SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur
Oleh :
ARY NURYANSYAH EKA PUTRA 0543010031
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
NPM. 054 3010 031
ARY NURYANSYAH EKA PUTRA
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 09 Juni 2010
Tim Penguji,
Zainal Abidin, S.Sos., M.Si NPT 3 7305 99 0170 1
2.
Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si NPT : 3 7006 94 0035 1 1.
Ir. H Didiek Tranggono, M.Si NIP : 1958 1225 199001 00 1
3.
Zainal Abidin, S.Sos., M.Si NPT 3 7305 99 0170 1
Mengetahui, DEKAN
iii
Alhamdulillaahirabbil’aalamin, dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang penulis beri judul Pemaknaan Iklan AXIS Di
Televisi (Studi Semiotika Terhadap Iklan AXIS versi Budi Handuk Dalam Persidangan Ngaku-ngaku Murah di Televisi). Sejujurnya, penulis akui bahwa pendapat sulit ada benarnya tetapi faktor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri
sendiri. Oleh karena itu, kebanggaan penulis bukanlah pada selesainya skripsi ini
melainkan kemenangan atas berhasilnya menundukkan diri sendiri.
Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam meyelesaikan
skripsi ini, diantaranya :
1. Ibu Dra. Hj. Suparwati, Msi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Juwito, S.Sos, M.Si Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Zainal Abidin, S.Sos.,M.Si, selaku dosen pembimbing yang
memiliki empati terhadap kondisi penulis.
4. Bapak Didiek Tranggono, Ir. M.Si, Selaku dosen wali yang bersedia
‘direpoti’ untuk masalah penulis selama kuliah di Jurusan Ikom tercinta
iv
6. Tak lupa, kepada seluruh staff dan karyawan UPN veteran jawa timur
khususnya FISIP jurusan Ilmu Komunikasi yang turut membantu
kelancaran baik dalam hal administrasi maupun kepengurusan akademik.
7. Seluruh keluargaku, terutama untuk Kakek dan nenek juga Papa dan
Mama tercinta. Terima kasih atas doa dan dukungannya baik moral
maupun materiil.
8. Buat teman-teman, aditya, gusman, pras, deya, dwi, aris, rizky, alex
semuanya aja terima kasih buat support nya.
9. Last but not least, untuk My Fiance widya sari. Terima kasih untuk
dukungan dan semangat yang sudah diberikan.
Sungguh penulis menyadari benar bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna dan penuh keterbatasan. Oleh karena itu, segala bentuk saran dan kritik
yang membangun nilai positif sangat dinantikan oleh penulis untuk memperbaiki
kekurangan yang ada dengan harapan bahwa skripsi ini Insya Allah akan berguna
bagi rekan-rekan di Jurusan Ilmu Komunikasi. Akhir kata penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat, bagi semua yang membutuhkan.
Surabaya, 10 Juni 2010
Penulis
v HALAMAN PERSETUJUAN DAN
PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI……… ii
KATA PENGANTAR……… iii
DAFTAR ISI ………..………... v
DAFTAR GAMBAR………... viii
DAFTAR TABEL...………. ix
Bab I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ………. 1
1.2 Perumusan masalah………...……….… 7
1.3 Tujuan Penelitian……….. 7
1.4 Manfaat Penelitian……… 7
1.4.1 Kegunaan Akademis……….. 7
1.4.2 Kegunaan Praktis……… 7
1.4.3 Kegunaan Teoritis……….. 7
Bab II KAJIAN PUSTAKA………... 8
2.1 Landasan Teori………. 8
2.1.1 Konsep Iklan……….. 8
2.1.2 Periklanan Sebagai Bentuk Komunikasi massa…… 9
vi
2.2.2 Respon Psikologi Warna……….... 28
2.3 Kerangka Berpikir………..…… 31
Bab III METODE PENELITIAN………... 34
3.1 Metode Penelitian... 34
3.2 Kerangka Konseptual... 35
3.2.1 Pemaknaan Iklan AXIS di Televisi…... 35
3.2.2 Corpus………... 36
3.2.3 Unit Analisis………... 40
3.3 Teknik Pengumpulan Data………... 42
3.4 Teknik Analisis Data………... 42
Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 44
4.1 Gambaran Obyek Penelitian dan Penyajian Data... 44
4.1.1 Gambaran Perusahaan (Obyek Penelitian)... 47
4.1.2 Penyajian Data... 46
4.2 Analisis dan Pembahasan berdasar teori semiotika Charles S. Peirce dan John Fiske... 48
4.2.1 Potongan Gambar dan Analisis Scene 1... 48
4.2.2 Potongan Gambar dan Analisis Scene 2... 51
4.2.3 Potongan Gambar dan Analisis Scene 3... 53
vii
4.2.8 Potongan Gambar dan Analisis Scene 8... 65
4.2.9 Potongan Gambar dan Analisis Scene 9... 67
4.2.10 Potongan Gambar dan Analisis Scene 10... 69
4.2.11 Potongan Gambar dan Analisis Scene 11... 72
4.2.12 Potongan Gambar dan Analisis Scene 12... 74
4.3 Makna Keseluruhan Iklan AXIS dalam Pendekatan Semiotika Charles Sanders Peirce dan John Fiske... 76
BabV KESIMPULAN DAN SARAN... 79
5.1 Kesimpulan... 79
5.2 Saran... 80
BAGIAN AKHIR Daftar Pustaka... 81
viii
3.2.2 Potongan Gambar “Scene-Scene” Iklan AXIS versi
Budi Handuk Dalam Persidangan Ngaku-ngaku Murah (Corpus)………... 36
Gambar potongan Scene 1... 37
Gambar potongan Scene 2... 37
Gambar potongan Scene 3... 38
Gambar potongan Scene 4... 38
Gambar potongan Scene 5... 38
Gambar potongan Scene 6... 38
Gambar potongan Scene 7... 38
Gambar potongan Scene 8... 39
Gambar potongan Scene 9... 39
Gambar potongan Scene 10... 39
Gambar potongan Scene 11... 39
Gambar potongan Scene 12... 39
4.1 Gambar pembanding Provider Indosat (Im3)... 77
ix
2.3 Bagan Kerangka Pemaknaan iklan AXIS versi
Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah di televisi……… 33
3.2 Tabel gambar Scene-Scene Iklan AXIS versi “Budi Handuk Dalam
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna iklan AXIS versi Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah” di televisi.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sistem tanda, dengan pendekatan semiotika milik Charles Sanders Peirce. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui pemaknaan secara menyeluruh iklan AXIS versi “Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah” di televisi.
Metode analisis semiotika yang membagi sistem tanda menjadi ikon, indeks, dan simbol. Merujuk pula analisis semiotik John Fiske yang membagi film (iklan) menjadi beberapa level utama yaitu pada realitas dan level representasi. Sehingga peneliti dapat menginterpretasikan semua unsur (talent, setting,
wardrobe, adegan, slogan / tagline, camera angel, sound / suara , dll)
Berdasarkan analisis peneliti mengenai pemaknaan iklan AXIS versi “Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah” di televisi dengan pendekatan semiotika Peirce, maka dapat disimpulkan : Dalam visualisasi Iklan ini secara jelas mengandung unsur sindiran dan menunjukkan bahwa AXIS ikut serta dalam fenomena perang tarif antar provider. Pada iklan ini menunjukkan betapa terbuka serta bebasnya persaingan bisnis antar provider telekomunikasi.
Kata kunci : AXIS, Semiotika, Charles Sanders Peirce, John Fiske.
ARY NURYANSYAH EKA PUTRA. (0543010031). Meaning AXIS IN TELEVISION ADVERTISING (AXIS Advertising Semiotics Analysis version "Budi handuk in the trial so confession cheap" on Television).
This study aimed to know the meaning of AXIS advertising "Budi handuk in the trial so confession cheap" on Television.
The theory used in this research is a sign system theory, using an approach to semiotics Charles Sanders Peirce. Qualitative descriptive method used to know the meaning of the overall advertising AXIS version of "Budi handuk in the trial so confession cheap" on Television.
Semiotic analysis method that divides a system of signs into icons, indexes, and symbols. Referring also John Fiske semiotic analysis that divides the film (advertising) into several main levels namely at the level of reality and representation. So that researchers can interpret all the elements (talent, setting, wardrobe, scene, slogan / tagline, camera angel, sound / voice, etc.)
Based on the analysis of signification ad researchers AXIS version of "Budi handuk in the trial so confession cheap" on television with Peirce's semiotic approach, it can be concluded: In the visualization of these ads are clearly contain elements of satire and shows that the AXIS participate in the phenomenon of fare wars between providers . In this ad shows how open and free competition among providers of telecommunications business.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada kehidupan masyarakat modern saat ini, komunikasi menjadi suatu
kebutuhan yang memegang peranan penting terutama dalam proses penyampaian
informasi dari satu pihak kepada pihak lainnya. Perkembangan dunia yang sangat
pesat saat ini juga mempengaruhi perkembangan media massa. Media massa kini
telah menjadi salah satu alat yang penting sebagai media penyampai pesan atau
informasi kepada masyarakat luas. Komunikasi yang menggunakan media massa
disebut sebagai komunikasi massa (effendy, 2002:50). Komunikasi massa
melibatkan jumlah komunikan (penerima pesan) dalam jumlah banyak, tersebar
dalam area geografis yang luas, namun mempunyai perhatian minat dan isu yang
sama. Karena itu, agar pesan yang disampaikan dapat diterima serentak pada satu
waktu yang sama, maka digunakan media massa seperti televisi, radio, dan surat
kabar atau pada komunitas global (masyarakat modern) menggunakan sebuah
media baru, internet.
Terlebih dalam media elektronik, televisi merupakan salah satu media
yang paling efektif karena selain dapat mendengar, pemirsa juga dapat melihat
(effendy, 1993:21). Penonton televisi tak perlu susah-susah pergi ke gedung
bioskop atau gedung sandiwara karena pesawat televisi menyajikan kerumahnya
(effendy, 2002:60). Dibandingkan dengan media lainnya, televisi memiliki
bidang informasi, hiburan maupun pendidikan. Dengan adanya keistimewaan
tersebut, masyarakat saat ini telah menjadikan televisi sebagai benda yang wajib
dimiliki. Hal ini terbukti dengan kondisi masyarakat saat ini terutama masyarakat
di kota-kota besar seperti Surabaya yang hampir di setiap rumah memiliki televisi.
Televisi menyajikan berbagai macam informasi. Informasi tidak mengalir secara
harfiah, kenyataannya informasi sendiri tiada bergerak yang sesungguhnya terlihat
adalah penyampaian suatu pesan, interpretasi penyampaian dan penciptaan
penyampaian pesan itu sendiri.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa televisi menyajikan
berbagai kebutuhan masyarakat dalam berbagai hal, sekarang dapat kita berikan
beberapa contoh konkrit bahwasanya televisi menyajikan program siaran berita,
acara hiburan sinetron, film, dan musik serta satu hal yang tak kalah pentingnya
yaitu, iklan. Sesuai dengan karakternya, iklan televisi mengandung unsur suara,
gambar dan gerak, oleh karena itu pesan yang disampaikan melalui media ini
sangat menarik perhatian dan impresif. Aspek artistik bahwa materi iklan yang
disajikan sebaiknya, menterjemahkan secara optimal pesan atau informasi yang
ingin disampaikan oleh pihak produsen dan pengiklan sehingga mampu
membentuk kesan yang positif pada khalayak sasaran yang dituju
(Sumartono,2002:134).
Di Indonesia sendiri, istilah iklan sering disebut dengan istilah advertensi
dan reklame. Kedua istilah tersebut diambil dari bahasa belanda yaitu
“advertensi” dan bahasa perancis yaitu “reclame”. Atau dengan kata lain iklan
melalui suatu media dan ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.
Sebagaimana dikutip oleh Alo Liliweri, bahwa iklan merupakan suatu proses
komunikasi yang mempunyai kekuatan sangat penting sebagai alat pemasaran
yang membantu menjual barang, memberikan layanan, serta gagasan atau ide-ide
melaui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif (Liliweri,1992:20).
Iklan merupakan salah satu unsur penting dalam siaran televisi, hal ini
dikarenakan iklan juga merupakan sarana komunikasi (advertising is a
communication) hal inilah yang diungkapkan oleh salah seorang professor
komunikasi, W. Ronald Lane dan J. Thomas Russell (2000:04). Demikian pula
hal yang diungkapkan oleh Lee dan Johnson (2004:03) yang mengatakan bahwa
iklan adalah komunikasi komersil dan non personal tentang sebuah organisasi dan
produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak melalui media, seperti
televisi, radio, koran, majalah, direct mail, reklame luar ruang atau kendaraan
umum. Iklan merupakan salah satu instrument pemasaran modern yang mana
aktivitasnya didasarkan pada konsep komunikasinya maka keberhasilannya dalam
mendukung program pemasaran merupakan pencerminan dari keberhasilan
komunikasi. Iklan mempunyai kekuatan guna mendorong calon konsumen untuk
membeli suatu produk tanpa melihat atau mencoba produk itu terlebih dahulu.
Sehingga dengan beriklan, perusahaan juga berusaha mengkomunikasikan baik
keberadaan perusahaaan itu sendiri maupun produk ataupun jasa yang dihasilkan
dan semaksimal mungkin bagaimana iklan tersebut mampu memuaskan
Dari beberapa pengertian iklan diatas terdapat berbagai macam perspektif
yang berbeda-beda, namun sebagian besar definisi tersebut memiliki kesamaan
dan kesamaan tersebut dirangkum menjadi enam prinsip dasar, yaitu :
1. Adanya pesan tertentu.
2. Dilakukan oleh komunikator (sponsor). 3. Dilakukan dengan cara non personal. 4. Disampaikan untuk khalayak tertentu.
5. Dalam menyampaikan pesan tersebut, dilakukan dengan cara membayar.
6. Penyampaian pesan tersebut, mengharapkan dampak tertentu.” (Widyatama,2005:75)
Secara umum iklan dibagi menjadi 2 jenis iklan yaitu Iklan standar yang
dimaksudkan untuk memperkenalkan barang, jasa dan pelayanan untuk konsumen
melalui media periklanan dan Iklan layanan masyarakat yang diartikan non-profit
dan keuntungan yang dicari bukan keuntungan materi, namun keuntungan sosial.
Secara khusus iklan dibagi berdasarkan fungsi dan tujuan iklan. Menurut
kategori iklan terdiri dari Iklan tentang produk dan bukan produk, Iklan komersial
dan bukan komersial, Iklan berdampak langsung dan tidak langsung.
Iklan produk adalah iklan yang berisi pesan tentang barang, semantara
iklan bukan produk berisi informasi atau jasa. Iklan komersial adalah iklan yang
bertujuan untuk mengharapkan keuntungan, semantara iklan bukan komersial
adalah iklan yang tidak mengharapkan keuntungan finansial melainkan
keuntungan sosial. Iklan berdampak langsung adalah iklan yang memberikan
gambaran tentang suatu informasi yang membentuk sikap khalayak yang lebih
“familier” (Widyatama,2005:75). Tidak bisa dipungkiri pula bahwa hingga saat
ini iklan masih menjadi sarana yang tepat dalam menunjang aktivitas pemasaran
meningkatkan awareness, sales dan image suatu produk maupun jasa, serta salah
satu manfaat dari periklanan adalah agar orang dapat ingat pada produksi iklan
tersebut (kasalai, 1995:213). Sedangkan maksud dari periklanan adalah untuk
memberikan informasi kepada konsumen dan mempengaruhi konsumen, untuk
dapat mempengaruhi tentunya dibutuhkan suatu pesan yang baik, yang dibuat
semenarik mungkin agar dapat mencapai sasaran secara cepat dan tepat. Banyak
iklan yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan bukan sebagai iklan yang
menawarkan produk, tetapi lebih pada tujuan ingin menanamkan ide atau kesan
tertentu kepada masyarakat dan iklan seperti itu bukanlah hanya bertujuan untuk
mengenalkan produk, tetapi arahnya lebih sebagai alat public relation untuk
memantapkan citra perusahaan dan yang lebih penting membentuk opini
dikalangan tertentu. Salah satu bentuk iklan yang paling menarik di televisi saat
ini adalah, iklan provider atau iklan-iklan telekomunikasi. Banyak macam dan
ragam iklan dari berbagai provider yang ditayangkan di televisi sekarang, salah
satu pemicunya adalah gencarnya program perang tarif dan fitur-fitur operator
seluler untuk mendapatkan costumer atau konsumen sebanyak-banyaknya dengan
menghadirkan staterpack (kartu perdana baru yang hadir dengan tarif paket sms,
telepon, internet dengan harga serba hemat). Salah satu iklan di televisi yang
dapat dikategorikan menonjol dan menunjukkan persaingan keras antar provider
yaitu iklan milik AXIS.
AXIS merupakan salah satu jaringan operator seluler baru yang hadir
dengan slogan ‘GSM YANG BAIK’, tak mau kalah dan ikut serta dalam
dapat dibuktikan dalam iklan televisi AXIS versi ‘Budi handuk dalam persidangan
ngaku-ngaku murah’. Melalui iklan, pemirsa televisi dapat lebih mengenal Axis
sebagai sebuah brand GSM (Global System for Mobile Communication) dan 3G
(Third Generation) terbaru di Indonesia. Visualisasi teks dalam iklan tersebut
nampak jelas yaitu Budi Handuk (artis) yang bertindak sebagai hakim sedang
memimpin sebuah persidangan yang dihadiri oleh tiga “terdakwa”. Terdakwa
pertama sebagai sosok rapper dengan baju warna dominan kuning, terdakwa
kedua adalah wanita dengan baju dominan berwarna biru dan terdakwa ketiga
adalah laki-laki dengan baju ungu yang melambangkan dan menjelaskan bahwa
AXIS merupakan GSM yang baik dan memberikan berbagai keuntungan dan
kelebihan bagi penggunanya.
Iklan tidak selamanya bercerita tentang bagaimana produk bisa segera
dibeli konsumen. Namun, beberapa diantaranya juga ingin menyampaikan citra
kuat mengenai apa dan bagaimana kiprah produk saat ini. Dalam kondisi seperti
inilah, sebuah produk perlu melakukan relaunch kepada publik sehingga citra
produk tetap terjaga dan terpelihara (majalah cakram, September, 2005:18). Oleh
karena itu, Hal inilah yang mendorong serta menggugah minat peneliti untuk
melakukan analisis terhadap unsur dan makna tanda (sign) dengan menggunakan
metode penelitian deskriptif melalui pendekatan semiotika Charles Sanders Peirce
serta peneliti bisa memahami penerapan semiotika pada iklan televisi shot apa
saja yang muncul dan bagaimana maknanya dengan merujuk pada teori milik john
fiske dalam iklan AXIS versi ‘Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian singkat mengenai latar belakang diatas, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana pemaknaan iklan
AXIS versi “ Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah” di media
televisi
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana
pemaknaan Iklan AXIS di media televisi.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis
Secara akademis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian
ilmu komunikasi yang menjelaskan keberlakuan teori-teori komunikasi mengenai
efektivitas iklan televisi. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan bahan bagi
penelitian-penelitian selanjutnya.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Manfaat penelitian ini secara praktis adalah sebagai bahan masukan dan
saran bagi perusahaan serta masyarakat luas dapat memahami dengan benar
tentang makna yang terkandung didalam iklan AXIS versi “Budi handuk dalam
persidangan ngaku-ngaku murah” di televisi.
1.4.3 Kegunaan Teoritis
Dapat menambah referensi bagi mahasiswa Univesitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur khususnya FISIP Program Studi Ilmu
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep Iklan
Dalam konsep bahasa yang sederhana, ‘iklan’ memiliki arti ‘menarik
perhatian kepada sesuatu’ atau menunjukkan atau memberi informasi kepada
seseorang atas suatu hal (Dyer, 1996:2). Dyer juga menambahkan bahwa pada
awalnya fungsi utama dari sebuah iklan adalah untuk memperkenalkan berbagai
variasi barang kepada publik sehingga mendukung terciptanya perekonomian
bebas. Istilah iklan sendiri berasal dari bahasa inggris yaitu Advertising yang
menunjukkan suatu proses atau kegiatan komunikasi yang melibatkan pihak-pihak
sponsor (pemasang iklan atau advertiser), media massa, atau agen periklanan
(biro iklan). Ciri utama dari kegiatan tersebut adalah kegiatan pembayaran yang
dilakukan para pemasang iklan melalui biro iklan atau langsung kepada media
massa terkait atas dimuatnya atau disiarkannya penawaran barang dan jasa yang
dihasilkan si pemasang iklan tersebut (Aaker dalam rendra, 2007:7). Namun
seiring dengan perkembangan jaman, dunia periklanan telah menjadi semakin
jauh terlibat dalam manipulasi nilai-nilai sosial dan perilaku, menampilkan wajah
komersialisasi secara dominan dengan menghadirkan beragam acara serta
menggiring khalayak kepada pengiklan dan pada akhirnya semakin tidak
berkaitan langsung dengan esensi komunikasi (dalam hal ini, media massa)
sebagai bagian dari sistem kapitalisme global. Esensi iklan dalam studi media
massa mengandung tiga pemikiran, yaitu :
1. iklan menyediakan dukungan finansial bagi media.
2. iklan benar-benar dipertimbangkan oleh industri itu sendiri.
3. iklan dapat menembus kebudayaan kita dan merupakan media diantara
khalayak serta membangun citra diri dan citra masyarakat (Eldon
Hiebert, 1990 : 178).
2.1.2 Periklanan Sebagai Bentuk Komunikasi Massa
Periklanan adalah suatu cara untuk menciptakan kesadaran dan pilihan.
Iklan ada karena ia memiliki fungsi. Dilihat sebagai alat, iklan dapat digunakan
untuk mencapai berbagai tujuan, ia bergantung pada kemana komunikator hendak
mengarahkan pesannya (Widyatama,2005:144).
Iklan memiliki beberapa tujuan yaitu tujuan jangka pendek yang artinya
iklan diharapkan mampu memberikan dampak segera setelah iklan disampaikan di
tengah masyarakat. Berbeda dengan tujuan jangka pendek iklan juga memiliki
tujuan jangka panjang yaitu, dampak yang baru dapat dipetik dalam kurun waktu
yang lama setelah iklan diluncurkan. Iklan tidak sekedar menjual barang; ia juga
menginformasikan, membujuk, menawarkan status, membangun citra, dan bahkan
menjual mimpi. Pendeknya, iklan merekayasa kebutuhan dan dan menciptakan
ketergantungan psikologis (Hamelink, 1983:16). Karena sifatnya yang persuasif,
iklan menurut Tilman dan Kirk Patrick merupakan komunikasi massa yang
Melalui pesan yang informatif sekaligus persuasif mereka menjanjikan :
(1) adanya barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan.
(2) tempat memperolehnya,
(3) kualitas dari barang dan jasa (Tilman & Kirk Patrick, 1972 : 174).
Menurut Alo Liliweri (1998), iklan mempunyai fungsi yang sangat luas.
Fungsi-fungsi tersebut meliputi, fungsi pemasaran, fungsi komunikasi, fungsi
pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi sosial.
Fungsi pemasaran adalah fungsi iklan yang diharapkan untuk membantu
pemasaran atau menjual produk. Artinya, iklan digunakan untuk mempengaruhi
khalayak untuk membeli dan mengkonsumsi produk. Yang kedua adalah fungsi
komunikasi artinya, bahwa iklan sebenarnya merupakan sebentuk pesan dari
komunikator kepada khalayaknya. Fungsi yang ketiga menurut Liliweri adalah
fungsi pendidikan. Fungsi ini mengandung makna bahwa iklan merupakan alat
yang dapat membantu mendidikan khalayak mengenai sesuatu agar mengetahui
dan mampu melakukan sesuatu. Fungsi keempat dari iklan adalah fungsi ekonomi,
yang artinya iklan mampu menjadi penggerak agar kegiatan ekonomi tetap dapat
berjalan. Yang terakhir adalah fungsi sosial. Dalam fungsi ini iklan ternyata telah
mampu menghasilkan dampak sosial psikologis yang cukup besar, iklan
membawa berbagai pengaruh dalam masyarakat, misalnya munculnya budaya
konsumerisme, menciptakan status sosial baru, menciptakan budaya pop dan
sebagainya. Karena iklan ditujukan untuk khalayak ramai, maka dengan demikian
iklan bukan merupakan komunikasi interpersonal melainkan non personal. Oleh
komunikasi massa. Iklan memang menonjolkan sifat persuasifnya, yakni
bagaimana seorang individu berubah sikap sebagai hasil transaksi dengan pihak
lain. Satu definisi mengenai persuasi dapat kita temukan dalam buku Dedy
Djamaluddin Malik (1993 :5). “Persuasi diartikan sebagai usaha sadar untuk
mengubah sikap, nilai atau perilaku dari individu atau kelompok lain melalui
pesan.” (sumber : Djamaluddin Malik, Dedy dan Yosal Iriantara, Komunikasi
Persuasif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993)
2.1.3 Iklan Televisi (TVC/Television Commercial)
Iklan menjadi wacana penting dalam bisnis, terutama dalam proses
membangun merek atau branding. Kegiatan periklanan yang efektif dipandang
mampu mempengarui kecenderungan mengkonsumsi dalam masyarakat. Iklan
yang efektif juga akan mengubah pengetahuan publik mengenai ketersediaan dan
karakteristik sebuah produk, elastisitas permintaan produk akan sangat
dipengaruhi aktivitas periklanan. Iklan televisi atau TVC sesungguhnya hanya
sebagian kecil dalam proses branding, masih banyak elemen-elemen lain dalam
mencapai sebuah merek yang kuat dan (diharapkan) mempunyai brand life cycle
yang panjang bahkan abadi.
Dalam membuat iklan harus cerdas, kreatif sekaligus menjual. Artinya,
dari segi pendekatan bahasa komunikasinya (visual atau verbal) iklan tersbut
harus mampu menarik target audience untuk melihat (stopping power), mengerti
dan kemudian mengambil tindakan yang diharapkan. Jadi iklan yang cerdas bukan
menggerakkan calon konsumen untuk mengambil keputusan (action). (Majalah
Cakram edisi khusus Juni-Juli 2005).
Periklanan dipandang sebagai media paling lazim digunakan suatu
perusahaan untuk mengarahkan komunikasi yang persuasif pada konsumen. Iklan
ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan,
sikap dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merk. Tujuan
ini bermuara pada upaya mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli,
meskipun tidak secara langsung berdampak pada pembelian. Iklan menjadi sarana
untuk membantu pemasaran yang efektif dalam menjalin komunikasi antara
perusahaan ke konsumen dan sebagai upaya perusahaan dalam menghadapi
pesaing. Kemampuan ini muncul karena adanya suatu produk yang dihasilkan
suatu perusahaan. Bagaimanapun bagusnya suatu produk jika harus dirahasiakan
dari konsumen maka tidak ada gunanya.
Pada dasarnya media televisi bersifat transistory atau hanya sekilas dan
penyampaian pesannya dibatasi oleh durasi (jam, menit, detik). Pesan dari televisi
memiliki kelebihan tersendiri, tidak hanya didengar tetapi juga dapat dilihat dalam
gambar yang bergerak (audio visual). Televisi merupakan media yang paling
disukai oleh para pengiklan. Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi yang
mempunyai unsur audio dan visual, sehingga para pengiklan percaya bahwa
televisi mampu menambah daya tarik iklan dibanding media lain. Televisi juga
diyakini sangat berorientasi mengingatkan khalayak sasaran terhadap pesan yang
Iklan yang dimaksud adalah bagian-bagian dalam iklan yang ditayangkan
di televisi, yang terdiri dari video, suara (audio), model (talent), peraga (props),
latar (settings), pencahayaan (lighting), grafik (grapich), kecepatan (pacing).
(Wells, Burnet & Mariarty, 1999 : 391-394).
1. Unsur video segala sesuatu yang ditampilkan dilayar yang biasa
dilihat pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang
perhatian khalayak atau dijadikan perhatian karena pada dasarnya
manusia secara visual tertarik pada obyek yang bergerak. Dengan
kata lain manusia lebih tertarik pada iklan display yang bergerak.
2. Unsur suara atau audio dalam iklan televisi, pada dasarnya sama
dengan di radio, yaitu dengan memanfaatkan musik, lagu-lagu
singkat (jingle), atau suara orang (voice). Misalnya, seorang model
iklan menyampaikan pesan, langsung kepada khalayak melalui
dialog yang terekam pada kamera.
3. Unsur aktor atau model iklan (talent) juga menjadi unsur penting
dalam iklan. Sebagaimana banyak studi yang menunjukkan bahwa
keefektifan komunikasi juga ditentukan oleh ciri-ciri dari
komunikator, seperti kredibilitas dan daya tarik.
4. Alat peraga (props) adalah peralatan-peralatan lain yang digunakan
untuk mendukung pengiklanan sebuah produk. Misalnya, untuk
mengiklankan sebuah rokok akan terlihat lebih menarik yang
mendukung keberadaan seorang model iklan yang berpenampilan
kegunaan, dan keuntungan produk, seperti logo, kemasan dan cara
penggunaan suatu produk.
5. Latar atau suasana (setting) adalah tempat atau lokasi dimana
pengambilan gambar (shooting) ketika adegan tertentu dalam iklan
itu berlangsung. Lokasi tersebut dipilih berdasakan tema iklan.
6. Unsur pencahayaan (lighting) sangat penting untuk menarik
perhatian khalayak dalam menerima suatu obyek tentang kejelasan
gambar.
7. Unsur gambar atau tampilan yang bias dilihat pada iklan di televisi
merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak dalam
menerima kehadiran sebuah obyek, dan diharapkan khalayak lebih
mudah menerima dan mempersepsikan makna yang disampaikan.
Unsur gambar ini misalnya mengandalkan komposisi warna atau
bahasa tubuh (gesture) dari pameran iklan.
8. Unsur kecepatan atau pengulangan merupakan unsur yang sering
dipakai, yaitu dengan melakukan pengulangan slogan-slogan atau
kata-kata. Sebagai contoh misalnya pengulangan nama merek atau
keunggulan produk dibandingkan yang lain. Sebagaimana teori
dalam gaya bahasa bahwa sesuatu hal yang disampaikan berkali-kali
bila disertai variasi akan menarik perhatian orang.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa suatu iklan akan
berhasil apabila memenuhi unsur-unsur yang menjadi komponen iklan.
pencahayaan, grafik, dan kecepatan. Semua komponen iklan tersebut harus
lengkap guna memperoleh hasil yang optimal, karena dengan kurangnya salah
satu komponen akan membuat iklan tersebut terasa kurang menarik.
2.2 Semiotika dan Metodologi Charles Sanders Peirce
Semiotika berasal dari bahasa yunani, semeion yang berarti ‘tanda’
(Sudjiman dan van Zoest, 1996:vii) atau seme, yang berarti ‘penafsir tanda’
(Cobley dan Jansz, 1999:4). Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas
seni logika, retorika, dan poetika (Kurniawan, 2001:49). Semiotika atau semiologi
merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama serta mengandung
pengertian yang persis sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di eropa,
sedangkan semiotika lazim dipakai oleh ilmuwan amerika. Dengan kata lain,
istilah semiologi menunjukkan pengaruh kubu Saussure, sedangkan semiotika
lebih tertuju kepada kubu peirce (van Zoest, 1996:2). Namun belakangan, ada
kecenderungan istilah semiotika lebih populer daripada istilah semiologi sehingga
penganut Saussure pun sering menggunakannya (Tommy Christomy, 2001:7).
Istilah Semiotika atau semiotik muncul pada akhir abad ke-19 oleh filsuf
aliran pragmatik amerika, Charles Sanders peirce yang merujuk pada “doktrin
formal tentang tanda-tanda”. Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep
tentang tanda : tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh
tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri pun-sejauh terkait dengan pikiran
manusia-seluruhnya terdiri atas tanda-tanda karena, jika tidak begitu, manusia tidak akan
Menurut pandangan Roy J. Howard (2000:154), Peirce sangat berjasa
karena telah mengidentifikasi dari logika ilmu ke dalam kepentingan intelektual,
yaitu tindakan komunikatif dan telah menunjukkan bagaimana ia menggaris
bawahi kepentingan teknis ilmu. Peirce terkenal karena teori tandanya, bagi peirce
(Pateda, 2001:44) baginya tanda “is something which stands to somebody for
something in some respect or capacity”. Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa
berfungsi, oleh peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau
representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan
interpretant. Atas dasar hubungan ini, peirce (Pateda 2001:44) mengadakan
klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibagi menjadi qualisign,
sinsign, dan legisign, Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya
kata-kata kasar, keras, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau
peristiwa yang ada pada tanda. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda.
Berdasarkan klasifikasi tersebut, Peirce (pateda, 2001:45-47) membagi
tanda menjadi sepuluh jenis :
1. Qualisign, yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda. Misalnya,
suaranya keras menandakan orang itu marah atau ada sesuatu yang
diinginkan.
2. Iconic Sinsign, yakni tanda yang memperlihatkan kemiripan. Contoh, to, diagram, peta dan tanda baca.
3. Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung, yang secara langsung menarik perhatian karena
merenggut nyawa orang yang mandi disitu akan dipasang bendera
bergambar tengkorak yang bermakna berbahaya, dilarang mandi
disini.
4. Dicent Sinsign, yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu. Misalnya, tanda larangan yang terdapat di pintu masuk
sebuah kantor.
5. Iconic legisign, yakni tanda yang menginformasikan norma atau hukum. Misalnya, rambu lalu lintas.
6. Rhematic Indexical Legisign, yakni tanda yang mengacu kepada objek tertentu, misalnya kata ganti penunjuk. Seseorang bertanya,
“mana buku itu?” dan dijawab, “itu!”
7. Dicent Indexical Legisign, yankni tanda yang bermakna inormasi dan menunjuk subjek informasi. Tanda berupa lampu merah yang
berputar-putar diatas mobil ambulans menandakan ada orang sakit
atau orang yang celaka yang tengah dilarikan ke rumah sakit.
8. Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme, yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi ide umum.
Misalnya, kita melihat gambar harimau. Lantas kita katakana,
harimau. Mengapa kita tandakan demikian, karena ada asosiasi
antara gambar dengan benda atau hewan yang kita lihat yang
namanya harimau.
otak. Kalau seseorang berkata, “pergi!” penafsiran kita langsung
berasosiasi pada otak, dan serta merta kita pergi. Padahal proposisi
yang kita dengar hanya kata. Kata-kata yang kita gunakan yang
membentuk kalimat, semuanya adalah proposisi yang mengandung
makna yang berasosiasi di dalam otak. Otak secara otomatis dan
cepat menafsirkan proposisi itu, dan seseorang segera menetapkan
pilihan atau sikap.
10. Argument, yakni tanda yang merupakan iferens seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu. Seseorang berkata,
“gelap”. Orang itu berkata gelap sebab ia menilai ruang itu cocok
dikatakan gelap. Dengan demikian argument merupakan tanda
yang berisi penilaian atau alasan, mengapa seseorang berkata
demikian. Tentu saja penilaian tersebut mengandung kebenaran.
Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index
(indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda
dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon
adalah tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya potret, peta,
patung. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara
tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda
yang langsung mengacu pada kenyataan. Simbol adalah tanda yang menunjukkan
hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan diantaranya
kesepakatan diantara penggunanya, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian)
masyarakat. Tabel berikut barangkali dapat lebih memperjelas :
Gambar 2.1 Tabel Trikotomi Ikon/ Indeks/Simbol Peirce Sumber : Arthur Asa berger. 2000. Tanda-tanda dalam kebudayaan
kontemporer. Yogyakarta: PT Tiara Wacana, hlm 14
Menurut Peirce, sebuah analisis tentang esensi tanda mengarah pada
pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh objeknya. Pertama, dengan
mengikuti sifat objeknya, ketika kita menyebut tanda sebuah ikon. Kedua,
menjadi kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan sebuah indeks, Ketiga,
kurang lebih, perkiraan yang pasti bahwa hal itu diinterpretasikan sebagai objek
denotatif sebagai akibat dari suatu kebiasaan ketika kita menyebut tanda sebuah
simbol. Kemudian, istilah simbol dalam pandangan peirce dalam istilah
sehari-hari lazim disebut kata (word), nama (name), dan label (label). Sebab itu tidak
mengherankan apabila pengertian tanda, simbol, maupun kata seringkali tumpang
tindih. Seperti halnya Peirce, Ogden, dan Richards juga menggunakan istilah
TANDA IKON INDEKS SIMBOL
Ditandai dengan Persamaan
(Kesamaan)
Proses Dapat dilihat Dapat
diperkirakan
simbol dalam wawasan Peirce. Sebagaimana dalam wawasan Peirce, hubungan
ketiga butir tersebut bersifat konvensional. Hubungan antara simbol, thought of
reference (pikiran atau referensi), dengan referent (acuan) sebagaimana dapat
digambarkan melalui bagan semiotic triangle sebagai berikut :
Ikon
Indeks Simbol
Gambar 2.2 unsur makna dari Pierce
Sumber: Fiske, John, 2007 ; Cultural and Communication Studies. Yogyakarta: Jalasutra, hlm. 70
Pierce merasa bahwa ini merupakan model yang sangat bermanfaat dan
fundamental mengenai sifat tanda. Dia (Pierce) menulis :
Setiap tanda ditentukan oleh objeknya, pertama-tama, dengan mengambil bagian dalam karakter objek, tatkala saya menyebut tanda sebuah ikon; kedua, dengan menjad nyata dan dalam eksistensi individualnya terkait dengan objek individual, tatkala saya menyebut tanda sebuah indeks; ketiga, dengan kurang lebih mendekati kepastian bahwa tanda itu akan ditafsirkan sebagai mendenotasikan objek sebagai konsekuensi dari kebiasaan…tatkala saya menyebut tanda sebuah simbol. (Dalam Zeman, 1997)
Ikon menunjukkan kemiripan dengan objeknya atau dalam beberapa hal
tanda menyerupai objeknya. Model tanda objek interpretant dari Pierce
merupakan sebuah ikon dalam upayanya mereproduksi dalam bentuk konkret
struktur relasi yang abstrak di antara unsur-unsurnya. Sebuah indeks sama
eksistensialnya langsung dengan objeknya atau ada hubungan langsung antara
tanda dan objeknya. Sebuah simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan
objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan. Dalam simbol tidak ada
hubungan atau kemiripan antara tanda dan obyeknya : sebuah simbol
dikomunikasikan hanya karena manusia sepakat bahwa simbol itu menunjukkan
sesuatu. (Sumber: Fiske, John, 2007 ; Cultural and Communication Studies. Yogyakarta:
Jalasutra, hlm. 69-71)
2.2.1 Pendekatan Semiotik John Fiske Dalam Iklan Televisi
Iklan (advertisement), sebagai sebuah objek semiotika, mempunyai
perbedaan mendasar dengan desain yang bersifat tiga dimensional, khususnya
desain produk. Iklan, seperti media massa pada umumnya, mempunyai fungsi
komunikasi langsung (direct communication function), sementara sebuah desain
produk mempunyai fungsi komunikasi yang tidak langsung (indirect
communication function). Metode analisis semiotika iklan secara khusus telah
dikembangkan oleh berbagai ahlinya, misalnya ole Gillian Dyer, Torben
Vestergaard, dan Judith Williamson.
(sumber : sugiharto,bambang,2003: Hipersemiotika ‘Tafsir Cultural studies atas matinya makna’.yogyakata: Jalasutra,hlm.263)
Perspektif produksi dan pertukaran makna memfokuskan bahasannya pada
bagaimana sebuah tanda, lambang ataupun simbol berinteraksi dengan
orang-orang disekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Hal ini berhubungan
dengan peranan tanda-tanda tersebut dalam budaya kita. Perspektif ini seringkali
pengirim pesan dan penerima pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai
adalah signifikasinya dan bukan kejelasan sebuah pesan disampaikan. Untuk
itulah pendekatan yang berasal dari perspektif tentang tanda (iklan) dan budaya ini
dinamakan pendekatan semiotik.
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), fungsi
tanda, dan produksi makna. Studi ini tidak hanya mengarah pada ‘tanda’ dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi juga tujuan dibuatnya tanda-tanda tersebut.
Bentuk-bentuk tanda disini antara lain berupa kata-kata, gambar (images), suara, gerak
tubuh dan objek. Bila kita mempelajari tanda yang satu dengan tanda-tanda yang
lain membentuk sebuah sistem, dan kemudian dibuat sistem tanda. Lebih
sederhananya semiotik mempelajari bagaimana sistem tanda membentuk sebuah
makna. Menurut John Fiske, konsentrasi semiotik adalah pada hubungan yang
timbul antara sebuah tanda dan makna yang terkandung di dalamnya, juga
bagaimana tanda-tanda tersebut dikomunikasikan dalam kode-kode.
Penerapan Semiotik pada iklan televsi, berarti kita harus memperhatikan
aspek medium televisi yang berfungsi sebagai tanda. Maka dari sudut pandang ini
jenis ambilan kamera (selanjutnya disebut shot saja) dan kerja kamera (camera
work). Dengan cara ini, peneliti bisa memahami shot apa saja yang muncul dan
bagaimana maknanya. Misalnya, Close-Up (CU) shot berarti pengambilan kamera
dari dari leher ke atas atau menekankan bagian wajah, makna dari (CU) shot
adalah keintiman dan sebagainya. Selain shot, yang terdapat pada camera work
atau kerja kamera yaitu bagaimana gerak kamera terhadap objek, misalnya
Pan-up berarti kamera melihat ke atas, dan ini bermakna adanya otoritas atau
kekuasaan pada objek yang diambil (Berger, 1987:37).
Pada dunia televisi sering kali mempergunakan banyak istilah yang selalu
berhubungan dengat shot. Dalam faktor yang kini berperan termasuk jarak, fokus,
sudut pengambilan gambar, gerak dan sudut pandang. Shot normal meliputi : full
shot (shot keseluruhan), shot tiga perempat, medium shot (shot menengah),
semuanya dirumuskan menurut jumlah bagian dari subjek yang tampak. Close up,
long shot, extreme shot melengkapi lingkungan berbagai jarak.
Shot adalah kata dalam film, adegan sama dengan kalimat, dan segwen
(scene) merupakan paragraf. Dengan pengertian perangkat pembagian ini disusun
sesuai dengan urutan yang meningkat, pertama-tama sebuah shot memerlukan
waktu. Dalam jangka waktu itu ada imaji-imaji yang banyaknya terus-menerus
berbeda. Kalau begitu, apakah imagi tunggal, yaitu frame, merupakan arti dalam
film? Jawabannya tetap tidak, karena ia tiap mencakup informasi visual yang
tidak terbatas dan potensial, seperti halnya yang menyertainya. Bisa saja
mengatakan bahwa sebuah shot film dapat disamakan sebuah kalimat, karena ia
mengutarakan suatu pernyataan dan dapat berdiri sendiri. Shot secara teknis dapat
dirumuskan dengan cukup baik sebagai sepotong film. Sebuah shot dapat berisi
infomasi sebanyak yang mau kita baca didalamnnya, dan satuan-satuan maupun
yang kita rumuskan, dalam shot itu berkehendak hati sendiri. (sumarno, 1996:71)
Lebih jauh yang harus diperhatikan tidak hanya shot dan camera work
tetapi juga suara. Suara meliputi sound effect dan musik. Televisi sebagai media
suara merupakan aspek kenyataan hidup. Suara yang keras, menghentak, lemah,
memiliki makna yang berbeda-beda. Setiap suara mengekspresikan sesuatu yang
unik (Sumarno, 1996:71). Diasumsikan pembuatan iklan televisi sama dengan
pembuatan sebuah film cerita. Menurut John Fiske, analisis pada iklan AXIS versi
‘Budi Handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah’ dapat dibagi menjadi tiga
level, yaitu :
1. Level Realitas
Pada level ini realitas dapat berupa penampilan, pakaian dan make-up
yang digunakan oleh pemain, lingkungan perilaku, ucapan, gerak
tubuh (gesture), ekspresi, suara dan sebagainya yang dipahami sebagai
kode budaya yang ditangkap secara elektronik melalui kode-kode
teknis.
2. Level Representasi
Meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, music dan suara, yang
ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat
konvensional. Bentuk-bentuk representasi dapat berupa cerita, konflik,
karakter, action, dialog, setting, casting, dan sebagainya.
Level representasi meliputi :
(a) Teknik Kamera : jarak dan sudut pengambilan.
Ada lima jenis shot gambar yang paling dasar yaitu meliputi :
1. Long Shot (LS) yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah
manusia maka dapat diukur antara lutut kaki hingga sedikit
lagi yaitu Extreme Long Shot (LES), mulai dari sedikit ruang
dibawah kaki hingga ruang tertentu di atas kepala. Long Shot
ini menggambarkan dan memberikan informasi kepada
penonton mengenai penampilan tokoh (termasuk bahasa tubuh,
mulai dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki) yang
kemudian mengarah pada karakter serta situasi dan kondisi
yang sedang terjadi pada adegan itu.
2. Medium Shot (MS), yaitu shot gambar yang jika objeknya
adalah manusia, maka dapat diukur sebatas dada hingga sedikit
ruang diatas kepala. Dari medium shot dapat dikembangkan
lagi, yaitu Wide Medium Shot (WMS), gambar medium shot tapi
agak melebar kesamping kanan kiri. Pengambilan gambar
Medium shot menggambarkan dan memberikan informasi
kepada penonton tentang ekspresi dan karakter, secara lebih
dekat dibandingkan long shot.
3. Close-Up (CU), yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah
manusia, maka diukur dari bahu hingga sedikit ruang di atas
kepala. Pengambilan gambar close-up menggambarkan dan
memberikan informasi kepada penonton tentang penguatan
ekspresi dan dialog penting untuk lebih diperhatikan penonton.
4. Extreme Close-Up, menggambarkan secara details ekspresi
pemain dari suatu peristiwa (lebih detail pada ekspresi tubuh,
5. Estabilishing shot, biasanya digunakan untuk membuka suatu
adegan
(b) Teknik kamera : perpindahan kamera antara lain :
1) Zoom, yaitu gerakan kamera yang secara pelan dan cepat, baik
sesungguhnya maupun buatan, menuju suatu objek. Juga
diterapkan ketika menjauhi objek (Efendy, 2002:156).
Biasanya digunakan untuk memberi kejutan pada penonton,
penekanan dialog dan atau tokoh, setting serta informasi
tentang situasi dan kondisi.
2) Dollying (trucking), yaitu pergerakan kamera pengambilan
gambar dengan menggunakan kendaraan beroda yang
mengakomodasikan kamera dan operator kamera (Efendy,
2002:135). Kecepatan dollying ini mampu mempengaruhi
perasaan penonton
3) Follow Shot, yaitu pengambilan gambar dengan kamera
bergerak berputar untuk mengikuti pemeran dalam adegan
(Efendy, 2002:138).
4) Swish Pan, yaitu gerakan panning ketika kamera digerakkan secara
cepat dari satu sisi ke sisi lain, menyebabkan gambar di film menjadi
kabur untuk memunculkan kesan gerakan mata secara cepat dari satu
(c) Penggunaan suara.
1. Voicer-over narration, biasanya digunakan untuk
memperkenalkan bagian tertentu dari suatu program,
menambah informasi yang tidak ada dalam gambar untuk
menginterpretasikan kesan pada penonton dari suatu sudut
pandang, menghubungkan bagian sequences dari program
secara bersamaan.
2. Sound Effect, untuk memberikan tambahan ilusi pada suatu
kejadian.
3. Music, untuk mempertahanka kesan dari suatu fase untuk
mengiringi suatu adegan, warna emosional pada musik turut
mendukung keadaan emosional suatu adegan.
3. Level ideology
Level ini diorganisasikan kedalam kesatuan (coherence) dan
penerimaan social (social acceptability) seperti individualism,
kelas patriarki, pluralism, umur, ras dan sebagainya.
(sumber : bahan skripsi pemaknaan iklan rokok Amild versi Go ahead,
2.2.2 Respon Psikologi Warna
Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal.
Warna juga lebih dianggap sebagai satu fenomena psikologi. Berikut adalah
uraian tentang arti dan respon psikologinya menurut Max Luscher, seorang
psikolog asal Swiss.
Hitam, Warna hitam adalah lambang kematian. Kebanyakan bangsa-bangsa di dunia mengenakan pakaian warna hitam pada waktu upacara kematian.
Hitam sendiri mempunyai tafsir yang sangat banyak karena warna ini merupakan
kombinasi dari semua warna. Yang paling umum dari pemaknaan warna hitam
adalah kesan misterius. Dalam film-film fiksi sosok hantu, penyihir, dan mahkluk
jadi-jadian sering digambarkan dengan kostum dan atribut yang serba hitam.
Respon Psikologi: Power, Seksualitas, Kecanggihan, Kematian, Misteri,
Ketakutan, Kesedihan, Keanggunan.
Jingga, Warna jingga cocok untuk meningkatkan komunikasi karena membawa keceriaan, kegembiraan kreativitas, ambisi dan rasa humor. Selain itu
warna jingga juga memberikan rasa hangat dan menciptakan atmosfir yang akrab
pada ruangan. Karena sifatnya tadi, warna jingga akan cocok jika digunakan
diruang keluarga atau gang dalam rumah untuk memberikan rasa hangat dan
akrab. Dapur dan ruang makan kita juga cocok jika diberi warna jingga karena
bisa membangkitkan selera.
Warna jingga di ruang kerja bisa meningkatkan kreativitas dan semangat
kerja. Konsentrasi juga bisa ditingkatkan dengan warna jingga menjadi warna
meningkatkan produksi air susu. Namun patut diperhatikan pemakaian warna
jingga yang berlebihan justru bisa menyebabkan perilaku yang tidak bertanggung
jawab, rasa resah dan gelisah.
Respon Psikologi: Energy, Keseimbangan, Kehangatan.
Cokelat, Warna cokelat adalah warna yang kesannya paling dekat dengan bumi sehingga membuat kita merasa dekat. Cokelat bisa menjadi sumber energi
yang konstan, serta membuat kita merasa kuat. Warna ini mewakili rasa aman,
komitmen dan kepercayaan. Coklat juga memberikan rasa hangat dan nyaman.
Karena sifatnya yang membumi, warna coklat sangat cocok digunakan di ruang
keluarga. Namun agar tidak berkesan gelap, kita mesti mengkombinasikan warna
coklat dengan perabotan yang berwarna terang.
Daerah pintu masuk, juga sangat tepat jika diberi warna coklat karena
memberi kesan menyambut. Warna coklat juga menimbulkan kesan kepercayaan
dan komitmen. Ruang kerja juga cocok dengan warna coklat. Suasana hati bisa
menjadi lebih tenang karena warna coklat memberikan efek aman dan kuat.
Respon Psikologi: Tanah/Bumi, Reliability, Comfort, Daya Tahan.
Ungu, Warna ungu mempunyai efek tenang dan menyejukkan. Seringkali dikaitkan dengan kesan yang berhubungan tentang wawasan yang luas, martabat,
kehormatan, intuisi, dan sejahtera bahkan kesan anggun. Pengaruh warna ini dapat
menginspirasikan pikiran dan membuat hati lebih tenang. Karena sifatnya yang
tenang dan menyejukkan, ruang kerja dan ruang tidur sangat cocok jika diberi
warna ungu. Sebaliknya warna ungu tidak tepat untuk ruang tempat beraktivitas.
diet karena mampu mengurangi rasa lapar. Warna ungu juga cocok untuk
mengontrol rasa marah dan bisa meringankan suasana hati.
Respon Psikologi: Spiritual, Misteri, Kebangsawanan, Transformasi, Kekasaran,
Keangkuhan.
Biru, Warna biru sering diasosiasikan sebagai warna yang melambangkan kejujuran, kesetiaan, harapan dan harmoni. Cinta, spiritualisme, perlindungan dan
kecantikan juga diwakili oleh warna ini. Kesan yang bisa didapat dari penggunaan
warna biru dirumah adalah ketenangan, ketentraman dan kenyamanan. Sehingga
efeknya dapat memperlambat denyut jantung, menurunkan tekanan darah,
menghapus stress, dan membuat kita dapat bernafas lebih dalam.
Selain itu, warna ini juga memperluas imajinasi dan memperlancar
komunikasi antar penghuni rumah. Karena sifatnya yang nyaman dan bisa
melancarkan komunikasi, warna biru sesuai untuk diterapkan di ruang keluarga
dan kamar tidur. Selain tidur akan terasa lebih nyenyak, perbincangan dengan
pasanganpun akan terasa lebih lancar dan tenang. Namun bila penggunaan warna
biru berlebihan kita malah bisa kesulitan bangun dipagi hari. Selain itu, terlalu
banyak warna biru bisa menimbulkan rasa malas dan terisolasi. Meski demikian
penggunaan warna biru yang tepat bisa menghapus stress dan menenangkan
suasana hati, biru bisa digunakan untuk menghilangkan rasa sakit.
Respon Psikologi: Kepercayaan, Konservatif, Keamanan, Tehknologi,
Hijau, Warna hijau sering kali diartikan dengan kehidupan, kesuburan, alamiah dan perlindungan. Warna hijau diasosiasikan dengan obyek-obyek natural
seperti tumbuhan. Hijau sendiri mampu memberikan efek sejuk pada mata seperti
halnya warna biru dan putih. Hijau identik dengan warna modern (dipopulerkan
oleh film ”Matrix”), sangat mampu dalam menguatkan kesan futuristik dan
kecanggihan teknologi.
Respon Psikologi: Alami, Sehat, Keberuntungan, Pembaharuan.
Kuning, Yang paling dominan dari warna kuning adalah sifatnya yang ”mencolok”, oleh karena itu kuning sangat identik dengan makna-makna
kemuliaan, kemasyuran, kepercayaan diri. Kuning diasosiasikan matahari
sehingga sering juga diartikan sebagai keindahan, kehangatan, dan ilmu
pengetahuan
Respon Psikologi: Optimis, Harapan, Filosofi, Ketidakjujuran, Pengecut (untuk
budaya Barat), pengkhianatan.
2.3 Kerangka Berpikir
Iklan televisi sebagai pencipta dunia imaji telah menjadi media ampuh
bagi perusahaan dalam mempromosikan produk. Agar tampak di mata pemirsa
televisi, maka sudah menjadi rahasia umum jika dibutuhkan talent atau endorser
berikut segala macam bentuk atau imaji yang diciptakan sebagai penyampai
pesan. Tanpa kehadirannya, mustahil sebuah iklan televisi akan memperoleh
Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda-beda dalam
memahami suatu peristiwa atau obyek. Hal ini dikarenakan latar belakang
pengalaman (field of experience) dan pengetahuan (frame of reference) yang
berbeda-beda.
Dalam penelitian ini peneliti akan menganalisa pemaknaan dalam iklan
telekomunikasi provider AXIS versi ‘Budi handuk dalam Persidangan
ngaku-ngaku murah’ yang ditayangkan di televisi. Dengan konsep iklan yang berbeda,
unik dan ‘berani’ diantara iklan provider yang lain. Tokoh dalam Iklan AXIS ini
adalah Budi Handuk (artis) yang bertindak sebagai hakim sedang memimpin
sebuah persidangan yang dihadiri oleh tiga “terdakwa”. Terdakwa pertama
sebagai sosok rapper dengan baju warna dominan kuning, terdakwa kedua adalah
wanita dengan baju dominan berwarna biru dan terdakwa ketiga adalah laki-laki
dengan baju ungu yang melambangkan dan menjelaskan bahwa AXIS merupakan
GSM yang baik dan memberikan berbagai keuntungan dan kelebihan bagi
penggunanya.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan pemahaman terhadap tanda dan
Icon yang dalam hal ini adalah iklan AXIS versi ‘Budi handuk dalam persidangan
ngaku-ngaku murah’. Tanda-tanda yang terdapat dalam setiap bentuk
penggambaran iklan secara keseluruhan tersebut dikaji berdasarkan teori yang
sesuai dengan peristiwa yang melatarbelakangi pembuatan iklan AXIS tersebut.
Adapun hasil yang akan dibahas dari kerangka diatas yaitu analisis
deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan semiologi Charles Sanders
serta analisis pengambilan gambar yang terbagi dalam level realitas dan level
representasi milik John Fiske dengan harapan dapat diperoleh suatu hasil
interpretasi mendalam dan menyeluruh mengenai pemaknaan pada iklan AXIS
versi ‘Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah’ di televisi.
Iklan AXIS Analisis semiotika hasil pemaknaan Versi Roland S.Peirce : iklan AXIS “Budi handuk Pemaknaan Tanda : Versi Dalam persidangan ikon.indek dan simbol “Budi handuk
Ngaku-ngaku murah” Dalam persidangan
Ngaku-ngaku murah”
Gambar 2.3 : Bagan kerangka berpikir peneliti tentang pemaknaan iklan
34
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu kegiatan (ilmiah) yang ditempuh melalui
serangkaian proses yang panjang. Dalam konteks ilmu sosial, kegiatan diawali
dengan adanya minat untuk mengkaji secara mendalam terhadap munculnya
fenomena tertentu (Bungin, 2007 :66-67).
Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan pendekatan
analisis semiotika, Analisis kualitatif berangkat dari pendekatan fenomenologisme
yang sebenarnya lebih banyak alergi terhadap pendekatan positivisme yang
dianggap terlalu kaku, hitam-putih, atau terlalu taat asas. Alasannya bahwa
analisis fenomenologisme lebih tepat digunakan untuk mengurangi persoalan
subjek manusia yang umumnya tidak taat asas, berubah-ubah dan sebagainya.
Analisis kualitatif pada umumnya tidak digunakan untuk mencari data yang
tampak di permukaan itu. Dengan demikian analisis kualitatif digunakan untuk
memahami sebuah fakta, bukan untuk menjelaskan fakta tersebut (Bungin, 2007
:66-67).
Dalam hal ini iklan yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah iklan
AXIS versi “Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah” dan untuk
menginterpretasikan penggambaran atau pencitraan seorang hakim dan tiga
terdakwa dalam iklan jaringan telepon seluler AXIS pada media elektronik
dan mempelajari tentang tanda (sign), fungsi tanda, dan produksi makna dalam
iklan tersebut. Alasan digunakannya metode deskriptif kualitatif ini berasal dari
beberapa faktor pertimbangan, yaitu :
- Pertama, metode deskriptif kualitatif akan lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitiannya ini kenyataannya ganda.
- Kedua, metode deskriptif kualitatif menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti.
- Ketiga, metode deskriptif kualitatif lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai
yang dihadapi (Moleong, 2002:5).
Selain itu pada dasarnya pendekatan semiotik bersifat
kualitatif-interpretatif, yaitu : suatu metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks
sebagai sebagai objek kajian, serta bagaimana menafsirkan dan memahami kode
dibalik tanda dan teks tersebut (Christomy dan yuwono dalam budiman, 1997:46).
Karena itulah, peneliti menggunakan pendekatan semiologi untuk menganalisa
atau menafsirkan makna yang terdapat dalam iklan tersebut (christomy dan
yuwono 2004 :99)
3.2 Kerangka Konseptual
3.2.1 Pemaknaan Iklan AXIS di Televisi
Perkembangan telekomunikasi di Indonesia akhir-akhir ini juga
mempengaruhi perkembangan iklan-iklan telekomunikasi di televisi saat ini,
perusahaan. Belakangan ini pula, Banyak iklan dari provider telepon seluler yang
hadir dengan konsep unik, berbeda dan ‘berani’.
Pemaknaan terhadap unsur pesan di balik sebuah iklan perlu dilakuan guna
mendapatkan pemahaman serta pengertian dari iklan yang disampaikan atau
ditayangkan. Contoh iklan yang paling menonjol dapat dilihat pada iklan AXIS
versi “persidangan ngaku-ngaku murah” di televisi. Digambarkan dalam iklan ini,
Budi Handuk (artis) yang bertindak sebagai hakim sedang memimpin sebuah
persidangan yang dihadiri oleh tiga “terdakwa”. Terdakwa pertama sebagai sosok
rapper dengan baju warna dominan kuning, terdakwa kedua adalah wanita dengan
baju dominan berwarna biru dan terdakwa ketiga adalah laki-laki dengan baju
ungu yang melambangkan dan menjelaskan bahwa AXIS merupakan GSM yang
baik dan memberikan berbagai keuntungan dan kelebihan bagi penggunanya.
Untuk menginterpretasikan pencitraan pada suatu persidangan dan sosok
hakim (pemimpin jalannya persidangan dan pengambil keputusan) dalam iklan
AXIS ini, maka terlebih dahulu harus diketahui sistem tanda dan gambar yang
terdapat pada iklan yang akan dijadikan korpus atau sample penelitian ini.
3.2.2 Corpus
Corpus merupakan kumpulan bahan yang terbatas dan dilakukan pada
perkembangannya oleh analisa dengan kesemenaan. Corpus haruslah cukup luas
untuk memberikan harapan yang beralasan bahwa unsure-unsurnya akan
bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf subtansi maupun homogen
pada taraf waktu (sinkroni) (kurniawan, 2001 : 70).
Tetapi sebagai analisis, corpus bersifat terbuka pada konteks yang
beraneka ragam yang memungkinkan untuk memahami khalayak aspek dari
sebuah teks yang tidak dapat ditangkap atas dasar suatu analisis yang bertolak dari
unsure tertentu yang terpisah dan berdiri dari teks yang bersangkutan (Arkoun
dalam ide, 2003 : 40).
Corpus adalah kata lain dari sample, bertujuan tetapi khusus untuk analisis
semiologi dan analisis wacana. Pada penelitian kualitatif ini memberikan peluang
yang besar bagi dibuatnya interpretasi alternatif. Corpus dari penelitian ini adalah
iklan AXIS versi “Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah”.
Corpus-corpus dalam penelitian adalah potongan gambar dalam iklan atau
“Scene” yang dipilih oleh peneliti untuk memaknai iklan AXIS versi “Budi
handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah”. Pada setiap scene yang terdapat
dalam iklan tersebut terdapat level-level yang bisa dianalisis sebagai berikut :
Scene 1
Nampak seorang reporter wanita
Yang melaporkan berita di
suatu persidangan.
Scene 2
Seorang jaksa dalam sebuah
persidangan yang membacakan
Scene 3
Terlihat ekspresi wajah kaget dari
Budi handuk (artis)
yang bertindak sebagai hakim dalam
persidangan ini.
Scene 4
Terdakwa pertama dalam persidang-
an ini, yang bergaya rapper dengan
baju dominasi warna kuning.
Scene 5
Gambar ini merupakan terdakwa
kedua, seorang wanita berambut
panjang dengan dominasi baju
warna biru.
Scene 6 Pada potongan gambar ini nampak ekspresi wajah budi handuk yang
seolah tidak percaya atas apa yang
dikatakan oleeh terdakwa wanita
sebelumnya.
Scene 7 Desta (artis) yang dalam iklan ini sebagai terdakwa ketiga
mengenakan pakaian dominasi
warna ungu dan putih.
Scene 8 Ekspresi wajah gembira Budi
Handuk selaku hakim yang
menunjukkan rasa setuju atas hal yang
disampaikan terdakwa ketiga.
Scene 9 Gambar ini menunjukkan tangan dari hakim tengah mengetok palu
persidangan.
Scene 10 Nampak terdakwa ketiga (Desta), Reporter berita (Donita) tengah berada
diantara (sisi kanan-kiri) hakim
persidangan.
Scene 11 Gambar ini merupakan logo AXIS yang juga menandakan bahwa iklan ini adalah
milik/ dibuat oleh AXIS.
Scene 12 Scene terakhir dari iklan ini bertuliskan
3.2.3 Unit Analisis
Untuk menjawab pemaknaan perang tarif pada perkembangan
telekomunikasi yang ada dan digambarkan dalam iklan AXIS versi “Budi handuk
dalam persidangan ngaku-ngaku murah” di televisi dalam penelitian ini adalah
memahami dan mencari keseluruhan bentuk tanda-tanda dalam iklan tersebut.
Kemudian di interpretasikan dengan menggunakan teori semiotika dengan acuan
kategori tanda yang merujuk pada teori Charles Sanders Pierce (Noth, 1995:45),
tanda-tanda dalam gambar dapat digolongkan ke dalam ikon, indeks, dan simbol.
- Ikon
Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat
memiliki kemiripan (Sobur, 2001:41). Dengan kata lain, suatu tanda
memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan. Apabila dalam
iklan AXIS versi “Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah”
ditunjukkan dengan :
1. Digambarkannya terdakwa pertama dengan bentuk atau sosok seorang
rapper dengan menggunakan baju warna kuning terang. Kita tahu,
bahwa warna kuning dan rapper merupakan ikon sebagai identitas dari
provider lain yaitu, Indosat. (Scene 4)
2. Digambarkannya terdakwa kedua dengan seorang wanita cantik
berambut panjang yang mengenakan baju dominan berwarna biru.
Dapat kita pahami bersama bahwa penggambaran wanita tersebut
XL yang juga memilih warna biru sebagai identitas providernya.
(Scene 5)
- Indeks
Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara
tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab-akibat
(Sobur,2004:42), atau disebut juga tanda sebagai bukti. Pada iklan AXIS
versi “Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah” ini
ditunjukkan dengan:
1. Bonus mutlak Rp. 1000 setiap hari. (Scene 7 dan Scene 10)
2. Dijamin murah telak. (Scene 9)
3. Makin hemat makin untung bersama AXIS. (Scene 6)
4. AXIS GSM YANG BAIK. (Scene 11 dan Scene 12)
- Simbol
Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara tanda
dan petandanya, bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan
konvensi (perjanjian masyarakat) (Sobur, 2004:42). Pada iklan AXIS versi
“Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah” ini ditunjukkan
dengan :
1. Masyarakat percaya, bahwa perkataan serta keputusan yang
terlontar dari sosok hakim merupakan bentuk sebuah keadilan
dan kebenaran. Dalam hal ini, putusan hakim “Bonus Mutlak
Rp 1000 Setiap Hari dari AXIS”. (Scene 9 dan Scene 10)