PERBEDAAN TINGKAT KECANDUAN SITUS JEJARING SOSIAL
FACEBOOK PADA MAHASISWA DENGAN TIPE KEPRIBADIAN
INTROVERT DAN EKSTRAVERT
(Studi Komparatif Deskriptif Pada Mahasiswa Universitas
Pendidikan Indonesia)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan
Oleh
NUR FIRDAUSI 0806943
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PERBEDAAN TINGKAT KECANDUAN SITUS JEJARING
SOSIAL
PADA MAHASISWA DENGAN TIPE
KEPRIBADIAN INTROVERT DAN EKSTRAVERT
(Studi Komparatif Deskriptif Pada Mahasiswa Universitas
Pendidikan Indonesia)
Oleh Nur Firdausi
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan
© Nur Firdausi 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-undang. Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak
Nur Firdausi (0806943). Perbedaan Tingkat Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook pada Mahasiswa dengan Tipe Kepribadian Introvert dan Ekstravert (Studi Komparatif Deskriptif pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia). Skripsi Jurusan Psikologi FIP UPI, Bandung (2013).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji perbedaan tingkat kecanduan situs jejaring sosial Facebook pada mahasiswa dengan tipe kepribadian introvert dan ekstravert. Subjek penelitian adalah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia yang sesuai karakteristiknya dengan tujuan penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan teknik komparatif deskriptif. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu insidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner Eysenck Personality Inventory Form A - modifikasi dan Skala Kecanduan Facebook. Hasil penelitian yaitu: (1) tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecanduan situs jejaring sosial Facebook pada mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia dengan tipe kepribadian introvert dan ekstravert, (2) sebagian besar mahasiswa dengan tipe kepribadian introvert dan ekstravert cenderung sedang tingkat kecanduannya pada situs jejaring sosial Facebook, (3) sebanyak 14,63% (6 orang) dari mahasiswa introvert dan 1,96% (1 orang) dari mahasiswa ekstravert yang mengalami tingkat kecanduan tinggi pada situs jejaring sosial Facebook. Rekomendasi dari peneliti untuk pihak terkait antara lain: (1) bagi para dosen, disarankan untuk menginstruksikan mahasiswa agar tidak mengakses internet saat perkuliahan (kecuali pada mata kuliah tertentu yang memerlukan internet), (2) bagi mahasiswa dan orang-orang terdekat mahasiswa hendaknya melakukan kontrol diri secara internal maupun eksternal, dan (3) bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk mengambil sampel yang lebih banyak, melakukan penelitian pada situs jejaring sosial atau jenis kecanduan internet lainnya, menggunakan teknik pengumpulan data lain seperti wawancara, dan hendaknya melakukan pengembangan lebih lanjut terhadap instrumen Eysenck Personality Inventory Form A.
ABSTRACT
Nur Firdausi (0806943). The Difference Level of Addiction in Social Networking Site Facebook on College Students with Introverted and Extraverted Personality Types (A Comparative Descriptive Study of Students on Indonesia University of Education). Thesis of Psychology Department, Faculty of Education, Indonesia University of Education, Bandung (2013).
This research aims to identify and assess the difference level of addiction in social networking site Facebook on college students with introverted and extraverted personality types. The respondents are Indonesia University of Education students who have the appropriate characteristic with the research’s purposes. Quantitative method used in this research with comparative descriptive technique and the sampling technique is incidental sampling. Data was collected by using Eysenck Personality Inventory Form A - modification and Facebook Addiction Scale. The results of this research are: (1) no significant difference between the level of addiction in social networking site Facebook on Indonesia University of Education students with introverted and extraverted personality types, (2) most college students with introverted and extraverted personality types tend to have the moderate level of addiction in social networking site Facebook, (3) there are 14,63% (6 students) of introverted students and 1,96% (1 students) of the extraverted students who tend to have high level of addiction in social networking site Facebook. Recommendations from researcher for: (1) lecturer had better give instruction for students so they don’t use internet while studying in classroom (except on certain subjects that require internet), (2) college students and their closest people had better to do self-control internally and externally, (3) and the suggestions for further researcher are had better to take more respondents, conducting research on other social networking sites or other types of internet addiction, using another technique to collecting data such as interview, and also had better to conduct further development of Eysenck Personality Inventory Form A.
PERNYATAAN ………... i
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Internet ………. 13
B. Situs Jejaring Sosial ………. 21
C. Kecanduan Internet ……….. 24
D. Tipe Kepribadian Introvert-Ekstravert dari Eysenck……… 32
E. Mahasiswa ……… 42
F. Penelitian Terdahulu yang Relevan ……….. 45
G. Kerangka Pemikiran ………. 47
H. Hipotesis Penelitian ……….. 53
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ……….. 54
B. Desain Penelitian ……….. 56
C. Metode Penelitian ………. 57
D. Definisi Operasional ………. 57
E. Instrumen Penelitian ………. 62
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ……… 88
B. Pembahasan Hasil Penelitian ………... 99
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………..… 108
B. Saran ……… 110
DAFTAR PUSTAKA ……….. 113
DAFTAR TABEL
Tabel
1.1 Data Pengguna Facebook di Dunia ……….. 3
3.1 Ketentuan Penilaian EPI Form A ………. 63
3.2 Norma Pengolahan Data EPI Form A ……….. 64
3.3 Nomor Item-item EPI Form A (sebelum uji coba & modifikasi) …… 64
3.4 Nomor Item-item Skala Kecanduan Facebook (sebelum uji coba) … 66 3.5 Skoring Skala Kecanduan Facebook ………...………. 68
3.6 Rumus dalam Penyusunan Norma Skala Kecanduan Facebook …….. 68
3.7 Norma Skala Kecanduan Facebook ………. 69
3.8 Kriteria Koefisien Reliabilitas ……….. 72
3.9 Item Valid dan Tidak Valid pada EPI Form A –modifikasi ……….... 73
3.10 Nomor Item-item EPI Form A –modifikasi (setelah uji coba) ……… 75
3.11 Item Valid dan Tidak Valid pada Skala Kecanduan Facebook ……… 77
3.12 Kategorisasi Nilai KMO ………... 78
3.13 Nomor Item-item Skala Kecanduan Facebook (setelah uji coba & analisis faktor) ………...………... 83
3.14 Uji Normalitas Distribusi Data Instrumen Penelitian ………... 86
3.15 Norma Interpretasi Koefisien Korelasi ………. 87
4.1 Gambaran Karakteristik Umum Subjek Penelitian ……….. 89
4.2 Gambaran Tipe Kepribadian Secara Umum pada Mahasiswa ………. 90
Umum pada Mahasiswa ………... 91
4.5 Gambaran Tingkat Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook pada Mahasiswa Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin ……… 92 4.6 Gambaran Tingkat Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook pada
Mahasiswa Dengan Tipe Kepribadian Introvert ……….. 93 4.7 Gambaran Tingkat Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook pada
Mahasiswa Dengan Tipe Kepribadian Ekstravert ……… 94
4.8 Hasil Uji Beda dengan Independent Sample T-test ……….. 96
4.9 Hubungan Tipe Kepribadian dengan Data Subjek ………... 97 4.10 Hubungan Tingkat Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook
dengan Usia dan Jenis Kelamin ……… 98
4.11 Hubungan Tingkat Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1 Struktur Kepribadian Menurut Eysenck ………... 35
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Lampiran 1 Surat Keputusan Pengangkatan Pembimbing ……… 120
Lampiran 2 Kartu Bimbingan Skripsi ……… 121 Lampiran 3 Eysenck Personality Inventory Form A (EPI Form A) versi
Bahasa Inggris ………....
123
Lampiran 4 Kisi-kisi EPI Form A (sebelum uji coba & modifikasi) …… 128
Lampiran 5 Kisi-kisi Skala Kecanduan Facebook (sebelum uji coba &
analisis faktor) ……… 133
Lampiran 6 EPI Form A terjemahan & modifikasi ………... 139
Lampiran 7 Data Uji Coba EPI Form A ……… 145 Lampiran 8 Hasil Uji Validitas & Reliabilitas EPI Form A …………... 147 Lampiran 9 Kisi-kisi EPI Form A (setelah uji coba & modifikasi) ……... 148
Lampiran 10 Data Uji Coba Skala Kecanduan Facebook ………... 152 Lampiran 11 Hasil Uji Validitas & Reliabilitas Skala Kecanduan
Facebook ……… 153
Lampiran 12 Hasil Perhitungan Analisis Faktor Skala Kecanduan
Facebook ……… 155
Lampiran 13 Kisi-kisi Skala Kecanduan Facebook (setelah uji coba &
analisis faktor) ……… 172
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Internet merupakan salah satu media yang paling diminati banyak orang.
Awalnya, internet merupakan hasil riset yang dilakukan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat sebagai sistem komunikasi untuk menghubungkan satu komputer dengan komputer lainnya (Nurdiansyah, 2010). Internet terus
berkembang dan pada zaman global ini, internet telah menjadi media yang berperan penting dalam kehidupan manusia di seluruh dunia. Sari (2010)
menyatakan bahwa internet telah menjadi perlengkapan studi dan alat bantu pekerjaan sehingga internet berperan dalam cara individu berpikir, berkomunikasi, berelasi, berekreasi, bertingkah laku, dan mengambil keputusan.
Manfaat yang diberikan internet sangat banyak. Dengan internet, orang akan mendapatkan banyak informasi dalam waktu yang cepat. Internet membantu
mengurangi penggunaan kertas, dapat digunakan sebagai media promosi, juga sebagai sarana hiburan. Berbagai keterampilan seperti bahasa, mekanik, seni, dan lainnya dapat dipelajari melalui internet sehingga masyarakat tidak harus datang
ke kelas untuk mengikuti kursus atau pelatihan. Internet juga memudahkan komunikasi jarak jauh dengan orang lain tanpa harus bertemu dan bertatap muka.
dimana saja dan kapan saja. Dampaknya, jumlah pengguna internet di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 jumlah pengguna
internet di Indonesia adalah 42 juta orang, kemudian pada tahun 2011 menjadi 55 juta orang (Waizly, 2011). Peningkatan jumlah tersebut didukung oleh
ketersediaan warung internet (warnet); hotspot area di tempat-tempat umum seperti restoran, gedung perkantoran, dan kampus; juga kehadiran telepon seluler, smartphone, laptop dan tablet pc.Hasil perhitungan Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) yang menunjukkan bahwa 60% pengguna internet di Indonesia memanfaatkan internet di kafe dan warnet, sisanya memanfaatkan
layanan internet di kantor, kampus, sekolah dan rumah (“Pengguna internet”, 2009). Riset MarkPlus Insight pada tahun 2010 mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia kalangan menengah ke bawah menggunakan handphone
dan masyarakat kalangan menengah atas rata-rata menggunakan 2 gadget yaitu handphone dan laptop pribadi untuk mengakses internet (Marketeers, 2010).
Kemudian pada tahun 2011 mulai banyak masyarakat yang mengakses internet menggunakan smartphone (Wahyudi, 2011). Selain mudahnya akses informasi digital, kebutuhan manusia untuk bersosialisasi juga mendorong peningkatan
jumlah pengguna internet di Indonesia (Wahyudiarto, 2011).
Fakta lain mengenai penggunaan internet di Indonesia adalah popularitas situs
jejaring sosial. Berdasarkan hasil survey Net Index pada Juli 2011, sebanyak 89% pengguna internet di Indonesia mengakses situs jejaring sosial (Yono, 2011).Data tersebut menjelaskan bahwa aktivitas online yang paling diminati masyarakat
yang populer di Indonesia adalah Facebook. Situs jejaring sosial tersebut memberikan fasilitas pada orang untuk berhubungan dengan orang lain di seluruh
dunia dengan chatting box, membuat user profile, menulis status, mengunduh foto, membuat catatan, bahkan mempromosikan suatu produk. Berbagai fasilitas
tersebut, membuat individu dari berbagai status sosial dan usia, mulai dari anak-anak, remaja sampai dewasa, mendaftarkan diri dalam situs jejaring sosial Facebook. Alasan dan kepentingan mereka beragam, mulai dari kepentingan
berelasi, membentuk sebuah grup, mencari informasi, dan juga berbisnis. Dapat kita temukan di lingkungan sekolah, kampus, perkantoran dan tempat-tempat
umum, banyak individu yang online Facebook melalui telepon seluler, smartphone maupun komputer. Antusiasme tersebut kemudian membawa
Indonesia menjadi negara peringkat ke-4 dari jumlah pengguna Facebook di
seluruh dunia. Indonesia juga menjadi negara peringkat ke-1 yang memiliki pertumbuhan tercepat pada jumlah pengguna Facebook. Berikut adalah data
pengguna Facebook di dunia per 1 Februari 2012 (Gonzalez, 2012): Tabel 1.1
Data Pengguna Facebook di Dunia
5 Negara dengan Pengguna
Facebook Terbanyak
5 Negara dengan Pertumbuhan Pengguna Facebook Tercepat 1. Amerika Serikat 166.029.240 1. Indonesia
2. Brazil 58.565.700 2. Nigeria
3. India 56.698.300 3. India
4. Indonesia 47.539.220 4. Amerika Serikat 5. Meksiko 38.463.860 5. Jepang
tersedianya peralatan komputer, handphone, Blackberry dan iPhone (Elia, 2009). Bahkan Budi Putra (2010), seorang jurnalis teknologi dan penulis mengemukakan bahwa Indonesia telah menjadi “the Republic of the Facebook”, karena jumlah
yang banyak dan pertumbuhan yang pesat pada pengguna Facebook.
Dari angka total pengguna Facebook di Indonesia, 41,8% adalah individu usia 18-24 tahun (Gonzalez, 2012). Hasil perhitungan tersebut mengindikasikan bahwa Facebook lebih populer di kalangan remaja dan dewasa seperti mahasiswa.
Internet dan Facebook telah menjadi bagian dari kehidupan mahasiswa. Beragam manfaat yang diberikan oleh internet memudahkan mahasiswa dalam
belajar dan mencari informasi dalam rangka meningkatkan kompetensi. Situs jejaring sosial Facebook juga turut berperan dalam menyejahterakan kehidupan mahasiswa terutama dalam hubungan sosial. Mahasiswa membutuhkan hubungan
sosial yang lebih luas dalam rangka menyesuaikan diri dengan masyarakat, mencari pekerjaan setelah lulus kuliah dan mencari pasangan hidup.
Berbagai manfaat yang diperoleh dari internet dan Facebook seharusnya dapat meningkatkan kompetensi mahasiswa sebagai bagian dari dunia pendidikan global karena banyak hal yang mudah didapatkan dengan waktu yang singkat (Asteria,
2011). Namun kenyataannya, kemudahan yang didapatkan dari internet dan akses situs jejaring sosial, justru membuat banyak individu menjadi sangat bergantung
pada teknologi tersebut sehingga individu mengalami kecanduan (Dyah, 2009). Para peneliti dari Universitas Maryland melakukan penelitian mengenai fenomena kecanduan internet ini. Mereka meminta 200 orang mahasiswa menghentikan
kecemasan, dan ketidakmampuan untuk berfungsi dengan baik tanpa akses media dan situs jejaring sosial. Susan Moeller, direktur proyek penelitian tersebut
mengatakan bahwa banyak mahasiswa menulis bagaimana mereka membenci terputusnya koneksi dengan media, sama halnya dengan pergi tanpa teman dan
keluarga (“Mahasiswa AS”, 2010). Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa telah bergantung pada internet sehingga muncul reaksi penolakan dan kecemasan saat terlepas dari aktivitas online.
Kehidupan mahasiswa yang tidak terlepas dari penggunaan internet, membuat mahasiswa tidak mempedulikan lagi berapa lama waktu yang mereka habiskan
untuk aktivitas online dan akhirnya menjadi seorang pecandu internet. Menurut Young (1996) kecanduan internet merupakan sebuah sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam menggunakan
internet dan tidak mampu mengontrol penggunaannya saat online. Beberapa ahli mennggunakan istilah lain untuk menjelaskan sindrom ini, seperti Suler (2004)
yang menggunakan istilah cyberspace addiction dan Goldberg (1997) yang menggunakan istilah internet addiction disorder.
Young (1996) menyatakan bahwa kecanduan internet sama seperti perilaku
kecanduan lainnya, yang berisi tingkah laku yang kompulsif, kurang tertarik terhadap aktivitas-aktivitas yang lain, dan meliputi simptom-simptom fisik dan
mental ketika berusaha untuk menghentikan tingkah laku tersebut. Secara spesifik, Young (dalam Kuss & Griffiths, 2011) berargumen bahwa terdapat 5 tipe kecanduan internet, yaitu computer addiction (seperti computer game addiction),
online gambling addiction dan online shopping addiction), cybersexual addiction
(online pornography atau online sex addiction), dan cyber-relationship addiction
(seperti kecanduan terhadap online relationship). Kecanduan situs jejaring sosial Facebook dapat dikategorikan dalam cyber-relationship addiction, karena tujuan
dan motivasi penggunaannya adalah untuk menjalin relasi baik secara online maupun offline (Kuss & Griffiths, 2011). Fakta bahwa Indonesia merupakan negara peringkat ke-4 di dunia dari jumlah pengguna Facebook, sangat
memungkinkan terdapat mahasiswa Indonesia yang kecanduan pada situs jejaring sosial tersebut.
Individu yang kecanduan internet menghabiskan waktu berjam-jam bahkan berhari-hari untuk online. Pecandu internet yang menggunakan handphone atau smartphone asyik mengakses internet tanpa mempedulikan tempat dan waktu.
Para pecandu internet pada situs jejaring sosial Facebook menunjukkan berbagai perilaku seperti sulit berhenti mengakses Facebook, sering melakukan update
status, selalu mengakses Facebook sebelum tidur dan segera setelah bangun dari tidur, mendahulukan mengakses Facebook daripada menyelesaikan pekerjaan lain, dan lebih banyak melakukan komunikasi secara online. Ditemukan pula
bahwa pada saat perkuliahan berlangsung, beberapa mahasiswa mengakses Facebook.
Tiga faktor yang menyebabkan individu mengalami kecanduan internet, yaitu terjerat games, akses situs porno, dan situs jejaring sosial (Elia, 2009). Hasil penelitian Kandell (1998) juga memberikan informasi tentang faktor-faktor yang
lain karakteristik psikologis dan perkembangan individu, ketersediaan fasilitas untuk mengakses internet, dan ekspektasi terhadap komputer dan penggunaan
internet. Faktor paling penting yang mempengaruhi mahasiswa menjadi kecanduan internet adalah dinamika psikologis dari mahasiswa itu sendiri (Prihati,
2010).
Dalam The Biologist, Aric Sigman mengemukakan bahwa kecanduan menggunakan situs jejaring sosial seperti Facebook memberikan dampak negatif
pada kondisi fisik dan pada kondisi psikologis individu. Menurutnya, media elektronik menghancurkan kemampuan anak-anak dan kalangan dewasa muda
secara perlahan-lahan untuk mempelajari kemampuan sosial dan membaca bahasa tubuh, karena terjadinya pengurangan interaksi secara face to face (“Efek
psikologis”, n.d.). Chou, dkk. (dalam Ameen, 2010) mengemukakan konsekuensi dari kecanduan internet yaitu kegagalan pada area akademik seperti menurunnya
nilai dan pelajar menjadi sulit untuk menghadiri kelas pagi karena waktu tidur yang tidak teratur.
Penggunaan internet yang berlebihan memiliki kaitan dengan tipe kepribadian individu. Pernyataan tersebut didukung oleh beberapa hasil penelitian berikut. Penelitian Athari (2004) dan Prihati (2010) menghasilkan temuan bahwa salah
satu penyebab individu kecanduan internet adalah tipe kepribadian introvert. Hasil penelitian Young (1998) juga membuktikan bahwa pecandu internet (dependents)
memiliki tipe kepribadian introvert cenderung menjadi pecandu internet, sebab mereka merasa lebih nyaman berkomunikasi melalui internet dan melakukan
sosialisasi dengan cara menyamarkan identitasnya (Koch dan Pratarelli dalam Ameen, 2010). Dari hasil penelitian mahasiswa Universitas Bina Nusantara
terungkap bahwa individu yang introvert merasa diuntungkan oleh kehadiran situs jejaring sosial, karena media tersebut memfasilitasi mereka untuk menyalurkan perasaan yang sulit diungkapkan secara langsung (Satriani & Agustia, 2012).
Beberapa hasil penelitian diatas membuat kita berasumsi bahwa individu dengan tipe kepribadian introvert lebih rentan mengalami kecanduan internet.
Namun, penelitian diatas terbatas pada kecanduan internet secara umum, sementara kecanduan pada situs jejaring sosial Facebook merupakan hal yang berbeda dan lebih spesifik.
Berbagai aktivitas yang dapat dilakukan individu saat mengakses Facebook antara lain: membaca dan merespon pesan/catatan; membaca komentar pada
profile page; membuka wall milik teman; menulis komentar; meminta izin pertemanan dan menambah teman baru; mengecek wall; mengubah profile; melakukan update status; menggunakan fitur poked, winked dan gift; mencari
music atau band, melakukan upload dan mengomentari foto, mengganti profile picture; bergabung dalam grup (Subrahmanyam, 2008) dan bermain games.
tersebut nampaknya lebih cocok dipenuhi oleh individu yang memiliki tipe kepribadian ekstravert dibandingkan dengan individu yang introvert.
Kuss dan Griffiths (2011) mengemukakan bahwa individu dengan tipe kepribadian introvert maupun ekstravert ternyata memiliki potensi untuk menjadi
pecandu internet. Sebab individu dengan tipe kepribadian yang berbeda menunjukkan perbedaan pada penggunaan situs jejaring sosial (Correa, dkk., dalam Kuss & Griffiths, 2011). Individu yang ekstravert, bergabung dalam banyak
grup di Facebook, lebih sering menggunakan fasilitas-fasilitas untuk bersosialisasi (Ross, dkk., 2009) dan memiliki lebih banyak teman Facebook dibandingkan
dengan individu yang introvert (Amichai-Hamburger dalam Kuss & Griffiths, 2011). Di sisi lain, individu-individu yang introvert membuka lebih banyak informasi personal di pages milik mereka (Amichai-Hamburger dalam Kuss &
Griffiths, 2011). Orr, dkk. (dalam Ross, 2009) menambahkan bahwa individu yang pemalu, menghabiskan banyak waktu untuk mengakses Facebook dan
memiliki teman dalam jumlah banyak pada situs jejaring sosial tersebut. Dapat ditarik kesimpulan bahwa individu yang ekstravert menggunakan Facebook sebagai penunjang sosialisasi (social enhancement), sedangkan individu yang
introvert menggunakan Facebook untuk kompensasi sosial (social compensation) (Kuss & Griffiths, 2011). Kedua motif penggunaan tersebut mendorong baik
individu yang introvert maupun ekstravert untuk menjadi pecandu pada situs jejaring sosial Facebook.
Sampel penelitian diatas terbatas pada mahasiswa di Amerika Serikat. Oleh
“Perbedaan Tingkat Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook Pada Mahasiswa
Dengan Tipe Kepribadian Introvert dan Ekstravert”. Sampel pada penelitian ini
adalah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan masalah yang dituangkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran tingkat kecanduan situs jejaring sosial Facebook pada
mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia dengan tipe kepribadian introvert?
2. Bagaimana gambaran tingkat kecanduan situs jejaring sosial Facebook pada
mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia dengan tipe kepribadian ekstravert?
3. Apakah terdapat perbedaan tingkat kecanduan situs jejaring sosial Facebook
pada mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia dengan tipe kepribadian
introvert dan ekstravert? C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data mengenai:
1. Gambaran tingkat kecanduan situs jejaring sosial Facebook pada mahasiswa
Universitas Pendidikan Indonesia dengan tipe kepribadian introvert.
2. Gambaran tingkat kecanduan situs jejaring sosial Facebook pada mahasiswa
3. Perbedaan tingkat kecanduan situs jejaring sosial Facebook pada mahasiswa
Universitas Pendidikan Indonesia dengan tipe kepribadian introvert dan
ekstravert.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat hasil penelitian ini secara teoritis, yaitu:
a. diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan di bidang Psikologi serta menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya,
b. dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kecanduan
internet yang lebih spesifik yaitu kecanduan pada situs jejaring sosial Facebook.
c. menambah literatur mengenai perbedaan kecanduan situs jejaring sosial Facebook pada mahasiswa dengan tipe kepribadian introvert dan ekstravert.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan, yaitu:
a. bagi Sarjana Psikologi dan Psikolog, hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai bahan masukan baik dalam upaya pencegahan maupun dalam upaya penanganan kasus kecanduan Facebook khususnya pada mahasiswa sesuai
dengan tipe kepribadian yang dimiliki (introvert atau ekstravert).
b. bagi Universitas Pendidikan Indonesia, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan informasi dalam rangka mencegah mahasiswa untuk menjadi
c. bagi masyarakat khususnya mahasiswa, penelitian ini dapat memberikan
dorongan dan masukan kepada mahasiswa untuk mencegah diri sendiri dan
mengawasi temannya agar tidak menjadi pecandu Facebook. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan motivasi pada orang tua untuk mengawasi
anaknya yang berstatus sebagai mahasiswa agar tidak kecanduan Facebook, dan
d. sebagai tambahan, penelitian ini menghasilkan instrumen Eysenck
Personality Inventory (EPI) Form A yang telah dimodifikasi oleh peneliti dan
Skala Kecanduan Facebook. Kedua instrumen tersebut dapat digunakan oleh
peneliti lainnya.
E. Struktur Organisasi Skripsi
Struktur organisasi dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I :
BAB II :
BAB III :
BAB IV : BAB V :
Bab ini berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi.
Bab ini memuat teori-teori, hasil penelitian terdahulu yang relevan,
kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian.
Bab ini memuat pembahasan mengenai lokasi penelitian, populasi
dan sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional variabel, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan dan analisis data.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Universitas Pendidikan Indonesia. Lokasi ini dipilih karena belum ada penelitian sebelumnya mengenai kecanduan situs jejaring sosial Facebook dengan subjek mahasiswa UPI. Selain itu, keterbatasan
waktu yang dimiliki, membuat lokasi ini menjadi lokasi yang paling terjangkau oleh peneliti yang berstatus sebagai mahasiswa UPI dalam memilih populasi yang
sesuai dengan tujuan penelitian. 2. Populasi Penelitian
Bailey (dalam Silalahi, 2010: 253) menjelaskan bahwa populasi adalah
jumlah total dari seluruh unit di mana penyelidik tertarik untuk menelitinya. Sedangkan menurut Gay dan Diehl (dalam Silalahi, 2010), populasi merupakan
suatu kelompok di mana hasil penelitian dapat digeneralisasikan untuk populasi tersebut. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia.
3. Teknik Sampling
Teknik sampling atau disebut juga rancangan sampel didefinisikan sebagai
mengemukakan bahwa teknik sampling nonprobabilitas adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama bagi anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel.
Teknik sampling nonprobabilitas meliputi sampling sistematis, kuota,
insidental, purposive, jenuh dan snowball. Namun dalam penelitian ini digunakan sampling insidental. Siapa saja yang bertemu dengan peneliti di lokasi penelitian dapat menjadi sampel, jika orang yang ditemui dianggap cocok sebagai sumber
data (Sugiyono, 2012: 85). Alasan pemilihan teknik sampling insidental adalah adanya karakteristik khusus dari sampel, sehingga dalam sebuah populasi tidak
semua anggota memenuhi syarat sebagai sampel penelitian.
Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia yang masih aktif dalam
kegiatan perkuliahan.
b. Berusia 18-24 tahun. Rentang usia ini digunakan atas pertimbangan faktor
kepribadian yang diukur. Santrock (2007: 205) mengemukakan bahwa kepribadian pada mereka yang berusia 18-26 tahun lebih menunjukkan kestabilan dibandingkan perubahan. Batasan usia 24 tahun merupakan
batasan akhir usia remaja Indonesia (Sarwono, 2006).
c. Memiliki akun Facebook yang digunakan secara personal, bukan untuk
kepentingan bisnis.
d. Telah menggunakan internet lebih dari 12 bulan. Jangka waktu ini
yang kecanduan internet, dengan asumsi bahwa individu sudah tidak mengalami euforia.
4. Sampel Penelitian
Pada subbab sebelumnya telah dijelaskan bahwa sampel dalam penelitian ini
memiliki karakteristik khusus yang ditentukan oleh peneliti. Oleh karena itu, hanya mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia yang sesuai dengan karakteristik yang dapat menjadi sampel penelitian.
Penentuan jumlah sampel pun sangat penting untuk dipertimbangkan, agar dapat meminimalisasi kesalahan dalam penelitian. Gay dan Diehl (dalam Silalahi,
2010: 276) menyatakan bahwa jumlah sampel sekitar 30 orang sudah memenuhi syarat analisis statistik.
Pada penelitian ini, peneliti mengambil sebanyak 100 orang sampel yang
secara insidental ditemui di lokasi penelitian dan dianggap sesuai dengan karakteristik sampel yang dikehendaki. Namun, sebanyak 8 orang tidak dapat
diolah datanya, karena kriteria subjek yang tidak tepat dan skor yang diperoleh pada instrumen tipe kepribadian tidak memenuhi syarat pengolahan data. Oleh karena itu, subjek yang dapat diolah datanya sebanyak 92 orang.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu strategi penelitian
yang menekankan pada pengumpulan dan analisis data dengan pendekatan deduktif untuk hubungan antara teori dan penelitian dengan menempatkan pengujian teori (Silalahi, 2010: 76). Oleh karena itu, penelitian kuantitatif
pengujian sebuah teori yang terdiri dari variabel-variabel, diukur dengan angka, dan dianalisis dengan prosedur statistika untuk menentukan apakah generalisasi
prediktif teori tersebut benar (Creswell dalam Silalahi, 2010: 77).
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparatif deskriptif. Penelitian komparatif adalah penelitian yang membandingkan dua gejala atau lebih (Silalahi, 2010: 35). Metode penelitian komparatif deskriptif
digunakan untuk membandingkan variabel yang sama untuk sampel yang berbeda (Silalahi, 2010: 35). Pada penelitian ini, sampel yang dibandingkan adalah
mahasiswa dengan tipe kepribadian introvert dan mahasiswa dengan tipe kepribadian ekstravert.
D. Definisi Operasional
Variabel merupakan suatu karakteristik yang dapat diukur (measurable) dari
sebuah “kasus” atau “unit analisis” (seperti komunitas) yang dapat dibedakan
nilainya dari satu unit ke unit lainnya (Herman & McTavish dalam Silalahi, 2010: 115). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel independent (X) dan variabel dependent (Y).
Variabel independent (X) adalah variabel bebas yang mempengaruhi atau menjadi penyebab timbulnya variabel dependent. Sedangkan variabel dependent
(Y) adalah variabel yang dipengaruhi atau akibat dari adanya variabel independent. Dalam penelitian ini, yang menjadi varibel independent (X) adalah tipe kepribadian (introvert-ekstravert) dan yang menjadi variabel dependent (Y)
Kedua variabel tersebut harus didefinisikan secara konseptual dan operasional agar dapat diukur. Berikut ini adalah definisi konseptual dan operasional dari
masing-masing variabel:
1. Tipe Kepribadian
a. Definisi konseptual variabel
Eysenck (dalam Hall & Lindzey, 1985: 437) mendefinisikan kepribadian sebagai keseluruhan pola tingkah laku aktual maupun potensial dari suatu
organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan; pola tingkah laku itu berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari empat sektor
utama yang mengorganisasikan tingkah laku yaitu sektor kognitif (kecerdasan), sektor konatif (karakter), sektor afektif (temperamen), dan sektor somatik (konsitusi).
Dalam teori kepribadian Eysenck, terdapat dua tipe kepribadian yaitu introvert dan ekstravert. Kedua tipe tersebut memiliki trait-trait yang menjadi ciri
khas masing-masing.
b. Definisi operasional variabel
Definisi operasional pada variabel tipe kepribadian introvert dan ekstravert
bertolak ukur pada tujuh sub dimensi, yaitu: a) Activity
b) Sociability
Sub dimensi sociability ditandai dengan adanya kecenderungan
membutuhkan kehadiran orang lain, menyukai pesta dan bersenang-senang, cepat akrab, merasa nyaman dalam situasi-situasi sosial. Nilai tinggi menunjukkan
kecenderungan ekstravert dan nilai rendah menunjukkan kecenderungan introvert. c) Risk Taking
Risk taking ditandai dengan kecenderungan menyukai suatu kehidupan yang
menegangkan dan menyukai pekerjaan yang penuh resiko. Nilai tinggi menunjukkan kecenderungan ekstravert dan nilai rendah menunjukkan
kecenderungan introvert. d) Impulsiveness
Impulsiveness ditandai dengan kecenderungan untuk bertindak secara
tergesa-gesa, kurang pertimbangan, dan kurang berhati-hati dalam membuat keputusan. Mahasiswa yang mendapatkan nilai tinggi cenderung memiliki tipe kepribadian
ekstravert dan mahasiswa yang mendapatkan nilai rendah cenderung memiliki tipe kepribadian introvert.
e) Expressiveness
Sub dimensi expressiveness menunjukkan kecenderungan dari keadaan emosi yang terbuka dan dinyatakan keluar. Apabila mahasiswa mendapatkan nilai tinggi
f) Reflectiveness
Reflectiveness menunjukkan kecenderungan untuk tertarik pada ide-ide,
bersifat mawas diri, dan bijaksana. Nilai tinggi pada reflectiveness menunjukkan kecenderungan tipe kepribadian introvert dan nilai rendah menunjukkan
kecenderungan ekstravert. g) Responsibility
Dari sub dimensi responsibility dapat dilihat kecenderungan akan teliti, dapat
dipercaya dan dapat diandalkan, serta serius. Nilai responsibility yang tinggi menunjukkan kecenderungan tipe kepribadian introvert dan nilai rendah
menunjukkan kecenderungan ekstravert.
Dengan mengetahui nilai atau skor dari tujuh sub dimensi dalam tipe kepribadian di atas, maka dapat diprediksi bagaimana tipe kepribadian mahasiswa
Universitas Pendidikan Indonesia apakah cenderung introvert atau ekstravert.
2. Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook
a. Definisi konseptual variabel
Brown (dalam Asteria, 2011: 49) mengemukakan bahwa kecanduan atau adiksi adalah rasa ketertarikan yang tinggi terhadap sesuatu hal sehingga
menimbulkan keinginan untuk terus-menerus melakukan hal tersebut dan diiringi gejala-gejala tertentu.
b. Definisi operasional variabel
Tingkat kecanduan situs jejaring sosial Facebook pada mahasiswa bertolak ukur pada enam kriteria pada components of addiction dari Griffiths (2005) yang
didapatkan responden dari keenam kriteria tersebut akan menunjukkan tingkat kecanduan tinggi, sedang dan tidak kecanduan. Semakin besar skor total yang
didapatkan responden maka semakin besar kecenderungan responden untuk dikategorikan ke dalam tingkat kecanduan tinggi. Berikut adalah keenam kriteria
tersebut:
1) Salience, adalah keadaan yang menunjukkan ketika sebuah aktivitas menjadi
sangat penting dalam kehidupan seorang individu dan mendominasi pikiran
(preokupasi dan distorsi kognitif), perasaan (memohon) dan perilaku (memburuknya sosialisasi).
2) Mood modification, ditujukan pada pengalaman subjektif berupa konsekuensi
yang dirasakan oleh individu dari keterlibatan dalam suatu aktivitas.
3) Tolerance, adalah proses meningkatkan suatu aktivitas untuk mendapatkan
efek kepuasan.
4) Withdrawal, berarti suatu keadaan dimana individu memiliki perasaan tidak
menyenangkan saat aktivitas tersebut terhenti atau menjadi berkurang.
5) Conflict, adalah pertentangan antara pecandu dengan individu lain di
sekitarnya (konflik interpersonal) atau pertentangan dalam diri pecandu itu
sendiri (konflik intrafisik) dalam kaitannya dengan suatu aktivitas. Berikut adalah penjelasan yang lebih rinci:
a) Konflik intrapersonal, yaitu konflik yang terjadi dalam kehidupan seorang
pecandu dimana mereka berhenti berkompromi dengan hubungan personal (pasangan, anak, tetangga, teman-teman, dll.), kehidupan pekerjaan atau
b) Konflik intrafisik, adalah keadaan ketika seorang individu merasa bahwa
dirinya terlibat secara berlebihan dalam suatu aktivitas dan ingin berhenti,
tetapi ia merasa sulit dan merasa kehilangan kontrol.
6) Relapse, adalah kecenderungan untuk melakukan pengulangan terhadap
pola-pola awal tingkah laku kecanduan atau bahkan menjadi lebih parah walaupun setelah bertahun-tahun hilang dan dikontrol. Hal ini menunjukkan kecenderungan akan ketidakmampuan individu untuk berhenti secara utuh
dari aktivitas tersebut.
E. Instrumen Penelitian
Peneliti menggunakan 2 instrumen penelitian yaitu, Eysenck Personality Inventory (EPI) Form A - modifikasi dan Skala Kecanduan Facebook. Selain itu, peneliti juga menggunakan identitas subjek untuk mendapatkan data tambahan
guna memperkaya hasil penelitian.
1. Instrumen Tipe Kepribadian
Instrumen yang digunakan untuk mengetahui tipe kepribadian individu adalah Eysenck Personality Inventory (EPI) Form A. Instrumen ini diciptakan oleh Eysenck (1963) dan digunakan untuk menentukan kecenderungan tipe
kepribadian sehingga subjek dapat dikategorisasikan ke dalam kelompok introvert, ekstravert, neuroticism (unstable) dan stabil. Namun, dalam penelitian
EPI Form A terdiri dari 57 item dan terbagi ke dalam tiga bagian yaitu: 24 item untuk mengukur neuroticism/stabilitas emosi, 24 item untuk mengukur
introvert-ekstavert dan 9 item sebagai lie scale. EPI Form A versi bahasa Inggris dicantumkan pada lampiran 3.
EPI Form A yang digunakan dalam penelitian ini telah dimodifikasi oleh peneliti dengan bantuan dari dosen pembimbing skripsi dan dosen ahli psikometri. Alasan memodifikasi instrumen beserta paparan hasil uji validitas dan
reliabilitasnya akan dijelaskan lebih rinci pada subbab Proses Pengembangan Instrumen.
Cara pengisian instrumen EPI Form A - modifikasi adalah subjek diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan membubuhkan tanda silang (X) di bawah pilihan jawaban “Ya” atau “Tidak”. Pada instruksi dijelaskan pula bahwa
semua jawaban yang diberikan oleh subjek adalah benar, tidak ada jawaban yang salah, karena semua pertanyaan yang diberikan tidak bertujuan mengukur
kecakapan atau inteligensi Pada setiap item pertanyaan terdapat indikasi: a. ae untuk pertanyaan affiliative extraversion
b. al untuk pertanyaan affiliative lie
c. ne untuk pertanyaan non affiliative extraversion d. nl untuk pertanyaan non affiliative lie
Tabel 3.1
Ketentuan Penilaian EPI Form A
Dalam pengolahan data, akan diperhatikan norma yang telah ditentukan yaitu: a. Apabila subjek mendapatkan nilai ≥ 5 untuk pertanyaan lie scale, maka
nilai dari tes ini tidak dapat dihitung atau digagalkan, karena dapat dikatakan bahwa subjek tersebut mencoba membuat dirinya tampak baik
(socially diserable) dan tidak sepenuhnya jujur dalam memberikan respon. b. Untuk kategorisasi tipe kepribadian, subjek dikatakan memiliki
kecenderungan ekstravert apabila nilai yang dicapai lebih dari nilai
median. Sebaliknya subjek dikatakan memiliki kecenderungan introvert
apabila nilai yang dicapai ≤ nilai median.
Tabel 3.2
Norma Pengolahan Data EPI Form A
No Dimensi Nilai Keterangan 1. Introvert-Ekstravert > nilai median Ekstravert
≤ nilai median Introvert
2. Lie Scale ≥ 5 Tidak dapat dipercaya
< 5 Dapat dipercaya
Di bawah ini adalah nomor item-item dalam EPI Form A sebelum uji coba &
modifikasi. Kisi-kisi EPI Form A sebelum uji coba & modifikasi terdapat pada lampiran 4.
Tabel 3.3
Nomor Item-item EPI Form A (sebelum uji coba & modifikasi)
No Dimensi Aspek Indikator No. Item 1.
Introvert-Ekstravert
Activity - Energetik
- Aktif secara fisik - Cepat dalam bergerak
dan bertindak
Sociability - Mencari dan memiliki banyak teman
- Sering bertemu orang banyak
Risk Taking - Percaya diri dan berani
mengambil resiko - Kurang mempedulikan
konsekuensi dari perbuatannya
10, 49, 56
Impulsiveness - Bertindak secara
mendadak tanpa
Expressiveness - Memperlihatkan emosi
secara terbuka seperti, marah, benci, sedih dan takut
22, 37
Reflectiveness - Memikirkan dan
mengintrospeksi apa yang ingin diketahui
32
Responsibility - Berhati-hati dan teliti sehingga bertanggung
Tingkat kecanduan situs jejaring sosial Facebook pada mahasiswa didapatkan
Griffiths (2005) yaitu salience, mood modification, tolerance, withdrawal,
nomor item-item Skala Kecanduan Facebook sebelum uji coba. Kisi-kisi Skala Kecanduan Facebook sebelum uji coba terdapat pada lampiran 5.
Tabel 3.4
Nomor Item-item Skala Kecanduan Facebook (sebelum uji coba)
No Dimensi Indikator No. Item
1. Salience - Banyaknya waktu yang digunakan
oleh subjek untuk memikirkan dan mengakses Facebook.
1, 2, 3, 4
- Subjek lebih memilih mengakses Facebook daripada aktivitas lain.
5, 6, 7, 8, 9
- Subjek menunda aktivitas lain ketika sedang mengakses Facebook.
10, 11
2. Mood
Modification
- Subjek merasakan kepuasan dan lebih bersemangat saat mengakses Facebook.
12, 13, 14, 15
- Subjek merasa senang saat
menemukan hal/aktivitas baru dari Facebook.
16, 17, 18, 19
- Subjek merasa suasana hatinya yang buruk berubah menjadi lebih baik setelah mengakses Facebook.
20, 21, 22
3. Tolerance - Subjek merasa kebutuhan untuk
mengakses Facebook meningkat
- Subjek melakukan peningkatan waktu mengakses Facebook sejak awal menggunakan sampai sekarang.
26, 27
4. Withdrawal - Subjek merasa gelisah, kesal dan
sedih saat sedang offline Facebook.
28, 29, 30, 31
5. Conflict - Subjek mengalami konflik dengan
orang-orang terdekat (keluarga,
- Subjek memiliki masalah dengan perkuliahan dan aktivitas rekreasi karena mengakses Facebook.
37, 38, 39, 40
- Subjek merasa ia terlibat berlebihan pada aktivitas mengakses Facebook dan sulit untuk berhenti.
41, 42, 43
6. Relapse - Subjek merasa kembali muncul
keinginan untuk mengakses Facebook setelah berhenti.
44, 45, 46, 47, 48
Instrumen ini menggunakan skala Likert yang digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat, atau persepsi seseorang tentang dirinya atau kelompoknya atau sekelompok orang yang berhubungan dengan suatu hal (Silalahi, 2010: 229).
Subjek diminta untuk mengisi kuesioner dengan cara memilih 1 dari 5 alternatif pilihan jawaban yang tersedia, yaitu Tidak Pernah (TP), Jarang (J), Kadang-kadang (KK), Sering (S), Sangat Sering (SS). Setiap pilihan jawaban memiliki
Tabel 3.5
Skoring Skala Kecanduan Facebook
Alternatif Pilihan Jawaban Skoring
Tidak Pernah (TP) 0
Jarang (J) 1
Kadang-kadang (KK) 2
Sering (S) 3
Sangat Sering (SS) 4
Skor yang didapatkan dari subjek dapat langsung dijumlahkan karena semua item merupakan item favorable, yaitu berisi konsep keperilakuan yang sesuai atau
mendukung atribut yang diukur (Azwar, 2012: 41). Dalam hal menentukan tingkat kecanduan Facebook pada mahasiswa, akan dibuat kategorisasi tertentu tertentu untuk mengelompokkan mahasiswa dengan tingkat kecanduan Facebook yang
tinggi, sedang dan tidak kecanduan. Norma tersebut disusun menggunakan kategorisasi jenjang (ordinal) dengan tujuan untuk menempatkan individu ke
dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinuum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2012: 149). Rumus berikut ini akan digunakan untuk menyusun norma Skala Kecanduan Facebook (Ihsan,
2009 : 77).
Tabel 3.6
Rumus dalam Penyusunan Norma Skala Kecanduan Facebook
Kategori Rumus
1. Tinggi T > (µ + 1,0 σ)
2. Sedang (µ - 1,0 σ ≤ T ≤ (µ + 1,0 σ)
Keterangan:
T = sekor T subjek µ = rata-rata baku
σ = deviasi standar baku
Adapun langkah-langkah dalam menyusun norma Skala Kecanduan Facebook
yaitu:
a. Menghitung jumlah item pada Skala Kecanduan Facebook, b. Lalu, menghitung skor maksimal (skor tertinggi x jumlah item),
c. Mencari skor minimum,
d. Kemudian, menentukan luas jarak sebaran (skor maksimal – skor minimum),
e. Selanjutnya, menentukan standar deviasi baku (σ) yaitu dengan menghitung
luas jarak sebaran dibagi 6, dan
f. Langkah terakhir yaitu menghitung rata-rata baku (µ) untuk 3 kategorisasi
(standar deviasi baku x 3).
Setelah dilakukan perhitungan dengan rumus dan langkah-langkah diatas,
norma untuk Skala Kecanduan Facebook, yaitu:
Tabel 3.7
Norma Skala Kecanduan Facebook
Rentang Skor Kategori Tingkat Kecanduan
T > 124 Tinggi
62 ≤ T ≤ 124 Sedang
T < 62 Tidak kecanduan
Mahasiswa yang tinggi tingkat kecanduannya berarti cenderung memiliki intensitas yang tinggi pada munculnya perilaku kecanduan dalam penggunaan
cenderung hanya memunculkan beberapa tingkah laku kecanduan dengan intensitas yang sedang dalam penggunaan situs jejaring sosial Facebook.
Sedangkan mahasiswa yang tidak kecanduan berarti cenderung tidak memunculkan perilaku kecanduan dalam penggunaan situs jejaring sosial
Facebook.
3. Identitas Subjek
Identitas subjek merupakan data tambahan yang dikorelasikan dengan tipe
kepribadian dan tingkat kecanduan situs jejaring sosial Facebook. Identitas subjek ini terdiri dari jenis kelamin, usia, data pribadi pada profil Facebook, jumlah
teman Facebook, jumlah grup Facebook, dan intensitas menulis status Facebook. Peneliti juga menambahkan data mengenai durasi mengakses Facebook dalam sehari yang merupakan item nomor 19 “Menghabiskan waktu lebih dari 5 jam/hari
untuk mengakses Facebook” pada Skala Kecanduan Facebook, untuk dikorelasikan juga dengan tipe kepribadian dan tingkat kecanduan situs jejaring
sosial Facebook.
F. Proses Pengembangan Instrumen
Instrumen-instrumen yang digunakan oleh peneliti telah melalui proses expert
judgement atau penilaian dari ahli di bidang Psikologi dan Bahasa Inggris. EPI Form A diterjemahkan terlebih dahulu oleh peneliti kemudian hasil terjemahannya
diserahkan kepada seorang ahli Bahasa Inggris, yaitu Moch. Edwin Iskandar, S.S untuk dikoreksi. Mengenai Skala Kecanduan Facebook, peneliti menyusun sendiri item-itemnya berdasarkan pada teori kecanduan internet dari Griffiths (2005).
kepada 2 orang ahli di bidang Psikologi, yaitu Siti Chotidjah, M.A.,Psi. dan Drs. MIF Baihaqi, M.Si. Setelah melalui proses expert judgement, peneliti melakukan
uji coba. Khusus untuk instrumen EPI Form A, peneliti melakukan modifikasi pada beberapa item, karena hasil uji validitas menunjukkan bahwa terdapat
beberapa item yang belum valid.
Usaha yang dilakukan peneliti untuk mengembangkan instrumen adalah dengan menguji validitas, reliabilitas dan melakukan analisis faktor. Uji validitas
instrumen bertujuan untuk mengetahui dan menilai apakah suatu item layak digunakan atau tidak. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006: 168). Dalam pengambilan keputusan untuk menentukan kelayakan item, peneliti melihat pada kolom Corrected Item-Total
Correlation. Jika pada kolom tersebut suatu item mendapat nilai ≥ 0,30, maka
item tersebut layak digunakan (valid). Sedangkan jika item mendapat nilai ≤ 0,30,
maka item tersebut tidak layak digunakan (tidak valid). Jika suatu item nilainya tidak mencapai 0,30, namun apabila item itu dihapus akan ada dimensi/indikator
yang terbuang, maka kriteria nilainya bisa diturunkan menjadi ≥ 0,20 (Ihsan,
2009: 69).
Reliabilitas instrumen menunjuk pada suatu pengertian bahwa sebuah
Tabel 3.8
Kriteria Koefisien Reliabilitas
Kriteria Koefisien Reliabilitas
Sangat Reliabel >0,900
Reliabel 0,700-0,900
Cukup Reliabel 0,400-0,700
Kurang Reliabel 0,200-0,400
Tidak Reliabel <0,200
Analisis faktor hanya dilakukan pada Skala Kecanduan Facebook karena instrumen ini merupakan instrumen yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan
teori yang telah ada. Sementara instrumen EPI Form A diciptakan dan telah dikembangkan oleh Eysenck (1963).
1. Pengembangan Instrumen EPI Form A
a. Uji Validitas
Pengujian validitas setiap item pada instrumen EPI Form A menggunakan
metode Alpha Cronbach dengan bantuan software IBM SPSS Statistics 19.
Pada subbab sebelumnya telah dikemukakan bahwa awalnya peneliti menggunakan instrumen EPI yang diadaptasi dari Nurishshifa (2008), tetapi hasil
uji validitas menunjukkan 16 item yang belum valid meskipun koefisien reliabilitasnya adalah 0,737.
Peneliti kemudian mengkonsultasikan permasalahan ini kepada ahli Psikometri, Helli Ihsan, M.Si. Solusi yang diberikan oleh beliau adalah melakukan modifikasi terhadap item-item yang tidak valid dengan menjadikan
item-item yang dianggap kurang sesuai dengan kebiasaan masyarakat Indonesia dan memperbaiki penggunaan bahasanya agar dapat lebih dipahami masyarakat
Indonesia sehingga dapat mengukur apa yang sebenarnya ingin diukur oleh item tersebut.
Peneliti melakukan modifikasi instrumen sebanyak 2 kali, hingga terjadi kenaikan skor corrected item-total correlation dan adapun item yang dihapus tidak membuang indikator. Tabel modifikasi instrumen disajikan pada lampiran 6.
Dalam proses mengembangkan EPI Form A – modifikasi, peneliti mengambil subjek sebanyak 60 mahasiswa, tetapi 5 dari mereka tidak dapat diolah datanya
sehingga uji statistika hanya dapat dilakukan terhadap 55 orang subjek. Data mentah dan hasil uji coba EPI Form A - modifikasi disajikan pada lampiran 7 dan 8. Berikut ini adalah nomor item yang valid dan tidak valid.
Tabel 3.9
Item Valid dan Tidak Valid pada EPI Form A - modifikasi
Item Nomor Jumlah
Valid 1, 3, 8, 10, 13, 15, 20, 22, 25, 27, 29, 32, 34, 37, 39, 41, 44, 49, 51, 53
20 item
Tidak valid 5, 17, 46, 56 4 item
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas EPI Form A – modifikasi juga dihitung menggunakan metode Alpha Cronbach dengan bantuan software IBM SPSS Statistics 19. Hasil uji
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.787 24
Instrumen ini sudah reliabel, tetapi terdapat 3 item yang belum valid yaitu
nomor 5, 46 dan 56. Item-item tersebut dihapus, kemudian dilakukan pengujian ulang, hasilnya adalah sebagai berikut:
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.814 21
Setelah pengujian kedua, masih terdapat 1 item lagi yang belum valid, yaitu item nomor 17. Item tersebut dihapus, kemudian dilakukan pengujian yang ketiga
dan hasilnya adalah sebagai berikut:
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.815 20
Setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas, peneliti melakukan penomoran ulang pada item-item EPI Form A - modifikasi agar dapat disusun dalam kuesioner. Kisi-kisi EPI Form A setelah uji coba & modifikasi terdapat pada
Tabel 3.10
Nomor Item-item EPI Form A – modifikasi (setelah uji coba)
No Dimensi Aspek Indikator No. - Cepat dalam bergerak
dan bertindak
1, 39, 41
1, 21, 22
Sociability - Mencari dan memiliki
banyak teman
- Sering bertemu orang banyak
Impulsiveness - Bertindak secara
mendadak tanpa
Expressiveness - Memperlihatkan
emosi secara terbuka seperti, marah, benci,
Reflectiveness - Memikirkan dan mengintrospeksi apa yang ingin diketahui
32 17
Responsibility - Berhati-hati dan teliti sehingga bertanggung
2. Pengembangan Instrumen Skala Kecanduan Facebook
a. Uji Validitas
Pengujian validitas setiap item pada Skala Kecanduan Facebook menggunakan metode Alpha Cronbach dan metode Principal Component
Analysis dengan bantuan software IBM SPSS Statistics 19.
Dalam proses pengembangan Skala Kecanduan Facebook, peneliti
mengambil subjek sebanyak 30 mahasiswa. Hasil uji validitas menggunakan Alpha Cronbach menunjukkan bahwa item nomor 37 mendapat nilai < 0,30, sehingga item tersebut tidak valid. Dari hasil pengolahan data menggunakan
metode Principal Component Analysis, pada kolom Anti-image correlation tertera bahwa item nomor 32 dan 37 tidak valid, karena nilanya < 0,50. Maka, kedua item
tersebut harus dihapus.
Tabel 3.11
Item Valid dan Tidak Valid pada Skala Kecanduan Facebook
Item Nomor Jumlah
Valid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 33, 34, 35, 36, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48
46 item
Tidak valid 32, 37 2 item
b. Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas Skala Kecanduan Facebook juga menggunakan metode
koefisien Alpha Cronbach dengan bantuan software IBM SPSS Statistics 19.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.972 46
Koefisien reliabilitas yang didapatkan instrumen ini adalah 0, 972. Merujuk pada Kriteria Koefisien Reliabilitas instrumen ini dapat dikatakan sangat reliabel. c. Analisis Faktor
Analisis faktor mempunyai 2 kegunaan umum yaitu tujuan eksploratori dan reduksi data. Analisis faktor yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk
1) Memilih variabel yang layak
Prosedurnya adalah menguji variabel dengan uji KMO dan Bartlett’s test of
sphercity, dan matriks anti-image. Dalam analisis KMO dan Bartlett’s test of
sphercity, akan diputuskan apakah variabel-variabel yang akan dianalisis faktor
secara umum layak dianalisis. Uji KMO menggunakan hipotesis sebagai berikut: H0 =Sampel (variabel) belum layak untuk dianalisis faktor
H1 = Sampel (variabel) layak untuk dianalisis faktor
* Angka signifikansi < 0,05 = H0 ditolak Angka signifikansi > 0,05 = H0 diterima
Sementara angka MSA (Measure of Sampling Adequacy) berkisar antara 0 sampai 1. Berikut ini adalah kriteria untuk menentukan kelayakan variabel (Gebotys dalam Ihsan, 2009: 118):
Tabel 3.12
Kategorisasi Nilai KMO
Nilai KMO Derajat Varian Umum
0,90 – 1,00 Bagus sekali
0,80 – 0,89 Bagus
0,70 – 0,79 Cukup sekali
0,60 – 0,69 Cukup
0,50 – 0,59 Jelek
0,00 – 0,49 Jangan difaktor
Matriks korelasi anti-image menentukan apakah sebuah variabel layak
anti-imagenya < 0,50 maka tidak layak dianalisis faktor dan harus dihapus,
kemudian dilakukan uji KMO ulang. 2) Ekstraksi faktor atau komponen
Analisis faktor eksploratori memiliki 2 pendekatan umum, yaitu principal
component analysis dan common factor analysis. Seleksi metode ekstraksi tergantung pada tujuan peneliti. Principal component analysis digunakan apabila tujuan peneliti adalah untuk meringkas kebanyakan informasi asli (varian) dalam
sebuah jumlah minimum faktor untuk tujuan prediksi. Dalam penelitian ini digunakan metode principal component analysis.
3) Menentukan jumlah faktor
Cara menentukan jumlah faktor yang banyak digunakan adalah kriteria psikometris untuk jumlah faktor yang sering digunakan dalam principal
component analysis, yaitu menggunakan kriteria eigenvalue > 1,00.
4) Rotasi faktor
Faktor-faktor yang bertahan dirotasi kedalam struktur sederhana agar lebih interpretabel. Rotasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah rotasi orthogonal yaitu varimax karena tujuan peneliti adalah untuk mereduksi sejumlah besar
variabel ke dalam susunan yang lebih kecil. 5) Penamaan faktor
Setelah proses rotasi faktor dilakukan, variabel-variabel menjadi berkelompok pada faktor tertentu. Faktor-faktor tersebut kemudian diberi nama oleh peneliti.
Proses analisis data pada Skala Kecanduan Facebook dilakukan sesuai dengan
setiap dimensi terdapat pada lampiran 12. Berikut ini akan dideskripsikan hasil analisis data pada setiap dimensi pada Skala Kecanduan Facebook.
1) Dimensi Salience
Nilai KMO MSA yang diperoleh dimensi salience adalah 0,789. Hal tersebut
berarti derajat varian umumnya “cukup sekali” dan layak dianalisis faktor. Angka
signifikansi yang diperoleh dari uji Bartlett’s test of sphercity adalah 0,000 sehingga H0 ditolak dan data pada dimensi salience layak dianalisis faktor. Dalam
tabel anti-image correlation, 11 item indeksnya > 0,50. Berarti semua item dalam dimensi salience, layak untuk dianalisis faktor.
Dari hasil ekstraksi faktor, dimensi salience menghasilkan 2 faktor. Item nomor 1 dan 7 muatan faktornya terbagi cukup besar di 2 faktor. Kemudian dilakukan rotasi dengan metode varimax. Hasil ekstraksi faktor berubah.
Item-item yang masuk pada faktor 1 adalah Item-item nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan Item-item-Item-item yang masuk ke faktor 2 adalah item nomor 8, 9, 10, 11. Faktor/indikator 1
kemudian diberi nama “Memilih aktivitas di Facebook sebagai aktivitas yang
dominan dalam kehidupan” dan faktor/indikator 2 diberi nama “Mendahulukan
untuk mengakses Facebook daripada mengerjakan hal lain”. 2) Dimensi Mood Modification
Nilai KMO MSA yang diperoleh dimensi mood modification adalah 0,816.
anti-image correlation, 11 item indeksnya > 0,50. Berarti semua item dalam dimensi
ini layak untuk dianalisis faktor.
Dari hasil ekstraksi faktor, dimensi mood modification juga menghasilkan 2 faktor. Item nomor 13, 20 dan 22 muatan faktornya terbagi cukup besar di 2
faktor. Kemudian dilakukan rotasi dengan metode varimax dan hasil ekstraksi faktor berubah. Item-item yang masuk pada faktor 1 adalah item nomor 12, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 21 dan item-item yang masuk ke faktor 2 adalah item nomor
13, 20 dan 22. Faktor/indikator 1 kemudian diberi nama “Merasakan hal positif saat mengakses Facebook” dan faktor/indikator 2 diberi nama “Merasakan
perubahan perasaan setelah mengakses Facebook”. 3) Dimensi Tolerance
Nilai KMO MSA yang diperoleh dimensi tolerance adalah 0,738. Berarti
dimensi ini layak untuk dianalisis faktor. Angka signifikansi yang diperoleh dari
uji Bartlett’s test of sphercity adalah 0,000 sehingga H0 ditolak dan data pada
dimensi mood modification layak dianalisis faktor. Dalam tabel anti-image correlation, 5 item indeksnya > 0,50. Berarti semua item dalam dimensi ini layak
untuk dianalisis faktor.
Tabel hasil ekstraksi faktor menunjukkan bahwa dimensi ini hanya menghasilkan 1 faktor saja, sehingga proses analisis faktor tidak dapat
4) Dimensi Withdrawal
Dimensi withdrawal memperoleh nilai KMO MSA sebesar 0,762. Berarti
dimensi ini layak untuk dianalisis faktor. Angka signifikansi yang diperoleh dari
uji Bartlett’s test of sphercity adalah 0,000 sehingga H0 ditolak dan data pada
dimensi mood modification layak dianalisis faktor. Dalam tabel anti-image correlation, semua item layak dianalisis faktor karena indeksnya > 0,50.
Tabel hasil ekstraksi faktor menunjukkan bahwa dimensi ini hanya
menghasilkan 1 faktor saja, sama seperti dimensi tolerance. Proses analisis faktor tidak dilanjutkan. Faktor tersebut kemudian diberi nama “Merasakan perasaan
yang tidak menyenangkan saat aktivitas mengakses Facebook dihentikan”. 5) Dimensi Conflict
Dimensi conflict memperoleh nilai KMO MSA sebesar 0,630. Berarti dimensi
ini cukup layak untuk dianalisis faktor. Angka signifikansi yang diperoleh dari uji
Bartlett’s test of sphercity adalah 0,000 sehingga H0 ditolak dan data pada dimensi
mood modification layak dianalisis faktor. Dalam tabel anti-image correlation, terdapat 2 item yang tidak layak dianalisis faktor karena nilainya < 0,50, yaitu item nomor 32 dan 37. Item tersebut dihapus, kemudian dimensi ini dianalisis
kembali.
Hasil analisis kedua, menunjukkan bahwa nilai KMO MSA yang diperoleh
dimensi conflict mengalami kenaikan yaitu 0,753. Berarti derajat varian umumnya
“cukup sekali” dan layak untuk dianalisis faktor. Semua item dalam tabel
Dari hasil ekstraksi faktor, dimensi conflict hanya menghasilkan 1 faktor. Maka proses analisis faktor tidak dapat dilanjutkan. Peneliti kemudian
memberikan nama pada faktor tersebut, yaitu “Merasakan pertentangan
interpersonal dan intrafisik karena mengakses Facebook”. 6) Dimensi Relapse
Dimensi relapse memperoleh nilai KMO MSA sebesar 0,738. Berarti dimensi ini layak untuk dianalisis faktor. Angka signifikansi yang diperoleh dari uji
Bartlett’s test of sphercity adalah 0,000 sehingga H0 ditolak dan data pada dimensi
mood modification layak dianalisis faktor. Dalam tabel anti-image correlation, 5
item indeksnya > 0,50, sehingga layak untuk dianalisis faktor.
Tabel hasil ekstraksi faktor menunjukkan bahwa dimensi ini hanya menghasilkan 1 faktor saja, sehingga proses analisis faktor tidak dapat
dilanjutkan. Faktor tersebut kemudian diberi nama “Cenderung tidak mampu mengurangi aktivitas mengakses Facebook”.
Hasil analisis faktor kemudian menghasilkan kisi-kisi Skala Kecanduan Facebook yang baru (terdapat pada lampiran 13). Berikut adalah nomor item-item
Skala Kecanduan Facebook setelah uji coba & analisis faktor:
Tabel 3.13
Nomor Item-item Skala Kecanduan Facebook (setelah uji coba & analisis faktor)
Dimensi Indikator No Item Valid
No Item (Dalam Kuesioner)
Salience
- Mendahulukan untuk - Merasakan perubahan
perasaan setelah mengakses Facebook.
13, 20, 22 39, 42, 45
Tolerance
- Meningkatkan waktu untuk mengakses Facebook demi mencapai kepuasan. tidak menyenangkan saat aktivitas mengakses Facebook terhenti.
- Merasakan pertentangan interpersonal dan intrafisik karena mengakses Facebook
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner atau disebut juga angket adalah satu set tulisan tentang
pertanyaan yang diformulasi agar responden mencatat jawaban berdasarkan alternatif jawaban yang telah ditentukan. (Silalahi, 2010: 296).