• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA MELALUI PHET MOLECULE SHAPES.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA MELALUI PHET MOLECULE SHAPES."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN

BERPIKIR KRITIS SISWA SMA MELALUI PHET MOLECULE SHAPES

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Kimia

Oleh:

Elva Stiawan

0906971

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

PENGEMBANGAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN

BERPIKIR KRITIS SISWA SMA MELALUI PHET MOLECULE SHAPES

Oleh Elva Stiawan

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Elva Stiawan 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

ELVA STIAWAN

PENGEMBANGAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA MELALUI PHET MOLECULE SHAPES

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Prof. Dr. Liliasari, M.Pd. NIP. 194909271978032001

Pembimbing II

Dr. Ijang Rohman, M.Si. NIP. 196310291987031001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Kimia

(4)

ABSTRAK

(5)

ABSTRACT

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 4

F. Penjelasan Istilah ... 5

BAB II PHET MOLECULE SHAPE UNTUK MENGEMBANGKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA TEORI DOMAIN ELEKTRON ... 6

A. PhET MS sebagai Simulasi Kimia Interaktif ... 6

B. Keterampilan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Kimia ... 9

C. Deskripsi Materi Teori Domain Elektron ... 12

D. Analisis Konsep Materi Teori Domain Elektron ... 17

BAB III METODE PENELITIAN... 23

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 23

B. Desain Penelitian ... 23

C. Metode Penelitian... 23

D. Instrumen Penelitian... 26

E. Proses Pengembangan Instrumen ... 26

F. Teknik Pengumpulan Data ... 30

(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Analisis Data ... 37

B. Pembahasan ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 72

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu pembahasan yang dikhususkan pada ilmu kimia adalah mengenai struktur dan komposisi zat (Liliasari, 2011). Bentuk molekul termasuk konsep kimia yang berkaitan dengan struktur zat sebab bentuk molekul merupakan susunan tiga dimensi atom-atom yang ditentukan oleh jumlah ikatan dan besar sudut-sudut ikatan di sekeliling atom pusat (Effendy, 2010). Berdasarkan silabus kimia SMA kurikulum 2013, siswa diharuskan untuk dapat meramalkan bentuk molekul berdasarkan teori domain elektron, yaitu berdasarkan jumlah domain pasangan elektron di sekeliling atom pusat.

Menurut Gabel (1998) dalam Barak (2009), salah satu kendala yang ditemui siswa dalam mempelajari bentuk molekul adalah kesulitan dalam membayangkan gambaran tiga dimensi dari bentuk molekul. Selain itu, konsep-konsep yang berkaitan dengan bentuk molekul merupakan konsep abstrak (Nahum et al., 2007). Padahal, abstraknya konsep molekul merupakan salah satu penyebab kesulitan siswa dalam memahami gambaran bentuk molekul (Jones et al., 2001).

Sementara itu, banyaknya konsep-konsep kimia yang perlu dipelajari siswa terus berkembang menyebabkan munculnya kejenuhan siswa apabila kimia dipelajari secara hafalan (Liliasari, 2011). Padahal menurut Liliasari (2005), pada abad ke 21, yang merupakan abad informasi, sudah bukan masanya belajar kimia hanya untuk mengenal konsep-konsep saja.

(9)

2

mudah untuk dilupakan. Pembelajaran perlu dikondisikan agar siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dengan cara memberikan pengalaman-pengalaman bermakna selama pembelajaran (Redhana dan Liliasari, 2008). Salah satu cara yang mungkin dapat memberikan pengalaman-pengalaman bermakna selama pembelajaran adalah dengan membuat siswa terlibat langsung dalam mengoperasikan suatu media pembelajaran.

Media pembelajaran yang berupa simulasi memungkinkan untuk memberikan pengalaman-pengalaman bermakna bagi siswa. Gredler (2004) menyatakan bahwa simulasi mampu membuat siswa ikut terlibat dalam dunia virtual di dalamnya, sehingga mereka dapat mengaplikasikan pengetahuan, kemampuan, dan pemikiran yang mereka miliki. Selain itu, simulasi interaktif dapat digunakan untuk mengembangkan penguasaan konsep siswa (Linn et al., 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penguasaan konsep siswa dapat ditingkatkan melalui penggunaan simulasi interaktif (Quellmalz et al., 2009).

PhET (Physic Education Technology) Simulations Interactive adalah media pembelajaran hasil pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang dikembangkan oleh Universitas Colorado. PhET mampu menampilkan gambaran partikel-partikel kimia yang tidak tampak oleh mata dalam bentuk simulasi interaktif sehingga dapat membantu membangun pemahaman siswa (Perkins et al., 2010). PhET Molecule Shapes (PhET MS) merupakan simulasi kimia interaktif yang memiliki topik bentuk molekul berdasarkan teori tolakan pasangan elektron valensi di sekeliling atom pusat. PhET MS menyajikan simulasi bentuk-bentuk molekul dengan tampilan grafis tiga dimensi.

(10)

3

penguasaan konsep siswa pada materi teori domain elektron juga memungkinkan untuk ditingkatkan melalui PhET MS. Selain itu, sifat interaktif yang dimiliki oleh PhET MS memungkinkan siswa untuk lebih terlibat dalam pembelajaran, sehingga dapat memberikan suatu pengalaman bermakna bagi siswa. Dengan pengalaman-pengalaman bermakna yang diperoleh melalui penggunaan PhET MS dalam pembelajaran, memungkinkan siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, perlu dilakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA melalui PhET Molecule Shapes”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah umum dalam penelitian ini, yaitu “Bagaimana PhET MS dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa SMA?”

Dari permasalahan di atas, pertanyaan penelitian yang dikaji adalah: 1. Apakah PhET MS dapat digunakan pada pembelajaran materi teori domain

elektron?

2. Bagaimana peningkatan penguasaan konsep siswa SMA melalui penggunaan PhET MS?

3. Bagaimana peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa SMA melalui penggunaan PhET MS?

4. Indikator keterampilan berpikir kritis manakah yang paling dominan dikembangkan melalui penggunaan PhET MS?

5. Bagaimana persepsi guru dan siswa mengenai penggunaan PhET MS dalam pembelajaran?

C. Pembatasan Masalah

(11)

4

2. Indikator keterampilan berpikir kritis yang digunakan mengacu pada indikator keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan oleh Ennis (1985).

3. Keterampilan berpikir kritis siswa yang diteliti merupakan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi teori domain elektron yang mengacu pada pembelajaran kimia di SMA.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini antara lain:

1. Meningkatkan penguasaan konsep siswa SMA pada materi teori domain elektron.

2. Meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa SMA pada materi teori domain elektron.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain : 1. Bagi siswa

a. Mengurangi kesulitan siswa dalam mempelajari teori domain elektron. b. Menciptakan suasana belajar yang lebih interaktif.

2. Bagi guru

Memberikan informasi tentang penggunaan teknologi komputer yang dapat membantu pembelajaran kimia, khususnya pada konsep-konsep abstrak.

3. Bagi peneliti

a. PhET MS dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.

(12)

5

F. Penjelasan Istilah

1. Penguasaan konsep adalah penguasaan terhadap konsep-konsep, model-model, dan fakta-fakta, dengan tidak hanya dengan cara menghafalkan, tetapi juga mampu memahami, menjelaskan, dan menggunakannya di keadaan yang berbeda (Honey dan Hilton, 2010).

2. Berpikir kritis merupakan cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan apa yang harus dilakukan (Ennis dalam Costa, 1985).

3. PhET (Physic Education Technology) adalah simulasi interaktif yang dapat diperoleh secara gratis melalui website (http://phet.colorado.edu) dan dapat dioperasikan, baik secara online maupun tanpa koneksi internet (Perkins et al., 2010).

4. Simulasi adalah gambaran atau model dari suatu benda atau fenomena nyata yang cara kerjanya diringkas atau disederhanakan (Saunders dalam Galvao et al., 2000).

(13)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di salah satu SMA Negeri di Kota Bandung pada semester I tahun ajaran 2013/2014. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X sebanyak dua kelas dengan masing-masing kelas berjumlah 32 siswa.

B. Desain Penelitian

[image:13.595.116.511.207.623.2]

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest-posttest, nonequivalent control group design. Desain pretest-posttest, nonequivalent control group ditunjukkan oleh Gambar 3.1.

Gambar 3.1:Bagan Pretest-posttest, Nonequivalent Control Group Design

(Wiersma dan Jurs, 2009) Keterangan:

X1 = pembelajaran teori domain elektron menggunakan PhET MS

X2 = pembelajaran teori domain elektron menggunakan video animasi

O1 = pretest

O2 = posttest

C. Metode Penelitian

(14)

24

Pelaksanaan penelitian diawali dengan memberikan pretest kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Wiersma dan Jurs menyatakan bahwa pretest berguna untuk mengecek kesetaraan antara dua kelompok.

Kemudian, perlakuan yang berbeda diberikan kepada kedua kelompok penelitian pada saat pembelajaran. Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen, yaitu pembelajaran dengan menggunakan PhET MS, sedangkan perlakuan pada kelompok kontrol adalah pembelajaran dengan menggunakan video animasi.

Setelah melakukan pembelajaran, kedua kelompok diberikan posttest. Soal-soal posttest merupakan soal-soal yang sama dengan soal-soal pretest. Selain pretest dan posttest, khusus untuk siswa kelompok eksperimen melakukan pengisian angket. Sementara itu, wawancara tidak terstruktur dilakukan terhadap guru.

(15)
[image:15.595.74.573.92.724.2]

25

Gambar 3.2:Alur penelitian

Studi kepustakaan keterampilan berpikir kritis

Indikator keterampilan berpikir kritis siswa

Analisis instrumen tes

Revisi instrumen tes

Pretest

Pembelajaran menggunakan PhET MS

Posttest Temuan Analisis Data Tahap persiapan Tahap pelaksanaan Tahap penyelesaian Pembelajaran tanpa

menggunakan PhET MS

Pengisian angket oleh siswa dan wawancara

terhadap guru

Penyusunan instrumen tes materi teori domain elektron yang terintegrasi keterampilan berpikir kritis

Penyusunan angket dan pedoman

wawancara

Kesimpulan Uji coba instrumen tes Analisis kesesuaian

PhET MS dengan kurikulum 2013

Analisis indikator keterampilan berpikir kritis yang dapat dibangun

PhET MS Analisis konsep teori domain elektron Studi kepustakaan materi teori domain elektron Studi kepustakaan

(16)

26

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian, yaitu instrumen tes, angket, dan pedoman wawancara. Karakteristik masing-masing instrumen diuraikan sebagai berikut:

1. Instrumen Tes

Instrumen tes berisi soal-soal yang harus dikerjakan oleh siswa pada saat pretest dan posttest. Soal-soal pada instrumen tes berupa soal pilihan ganda beralasan sebanyak 25 butir. Soal-soal tersebut merupakan soal-soal tes materi teori domain elektron yang terintegrasi keterampilan berpikir kritis. 2. Angket

Angket yang digunakan dalam penelitian berisi sejumlah pernyataan yang harus ditanggapi oleh siswa. Setiap siswa diminta untuk memberi tanggapan terhadap setiap pernyataan dengan pilihan tanggapan yang diberikan. Angket ini didesain untuk menggali persepsi siswa terhadap penggunaan PhET MS pada pembelajaran materi teori domain elektron.

3. Pedoman Wawancara

Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini merupakan wawancara tidak terstruktur, yaitu wawancara yang tidak menggunakan pedoman wawancara yang tersusun sistematis dan lengkap.

Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai persepsi guru terhadap penggunaan PhET MS pada proses pembelajaran. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan meliputi kendala pada pembelajaran materi teori domain elektron, kesesuaian PhET MS dengan Silabus Kurikulum 2013, kelebihan yang dimiliki PhET, serta kendala yang mungkin ditemui saat menggunakan PhET MS.

E. Proses Pengembangan Instrumen

(17)

27

1. Instrumen Tes

Langkah-langkah awal yang diperlukan dalam pengembangan instrumen tes, yaitu penentuan tujuan pembelajaran, penyusunan kisi-kisi tes, dan penentuan bentuk soal (Kusaeri dan Suprananto, 2012). Tujuan pembelajaran ditentukan berdasarkan Silabus Kurikulum 2013 Kimia SMA kelas X, sedangkan tujuan pencapaian indikator keterampilan berpikir kritis ditentukan berdasarkan hasil-hasil analisis terhadap PhET MS. Berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan, dilakukan penyusunan kisi-kisi tes. Kisi-kisi butir-butir tes dapat dilihat di Lampiran A.4.

Soal tes yang dikembangkan merupakan integrasi antara indikator keterampilan berpikir kritis dengan konsep-konsep. Pengintegrasian tersebut karena tingkat berkembangnya keterampilan berpikir kritis dapat diases melalui tes bermuatan materi sains (Liliasari, 2009). Bentuk soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah pilihan ganda beralasan. Bentuk soal pilihan ganda beralasan dipilih sebab menurut Ennis (1993) bentuk soal ini dapat mengukur indikator keterampilan berpikir kritis secara spesifik dibanding dengan cara pilihan ganda biasa, misalnya indikator membuat induksi lebih terukur dengan melihat dari kemampuan peserta tes dalam membuat kesimpulan di bagian penjelasan. Selain itu, Ennis menyatakan bahwa keuntungan lainnya dari penggunaan bentuk pilihan ganda beralasan adalah interpretasi peserta tes mengenai suatu soal dapat diketahui, misalnya dengan melihat perbedaan jawaban siswa dengan kunci jawaban.

Selanjutnya, dilakukan validasi isi terhadap butir-butir tes. Validitas isi adalah validitas yang mengecek kecocokan butir-butir tes dengan indikator atau materi pembelajaran yang telah ditetapkan sehingga butir-butir tes yang telah disusun sesuai dengan materi pelajaran dan indikator yang telah ditetapkan (Susetyo, 2011). Validasi isi yang digunakan adalah dengan cara mencocokkan butir-butir tes dengan indikator yang telah ditetapkan oleh para ahli yang berkecimpung di dalam bidang keilmuan tertentu (judgment expert).

(18)

28

mencocokkan butir-butir tes dengan indikator keterampilan berpikir kritis, indikator pembelajaran, dan konten di dalam PhET MS. Revisi dilakukan pada soal-soal yang memerlukan perbaikan sesuai saran-saran yang diberikan oleh validator. Hasil validasi isi butir-butir tes oleh para ahli dapat dilihat di Lampiran A.5.

Setelah melalui proses validasi isi, analisis butir soal dilakukan terhadap hasil uji coba instrumen tes. Menurut Kusaeri dan Suprananto (2012), analisis butir soal memiliki manfaat, antara lain dapat menentukan butir-butir tes yang tidak berfungsi dengan baik, meningkatkan kualitas butir tes, serta revisi soal yang tidak relevan dengan materi yang diajarkan. Analisis butir soal yang meliputi tingkat kesukaran dan daya pembeda dilakukan dengan bantuan program Item and Test Analysis (ITEMAN) versi 3.00.

[image:18.595.116.513.225.581.2]

Berdasarkan Cohen et al (2013), tingkat kesukaran (difficulty index) adalah nilai statistik yang mengindikasikan jumlah peserta tes yang menjawab benar terhadap suatu butir tes. Pembagian kategori tingkat kesukaran dapat ditunjukkan oleh Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Indeks Tingkat Kesukaran Butir Soal (Zimmaro, 2004)

Indeks Kategori

0,90 – 1,00 Sangat mudah

0,20 - 0,90 Sedang

0,00 - 0,20 Sangat sukar

Di samping itu, terdapat tingkat kesukaran rata-rata yang merupakan tingkat kesukaran rata-rata dari seluruh butir tes. Tingkat kesukaran rata-rata yang optimal untuk bentuk soal pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban adalah sebesar 0,60.

(19)
[image:19.595.118.515.230.626.2]

29

Tabel 3.2 :Pembagian Daya Pembeda (Ebel, 1979)

Indeks Daya Beda Keterangan

D > 0,40 Sangat baik, diterima

0,30 - 0,39 Cukup baik, direvisi atau tidak perlu revisi 0,20 - 0,29 Kurang, direvisi atau disisihkan

D ≤ 0,19 Buruk, direvisi total atau disisihkan

Cohen menyatakan bahwa reliabilitas adalah nilai statistik yang menunjukkan konsistensi internal instrumen tes. Alat ukur yang reliabel adalah perangkat alat ukur yang hasilnya tidak berubah atau relatif sama jika dilakukan pengetesan secara berulang.

Reliabilitas instrumen tes dihitung menggunakan teknik Kuder and Richarson ≠ 20 (KR ≠ 20) sebab teknik ini merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengestimasi reliabilitas tes yang dilakukan satu kali (Kusaeri dan Suprananto, 2012). Menurut Cohen, rumus untuk menghitung reliabilitas menggunakan teknik KR ≠ 20, yaitu:

Dengan, rKR20 adalah koefisien reliabilitas, k adalah jumlah butir tes,

σ2

adalah varians dari skor-skor tes, p adalah proporsi yang menjawab benar pada suatu butir tes, dan q adalah proporsi yang menjawab salah pada suatu butir tes. Menurut Zimmaro, koefisien reliabilitas yang diterima sebesar 0,60 atau lebih.

2. Angket

(20)

30

Sementara itu, persepsi mengenai tingkat kesulitan materi teori domain elektron dikembangkan dengan cara menampilkan pernyataan-pernyataan yang mewakili tingkat kesulitan siswa mengenai isi materi teori domain elektron. Di samping itu, persepsi siswa mengenai peran PhET MS untuk membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut juga digali melalui sejumlah pernyataan di dalam angket.

3. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara dikembangkan dengan cara menyusun pernyataan-pernyataan untuk menggali informasi mengenai kendala yang sering ditemui guru pada pembelajaran materi teori domain elektron, membandingkan karakteristik yang dimiliki PhET MS dengan media pembelajaran lainnya yang sering digunakan dalam membelajarkan materi teori domain elektron, dan kemungkinan kendala yang muncul ketika menggunakan PhET MS.

F. Teknik Pengumpulan Data

a. Tahap Persiapan

Tahap persiapan diawali dengan studi kepustakaan. Studi kepustakaan yang dilakukan meliputi studi kepustakaan Silabus Kimia SMA Kurikulum 2013, materi teori domain elektron, dan keterampilan berpikir kritis.

Setelah melakukan studi kepustakaan, sejumlah analisis dilakukan terhadap PhET MS, yang terdiri dari analisis konsep materi teori domain elektron, analisis kesesuaian PhET MS dengan Silabus Kimia SMA Kurikulum 2013, dan analisis keterampilan berpikir kritis yang dapat dibangun PhET MS. Hasil analisis kesesuaian PhET MS dengan Silabus Kimia SMA Kurikulum 2013 dapat dilihat di Lampiran A.1, sedangkan hasil analisis indikator keterampilan berpikir kritis yang dapat dibangun melalui penggunaan PhET dapat dilihat di Lampiran A.3.

(21)

Hasil-31

hasil analisis ini berguna sebagai acuan untuk pengembangan instrumen-instrumen dan perangkat pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian. Selanjutnya, dilakukan pembuatan instrumen penelitian yang terdiri atas instrumen tes, angket, dan pedoman wawancara. Khusus untuk instrumen tes dilakukan uji coba sehingga dapat dilakukan revisi soal apabila diperlukan.

Selain pembuatan instrumen, dilakukan juga penyusunan perangkat pembelajaran yang terdiri atas Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Setelah itu, dilakukan penentuan sekolah tempat penelitian serta koordinasi dengan pihak sekolah mengenai jadwal pelaksanaan penelitian.

b. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan diawali dengan pemberian pretest kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Setelah pretest, pembelajaran dilakukan pada kelompok eksperimen sesuai RPP yang telah disusun, sedangkan pembelajaran yang dilakukan oleh kelompok kontrol ditangani oleh guru yang bersangkutan.

Setelah pembelajaran dilakukan, pada kedua kelompok diberikan posttest. Selain itu, dilakukan pengisian angket oleh siswa kelompok eksperimen, sedangkan wawancara dilakukan terhadap guru.

c. Tahap Penyelesaian

Setelah data diperoleh, dilakukan proses pengolahan data. Kemudian, analisis dan pembahasan dilakukan terhadap hasil pengolahan data tersebut sehingga memunculkan temuan. Berdasarkan temuan tersebut, dihasilkan kesimpulan hasil penelitian.

G. Teknik Analisis Data

1. Analisis Data Kuantitatif

(22)

32

kemampuan hasil belajar siswa, serta analisis data penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa.

a. Penilaian Instrumen Tes

Penilaian dilakukan terhadap jawaban-jawaban siswa pada instrumen tes dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menentukan skor hasil pretest dan posttest, dengan ketentuan pilihan jawaban benar dan alasan benar diberi skor 2; pilihan jawaban benar dan alasan salah diberi skor 1; dan pilihan jawaban salah dan alasan salah diberi skor 0.

2) Mengubah skor mentah ke dalam bentuk presentase dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

3) Menentukan skor rata-rata dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

b. Analisis Hasil Belajar Siswa

Informasi mengenai hasil belajar siswa diperoleh berdasarkan analisis data hasil pretest dan posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Selain itu, dilakukan analisis kemampuan awal siswa berdasarkan data hasil pretest dari kedua kelompok penelitian.Analisis kemampuan awal siswa dilakukan dengan menentukan skor rata lalu membandingkan skor rata-rata pretest kedua kelompok penelitian dengan menggunakan uji statistik.

(23)

33

1) Pengelompokan masing-masing butir tes berdasarkan indikator penguasaan konsep dan indikator keterampilan berpikir kritis siswa.

2) Penentuan skor pretest dan posttest untuk masing-masing indikator penguasaan konsep dan indikator keterampilan berpikir kritis siswa.

3) Penentuan nilai persentase penguasaan konsep dan indikator keterampilan berpikir kritis siswa.

4) Menentukan gain ternormalisasi (Ngain) dari masing-masing indikator penguasaan konsep dan indikator keterampilan berpikir kritis dengan menggunakan rumus yang dimodifikasi dari rumus yang diturunkan oleh Hake (1999) sebagai berikut:

[image:23.595.117.511.211.630.2]

Dengan nilai pretest adalah nilai persentase awal siswa, sedangkan nilai posttest adalah nilai persentase siswa setelah diberi perlakuan. Nilai %Ngain digolongkan dalam beberapa kriteria. Kriteria penggolongan kelompok Ngain ditunjukkan oleh Tabel 3.3.

Tabel 3.3 :Kriteria Tingkat Pencapaian %Ngain(Hake, 1999)

% Ngain Tingkat

%Ngain ≥ 70 Tinggi

70 > %Ngain ≥ 30 Sedang

%Ngain < 30 Rendah

5) Membandingkan rata-rata %Ngain dari kedua kelompok penelitian dengan menggunakan uji statistik.

Dengan bantuan software SPSS 17.0., uji-uji statistik yang dilakukan antara lain sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

(24)

34

Smirnov. Data berdistribusi normal apabila uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan hasil yang signifikan, yaitu lebih kecil daripada taraf signifikansi. (Greasley, 2008).

b. Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui keseragaman (homogenitas) data dari kedua kelompok penelitian. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji F dengan rumus sebagai berikut:

(Sudjana, 2005) Uji homogenitas dengan uji F memiliki ketentuan bila harga F hitung lebih kecil dengan F tabel maka varians homogen.

c. Uji beda dua rata-rata

[image:24.595.114.512.235.710.2]

Menurut Greasley (2008), uji parametrik dapat digunakan dengan syarat data berdistribusi normal dan varians diantara dua kelompok penelitian relatif sama. Sementara itu, uji statistik nonparametrik tidak bergantung pada kedua syarat tersebut. Pemilihan uji beda dua rata-rata yang digunakan ditunjukkan oleh bagan pada Gambar 3.3.

(25)

35

Berdasarkan gambar 3.2, jika data dari kedua kelompok merupakan data parametrik, digunakan independent samples t-test. Sementara itu, uji Mann Whitney digunakan jika data dari kedua kelompok penelitian merupakan data nonparametrik.

Berdasarkan Wiersma (2009), null hypothesis (H0) dapat didefinisikan

sebagai hipotesis yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara dua data. H0 dapat dirumuskan sebagai berikut:

H0 : µ1 = µ2 (tidak berbeda)

Berdasarkan Sudjana (2005), hipotesis tandingan (H1) yang digunakan

pada uji beda dua rata-rata sampel independen terhadap hipotesis nol, yaitu: H1 : µ1≠ µ2 (berbeda)

Taraf signifikansi (α) merupakan probabilitas yang digunakan dalam menguji hipotesis. Taraf signifikansi sebesar 0,05 umum digunakan dalam pengujian hipotesis. Berdasarkan penggunaan taraf signifikansi sebesar 0,05, Ho diterima jika signifikansi lebih besar dari 0,05.

2. Analisis Data Kualitatif

Data kualitatif terdiri dari data hasil angket dan wawancara. Data kualitatif dianalisis untuk menggali persepsi siswa dan guru mengenai penggunaan PhET MS pada pembelajaran.

a. Persepsi Siswa

(26)

36

begitu pula sebaliknya (Cohen, 2013). Oleh karena itu, tanggapan “setuju” diberi skor 1, sedangkan tanggapan “tidak setuju” diberi skor 0.

Data skor yang diperoleh kemudian dipersentasekan dengan tujuan mempermudah penafsiran dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

b. Persepsi Guru

(27)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan terhadap hasil penelitian, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. PhET MS dapat digunakan pada pembelajaran materi teori domain elektron. 2. Penggunaan PhET MS dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa, yaitu

konsep bentuk molekul (%Ngain: 40,90), kekuatan tolakan antar pasangan elektron (%Ngain: 47,40), dan pasangan elektron ikatan (%Ngain: 54,95). 3. Penggunaan PhET MS dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa,

yaitu pada indikator keterampilan berpikir kritis membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi (%Ngain: 45,54) serta menganalisis argumen (%Ngain: 57,03).

4. Indikator keterampilan berpikir kritis yang paling dominan dikembangkan adalah menganalisis argumen (%Ngain: 57,03), sedangkan paling rendah dikembangkan adalah memfokuskan pada pernyataan (%Ngain: 18,11).

5. Penggunaan PhET MS dalam pembelajaran mendapatkan persepsi yang positif dari guru dan siswa. Guru dan sebagian besar siswa (87,5 %) merasa PhET MS dapat membantu dalam pembelajaran materi teori domain elektron.

B. Saran

1. Perlu mengembangkan LKS yang terintegrasi dengan keterampilan berpikir kritis karena PhET MS tidak dapat memunculkan secara dominan semua indikator keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan.

2. Perlu mengkolaborasikan penggunaan PhET MS dengan media pembelajaran lainnya yang memiliki topik kepolaran karena PhET MS kurang dapat meningkatkan penguasaan konsep kepolaran.

(28)

Daftar Pustaka

Barak, M and Hussein, R. (2009). “Computerized Molecular Modeling as Means for Enhancing Students’ Understanding of Protein Structure and Function”. Proceedings of The Chais Conference on International Technologies Research 2009: Learning in The Technological Era. Raanana: The Open University of Israel. 14-19.

Chang, R. (2010). Chemistry (Tenth ed.). New York: McGraw-Hill.

Cohen, R. J., Swerdlik, M., and Sturman, E. (2013). Psychological Testing and Assessment: An Introduction to Tests and Measurement (Eighth ed.). New York: McGraw-Hill.

Costa, A.L. (1985). Goal for Critical Thinking Curriculum. In Costa A.L. (Ed). Developing Minds : A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria : Association for Supervisor and Curriculum Development (ASCD).

Dori, Y. J., and Barak, M. (2001). “Virtual and Physical Molecular Modeling: Fostering Model Perception and Spatial Understanding”. Educational Technology and Society. 4, (1), 61-73.

Ebel, R. L. (1979). Essentials Of Educational Measurement. New Jersey: Prentice Hall.

Effendy. (2010). Teori VSEPR, Kepolaran, dan Gaya Antarmolekul (Edisi 3). Malang: Bayumedia Publishing.

Ennis, R. H. (1993). “Critical Thinking Assesment”. Teaching for Higher Order Thinking: Theory into Practice. 32, (3), 179-186.

(29)

68

Falvo, D. A. (2008). “Animations and Simulations for Teaching and Learning Molecular Chemistry”. International Journal of Technology in Teaching and Learning, 4, (1), 68–77.

Fischer, A. (2001). Critical Thinking: An Introduction. Cambridge: University of Cambridge.

Galvao, J. R., Martins, P. G., and Gomes, M. R. (2000). “Modeling Reality with Simulation Games for a Cooperative Learning”. Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference, 1692-1698.

Gillespie, R. J. (2009). “The Chemical Bond, Electron Pair Domains, and The VSEPR Model”. Chem 13 News. 14-17.

Gillespie, R. J., and Popelier, P. L. A. (2001). Chemical Bonding and Molecular Geometry: From Lewis to Electron Densities. New York: Oxford University Press, Inc.

Greasley, P. (2008). Quantitative Data Analysis Using SPSS: An Introduction for Health and Social Science. New York: McGraw-Hill Open University Press.

Gredler, M. E. (2004). “Games and Simulations and Their Relationships to Learning”, In Jonassen, D. H. (2004). Handbook of Research on Educational Communications and Technology. Mahwah, NJ: IEA Publications. 571-583.

Hake, R. R. (2002). Assessment of Student Learning in Introductory Science Courses. 2002 PKAL Roundtable on the Future: Assessment in the Service of Student Learning. Duke University. [Online]. Tersedia: http://www.pkal.org/events/roundtable2002/papers.html. [15 Januari 2014]

(30)

69

Honey, M. A., and Hilton, M. (2010). Learning Science Through Computer Games and Simulations. Washington, DC: The National Academies Press.

Jones L., Jordan, K. D., and Stillings, N. A. (2001). Molecular visualization in science education. [Online]. Tersedia: http://pro3.chem.pitt.edu/workshop/workshop_report_180701.pdf [6 Januari 2014]

Jones, L. L., Jordan, K. D., and Stillings, N. A. (2005). “Molecular Visualization in Chemistry Education: The Role of Multidisciplinary Collaboration”. Chemistry Education Research and Practice. 6, (3), 136-149.

Kali, Y. (2006). “Collaborative Knowledge-building Using The Design Principles Database”. International Journal of Computer Support for Collaborative Learning. 1, (2), 187-201.

Kartimi dan Liliasari. (2012). “Pengembangan Alat Ukur Berpikir Kritis pada Konsep Termokimia untuk Siswa SMA Peringkat Atas dan Menengah”. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. 1, (1), 21-26.

Kusaeri dan Suprananto. (2012). Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Liliasari. (2009). Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Sains Kimia Menuju Profesionalitas Guru. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/19490927 1978032-LILIASARI/BERPIKIR_KRITIS_Dlm_Pembel_09.pdf [6 Januari 2014]

Liliasari. (2011). “Pengembangan Keterampilan Generik Sains untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik”. Makalah

Semnas UNNES 2011. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

(31)

70

Linn, M. C., Chang, H., Chiu, J., Zhang, H., McElhaney, K. (2010). “Can desirable difficulties overcome deception clarity in scientific visualizations?”. In A. S. Benjamin (Ed.), Successful remembering and successful forgetting: A festschrift in honor of Robert A. Bjork. New York: Routledge.

McMurry, J., and Fay, R. C. (2003). Chemistry (Fourth ed.). New Jersey: Prentice Hall.

Nahum, T. L., Mamlok-Naaman, R., and Hofstein, A. (2007). “Developing a New Teaching Approach for the Chemical Bonding Concept Aligned With Current Scientific and Pedagogical Knowledge”. Science Education. 579-603.

Paul, R., and Elder, L. (2007). A Guide for Educators to: Critical Thinking Competency Standards: Standards, Principles, Perfomance Indicators, and Outcomes With a Critical Thinking Master Rubric. Dillon Beach: The Foundation for Critical Thinking Press.

Perkins, K., Lancaster, K., Loeblein, P., Parson, R., and Podolefsky, N. (2010). PhET Interactive Simulations: New Tools for Teaching and Learning Chemistry. Boulder: University of Colorado. [Online]. Tersedia:

http://www.ccce.divched.org/Fall1010CCCENewsletterP7/phet- interactive-simulations-new-tools-for-teachine-and-learning-chemistry.pdf [29 November 2013]

Quellmalz, E. S., Timms, M. J., and Schneider, S. A. (2009). “Assessment of Student Learning in Science Simulations and Games”. Workshop on Gaming and Simulations. Washington, DC: the National Research Council

Redhana, I. W., dan Liliasari. (2008). “Program Pembelajaran Keterampilan Berpikir Kritis pada Topik Laju Reaksi untuk Siswa SMA”. Forum Kependidikan. 27, (2), 103-112.

(32)

71

Sekretaris Negara Republik Indonesia. (2003). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Undang-undang Republik Indonesia.

Sidharta, A., dan Winduono, Y. (2009). Media Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA)

Sudjana. (2005). Metoda Statistika (Edisi 6). Bandung: Tarsito

Susetyo, B. (2011). Menyusun Tes Hasil Belajar: Dengan Teori Ujian Klasik dan Teori Responsi Butir. Bandung: CV Cakra.

Thode, T. (1999). “Simulation Software: An Almost Real Experience”. Technology and Children. 3, 17-19.

Tuvi-Arad, I., and Gorsky, P. (2007). “New Visualization Tools for Learning Molecular Symmetry: A Preliminary Evaluation”. Chemistry Education Research and Practice. 8,(1), 61-72.

Whitten, K. (2004). General Chemistry (Seventh ed.). Thomson: Brooks Cole.

Wiersma, W., and Jurs, S. G. (2009). Research Methods in Education: An Introduction. Boston: Pearson.

Wu, H-K., and Shah, P. (2004). “Exploring Visuospatial Thinking in Chemistry Learning”. Science Education. 88, 465-492.

Zhou, Q., Ma, L., Huang, Na., Liang, Q., Yue, H., and Peng, T. (2012).

“Integrating WebQuest into Chemistry Classroom Teaching to Promote

Students’ Critical Thinking”. Creative Education. 3, (3), 369-374.

Gambar

Gambar 3.1: Bagan Pretest-posttest, Nonequivalent Control Group Design
Gambar 3.2: Alur penelitian
Tabel 3.1. Indeks Tingkat Kesukaran Butir Soal (Zimmaro, 2004)
Tabel 3.2 : Pembagian Daya Pembeda (Ebel, 1979)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Pendukung Keputusan untuk Menentukan Pemilihan Jurusan Siswa dengan Menggunakan Metode Weighted Product (Studi Kasus:.. SMA Swasta HKBP

Jasa Konsultansi Identifikasi Zona dan Blok Sistem Jaringan Air Minum Kota Tebing Tinggi. JB: Barang/jasa JP:

Perilaku sosial remaja tunadaksa yang menggunakan jejaring sosial Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

Green belt sebagai salah satu bentuk hutan kota memiliki fungsi menjaga kelangsungan hidup bumi,yakni sebagai media yang memiliki kemampuan mengurangi zat pencemar udara

Fase gerak pada kromatografi gas juga disebut dengan gas pembawa karena tujuan awalnya adalah untuk membawa solut ke kolom, syarat gas pembawa adalah: tidak reaktif,

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 03 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan kadar liat, bahan organik serta kandungan air terhadap indeks plastisitas tanah pada beberapa vegetasi di Kecamatan Jorlang

tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Banjar (Lembaran Daerah Kabupaten Banjar Tahun 2008 Nomor 09,