• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA MUTU PADA SEKOLAH REGROUPING DI SD N UNGARAN 1 YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA MUTU PADA SEKOLAH REGROUPING DI SD N UNGARAN 1 YOGYAKARTA."

Copied!
237
0
0

Teks penuh

(1)

i

KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA MUTU PADA SEKOLAH REGROUPING DI SD UNGARAN 1 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Nur Laila Maharani NIM 13110241040

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

As long as you have the determination and willingness, you can achieve anything that you want.

(Nur Laila Maharani)

Jika kau ingin jadi seseorang dalam hidup, Jika kau inginkan sesuatu.. Jika kau ingin memenangkan sesuatu, cukup dengar kata hatimu

Jika hatimu tak bisa menjawabnya Tutup matamu dan pikirkan kedua orang tuamu

Dan semua rintangan terlewati Semua masalah lenyap seketika Kemenangan akan jadi milikmu

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT atas terselesaikannya karya ini, maka karya ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku tercinta, Alm. Ayah dan Ibu Sri Rahayu yang telah memberikan kasih sayang, do’a dan dukungan yang tak pernah terputus untuk keberhasilan anakmu ini.

2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta

3. Teman-teman Program Studi Kebijakan Pendidikan terutama Susi Susilawati, Kharitsatun Jamilah, Ade Tarina Putri, Yunitasari, Kun Azka yang telah memberikan dukungan dan tenaganya dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.

(7)

vii

KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA MUTU PADA SEKOLAH REGROUPING DI SD N UNGARAN 1

YOGYAKARTA

Oleh

Nur Laila Maharani NIM. 13110241040

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana proses formulasi kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu sekolah yang pernah dilakukan SD N Ungaran 1 Yogyakarta pasca regrouping.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek dalam penelitian adalah SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumen. Analisis data dilakukan dengan tiga tahap yaitu, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Uji keabsahan data yang digunakan adalah dengan triangulasi sumber dan teknik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses formulasi kebijakan pengembangan budaya mutu dilakukan oleh Kepala Sekolah, guru, pegawai, Komite Sekolah, dan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta yang terjadi dalam 4 tahap yaitu merumuskan masalah, menetapkan agenda kebijakan, memilih alternatif kebijakan, dan melakukan penetapan kebijakan dengan membuat Surat Keputusan Kepala Sekolah tentang pengembangan budaya mutu sekolah, yaitu menyediakan fasilitas sekolah yang memadai, melaksanakan pendidikan lingkungan hidup, meningkatkan partisipasi orang tua, menciptakan pembelajaran berbasis budaya lokal (jogja), meningkatkan potensi non akademik siswa, menciptakan suasana kerja yang kondusif, menciptakan keakraban siswa dan warga sekolah, serta meningkatkan kompetensi guru dan pegawai. Kendala yang dialami dalam proses formulasi kebijakan sekolah adalah masih banyak guru dan pegawai yang tidak terlibat aktif dalam proses formulasi kebijakan.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehungga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kebijakan Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Mutu

pada Sekolah Regrouping di SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Kebijakan Pendidikan Universita Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari, bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari kerjasama, bantuan, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, atas segala kebijaksanaannya yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan bagi penulis untuk belajar di kampus tercinta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan dalam penyusunan Skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan yang telah menerima dan menyetujui skripsi ini.

4. Ibu Lusila Andriani P, M.Hum, selaku Pembimbing Skripsi yang dengan penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.

(9)

ix

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Program Studi Kebijakan Pendidikan, terima kasih atas bekal ilmu pengetahuna dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.

6. Ibu Dwi Atmi Sutarini, M.Pd selaku Kepala Sekolah dan segenap keluarga besar SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta yang telah memberikan ijin, bantuan, dan kerjasamanya.

7. Alm. Ayah dan Ibu serta segenap keluarga besar saya, terima kasih atas do’a, perhatian, kasih sayang, semangat, motivasi, dukungan, dan pengorbanan yang telah diberikan dengan penuh ketulusan.

8. Sahabat terbaikku Bripda Fika Restu Diana Saputri, Kun Azka, Siti Fauziah Romadoni, Yunitasari, Ade Tarina P, Maryani, Siska Devi Saputri, Julian, Bella Novita Sari, dan Irma Monita Putri yang selalu memberikan dorongan semangat dan warna dalam hidupku, terima kasih untuk do’a, kasih sayang, motivasi, dan dukungannya.

9. Teman-teman terbaikku, Susilawati, Kharitsatun Jamilah, Oriza Sativa, Tri Wulan Ningrum, Muhammad Hanafi, Setyoko Bagus, Gani Prihatnanto dan Yunitasari yang selalu memberikan dukungan dan semangat, terimakasih karena telah menjadi sahabat terbaikku.

10. Teman-teman seperjuangan Kebijakan pendidikan angkatan 2013 terimakasih atas doa dan dorongannya.

(10)
(11)

xi

B. Identifikasi Masalah ……….. 7

C. Batasan Masalah ……… 8

a. Pengertian Kebijakan Sekolah ………... 12

b. Langkah-langkah Formulasi Kebijakan ………. 17

2. Budaya Mutu ……….. 21

a. Pengertian Budaya Mutu ……… 21

(12)

xii

c. Karakteristik Sekolah Unggul Berbudaya Mutu ………….. 24

3. Sekolah Regrouping ………... 44

a. Pengertian Sekolah Regrouping ……… 27

b. Model-Model Sekolah Regrouping ……….. 30

c. Mutu Pendidikan pada Sekolah Regrouping ……… 31

B. Penelitian yang Relevan ………. 33

C. Kerangka Berpikir ……….. 36

D. Pertanyaan Penelitian ………. 38

BAB III METODE PENELITIAN ………... 40

A. Jenis Penelitian ……….. 40

B. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian ………. 41

C. Informan ……… 42

D. Teknik Pengumpulan Data ……….... 44

E. Instrumen ………... 48

F. Keabsahan Data ………. 49

G. Analisis Data ………. 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 54

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ……… 54

B. Hasil Penelitian ……… 73

C. Pembahasan ………. 116

D. Keterbatasan Penelitian ……….. 149

BAB V PENUTUP ……….. 151

A. Kesimpulan ……….. 151

B. Saran ……… 158

DAFTAR PUSTAKA ………. 159

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kisi-Kisi Pedoman Observasi ……….. 45 Tabel 2 : Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ……… 47 Tabel 3 : Kisi-Kisi Pedoman Dokumentasi ………. 48 Tabel 4 : Data Pendidik SD N Ungaran 1 Yogyakarta Berdasarkan

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... ……. 165

1.1. Surat Ijin Penelitian dari Dinas Perijinan Kota Yogyakarta. ……. 166

1.2. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas Ilmu Pendidikan……….. 167

1.3. Surat Keteragan Telah Melakukan Penelitian……… 168

Lampiran 2. Catatan Lapangan ……….. 168

Lampiran 3. Pedoman Observasi, Dokumentasi, dan Wawancara………. 184

3.1. Pedoman Observasi………. 124

3.2. Pedoman Dokumentasi……… 185

3.3. Pedoman Wawancara untuk Kepala Sekolah... 186

3.4. Pedoman Wawancara untuk Guru dan Pegawai ………... 187

3.5 Pedoman Wawancara Dinas Pendidikan……… 188

3.6. Pedoman Wawancara Komite Sekolah……….. 189

Lampiran 4. Transkrip Wawancara ……….. 190

Lampiran 5. Analisis Data.……… 202

Lampiran 6. Dokumen Sekolah.……… 214

6.1. Alur Pengambilan Kebijakan Sekolah……….. 215

6.2. Tata Tertib Sekolah... 216

6.3. Tata Tertib Sekolah... 217

6.4. Standar Operasional Kerja ... 218

Lampiran 7. Dokumentasi……… 219

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kualitas pendidikan telah menjadi perhatian dari berbagai kalangan, tidak hanya pada kalangan pendidikan tetapi juga pada kalangan masyarakat sehingga masalah kualitas pendidikan merupakan masalah urgent yang harus segera diselesaikan oleh bangsa kita. Hal itu disebabkan karena peran pendidikan adalah untuk melahirkan generasi-generasi muda yang berkarakter. Generasi-generasi muda berkarakter sangatlah diperlukan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan dapat bersaing secara global. Oleh karena itu menciptakan lembaga pendidikan yang bermutu merupakan hal yang wajib dilakukan oleh bangsa kita.

(17)

2

Kebijakan regrouping sekolah merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam upaya mengatasi masalah pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia. Kebijakan regrouping dilakukan berlandaskan pada efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan terutama untuk sekolah dasar. Kebijakan tersebut diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional yang menjelaskan bahwa salah satu kegiatan pokok dalam mengupayakan pemerataan pendidikan dasar adalah melaksanakan revitalisasi serta penggabungan

(regrouping) sekolah-sekolah terutama sekolah dasar. Keputusan

Kemendiknas Nomor 060/U/2002 pasal 23 ayat 1 tentang Pedoman Pendirian Sekolah dan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 79 Tahun 2014 menyatakan bahwa penggabungan (regrouping) SD, bentuk sekolah hasil

regrouping merupakan sekolah lama, dengan nomor statistik sekolah (NSS)

lama pula, meskipun terdapat perubahan nama sekolah.

Tujuan utama dilakukannya regrouping sekolah adalah mengatasi masalah kekurangan tenaga guru, peningkatan mutu, dan efisiensi biaya bagi perawatan gedung sekolah. Dengan dibuatnya kebijakan

regrouping sekolah, diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi

(18)

3

Faktanya berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Sudiyono, dkk (2009) menunjukkan bahwa kebijakan regrouping yang ada di SD Pakem 1 berdampak pada penurunan ranking prestasi akademik siswa sebagai pengelolaan sekolah pasca regrouping yang kurang baik. Menurunya ranking prestasi akademik siswa juga disebabkan karena sekolah memperoleh murid yang memiliki kemampuan yang lebih rendah dari sekolah yang

diregrouping. Hal serupa juga ditunjukkan dalam hasil penelitian yang pernah

dilakukan oleh Marsono (2003) yaitu kebijakan regrouping justru menimbulkan masalah, baik masalah organisasi, kesiswaan, kurikulum, kepegawaian, pembiayaan, hubungan sekolah dengan masyarakat, dan ketatalaksanaan sekolah. Hal tersebut terjadi karena pelaksanaan penggabungan sudah dilakukan akan tetapi surat keputusan penggabungan belum terbit. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Siti Irine (2012) menunjukkan bahwa pasca regrouping SD Negeri Umbulharjo 2 terus berupaya mengembangkan budaya mutu untuk memperbaiki mutu sekolah secara bertahap. Karena guru dan kepala sekolah perlu beradaptasi dalam lingkungan yang baru.

(19)

4

emperan sekolah karena tidak kebagian kelas dan yang lebih memperihatinkan lagi adalah bahwa masalah tersebut justru terjadi di daerah perkotaan. Siswa belajar di emperan kelas jauh dari standar pelayanan minimal pendidikan. Padahal Dinas Pendidikan Kabupaten Sragen sendiri telah memfungsikan beberapa bangunan sebagai ruang kelas seperti memanfaatkan salah satu dari ruang perpustakaan, memanfaatkan ruang Kepala Sekolah yang lama karena Kepala Sekolah sudah satu sehingga tidak perlu ada tiga kantor. Oleh sebab itu Kepala Sekolah sebagai pimpinan tertinggi pada sekolah tersebut hendaknya perlu membenahi sistem manajerial dalam pengelolaan penggabungan tiga sekolah yang diregrouping tersebut.

(20)

5

terbentuknya iklim sekolah yang tidak kondusif sehingga menghambat kinerja warga sekolah untuk mengupayakan perbaikan kualitas sekolah pasca

regrouping.

Kebijakan regrouping memang cukup efisien dalam meningkatkan mutu dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Akan tetapi di sisi lain kebijakan tersebut ternyata justru menimbulkan berbagai masalah-masalah sosial yang muncul sebagai dampak dari kebijakan regrouping. Adanya konflik atau masalah-masalah yang terjadi pada sekolah regrouping tentu saja tidak dapat dihindarkan karena masing-masing sekolah sebelum digabung sudah memiliki karakter dan budaya organisasi yang berbeda sehingga menimbulkan konflik atau masalah dalam berbagai bentuk. Oleh sebab itu menjadi tugas bagi sekolah untuk dapat menciptakan budaya dan iklim sekolah yang baru pasca regrouping sebagai upaya untuk mengatasi konflik-konflik yang terjadi sebagai dampak dari kebijakan regrouping dengan membuat kebijakan-kebijakan baru.

(21)

6

untuk bisa mengembangkan budaya mutu di sekolah tersebut karena di antara ketiga sekolah tersebut hanya SD Negeri Ungaran 1 yang dikenal sebagai sekolah yang bermutu baik. Namun demikian sebenarnya masing-masing sekolah memiliki kelebihannya masing-masing.

Pada awal dilakukannya regrouping sekolah masih menghadapi masalah yaitu dalam proses adaptasi. 3 sekolah yang awalnya saling bersaing setelah diregrouping harus mau bersatu dan bekerjasama. Sekolah menyadari adanya kesulitan untuk bisa menyatu dengan sekolah yang lain karena pada awal regrouping masing-masing sekolah masih sering mengunggulkan sekolah masing-masing. Oleh sebab itu Selain itu juga sekolah memiliki tanggung jawab terhadap siswa dalam jumlah yang jauh lebih besar dari sebelumnya. Sehingga butuh waktu untuk dapat membangun budaya mutu yang sama pasca dilakukannya regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta.

(22)

7

Negeri Ungaran 1 dapat dipertahankan dan ditingkatkan. Prestasi SD N Ungaran 1 Yogyakarta dalam memperoleh juara 1 lomba budaya mutu sekolah dasar tingkat nasional di Padang pada Tahun 2015 tidak lepas dari kesuksesannya dalam memformulasikan kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu pada sekolah regrouping. Pengimplementasian kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu pada sekolah

regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta tidak akan berhasil jika proses

formulasi kebijakan tidak dilakukan secara matang. Selain itu masih jarang dilakukan penelitian tentang kebijakan pengembangan budaya mutu khususnya pada tahap formulasi kebijakan, selama ini penelitian tentang budaya mutu lebih banyak fokus pada tahap implementasinya saja. Dengan latar belakang inilah, peneliti ingin mengkaji lebih dalam tentang bagaimana proses formulasi kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu sekolah yang pernah dilakukan oleh SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Hal ini untuk memperjelas fokus penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian dengan judul “Kebijakan Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Mutu pada Sekolah Regrouping di SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta”.

B. Identifikasi Masalah

(23)

8

2. kebijakan regrouping justru menimbulkan masalah, baik masalah organisasi, kesiswaan, kurikulum, kepegawaian, pembiayaan, hubungan sekolah dengan masyarakat, dan ketatalaksanaan sekolah (Marsono, 2003).

3. Pasca regrouping guru dan Kepala Sekolah perlu beradaptasi dengan lingkungan yang baru (Siti Irine, 2012).

4. Masih lemahnya perencanaan pengelolaan sekolah pasca regrouping dan ketidaksiapan sekolah terhadap kebijakan regrouping menimbulkan masalah dalam mengalihfungsikan bangunan sekolah.

5. Adanya kecemburuan, saling ketidaksukaan, dan perasaan negative antar sekolah karena penggunaan nama sekolah yang menggunakan nama hanya dari salah satu sekolah (Suwarto, 2013).

6. Pasca dilakukannya regrouping, SD N Ungaran 1 Yogyakarta mengalami kesulitan dalam melakukan adaptasi karena sifat egois masih melekat pada masing-masing sekolah yang masih mengunggulkan sekolahnya masing-masing.

7. SD N Ungaran 1 Yogyakarta berhasil meraih juara 1 lomba budaya mutu tingkat Nasional pada bulan Oktober 2015 di Kota Padang.

C. Batasan Masalah

(24)

9 D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas peneliti merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses formulasi kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta? E. Tujuan

Berdasarkan pokok permasalahan yang diangkat maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengintepretasikan atau mengungkap kembali bagaimana proses pengambilan kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu sekolah pasca regrouping yang pernah dilakukan oleh SD N Ungaran 1 Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Diadakannya penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

(25)

10 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Sekolah

Pada tataran praktis studi ini memberikan sumbangan kepada lembaga pendidikan formal. Lembaga pendidikan dapat memanfaatkan studi ini untuk mengembangkan budaya mutu sekolah melalui kebijakan pada tataran mikro yaitu ditingkat sekolah utamanya pada sekolah regrouping. Maka perbaikan budaya mutu merupakan kebutuhan yang sangat penting baik bagi sekolah yang

diregrouping ataupun yang tidak, karena jika sekolah dapat

mengembangkan budaya mutu yang positif maka output yang akan dihasilkan oleh sekolah akan berkualitas dan tujuan pendidikan akan tercapai. Pada sekolah regrouping, apabila sekolah tersebut dapat mengembangkan budaya mutu yang baik maka kebijakan regrouping ini bukan hanya sekedar untuk membenahi masalah efisiensi dan efektivitas sekolah tetapi juga dapat berperan dalam memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia.

b. Bagi Peneliti

(26)

11

(27)

12 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Kebijakan Sekolah

a. Pengertian Kebijakan Sekolah

Terbentuknya kebijakan pendidikan di tingkat sekolah berawal dari kebutuhan sekolah terhadap suatu perubahan kemudian sekolah mendapatkan kewenangan yang secara sah untuk dapat membuat suatu kebijakan. Kebijakan pendidikan dalam pandangan H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho (2012: 140) merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu.

Membahas tentang kebijakan sekolah Thompson (Syafaruddin, 2008: 118) mengatakan bahwa kebijakan sekolah adalah kebijakan yang dibuat oleh orang yang terpilih dan bertanggungjawab untuk membuat kebijakan pendidikan, dewan sekolah, dan unsur lain yang diberi kewenangan membuat kebijakan, baik kepala sekolah, pengawas, atau administrator yang memiliki kewenangan mengelola kebijakan dari dewan sekolah.

(28)

13

secara potensial bermacam-macam latar belakang dan diperlukan kemampuan untuk memberikan kontribusi. Secara khusus, pembuatan kebijakan adalah sebagai suatu elemen penting dalam hubungan sekolah dengan masyarakat yang dilayaninya.

Duke dan Canady (Syafaruddin, 2008: 118) berpendapat bahwa:

“The policies have the potential to affecting teaching and

learning. It is our belief that an understanding of local school policy, therefore is essential for those concered about increasing school effectiveness and student achievement, particularly for school administrators and board members.”

Maksud dari kalimat di atas adalah kebijakan sekolah memiliki potensi untuk mempengaruhi proses belajar mengajar. Kebijakan baru yang dibuat oleh sekolah dibuat sebagai jawaban akan kebutuhan yang dibutuhkan oleh sekolah dan warga sekolah. Dibuatnya kebijakan sekolah sangatlah penting untuk dapat memajukan kualitas dan mutu sekolah tersebut.

(29)

14

Dari pendapat di atas penulis memahami bahwa yang dimaksud dengan kebijakan sekolah adalah seperangkat aturan yang telah dipertimbangkan, dibuat oleh sekolah, diputuskan secara bersama-sama, dan harus dipatuhi serta dijalankan oleh seluruh personel sekolah sebagai upaya memperbaiki mutu pendidikan di sekolah dengan tetap mengacu pada kebijakan pendidikan nasional. Kebijakan sekolah merupakan jawaban dari kebutuhan-kebutuhan sekolah yang urgent untuk segera mendapatkan solusi sebagai jawabannya. Kebijakan yang diambil terlebih dahulu harus melalui proses yang di dalamnya terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan oleh para pembuat kebijakan. Visi dan misi sekolah merupakan acuan sekolah dalam membuat suatu kebijakan sehingga visi dan misi sekolah harus termuat dalam kebijakan yang diambil oleh sekolah dalam rangka mewujudkan tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah. Selanjutnya kebijakan yang telah diputuskan dijadikan sebagai pedoman sekolah untuk membuat strategi-strategi untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

b. Langkah-Langkah Formulasi Kebijakan

(30)

15

keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu. Oleh sebab itu proses kebijakan pendidikan idealnya harus melalui proses dan tahap-tahap tertentu dengan tetap bertumpu pada visi dan misi sekolah.

(31)

tujuan-16

tujuannya sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan pengolahan tahap formulasi.

Islamy (2000: 77-101) mengemukakan pendapatnya bahwa ada empat langkah dalam proses formulasi atau pengambilan kebijakan. Empat langkah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1) Perumusan Masalah (defining problem).

(32)

17

sangat berpengaruh pada proses pembuatan kegiatan ini akan sangat berpengaruh pada proses pembuatan kebijaksanaan seterusnya.

2) Agenda Kebijakan

(33)

18

a) Isu tersebut telah mencapai suatu titik tertentu sehingga ia praktis tidak lagi bisa diabaikan begitu saja.

b) Isu tersebut telah mencapai tingkat partikularitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak (impact) yang bersifat dramatik.

c) Isu tersebut menyangkut emosi tertentu dilihat dari sudut kepentingan orang banyak.

d) Isu tersebut menjangkau dampak yang amat luas.

e) Isu tersebut mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan

(legitimasi) dalam masyarakat.

f) Isu tersebut menyangkut suatu persoalan yang fasionable, dimana posisinya sulit untuk dijelaskan tapi mudah dirasakan kehadirannya.

3) Pemilihan Alternatif Kebijakan untuk memecahkan Masalah Setelah masalah-masalah publik didefinisikan dengan baik dan para perumus kebijakan sepakat untuk memasukkan masalah tersebut ke dalam agenda kebijakan, maka langkah selanjutnya adalah membuat pemecahan masalah. Winarno (2002: 83) menyatakan bahwa dalam tahap ini para perumus kebijakan akan berhadapan dengan alternatif-alternatif pilihan kebijakan untuk memecahkan masalah tersebut. Islamy (2000: 92) mengatakan bahwa perumusan usulan kebijakan (policy proposals) adalah kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah. Proses dalam kegiatan ini meliputi:

a) Mengidentifikasi altenatif.

b) Mendefinisikan dan merumuskan alternatif. c) Menilai masing-masing alternatif yang tersedia.

(34)

19

Dalam tahap pemilihan alternatif kebijakan sekolah para perumus kebijakan akan dihadapkan pada pertarungan kepentingan antara berbagai aktor, masing-masing aktor menawarkan alternatif-alternatif kebijakan yang mungkin akan dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi. Oleh sebab itu pada tahapan ini sangat penting untuk mengetahui apa saja alternatif yang ditawarkan oleh masing-masing aktor. Selanjutnya pilihan-pilihan kebijakan akan didasarkan pada kompromi dan negoisasi yang terjadi antara aktor yang berkepentingan dalam pembuatan kebijakan tersebut.

4) Tahap Penetapan Kebijakan

(35)

20

kebenaran atau nilai kedudukan seseorang dan mereka mau menerimanya sebagai milik sendiri. Pada tahap persuasion seorang aktor meyakinkan aktor lawan tentang kebenaran atau manfaat rancangan kebijakannya, sehingga aktor lawan tersebut mengadopsi rancangan kebijakannya sendiri. Selanjutnya adalah

bargaining, yaitu tawar menawar diantara para aktor pembuat

kebijakan. Bargaining merupakan suatu proses penetapan kebijakan yang didalamnya terdapat dua orang aktor atau lebih yang memiliki kekuasaan yang relatif seimbang dalam mengubah tujuan-tujuan atau kepentingan-kepentingan mereka yang saling berbeda, baik sebagian maupun seluruhnya. Bargaining meliputi perjanjian (negotation) saling memberi dan menerima (take and

give), dan kompromi (copromise).

(36)

21 2. Budaya Mutu

a. Pengertian Budaya Mutu

Kemendikbud dalam Naskah Akademik Rancangan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah (2016: 65) menyatakan bahwa budaya mutu merupakan suatu kesadaran yang hadir sebagai tradisi dimana mutu pendidikan merupakan proses pencapaian yang tiada henti dan terus-menerus (berkelanjutan). Mutu menjadi impian bersama sehingga seluruh proses dalam penyelenggaraan pendidikan diletakkan sebagai upaya untuk mencapai tingkat mutu terbaik., beretos kerja yang tinggi dan pandai menangkap peluang.

Secara lebih luas Ranjit Singh Malhi (2013: 2) menjelaskan bahwa “a quality culture is a system of shared values, beliefs and norms that focuses on delighting customers an continuously

(37)

22

sederhana Ranjit Singh Malhi menyimpulkan bahwa dalam budaya mutu kualitas adalah cara hidup, prinsip kualitas yang dicerminkan dalam praktik, dan perilaku organisasi.

(38)

23

tertentu. Sehingga produk atau output yang dihasilkan akan berkualitas dan dapat bersaing secara global.

b. Indikator Pengembangan Budaya Mutu Sekolah

Daryanto (2015: 41) menyebutkan ada beberapa indikator penciptaan budaya mutu di sekolah. Indikator penciptaan dan pengembangan budaya mutu tersebut adalah:

1) Sekolah menciptakan suasana yang memberikan harapan dan semangat, dimana para guru percaya bahwa siswa dapat mencapai tingkat prestasi yang tinggi.

2) Sekolah menekankan kepada siswa dan guru bahwa belajar merupakan alasan yang paling penting untuk bersekolah.

3) Harapan terhadap prestasi siswa yang tinggi disampaikan kepada seluruh siswa.

4) Harapan terhadap prestasi siswa yang tinggi disampaikan kepada seluruh orangtua siswa.

Indikator-indikator penciptaan dan pengembangan budaya mutu sekolah di atas digunakan sebagai landasan untuk dapat melihat tingkat pencapaian penciptaan dan pengembangan budaya mutu. Untuk dapat menciptakan budaya mutu dan dapat mencapai indikator-indikator di atas tentunya sekolah harus memiliki cara atau strategi. Cara atau strategi penciptaan dan pengembangan indikator budaya mutu tersebut oleh Daryanto (2015: 41) dijabarkan sebagai berikut:

1) Merumuskan standar sikap dan perilaku yang berorientasi pada kinerja yang tinggi baik bagi kepala sekolah, guru, staf administrasi, maupun siswa.

2) Merumuskan standar pelayanan prima yang dipatuhi semua warga sekolah guna meningkatkan mutu pelayanan kepada pelanggan sekolah, khususnya siswa dan orangtuanya. Standar pelayanan prima meliputi elemen berikut: kecepatan, ketetapan, keramahan, ketanggapan, dan pemberian jaminan mutu sekolah.

(39)

24

4) Menciptakan sistem penghargaan bagi warga sekolah yang berprestasi tinggi dan pembinaan serta hukuman bagi yang berprestasi rendah.

5) Memampukan warga sekolah untuk secara terus-menerus meningkatan kualitas guna memenuhi persyaratan yang dituntut oleh pengguna lulusan (masyarakat).

Dari bebagai pernyataan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa indikator penciptaan dan pengembangan budaya mutu sekolah lebih berorientasi pada upaya sekolah agar siswa dapat terus belajar dan berprestasi tinggi. Indikator penciptaan dan pengembangan budaya mutu tersebut dapat tercapai jika sekolah menggunakan cara atau strategi yang berorientasi pada bagaimana sekolah memberikan pelayanan prima kepada siswa dan bagaimana sekolah menciptakan iklim atau suasana yang dapat meningkatkan mutu atau kualitas sekolah.

c. Karakteristik Sekolah Unggul Berbudaya Mutu

(40)

25

Siti Irine (2015: 92-104) mengatakan bahwa:

Upaya menciptakan sekolah unggul bagi sekolah dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas atau pembaharuan pendidikan. Hal ini didasari oleh keyakinan bahwa sekolah membutuhkan akuntabilitas para siswa dan orang tuanya, pembayaran pajak, dan masyarakat secara umum. Bagi guru pengertian sekolah bermutu menjadi penting dalam rangka membangun “frame of mind”. Frame of mind disini diartikan sebagai cara-cara apa yang sebaiknya diperjuangkan oleh guru dalam mengembangkan sekolah dalam proses belajarnya, sehingga sekolah berproses menuju sekolah yang berkualitas. Sama halnya dengan Siti Irine, Nanang Fattah (2012: 113) berpendapat bahwa sekolah unggul adalah sekolah yang efektif menggunakan strategi peningkatan budaya mutu, strategi pengembangan kesempatan belajar, strategi memelihara kendala mutu

(quality control), strategi penggunaan kekuasaan, pengetahuan dan

(41)

26

Bedasarkan hasil penelitian Character Education Partnership (2011: 1) menyatakan bahwa:

Budaya mutu sekolah yang positif luas mencakup etos kerja seluruh sekolah dan individu, harapan yang tinggi untuk belajar dan berprestasi, lingkungan yang aman dan peduli, nilai-nilai bersamadan kepercayaan dalam bekerjasama, pedagogi kuat dan kurikulum yang unggul, motivasi siswa yang tinggi dan keterlibatan guru yang maksimal, budaya guru professional, dan kemitraan dengan keluarga dan masyarakat.

Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Kemendikbud dalam Buku Panduan Lomba Budaya Mutu Sekolah Dasar (2016: 3) menjelaskan bahwa Sekolah Dasar berbudaya mutu adalah Sekolah Dasar yang memberikan layanan prima yang merefleksikan budaya mutu. Mutu Sekolah Dasar tercermin pada komponen-komponen:

1) pembelajaran dan ekstrakurikuler yang efektif dalam pembentukan karakter peserta didik,

2) kepemimpinan kepala sekolah disertai dengan manajemen berbasis sekolah termasuk didalamnya sekolah bersih dan sehat,

3) pengelolaan perpustakaan mendukung keefektifan pembelajaran dan menumbuh kembangkan budaya baca warga sekolah, serta 4) lingkungan sekolah merefleksikan kondisi bersih, rapih, dan sehat.

(42)

27

1) informasi kualitas untuk perbaikan bukan untuk mengontrol, 2) kewenangan harus sebatas tanggungjawab,

3) hasil diikuti penghargaan atau sanksi,

4) kolaborasi, sinergi, dan bukan persaingan sebagai dasar kerjasama, 5) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya,

6) atmosfir keadilan,

7) imbal jasa sepadan dengan nilai pekerjaan, dan 8) warga sekolah merasa memiliki sekolah.

Dari berbagai definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa sekolah berbudaya mutu memiliki karakteristik diantaranya adalah memiliki visi dan misi yang berfokus pada pelanggan, adanya keterlibatan total dari personel sekolah dalam upaya mengembangkan budaya mutu, adanya nilai-nilai dan keyakinan bersama, adanya komitmen dari seluruh personel untuk memperbaiki budaya mutu sekolah dan adanya perbaikan secara berkelanjutan setelah dilakukannya monitoring dan evaluasi secara berkala.

3. Sekolah Regrouping

a. Pengertian Sekolah Regrouping

(43)

28

dasar, agar tercapai efisiensi dan efektivitas sekolah yang didukung dengan fasilitas yang memadai. Penggabungan juga dimaksudkan dalam rangka efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Dasar sehingga perlu diambil kebijakan untuk menggabung, menghapus, dan atau mengganti nama sekolah dasar.

Landasan hukum lain tentang kebijakan regrouping sekolah adalah melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 421.2/2501/Bangda/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan (Regrouping) Sekolah Dasar. Tujuan penggabungan tersebut adalah untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga guru, peningkatan mutu, efisiensi biaya bagi perawatan gedung sekolah dan sekolah yang ditinggalkan dimungkinkan penggunaannya untuk rencana pembukaan SMP kecil/SMP kelas jauh atau setara sekolah lanjutan sesuai ketentuan setempat untuk menampung sekolah dasar. Berdasarkan tujuan tersebut dapat dilihat keberhasilan dengan bercermin pada tujuan yang tertera dalam landasan hukum. Kriteria keberhasilan regrouping yang berlandaskan pada landasan hukum dan tujuan diatas adalah yaitu: 1) Pemenuhan jumlah tenaga pendidik/guru

2) Peningkatan mutu pendidikan

3) Peningkatan efisiensi biaya pendidikan 4) Efektivitas penyelenggaraan pendidikan

5) Pembukaan/pendirian SMP kecil/SMP kelas jauh untuk memanfaatkan sekolah yang ditinggalkan.

(44)

29

Pendidikan, regrouping atau pengintegrasian sekolah diartikan sebagai peleburan atau penggabungan dua atau lebih sekolah yang sejenis menjadi satu sekolah. Pada bab 2 pasal 2 dijelaskan tentang parameter pelaksanaan regrouping sekolah yaitu lokasi, jumlah siswa, keterbatasan saran, dan kebijakan pemerintah. Sedangkan pada bab 2 pasal 3 dijelaskan tentang persyaratan dilakukannya

regrouping sesuai parameter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

yaitu:

1) Jumlah peserta didik tidak memenuhi persyaratan sesuai standar minimal yang ditetapkan pada Peraturan Pemerintah nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.

2) Satuan pendidikan yang diregrouping harus sesuai jenjang dan jenisnya.

3) Jarak antar satuan pendidikan yang

diregrouping/diintegrasikan saling berdekatan dalam satu

wilayah dan/atau satu kompleks.

(45)

30

membawa implikasi terhadap pengembangan kurikulum dan program-program operatif sekolah. Diharapkan dengan adanya kebijakan yang dibuat dan pengelolaan pendidikan pada satuan pendidikan, maka sekolah dapat terus memperbaiki dan meningkatkan kualitasnya.

b. Model-Model Sekolah Regrouping

Menurut hasil penelitian dari Dwi Budi Susanto (2009) terdapat 2 jenis model sekolah regrouping yang bisa diterapkan sebagai upaya efisiensi penyelenggaraan pendidikan yaitu

regrouping dalam arti penggabungan dua sekolah menjadi satu

lembaga (total regrouping) dan regrouping dalam arti penggabungan dua sekolah dibawah satu manajemen (managerial

regrouping). Pada model regrouping sekolah secara total akan

terjadi kelebihan tenaga pengajar atau guru sehingga kelebihan tenaga pengajar tersebut nantinya dapat dialihkan ke sekolah lain yang masih kekurangan guru.

Sedangkan pada model regrouping sekolah dalam arti penggabungan di bawah satu manajemen dua sekolah yang

diregrouping tidak berdiri sebagai dua lembaga dengan manajemen

(46)

31

terencana sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan oleh sekolah yang bersangkutan.

c. Mutu Pendidikan Pada Sekolah Regrouping

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, tujuan dilakukannya

regrouping sekolah adalah untuk efisiensi dan efektivitas sekolah,

memperbaiki pengelolaan sekolah, dan memperbaiki mutu pendidikan di sekolah. Meskipun fokus utama dalam penyelenggaraan sekolah regrouping adalah untuk efektivitas dan efisiensi pendidikan tetapi mutu pendidikan di sekolah regrouping juga harus diperhatikan. Sekolah regrouping tentu harus memiliki rencana yang baik dalam pengelolaan sekolahnya. Sekolah harus mempunyai strategi yang baik untuk membuat model pengelolaan baru untuk sekolahnya. Jika tidak maka sekolah regrouping malah justru akan menyebabkan masalah baru, masalah tersebut adalah pada mutu.

(47)

32

Marsono (2003) yaitu kebijakan regrouping justru menimbulkan masalah, baik masalah organisasi, kesiswaan, kurikulum, kepegawaian, pembiayaan, hubungan sekolah dengan masyarakat, dan ketatalaksanaan sekolah. Hal tersebut terjadi karena pelaksanaan penggabungan sudah dilakukan akan tetapi surat keputusan penggabungan belum terbit. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Siti Irine (2012) menunjukkan bahwa pasca

regrouping SD Negeri Umbulharjo 2 terus berupaya

mengembangkan budaya mutu dan memperbaiki mutu sekolah secara bertahap. Karena guru dan kepala sekolah perlu beradaptasi dalam lingkungan yang baru.

(48)

33 B. Penelitian yang Relevan

Untuk menghindari duplikasi, peneliti melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian terdahulu. Dari hasil penelusuran penelitian terdahulu, diperoleh beberapa masalah yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, yaitu:

1. Pengembangan Budaya Mutu dalam Meningkatkan Kualitas Madrasah di Madrasah Ibtidaiyyah Negeri Kota Bandar Lampung. Penelitian ini dilakukan oleh Syaiful Anwar, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung pada tahun 2014. Hasil penelitiannya adalah dalam tatanan birokrasi telah berkembang nilai-nilai budaya mutu, yakni nilai kemandirian, nilai inovatif, nilai perbaikan yang kontinyu, dan nilai pemberdayaan serta nilai-nilai dasar yaitu nilai-nilai dasar kesehatan, kebenaran, kasih sayang, dan spiritual. Nilai tersebut tumbuh dan berkembang bersentuhan dengan struktur yang telah mapan. Pada pola interaksi kepemimpinan mengacu pada pola interaksi kepemimpinan yang berorientasi pada pengembangan mutu, yakni inisiatif terhadap sesuatu yang inovatif, sharing visi, mendorong orang lain bertindak, dan menjadi teladan.

(49)

34

adalah budaya mutu di SMK PGRI 1 Karanganyar dalam peningkatan hasil belajar siswa masih terbatas pada kegiatan pembelajaran sebagaimana yang diprogramkan sekolah dalam manajemen berbasis sekolah, evaluasi diri sekolah, dan standar pelayanan minimal, jadi belum dikembangkan pada kegiatan peningkatan mutu akademik, misalnya kegiatan pembimbingan khusus bagi siswa beprestasi, pembinaan siswa yang belum berprestasi, dan sebagainya, bentuk-bentuk pengembangan budaya mutu nonakademik yang berlangsung di SMK PGRI 1 Karanganyar juga belum optimal, masih terbatas pada kegiatan pramuka yang menonjol, dan yang lainnya seperti olahraga (bolla voli, basket), seni (musik, tari, lukis), PMR, dan UKS belum optimal.

3. Pengelolaan Sekolah Dasar Regrouping (Studi Situs SDN Gondosuli 2 dan 3 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang). Penelitian ini dilakukan oleh Murdono dan Sutama Guru SDN Muntilan dan Staf Pengajar Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tahun 2012. Hasil penelitiannya adalah Sumber Daya Manusia sekolah dasar

regrouping di SDN Gondosuli 2 dan 3 tidak hanya mengukir prestasi

(50)

35

bersedia menjadi pemandu dalam kegiatan ekstrakurikuler tanpa memikirkan honor atau uang transport. Kinerja guru dalam mengelola pembelajaran yang menggunakan prinsip student center dan mengoptimalkan lingkungan sebagai sumber belajar mampu membawa siswa berprestasi.

Dari ketiga hasil penelitian terdahulu di atas, terdapat kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, yaitu pengembangan budaya mutu di sekolah. Akan tetapi dari keempat penelitian tersebut tidak ada yang benar-benar sama dengan masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti tentang bagaimana kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu pada sekolah regrouping.

(51)

36

oleh peneliti fokusnya ada pada proses formulasi kebijakan dan bukan pada tahap implementasi kebijakan.

Dari pemaparan di atas telah jelas mengenai perbedaan dan persamaan antara penelitian yang akan dilakukan dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu yang sudah dilakukan. Oleh karena itu penelitian-penelitian yang berjudul “Kebijakan Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Mutu pada

Sekolah Regroupingdi SD Ungaran 1 Yogyakarta” dapat dilakukan karena masalah yang akan diteliti bukan duplikasi dari penelitian-penelitian sebelumnya.

C. Kerangka Berpikir

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengintrepetasikan bagaimana proses formulasi kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu sekolah pasca regrouping yang pernah dilakukan oleh SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Kebijakan regrouping sendiri merupakan strategi yang diambil oleh pemerintah dalam upaya memeratakan mutu atau kualitas pendidikan yang berlandaskan pada efektivitas dan evisiensi penyelenggaraan pendidikan. Namun pasca kebijakan regrouping bukan berarti tugas sekolah dalam memperbaiki kualitas atau mutu sekolah selesai begitu saja.

Tantangan-tantangan yang harus dihadapi sekolah pasca kebijakan

regrouping akan muncul dalam bentuk masalah-masalah baru.

(52)

37

baik budaya, karakteristik, maupun kualitas sekolah. Hal ini terjadi karena masing-masing sekolah membawa ciri khasnya masing-masing. Jika perbedaan-perbedaan tersebut tidak disatukan maka bukan tidak mungkin kualitas sekolah justru akan menurun pasca regrouping. Padahal tujuan dilakukannya regrouping sendiri adalah untuk memeratakan kualitas pendidikan di Indonesia.

(53)

38

Gambar 1. Bagan Kerangka Berfikir D. Pertanyaan Penelitian

1. Apa latar belakang dilakukannya regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta?

2. Bagaimana budaya mutu masing-masing sekolah sebelum diregrouping? 3. Apa latar belakang dibuatnya kebijakan sekolah dalam mengembangkan

budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta? 4. Bagaimana peran dari masing-masing pihak yang terlibat pada proses

formulasi kebijakan pengembangan budaya mutu pada sekolah

regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta?

(54)

39

5. Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan sekolah dalam proses perumusan kebijakan pengembangan budaya mutu pada sekolah

(55)

40 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas tentang langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam melakukan penelitian, metode yang akan digunakan dalam penelitian, pendekatan penelitian dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana kerangka konsep teoritik kearah pengembangan strategi dikaji dan dianalisis melalui studi eksplorasi terhadap kepustakaan yang relevan. Data-data yang diperolehpun juga bukan berbentuk angka melainkan informasi yang berbentuk kata-kata. Berdasarkan pada perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Sugiyono (2006: 11) mengatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain. Sedangkan menurut Irawan (2007: 215) adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan sesuatu seperti apa adanya (as it is) secara mendalam.

(56)

41

mengintepretasikan informasi-informasi yang diperoleh dari para informan yang pernah terlibat dalam proses formulasi kebijakan sekolah.

B. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian

1. Subyek

Subyek penelitian adalah individu, benda, atau organisme yang dijadikan sebagai sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian. Istilah lain yang digunakan untuk menyebut subyek penelitian adalah informan, yaitu orang yang memberi respon atas suatu perlakuan yang diberikan kepadanya. Suharsimi Arikunto (2006: 145) mengatakan bahwa subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah SD N Ungaran 1 Yogyakarta.

2. Obyek

(57)

42

Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa obyek penelitian adalah suatu sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk mendapatkan data tertentu yang mempunyai nilai, skor atau ukuran yang berbeda. Obyek penelitian ini adalah proses formulasi kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu pada sekolah

regrouping di SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta.

3. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi penelitian di SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta yang beralamatkan di Jl. Serma Taruna Ramli No.3 Kota Yogyakarta. Alasan peneliti mengambil lokasi ini karena SD N Ungaran 1 Yogyakarta adalah hasil regrouping dari SD N Ungaran 1, SD N Ungaran 2, dan SD N Ungaran 3 Yogyakarta. Meskipun merupakan hasil sekolah regrouping namun pada tahun 2015 sekolah ini berhasil memperoleh juara 1 tingkat Nasional dalam lomba budaya mutu.

C. Informan

Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengumpulan data adalah pemilihan informan. Sugiyono (2014: 298) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak digunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan “Social Situation” atau

situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku

(actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Penelitian

(58)

43

dan hasil keahliannya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari. Sampel dalam penelitian kualitatif disebut dengan narasumber, informan, atau partisipan.

Dalam penelitian ini peneliti menentukan informan dengan menggunakan teknik snowball sampling. Sugiyono (2014: 300) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan snowbal sampling adalah teknik penentuan informan sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal tersebut dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit itu belum mampu memberikan data yang cukup lengkap, maka peneliti perlu mencari lagi orang lain yang dapat digunakan sebagai sumber data. Jadi, untuk menentukan informan dimulai saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian sedang berlangsung. Awalnya peneliti harus menentukan key informance terlebih dahulu dengan pertimbangan bahwa key informance tersebut adalah orang yang dianggap paling tahu dan dapat memberikan informasi tentang data yang akan dicari. Kemudian peneliti akan menetapkan informan lainnya berdasarkan rekomendasi dari key informance tersebut.

(59)

44

sesuai dan tepat ialah Kepala Sekolah SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta yaitu Ibu Dwi Atmi Sutarini. Dari key informance ini selanjutnya diminta untuk memberikan rekomendasi untuk memilih informan-informan berikutnya, dengan catatan informan-informan tersebut merasakan dan menilai bagaimana budaya mutu dan kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu pada sekolah regrouping sehingga terjadi sinkronisasi dan validasi data yang didapatkan dari informan pertama. Dalam penelitian ini yang menjadi informan berdasarkan dari hasil rekomendasi kepala sekolah sebagai key informance yaitu Kepala Sekolah, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, guru, pegawai perpustakaan, dan komite sekolah.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data dalam suatu penelitian. Pada penelitian kali ini peneliti memilih pendekatan kualitatif maka data yang diperoleh haruslah mendalam, jelas dan spesifik. Selanjutnya dijelaskan oleh Sugiyono (2009: 225) bahwa pengumpulan data dapat diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan gabungan/triangulasi. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara observasi, dokumentasi, dan wawancara.

1. Observasi

(60)

45

jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Pelaksanaan observasi ini dilakukan untuk memperoleh data berupa kejadian-kejadian atau hal-hal apa saja yang ada dan ditemui di SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta yang berhubungan dengan data yang akan dicari. Agar observasi berjalan dengan lancar maka peneliti menyiapkan pedoman observasi sebagai alat untuk melakukan observasi. Observasi ini dilakukan dengan mengamati dan mencatat langsung terhadap objek penelitian, yaitu dengan mengamati kegiatan-kegiatan atau aktivitas sekolah yang sedang berjalan di SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta.

Tabel 1. Kisi-kisi Pedoman Observasi

No Aspek yang dikaji Indikator yang dicari 1. Kondisi Lingkungan

Sekolah

a. Slogan atau simbol-simbol yang ada di sekolah.

b. Kondisi fisik sekolah termasuk sarana dan prasarana sekolah.

2. Wawancara

(61)

46

kehilangan informasi, maka peneliti meminta ijin kepada informan untuk menggunakan alat perekam. Sebelum dilangsungkan wawancara mendalam, peneliti menjelaskan atau memberikan sekilas gambaran dan latar belakang secara ringkas dan jelas mengenai topik penelitian. Peneliti harus memperhatikan cara-cara yang benar dalam melakukan wawancara, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Pewawancara hendaknya menghindari kata yang memiliki arti ganda, taksa, atau pun yang bersifat ambiguitas.

b. Pewawancara menghindari pertanyaan panjang yang mengandung banyak pertanyaan khusus. Pertanyaan yang panjang hendaknya dipecah menjadi beberapa pertanyaan baru.

c. Pewawancara hendaknya mengajukan pertanyaan yang konkrit dengan acuan waktu dan tempat yang jelas.

d. Pewawancara seyogyanya mengajukan pertanyaan dalam rangka pengalaman konkrit si informan.

e. Pewawancara sebaiknya menyebutkan semua alternatif yang ada atau sama sekali tidak menyebutkan alternatif.

f. Dalam wawancara mengenai hal yang dapat membuat informan marah, malu atau canggung, gunakan kata atau kalimat yang dapat memperhalus.

(62)
(63)

48 3. Dokumentasi

Dokumen menurut Sugiyono, (2009: 240) merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen yang digunakan peneliti disini berupa foto, gambar, serta data-data mengenai hasil belajar dan prestasi siswa serta kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu di SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta. Hasil penelitian dari

2 Foto a. Gedung Sekolah di SD Negeri Ungaran I Yogyakarta

b. Sarana dan prasarana sekolah

E. Instrumen

Kountur (2007: 159) menyatakan bahwa semua penelitian memerlukan instrumen untuk pengumpulan sebuah data. Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Sesuai dengan pendapat tersebut, penulis menyimpulkan bahwa instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan dibantu alat-alat seperti alat perekam suara, tape

recorder, kamera, alat tulis dan pedoman wawancara. Pedoman wawancara

(64)

49

penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Selain itu peneliti juga harus membuat pedoman wawancara sebagai bahan dalam menulis hasil penelitian karena jika peneliti hanya mengandalkan kemampuan ingatan yang sangat terbatas peneliti khawatir data yang sudah diperoleh ada yang lupa.

Penggunaan model wawancara tentu saja disesuaikan dengan keberadaan data-data di lapangan yang diperlukan peneliti. Dengan demikian untuk wawancara yang terstruktur, seperangkat pertanyaan sudah dipersiapkan terlebih dahulu dengan mengklasifikasikan bentuk-bentuk pertanyaan. Suharsimi Arikunto (2010: 137) menyatakan bahwa penelitian kualitatif bersifat mendeskripsikan keadaan atau fenomena yang sedang terjadi, sehingga instrumen diperlukan karena peneliti dituntut dapat menentukan data yang diangkat dari fenomena atau peristiwa tertentu, peneliti dalam melaksanakan wawancara sifatnya tidak terstruktur, tetapi minimal peneliti menggunakan ancang-ancang yang akan ditanyakan sebagai pedoman wawancara (interview guide).

F. Keabsahan Data

(65)

50

menggunakan cara triangulasi dan meningkatkan ketekunan. Moleong (2010: 331) mengatakan bahwa triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu sebagai bahan pertimbangan. Proses trianggulasi ini dapat dilakukan dengan cara triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu.

Pengujian keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan triangulasi data. Triangulasi yang dalam penelitian ini menggunakan 3 cara yaitu triangulasi sumber, triangulasi waktu, dan triangulasi teknik.

1. Triangulasi Sumber

Sugiyono (2012: 127) menyatakan bahwa triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Triangulasi sumber dalam penelitian ini adalah dengan melakukan penggalian data dari sumber yang berbeda baik sumber data primer yang meliputi kepala sekolah dan guru melalui wawancara mendalam maupun dari data sekunder seperti, kebijakan sekolah dan program-program sekolah dengan pihak luar.

2. Triangulasi Teknik

(66)

51

data yang berbeda kepada masing-masing sumber yang diteliti di atas. Teknik ini menggunakan 3 cara yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Praktik triangulasi dalam penelitian ini tergambar dari kegiatan peneliti yang bertanya pada informan A kemudian mengklarifikasinya dengan informan B dan mengeksplorasinya pada informan C untuk memperoleh kejelasan terhadap data yang diperoleh.

G. Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian tentang kebijakan ini adalah analisis kualitatif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman seperti yang dikutip oleh Sugiyono (2014: 337) yaitu aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara terus-menerus sampai tuntas hingga datanya sudah jenuh. Analisis data tersebut dapat dilakukan dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Data Reduction (Reduksi Data)

(67)

52

menjadi sasaran analisis. Kemudian peneliti menyederhanakannya dengan membuat fokus, klasifikasi, dan abstraksi data.

b. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah display data atau menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan Huberman (Sugiyono, 2014: 341) menyatakan “the most frequent form of display data for qualitative research data in the past has been narrative text.”

Data yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

Dengan display data, maka memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut. Dalam penelitian ini peneliti menyajikan data secara deskriptif tentang apa yang ditemukan dalam analisis. Sajian deskriptif tersebut disajikan dalam bentuk narasi dan alur sajiannya harus sistematis.

c. Conclusion Drawing/ Verification

(68)

53

lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan merupakan temuan baru yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi lebih jelas.

(69)

54 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Gambaran Umum SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta

a. Letak geografis

SD N Ungaran 1 terletak di komplek yang terletak di daerah Kotabaru tepatnya di Jalan Serma Taruna Ramli No 03 Gondokusuman Yogyakarta. Sekolah ini terletak di kelurahan Kotabaru Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta. Sekolah ini berada pada titik koordinat 7°47'11"S 110°22'16"E. Lokasi yang sangat strategis karena merupakan komplek pusat kota namun jauh dari keramaian sehingga memungkinkan peserta didik untuk lebih berkonsentrasi pada saat melakukan proses pembelajaran, Sekolah ini berada dekat dengan SMA N 3 Yogyakarta, SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, dan SD Masjid Syuhada. Sekolah ini menempati lahan milik sendiri seluas 6761 m2.

b. Sejarah Bedirinya Sekolah Regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta

(70)

55

Jalan Ungaran. Konon katanya nama teladan yang melekat pada sekolah tersebut merupakan simbol bahwa sekolah tersebut betul-betul menjadi sekolah percontohan bagi sekolah yang ada disekitarnya. Dari prestasi akademik maupun non akademik juga memang sudah tidak bisa diragukan lagi. Masyarakat menilai bahwa sekolah tersebut memang pantas dengan sebutan SD Teladan.

Sehubungan dengan munculnya beberapa pendapat dari masyarakat terkait nama Teladan yang melekat pada nama Sekolah “SD Teladan Jl. Ungaran” yang mengkhawatirkan terjadi banyak

persepsi yang berbeda-beda, akhirnya SD Teladan berubah nama menjadi SDN Ungaran 1 Yogyakarta. Seiring berjalannya waktu sekolah tersebut semakin banyak peminatnya, namun terbentur dengan jumlah kapasitas kelas yang sudah termenuhi. Pada tahun 1965 akhirnya bediri SDN Ungaran 2 Yogyakarta yang masih 1 komplek dengan SDN Ungaran 1. SDN Ungaran 2 juga tidak kalah bersaing dengan SDN Ungaran 1. Dalam prestasi akademik maupun nonakademik tetap menjadi perhatian masyarakat meskipun belum bisa sebaik SD N Ungaran 1.

(71)

56

Berbeda dengan SD Ungaran 1 dan 2 dengan masing-masing kelas 2 rombel. Tanggal 21 Juni 2012, keluarlah SK Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta tentang regrouping sekolah. Salah satu sekolah yang terkena kebijakan tersebut adalah SDN Ungaran 1, 2 dan 3 yang ada dalam wilayah satu komplek. Akhirnya hasil dari regrouping SDN Ungaran 1, 2 dan 3, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta melalui SK nya memutuskan bahwa nama yang digunakan adalah SDN Ungaran 1 Yogyakarta. Alasan menggunakan nama SD N Ungaran 1 Yogyakarta karena memang diantara ketiga sekolah tersebut yang paling unggul adalah SD N Ungaran 1 Yogyakarta sehingga diambillah nama SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Selain itu nama tersebut digunakan dengan alasan bahwa menggunakan nama baru sangat sulit untuk mendaftar NIS (Nomor Induk Sekolah) ke Pusat, sehingga akan membutuhkan waktu yang cukup lama. SDN Ungaran 1 Yogyakarta terletak di jalan Serma Taruna Ramli No.03 Kotabaru, Gondokusuman Yogyakarta.

(72)

57

Komite. Selain memiliki ruangan-ruangan khusus, sekolah ini juga dilengkapi dengan sarana-prasarana yang sangat mendukung Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).

Sekolah ini juga telah dilengkapi dengan CCTV di beberapa sudut komplek sekolah untuk mencitakan keamanan dan kenyamanan bagi warga sekolah. Untuk mendukung proses pembelajaran yang berbasis IT dan Internet, sekolah ini juga telah dilengkapi dengan Wifi yang dapat mengakses internet di semua area lingkungan sekolah. Secara Struktur Keorganisasian, saat ini SDN Ungaran 1 Yogyakarta memiliki tenaga pendidik dan nonkependidikan kurang lebih 75 orang yang meliputi guru kelas, guru bidang studi, tenaga tata usaha, tenaga kebersihan dan keamanan.

c. Visi, Misi, dan Tujuan

(73)

58

cara untuk mencapai visi, membuat pernyataan visi berarti membuat peta perjalanan untuk sekolah atau wilayah yang akan menjadi pedoman untuk mewujudkan visi.

Visi, misi, dan tujuan yang dibuat oleh SD N Ungaran 1 Yogyakarta beroreintasi pada didasarkan pada keyakinan bersama untuk bisa menciptakan output yang uggul dalam berbagai bidang sehingga kelak di masa depan mereka akan dapat berkompetisi secara global. Visi, misi, dan tujuan yang ada di SD N Ungaran 1 Yogyakarta antara lain adalah sebagai berikut:

1) Visi Sekolah

Visi SD Ungaran adalah unggul dalam prestasi imtaq dan iptek, terampil, berbudi luhur, serta berwawasan lingkungan dengan indikator sebagai berikut:

a) Unggul dalam mencetak generasi bangsa yang berakhlak mulia dan taqwa kepada Tuhan YME.

b) Unggul dalam perolehan nilai ujian nasional. c) Unggul dalam Olimpiade MIPA.

d) Unggul dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi.

e) Unggul dalam lomba keagamaan.

f) Unggul dalam lomba olah raga, seni, dan budaya.

(74)

59 2) Misi Sekolah

Berdasarkan pertimbangan dari segala aspek dan isu global yang berkembang, maka visi SD N Ungaran 1 Yogyakarta adalah sebagai berikut:

a) Mengembangkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan.

b) Menciptakan kegiatan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

c) Menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif, berkarakter sehingga tumbuh semangat belajar dan bekerja bagi warga sekolah.

d) Meningkatkan pembinaan prestasi dalam bidang olah raga. e) Melestarikan dan mengembangkan seni budaya bangsa. f) Meningkatkan kualitas kompetensi SDM.

g) Meningkatkan sarana dan prasarana yang memadai.

h) Melaksanakan 7 K yaitu Keamanan, Kebersihan, Ketertiban, Keindahan, Kekeluargaan, Kerindangan dan Kesehatan. 3) Tujuan

Tujuan SD N Ungaran 1 Yogyakarta adalah sebagai berikut:

(75)

60

b) Tercapainya kemampuan penelitian sederhana sesuai dengan pengembangan mata pelajaran.

c) Terwujudnya prestasi siswa di bidang agama, seni, budaya dan olahraga.

d) Terwujudnya SDM yang berkualitas.

e) Terciptanya kebersamaan dan komunikasi yang santun. f) Terwujudnya sarana dan prasarana yang memadai.

g) Terwujudnya sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan. h) Terwujudnya sekolah yang berwawasan Teknologi Informasi

dan Komunikasi.

1. Keadaan Sumber Daya yang Dimiliki

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh oleh peneliti selama peneliti berada di lapangan, maka diketahui bahwa sumber daya yang dimiliki oleh SD N Ungaran 1 Yogyakarta baik dari segi pendidik, peserta didik, dan sarana prasarana adalah sebagai berikut:

a. Keadaan Tenaga Pendidik dan Kependidikan

(76)

61

yang ada di sekolah maka proses pembelajaran akan terganggu. Hal ini tentu saja juga akan mempengaruhi prestasi siswa sehingga mutu pendidikan di sekolah tersebut juga rendah. Oleh sebab itu keberadaan pendidik dan tenaga kependidikan merupakan salah satu kunci keberhasilan dari sebuah sekolah untuk bisa mempengaruhi mutu sekolah. adapun tenaga pendidik dan kependidikan yang ada di SD N Ungaran 1 Yogyakarta adalah sebagai berikut:

Tabel 4 : Data Pendidik SD N Ungaran 1 Yogyakarta Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan Tertinggi

Jumlah

Guru Tetap Guru Tidak Tetap

SD - -

Sumber: Dokumen Tata Usaha SD N Ungaran 1 Yogyakarta

(77)

62

sangat mendukung sekali dalam kegiatan belajar mengajar karena kemampuan yang dimiliki oleh pendidik sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan siswa. Harapannya dengan kondisi yang telah dimiliki oleh guru-guru tersebut dapat membawa siswa dalam suasana pembelajaran yang mendukung tumbuh kembang siswa sehingga siswa dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.

Tabel 5 : Data Pendidik SD N Ungaran 1 Yogyakarta

No Jabatan Tetap Tidak Tetap

(78)

63

Secara rinci dapat guru-guru mata pelajaran tersebut adalah 25 guru kelas tetap dan 4 guru kelas tidak tetap, guru agama Islam berjumlah 3 orang, guru agama Katholik sebanyak 2 orang, guru olahraga tetap sebanyak 3 orang dan 1 orang guru tidak tetap guru bahasa Inggris, 1 orang guru seni tari tidak tetap, dan 3 orang guru TIK tidak tetap. Dengan tersedianya guru-guru tersebut diharapkan proses belajar mengajar dapat berjalan dengan efisien dan efektif, sehingga siswa akan merasa senang dengan dan akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar dan mengajar.

Tabel 6 : Data Pegawai SD N Ungaran 1 Yogyakarta

No Jabatan Tetap Tidak Tetap

1 Tata Usaha - 3

2 Penjaga Sekolah - 2

3 Tenaga Perpustakaan 1 2

4 Petugas Kebersihan - 3

5 Petugas Koperasi - 1

6 Satpam - 5

Jumlah 1 16

Sumber: Buku Profil Sekolah

Gambar

Tabel 5
Gambar 1. Bagan Kerangka Berfikir
Tabel 1. Kisi-kisi Pedoman Observasi
Tabel 2. Kisi-kisi Pedoman Wawancara
+6

Referensi

Dokumen terkait

Supervisi pembelajaran dilaksanakan untuk membantu guru dalam mengembangkan kemampuannya dalam keterampilan dalam keterampilan mengajar dan tugas profesional sebagai