• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INTEGRATIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP: Suatu Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII di Salah Satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INTEGRATIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP: Suatu Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII di Salah Satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INTEGRATIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

MATEMATIS SISWA SMP

(Suatu Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII di Salah Satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika.

Oleh: Nuni Yustini

0902294

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(2)

Implementasi Model Pembelajaran

Integratif dalam Upaya

Meningkatkan Kemampuan

Berpikir Kritis Matematis Siswa

SMP

Oleh Nuni Yustini

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Nuni Yustini 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

NUNI YUSTINI

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INTEGRATIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

MATEMATIS SISWA SMP

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I,

Dr. Dadan Dasari, M.Si. NIP. 196407171991021001

Pembimbing II,

Dr. Hj. Aan Hasanah, M.Pd. NIP. 197006162005012001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan berpikir kritis dan pentingnya kemampunan berpikir kritis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran integratif lebih baik atau tidak lebih baik daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional 2)Kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran integratif dan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional 3)Sikap siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran integratif. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan desain penelitian matching pretest-postest

control group design. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposif sampel

dengan tujuan ingin mengetahui pengaruh model pembelajaran integratif terhadap kemampuan berpikir kritis matematis, berdasarkan pertimbangan guru Matematika di sekolah diambil dua kelas masing-masing sebagai kelas eksperimen yang diberi perlakuan model pembelajaran integratif dan kelas kontrol melalui model pembelajaran konvensional. Materi pokok dalam penelitian ini adalah segiempat. Data diperoleh dari hasil pre-test dan pos-test kemampuan berpikir kritis matematis, angket sikap siswa dan lembar observasi. Hasil yang diperoleh setelah melakukan penelitian adalah: 1)Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model pembelajaran integratif lebih baik daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional2)Kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model pembelajaran integratif tergolong sedang dan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional tergolong rendah 3)Sikap siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran integratif secara umum adalah positif.

(5)

ABSTRACT

This research is motivated by the lack of critical thinking skills and capacity of the importance of critical thinking. The purpose of this research was to determine: 1) increase critical thinkingskills among students who learn with integrative learning model is better or not better than students who studied with conventional learning model 2) improved quality of critical thinking skills among students who studied with the model integrative learning and student learning with conventional learning model 3) student attitudes whenstudy using an integrative learning model. The method used in this study is the method of quasi-experimental research design with matching pretest-posttest control group design. Sampling using purposive sampling techniques with the aim to determine the effect of integrative learning model for critical thinking mathematically, based on consideration of Mathematics teachers in the school were taken two classes each experiment as a class of models treated with integrative learning and classroom control through conventional learning models. The subject matter of this research is quadrilateral. The data obtained from the pretest and posttest of critical thinking mathematically, students' attitude questionnaires and observation sheets. The results obtained after conducting the research are: 1) increase the critical thinking skills students learn with integrative learning model better than students who studied with conventional learning model 2) Quality improvement of critical thinking skills students learn with integrative learning model classified as medium and students learn with conventional learning models is low 3) the attitude of students when learning using an integrative learning model generally is positive.

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR BAGAN ... viii

DAFTAR DIAGRAM ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Definisi Operasional ... 8

BAB IIKAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Integratif ... 9

B. Model Pembelajaran Konvensional ... 12

C. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 12

D. Keterkaitan antara Model Pembelajaran Integratif dengan Kemampuan Berpikir Kritis ... 16

E. Sikap ... 17

F. Hasil Penelitian yang Relevan ... 18

(7)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian ... 20

B. Desain Penelitian... 20

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21

D. Variabel Penelitian ... 21

E. Bahan Ajar... 21

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 23

2. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 24

F. Instrumen Penelitian ... 25

1. Instrumen Tes... 25

2. Instrumen Non Tes ... 25

a. Angket... ... 26

b. Lembar Observasi ... 26

G. Prosedur Penelitian... ... 27

H. Uji Coba Instrumen ... 28

1. Validitas... ... 28

2. Reliabilitas... ... 30

3. Daya Pembeda... ... 31

4. Indeks Kesukaran... ... 33

I. Teknik Analisis Data... ... 35

1. Analisis Data Kuantitatif... 35

a. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Awal Siswa... 35

b. Analisis Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa... 37

2. Analisis Data Kualitatif... 42

a. Analisis Data Angket... ... 43

b. Pengolahan Data Lembar Observasi... ... 44

(8)

1. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Awal Siswa .... 45

a. Uji Normalitas Data Pre-test ... 46

b. Uji Homogenitas Varians Data Pre-test ... 47

c. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Pre-test ... 48

2. Analisis Perbedaan dan Kualitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 50

a. Uji Normalitas Data Indeks Gain ... 51

b. Uji Homogenitas Varians Indeks Gain... 52

c. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Indeks Gain ... 54

3. Analisis Data Angket ... 55

4. Analisis Hasil Lembar Observasi... 56

a. Hasil Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 56

b. Hasil Lembar Obserasi Aktivitas Siswa ... 58

B. Pembahasan ... 60

1. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 60

2. Sikap Siswa terhadap Model Pembelajaran Integratif ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... ... 65

B. Saran... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ... 13

Tabel 3.1 Hasil Uji Signifikansi Validitas... 29

Tabel 3.2 Interpretasi Kriteria Derajat Reliabilitas ... 31

Tabel 3.3 Interpretasi Kriteria Daya Pembeda ... 32

Tabel 3.4 Hasil Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 32

Tabel 3.5 Interpretasi Kriteria Indeks Kesukaran ... 34

Tabel 3.6 Hasil Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal ... 34

Tabel 3.7 Kriteria Indeks Gain ... 40

Tabel 3.8 Skala Likert Angket untuk Pernyataan Favorable... 43

Tabel 3.9 Skala Likert Angket untuk Pernyataan Unfavorable... 43

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Data Pre-test ... 45

Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Data Pre-test ... 46

Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas Varians Data Pre-test ... 48

Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Pre-test ... 49

Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Data Indeks Gain... 50

Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Data Indeks Gain... 52

Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas Varians Data Indeks Gain... 53

Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Indeks Gain ... 54

Tabel 4.9 Interpretasi Angket Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran yang Menggunakan Model Pembelajaran Integratif ... 55

Tabel 4.10 Rekapitulasi Hasil Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 57

(10)

DAFTAR BAGAN

(11)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Persentase Keterlaksanaan Aktivitas Guru ... 57

Diagram 4.2 Kualitas Keterlaksanaan Aktivitas Guru ... 58

Diagram 4.3 Persentase Keterlaksanaan Aktivitas Siswa ... 59

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Contoh Soal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 3

Gambar 1.2 Contoh Jawaban Soal Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis Siswa 1 ... 4

Gambar 1.3 Contoh Jawaban Soal Kemampuan Berpikir Kritis

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A.1 RPP Kelas Eksperimen

Lampiran A.1.a RPPPertemuan Pertama ... 71

Lampiran A.1.b RPPPertemuan Kedua ... 83

Lampiran A.1.c RPPPertemuan Ketiga ... 94

Lampiran A.1.d RPPPertemuan Keempat ... 107

Lampiran A.2 RPP Kelas Kontrol Lampiran A.2.a RPPPertemuan Pertama ... 117

Lampiran A.2.b RPPPertemuan Kedua ... 127

Lampiran A.2.c RPPPertemuanKetiga ... 136

Lampiran A.2.d RPPPertemuan Keempat ... 144

Lampiran A.3 LKS Model Pembelajaran Integratif Lampiran A.3.a LKS Pertemuan Pertama ... 151

Lampiran A.3.b LKS Pertemuan ... 152

Lampiran A.3.c LKS Pertemuan ... 154

Lampiran A.3.d LKS Pertemuan ... 156

Lampiran B.1 Instrumen Tes Lampiran B.1.a Kisi-Kisi ... 158

Lampiran B.1.b Soal Uji Instrumen ... 164

Lampiran B.1.c Soal Pre-Test ... 166

Lampiran B.1.d Soal Pos-Test ... 168

Lampiran B.1.e Kunci Jawaban ... 170

Lampiran B.1.f Rubrik Penskoran ... 175

Lampiran B.2 Instrumen Non Tes Lampiran B.2.a Angket ... 194

Lampiran C.1 Analisis Instrumen Tes Lampiran C.1.a Validitas, Reliabilitas, Daya Pembeda, Indeks Kesukaran ... 196

(14)

Lampiran D.1.a Daftar Nilai Pre-Test dan Pos-Test Kelas

Eksperimen ... 200

Lampiran D.1.b Daftar Nilai Pre-Test dan Pos-Tes Kelas Kontrol ... 201

Lampiran D.1.c Skor Indeks Gain ... 202

Lampiran D.1.d Analisis Kemampuan Awal Berpikir Matematis Siswa ... 203

Lampiran D.1.e Analisis Peningkatan Kemampuan Berpikir Matematis Siswa ... 204

Lampiran D.2 Analisis Data Instrumen Non Tes Lampiran D.2.a MSI Angket ... 205

Lampiran E.1 Contoh Jawaban LKS Lampiran E.1.a Jawaban LKS Pertemuan Pertama ... 209

Lampiran E.1.b Jawaban LKS Pertemuan Kedua ... 210

Lampiran E.1.c Jawaban LKS Pertemuan Ketiga ... 212

Lampiran E.1.d Jawaban LKS Pertemuan Keempat ... 214

Lampiran E.2 Contoh Jawaban Pre-Test Lampiran E.2.a Jawaban Pre-Test Kelas Eksperimen ... 215

Lampiran E.2.b Jawaban Pre-Test Kelas Kontrol ... 217

Lampiran E.3 Contoh Jawaban Pos-Test Lampiran E.3.a Jawaban Pos -Test Kelas Eksperimen ... 219

Lampiran E.3.b Jawaban Pos -Test Kelas Kontrol ... 221

Lampiran E.4 Contoh Jawaban Angket Lampiran E.4.a Jawaban Angket ... 223

Lampiran E.5 Hasil Lembar Observasi Lampiran E.5.a Lembar Observasi Pertemuan Pertama ... 224

Lampiran E.5.b Lembar Observasi Pertemuan Kedua ... 231

Lampiran E.5.c Lembar Observasi Pertemuan Ketiga ... 238

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hiduptidaklepasdari yang disebutbelajar, baikbelajar formal maupun non

formal.Belajarmerupakanaktivitas yang paling penting,

seseorangtanpabelajarhanyaakanmenjadi orang yang tertinggal.

Manusiatidakdapatlepasdari proses

belajaritusendirisampaikapanpundandimanapunmanusiaituberadasertabelajarjuga

menjadikebutuhan yang

terusmeningkatsesuaidenganperkembanganIlmuPengetahuan. Anwar (Junaidi,

2011) mengemukakandefinisibelajarsebagaiberikut:

Belajaradalahsetiapperubahandarisetiaptingkahlaku yang

merupakanpendewasaan, pematanganatau yang

disebabkanolehsuatukondisidariorganisme.Belajarmerupakan proses individusiswadalaminteraksinyadenganlingkungan,

sehinggamenyebabkanterjadinya proses

tingkahlakusebagaiakibatdaripengalamandanhasilinteraksidenganlingkunga ntersebut

Salah satusaranauntukmencapaiperubahan-perubahanseperti yang

dikemukakan di atasadalahmelaluibelajarmatematika.

Matematikasendirimerupakanilmu yang sangatpentingdandibutuhkandalam proses

belajarmaupundalamkehidupansehari-hari. Standar Kompetensi dan Kompetensi

Dasar (2006:345) menyatakan bahwa:

Matematikamerupakanilmuuniversal yang

mendasariperkembanganteknologi modern,

mempunyaiperanpentingdalamberbagaidisiplin,

(16)

2

memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.

Hal inisejalandengandefinisimatematika yang dikemukakan Paling (Kasim,

2010) bahwa:

Matematikaadalahsuatucarauntukmenemukanjawabanterhadapmasalah yang dihadapimanusia, suatucaramenggunakaninformasi, menggunakanpengetahuantentangbentukdanukuran,

menggunakanpengetahuantentangmenghitung, dan yang paling pentingadalahmemikirkandalamdirimanusiaitusendiridalammelihatdanmeng gunakanhubungan-hubungan. Ide manusiatentangmatematikaberbeda-beda, tergantungpadapengalamandanpengetahuanmasing-masing.

Berdasarkan wawancara mengenai sikap siswa terhadap pembelajaran

matematika kepada beberapa siswa SMP N 3 Lembang pada tanggal 28 Mei 2012,

diawali dengan paradigma mereka terhadap mata pelajaran matematika, mereka

menganggap matematika itu adalah mata pelajaran yang paling sulit diantara

semua mata pelajaran, matematika itu menakutkan, membosankan dan

memusingkan. Dengan paradigma siswa terhadap pelajaran matematika seperti

itu, mengakibatkanadanyakecenderungansiswamenjaditidakmauberpikir, tidak

tertarik dan tidak ada motivasi untuk belajar matematika. Padahal sebagaimana

dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak (2010:118) bahwa “Belajar adalah dampak

dari berpikir dan motivasi juga adalah dampak dari berpikir. Semakin banyak

penekanan guru berikan pada berpikir di dalam pelajaran, semakin besar motivasi

siswa untuk belajar”.

Berpikir kritis adalah bagian dari berpikir. Kemampuan berpikir kritis

sangat perludiberikankepadasemuapeserta didikagar peserta didik dapat memiliki

kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan

hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.Sejalan

dengan pernyataan tersebut, Sumarmo (Jayadipura,2012) mengatakan bahwa:

(17)

3

objektif dan terbuka untuk menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari serta untuk menghadapi masa depan yang selalu berubah.

Pentingnya berpikir kritis mengilhami peneliti melakukan studi pendahuluan

berkenaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan melakukan

observasi terhadap siswa kelas VII di salah satu SMP Negeri di kota Bandung.

Obervasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan berpikir kritis

matematis siswa dengan memberikan tes yang mencakup beberapa indikator yang

strategis dan relevan dengan materi serta tingkatan siswa Sekolah Menengah

Pertama. Dari beberapa indikator diambil beberapa sub indikator berpikikir kritis

menurut Ennis (Sumiaty, et al., 2011) yaitu : mengidentifikasi masalah,

mereview, strategi definisi (tindakan mengidentifikasi persamaan), kemampuan

memberikan alasan, memikirkan alternatif dan mengidentifikasi alasan (sebab)

yang dinyatakan (eksplisit). Contohsoal yang digunakan untuk penelitian studi

pendahuluan disajikan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1

Contoh Soal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Gambar diatas adalah salah satu contoh soal kemampuan berpikir kritis

matematis siswa yang digunakan pada penelitian studi pendahuluan dengan

indikatormengidentifikasi alasan (sebab) yang dinyatakan (eksplisit) yang

termasuk kedalam kelompok indikator menganalisis argumen. Sampel jawaban

(18)

4

Gambar 1.2

Contoh Jawaban Soal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa 1

Berdasarkan contoh jawaban siswa tersebut, siswa masih terlihat belum bisa

mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi alasan yang sudah ada. Jawaban

siswa tersebut menunjukkan pengambilan kesimpulan yang salah. Sampel

jawaban siswa lain disajikan pada Gambat 1.3.

Gambar 1.3

Contoh Jawaban Soal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa 2

Berdasarkan contoh jawaban siswa tersebut, siswa masih terlihat belum bisa

mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi alasan yang sudah ada. Jawaban

siswa tersebut menunjukkan pengambilan kesimpulan yang salah seperti halnya

yang ditunjukkan pada Gambar 1.2. Hal itu menunjukkan bahwa siswa kurang

berlatih dalam berpikir kritis. Siswa kurang berlatih menemukan pola, menyusun

penjelasan, membuat hipotesis, melakukan generalisasi dan mendokumentasikan

temuan-temuan dengan bukti. Van Gelde dan Willingham

(EggendanKauchak,2010:119) menyatakan bahwa “Berpikir kritis mencakup

(19)

5

asesmen terhadap kesimpulan yang didasarkan pada bukti”. Sedangkan

berdasarkan jawaban siswa tersebut, siswa menunjukkan kemampuan berpikir

kritis yang rendah dengan tidak terpenuhinya indikator berpikir kritis dan kurang

mampunya siswa dalam melakukan asesmen terhadap kesimpulan yang

didasarkan pada bukti. Hal ini menguatkan alasan mengapa tidak jarang siswa

yang takut dengan mata pelajaran ini.

Pengajarperlumenciptakansuasanabelajarsedemikianrupadanberusahamemb

antusiswamencapaitujuan-tujuanbelajardengancaramenerapkan model

danstrategibelajar yang baik. Hattie (Arbaa, et al., 2010) menyatakanbahwa

“Pengajaran yang baikadalahfaktorterpentingdalampembelajaransiswa.Pengajaran

yang baikitulebihpentingdaripadakurikulum, pengaturanruangkelas, rekansebaya,

pendanaan, ukuransekolahdankelas, dankepalasekolah”.Dalampembelajaran,

siswaharusdipacuuntukaktif agar

bersemangatdantermotivasidalammenjalanipembelajaran.Siswajugaharusdilatihun

tukmenganalisisgagasan, konsep,

daninformasimatematikagunamemahamimateridanmelatihsiswaberpikirkritis.

Olehkarenaitu, perluditerapkansebuah model pembelajaran yang dapat

merubah paradigma siswa terhadap citra mata pelajaran matematika sehingga

adanya sikap positif siswa terhadap pembelajaran dengan

melibatkansiswauntukaktif;mampumenganalisisgagasan, konsep, daninformasi;

dan mampuberpikirkritisagar siswa bersemangat, dapat tertarik dan termotivasi

dalam belajar matematika. Salah satu model pembelajaran yang

memenuhikriteriatersebutadalah model pembelajaranintegratif.

Model pembelajaranintegratifmenggabungkanempatfasesalingterkait,

yaitufaseberujung-terbuka (siswamendeskripsikan, membandingkan,

danmencaripola), fasekausal

(siswamemberikanpenjelasanbagikesamaandanperbedaan), fasehipotesis

(siswamenghipotesiskanhasilbagikondisi-kondisi yang berbeda),

sertafasepenutupdanpenerapan

(siswamelakukangeneralisasiuntukmembuathubunganluas). Dari ke empat fase

(20)

6

menyusun penjelasan, membuat hipotesis, melakukan generalisasi dan

mendokumentasikan temuan-temuan dengan bukti. Dengan mereka dituntut aktif

dalam pembelajaran akan membuat mereka memberikan perhatian lebih terhadap

pembelajaran serta adanya ketertarikan siswa terhadap pembelajaran matematika

sehingga meningkatnya motivasi siswa dalam pembelajaran matematika.

Berdasarkanpemaparanpeneliti terilhami untuk melakukan penelitian

dengan judul“Implementasi Model Pembelajaran Integratif dalam Upaya

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkanlatarbelakang, rumusan masalah yang

hendakdiungkapkandalampenelitianiniadalahsebagaiberikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang

belajar dengan model pembelajaran integratif lebih baik daripada siswa

yang belajar dengan model pembelajaran konvensional?

2. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa

yang belajar dengan model pembelajaran integratif dan siswa yang belajar

dengan model pembelajaran konvensional?

3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan model

pembelajaran integratif?

C. Batasan Masalah

Untuk mengatasi meluasnya permasalahan, maka dibuat pembatasan

masalah untuk penelitian ini, yaitu :

1. Materi yang terdapatdalambahan ajar pada penelitian ini adalah materi yang

dipelajari di SMP kelas VII pada semester genap yaitu segi empat.

2. Instrumensoal yang dikembangkan berbentuk tes tertulis tipe uraian.

3. Dari 12 indikatorkemampuanberpikirkritissiswamenurut Ennis (Sumiaty, et

al.,2011), akan diambilbeberapaindikator yang strategis danrelevandenganmaterisegi empat serta tingkatan siswa Sekolah Menengah

(21)

7

D. Tujuan Penelitian

Tujuandaripenelitianiniadalah untuk mengetahui:

1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang belajar

dengan model pembelajaran integratif lebih baik daripada siswa yang

belajar dengan model pembelajaran konvensional

2. Kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan

model pembelajaran integratif dan siswa yang belajar dengan model

pembelajaran konvensional.

3. Sikap siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran

integratif.

E. Manfaat Penelitian

Hasilpenelitianinidiharapkanmampumemberikanmanfaat, antaralain :

1. Bagi peneliti

Mengetahui bagaimana kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang

pembelajarannya menerapkan model pembelajaran integratif dan

kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang pembelajarannya

menerapkan model pembelajaran konvensional.

2. Bagi guru

Jika kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh model

pembelajaran integratif lebih baik daripada siswa yang memperoleh model

pembelajaran konvensional, maka model pembelajaran integratif dapat

dijadikan salah satu alternatif model pembelajaran dalam pembelajaran

matematika di sekolah.

3. Bagi siswa

Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran integratif

diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa

(22)

8

F. DefinisiOperasional

1. Model pembelajaranintegratifadalahsebuah model

pembelajaranatauinstruksionaluntukmembantusiswamengembangkanpemah

amanmendalamtentangbangunanpengetahuansistematis.Model

pembelajaraninimenggabungkanempatfasesalingterkait,

yaitufaseberujung-terbuka (siswamendeskripsikan, membandingkan, danmencaripola),

fasekausal (siswamemberikanpenjelasanbagikesamaandanperbedaan),

fasehipotesis (siswamenghipotesiskanhasilbagikondisi-kondisi yang

berbeda), sertafasepenutupdanpenerapan

(siswamelakukangeneralisasiuntukmembuathubunganluas).

2. Kemampuan berpikirkritismatematis adalahkemampuan mengaplikasikan

rasional, kemampuan dalam kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi

kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan

pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi sebagai tahap kegiatan

memecahkan masalah matematika serta menyelidiki secara sistematis proses

berpikir itu sendiri melalui penggunaan bukti dan logika dalam pemecahan

masalah matematika.

3. Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang

berlangsung apa adanya di sekolah, model pembelajaran ini menekankan

kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada

sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi

pelajaran secara optimal.

4. Sikap adalah

suatukemampuanmenerimaataumenolakobjekberdasarkanpenilaianterhadap

(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir

kritis matematis siswa melalui model pembelajaran integratif. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat antara variabel bebas yaitu

model pembelajaran integratif dan variabel terikat yaitu kemampuan berpikir

kritis. Peneliti ingin menguji sebuah perlakuan yaitu model pembelajaran

integratif terhadap kemampuan berpikir kritis, yang diberi perlakuan khusus dan

dikontrol sehingga penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Namun, dalam

penelitian ini pengambilan sampel tidak secara acak siswa, tetapi acak kelas.

Peneliti melakukan penelitian dengan mengambil kelas eksperimen dan kelas

kontrol dengan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya pada kelas tersebut. Oleh

karena itu, menurut Ruseffendi (Nurlaelah, et.al., 2011) penelitian ini berdasarkan

metodenya merupakan penelitian kuasi eksperimen.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol

prates-pascates berpasangan (matching pretest-postest control group design). Pre-test

(obsrevasi yang dilakukan sebelum eksperimen) dan pos-test (observasi yang

dilakukan sesudah eksperimen). Peneliti mengambil dua kelas yang akan

dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kedua kelas diberikan

pre-test (tes awal) kemudian kelas eksperimen diberikan perlakuan berupa model

pembelajaran integratif sedangkan kelas kontrol tidak diberi perlakuantetapi

melaui pembelajaran apadanya disekolah yang disebut dengan model

pembelajaran konvensional. Setelah diberi perlakuan kedua kelas tersebut

diberikan tes kembali berupa pos-test (tes akhir).

Adapun desain penelitian ini (Sukmadinata, 2010:207), adalah sebagai

(24)

21

O O

O O

Keterangan : O : Tes awal (pre-test)atau tes akhir (post-test)

: Pembelajaran matematika dengan menggunakan model

pembelajaran integratif

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah SMP N 1 Lembang. Teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sample (sampel bertujuan). “Teknik ini dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu dan beberapa pertimbangan” (Arikunto, 2010:183). Tujuan dari teknik pengambilan sampel ini adalah peningkatan kemampuan berpikir kritis. Dengan

teknik ini peneliti mengambil sampel yaitu dua kelas yang akan dijadikan kelas

eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan pertimbangan guru matematika.

D. Variabel Penelitian

Arikunto (2010:161) menyatakan bahwa “definisi variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”. Peneliti ingin menyelidiki pengaruh model pembelajaran integratif terhadap peningkatan

kemampuan berpikir kritis maka objek dari penelitian ini adalah model

pembelajaran integratif sebagai variabel bebas dan kemampuan berpikir kritis

sebagai variabel terikat.

E. Bahan Ajar

“Bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran” Pannen

dan Purwanto (Puspitasari dan Mustaji, 2011). Muhaimin dalam modul Wawasan Pengembangan Bahan Ajar mengungkapkan bahwa “bahan ajar adalah segala

X

(25)

22

bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam

melaksanakan kegiatan pembelajaran”. Sedangkan Abdul Majid mendefinisikan

bahan ajar sebagai berikut :

Bahan ajar adalah segala bentuk bahan, informasi, alat dan teks yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.Bahan yang dimaksud bisa berupa tertulis maupun bahan yang tidak tertulis.Bahan ajar atau materi kurikulum (curriculum material) adalah isi atau muatan kurikulum yang harus dipahami oleh siswa dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.

Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis

besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dipelajari siswa

dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan.Secara

terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep,

prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai yang harus dipelajari siswa

dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Bahan atau

materi kurikulum dapat bersumber dari berbagai disiplin ilmu baik yang

berumpun ilmu-ilmu sosial (social science) maupun ilmu-ilmu alam (natural

science). Selanjutnya yang perlu diperhatikan ialah bagaimana cakupan dan

keluasan serta kedalaman materi atau isi dalam setiap bidang studi.

Menurut panduan pengembangan bahan ajar depdiknas (Sukitman, 2012)

disebutkan bahwa bahan ajar berfungsi sebagai :

a. Pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam

proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang

seharusnya diajarkan kepada siswa

b. Pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam

proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang

seharusnya dipelajari/dikuasainya

c. Alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran

Dengan demikian, fungsi bahan ajar sangat terkait dengan kemampuan guru

dalam membuat keputusan yang terkait dengan perencanaan (planning),

(26)

23

Adapun tujuan dari disusunnya bahan ajar adalah:

a. Membantu siswa dalam mempelajari sesuatu

b. Menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar

c. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran

d. Agar kegiatan pembelajaran menjadi menarik

Peranan bahan ajar menurut Iskandar Wassid dan Dadang Sunendar

(Sukitman, 2012) meliputi;

a. Mencerminkan suatu sudut pandang yang tajam dan inovatif mengenai

pengajaran serta mendemonstrasikan aplikasinya dalam bahan ajar yang

disajikan

b. Menyajikan suatu sumber pokok maslah yang kaya, mudah dibaca dan

bervariasi, seuai dengan minat dan kebutuhan para peserta didik

c. Menyediakan suatu sumber yang tersusun rapi dan bertahap

d. Menyajikan metode-metode dan sarana-sarana pengajaran untuk

memotivasi peserta didik

e. Menjadi penunjang bagi latihan-latihan dan tugas-tugas praktis

f. Menyajikan bahan/sarana evaluasi dan remedial yang serasi dan tepat guna

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Landasan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah PP Nomor 19 Tahun

2005 Pasal 20. Disebutkan dalam presentasi sosialisasi KTSP (Muslich, 2008), “perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi pembelajaran,

metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”.

Perencanaan pembelajaran atau biasa disebut Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan

pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang

ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan dalam silabus. Lingkup

Rencana Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang

terdiri atas 1 (satu) atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau

(27)

24

RPP juga didefinisikan sebagai rancangan pembelajaran mata pelajaran per

unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas. Berdasarkan RPP

inilah seorang guru baik yang menyusun RPP itu sendiri maupun yang bukan

diharapkan bisa menerapkan pembelajaran secara terprogram.Karena itu, RPP

harus mempunyai daya terap (aplicable yang tinggi). Tanpa perencanaan yang

matang, mustahil target pembelajaran bisa tercapai secara maksimal,. Pada sisi

lain, melalui RPP pun dapat diketahui kadar kemampuan guru dalam menjalankan

profesinya.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam penelitian ini disusun

untuk empat pertemuan di kelas eksperimen yang menggunakan model

pembelajaran integratif dan empat pertemuan di kelas kontrol yang menggunakan

model pembelajaran konvensional dengan materi yang sama yaitu materi

segiempat.

2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dimaksudkan untuk memacu dan

membantu siswa melakukan kegiatan belajar dalam rangka menguasai suatu

pemahaman, keterampilan, dan sikap.Selain itu, penggunaan LKS dapat

membantu mengarahkan pembelajaran sehingga lebih efisien dan efektif.

Lembar kerja/lembar tugas merupakan bagian dari Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) dan merupakan sebagian alat yang digunakan guru dalam

mengajar.Oleh karena itu, LKS tidak dimaksudkan untuk mengganti guru. Guru

masih memiliki peran, yaitu menjadikan suasana pembelajaran menjadi interaktif.

Selain menggunakan LKS, guru masih harus mengajukan pertanyaan tambahan

kepada siswa yang berkemampuan lebih serta menyederhanakan pertanyaan bagi

siswa yang berkemampuan di bawah rata-rata.

LKS dikembangkan sebagai alat bantu pembelajaran pada kelas

eksperimen yang disusun berdasarkan model pembelajaran integratif. Sedangkan

kelas kontrol hanya dengan model pembelajaran konvensional tanpa alat bantu

(28)

25

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data. Instrumen terbagi menjadi 2 jenis, yaitu instrumen tes dan

nontes.Instrumen yang digunakan oleh peneliti adalah instrumen tes dan

instrumen non tes.

1. Instrumen Tes

Instrumen tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil

belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan

pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. “Intrumen tes adalah

suatu alat yang sudah distandardisasi untuk mengukur salah satu sifat, kecakapan

atau tingkah laku dengan cara mengukur sesuai dengan sampel dari sifat,

kecakapan atau tingkah laku Siti Rahayu Haditono (Junaidi, 2011). Instrumen bentuk tes mencakup : tes uraian (uraian objektif dan uraian bebas), tes pilihan

ganda, jawaban singkat, menjodohkan, benar-salah, unjuk kerja (performance

test), dan portofolio

Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa pre-test dan

post-test berbentuk uraian. Instrumen ini dibuat berdasarkan indikator kemampuan

berpikir kritis yang strategis dan relevan dengan indikator materi serta tingkatan

siswa Sekolah Menengah Pertama.

2. Instrumen Non Tes

“Instrumen non tes biasanya digunakan untuk mengevaluasi bidang afektif atau psikomotorik. Hal ini bisa dilakukan dengan angket, wawancara, observasi dan inventori” (Suherman,1990:70). Pada penelitian ini, instrumen non tes yang digunakan untuk mengukur keterlaksanaan fungsional dari model pembelajaran

integratif terhadap kemampuan berpikir krtis adalah berupa angket dan lembar

(29)

26

a. Angket

Angket yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

sikap siswa ketika siswa mendapatkan pembelajaran integratif . “Angket adalah

sebuah daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab oleh orang yang

akan dievaluasi (responden)” (Suherman, 1990:70). Angket ini diberikan di akhir

pembelajaran setelah tes akhir. Angket dibuat berdasarkan skala Likert yang

terbagi kedalam 5 kategori, yang tersusun secara bertingkat mulai dari Sangat

Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju

(STS).Pada dasarmya skala Likert berjumlah lima alternatif jawaban, akan tetapi

peneliti menghilangkan pilihan netral atau ragu-ragu berdasarkan alasan sebagai

berikut:

1. Adanya jawaban netral menyebabkan adanya kecenderungan responden

menjawab yang ada di tengah-tengah saja.

2. Tidak adanya jawaban netral artinya responden memberi jawaban yang pasti

berarah kearah setuju atau tidak setuju

Pertanyaan dalam angket yang disusun oleh peneliti terdiri dari 10

pertanyaan yang terdiri dari 5 pertanyaan favorable dan 5 pertanyaan unfavorable.

b. Lembar Observasi

Lembar observasi berupa daftar isian yang diisi oleh observer untuk

mengamati secara langsung keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh

guru dan siswa pada saat pembelajaran berlangsung.“Lembar observasi adalah

suatu teknik evaluasi non tes yang menginventariskan data tentang sikap dan

kepribadian siswa dalam kegiatan belajarnya” (Suherman, 1990:76). Lembar

observasi ini bertujuan untuk mengukur atau menilai hasil dan proses belajar

mengajar seperti bagaimana aktivitas guru, aktivitas siswa serta kondisi kelas.

Lembar observasi pada penelitian ini terdiri dari empat lembar observasi

aktivitas guru dan empat lembar obervasi aktivitas siswa untuk empat pertemuan

di kelas eksperimen. Lembar observasi untuk keterlaksanaan aktivititasyang

dilakukan oleh guru dan siswa berupa isianchecklist(√), artinya observer hanya

(30)

27

dalam format lembar observasi terlaksana dan tanda checklist(√) pada kolom

kualitas keterlaksanaan dengan ketentuan: 1=sangat kurang, 2 = kurang, 3 =

cukup, 4 = baik dan 5 = sangat baik.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian ini disajikan pada Bagan 3.1.

.

Bagan 3.1

Prosedur Pelaksanaan Penelitian Analisis data

Menarik kesimpulan

Menyusun laporan

Perlakuan pada kelas eksperimen Model pembelajaran integratif Model pembelajaran konvensional

Post-test kelas kontrol Post-test kelas eksperimen

Mengumpulkan data

Pre-test kelas kontrol Pre-test kelas eksperimen

Menentukan sumber data Melakukan hipotesis Menentukan variabel

Menentukan dan menyusun instrumen

Uji instrumen

Analisis hasil uji instrumen

Perbaikan instrumen Merumuskan masalah

(31)

28

H. Uji CobaInstrumen Tes

Instrumen tes sebagai alat evaluasi dalam penelitian ini hendaknya dapat

mengukur keberhasilan dalam proses pembelajaran di sekolah terutama untuk

mengukur peningkatan kemampuan berpikir kritis setelah kegiatan belajar

mengajar dilaksanakan. Sebagaimana menurut Suherman (1990:9), “fungsi

evaluasi sebagai alat pengukur keberhasilan adalah untuk mengukur seberapa jauh

tujuan instruksional dapat dicapai setelah kegiatan belajar mengajar dilaksanakan”. Untuk mendapatkan hasil evaluasi yang baik tentunya diperlukan alat evaluasi yang kualitasnya baik pula, disamping faktor lain yang dapat

mempengaruhinya. Misalnya pelaksanaan evaluasi (pengawasan), kondisi tester

(pembuat dan pemeriksa hasil tes), dan keadaan lingkungan. Pada alat evaluasi,

validitas dan reliabilitas dapat digunakan untuk menentukan kualitas alat evaluasi.

Kriteria lain yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas adalah indeks

kesukaran dan daya pembeda. Oleh karena itu, sebelum instrumen tes digunakan

dalam penelitian, instrumen tes diujicobakan kemudian dianalisis terlebih dahulu.

Berikut adalah penjabaran analisis kualitas instrumen tes dalam penelitian ini:

1. Validitas

Keabsahan alat evaluasi tergantung pada sejauh mana ketepatan alat

evaluasi itu dalam melaksanakan fungsinya. "Suatu alat evaluasi disebut valid

(absah atau sahih) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya

dievaluasi" (Suherman, 2003). Dengan demikian suatu alat evaluasi disebut valid

jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasi.

Untuk mengetahui apakah suatu instrumen alat ukur telah menjalankan

fungsi ukurnya maka harus dilakukan uji validitas.Perhitungan dilakukan dengan

menggunakan korelasi product moment. Adapun teknik korelasi product moment

dari Karl Pearson (Suherman, 2003)adalah sebagai berikut:

rxy =

n XY−( X)( Y)

(32)

29

Perhitungannya merupakan perhitungan setiap item, hasil yang sudah

didapat dari rumus Product Moment disubstitusikan ke dalam rumus t, dengan

t = uji signifikansi korelasi

n = jumlah sampel

r = nilai koefisien korelasi

Hasil thitung tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga distribusi ttabel

dengan taraf signifikansi (α) = 0,05 yang artinya peluang membuat kesalahan 5% setiap item akan terbukti bila harga thitung ttabel dengan taraf kepercayaan 95%

serta derajat kebebasan (dk)=n-2. Kriteria pengujian item adalah jika thitung lebih

besar dari atau sama dengan harga ttabel maka item tersebut valid dan sebaliknya

jika thitung lebih kecil dari harga ttabel maka item tersebut tidak valid Hasil

perhitungan uji signifikansi validitas disajikan pada Tabel 3.1.

(33)

30

Reliabilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu

alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten,ajeg). Pengujian

reliabilitas adalah berkaitan dengan masalah adanya kepercayaan terhadap

instrumen.Suatu instrumen dapat memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi

(konsisten) jika hasil dari pengujian instrumen tersebut menunjukkan hasil yang

tetap.Dengan demikian, masalah reliabilitas instrumen berhubungan dengan

masalah ketepatan hasil.Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui tingkat

kestabilan suatu alat ukur.Pada penelitian ini, tes yang di uji merupakan tes

tunggal. Tes tunggal adalah tes yang terdiri dari satu perangkat (satu set) yang

dikenakan terhadp sekelompok subyek dalam satu kali pelaksanaan (Suherman,

2003). Oleh karena tes yang diuji merupakan tes tunggal maka uji reliabilitas

dilakukan dengan menggunakan pendekatan internal consistency reliability yang

menggunakan Cronbach Alpha untuk mengidentifikasikan seberapa baik

item-item dalam tes berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Teknik ini

r11 = reliabilitas instrumen

n = banyak butir soal

si2 =jumlah varian skor tiap item

(34)

31

Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi dapat

digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P Guilford yang disajikan pada tabel 3.2.

Tabel 3.2

Interpretasi Kriteria Derajat Reliabilitas

Nilai r11 Kriteria

0,90 ≤r11≤ 1,00 Derajat reliabilitas sangat tinggi 0,70 ≤r11<0,90 Derajat reliabilitas tinggi 0,40 ≤r11< 0,70 Derajat reliabilitas sedang 0,20 ≤r11< 0,40 Derajat reliabilitas rendah

r11< 0,20 Derajat reliabilitas sangat rendah

J.P Guilford(Suherman, 2003)

Nilai koefisien reliabilitas instrumen yang diperoleh dari hasil uji instrumen

adalah 0,92.Nilai ini menunjukkan bahwa derajat reliabilitas instrumen

kemampuan berpikir kritis yang disusun tergolong sangat tinggi.

3. Daya Pembeda

"Pengertian daya pembeda (DP) dari sebuah butir soal menyatakan seberapa

jauh kemampuan butir soal tersebut mampu mebedakan antara testi yang

mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak dapat menjawab

soal tersebut (atau testi yang menjawab salah)" (Suherman, 2003). Dengan kata

lain daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk

membedakan antara testi (siswa) yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan

siswa yang bodoh. Pengertian tersbut didasarkan pada asumsi Galton bahwa “suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata dan yang bodoh karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari ketiga kelompok tersebut”.Sehingga hasil evaluasinya tidak baik semua atau sebaliknya buruk semua.Juga tidak sebagian besar baik atau sebaliknya sebagian

besar buruk, tetapi haruslah berdistribusi normal.Siswa yang mendapat nilai baik

(35)

32

Rumus untuk menentukan daya pembeda uraian :

DP =Xatas −Xbawah SMI

(Suherman, 2003)

Keterangan :

DP = Daya pembeda

Xatas = rata-rata skor tiap soal kelompok atas

Xbawah = rata-rata skor tiap soal kelompok bawah

SMI = Skor Maksimal Ideal

Adapun kalasifikasi interpretasi daya pembeda, disajikan pada tabel 3.3

Tabel 3.3

Daya pembeda instrumen yang diuji berdasarkan hasil perhitungan disajikan

pada tabel 3.4

Tabel3.4

Hasil Daya Pembeda Tiap Butir Soal No. Soal Daya Pembeda Kriteria

(36)

33

mengidentifikasikan sebuah soal dikatakan mudah atau susah untuk diujikan

kepada siswa. Berdasarkan asumsi Galton (Suherman, 2003) mengenai

kemampuan tertentu (karakteristik), dalam hal ini kemampuan matematika, dari

sekelompok siswa yang dipilih secara random (acak) akan berdistribusi normal,

maka hasil evaluasi dari suatu perangkat tes yang baik akan menghasilkan skor

atau nilai yang membentuk distribusi normal. Hal ini mempunyai implikasi bahwa

soal yang baik akan menghasilkan skor yang berdistribusi normal pula, sehingga

sejalan dengan distribusi pada daya pembeda.

Suatu soal dikatakan mempunyai tingkat kesukaran yang baik apabila soal

tersebut tidak terlalu mudah dan juga tidak terlalu sukar.Jika soal terlalu sukar,

maka frekuensi distribusi yang paling banyak terletak pada skor yang rendah

karena sebagian besar mendapat nilai yang jelek.Sebaliknya jika soal yang

diberikan terlalu mudah, maka frekuensi distribusi yang paling banyak berada

pada skor yang tinggi, karena sebagian besar siswa mendapat nilai yang baik.Jika

terlalu sering hal ini dialami, soal seperti ini tidak atau kurang merangsang siswa

untuk meningkatkan motivasi belajarnya.

Untuk menentukan taraf kesukaran soal digunakan rumus sebagai berikut :

IK = X

SMI

(Suherman, 2003)

Keterangan :

IK = Indeks Kesukaran

X = rata-rata skor tiap soal

(37)

34

Klasifikasi indeks kesukaran tiap butir soal yang digunakan, disajikan pada

tabel 3.5

Tabel 3.5

Interpretasi Kriteria Indeks Kesukaran Indeks Kesukaran Kriteria

IK = 1,00 Soal terlalu mudah

0,70 <�� < 1,00 Soal mudah

0,30 <�� 0,70 Soal sedang

0,00 <�� 0,30 Soal sukar

IK = 0,00 Soal terlalu sukar

(Suherman, 2003)

Indeks kesukaran tiap butir soal yang telah diuji, disajikan pada tabel 3.6

Tabel3.6

Hasil Indeks Kesukaran tiap Butir Soal No. Soal Indeks Kesukaran Kriteria

1.a 0,5125 Soal sedang

10.a 0,6125 Soal sedang

(38)

35

I. Teknik Analisis Data 1. Analisis Data Kuantitatif

Pengolahan data kuantitif menggunakan uji statistik dengan bantuan

softwareSPSS statistik 20.0 for windows. Adapun langkah-langkahnya sebagai

berikut:

a. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Awal Siswa

Data pre-test merupakan hasil tes awal siswa, tes awal ini diberikan kepada

kelas eksperimen sebelum mendapatkan materi pembelajaran dengan model

pembelajaran integratif dan kelas kontrol sebelum mendapatkan materi

pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Tujuan dari tes awal ini

adalah untuk mengetahui kemampuan awal berpikir kritis siswa pada kedua kelas

baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Langkah-langkah menganalisis data

pre-test adalah sebagai berikut :

1. Uji Normalitas Data Pre-test

Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah data pre-test kelas

eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal atau tidak. Perumusan

hipotesis uji normalitas ini adalah:

H0 : Skor pre-test (kelas eksperimen dan kelas kontrol) berdistribusi

normal

H1 : Skor pre-test (kelas eksperimen dan kelas kontrol) tidak

berdistribusi normal

Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% (Saintoso, 2010:203) maka

kriteria pengujiannya:

a. H0 diterima jika taraf signifikansi 5%

b. H1 diterima jika taraf signifikansi < 5%

Apabila hasil dari uji normalitas ini kedua datanya berdistribusi normal

maka dilanjutkan dengan uji parametrik yaitu uji homogenitas varians.

Apabila hasil dari uji normalitas salah satu atau kedua datanya tidak

berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji non parametrik

(39)

36

2. Uji Homogenitas Varians Data Pre-test

Apabila hasil uji normalitas kedua datanya berdistribusi normal maka

selanjutnya menggunakan uji statistik parametrik dengan menggunakan uji

homogenitas varians. Uji homogenitas varians dilakukan dengan tujuan

untuk mengetahui seragam atau tidaknya variansi sampel-sampel yaitu

apakah mereka berasal dari populasi yang sama atau tidak. Perumusan

hipotesis yang digunakan pada uji homogenitas adalah :

H0 : Kedua kelompok data pre-test mempunyai varians yang sama

H1 : Kedua kelompok data pre-test mempunyai varians yang berbeda

Apabila dirumuskan kedalam hipotesis statistik (Sudjana,2005:236):

H0 : �12 = �22

H1 : �12 ≠ �22

Keterangan :

�12 : varians kelas eksperimen

�22 : varians kelas kontrol

Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% (Saintoso, 2010:204) maka

kriteria pengujiannya:

a. H0 diterima jika taraf signifikansi 5%

b. H1 diterima jika taraf signifikansi < 5%

Pengujian homogenitas varians ini menggunakan uji Lavene’s test.

3. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Pre-test

Apabila data yang dianalisis berdistribrusi normal dan homogen maka

langkah selanjutnya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata dengan statistik

uji-t sedangkan apabila data yang dianalisis berdistribusi normal tapi tidak

homogen maka langkah selanjutnya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata

dengan statistik uji-t’.Karena tujuan uji perbedaan dua rata-rata data pre-test

ini untuk mengetahui terdapat atau tidak terdapat perbedaan kemampuan

awal berikir kritis matematis siswa maka digunakan uji perbedaan dua

rata-rata dua pihak. Perumusan hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut

(40)

37

H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan awal berpikir kritis

matematis siswa antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

H1 : Terdapat perbedaan kemampuan awal berpikir kritis matematis

siswa antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

Apabila dirumuskan kedalam hipotesis statistik (Sudjana,2005:243):

H0 : �1 =�2

H1 : �1 ≠ �2

Keterangan :

�1 : kemampuan awal berpikir kritis matematis siswa kelas eksperimen

�2 : kemampuan awal berpikir kritis matematis siswa kelas kontrol Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% (Saintoso,2010) maka kriteria

pengujiannya:

a. H0 diterima jika taraf signifikansi 5%

b. H1 diterima jika taraf signifikansi < 5%

b. Analisis Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Jika analisis data hasil pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol

menyatakan bahwa kemampuan awal berpikir kritis matematis siswa sama, maka

data yang digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis

siswa adalah data hasil pos-test. Tujuan dari analisis data pos-test adalah untuk

mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas

eksperimen lebih baik atau tidak daripada kelas kontrol. Langkah-langkah

menganalisis data pos-test adalah sebagai berikut :

1. Uji Normalitas Data Pos-test

Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah data pos-test kelas

eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal atau tidak. Perumusan

hipotesis uji normalitas ini adalah:

H0 : Skor pos-test (kelas eksperimen dan kelas kontrol) berdistribusi

normal

(41)

38

berdistribusi normal

Dengan menggunakan taraf signifikansi 5%(Saintoso, 2010:203) maka

kriteria pengujiannya:

a. H0 diterima jika taraf signifikansi 5%

b. H1 diterima jika taraf signifikansi < 5%

Apabila hasil dari uji normalitas ini kedua datanya berdistribusi normal

maka dilanjutkan dengan uji parametrik yaitu uji homogenitas varians.

Apabila hasil dari uji normalitas salah satu atau kedua datanya tidak

berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji non parametrik

Mann-Whitney.

2. Uji Homogenitas VariansData Pos-test

Apabila hasil uji normalitas kedua datanya berdistribusi normal maka

selanjutnya menggunakan uji statistik parametrik dengan menggunakan uji

homogenitas varians. Uji homogenitas vaarians dilakukan dengan tujuan

untuk mengetahui seragam atau tidaknya variansi sampel-sampel yaitu

apakah mereka berasal dari populasi yang sama. Perumusan hipotesis yang

digunakan pada uji homogenitas adalah :

H0 : Kedua kelompok data pos-test mempunyai varians yang sama

H1 : Kedua kelompok data pos-test mempunyai varians yang berbeda

Apabila dirumuskan kedalam hipotesis statistik (Sudjana,2005:236):

H0 : �2 = �12

H1 : �2 ≠ �12

Keterangan :

�2 : varians kelas eksperimen

�12 : varians kelas kontrol

Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% (Saintoso, 2010:204) maka

kriteria pengujiannya:

a. H0 diterima jika taraf signifikansi 5%

b. H1 diterima jika taraf signifikansi < 5%

(42)

39

3. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Pos-test

Apabila data yang dianalisis berdistribrusi normal dan homogen maka

langkah selanjutnya dilakukan uji perbedaan dua rata-ratadengan statistik

uji-t sedangkan apabila data yang dianalisis berdistribusi normal tapi tidak

homogen maka langkah selanjutnya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata

dengan statistik uji-t’. Karena tujuan uji perbedaan dua rata-rata data

pos-test ini untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis

siswa kelas eksperimen lebih baik atau tidak daripada kelas kontrol maka

digunakan uji perbedaan dua rata-rata satu pihak kanan. Perumusan

hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :

H0 : Rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa

kelas eksperimen tidak lebih baik secara signifikan daripada kelas

kontrol

H1 : Rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa

kelas eksperimen lebih baik secara signifikan daripada kelas

kontrol

Apabila dirumuskan kedalam hipotesis statistik (Sudjana,2005:243):

H0 : �1 =�2

H1 : �1 >�2

Keterangan :

�1 : Rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas eksperimen

�2 : Rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas kontrol

Kriteria pengujian berdasarkan perbandingan

thitung dan ttabel(Saintoso,2010) adalah :

a. H0 diterima jika thitung < ttabel

b. H1 diterima jikathitung ttabel

Hasil thitung dikonsultasikan dengan harga distribusi ttabel dengan taraf

(43)

40

Jika hasil analisis data pre-test menyatakan bahwa kemampuan kedua kelas

berbeda maka data yang digunakan untuk melihat perbedaan peningkatan

kemampuan berpikir kritis matematis siswa antara kelas kontrol dan kelas

eksperimen adalah data gain ternormalisasi (indeks gain). Indeks gain ini dihitung

dengan rumus indeks gain dari Meltzer (Irpan,2012) yaitu:

g = skor postes−skor pretes skor maksimum ideal−skor pretes

Untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis

matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat dari masing-masing

rata-rata skor indeks gain untuk masing-masing kelas. Kriteria interpretasi indeks

gain yang dikemukakanoleh Hake (Irpan,2012) disajikan pada tabel 3.7, yaitu:

Tabel 3.7 eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir

kritis matematis kelas mana yang lebih baik adalah sebagai berikut:

1. Uji Normalitas Data Indeks Gain

Permusan hipotesis untuk uji normalitas data indeks gain adalah sebagai

berikut:

H0 : Indeks gain (kelas kontrol atau kelas eksperimen) berdistribusi

normal

H1 : Indeks gain (kelas kontrol atau kelas eksperimen) tidak

berdistribusi normal

Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% (Saintoso, 2010:203) maka

kriteria pengujiannya:

a. H0 diterima jika taraf signifikansi 5%

(44)

41

Apabila hasil dari uji normalitas ini kedua datanya berdistribusi normal

maka dilanjutkan dengan uji parametrik yaitu uji homogenitas varians.

Apabila hasil dari uji normalitas salah satu atau kedua datanya tidak

berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji non parametrik

Mann-Whitney.

2. Uji Homogenitas VariansData Indeks Gain

Apabila hasil uji normalitas kedua datanya berdistribusi normal maka

selanjutnya menggunakan uji statistik parametrik dengan menggunakan uji

homogenitas varians. Uji homogenitas variansdilakukan dengan tujuan

untuk mengetahui seragam atau tidaknya variansi sampel-sampel yaitu

apakah mereka berasal dari populasi yang sama. Perumusan hipotesis untuk

uji homogenitas varians data indeks gain adalah sebagai berikut:

H0 : Kedua kelompok data indeks gain mempunyai varians yang sama

H1 : Kedua kelompok data indeks gain mempunyai varians yang

Apabila dirumuskan kedalam hipotesis statistik (Sudjana,2005:236):

H0 : �12 = �22

H1 : �12 ≠ �22

Keterangan :

�12 : varians data indeks gain kelas eksperimen

�22 : varians data indeks gain kelas kontrol

Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% (Saintoso, 2010:204) maka

kriteria pengujiannya:

a. H0 diterima jika taraf signifikansi 5%

b. H1 diterima jika taraf signifikansi < 5%

Pengujian homogenitas varians ini menggunakan uji Lavene’s test. 3. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Indeks Gain

Apabila data yang dianalisis berdistribrusi normal dan homogen maka

langkah selanjutnya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata dengan statistik

uji-t sedangkan apabila data yang dianalisis berdistribusi normal tapi tidak

homogen maka langkah selanjutnya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata

(45)

42

gain ini untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis

matematis siswa kelas eksperimen lebih baik atau tidak daripada kelas

kontrol maka digunakan uji perbedaan dua rata-rata satu pihak kanan.

Perumusan hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :

H0 : Rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa

kelas eksperimen tidak lebih baik secara signifikan daripada kelas

kontrol

H1 : Rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa

kelas eksperimen lebih baik secara signifikan daripada kelas

kontrol

Apabila dirumuskan kedalam hipotesis statistik (Sudjana,2005:243):

H0 : �1 =�2

H1 : �1 >�2

Keterangan :

�1 : Rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas eksperimen

�2 : Rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas kontrol

Kriteria pengujiannya Kriteria pengujian berdasarkan perbandingan

thitung dan ttabel (Saintoso,2010) adalah :

a. H0 diterima jika thitung < ttabel

b. H1 diterima jikathitung ttabel

Hasil thitung dikonsultasikan dengan harga distribusi ttabel dengan taraf

signifikansi (α) = 0,05 yang artinya peluang membuat kesalahan 5% serta derajat kebebasan untuk ttabel adalah ( n1 + n2 – 2)

2. Analisis Data Kualitatif

Data kualitatif yang akan dianalisis adalah angket dan lembar observasi,

(46)

43

a. Analisis Data Angket

Hasil angket yang berupa data kualitatif dianalisis dengan mengubah data

kualitatif tersebut menjadi data kuantitatif. Data kualitatif hasil angketditransfer

ke dalamSkala Likert (Suherman:1990) pada tabel 3.8 dan tabel 3.9:

Tabel 3.8

Skala Likert Angket untuk Pernyataan Favorable Kategori Skor

Skala Likert Angket untuk Pernyataan Unfavorable Kategori Skor

Setelah data ditransfer ke dalam Skala Likert kemudian dilakukan proses

mengubah data ordinal menjadi data interval. “Data ordinal adalah data kualitatif

atau bukan angka sebenarnya. Data ordinal menggunakan angka sebagai simbol data kualitatif”Sarwono (2010:250). Data yang telah ditransfer ke dalam Skala Likert tersebut masih berupa data ordinal karena hasil transferannya berupa angka

yang masih merupakan simbol data kualitatif sehingga harus dirubah ke data

interval menggunakan Metode Suksesif Interval (MSI). Metode Suksesif Interval

merupakan proses mengubah data ordinal menjadi data interval. Proses mengubah

data ordinal menjadi data interval ini menggunakan program tambahan pada

Microsoft Exceldengan nama filestat97.xla. Setelah didapat skala interval maka

dilakukan perhitungan rata-rata skor dengan menggunakan rumus menurut

(47)

44

=

Keterangan :

: Rata-rata

W : Nilai setiap kategori

F : Jumlah siswa yang memilih setiap kategori

Untuk memperlihatkan bahwa skor rata-rata menunjukkan sikap siswa

positif adalah dengan melakukan perhitungan skor netral yaitu rata-rata skor dari

tiap pernyataan dan rata-rata perhitungan skor dari jawaban siswa dengan

ketentuan :

1. Jika > skor netral maka siswa memiliki sikap positif

2. Jika = skor netral maka siswa memiliki sikap netral

3. Jika < skor netral maka siswa memiliki sikap negatif

b. Pengolahan Data Lembar Observasi

Hasil data yang diperoleh dari lembar observasi ada dua, yaitu data lembar

observasi aktivitas guru dan data lembar observasi aktivitas siswa yang dianalisis

melalui persentase serta kualitas keterlaksanaan aktivitas guru dan aktivitas siswa

(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan pada hasil penelitian yang dilakukan,

maka dapat ditarik kesimpulan mengenai pengaruh implementasi model

pembelajaran integratif terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa

sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model

pembelajaran integratif lebih baik daripada siswa yang belajar dengan

model pembelajaran konvensional.

2. Kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan

model pembelajaran integratif tergolong sedang dan siswa yang belajar

dengan model pembelajaran konvensional tergolong rendah.

3. Sikap siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran

integratif secara keseluruhan adalah positif.

B. Saran

Berdasarkan uraian pada hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan,

maka terdapat hal yang disarankan oleh peneliti bagi yang akan menggunakan

model pembelajaran integratif yaitu supaya mengalokasikan waktu yang cukup

lama pada fase kausal yang terdapat dalam langkah model pembelajaran integratif,

karena pada fase ini siswa dituntut mencari kesamaan dan perbedaan serta

mencari kemungkinan sebab-akibat didalam informasi sebelum mereka membuat

hipotesis sehingga dapat mematangkan pemahaman siswa di awal pembelajaran

Gambar

Gambar 1.1 Contoh Soal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis .................
Gambar 1.1 Contoh Soal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Gambar 1.2 Contoh Jawaban Soal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa 1
Tabel 3.1 Hasil Uji Signifikansi Validitas
+6

Referensi

Dokumen terkait

Model pembelajaran ini sendiri merupakan suatu bentuk dari rangkaian pendekatan, strategi, metode, teknik dan juga taktik Teknik Pembelajaran dapat diatikan sebagai

Untuk metode Indeks Sentralitas Marshall, pembentukan orde wilayah 28 administrasi kecamatan berdasarkan karakteristik kekotaan yang ditinjau dari 19 fasilitas

Uji multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model. Semakin tinggi

Nyawanya meninggalkan tubuhnya dengan sebuah senyum khas di wajahnya dan video kamera mengambil gambar wajahnya dari berbagai sudut, sebagai bukti akan dua hal: (i) bahwa ini

we used 3 methods to solve the problem, the methods are AHP for feature selection, SVM for classification from 3 classes to 2 classes, and then TOPSIS give a

Prinsip kerja ikhlas mengajarkan kepada kita untuk tidak selalu terpaku pada hasilnya dan lebih menitik beratkan pada prosesnya, kerja ikhlas mampu mengangkat

penelitian menunjukkan bahwa OHIS dengan kategori baik mempunyai rerata DMFT. 1,67 ± 1,40 sedangkan OHIS dengan kategori buruk mempunyai rerata

Memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan RI dan/atau laut lepas, yang tidak memiliki