduk, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan, tua muda, bayi dan balita. Kepekaan tertinggi terjadi pada anak
dengan usia kurang dari tiga tahun sedangkan kepekaan terendah terjadi pada
anak usia 12-13 tahun, dan dapat meningkat lagi pada umur dewasa muda dan
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan Mycobacterium
tuberculosis. Morfologi dan struktur bakteri Mycobacterium tuberculosis yaitu
berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung. Bakteri ini berukuran lebar
0,3-- M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri
lapisan lemak cukup tinggi (60%). Sebagian besar dinding kuman terdiri atas
asam lemak (lipid), peptidoglikan, arabinogalaktan dan arabinomannan. Struktur
dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan M. tuberculosis bersifat tahan
asam (Anonim, 2002b).
Sifat-sifat Mycobacterium tuberculosis yaitu dapat tahan hidup di udara
kering maupun dalam keadaan dingin, atau dapat hidup bertahun-tahun dalam
lemari es. Ini dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dorman (tidur). Pada
sifat dorman ini merupakan keadaan dimana bakteri dapat bangkit lagi dan
berkembang. Selain itu Mycobacterium tuberculosis tidak tahan panas, akan mati
pada suhu 60 °C selama 15-20 menit. Biakan dapat mati jika terkena sinar
matahari langsung selama 2 jam. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat
bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil ini dalam suhu kamar dapat hidup 6 -8
bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20°C selama 2 tahun.
Mikobakteri tahan terhadap berbagai khemikalia dan disinfektan antara lain
phenol 5 %, asam sulfat 15 %, asam sitrat 3 % dan NaOH 4 %. Basil ini
dihancurkan oleh jodium tinctur selama 5 menit, sementara dengan alkohol 80 %
commit to user
Cara penularan Mycobacterium tuberculosis ditularkan dari orang ke
orang melalui jalan pernapasan. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
Pada waktu batuk/bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan
yang gelap dan lembab. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya, makin tinggi derajat positif
hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Resiko tertular
tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan
BTA positif memberikan kemungkinan resiko penularan lebih besar daripada
pasien TB paru dengan BTA negatif (Anonim, 2006a).
4. GejalaTuberkulosis
Penyakit TB memiliki gejala-gejala sebagai berikut: batuk terus menerus
dan berdahak selama 3 minggu atau lebih, dahak bercampur darah, sesak nafas
dan nyeri pada dada, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan turun,
berkeringat di waktu malam walaupun tidak beraktivitas, demam meriang lebih
dari 1 bulan (Putu, 2007).
5. Penanggulangan Tuberkulosis
Pencegahan terhadap penyakit TB dapat dilakukan dengan hidup sehat
dengan makan makanan bergizi dan teratur, istirahat yang cukup, olah raga
teratur, hindari rokok, minuman beralkohol, obat bius, hindari stress. Kemudian
pencegahan lainnya yaitu dengan melakukan imunisasi BCG (Bacillus
Calmette-Guerin) yang akan memberikan kekebalan aktif pada penyakit TB. Selain itu
menjaga daya tahan tubuh juga penting dalam mengantisipasi penyakit TB.
Dengan daya tahan tubuh yang kuat maka tidak mudah untuk terserang TB (Putu,
2007).
Secara luas imunisasi BCG digunakan untuk mencegah TB yang berat.
Data yang didapat menyatakan bahwa BCG dapat memproteksi TB secara luas
dan meningitis TB meskipun tidak dapat melawan TB pada anak dan dewasa.
Kelemahan dari imunisasi BCG adalah menyebabkan reaksi uji tuberkulin
(mauntoux) pada TB menjadi positif meskipun BCG telah diberikan beberapa
tahun lebih lama sebelum uji dilakukan (Anonim, 2006b)
6. Diagnosis Tuberkulosis
a. Pemeriksaan dahak mikroskopik
Menurut Anonim (2002b) pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan
kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan
diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liquorcerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, feses dan jaringan biopsi
(termasuk biopsi jarum halus/BJH). Untuk cara pengambilan dahak terjadi
hari berturut-turut.
Sedangkan cara pemeriksaan dahak salah satunya dapat dilakukan dengan cara
pemeriksaan mikroskopik yang terbagi menjadi 2, yaitu :
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk
screening).
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD
(International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) yang
direkomendasikan oleh WHO. Skala IUATLD dijabarkan sebagai berikut :
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + (1+)
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
Seorang dinyatakan sebagai penderita paru menular bila kuman ini kelihatan
dibawah mikroskopis dalam jumlah paling sedikit sekitar 5000 batang dalam 1 ml
dahak. Dalam pemeriksaan ini dahak yang baik adalah dahak mukopurulen
berwarna hijau kekuningan dan jumlahnya harus 3 5 ml tiap pengambilan. Untuk
hasil yang baik spesimen dahak sebaiknya sudah dapat dikumpulkan dalam 2 hari
dapat dilihat pada Lampiran 5.
b. Pemeriksaan Foto Thoraks
Menurut Anonim (2006a) ada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama
ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan
foto toraks. Namun pada kondisi tertentu foto toraks perlu diperlukan sesuai
dengan indikasi sebagai berikut:
a. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif
b. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Foto toraks diperlukan untuk mendukung diagnosis. Agar lebih mudah
memahami adanya infeksi bakteri TB pada foto toraks dapat dilihat pada Gambar
1 sementara foto toraks normal dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 1. Foto Toraks dengan Gambar 2. Foto toraks normal
commit to user
Penyakit TB disebabkan oleh bakteri yang penggobatannya bersifat
mempengaruhi mekanisme pertumbuhan bakteri tersebut. Berdasarkan
mekanisme kerjanya, antibakteri digolongkan dalam lima kelompok:
a. Mengganggu metabolisme sel mikroba misalnya sulfonamid, trimetropin, asam
p-aminosalisilat (PAS), dan sulfon.
b. Menghambat sintesis dinding sel mikroba, yaitu golongan ß-laktam (penisilin,
sefalosporin, karbapenem, dan monobaktam), golongan glikopeptida
(vankomisin dan teikoplanin), golongan sikloserin, dan golongan basitrasin.
c. Mengganggu permeabilitas membran sel mikroba, misalnya polimiksin,
golongan polien, dan berbagai antibiotik kemoterapeutik.
d. Menghambat sintesis protein sel mikroba, misalnya golongan aminoglikosid,
makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol.
e. Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba, misalnya
rifampisin yang dapat menghambat polimerase RNA dan golongan kuinolon
yang menghambat replikasi DNA (Nugrahani, 2009).
7.1.Prinsip Pengobatan
Menurut Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis tahun 2006
pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi
beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).
3). Pengobatan tuberkulosis diberikan kepada 2 kategori pasien, yaitu :
a. Untuk kategori 1 ialah pasien baru TB paru BTA positif, pasien TB baru
BTA negatif rontgen positif, dan pasien TB ekstra paru
b. Untuk kategori 2 ialah pasien kambuh, pasien gagal dan pasien dengan
pengobatan setelah putus berobat.
4). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Sukandar dkk., 2008).
5). Pengobatan bagi pasien dengan keadaan khusus seperti TB ekstra paru,
commit to user
PAS, Ethionamid, Levofloxacin, Capreomycin, Amikasin (Anonim, 2002b).
7.2. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis
Jenis Obat Anti Tuberkulosis yang digunakan menurut Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis tahun 2002antara lain:
1) Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang.
Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB. Mekanisme
kerja Isoniazid adalah menghambat sintesis asam mikolat, komponen terpenting
pada dinding sel bakteri (Sukandar dkk., 2008). Efek samping Isoniazid dapat
berupa tanda-tanda keracunan syaraf tepi, kesemutan, nyeri otot atau gangguan
kesadaran dan efek samping terberat yaitu hepatitis (Anonim, 2002b).
2) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten) yang tidak
dapat dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk
pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu. Mekanisme kerja
Rifampisin adalah menghambat aktivitas polymerase RNA yang tergantung DNA
pada sel-sel yang rentan (Sukandar dkk., 2008). Efek samping Rifampisin dapat
Bersifat bakterisid, yang dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
Pirazinamid merupakan analog pirazin dari nikotinamid yang bersifat
bakteriostatik atau bakterisid terhadap Mycobakterium Tuberculosis tergantung
pada dosis pemberian (Sukandar dkk., 2008). Efek samping Pirazinamid dapat
berupa nyeri sendi, demam, kemerahan pada kulit, penimbunan asam urat dan
hepatitis (Anonim, 2002b).
4) Streptomisin (S)
Obat ini bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang
sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 g/hari, sedangkan untuk
berumur 60 atau lebih diberikan 0,50 g/hari. Mekanisme kerja Streptomisin adalah
mempengaruhi sintesis protein bakteri (Sukandar dkk., 2008). Efek samping
Streptomisin dapat berupa vertigo, gangguan ekskresi fungsi ginjal, telinga
mendenging dan pusing (Anonim, 2002b).
5) Etambutol (E)
Obat ini bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg
BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30
mg/kg BB. Mekanisme kerja Etambutol adalah menghambat sintesis minimal 1
metabolit yang menyebabkan kerusakan pada metabolisme sel, menghambat
commit to user
beberapa minggu setelah obat dihentikan (Anonim, 2002b).
7.3. Panduan Obat Anti Tuberkulosis
Menurut WHO Treatment of Tuberculosis: Guidelines-Fourth Edition
tahun 2009 terdapat 2 panduan OAT dengan dosis per hari dan per berat badan.
Kategori pertama diberikan untuk pasien baru TB Paru dan kategori kedua
diberikan kepada pasien dengan pengobatan OAT namun kambuh atau gagal.
Untuk panduan dan frekuensi obat bagi pasien baru TB Paru dapat dilihat pada
Tabel I dan Tabel II
Tabel I. Standar Regimen dan Frekuensi Dosis pada pasien TB Baru
(Anonim, 2009a)
Fase Intensif Fase Lanjutan Keterangan 2 bulan memakai
Hanya berlaku di negara-negara dengan resistensi isoniazid tingkat tinggi pada pasien TB baru, dan dimana obat isoniazid kerentanan pengujian pada pasien baru tidak dilakukan (atau hasil tersedia) sebelum fase lanjutan dimulai.
Tabel II. Standar Frekuensi dosis OAT (Anonim, 2009a)
Frekuensi Dosis
Harian 3 kali seminggu merupakan alternatif untuk setiap pasien TB baru menerima terapi langsung diamati
3 kali seminggu
digunakan kombinasi obat 2HRZES/1HRZE/5HRE. Selain kedua kategori
tersebut diatas, ada rekomendasi dosis awal per berat badan dari masing-masing
obat antituberkulosis yang dapat dilihat di Tabel III.
Tabel III. Rekomendasi Dosis Pertama
Obat Antituberkulosis untuk Dewasa (Anonim, 2009a)
Obat
1) Sembuh : penderita dinyatakan sembuh bila telah menyelesaikan pengobatan
secara lengkap dan pemeriksaan dahak 3 kali berturut-turut hasilnya negatif.
2) Pengobatan lengkap : penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya
secara lengkap tapi tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak paling sedikit 2
kali berturut-turut hasilnya negatif.
3) Meninggal : penderita yang dalam masa pengobatan dikarenakan meninggal
commit to user
sebelum masa pengobatan selesai.
6) Gagal
a. Penderita BTA positif hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif/kembali positif
pada 1 bulan sebelum akhir pengobatan.
b. Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan ke-2
menjadi positif.
B. KERANGKA PEMIKIRAN
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang khususnya menyerang
organ paru-paru dan merupakan penyakit mematikan nomor tiga setelah penyakit
jantung dan penyakit saluran nafas. Untuk mengobati infeksi dari penyakit ini
maka digunakan kombinasi obat antituberkulosis (OAT) yang meliputi
diantaranya: Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan
Streptomisin (S). Kombinasi semua OAT ini diberikan dalam dua fase yaitu fase
intensif dan fase lanjutan. Fase intensif biasanya diberikan 2 bulan sementara fase
lanjutan bisa diberikan 4-5 bulan setelah pengobatan fase intensif.
Dari banyaknya kombinasi pengobatan untuk TBC, maka peneliti tertarik
untuk meneliti pola penggunaan obat antituberkulosis yang meliputi pemilihan
jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat, kombinasi obat, dan rute pemberian obat
pada pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada periode
Pengobatan TBC terdiri dari fase intensif selama 2 bulan dan fase lanjutan
selama 4-5 bulan dengan obat antituberkulosis (OAT) yang terdiri dari Isoniazid
(H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan Streptomisin (S).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola penggunaan obat yang meliputi
pemilihan jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat, kombinasi obat, dan rute
pemberian pada pasien tuberkulosis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama
periode Januari sampai dengan Desember 2010 dan kesesuaian penggunaan obat
antituberkulosis menurut standar pengobatan WHO Treatment of Tuberculosis:
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian secara retrospektif di RSUD Dr. Moewardi maka dapat
disimpulkan beberapa hal :
1. Gambaran Subyek Penelitian
a. Jumlah pasien yang terdiagnosis TB paru BTA positif kategori pasien rawat
inap kasus baru di RSUD Dr. Moewardi periode Januari-Desember tahun
2010 berjumlah 37 pasien (53, 62%).
b. Pasien laki-laki lebih banyak menderita TB paru daripada pasien perempuan
dalam penelitian ini yaitu 27 pasien (73 %).
c. Pasien terbanyak berumur sekitar 30-44 tahun.
d. Kota Surakarta merupakan domisili terbanyak dari pasien TB paru yaitu 14
pasien (38%).
e. Lama perawatan yang paling banyak dijalani pasien yaitu 1-8 hari sejumlah
23 orang atau 62%.
f. Pasien dengan status pulang atas persetujuan dari dokter dan keluarga
sebanyak 23 pasien (62%), 7 pasien (19%) yang pulang dalam keadaan pulang
paksa, 3 pasien (8%) meninggal dunia dan 4 pasien (11%) tidak diketahui
status pulangnya.
g. Antituberkulosis yang digunakan pasien TB BTA positif kasus baru di RSUD
pada 35 pasien (95%) dan RH untuk tahap lanjutan diberikan pada 2 pasien
(5%).
2. Penggunaan Obat Antituberkulosis
a. Pemilihan penggunaan OAT di RSUD Dr. Moewardi telah sesuai dengan
Formularium RSUD Dr. Moewardi tahun 2010-2011 dan standar WHO.
b. Dosis OAT yang diberikan tidak melebihi dosis standar dari Formularium
RSUD Dr. Moewardi tahun 2010-2011 dan telah sesuai dengan Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.
c. Semua OAT yang diberikan merupakan obat oral yang bentuk sediaannya
berupa tablet.
d. Kombinasi OAT pada pasien TB BTA positif kasus baru di RSUD Dr.
Moewardi baik dalam menjalani tahap intensif maupun tahap lanjutan telah
sesuai dengan standar. Selain kombinasi OAT, kombinasi Isoniazid dengan
Vitamin B komplek belum berjalan dengan baik karena 50% lebih pasien
belum mendapatkan kombinasi Isoniazid dan Vitamin B komplek.
3. Penggunaan Obat Antituberkulosis meliputi pemilihan obat, dosis terapi, bentuk
sediaan dan rute pemberian serta kombinasi OAT telah sesuai dengan standar
WHO Treatment of Tuberculosis: Guidelines- Fourth Edition tahun 2009 namun
untuk kombinasi Vitamin B komplek dengan Isoniazid belum sesuai standar
B. Saran
Berdasarkan pengamatan selama melakukan penelitian disarakan :
1. Perlu dilakukan penelitian tentang kepatuhan pasien dikarenakan penggunaan
terapi kombinasi RHZE secara terpisah.
2. Perlu dilakukan perbaikan pemberian terapi RHZE secara terpisah menjadi terapi
OAT-FDC sesuai standar WHO untuk mengurangi ketidakpatuhan pasien dalam
meminum obat.
3. Formularium Rumah Sakit perlu dilakukan perbaikan untuk kelengkapan
informasi frekuensi pemberian obat kepada pasien.
4. Berkas rekam medik sebaiknya dilengkapi terutama data berat badan dan
frekuensi pemberian agar dapat diketahui ketepatan dosisnya.
5. Perlu adanya pemberian Vitamin B komplek untuk mengurangi efek samping