• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE TANYA-JAWAB DENGAN TEKNIK PROBING-PROMPTING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DI KELAS XI IPA 4 SMAN 14 BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN METODE TANYA-JAWAB DENGAN TEKNIK PROBING-PROMPTING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DI KELAS XI IPA 4 SMAN 14 BANDUNG."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

1.2Rumusan Masalah dan Pertanyaan penelitian ... 11

1.3Tujuan Penelitian ... 12

1.4Manfaat Penelitian ... 13

1.5Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 15

2.1Pengertian Metode Tanya-Jawab ... 15

2.1.1 Tujuan Metode Tanya Jawab ... 18

2.1.2 Metode Tanya Jawab dalam Pembelajaran Sejarah ... 21

2.2 Teknik Probing Prompting ... 22

2.3 Keterampilan Berpikir Krtitis ... 29

2.3.1 Pengertian Keterampilan Berpikir ... 29

2.3.2 Keterampilan Berpikir Kritis ... 31

2.3.3 Keterampilan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Sejarah ... 34

2.4 Metode Tanya Jawab Sebagai Salah Satu Pengembangan Kemampuan berpikir Kritis ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

3.1Metode Penelitian ... 42

3.2Desain Penelitian ... 43

(2)

3.4 Definisi Operasional ... 50

3.4.1 Metode Tanya Jawab ... 50

3.4.2 Teknik Probing-Prompting ... 53

3.4.2 Keterampilan Berpikir Kritis ... 54

3.5 Prosedur Penelitian... 57

3.6 Instrumen Penelitian... 58

3.6.1 Lembar Panduan Observasi ... 59

3.6.2 Pedoman Wawancara ... 59

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 60

3.7.1 Observasi ... 60

3.7.2 Dokumentasi ... 62

3.7.3 Wawancara ... 62

3.8 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 63

3.8.1 Data Kuantitatif ... 64

3.8.2 Data Kualitatif ... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 67

4.1Gambaran Umum SMA Negeri 14 Bandung ... 67

4.1.1 Sejarah berdirinya SMA Negeri 14 Bandung ... 67

4.1.2 Kondisi Guru dan Siswa di SMA Negeri 14 Bandung ... 72

4.2Deskripsi Perencanaan Penerapan Metode Tanya-Jawab dengan Teknik Probing-Prompting dalam Pembelajaran Sejarah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 75

4.3Tahapan-tahapan Pelaksanaan Penerapan Metode Tanya-Jawab dengan Teknik Probing-Prompting dalam Pembelajaran Sejarah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 78

4.3.1 Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran Siklus I ... 78

4.3.2 Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran Siklus II ... 97

4.3.3 Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran Siklus III ... 115

(3)

4.4 Penerapan Metode Tanya-Jawab dengan Teknik Probing-Prompting Untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Pembelajaran

Sejarah ... 144

4.5 Analisis Hasil Pengolahan Data Penelitian Melalui Penerapan Metode Tanya-Jawab dengan Teknik Probing-Prompting dalam Pembelajaran Sejarah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 147

4.3.1 Deskripsi data hasil lembar observasi berpikir kritis siswa ... 147

4.3.2 Deskripsi Hasil Wawancara ... 154

4.3.1.1 Deskripsi Hasil Wawancara dengan Guru ... 154

4.3.1.2 Deskripsi Hasil Wawancara dengan Siswa ... 156

4.5 Kendala yang dihadapi dalam menerapkan Metode Tanya-Jawab dengan Teknik Probing-Prompting ... 160

4.6 Refleksi Diterapkannya Metode Tanya-Jawab dengan Teknik Probing-Prompting dalam Pembelajaran Sejarah ... 162

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 165

5.1 Kesimpulan ... 165

5.2 Saran ... 168

DAFTAR PUSTAKA ... 171

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Keterampilan Berpikir Kritis menurut Ennis...36

Tabel 3.1 Kemampuan Berpikir Kritis sesuai Kebutuhan Penelitian...57

Tabel 3.2 Alat Pengumpul Data ...64

Tabel 3.3 Kategori Skor Kemampuan Berpikir Kritis...65

Tabel 4.1 Sarana dan Prasarana Sekolah...69

Tabel 4.2 Daftar Nama Siswa...77

Tabel 4.3 Hasil Observasi Berpikir Kritis Siklus I...87

Tabel 4.4 Perolehan Skor Siklus I ...90

Tabel 4.5 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I...92

Tabel 4.6 Hasil Observasi Berpikir Kritis Siklus II...105

Tabel 4.7 Perolehan Skor Siklus II... ...109

Tabel 4.8 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II...111

Tabel 4.9 Hasil Observasi Berpikir Kritis Siklus III...122

Tabel 4.10 Perolehan Skor Siklus III...125

Tabel 4.11 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus III...127

Tabel 4. 12 Hasil Observasi Berpikir Kritis Siklus IV...136

Tabel 4.13 Perolehan Skor Siklus IV...139

Tabel 4.14 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus IV...141

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Desain Penelitian Siklus Model Kemmis...45

Gambar 4.1 Denah lokasi SMA Negeri 14 Bandung...71

Gambar 4.2 Siswa sedang memaparkan hasil temuannya...102

Gambar 4.3 Siswa sedang menyampaikan pendapatnya...120

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Metode tanya-jawab seringkali dikaitkan dengan kegiatan diskusi,

seminar, dan kegiatan ilmiah lain yang di dalammnya terjadi proses tanya-jawab,

meskipun terdapat perbedaan pada pelaksanaannya. Pada dasarnya dalam

beberapa kegiatan ilmiah tersebut memiliki persamaan yaitu sama-sama terjadi

proses tanya-jawab untuk bertukar pengetahuan dan informasi yang dirasa belum

jelas. Secara umum tanya-jawab bisa dilakukan dalam kegiatan pembelajaran

seperti ketika kegiatan diskusi. Sebenarnya metode tanya-jawab sendiri dapat

dilakukan terpisah secara khusus pada proses pembelajaran.

Metode tanya-jawab dalam dunia pendidikan merupakan salah satu metode

pembelajaran konvensional yang sering digunakan dalam proses belajar mengajar

di kelas, selain metode ceramah dan diskusi. Metode ini seringkali disandingkan

dengan metode ceramah, dan metode diskusi. Metode ini memang tepat

digunakan untuk menjawab materi yang dirasa belum dipahami oleh siswa. Hal

ini juga senada dengan pendapatnya Roestiyah (2008: 129) yang menyatakan

bahwa:

(7)

mungkin pengalaman yang dihayati dengan tanya-jawab itu, pelajaran akan lebih mendalam dan meluas.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode

tanya-jawab merupakan salah satu metode pembelajaran alternatif yang dapat

digunakan pada proses pembelajaran di kelas untuk memotivasi siswa agar dapat

kemampuan berpikirnya bisa berkembang. Selain itu metode tanya-jawab juga

digunakan oleh guru untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami dan

menyimak materi pelajaran yang sudah diberikan. Penggunaan metode

tanya-jawab juga digunakan untuk membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap

materi yang sedang dibahas sehingga mendorong minat siswa untuk belajar.

Hal di atas juga senada dengan pendapatnya Supriatna (Hakim, 2012: 6)

yang menyatakan bahwa:

„Salah satu alasan guru menggunakan metode tanya-jawab adalah karena dapat membangkitkan atau menimbulkan keingintahuan siswa terhadap isi permasalahan yang sedang dibicarakan, sehingga mendorong minat siswa untuk berprestasi dalam proses belajar mengajar. Selain itu dengan metode tanya-jawab akan membangkitkan motivasi siswa karena ketika guru memberikan pertanyaan dengan penuh semangat maka siswa akan tepicu untuk mencari jawaban‟.

Namun pada kenyataannya penggunaan metode tanya-jawab pada proses

pembelajaran di kelas kurang maksimal. Sehingga membuat metode ini hanya

dijadikan selingan dalam proses pembelajaran. Kurangnya guru dalam

memaksimalkan metode tanya-jawab disini, seperti halnya pertanyaan yang

diajukan guru yang jawabannya terbatas pada tataran faktual, sehingga

mengakibatkan pikiran siswa tidak berkembang. Untuk itu guru perlu

memperhatikan jenis pertanyaan yang digunakan. Pertanyaan yang diajukan

(8)

sehingga siswa ikut terlibat dalam menggali materi pelajaran yang sedang dibahas.

Selama ini guru hanya menggunakan pertanyaan kognitif tingkat rendah, yaitu

berupa pertanyaan faktual seperti angka tahun dan nama tokoh yang sudah

terdapat di dalam buku teks siswa. Hal ini membuat kesempatan siswa untuk

berpartisipasi dan berpikir mandiri dalam proses belajar menjadi terbatas.

Sehingga membuat siswa acuh, dan merasa tidak perlu untuk memperhatikan

penjelasan guru, karena materi yang dijelaskan tertuang di dalam buku.

Permasalahan di atas juga senada dengan yang diungkapkan oleh Brown (1991:

116) yang menyatakan bahwa:

Sepanjang sejarah penggunaan pertanyaan terungkap kejutan lebih lanjut kebanyakan guru jarang sekali menggunakan pertanyaan tingkat tinggi. Padahal pertanyaan inilah yang merangsang pemikiran tingkat tinggi. Dalam sebuah tinjauan oleh Gall (1970) diperkirakan lebih dari 60% pertanyaan guru hanya menuntut para pelajar untuk mengingat kembali kejadian-kejadian , 20% pertanyaan guru yang menuntut murid berpikir dan 20% berhubungan dengan soal prosedural.

Berdasarkan pendapat di atas maka sebenarnya metode tanya-jawab ini

jika penggunaannya maksimal dapat menumbuhkan antusias siswa dan

memusatkan perhatiannya pada proses pembelajaran yang sedang berlangsung.

Selain itu juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Untuk itu perlu

adanya usaha untuk memaksimalkan penggunaan metode tanya-jawab ini, salah

satunya yaitu dengan penggunaan pertanyaan tinggkat tinggi dan pertanyaan

mengarahkan dan menggali (probing -prompting).

Pertanyaan-pertanyaan tingkat tinggi dapat mendorong siswa

mengambangkan kemampuan berpikir kritisnya. Hal ini juga sesuai tujuan dari

(9)

No. 22 tahun 2006 mengenai Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan

Menengah, yang berisi:

1. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat

yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa

depan

2. Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar

dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan

3. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap

peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa

lampau

4. Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya

bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga

masa kini dan masa yang akan datang

5. Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari

bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat

diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun

internasional, (Pusat Kurikulum, 2006)

Berdasarkan tujuan pembelajaran sejarah yang termuat pada poin dua yang

berbunyi, “melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara

benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan”. Tujuan pembelajaran sejarah di atas, pembelajaran sejarah diharapkan dapat

mengarahkan peserta didik agar mampu meningkatkan dan melatih kemampuan

(10)

peristiwa sejarah dengan baik berdasarkan pendekatan ilmiah. Melalui

pembelajaran sejarah, siswa diharapkan memiliki jiwa patriotisme, karena para

siswa kelak akan menjadi penerus pembangun bangsa ini.

Merujuk pada tujuan pembelajaran sejarah di atas, maka pentingnya

pengembangan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran sejarah

dimaksudkan agar siswa tidak saja mengetahui peristiwa yang terjadi, namun

siswa juga dapat menyikapi setiap peristiwa yang terjadi dalam materi-materi

yang dipelajari. Sehingga dengan melatih kemampuan berpikir kritis, dalam diri

siswa tumbuh rasa ingin tahu siswa terhadap peristiwa yang terjadi secara

mendalam, dengan memilah informasi dari berbagai sumber. Berpikir kritis dalam

pembelajaran sejarah yaitu bagaimana siswa dapat memilah informasi dengan

mempertimbangkan bukti-bukti yang valid untuk menemukan informasi yang

valid atau sahih.

Bagaimanapun dalam pembelajaran sejarah kemampuan berpikir kritis

menjadi hal utama agar siswa tidak terjebak pada informasi yang salah dan tidak

dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Untuk itu dalam

proses pembelajaran di kelas siswa tidak saja hanya menjadi subjek penerima

informasi. Melainkan siswa juga harus diajak untuk berpikir kritis dalam

memahami informasi tersebut. Pendapat di atas juga diperkuat oleh pendapatnya

Sapriya (2011: 145) “perlunya mengembangkan kemampuan berpikir kritis untuk siswa di sekolah diakui oleh sejumlah ahli pendidikan. Preston dan Herman yang

menyatakan bahwa inkuiri dan keterampilan berpikir kritis tumbuh subur di kelas

(11)

berbeda yang dibawa oleh guru dan mendorong siswa untuk berpikir secara

bebas”.

Idealnya pembelajaran sejarah dapat mengembangkan keterampilan

berpikir siswa seperti yang termuat dalam tujuan pembelajaran sejarah. Namun

pada kenyataannya proses pembelajaran di sekolah lebih condong pada

penyampaian materi dari guru kepada siswa, hal ini juga diperkuat oleh

pendapatnya Supriatna yang menyatakan bahwa :

Pembelajaran yang berangkat dari pandangan esensialistis yang menekankan pada penguasaan disiplin ilmu serta pandangan perenialistis yang menekankan pada pewarisan nilai dan pada penguasaan ranah kognitif berupa penguasaan fakta sejarah membuat guru masih mengacu pada proses transfer informasi kepada siswa walaupun sudah banyak inovasi pembelajaran yang demokratis (Supriatna, 2007: 1).

Keberadaan kurikulum yang bersifat perenialis dan esensalis ditambah

dengan pengaruh dari budaya feodal dan patronase menyebabkan pembelajaran

sejarah berlangsung dengan kecenderungan pemaparan fakta. Selain itu proses

pembelajaran di kelas bersifat satu arah, siswa menjadi penerima informasi dari

guru tanpa dapat memahami manfaat pembelajaran sejarah dalam kehidupan

sehari-hari. Hasil pengamatan peneliti pada saat proses pembelajaran sejarah

berlangsung di kelas XI IPA 4 SMAN 14 BANDUNG, proses pembelajaran

menggunakan metode diskusi dan presentasi, peneliti mendapat gambaran tentang

kondisi kelas yaitu:

1. Ketika pelajaran sejarah berlangsung, siswa sangat antusias selama mengikuti

proses pembelajaran. Hal ini ditunjukan dengan respon siswa yang aktif

(12)

2. Pada saat presentasi kelompok berlangsung, ketika sesi tanya-jawab

berlangsung, peneliti melihat pertanyaan yang diajukan siswa, dan jawaban

yang diberikan oleh anggota kelompok belum menunjukkan kemampuan

berpikir tingkat tinggi, masih terbatas pada penyampaian informasi yang

terdapat pada buku teks.

3. Umumnya ketika siswa ditugaskan untuk diskusi kelompok seringkali

dalam satu kelompok cenderung membebankan tugas pada satu orang untuk

mengerjakan tugas. Sehingga anggota lain yang tidak mengerjakan tugas

tidak menguasai materi yang didiskusikan dalam kelompoknya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, selama proses pembelajaran

berlangsung siswa kelas XI IPA 4 ini kebanyakan lebih aktif dibandingkan

dengan kelas IPA lainnya. Sejauh ini guru sudah mencoba menerapkan

pembelajaran inkuiri kepada siswa, agar dapat pelajar mandiri. Namun pada

kenyataanya siswa belum dapat menganalisis informasi yang mereka dapat

sehingga seringkali terjebak pada informasi yang salah.

Pendapat di atas juga diperkuat oleh Brant (Sapriya, 2011: 145) yang

menyatakan bahwa “pada saat ini belum banyak muncul kesadaran yang tinggi dikalangan pendidik di persekolahan untuk mengajar para siswa tentang kondisi

dunia yang semakin berkembang pesat yang menuntut adanya respon dengan

pemikiran secara kritis. Oleh karena itu, pembelajaran dengan penerapan

keterampilan berpikir kritis di kelas merupakan cara yang paling tepat untuk

(13)

dikembangkan dalam proses pembelajaran agar siswa memiliki kecakapan dalam

persaingan global”.

Hal ini juga diperkuat oleh pendapatnya Wijanarti, dalam artikelnya yang

berjudul CTL dalam pembelajaran sejarah yang termuat di dalam

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/196207181986012-ERLINA_WIJANARTI/CTL_DLM__PMBLRAN_SEJARAH.pdf, [ 27 Maret

2012] mengungkapkan bahwa:

Selama ini pendidikan sejarah diidentikan sebagai pembelajaran yang membosankan di kelas. Baik strategi, metode maupun teknik pembelajaran lebih banyak bertumpu pada pendekatan berbasis guru yang monoton, dan meminimalkan partisipasi peserta didik. Guru diposisikan sebagai satu-satunya dan pokok sumber informasi peserta didik sebagai objek penderita manakala guru sebagai segala sumber dan pengelola informasi hanya mengajar dengan metode itu saja. Sehingga sejarah disamping membosankan, juga hanya menjadi wahana pengembangan keterampilan berpikir tingkat rendah dan tidak memberi peluang kemampuan inkuiri maupun memecahkan masalah.

Selama proses pembelajaran berlangsung, seharusnya siswa dilibatkan

dalam proses pengumpulan informasi kesejarahan sesuai dengan metode ilmiah

untuk membentuk dan melatih kemampuan berpikirnya sehingga dapat

membangun pengetahuannya sendiri agar lebih bermakna. Belajar akan lebih

bermakna jika anak mengalami sendiri proses pengumpulan informasi tersebut,

bukan sekedar mengetahuinya. Seperti halnya dalam pembelajaran sejarah, siswa

hanya diberikan materi pelajaran saja tanpa dilibatkan dalam memahami dan

mengalami proses pengumpulan informasi maka siswa hanya mengejar target

(14)

Pembelajaran sejarah selama ini lebih menekankan pada penguasaan

materi saja sehingga hanya akan memperkuat kompetisi dalam mengingat fakta.

Guru seharusnya dapat mengajak siswa untuk mencari berbagai informasi secara

mandiri. Setelah itu siswa akan menganalisis berbagai informasi yang sudah

didapat untuk ditelusuri kebenarannya. Sehingga ketika dilakukan tanya-jawab

siswa sudah memiliki jawaban dari hasil penelusurannya tadi dan dapat menjawab

pertanyaan dari guru dengan baik dan benar. Melalui cara seperti ini guru secara

tidak langsung sudah membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan

berpikir kritisnya dan membangun pemahaman siswa secara mandiri.

Permasalahan-permasalahan yang muncul di atas berdampak pada

kemampuan berpikir kritis siswa. Upaya untuk menanggulanginya yaitu dengan

cara meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar dan mengembangkan

kemampuan berpikir kritis siswa. Untuk itu peneliti harus memilih metode yang

tepat agar dapat meningkatkan keterlibatan siswa dan kemampuan berpikir kritis

siswa secara bersamaan. Kemudian dalam hal ini peneliti memilih metode

tanya-jawab dengan teknik probing-prompting unruk digunakan dalam proses

pembelajaran sejarah di kelas. Metode tanya-jawab menurut Imansjah Ali Pandie

dalam

http://bio-sanjaya.blogspot.com/2012/04/metode-tanya-jawab-menurut-para-ahli.html [ 19 Juni 2012 ] adalah suatu cara penyampaian pelajaran oleh guru

dengan jalan mengajukan pertanyaan dan murid menjawab. Metode ini

dimaksudkan untuk meninjau pelajaran yang lalu yang sudah diberikan, agar para

murid memusatkan lagi perhatiannya tentang sejumlah kemajuan yang telah

(15)

merangsang perhatian murid. Metode ini dapat digunakan sebagai Apersepsi,

selingan, dan evaluasi.

Metode ini lebih menekankan pada pengoptimalan kemampuan siswa

secara individual sehingga siswa dapat mendorong partisipasi aktif dari semua

pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran. Suasana tanya-jawab yang

mengundang tanya dan rasa penasaran siswa sehingga dapat membangkitkan rasa

ingin tahu, sehingga siswa berusaha mengembangkan kemampuan berpikirnya

untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut. Hal di atas juga diungkapkan oleh

Hakim (2012: 6) yang menyatakan bahwa “ketika guru dan siswa bertanya-jawab

siswa akan berpikir, ketika proses berpikir itulah maka pengetahuan siswa akan

bertambah”.

Sedangkan teknik probing-prompting merupakan salah satu teknik dalam

keterampilan bertanya. Pembelajaran dengan teknik probing dilakukan dengan

cara mengarahkan siswa melalui penggunaan gambar, peta, film maupun media

lainnya untuk mengumpulkan informasi. Kemudian siswa diajak untuk menggali

pengetahuannya sendiri (prompting) melalui pertanyaan-pertanyaan yang muncul

dari gambar, peta, film maupun media lainnya. Teknik ini membantu siswa dalam

menggali pengetahuan, serta meningkatkan dan melatih kemampuan berpikir

kritis siswa dalam memilah berbagai informasi yang mereka dapat, serta

mengarahkan siswa pada pemahaman dengan menggunakan bahasa sendiri.

Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti membuat perumusan masalah

(16)

Pembelajaran Sejarah (Penelitian Tindakan Kelas Di Kelas XI IPA 4 SMA Negeri

14 Bandung)”.

1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti merumuskan

permasalahan yang akan diangkat yaitu “Bagaimana penerapan metode tanya-jawab dengan teknik probing-prompting dalam upaya meningkatkan kemampuan

berpikir kritis siswa di kelas XI IPA 4 SMA Negeri 14 Bandung?

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka dapat dikembangkan pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana desain perencanaan pembelajaran sejarah menggunakan

metode tanya-jawab dengan teknik probing-prompting untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas XI IPA 4?

2. Bagaimana langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran sejarah

menggunakan metode tanya-jawab dengan teknik probing-prompting

untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas XI IPA 4?

3. Bagaimana hasil penerapan metode tanya-jawab dengan menggunakkan

teknik probing-prompting untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis

siswa di kelas XI IPA 4?

4. Bagaimana cara mengatasi kendala yang dihadapi dalam melaksanakan

metode tanya-jawab dengan menggunakkan teknik probing-prompting

(17)

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas

penggunaan metode tanya-jawab dengan teknik probing-prompting terhadap

kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah. Namun, secara

khusus penulis memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan desain perencanaan pembelajaran yang akan diterapkan

dikelas dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa

dengan menggunakan metode tanya-jawab melalui teknik

probing-prompting.

2. Mengkaji dan mendeskripsikan pengembangan pembelajaran sejarah

menggunakan metode tanya-jawab dengan teknik probing-prompting yang

diterapkan guru dikelas XI IPA 4 SMA Negeri 14 BANDUNG dalam

rangka meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

3. Mendapatkan gambaran mengenai efektivitas penggunaan metode

tanya-jawab melalui teknik probing-prompting untuk meningkatkan kemampuan

berpikir kritis siswa kelas XI IPA 4 SMAN 14 BANDUNG.

4. Mencari solusi dalam mengatasi kendala dalam meningkatkan kemampuan

berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode tanya-jawab melalui

teknik probing-prompting.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan antara lain

sebagai berikut:

(18)

Manfaat secara Praktis:

1. Bagi siswa

Bagi siswa dapat membantu meningkatkan kemampuan siswa dalam

mengolah pengetahuan yang diterima dari guru sehingga lebih mengerti

dan dapat menganalisis masalah. Mempermudah siswa melakukan

akomodasi dan membangun pengetahuannya sendiri.

2. Bagi Guru

Memberikan masukan kepada guru, khususnya guru sejarah, bahwa

metode tanya-jawab dengan teknik probing-prompting dapat dijadikan

salah satu alternatif dalam pembelajaran sejarah.

3. Bagi peneliti lainnya

Bagi peneliti lainnya dapat memberikan masukan mengenai cara penulisan

penelitian pendidikan. Selain itu juga dapat digunakan sebagai pedoman

dalam melaksanakan kegaiatan profesional di dunia pendidikan kelak.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan dalam penelitian tindakan kelas ini, penulis

menyusun sebagai berikut:

BAB I, merupakan pendahuluan pada bab ini terbagi lagi ke dalam

beberapa sub bab yakni diantaranya: latar belakang masalah, rumusan masalah

dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika

(19)

BAB II, merupakan kajian pustaka, pada bab ini terbagi lagi ke dalam

beberapa sub bab yakni metode tanya-jawab, teknik probing-prompting,

Keterampilan Berpikir kritis dalam pembelajaran sejarah.

BAB III, merupakan prosedur penelitian, pada bab ini terbagi ke dalam

beberapa sub bab, diantaranya: metodologi penelitian, sasaran penelitian dan

definisi operasional, teknik dan alat pengumpul data, prosedur pengumpulan data,

prosedur pengolahan data dan analisis data.

BAB IV, menjelaskan pembahasan hasil penelitian. Bab ini merupakan

pembahasan masalah dan analisis data berdasarkan hasil penelitian di SMAN 14

Bandung yang telah dilakukan peneliti.

BAB V, menjelaskan kesimpulan. dalam bab ini disajikan jawaban dari

rumusan masalah yang diangkat melalui penelitian dan pengolahan data,

kesimpulan hasil pembahasan dan saran-saran atau rekomendasi.

DAFTAR PUSTAKA

(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK).

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dikenal dengan classroom action research.

Penelitian tindakan kelas menurut Mulyasa (2011: 34) dapat diartikan sebagai

“upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran atau memecahkan masalah yang

dihadapi dalam pembelajaran”. Penelitian tindakan kelas merupakan perbaikan

proses pembelajaran dalam rangka mencari jalan keluar untuk mengatasi

permasalahan yang dihadapi di kelas.

Pendapat di atas juga dipertegas oleh Hopkins (Wiriaatmadja, 2007:11)

menyatakan bahwa,

Penelitian tindakan kelas, untuk mengidentifikasi penelitian kelas adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif, suatu tindakan yang dilakukan alam disiplin inkuiri, atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan.

Jadi, dapat diartikan bahwa PTK adalah suatu cara yang dilakukan oleh

guru untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

Alasan peneliti menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) di SMA

(21)

1. Mencari akar permasalahan dalam proses pembelajaran sejarah di kelas.

Permasalahan yang muncul yaitu kurangnya keterlibatan dan masih

rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah.

2. Memperbaiki kekurangan yang terjadi selama proses pembelajaran dikela.

3. Membantu guru meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran sejarah

di kelas.

4. Mengarahkan siswa untuk mencari informasi melalui pertanyaan-pertanyaan

sehingga kemampuan berpikir kritis dapat berkembang.

Secara garis besar, penelitian tindakan kelas pada umumnya sangat cocok

untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan kualitas oleh subjek (siswa) yang

hendak diteliti. Digunakannya penelitian tindakan kelas ini adalah untuk

memperbaiki kegiatan belajar mengajar di kelas XI IPA 4, dengan harapan dapat

meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Tujuan utama penelitian

tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa

dengan layanan profesional guru dalam menangani proses belajar mengajar di

kelas.

3.2 Desain Penelitian

Prosedur penelitian yang digunakan berbentuk siklus yang mengacu pada

model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (Wiriaatmadja,

2007:66). Alasan dipilihnya model Kemmis &Mc Taggart dalam penelitian ini

adalah karena model ini cukup efektif dalam satu siklus cukup melaksanakan satu

tindakan, sehingga peneliti dapat segera mengetahui hasil dari pelaksanaan

(22)

diperbaiki jika terdapat kekurangan pada pelaksanaan siklus selanjutnya. Pada

satu siklus tersebut akan dilaksanakan empat kegiatan inti yaitu berupa

perencanaan (plan), pelaksanaan (act), pengamatan (observe), dan refleksi

(reflect). Mengulangi empat kegiatan ini ini dapat ditemukan suatu masalah dan

dicarikan solusinya yang berupa rencana perbaikan, pelaksanaan tindakan yang

telah disusun yang disertai dengan kegiatan observasi, setelah itu dilakukan

refleksi berupa diskusi balikan bersama guru mitra untuk menentukan tindakan

yang akan dilakukan selanjutnya.

Sebelum melakukan penelitian dengan tahapan siklus-siklus, sebelumnya

terlebih dahulu melakukan studi pendahuluan (orientasi). Hal ini dilakukan untuk

mengumpulkan informasi-informasi aktual seperti mengenal situasi kelas dan

siswa yang dihadapi, berkoordinasi dengan kolaborator. Pada tahap ini dilakukan

proses perencanaan (plan) yaitu informasi-informasi yang sudah didapat akan

dijadikan indikator dalam menyusun rencana tindakan untuk penerapan kegiatan

pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode tanya-jawab di kelas.

Selanjutnya pada siklus pertama dan seterusnya, kegiatan yang dilakukan

oleh peneliti dengan guru mitra adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan (Plan),

2. Pelaksanaan (Act),

3. Pengamatan (Observe), dan

4. Refleksi (reflect), tahapan ini akan diulangi kembali pada siklus berikutnya,

dan seterusnya hingga siklus terakhir. Siklus penelitian di atas dapat

(23)

Gambar 3.1

Bagan 4 Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas

(Diadopsi dari Model Spiral dari Kemmis dan Taggart)

Berdasarkan gambar di atas, dapat dipahami bahwa model spiral yang

dirumuskan oleh kemmis dan taggart meliputi empat tahapan, yaitu tahap plan

(perencanaan), act (tindakan), observe (pengamatan), serta reflect (refleksi).

Adapun plan (perencanaan) dilakukan oleh peneliti yaitu dalam menyusun metode

pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Kemudian

dilanjutkan dengan tahap act (tindakan), yaitu tindakan yang dilakukan oleh

peneliti yaitu melaksanakan metode pembelajaran di kelas sesuai dengan apa yang

telah direncanakan sebelumnya. Selanjutnya tahap observe (pengamatan) yaitu

tahap di mana peneliti atau guru melakukan pengamatan dan mencatat hal-hal

(24)

adalah tahap reflect (refleksi) di mana guru dan peneliti melakukan evaluasi yang

dapat digunakan sebagai pedoman untuk merancang kegiatan selanjutnya.

Prosedur Penelitian di atas dapat dikembangkan sebagai berikut:

1. Siklus penelitian tindakan kelas ini diawali dengan orientasi, untuk

mengumpulkan informasi-informasi faktual, sebagai acuan peneliti dalam

menyusun perencanaan.

2. Selanjutnya peneliti dapat menyusun plan (Perencanaan) berdasarkan

informasi yang sudah didapat. Plan (Perencanaan), yaitu kegiatan yang

dilakukan untuk menyusun rencana tindakan yang akan dilaksanakan di

kelas dari hasil identifikasi pada saat pra-penelitian di kelas XI IPA 4

SMA Negeri 14 Bandung. Peneliti dan guru mitra (SN) merencanakan

langkah-langkah penerapan metode tanya-jawab sesuai dengan pokok

bahasan.

3. Setelah itu peneliti dan guru mitra mendiskusikan dan menentukan proses

pembelajaran yang akan dilakukan dengan teknik probing-prompting,

seperti menyusun silabus dan RPP, menentukan langkah-langkah dalam

penelitian, menentukan sistem penilaian yang akan digunakan dalam

penelitian, menyusun alat observasi untuk mempermudah pengumpulan

data, merencanakan diskusi balikan dengan mitra untuk selanjutnya

dilakukan refleksi pada siklus berikutnya, membuat rencana perbaikan

sebagai tindak lanjut, dan yang terakhir merencanakan pengolahan data.

4. Setelah membuat perencanaan, tindakan berlanjut pada tahap kedua yaitu

(25)

kelas XI IPA 4 SMA Negeri 14 Bandung melalui penerapan metode

tanya-jawab dengan menggunkanan teknik probing-prompting yang dilakukan

berdasarkan rencana yang telah disusun dan disepakati sebelumnya oleh

peneliti dengan guru mitra. Pada tahap ini dilakukan pengoptimalan

penggunaan teknik probing-prompting, yang kemudian disesuaikan

dengan penggunaan instrument yang sudah disusun oleh peneliti.

Pelaksanaan tindakan ini berlangsung sampai proses pembelajaran sejarah

dengan menggunakan metode tanya-jawab sampai pada titik stabil (jenuh).

5. Selanjutnya, penelitian memasuki tahap observe (pengamatan) yaitu

kegiatan mengamati, mengenali dan mendokumentasikan (mencatat dan

merekam) proses, hasil, pengaruh dan masalah baru yang muncul selama

penerapan metode tanya-jawab dengan menggunakan teknik

probing-prompting di kelas XI IPA 4 SMA Negeri 14 Bandung. Hasil pengamatan

ini akan dijadikan bahan analisis dan dasar refleksi terhadap tindakan yang

sudah dilakukan sebelumnya, untuk menyusun rencana tindakan

selanjutnya.

6. Tahap terakhir adalah reflect (refleksi), di mana peneliti dan mitranya

melakukan evaluasi serta diskusi balikan. Tujuannya yaitu untuk melihat

hasil dari pelaksanaan tindakan dan mengetahui kekurangan dan kelebihan

proses pembelajaran. Untuk selanjutnya mengoreksi rencana pembelajaran

menuju arah yang lebih baik. Setelah itu merefleksikan hasil diskusi

(26)

Pada penelitian ini, jumlah siklus yang dilaksanakan tergantung pada

tingkat ketercapaian hasil penerapan metode tanya-jawab dengan menggunakan

teknik probing-prompting. Penelitian ini akan diakhiri, apabila sudah tidak

ditemukan lagi permasalahan-permasalahan dalam melaksanakan penerapan

metode tanya-jawab dengan menggunakan teknik probing-prompting di kelas XI

IPA 4 SMA Negeri 14 Bandung, atau hingga data berada pada titik stabil (jenuh)

dan dimungkinkan tidak akan mengalami peningkatan kembali.

3.3 Sasaran Penelitian dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14

Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat yang terletak di Jalan Yudha Wastu Pramuka

IV Bandung. Bermula di pertengahan Juni tahun 1981, lulusan SMP melampaui

batas, sedang daya tampung SMA-SMA negeri terbatas. Untuk membantu

meningkatkan daya tampung, maka KanWil DEPDIKBUD Provinsi Jawa Barat

mengizinkan beberapa SMA di Bandung membuka kelas jauh/ filial, salah satu

diantaranya SMA Negeri 5 Bandung. Karena semakin banyaknya peminat yang

melanjutkan sekolah ke SMA, maka didirikanlah SMA Negeri 14 Bandung

sebagai pemekaran dari SMA Negeri 5 Bandung. Tepatnya tanggal 14 Juni 1981

SMA Negeri 14 Bandung dengan kepala sekolah Drs. Suharto secara resmi

membuka kelas jauh/filial sebanyak 6 kelas dengan jumlah siswa ±288 orang.

Diresmikan pada tanggal 1 Juli 1982 atas SK Mendikbud RI No. 0298/1982

(27)

Yudhawastu Pramuka IV (Komplek PPI atau sekarang PUSSENIF TNI-AD),

berdiri di atas tanah seluas 2805 m2

Subyek penelitian ini adalah guru, siswa, serta proses interaksi yang terjadi

antara guru dengan siswa. Juga antara siswa dengan siswa selama berlangsungnya

pelaksanaan tindakan. Guru yang dimaksud adalah guru sejarah yang mengajar di

kelas XI IPA 4 SMA Negeri 14 Bandung yang bernama SN. Sedangkan siswa

yang dimaksud dalah siswa kelas XI IPA 4. Saat ini siswa SMA Negeri 14

Bandung tersebut berjumlah 994, dengan uraian sebagai berikut: kelas X sebanyak

302 orang yang terbagi dalam delapan kelas, kelas XI berjumlah 338 orang yang

terbagi dalam delapan kelas dan kelas XII yang berjumlah 304 orang yang terbagi

dalam delapan kelas.

Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA 4,

dengan jumlah siswa 40 orang yang terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 23 siswa

perempuan. Alasan penulis memilih kelas XI IPA 4 sebagai sasaran penelitian

karena berdasarkan permasalahan yang terjadi dari hasil pengamatan penulis pada

saat pra-penelitian, bahwa kelas XI IPA 4 ini belum dikembangannya

keterampilan berpikir kritis karena guru hanya terpaku pada penyampaian materi

saja. Maka wajar apabila dari aktivitas selama pembelajaran sejarah di kelas,

menunjukkan sebagian siswa menunjukkan respon kurang tertarik terhadap

pelajaran sejarah. Selama ini pengalaman belajar yang diciptakan oleh guru pada

saat proses pembelajaran sejarah yaitu seputar presentasi siswa tentang materi

pelajaran namun siswanya sendiri kurang paham terhadap apa yang mereka

(28)

Selama ini siswa sudah cukup aktif namun tidak secara menyeluruh.

Hanya sebagian siswa saja yang terlibat dalam proses pembelajaran. Hal ini

memperlihatkan bahwa guru belum mencoba mengajak siswa untuk

mengembangkan kemampuan berpikir nya dalam menyikapi setiap peristiwa

sejarah yang sedang dipelajari. Selama ini siswa hanya sekedar tahu fakta

sejarahnya saja, tanpa diajak untuk menyelidiki kebenaran dari peristiwa tersebut.

3.4 Definisi Operasional

3.4.1 Metode Tanya-jawab

Tanya-jawab seringkali dikaitkan dengan kegiatan diskusi, seminar,

maupun kegiatan lainnya yang di dalamnya terjadi proses tanya-jawab. Keduanya

memang memiliki persamaan yaitu terjadi proses tanya-jawab untuk saling

bertukar pengetahuan yang dirasa belum jelas. Berdasarkan kamus besar bahasa

Indonesia, tanya-jawab asal kata dari bertanya yaitu permintaan keterangan

(penjelasan dsb) dan jawab sahut; balas, namun jika ditarik dalam kesatuan

tanya-jawab yaitu soal tanya-jawab; diskusi; wawancara (Depdiknas, 2000).

Menurut Suherman (2002: 208) metode tanya-jawab merupakan penyajian

bahan pelajaran melalui tanya-jawab, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh

guru harus dijawab oleh siswa, atau pun sebaliknya. Dari beberapa penjelasan di

atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa tanya-jawab merupakan suatu cara

penyampaian materi pembelajaran dengan menggunakan serangkaian pertanyaan

yang diberikan oleh guru dan harus dijawab oleh siswa, maupun pertanyaan dari

(29)

Pada penelitian ini metode tanya-jawab akan disandingkan dengan teknik

probing-prompting, pada pelaksanaannya proses pembelajaran yang akan

diterapkan dikelas adalah sebagai berikut:

1. Guru memperlihatkan peta, gambar ataupun wacana.

2. Berdasarkan peta, gambar atau wacana di atas, guru memberikan

pertanyaan sesuai media yang digunakan.

3. Kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan

jawaban.

4. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan.

5. Jika jawaban yang diberikan siswa belum tepat, guru selanjutnya

memberikan pertanyaan susulan untuk mengarahkan siswa menemukan

jawaban benar. Setelah dirasa cukup jelas guru kemudian memberikan

pertanyaan lanjutan untuk menggali informasi lainnya.

6. Siswa mengajukan pertanyaan, yang kemudian ditanggapi oleh rekannya.

3.4.2 Teknik Probing-prompting

Adapun pengertian teknik probing-prompting menurut Marno & Idris

(Jacobsen, & Eggenm, 2009: 121) adalah sebagai berikut:

Teknik probing-prompting adalah pertanyaan yang diajukan untuk mengarahkan siswa kepada pemahaman konsep dan pertanyaan yang diajukan untuk pendalaman konsep. Di mana pada awalnya siswa diajukan beberapa pertanyaan yang mengarahkan siswa memahami konsep yang dimaksud, bila dirasa sudah paham, maka pertanyaan yang diberikan lebih menekankan pada penyelidikan, mendalami konsep yang telah dipahami.

Teknik probing-prompting merupakan suatu teknik pembelajaran dengan

cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan

(30)

siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.

Untuk itu pengetahuan baru tersebut tidak diberitahukan. Berdasarkan pada

pengertian teknik probing-prompting sebagaimana dirumuskan Marno & Idris

(Jacobsen, & Eggenm, 2009: 121) di atas, dapat dipahami bahwa “penerapan

teknik probing-prompting ini merupakan jalan alternatif untuk mempermudah

siswa melakukan akomodasi dan membangun pengetahuannya sendiri”.

Hal di atas senada dengan pendapatnya Wijaya (Kurniawati, 2006: 54)

yang menyatakan bahwa „aktivitas siswa yang diharapkan dalam pembelajaran

dengan menggunakan teknik ini adalah melakukan observasi (mengamati,

mengukur atau mencatat data), menjawab pertanyaan, dan mengajukan

sanggahan‟. Diharapkan dengan menggunakan teknik probing-prompting siswa

dapat terlibat aktif dalam kegiatan proses pembelajaran di kelas, sehingga tercipta

suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa.

Jadi dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode tanya-jawab dengan

teknik probing-prompting adalah proses komunikasi antara siswa dengan guru

melalui serangkaian pertanyaan yang mengacu pada gambar, film atau peta yang

berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari. Melalui penggunaan media

pembelajaran, siswa dapat mengumpulkan informasi. Kemudian pertanyaan yang

diajukan oleh guru maupun siswa dapat menuntun dan menggali pengetahuan

siswa agar lebih memahami materi secara mendalam. Penggunaan metode

tanya-jawab dengan teknik probing-prompting ini siswa dapat diarahkan untuk

(31)

sehingga kemudian dapat menjawab pertanyaan dari guru dengan menggunakan

bahasanya sendiri berdasarkan pemahamannya.

Penggunaan metode tanya-jawab dengan teknik probing-prompting ini

bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI IPA 4.

Karena dengan menggunakan teknik probing-prompting siswa diarahkan untuk

menggali pengetahuannya sendiri sehingga siswa diharuskan terlebih dahulu

mengumpulkan informasi yang kemudian memilah informasi tersebut. Kemudian

setelah itu baru siswa dapat menjawab pertanyaan dari guru, berdasarkan argumen

dari hasil pemahamannya.

Penggunaan teknik probing-prompting ini lebih menekankan pada

pemberian pertanyaan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa,

maka pertanyaan yang digunakannya pun yaitu pertanyaan kritis. Hal ini sesuai

dengan pendapatnya Supriatna (2008: 223) yang menyatakan bahwa:

Teknik bertanya secara kritis merujuk pada Critical Theory yang dikembangkan oleh Jurgen Habermas berupa Way Of Knowing. Teknik ini telah diaplikasikan dalam pembelajaran dengan tujuan untuk memfasilitasi peserta didik agar dapat melatih kemampuan berpikir kritis, pemberdayaan dan emansipasi sekaligus juga memproduksi pengetahuan melalui proses pembelajaran di kelas. Menurut teori kritis yang kemudian diaplikasikan proses pedagogy oleh Kemmis dan Fitzclarence, pertanyaan yang sifatnya teknis, pertanyaan interpretatif, dan pertanyaan emansipasi.

Mengacu pada pendapat di atas dalam penelitian ini, pertanyaan yang

akan digunakan yaitu pertanyaan yang sifatnya teknis menuntut jawaban yang

sifatnya faktual dan eksplanasi. Kemudian dilanjutkan dengan

pertanyaan-pertanyaan interpretatif yang dapat mengarahkan siswa pada pemahamannya

sendiri. Sehingga mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

(32)

menggunakan teknik probing-prompting pada penelitian ini yang diadaptasi dari

Development Model, Joyce & Weil (Rosdiana, 2010:13) antara lain:

Pertama, hadapkan siswa pada situasi baru dengan menyajikan masalah

seperti memperhatikan gambar, peta, yang situasinya mengundang teka-teki.

Kedua, memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami masalah tersebut.

Ketiga, mengajukan pertanyaan sesuai indikator kepada seluruh siswa. Keempat,

memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban. Kelima,

meminta salah seorang siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut. Keenam, jika

jawaban siswa relevan dan benar, maka berikan kesempatan kepada siswa lain

untuk memberikan tanggapan dan pertanyaan. Untuk melibatkan seluruh siswa

dalam kegiatan ini, maka ajukan kembali beberapa pertanyaan yang menuntut

siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi sampai siswa dapat menjawab

pertanyaan tesebut. Tahap terakhir yaitu meminta siswa untuk mengerjakan tugas

untuk melihat kemampuan berpikir siswa dalam menuangkan hasil analisisnya.

3.4.3 Keterampilan Berpikir Kritis

Broke Noel Moore and Richard Parker (1986: ii) dalam bukunya yang

berjudul Critical Thinking tertulis bahwa :

“Critical thinking includes a wide variety of deliberative processes, all of

them aimed at a common goal: making wise decisions about what to believe and do. Critical thingking is more than just the evaluation of arguments that happen to come our way; it includes both the inclination and the ability to search out considerations that are relevant to an issues. The ultimate objective in critial thingking is not to grade another's argument, but to determine whether to believe or do what that person

(33)

Berpikir kritis meliputi berbagai proses pembahasan, semuanya ditujukan

untuk tujuan yang sama: membuat keputusan yang bijaksana tentang apa yang

harus percaya dan lakukan. Berpikir kritis lebih dari sekedar memilah pendapat

yang ada untuk menilai mana yang lebih mendekati dan kemampuan untuk

mempertimbangkan pendapat-pendapat yang sesuai. Tujuan akhir dalam berpikir

kritis adalah bukan untuk mencari pendapat lain, tetapi untuk menentukan mana

yang dapat dipercaya atau memutuskan apa yang dilakukan oleh seseorang.

Menurut Ennis dalam bukunya yang berjudul Critical Thinking (2005:1-2)

menyatakan bahwa:

“Critical thingking is reasonable and reflective thingking focused on deciding ehat to believe or do.”

“There are many ways to dissect and sibcategorize critical thingking

ability. Our approach sees three types of inferences to beliefs(induction, deduction, and value judging); and four types of bases for such inferences, which are: 1) the result of other inferences, 2) observations, 3) statments made by others, and 4) assumptions. Furthermore, close attention to meaning must permeate one's dealing with the three types of inferences

and four types of bases.”

Berpikir kritis adalah bentuk pemikiran yang masuk akal dan reflektif

fokus untuk memutuskan dan membicarakan apa yang kita percaya dan apa yang

harus dilakuakan. Ada beberapa cara untuk membedakan kategori kemampuan

berpikir kritis. Kami melihat melalui tiga jenis pendekatan untuk mengambil

kesimpulan, diantaranya (induksi, deduksi, dan membuat penilaian), dan empat

jenis dasar kesimpulan tersebut, yaitu: 1) hasil kesimpulan, 2) observasi, 3)

statments yang dibuat oleh orang lain, dan 4) asumsi. Selanjutnya, yang harus

diperhatikan yaitu pengambilan kesimpulan sesuai dan berdasar pada cara-cara

(34)

Jadi berpikir kritis merupakan tahap memproses informasi sehingga

menjadi akurat dan dapat dipercaya, logis, dan kesimpulannya terpercaya, dapat

membuat keputusan yang bertanggung jawab. Berpikir kritis dalam pembelajaran

di kelas yaitu untuk menganalisis berbagai informasi yang dimiliki siswa dalam

rangka menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru untuk menggali

pengetahuan siswa untuk mengarahkan siswa pada pemahamannya sendiri.

Keterampilan berpikir kritis menurut Muttaqin (2004: 41) adalah kegiatan

menganalisis ide atau gagasan kearah yang lebih spesifik, membedakannya secara

tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkannya kearah yang

lebih sempurna. Pengembangan berpikir kritis dapat melatih siswa dalam memilah

informasi-informasi, mengidentifikasi informasi-informasi tersebut setelah itu

dapat menganalisis informasi menjadi pengetahuan yang sudah valid.

Seseorang yang dianggap memiliki kemampuan berpikir kritis jika

memiliki kriteria dalam kemampuan berpikir kritis tersebut, yang dalam

kurikulum berpikir kritis sebagaimana menurut Ennis (Ulfah, 2011: 9-10),

terdapat duabelas indikator keterampilan berpikir kritis yang dibagi ke dalam lima

kelompok besar, yaitu (1) memberikan penjelasan sederhana, (2) membangun

keterampilan dasar, (3) menyimpulkan, (4) memberikan penjelasan lanjut, dan (5)

mengatur strategi dan taktik. Peneliti tidak akan mengambil semua indikator di

atas. Karena tidak semua indikator dan sub indikator tersebut cocok dalam

penelitian ini. Adapun indikator yang akan dipakai dalam penelitian ini antara

(35)

Tabel 3.1

Kemampuan Berpikir Kritis merut Ennis sesuai Kebutuhan

Penelitian

Kelompok Indikator Sub- Indikator

1. Memberikan

Pengukuran tingkat keberhasilan dari pertumbuhan kemampuan berpikir

kritis siswa XI IPA 4 dengan menggunakan lembar observasi. Peneliti akan

melihat seberapa besar kemampuan berpikir siswa dalam memilah informasi yang

siswa dapat dan menentukan mana informasi yang valid kemudian mengolahnya

dan menuangkan hasil pemikirannya dengan menggunakan bahasa sendiri.

3.5 Prosedur Penelitian

Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilakukan dalam beberapa

siklus. Tiap-tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai.

Sedangkan rangkaian kegiatan penelitian tindakan kelas ini diawali dengan

pra-penelitian untuk mengetahui aktivitas kegiatan belajar yang berlangsung, baik

(36)

pra-penelitian adalah berdiskusi dengan guru sejarah sebagai kolaborator

mengenai kondisi kelas dan permasalahan yang terjadi serta alternatif

pemecahannya. Kemudian disusunlah perencanaan tindakan yang akan dilakukan.

Berdasarkan pra-penelitian yang dilakukan oleh peneliti di kelas XI IPA 4

SMA Negeri 14 Bandung, alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran sejarah

adalah dengan menerapkan metode pembelajaran sejarah yang diharapkan dapat

menarik perhatian siswa, yaitu dengan menggunakan metode tanya-jawab dengan

teknik probing-prompting dalam proses belajar mengajar sejarah. Tahap-tahap

pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi empat langkah, yaitu: (1)

pengembangan plan (perencanan), (2) act (tindakan), (3) observe (pengamatan),

dan (4) reflect (refleksi) dalam setiap siklus yang dilakukan secara intensif dan

sistematis.

3.6 Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri

yang turun ke lapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Hal ini

senada dengan pendapatnya Wiriaatmadja (2007: 96) menyatakan bahwa:

(37)

Selain peneliti sendiri sebagai instrumen utama, dalam penelitian ini juga

akan menggunakan instrumen bantu berupa lembar panduan observasi kegiatan

guru. Lembar kegiatan siswa untuk menilai kemampuan berpikir kritis siswa yang

diperoleh pada setiap siklusnya, dokumen sekolah, foto dan alat perekam.

3.6.1 Lembar Panduan Observasi

Menurut Kurniawati, (2006: 41) bahwa “lembar panduan observasi

merupakan perangkat yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai

aktivitas guru dan siswa baik pada pra penelitian maupun selama pelaksanaan

tindakan”. Instrumen ini digunaakan ketika pelaksanaan khususnya pada

pembelajaran sejarah dengan menggunakan teknik probing-prompting. Melalui

penggunaan lembar observasi diharapkan peneliti memperoleh informasi

mengenai gambaran pembelajaran yang berlangsung seperti suasana kelas, pola

interaksi, aktivitas siswa, kejadian lain yang dianggap penting dan melihat

perubahan yang terjadi pada proses penelitian. Tipe observasi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Observasi partisipan, yakni observasi yang dilakukan

oleh pengamat, tetapidalam pada itu pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan

kelompok yang sedang diamati.

3.6.2 Pedoman Wawancara

Sebagaimana yang ungkapkan oleh Denzin (Wawan, 2011: 46-47) bahwa

„wawancara merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara verbal,

kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi atau penjelasan

hal-hal yang dipandang perlu‟. Pedoman wawancara dipergunakan untuk

(38)

pendapat guru dan siswa,. Selain itu juga digunakan untuk mengetahui lebih

mendalam terhadap penerapan metode tanya-jawab dengan teknik

probing-prompting yang dikembangkan dalam pembelajaran sejarah, baik sebelum

maupun sesudah dilakukan tindakan. Wawancara dilakukan bentuk dialog diskusi

dan refleksi juga dilakukan untuk mencari alternatif pemecahan masalah.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini data yang akan dikumpulkan yaitu mengenai kondisi

pembelajaran yang berlangsung selama dilakukannya tindakan. Teknik

pegumpulan data tersebut didapatkan melalui teknik observasi, dokumentasi dan

wawancara. Adapun penjelasan mengenai alat pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.7.1 Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati

setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat observasi

tentang hal-hal yang akan diamati atau diteliti (Sanjaya, 2009: 86). Pendapat di

atas juga diperkuat oleh Margono (2009: 158) “observasi merupakan pengamatan

dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek

penelitian”. Tujuan observasi ini adalah untuk memantau proses, hasil, dan

dampak perbaikan pembelajaran yang direncanakan. Selain itu observasi juga

bertujuan melihat gejala yang tampak pada aktivitas guru dan siswa selama

pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran sejarah di kelas. Hal ini juga diperkuat

oleh pendapatnya Sanjaya (2009: 87) yang menyatakan bahwa “dalam PTK,

(39)

Hal ini disebabkan observasi sebagai proses pengamatan langsung, merupakan

instrumen yang cocok untuk memantau kegiatan pembelajaran baik perilaku guru

maupun perilaku siswa”.

Tipe observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Observasi

partisipan, yakni observasi yang dilakukan oleh pengamat, dalam hal ini pengamat

akan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati. Ketika melakukan

observasi di kelas XI IPA 4, peneliti menggunakan pedoman observasi berbentuk

format isian (Check List), dengan memberikan atau membubuhkan tanda ceklist

(V) pada aspek yang muncul. Check list merupakan alat observasi yang praktis

untuk digunakan, sebab semua aspek yang akan diteliti sudah ditentukan terlebih

dahulu (Sanjaya, 2009: 93).

Langkah-langkah dalam observasi terdiri dari tiga tahap: (1) pertemuan

perencanaan; (2) observasi kelas; dan (3) diskusi balikan. Tahap pertemuan

perencanaan dilakukan sebelum melakukan observasi, disini peneliti dan guru

mitra mendiskusikan rencana pembelajaran. Pelaksanaan observasi dilakukan

untuk mengumpulkan data objektif dari tindakan belajar mengajar guru dengan

melihat hasil dari perbaikan yang sedang dilakukan. Kemudian menganalisisnya

dalam diskusi balikan dengan guru mitra untuk melihat kekurangan dan

keberhasilan dari tindakan perbaikan berakhir. Siklus tersebut dapat digambarkan

(40)

Bagan 3.1

3.7.2 Dokumentasi

Menurut Kurniawati, (2006: 44) bahwa dokumentasi adalah pengumpulan

informasi yang digunakan dalam penelitian, sebagai sumber data yang berkaitan

dengan suasana yang terjadi di kelas pada waktu pembelajaran pada saat

penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan. Pada penelitian ini dokumen yang

digunakan adalah kamera digital untuk merekam suasana kelas secara mendetail

tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di kelas, dokumen-dokumen resmi,

seperti: silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar tugas siswa yang

diadakan ketika pembelajaran sejarah.

3.7.3 Wawancara

Wawancara merupakan bentuk lain teknik pengumpulan data. Menurut

Dezin (Wiriaatmadja, 2007: 117) “wawancara merupakan pertanyaan-pertanyaan

yang diajukan secara verbal kepada orang-orang yang di anggap dapat

memberikan informasi atau penjelasan hal-hal yang dipandang perlu”. Wawancara

digunakan dalam rangka untuk mengetahui pandangan orang lain terhadap situasi

kelas ketika proses pembelajaran berlangsung. Pendapat diatas juga diperkuat oleh Pertemuan

Perencanaan

(41)

Hopkins (Wiriaatmadja, 2007: 117) „wawancara adalah suatu cara untuk

mengetahui situasi tertentu di dalam kelas dilihat dari sudut pandang yang lain‟.

Ada beberapa bentuk wawancara, menurut Wiriiaatmadja (2007: 118) antara lain

“wawancara terstruktur, wawancara setengah terstruktur, dan wawancara tidak

terstruktur”. Pada penelitian ini bentuk wawancara yang akan digunakan adalah

wawancara terstruktur dengan menyiapkan pertanyaan yang diajukan, agar proses

wawancara lebih fokus dan terarah.

3.8 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan data yang dilakukan peneliti pada penelitian ini bersifat

kualitatif. Data yang terkumpul dari penelitian ini yaitu data hasil observasi siswa

baik pada saat pra-penelitian maupun setelah pelaksanaan tindakan, data observasi

guru baik pada saat pra-penelitian maupun pelaksanaan tindakan, dan data hasil

lembar tugas siswa pada saat pelaksanaan tindakan. Data-data temuan kemudian

diolah dan dianalisis. Analisis data merupakan bagian yang penting dalam

penelitian ini, sebab data mentah yang telah dikumpulkan oleh peneliti tidak ada

gunanya jika tidak dilakukan analisis. Melalui analisis, data tersebut dapat diberi

arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Analisis

data dalam penelitian ini dilakukan secara terus menerus dari awal sampai

berakhirnya pelaksanaan penelitian. Adapun alat yang digunakan untuk

(42)

Tabel 3.2

Pengolahan data untuk mengukur tumbuhnya keterampilan berpikir kritis

siswa diolah secara kuantitatif melalui penskoran.

Untuk keperluan mengklasifikasikan kualitas kemampuan berpikir kritis,

dilihat dari keterlibatan siswa dalam proses tanya-jawab pada setiap siklusnya.

Kemampuan berpikir kritis dibagi atas 12 indikator yang kemudian setiap

indikatornya memiliki skor/nilai. Pada penelitian ini akan diambil beberapa

indikator yang sesuai dengan fokus penelitian. Adapun kode nilai yang digunakan

pada lembar observasi dalah sebagai berikut:

Poin 4 = Sangat Baik

Poin 3 = Baik

Poin 2 = Cukup Baik

Poin 1 = Kurang Baik

Sedangkan hasil dari penilaian setelah peneliti melakukan penskoran data

hasil observasi kemampuan berpikir kritis siswa, dapat dikategorikan menjadi

(43)

Tabel 3.3

Kategori Skor Kemampuan Berpikir Kritis

Kategori Rentang Skor

Sangat Baik 48–39

Baik 38–30

Cukup Baik 29–21

Kurang Baik 20–12

3.8.2Data Kualitatif

Adapun prosedur pengolahan dan analisis data kualitatif, sebagai berikut:

a. Pengumpulan, Kodifikasi dan Kategorisasi Data

Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan seluruh data yang telah diperoleh

berdasarkan instrumen penelitian, kemudian data tersebut diberikan kode-kode

tertentu menurut jenis dan sumbernya. Selanjutnya, peneliti melakukan

interpretasi terhadap keseluruhan data untuk memudahkan penyusunan

kategorisasi data, sehingga dapat memberi penjelasan dan makna terhadap isi

temuan penelitian. Kategorisasi data dilakukan terhadap empat aspek, yaitu:

proses belajar mengajar, aktivitas berupa tindakan guru dan siswa, latar sosial

kelas dan latar fisik kelas.

b. Validasi Data

Data yang baik adalah data yang valid. Suatu data dikatakan valid jika data

tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas merupakan salah

satu syarat penting dalam pelaksanaan seluruh jenis penelitian termasuk dalam

(44)

1. Member Check

Pada tahap ini peneliti memeriksa kembali keterangan-keterangan atau

informasi dari data yang diperoleh selama pelaksanaan penelitian, baik itu

yang didapatkan melalui observasi lapangan, penyebaran angket, wawancara,

maupun dokumentasi. Pada penelitian ini member check dilakukan dengan

cara mengkonfirmasi data keseluruhan tindakan yang diperoleh kepada guru

dan siswa sebagai sumber data.

2. Expert Opinion

Pada tahap ini dilakukan kegiatan meminta nasehat dari pakar ahli.

Nasution dalam Hanifah (2003: 96) mengatakan bahwa „expert opinion

dilakukan dengan cara mengkonsultasikan hasil temuan peneliti dengan para

ahli‟. Pakar yang dimaksud di sini adalah dosen pembimbing yang akan

memeriksa semua tahapan penelitian dan akan memberikan arahan dan

pendapatnya terhadap permasalahan yang ditemukan dalam penelitian.

Setelah melakukan konsultasi, peneliti akan melakukan perbaikan,

modifikasi, atau perubahan yang dilakukan berdasarkan opini para ahli untuk

menguatkan hasil penelitiannya.

3. Interpretasi

Pada tahap ini peneliti berusaha menginterpretasikan temuan-temuan

penelitian berdasarkan landasan teoritis yang telah dipilih. Hasil interpretasi

ini diharapkan dapat memperoleh makna yang cukup berarti sebagai bahan

untuk kegiatan tindakan selanjutnya, atau untuk kepentingan peningkatan

(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Bab ini memaparkan kesimpulan hasil penelitian secara keseluruhan

berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara. Kesimpulan

ini merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian yang diungkapkan secara

singkat. Selain kesimpulan pada bab ini juga berisi saran dari peneliti terhadap

pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian ini, yang bertujuan agar pihak yang

bersangkutan dapat lebih mengembangkan pembelajaran sejarah dengan

menggunakan metode lainnya. Adapun hasil kesimpulannya dipaparkan sebagai

berikut:

Pertama, untuk menerapkan metode tanya-jawab dengan teknik

probing-prompting, perlu dirancang perencanaan yang matang agar proses pelaksanaan

tindakan KBM di kelas berjalan lancar. Berdasarkan dialog yang dilakukan oleh

peneliti dengan kolaborator, peneliti menyiapkan perangkat perencanaan

pembelajaran seperti silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang

disesuaikan dengan kondisi siswa untuk menunjang proses pembelajaran

menggunakan metode tanya-jawab dengan teknik probing-prompting juga

sisesuaikan dengan indikator kemampuan berpikir kritis siswa yang telah

ditentukan. Perangkat rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun dengan

memasukan tanya-jawab yang akan digunakan sebagai metode pembelajarannya.

Setelah itu, disusun metode tanya-jawab sesuai dengan rencana pelaksanaan

(46)

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Pada perencanaan ini peneliti

juga menyusun alat pengumpul data berupa lembar observasi meliputi lembar

observasi kegiatan guru dan lembar observasi penilaian aktivitas siswa dan

pedoman wawancara yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis siswa.

Kedua, penerapan metode tanya-jawab dengan teknik probing-prompting

dalam pembelajaran sejarah. Pembelajaran dengan menggunakan metode

tanya-jawab dengan teknik probing-prompting dalam pembelajaran sejarah untuk

meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dilakukan oleh guru dan siswa

yang menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Hal ini berdasarkan

penilaian peneliti baik diterapkan di kelas XI IPA 4 SMA Negeri 14 Bandung

yang memerlukan penanganan terhadap kemampuan berpikir kritis siswanya.

Melalui penerapan metode pembelajaran ini diharapkan dapat menciptakan

suasana belajar yang antusias, aktif dan terarah. Peneliti yang sekaligus berperan

sebagai guru telah melaksanakan penerapan metode tanya-jawab dengan teknik

probing-prompting dalam pembelajaran sejarah untuk meningkatkan teterampilan

berpikir kritis siswa.

Langkah-langkah yang dilaksanakan guru di kelas meliputi penggunaan

peta, gambar maupun artikel/wacana yang kemudian dari media di atas guru

mengajukan pertanyaan yang relevan, selain itu guru juga memberikan tugas, dan

melakukan diskusi kelompok. Melalui kegiatan pembelajaran ini, siswa

dibiasakan untuk membaca, menganalisis dan mengkritisi fakta-fakta, serta siswa

lebih aktif mengeluar pendapatnya dalam proses pembelajaran diharapkan

(47)

dilakukan dalam proses pembelajaran sejarah di kelas dapt dilihat dari hasil

observasi yang sudah dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung.

Ketiga, pada proses pembelajaran dengan menerapkan metode tanya-jawab

dengan teknik probing-prompting untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis

siswa, proses pembelajaran sejarah di kelas XI IPA 4, siswa mengalami

perubahan dan kemajuan pada setiap siklusnya. Perubahan tersebut dapat dilihat

berdasarkan hasil observasi, dimana hasilnya menunjukkan pada siklus I sampai

siklus III mengalami peningkatan, sedangkan pada siklus IV mengalami titik

stabil dan ada sedikit penurunan aktivitas siswa. Meningkatnya keterampilan

berpikir kritis siswa juga dapat dilihat dari hasil tugas siswa dan hasil wancara

yang menunjukkan respon positif terhadap penerapan metode tanya-jawab dengan

teknik probing-prompting dalam pembelajaran sejarah. Dari hasil pengumpulan

data yang dilakukan selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung mengenai

aktivitas siswa dapat disimpulkan bahwa penerpan metode tanya-jawab dengan

teknik probing-prompting cukup efektif untuk meningkatkan keterampilan

berpikir kritis siswa.

Keadaan di atas berdampak besar terhadap meningkatnya kemampuan

berpikir kritis siswa pada pembelajaran sejarah. Hal ini dibuktikan dari hasil tugas

siswa dan lembar observasi kegiatan tanya-jawab siswa yang setiap siklusnya

terus mengalami peningkatan. Sehingga tujuan pembelajaran yang sudah

Gambar

Gambar 4.3 Siswa sedang menyampaikan pendapatnya........................................120
Gambar 3.1
Tabel 3.1
Tabel 3.2 Alat Pengumpul Data
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini mengkaji “ Penerapan Teknik Probing-Prompting dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP ”. Penelitian ini

Simpulan penelitian ini adalah implementasi pembelajaran sejarah yang menggunakan model probing prompting learning dan media adobe flash dapat meningkatkan

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pemahaman konsep belajar matematika dengan teknik probing prompting pada siswa kelas VII

Pola Komunikasi Siswa Pada Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Teknik Probing Prompting Berdasarkan Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis Materi Lingkaran DI SMP Negeri 32

Bagi sekolah, penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan peneliti mengenai penerapan metode tanya jawab dengan teknik probing-prompting untuk

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ Meningkatkan Partisipasi Siswa dalam Tanya Jawab Melalui Teknik Menggali- Menuntun

Penerapan Model Pembelajaran ARCS dengan Teknik Probing Prompting dalam Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar pada Pokok Bahasan Logika Matematika Kelas X

Maka dari itu penelitian ini dilakukan agar dapat melihat pengaruh penerapan model Probing Prompting dan Numbered Heads Together terhadap kemampuan berpikir kritis, serta melihat