PENERAPAN MODEL LEARNING CYCLE 7E UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMA
(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas XI SMA Negeri 4 Bandung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Matematika
Oleh: Tia Tri Wahyuni
0909016
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
PENERAPAN MODEL LEARNING CYCLE 7E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIS SISWA SMA
Oleh Tia Tri Wahyuni
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Tia Tri Wahyuni 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
ii
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
ABSTRAK
Tia Tri Wahyuni. (2013). Penerapan Model Learning Cycle 7E untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMA yang rendah. Padahal, kemampuan ini sangatlah penting dalam matematika. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menerapkan model Learning Cycle 7E. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan menggunakan desain kuasi eksperimen-kelompok kontrol non-ekivalen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI di salah satu SMA Negeri di Kota Bandung tahun ajaran 2012/2013. Sampel yang diambil berupa dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis, angket, serta lembar observasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan kata lain, peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Selain itu, hampir seluruh siswa memberikan respon yang positif terhadap pembelajaran dengan model Learning Cycle 7E.
Kata kunci: kemampuan pemecahan masalah matematis, Model Learning Cycle
7E
ABSTRACT
This research is motivated by the mathematical problem-solving abilities of high school students is low. In fact, this ability is extremely important in mathematics. Therefore, efforts should be made to increase the capacity. One effort to do is apply 7E Learning Cycle model. The method used in this study is the method using a quasi-experimental design quasi-experimental non-equivalent control group. The population in this study were all students of class XI in one of the high schools in Bandung academic year 2012/2013. Samples taken in the form of two classes of experimental class and the control class. The instrument used is an instrument of mathematical problem solving ability tests, questionnaires and observation sheets. The results showed that there are significant differences between the experimental class and the control class. In other words, an increase in students' mathematical problem solving ability experimental classes are better than the control class. In addition, almost all students responded positively to the learning 7E Learning Cycle model.
vi
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. ... L atar Belakang Masalah ... 1
B. ... R umusan Masalah ... 5
C. ... T ujuan Penelitian ... 5
D. ... M anfaat Penelitian ... 5
E. ... D efinisi Operasional ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. ... K emampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 8
vii
C. ... H ubungan Antara Model Learning Cycle 7E dengan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 21 D. ... H
asil Penelitian yang Relevan ... 22 E. ... H
ipotesis ... 23
BAB III METODE PENELITIAN
A. ... M etode dan Desain Penelitian ... 24 B. ... P
opulasi dan Sampel Penelitian ... 25 C. ... I nstrumen Penelitian ... 25 1. ... P
erangkat Pembelajaran ... 25 a. ... R
encana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 25 b. ... B
ahan Ajar ... 25 2. ... I nstrumen Pengumpul Data ... 25 a. ... T
es Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 25 b. ... A
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
D. ... P rosedur Pelaksanaan Penelitian ... 36 1. ... T
ahap Persiapan ... 36 2. ... T
ahap Pelaksanaan... 36 3. ... T
ahap Analisis Data ... 36 4. ... T
ahap Pembuatan Kesimpulan ... 37 E. ... T
eknik Analisis Data ... 39 1. ... A
nalisis Data Kuantitatif ... 39 a. ... A
nalisis Data Pretes... 39 b. ... A
nalisis Data Peningkatan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis ... 40 2. ... A
nalisis Data Kualitatif ... 42 a. ... A
nalisis Data Hasil Angket ... 42 b. ... A
nalisis Data Hasil Observasi ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
ix
1. ... A nalisis Data Kuantitatif ... 45 a. ... A
nalisis Data Pretes... 45 b. ... A
nalisis Data Peningkatan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis ... 50 2. ... A
nalisis Data Kualitatif ... 55 a. ... A
nalisis Data Hasil Angket ... 56 b. ... A
nalisis Data Hasil Observasi ... 60 B. ... P
embahasan ... 66 1. ... K
emampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 66 2. ... S
ikap Siswa terhadap Model Learning Cycle 7E dalam
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. ... K esimpulan ... 70 B. ... S
aran ... 70
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peranan yang penting sebagai sarana membentuk generasi penerus bangsa dalam mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sasaran pendidikan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia. Salah satu indikator yang dapat mencerminkan kualitas sumber daya manusia adalah Human Development Index (HDI). Singkatnya, HDI dapat mengukur kualitas sumber daya manusia suatu negara dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan manusia (UNDP, 2011).
Namun, dalam kenyataannya berdasarkan laporan The United Nations Development Program (UNDP, 2011), HDI Indonesia mengalami penurunan dari
peringkat 111 dari 182 negara ke peringkat 124 dari 187 negara di tahun 2011. Jika dibandingkan dengan negara lainnya seperti Singapura (26), Brunei Darussalam (33), Malaysia (61), Thailand (103), dan Filipina (112), maka sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia belum siap bersaing dengan negara-negara di Asia Tenggara.
Menurunnya peringkat HDI menunjukan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia masih minim jika dibandingkan negara-negara lain diatasnya. Kualitas sumber daya manusia mencerminkan kualitas pendidikan. Artinya, pendidikan Indonesia yang diwujudkan dalam pembelajaran di sekolah belum mampu menghasilkan output yang siap menghadapi persaingan global. Oleh karena itu, pembelajaran di sekolah menjadi salah satu faktor yang menentukan tingkat kualitas sumber daya manusia.
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
pelajaran lain. Begitu juga sebaliknya, seorang siswa yang kesulitan mempelajari matematika akan kesulitan juga mempelajari mata pelajaran lain.
Hal ini sejalan dengan National Research Council pada tahun 1989 yang menyatakan pentingnya matematika dengan pernyataan berikut: “Mathematics is the key to opportunity.” Matematika adalah kunci ke arah peluang-peluang. Bagi seorang siswa, keberhasilan mempelajari matematika akan membuka pintu karir yang cemerlang. Bagi para warga negara, matematika akan menunjang pengambilan keputusan yang tepat. Bagi suatu negara, matematika akan menyiapkan warganya untuk bersaing dan berkompetisi di bidang ekonomi dan teknologi (Shadiq, 2007:3).
Pendapat-pendapat di atas mengatakan bahwa matematika berperan aktif dalam keberhasilan seorang individu. Matematika mengajak kita untuk bersiap menghadapi persaingan global. Oleh karena itu, pembelajaran matematika di sekolah bukan hanya sebagai saringan untuk masa depan siswa dalam memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, akan tetapi matematika diharapkan dapat menyiapkan mental siswa untuk bersaing dengan bangsa lain di dunia.
Tujuan pembelajaran matematika SMA sebagaimana dinyatakan dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 (Shadiq, 2009:1) tentang Standar Isi Mata Pelajaran adalah: (1) memiliki pengetahuan matematika (konsep, keterkaitan antarkonsep, dan algoritm); (2) menggunakan penalaran; (3) memecahkan masalah; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika. Ini menunjukan agar tercapai tujuan pembelajaran matematika siswa SMA dengan baik, salah satunya diharapkan memiliki kemampuan pemecahan masalah.
National Council of Teachers of Mathematics pada tahun 2000 (Amelia,
2012:4) menetapkan pemecahan masalah sebagai salah satu dari lima standar proses matematika sekolah selain penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), komunikasi matematis (communication), keterkaitan dalam matematika
3
ketika para siswa mampu belajar memecahkan masalah yang mereka hadapi. Oleh karenanya pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan utama pendidikan matematika dan bagian penting dalam aktivitas matematika.
Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa penting untuk diterapkan, dikuasai serta dikembangkan. Oleh karena itu, peran guru menjadi lebih sulit dibandingkan dengan kelas dengan pembelajaran konvensional. Guru dituntut membimbing siswa agar tercapai kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sesuai dengan harapan.
Hasil pengamatan menunjukan kemampuan matematika siswa di Indonesia tergolong rendah. Programme for International Student Assessment (PISA) melakukan penilaian problem solving dimana soal-soal yang disajikan pada tes berkaitan dengan masalah non rutin. Tes diberikan pada siswa yang berusia antara 15 tahun 3 bulan dan 16 tahun 2 bulan atau setara dengan jenjang pendidikan SMA. Berdasarkan hasil tes PISA pada tahun 2009, kemampuan matematika siswa di Indonesia menduduki peringkat 63 dari 65 negara di dunia dengan presentase di bawah 10% (OECD, 2010). Hal ini menunjukan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menghadapi soal-soal matematika yang berdampak pada kemampuan matematika yang rendah.
Kemampuan matematika yang rendah ini berkaitan erat dengan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika. Seperti yang diungkapkan NCTM (Apriyani, 2010:14) bahwa pemecahan masalah merupakan fokus dari pembelajaran matematika, karena pemecahan masalah merupakan sarana mempelajari ide dan keterampilan matematika.
Oktavien (2011) dalam penelitiannya yang diberikan kepada 32 siswa kelas X di salah satu SMA di Rengat Kabupaten Indragiri Hulu Riau mengemukakan bahwa kemampuan siswa memecahkan soal-soal matematika berbentuk uraian masih rendah. Hasil analisis deskriptif menunjukan diperoleh rata-rata sebesar 27,84 dari skor ideal 50.
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
masalah matematis 20 orang siswa kelas XI IPA di salah satu SMA di Garut tergolong rendah, yaitu diperoleh rata-rata sebesar 12,90 dari skor ideal 30.
Hal ini mungkin terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya proses pembelajaran di kelas kurang meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, siswa dibiasakan bertemu dengan soal-soal rutin yang kurang mengaitkan materi pembelajaran dengan materi yang telah diterima sebelumnya serta pembelajaran konvensional yang seringkali diterapkan di kelas. Pembelajaran konvensional menjadikan pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered), siswa menerima apa yang diberikan oleh guru sehingga peranannya
menjadi kurang.
Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dapat dikembangkan oleh suatu model pembelajaran yang tepat. Model Learning Cycle 7E menawarkan suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) berdasarkan pandangan konstruktivisme di mana pengetahuan dibangun
dari pengetahuan siswa itu sendiri. Jadi, proses berpikir siswa ketika memecahkan masalah matematika dibentuk dari hasil pengetahuannya sendiri.
Model Learning Cycle 7E merupakan hasil pengembangan oleh Eisenkraft dari model Learning Cycle 5E, yaitu Engagement (mengajak), Exploration (menyelidiki), Explanation (menjelaskan), Elaboration (memerinci), dan Evaluation (menilai) dengan fase Engage menjadi 2 tahapan yaitu Elicit dan
Engage serta Elaborate dan Evaluate menjadi 3 tahapan yaitu Elaborate,
Evaluate, dan Extend (Eisenkraft, 2003).
Tahap Elicit dan Engage, guru berusaha mendatangkan pengetahuan awal serta membangkitkan keingintahuan siswa tentang materi yang akan dipelajari. Tahap Explore dan Explain memungkinkan siswa membangun pengetahuannya sendiri dan menjelaskan kembali konsep yang telah mereka peroleh. Tahap Elaborate, siswa berlatih memerinci konsep. Tahap Evaluate, mengevaluasi apa
saja yang telah dilaksanakan. Tahap terakhir yaitu Extend, siswa memperluas konsep yang telah dipelajari dalam memecahkan masalah yang diberikan.
5
pemecahan masalah matematis perlu dilakukan. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMA pun masih jauh dari harapan. Dengan demikian, peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Model Learning Cycle 7E untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model Learning Cycle 7E lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional?
2. Bagaimanakah kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model Learning Cycle 7E?
3. Bagaimanakah respon siswa terhadap pembelajaran dengan model Learning Cycle 7E?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai:
1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model Learning Cycle 7E dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
2. Kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model Learning Cycle 7E.
3. Respon siswa terhadap pembelajaran dengan model Learning Cycle 7E.
D. Manfaat Penelitian
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1. Bagi siswa, diharapkan dengan menerapkan model Learning Cycle 7E dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis.
2. Bagi guru, diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif dalam penerapan model pembelajaran di kelas.
3. Bagi sekolah, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menerapkan model Learning Cycle 7E untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis.
4. Bagi peneliti, diharapkan memberikan pengalaman dalam menerapkan model Learning Cycle 7E.
E. Definisi Operasional
Agar memiliki pemahaman yang sama terhadap peristilahan yang digunakan, maka berikut beberapa penjelasan secara ringkas:
1. Model Learning Cycle 7E
Model Learning Cycle 7E adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) di mana siswa berperan aktif melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru mengenai materi yang akan dipelajari. Selain itu, siswa bekerjasama dengan yang lain untuk mendapatkan suatu kesimpulan melalui pengetahuan yang mereka miliki sendiri. Model Learning Cycle 7E terdiri dari tujuh tahapan yaitu Elicit, Engage, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, dan Extend.
2. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) sehingga peranan siswa menjadi kurang. Guru terlebih dahulu menjelaskan materi yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan memberikan contoh-contoh soal, kemudian siswa diberi latihan untuk diselesaikan.
3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
7
4. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Kemampuan pemecahan masalah matematis dapat diukur oleh suatu indikator. Adapun indikator kemampuan pemecahan masalah matematis terdiri dari:
a. Mengidentifikasi kecukupan data untuk memecahkan masalah (unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan (unsur-unsur yang diperlukan).
b. Membuat model matematis dari situasi atau masalah sehari-hari. c. Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah
(sejenis atau masalah baru) matematika atau di luar matematika. d. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan serta
24
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kuasi eksperimen yang menerapkan model Learning Cycle 7E dalam perlakuannya, aspek yang diukur adalah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penerapan model Learning Cycle 7E ditetapkan sebagai variabel bebas, sedangkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sebagai variabel terikat.
Penelitian melibatkan dua kelompok kelas sebagai subyek penelitian. Kelompok pertama sebagai kelompok kelas eksperimen memperoleh perlakuan dengan penerapan model Learning Cycle 7E, sedangkan kelompok kedua sebagai kelompok kelas kontrol memperoleh perlakuan pembelajaran konvensional. Data mengenai kemampuan pemecahan masalah matematis diperoleh dari hasil pretes dan postes yang termuat soal-soal pemecahan masalah matematis.
Desain penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen-kelompok kontrol non-ekivalen. Desain ini hampir sama dengan desain penelitian kelompok kontrol pretes-postes, yang membedakannya adalah pada desain ini pengelompokkan subjek tidak secara acak, tetapi menerima keadaan subjek apa adanya. Desain ini melibatkan paling tidak dua kelompok yang tidak dipilih secara acak, ada pretes, perlakuan berbeda dan ada postes. Adapun desain yang digunakan dalam penelitian ini menurut Ruseffendi (Meilina, 2012:27) sebagai berikut.
Kelas Eksperimen : O X O
Kelas Kontrol : O O
Keterangan:
O: pretes atau postes.
25
kelompok (kelas eksperimen).
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 4 Bandung semester genap tahun ajaran 2012/2013. Sampel yang diambil berupa dua kelas yaitu kelas XI IPA 7 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 5 sebagai kelas kontrol. Pada kelas eksperimen dilaksanakan pembelajaran matematika dengan model Learning Cycle 7E, sedangkan kelas kontrol
dilaksanakan pembelajaran konvensional.
C. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua jenis instrumen, yaitu perangkat pembelajaran dan instrumen pengumpul data. Penjelasan dari masing-masing instrumen diuraikan sebagai berikut:
1. Perangkat Pembelajaran
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran bertujuan untuk mengarahkan kegiatan siswa dalam upaya mencapai kompetensi dasar. Langkah-langkah pembelajaran dalam RPP untuk kelas kontrol dirancang dengan menggunakan pembelajaran konvensional, sedangkan langkah-langkah pembelajaran dalam RPP untuk kelas eksperimen dirancang dengan menggunakan model Learning Cycle 7E.
b. Bahan Ajar
Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lembar Kegiatan Siswa atau LKS. LKS berisi tentang permasalahan-permasalahan dalam menemukan konsep-konsep yang dipelajari yang diberikan selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam penyusunan LKS untuk kelas eksperimen ini disesuaikan dengan model Learning Cycle 7E.
2. Instrumen Pengumpul Data
a. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
penerapannya dalam pemecahan masalah matematis meliputi kemampuan memahami masalah, menyusun dan merencanakan strategi pemecahan, melaksanakan strategi pemecahan untuk memperoleh penyelesaian, dan melakukan peninjauan ulang atau mencoba cara lain.
Tes yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pretes dan postes. Pretes diberikan sebelum proses pembelajaran kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan awal masing-masing kelompok. Sedangkan postes diberikan setelah proses pembelajaran untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Soal-soal yang digunakan pada pretes dan postes adalah soal berbentuk uraian agar langkah-langkah proses pemecahan masalah matematis siwa dapat terlihat.
Pedoman penskoran tes kemampuan pemecahan masalah matematis disajikan pada tabel 3.1 berikut. Pedoman ini diadaptasi dari Sumarmo (Oktavien, 2011:58).
Tabel 3.1
Kriteria Penilaian Pemecahan Masalah Matematis
27
interpretasi sudah benar salah, hanya tapi tidak
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu masalah.
29
Sebelum instrumen tes digunakan, terlebih dahulu diujicobakan pada siswa di luar sampel penelitian yang telah mempelajari materi yang akan diujikan yaitu siswa kelas XII. Hal ini bertujuan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran dari tes yang akan digunakan dalam penelitian.
Uji instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis dilakukan pada siswa kelas XII IPA 7 di SMA Negeri 4 Bandung. Untuk mengetahui kriteria-kriteria tersebut, berikut dipaparkan penjelasannya:
1) Validitas
Suatu alat evaluasi dikatakan valid apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Oleh karena itu, keabsahannya tergantung sejauh mana ketepatan alat evaluasi dalam melaksanakan fungsinya (Suherman dan Kusumah 1990:135). Untuk menentukan validitas butir soal digunakan rumus korelasi produk momen memakai angka kasar (raw score), (Suherman dan Kusumah,
r : koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y.
X : skor siswa pada tiap butir soal. Y : skor total tiap siswa.
N : jumlah siswa.
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 3.2
Klasifikasi Koefisien Korelasi
Besarnya rXY Interpretasi
0,80 rXY 1,00 Sangat Tinggi
0,60 rXY 0,80 Tinggi
0,40 rXY 0,60 Sedang
0,20 rXY 0,40 Rendah
0,00 rXY 0,20 Sangat Rendah
Adapun hasil uji validitas tes kemampuan pemecahan masalah matematis sebagai berikut.
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari tabel 3.3, tes kemampuan pemecahan masalah matematis yang diujicobakan memiliki validitas tinggi dan sangat tinggi serta soalnya signifikan dan sangat signifikan. 2) Reliabilitas
Suatu alat evaluasi disebut reliabel jika hasil evaluasi relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama. Istilah relatif tetap di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi mengalami perubahan yang tak berarti (tidak signifikan) dan bisa diabaikan (Suherman dan Kusumah, 1990:167).
No. Soal
Validitas Taraf Signifikansi
XY
r Interpretasi Interpretasi
1 0,62 Tinggi Signifikan
2 0,66 Tinggi Signifikan
31
Koefisien reliabilitas tes bentuk uraian dapat diketahui dengan menggunakan rumus Alpha (Suherman dan Kusumah, 1990:194) yaitu:
r11 : koefisien reliabilitas.
n : banyak butir soal.
Si2 : jumlah varians skor tiap butir soal.
St2 : varians skor total.
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen evaluasi dapat digunakan kriteria menurut J.P. Guilford (Suherman dan Kusumah, 1990:177) sebagai berikut:
Tabel 3.4
Berdasarkan hasil uji reliabilitas tes kemampuan pemecahan masalah matematis menggunakan software Anates V4 uraian, diperoleh koefisien reliabilitas 0,73 yang menunjukan soal memiliki reliabilitas tinggi.
3) Indeks Kesukaran
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Suherman dan Kusumah (1990:212) derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut indeks kesukaran.
Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval 0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran mendekati 0,00 berarti butir soal tersebut terlalu sukar, sebaliknya soal dengan indeks kesukaran 1,00 berarti soal tersebut terlalu mudah.
Untuk menghitung indeks dalam soal bentuk uraian dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Suherman dan Kusumah, 1990:213):
Keterangan:
IK : Indeks Kesukaran.
SA : jumlah skor kelompok atas.
SB : jumlah skor kelompok bawah.
JA : jumlah skor ideal kelompok atas.
JB : jumlah skor ideal kelompok bawah.
Hasil perhitungan indeks kesukaran, kemudian diinterpretasikan dengan kriteria seperti yang diungkapkan oleh Suherman dan Kusumah (1990:213) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.5
Klasifikasi Indeks Kesukaran
Nilai IK Interpretasi
IK = 0,00 Terlalu Sukar
0,00 IK0,30 Sukar
0,30 IK 0,70 Sedang
0,70 IK1,00 Mudah
33
Adapun hasil uji indeks kesukaran tes kemampuan pemecahan masalah matematis sebagai berikut.
Tabel 3.6
Hasil Uji Indeks Kesukaran
No. Soal Nilai Indeks Kesukaran Interpretasi
1 0,74 Mudah
2 0,46 Sedang
3 0,62 Sedang
4 0,63 Sedang
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari tabel 3.6 di atas, bahwa tes kemampuan pemecahan masalah matematis yang diujicobakan memiliki indeks kesukaran mudah dan sedang.
4) Daya Pembeda
Daya pembeda sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut untuk membedakan antara testi (siswa) yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (Suherman dan Kusumah, 1990:199). Daya pembeda dihitung dengan membagi siswa kedalam dua kelompok, yaitu kelompok atas (kelompok siswa yang tergolong pandai) dan kelompok bawah (kelompok siswa yang tergolong rendah).
Untuk menentukan daya pembeda soal bentuk uraian digunakan rumus sebagai berikut (Suherman dan Kusumah, 1990:201):
Keterangan:
DP : Daya Pembeda.
SA : jumlah skor kelompok atas.
SB : jumlah skor kelompok bawah.
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Hasil perhitungan daya pembeda, kemudian diinterpretasikan dengan kriteria seperti yang diungkapkan oleh Suherman dan Kusumah (1990:202) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.7
Klasifikasi Nilai Daya Pembeda Nilai DP Interpretasi
DP0,00 Sangat Jelek
0,00 DP0,20 Jelek
0,20 DP 0,40 Cukup
0,40 DP0,70 Baik
0,70 DP1,00 Sangat Baik
Adapun hasil uji daya pembeda tes kemampuan pemecahan masalah matematis sebagai berikut.
Tabel 3.8
Hasil Uji Daya Pembeda
No. Soal Nilai Daya Pembeda Interpretasi
1 0,25 Cukup
2 0,26 Cukup
3 0,44 Baik
4 0,30 Cukup
35
Tabel 3.9
Rekapitulasi Hasil Uji Instrumen
Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis No.
Berdasarkan rekapitulasi hasil uji intrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis pada tabel 3.9, seluruh soal instrumen dapat dipakai sebagai soal pretes dan soal postes dalam penelitian ini.
b. Angket
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden, dalam hal ini siswa. Angket digunakan untuk mengukur sikap dan tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Pengisian angket dilakukan oleh siswa kelas eksperimen setelah berakhirnya pembelajaran bersamaan dengan dilaksanakannya postes untuk mengetahui mudah atau sulitnya siswa dalam memahami materi dengan model Learning Cycle 7E.
c. Lembar Observasi
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Lembar observasi berupa daftar ceklis yang digunakan oleh observer untuk disesuaikan dengan keadaan pada saat penelitian berlangsung. Peneliti memberi arahan dan penjelasan terhadap pembelajaran model Learning Cycle 7E yang berkaitan dengan kegiatan observasi sebelum
memulai penelitian.
D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Prosedur penelitian terdiri dari 4 tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap analisis data, serta tahap pembuatan kesimpulan. Tahap-tahap ini dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Terdapat beberapa kegiatan pada tahap ini, antara lain melakukan studi pendahuluan yaitu mengidentifikasi, merumuskan masalah, dan melakukan studi literatur. Selain itu, pengembangan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS, penyusunan instrumen berupa pretes dan pretes, uji coba instrumen, mengurus perijinan penelitian, dan memilih dua kelas di SMAN 4 Bandung yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan adalah mengadakan pretes kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum pembelajaran berlangsung untuk mengetahui pengetahuan awal siswa. Selanjutnya melaksanakan pembelajaran sesuai dengan jadwal dan materi yang telah ditetapkan.
Observasi dilakukan di kelas eksperimen yang dilakukan oleh observer. Setelah pembelajaran berakhir secara keseluruhan, dilaksanakan tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa untuk kedua kelas sampel. Selanjutnya pemberian postes pada kedua kelas serta pengisian angket oleh siswa kelas eksperimen untuk mengetahui pendapat siswa mengenai penerapan model Learning Cycle 7E.
3. Tahap Analisis Data
37
eksperimen dan kelas kontrol serta analisa dan pembahasan hasil data kualtitatif berupa hasil angket respon siswa dan lembar observasi.
4. Tahap Pembuatan Kesimpulan
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Studi pendahuluan: identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, studi literatur, dll.
Penyusunan instrumen dan bahan ajar
Uji coba instrumen
Perbaikan instrumen
Pemilihan subjek penelitian: kelas kontrol dan kelas eksperimen
Pemberian Pretes
Perlakuan pada kelas kontrol (pembelajaran konvensional)
Perlakuan pada kelas eksperimen (model Learning Cycle 7E)
Postes
Pengumpulan data
Analisis data
Kesimpulan
Pengisian angket dan lembar observasi Analisis hasil uji coba instrumen
Gambar 3.1
39
E. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif, sehingga pengolahannya dibedakan menjadi dua yaitu analisis data kuantitatif dan analisis data kualitatif. Penjelasannya sebagai berikut:
1. Analisis Data Kuantitatif a. Analisis Data Pretes
Langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis data pretes adalah sebagai berikut:
1) Menganalisis data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol secara deskriptif untuk mengetahui gambaran umum pencapaian siswa mengenai data yang diperoleh. Adapun data deskriptif yang dihitung adalah mean, standar deviasi, nilai maksimum, dan nilai minimum. 2) Menguji normalitas data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol
untuk mengetahui apakah data skor pretes berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji 1-Sample K-S (Kolmogorov-Smirnov) dengan taraf signifikansi 5% adalah uji normalitas yang
digunakan dalam penelitian ini dengan bantuan software SPSS versi 20.0.
3) Jika data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas varians untuk mengetahui apakah kedua data skor pretes mempunyai varians yang homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan uji Lavene.
4) Jika data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berdistribusi normal dilanjutkan uji perbedaaan dua rata-rata dengan uji statistik non-parametrik Mann-Whitney. Alasan pemilihan uji Mann-Whitney yaitu dikarenakan kedua sampel uji saling bebas
(independen).
5) Menguji perbedaan dua rata-rata data hasil pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan uji t (independent sample t test equal variance assumed), jika kedua data skor pretes
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol sama atau tidak pada pretes. Jika kedua data skor pretes tidak mempunyai varians yang homogen, dilanjutkan dengan uji t’ (independent sample t test equal variance not assumed).
6) Jika rata-rata skor pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol sama, dilanjutkan dengan mengolah data peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis. Jika rata-rata skor pretes kedua kelas tidak sama, dilanjutkan dengan mengolah data indeks gain.
b. Analisis Data Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Data peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis diperoleh dari data postes atau data indeks gain. Langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis data peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis adalah sebagai berikut:
1) Menganalisis data postes atau data indeks gain kelas eksperimen dan kelas kontrol secara deskriptif untuk mengetahui gambaran umum pencapaian siswa mengenai data yang diperoleh. Adapun data deskriptif yang dihitung adalah mean, standar deviasi, nilai maksimum, dan nilai minimum.
2) Menguji normalitas data postes atau data indeks gain kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui apakah data postes atau data indeks gain berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji 1-Sample K-S (Kolmogorov-Smirnov) dengan taraf signifikansi 5% adalah uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini dengan bantuan software SPSS versi 20.0.
41
4) Jika data postes atau data indeks gain kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berdistribusi normal dilanjutkan uji perbedaaan dua rata-rata dengan uji statistik non-parametrik Mann-Whitney. Alasan pemilihan uji Mann-Whitney yaitu dikarenakan kedua sampel uji saling bebas (independen).
5) Menguji perbedaan dua rata-rata data hasil postes atau data indeks gain kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan uji t (independent sample t test equal variance assumed), jika kedua data skor postes atau data indeks gain mempunyai varians yang homogen. Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan signifikan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Jika kedua data skor postes atau data indeks gain tidak mempunyai varians yang homogen, dilanjutkan dengan uji t’(independent sample t test equal variance not assumed). Kemudian, data indeks gain digunakan untuk
mengetahui kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis.
Untuk menentukan indeks gain ternormalisasi (Normalize Gain) digunakan rumus dari Hake (Khotimah, 2013:43):
Hasil perhitungan Normalize Gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut.
Tabel 3.10 Kriteria Indeks Gain Nilai (g) Interpretasi
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Berikut diagram prosedur analisis data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini:
2. Analisis Data Kualitatif a. Analisis Data Hasil Angket
Angket dalam penelitian ini diharapkan benar-benar mewakili sikap dan respon siswa terhadap pernyataan yang diberikan, sehingga peneliti memberikan empat alternatif pilihan jawaban.
Angket yang digunakan adalah angket skala Likert yang terbagi ke dalam dua pernyataan, pernyataan positif dan pernyataan negatif. Setiap pernyataan diberikan empat pilihan jawaban, SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Untuk setiap
Gambar 3.2
Diagram Prosedur Analisis Data Kuantitatif
Varians tidak homogen
Kesimpulan
Uji Non-Parametrik (Mann-Whitney)
Populasi berdistribusi tidak normal Populasi
berdistribusi normal
Varians homogen Uji Perbedaan Dua Rata-rata Uji t’ Data: Pretes, Postes, Indeks Gain
Uji Normalitas
Uji Homogenitas
43
pernyataan, pilihan jawaban diberi skor seperti tertera pada tabel 3.11 berikut.
Tabel 3.11
Ketentuan Pemberian Skor Pernyataan Angket
Pernyataan Skor Tiap Pilihan SS S TS STS Positif 5 4 2 1
Negatif 1 2 4 5
Tahap selanjutnya adalah menghitung rata-rata skor tiap subjek untuk masing-masing butir pernyataan menggunakan rumus berdasarkan Sudjana (Hunaeni, 2013:43), yaitu:
Keterangan: : rata-rata.
: skor tiap pernyataan.
n : banyaknya pernyataan angket.
Kriteria penilaian sikap yang diperoleh dari angket ini adalah jika rata-ratanya lebih dari 3 maka siswa memberikan sikap yang positif, sebaliknya, jika rata-ratanya kurang dari 3 maka siswa memberikan sikap yang negatif (Suherman dan Kusumah, 1990:237).
Tahap akhir adalah menghitung persentase dari jumlah siswa untuk setiap kategori perrnyataan. Rumus yang digunakan adalah rumus berdasarkan Syamsudin (Hunaeni, 2013:44):
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu P: persentasi jawaban.
f : frekuensi jawaban. n : banyaknya siswa.
Selanjutnya, penafsiran mengenai persentase angket menurut Syamsudin sebagai berikut:
Tabel 3.12
Klasifikasi Interpretasi Kategori Persentase Angket
Persentase Interpretasi
0% Tidak seorangpun
1% - 24% Sebagian kecil
25% - 49% Hampir setengahnya
50% Setengahnya
51% - 74% Sebagian besar
75% - 99% Hampir seluruhnya
100% Seluruhnya
b. Analisis Data Hasil Observasi
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mengenai penerapan model Learning Cycle 7E untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMA, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model Learning Cycle 7E lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
2. Kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model Learning Cycle 7E berada pada kategori sedang.
3. Respon siswa terhadap pembelajaran dengan model Learning Cycle 7E adalah hampir seluruh siswa memberikan respon yang positif terhadap pembelajaran dengan model Learning Cycle 7E.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang dilaksanakan mengenai penerapan model Learning Cycle 7E, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut.
1. Pembelajaran matematika dengan model Learning Cycle 7E dapat digunakan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran di kelas. Model pembelajaran ini dapat melatih siswa mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis.
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, S. (2012). Pengaruh Accelerated Learning Cycle terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa SMP. Tesis PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Anggraeni, R. (2010). Pengaruh Implementasi Model Learning Cycle terhadap Peningkataan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Skripsi pada FPMIPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Apriyani. (2010). Penerapan Model Learning Cycle “5e” dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMPN 2 Sanden Kelas VIII pada Pokok Bahasan Prisma dan Limas.
[Online]. Tersedia:
http://eprints.uny.ac.id/1405/1/SKRIPSI_APRIYANI.pdf [18 Desember 2012].
Eisenkraft, A. (2003). Expanding the 5E Model. Dalam Journal for High School Science Educators. [online], Vol 70, (6), 56-59. Tersedia: http://its-about-time.com/htmls/ap/eisenkrafttst.pdf [20 Desember 2012].
Fajaroh, F., dan Dasna, I. W. (2007). Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle). [Online]. Tersedia: http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/ [16 Maret 2012].
Hadromi. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle Berbasis Panel Peraga sebagai Upaya Meningkatkan Kompetensi Mahasiswa pada Materi Sistem Pengisian. [Online]. Tersedia: http://dc148.4shared.com/doc/giNfg0i5/preview.html [16 Maret 2012].
Hunaeni, Y. (2013). Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS). Skripsi pada FPMIPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Tia Tri Wahyuni, 2013
Penerapan Model learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Joyce, B., dan Weil, M. (2004). Model of Teaching 7th Edition. United States of America: Pearson Education, Inc.
Meilina, N. (2012). Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 7E dalam Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
OECD. (2010). PISA 2009 at Glance. [Online]. Tersedia: www.oecd.org/dataoecd/31/28/46660259.pdf. [19 Desember 2012].
Oktavien, Y. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Tesis PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Polya, G. (1945). How to Solve It: a New Aspect of Mathematics Method 2nd Edition. New Jearsey: Princeton University Press.
Roshendi, U. (2011). Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing. Tesis PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Shadiq, F. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi. [Online]. Tersedia: pdf [20 Desember 2012].
Shadiq, F. (2009). Kemahiran Matematika. [Online]. Tersedia:
http://p4tkmatematika.org/file/SMA_Lanjut/smalanjut-kemahiran-fadjar.pdf [16 Maret 2012].
Skinner, B. F. (1968). The Technology of Teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs.
74
Suryadi, D. (2011). BAB 4 Pemecahan Masalah Matematika. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/1958 02011984031-DIDI_SURYADI/DIDI-15.pdf [20 Desember 2012].