• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAKNAAN IKLAN AXIS DI TELEVISI ( Analisis Semiotika Iklan AXIS versi “Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah” di Televisi).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMAKNAAN IKLAN AXIS DI TELEVISI ( Analisis Semiotika Iklan AXIS versi “Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah” di Televisi)."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

ARY NURYANSYAH EKA PUTRA 0543010031

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

NPM. 054 3010 031

ARY NURYANSYAH EKA PUTRA

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 09 Juni 2010

Tim Penguji,

Zainal Abidin, S.Sos., M.Si NPT 3 7305 99 0170 1

2.

Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si NPT : 3 7006 94 0035 1 1.

Ir. H Didiek Tranggono, M.Si NIP : 1958 1225 199001 00 1

3.

Zainal Abidin, S.Sos., M.Si NPT 3 7305 99 0170 1

Mengetahui, DEKAN

(3)

iii

Alhamdulillaahirabbil’aalamin, dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang penulis beri judul Pemaknaan Iklan AXIS Di

Televisi (Studi Semiotika Terhadap Iklan AXIS versi Budi Handuk Dalam Persidangan Ngaku-ngaku Murah di Televisi). Sejujurnya, penulis akui bahwa pendapat sulit ada benarnya tetapi faktor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri

sendiri. Oleh karena itu, kebanggaan penulis bukanlah pada selesainya skripsi ini

melainkan kemenangan atas berhasilnya menundukkan diri sendiri.

Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih

kepada semua pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam meyelesaikan

skripsi ini, diantaranya :

1. Ibu Dra. Hj. Suparwati, Msi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Juwito, S.Sos, M.Si Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Zainal Abidin, S.Sos.,M.Si, selaku dosen pembimbing yang

memiliki empati terhadap kondisi penulis.

4. Bapak Didiek Tranggono, Ir. M.Si, Selaku dosen wali yang bersedia

‘direpoti’ untuk masalah penulis selama kuliah di Jurusan Ikom tercinta

(4)

iv

6. Tak lupa, kepada seluruh staff dan karyawan UPN veteran jawa timur

khususnya FISIP jurusan Ilmu Komunikasi yang turut membantu

kelancaran baik dalam hal administrasi maupun kepengurusan akademik.

7. Seluruh keluargaku, terutama untuk Kakek dan nenek juga Papa dan

Mama tercinta. Terima kasih atas doa dan dukungannya baik moral

maupun materiil.

8. Buat teman-teman, aditya, gusman, pras, deya, dwi, aris, rizky, alex

semuanya aja terima kasih buat support nya.

9. Last but not least, untuk My Fiance widya sari. Terima kasih untuk

dukungan dan semangat yang sudah diberikan.

Sungguh penulis menyadari benar bahwa skripsi ini masih jauh dari

sempurna dan penuh keterbatasan. Oleh karena itu, segala bentuk saran dan kritik

yang membangun nilai positif sangat dinantikan oleh penulis untuk memperbaiki

kekurangan yang ada dengan harapan bahwa skripsi ini Insya Allah akan berguna

bagi rekan-rekan di Jurusan Ilmu Komunikasi. Akhir kata penulis berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat, bagi semua yang membutuhkan.

Surabaya, 10 Juni 2010

Penulis

(5)

v HALAMAN PERSETUJUAN DAN

PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI……… ii

KATA PENGANTAR……… iii

DAFTAR ISI ………..………... v

DAFTAR GAMBAR………... viii

DAFTAR TABEL...………. ix

Bab I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ………. 1

1.2 Perumusan masalah………...……….… 7

1.3 Tujuan Penelitian……….. 7

1.4 Manfaat Penelitian……… 7

1.4.1 Kegunaan Akademis……….. 7

1.4.2 Kegunaan Praktis……… 7

1.4.3 Kegunaan Teoritis……….. 7

Bab II KAJIAN PUSTAKA………... 8

2.1 Landasan Teori………. 8

2.1.1 Konsep Iklan……….. 8

2.1.2 Periklanan Sebagai Bentuk Komunikasi massa…… 9

(6)

vi

2.2.2 Respon Psikologi Warna……….... 28

2.3 Kerangka Berpikir………..…… 31

Bab III METODE PENELITIAN………... 34

3.1 Metode Penelitian... 34

3.2 Kerangka Konseptual... 35

3.2.1 Pemaknaan Iklan AXIS di Televisi…... 35

3.2.2 Corpus………... 36

3.2.3 Unit Analisis………... 40

3.3 Teknik Pengumpulan Data………... 42

3.4 Teknik Analisis Data………... 42

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 44

4.1 Gambaran Obyek Penelitian dan Penyajian Data... 44

4.1.1 Gambaran Perusahaan (Obyek Penelitian)... 47

4.1.2 Penyajian Data... 46

4.2 Analisis dan Pembahasan berdasar teori semiotika Charles S. Peirce dan John Fiske... 48

4.2.1 Potongan Gambar dan Analisis Scene 1... 48

4.2.2 Potongan Gambar dan Analisis Scene 2... 51

4.2.3 Potongan Gambar dan Analisis Scene 3... 53

(7)

vii

4.2.8 Potongan Gambar dan Analisis Scene 8... 65

4.2.9 Potongan Gambar dan Analisis Scene 9... 67

4.2.10 Potongan Gambar dan Analisis Scene 10... 69

4.2.11 Potongan Gambar dan Analisis Scene 11... 72

4.2.12 Potongan Gambar dan Analisis Scene 12... 74

4.3 Makna Keseluruhan Iklan AXIS dalam Pendekatan Semiotika Charles Sanders Peirce dan John Fiske... 76

BabV KESIMPULAN DAN SARAN... 79

5.1 Kesimpulan... 79

5.2 Saran... 80

BAGIAN AKHIR Daftar Pustaka... 81

(8)

viii 

 

3.2.2 Potongan Gambar “Scene-Scene” Iklan AXIS versi

Budi Handuk Dalam Persidangan Ngaku-ngaku Murah (Corpus)………... 36

Gambar potongan Scene 1... 37

Gambar potongan Scene 2... 37

Gambar potongan Scene 3... 38

Gambar potongan Scene 4... 38

Gambar potongan Scene 5... 38

Gambar potongan Scene 6... 38

Gambar potongan Scene 7... 38

Gambar potongan Scene 8... 39

Gambar potongan Scene 9... 39

Gambar potongan Scene 10... 39

Gambar potongan Scene 11... 39

Gambar potongan Scene 12... 39

4.1 Gambar pembanding Provider Indosat (Im3)... 77

(9)

ix 

 

2.3 Bagan Kerangka Pemaknaan iklan AXIS versi

Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah di televisi……… 33

3.2 Tabel gambar Scene-Scene Iklan AXIS versi “Budi Handuk Dalam

(10)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna iklan AXIS versi Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah” di televisi.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sistem tanda, dengan pendekatan semiotika milik Charles Sanders Peirce. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui pemaknaan secara menyeluruh iklan AXIS versi “Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah” di televisi.

Metode analisis semiotika yang membagi sistem tanda menjadi ikon, indeks, dan simbol. Merujuk pula analisis semiotik John Fiske yang membagi film (iklan) menjadi beberapa level utama yaitu pada realitas dan level representasi. Sehingga peneliti dapat menginterpretasikan semua unsur (talent, setting,

wardrobe, adegan, slogan / tagline, camera angel, sound / suara , dll)

Berdasarkan analisis peneliti mengenai pemaknaan iklan AXIS versi “Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah” di televisi dengan pendekatan semiotika Peirce, maka dapat disimpulkan : Dalam visualisasi Iklan ini secara jelas mengandung unsur sindiran dan menunjukkan bahwa AXIS ikut serta dalam fenomena perang tarif antar provider. Pada iklan ini menunjukkan betapa terbuka serta bebasnya persaingan bisnis antar provider telekomunikasi.

Kata kunci : AXIS, Semiotika, Charles Sanders Peirce, John Fiske.

ARY NURYANSYAH EKA PUTRA. (0543010031). Meaning AXIS IN TELEVISION ADVERTISING (AXIS Advertising Semiotics Analysis version "Budi handuk in the trial so confession cheap" on Television).

This study aimed to know the meaning of AXIS advertising "Budi handuk in the trial so confession cheap" on Television.

The theory used in this research is a sign system theory, using an approach to semiotics Charles Sanders Peirce. Qualitative descriptive method used to know the meaning of the overall advertising AXIS version of "Budi handuk in the trial so confession cheap" on Television.

Semiotic analysis method that divides a system of signs into icons, indexes, and symbols. Referring also John Fiske semiotic analysis that divides the film (advertising) into several main levels namely at the level of reality and representation. So that researchers can interpret all the elements (talent, setting, wardrobe, scene, slogan / tagline, camera angel, sound / voice, etc.)

Based on the analysis of signification ad researchers AXIS version of "Budi handuk in the trial so confession cheap" on television with Peirce's semiotic approach, it can be concluded: In the visualization of these ads are clearly contain elements of satire and shows that the AXIS participate in the phenomenon of fare wars between providers . In this ad shows how open and free competition among providers of telecommunications business.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada kehidupan masyarakat modern saat ini, komunikasi menjadi suatu

kebutuhan yang memegang peranan penting terutama dalam proses penyampaian

informasi dari satu pihak kepada pihak lainnya. Perkembangan dunia yang sangat

pesat saat ini juga mempengaruhi perkembangan media massa. Media massa kini

telah menjadi salah satu alat yang penting sebagai media penyampai pesan atau

informasi kepada masyarakat luas. Komunikasi yang menggunakan media massa

disebut sebagai komunikasi massa (effendy, 2002:50). Komunikasi massa

melibatkan jumlah komunikan (penerima pesan) dalam jumlah banyak, tersebar

dalam area geografis yang luas, namun mempunyai perhatian minat dan isu yang

sama. Karena itu, agar pesan yang disampaikan dapat diterima serentak pada satu

waktu yang sama, maka digunakan media massa seperti televisi, radio, dan surat

kabar atau pada komunitas global (masyarakat modern) menggunakan sebuah

media baru, internet.

Terlebih dalam media elektronik, televisi merupakan salah satu media

yang paling efektif karena selain dapat mendengar, pemirsa juga dapat melihat

(effendy, 1993:21). Penonton televisi tak perlu susah-susah pergi ke gedung

bioskop atau gedung sandiwara karena pesawat televisi menyajikan kerumahnya

(effendy, 2002:60). Dibandingkan dengan media lainnya, televisi memiliki

(12)

bidang informasi, hiburan maupun pendidikan. Dengan adanya keistimewaan

tersebut, masyarakat saat ini telah menjadikan televisi sebagai benda yang wajib

dimiliki. Hal ini terbukti dengan kondisi masyarakat saat ini terutama masyarakat

di kota-kota besar seperti Surabaya yang hampir di setiap rumah memiliki televisi.

Televisi menyajikan berbagai macam informasi. Informasi tidak mengalir secara

harfiah, kenyataannya informasi sendiri tiada bergerak yang sesungguhnya terlihat

adalah penyampaian suatu pesan, interpretasi penyampaian dan penciptaan

penyampaian pesan itu sendiri.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa televisi menyajikan

berbagai kebutuhan masyarakat dalam berbagai hal, sekarang dapat kita berikan

beberapa contoh konkrit bahwasanya televisi menyajikan program siaran berita,

acara hiburan sinetron, film, dan musik serta satu hal yang tak kalah pentingnya

yaitu, iklan. Sesuai dengan karakternya, iklan televisi mengandung unsur suara,

gambar dan gerak, oleh karena itu pesan yang disampaikan melalui media ini

sangat menarik perhatian dan impresif. Aspek artistik bahwa materi iklan yang

disajikan sebaiknya, menterjemahkan secara optimal pesan atau informasi yang

ingin disampaikan oleh pihak produsen dan pengiklan sehingga mampu

membentuk kesan yang positif pada khalayak sasaran yang dituju

(Sumartono,2002:134).

Di Indonesia sendiri, istilah iklan sering disebut dengan istilah advertensi

dan reklame. Kedua istilah tersebut diambil dari bahasa belanda yaitu

“advertensi” dan bahasa perancis yaitu “reclame”. Atau dengan kata lain iklan

(13)

melalui suatu media dan ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.

Sebagaimana dikutip oleh Alo Liliweri, bahwa iklan merupakan suatu proses

komunikasi yang mempunyai kekuatan sangat penting sebagai alat pemasaran

yang membantu menjual barang, memberikan layanan, serta gagasan atau ide-ide

melaui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif (Liliweri,1992:20).

Iklan merupakan salah satu unsur penting dalam siaran televisi, hal ini

dikarenakan iklan juga merupakan sarana komunikasi (advertising is a

communication) hal inilah yang diungkapkan oleh salah seorang professor

komunikasi, W. Ronald Lane dan J. Thomas Russell (2000:04). Demikian pula

hal yang diungkapkan oleh Lee dan Johnson (2004:03) yang mengatakan bahwa

iklan adalah komunikasi komersil dan non personal tentang sebuah organisasi dan

produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak melalui media, seperti

televisi, radio, koran, majalah, direct mail, reklame luar ruang atau kendaraan

umum. Iklan merupakan salah satu instrument pemasaran modern yang mana

aktivitasnya didasarkan pada konsep komunikasinya maka keberhasilannya dalam

mendukung program pemasaran merupakan pencerminan dari keberhasilan

komunikasi. Iklan mempunyai kekuatan guna mendorong calon konsumen untuk

membeli suatu produk tanpa melihat atau mencoba produk itu terlebih dahulu.

Sehingga dengan beriklan, perusahaan juga berusaha mengkomunikasikan baik

keberadaan perusahaaan itu sendiri maupun produk ataupun jasa yang dihasilkan

dan semaksimal mungkin bagaimana iklan tersebut mampu memuaskan

(14)

Dari beberapa pengertian iklan diatas terdapat berbagai macam perspektif

yang berbeda-beda, namun sebagian besar definisi tersebut memiliki kesamaan

dan kesamaan tersebut dirangkum menjadi enam prinsip dasar, yaitu :

1. Adanya pesan tertentu.

2. Dilakukan oleh komunikator (sponsor). 3. Dilakukan dengan cara non personal. 4. Disampaikan untuk khalayak tertentu.

5. Dalam menyampaikan pesan tersebut, dilakukan dengan cara membayar.

6. Penyampaian pesan tersebut, mengharapkan dampak tertentu.” (Widyatama,2005:75)

Secara umum iklan dibagi menjadi 2 jenis iklan yaitu Iklan standar yang

dimaksudkan untuk memperkenalkan barang, jasa dan pelayanan untuk konsumen

melalui media periklanan dan Iklan layanan masyarakat yang diartikan non-profit

dan keuntungan yang dicari bukan keuntungan materi, namun keuntungan sosial.

Secara khusus iklan dibagi berdasarkan fungsi dan tujuan iklan. Menurut

kategori iklan terdiri dari Iklan tentang produk dan bukan produk, Iklan komersial

dan bukan komersial, Iklan berdampak langsung dan tidak langsung.

Iklan produk adalah iklan yang berisi pesan tentang barang, semantara

iklan bukan produk berisi informasi atau jasa. Iklan komersial adalah iklan yang

bertujuan untuk mengharapkan keuntungan, semantara iklan bukan komersial

adalah iklan yang tidak mengharapkan keuntungan finansial melainkan

keuntungan sosial. Iklan berdampak langsung adalah iklan yang memberikan

gambaran tentang suatu informasi yang membentuk sikap khalayak yang lebih

“familier” (Widyatama,2005:75). Tidak bisa dipungkiri pula bahwa hingga saat

ini iklan masih menjadi sarana yang tepat dalam menunjang aktivitas pemasaran

(15)

meningkatkan awareness, sales dan image suatu produk maupun jasa, serta salah

satu manfaat dari periklanan adalah agar orang dapat ingat pada produksi iklan

tersebut (kasalai, 1995:213). Sedangkan maksud dari periklanan adalah untuk

memberikan informasi kepada konsumen dan mempengaruhi konsumen, untuk

dapat mempengaruhi tentunya dibutuhkan suatu pesan yang baik, yang dibuat

semenarik mungkin agar dapat mencapai sasaran secara cepat dan tepat. Banyak

iklan yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan bukan sebagai iklan yang

menawarkan produk, tetapi lebih pada tujuan ingin menanamkan ide atau kesan

tertentu kepada masyarakat dan iklan seperti itu bukanlah hanya bertujuan untuk

mengenalkan produk, tetapi arahnya lebih sebagai alat public relation untuk

memantapkan citra perusahaan dan yang lebih penting membentuk opini

dikalangan tertentu. Salah satu bentuk iklan yang paling menarik di televisi saat

ini adalah, iklan provider atau iklan-iklan telekomunikasi. Banyak macam dan

ragam iklan dari berbagai provider yang ditayangkan di televisi sekarang, salah

satu pemicunya adalah gencarnya program perang tarif dan fitur-fitur operator

seluler untuk mendapatkan costumer atau konsumen sebanyak-banyaknya dengan

menghadirkan staterpack (kartu perdana baru yang hadir dengan tarif paket sms,

telepon, internet dengan harga serba hemat). Salah satu iklan di televisi yang

dapat dikategorikan menonjol dan menunjukkan persaingan keras antar provider

yaitu iklan milik AXIS.

AXIS merupakan salah satu jaringan operator seluler baru yang hadir

dengan slogan ‘GSM YANG BAIK’, tak mau kalah dan ikut serta dalam

(16)

dapat dibuktikan dalam iklan televisi AXIS versi ‘Budi handuk dalam persidangan

ngaku-ngaku murah’. Melalui iklan, pemirsa televisi dapat lebih mengenal Axis

sebagai sebuah brand GSM (Global System for Mobile Communication) dan 3G

(Third Generation) terbaru di Indonesia. Visualisasi teks dalam iklan tersebut

nampak jelas yaitu Budi Handuk (artis) yang bertindak sebagai hakim sedang

memimpin sebuah persidangan yang dihadiri oleh tiga “terdakwa”. Terdakwa

pertama sebagai sosok rapper dengan baju warna dominan kuning, terdakwa

kedua adalah wanita dengan baju dominan berwarna biru dan terdakwa ketiga

adalah laki-laki dengan baju ungu yang melambangkan dan menjelaskan bahwa

AXIS merupakan GSM yang baik dan memberikan berbagai keuntungan dan

kelebihan bagi penggunanya.

Iklan tidak selamanya bercerita tentang bagaimana produk bisa segera

dibeli konsumen. Namun, beberapa diantaranya juga ingin menyampaikan citra

kuat mengenai apa dan bagaimana kiprah produk saat ini. Dalam kondisi seperti

inilah, sebuah produk perlu melakukan relaunch kepada publik sehingga citra

produk tetap terjaga dan terpelihara (majalah cakram, September, 2005:18). Oleh

karena itu, Hal inilah yang mendorong serta menggugah minat peneliti untuk

melakukan analisis terhadap unsur dan makna tanda (sign) dengan menggunakan

metode penelitian deskriptif melalui pendekatan semiotika Charles Sanders Peirce

serta peneliti bisa memahami penerapan semiotika pada iklan televisi shot apa

saja yang muncul dan bagaimana maknanya dengan merujuk pada teori milik john

fiske dalam iklan AXIS versi ‘Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku

(17)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian singkat mengenai latar belakang diatas, maka

perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana pemaknaan iklan

AXIS versi “ Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah” di media

televisi

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

pemaknaan Iklan AXIS di media televisi.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis

Secara akademis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian

ilmu komunikasi yang menjelaskan keberlakuan teori-teori komunikasi mengenai

efektivitas iklan televisi. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan bahan bagi

penelitian-penelitian selanjutnya.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Manfaat penelitian ini secara praktis adalah sebagai bahan masukan dan

saran bagi perusahaan serta masyarakat luas dapat memahami dengan benar

tentang makna yang terkandung didalam iklan AXIS versi “Budi handuk dalam

persidangan ngaku-ngaku murah” di televisi.

1.4.3 Kegunaan Teoritis

Dapat menambah referensi bagi mahasiswa Univesitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur khususnya FISIP Program Studi Ilmu

(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep Iklan

Dalam konsep bahasa yang sederhana, ‘iklan’ memiliki arti ‘menarik

perhatian kepada sesuatu’ atau menunjukkan atau memberi informasi kepada

seseorang atas suatu hal (Dyer, 1996:2). Dyer juga menambahkan bahwa pada

awalnya fungsi utama dari sebuah iklan adalah untuk memperkenalkan berbagai

variasi barang kepada publik sehingga mendukung terciptanya perekonomian

bebas. Istilah iklan sendiri berasal dari bahasa inggris yaitu Advertising yang

menunjukkan suatu proses atau kegiatan komunikasi yang melibatkan pihak-pihak

sponsor (pemasang iklan atau advertiser), media massa, atau agen periklanan

(biro iklan). Ciri utama dari kegiatan tersebut adalah kegiatan pembayaran yang

dilakukan para pemasang iklan melalui biro iklan atau langsung kepada media

massa terkait atas dimuatnya atau disiarkannya penawaran barang dan jasa yang

dihasilkan si pemasang iklan tersebut (Aaker dalam rendra, 2007:7). Namun

seiring dengan perkembangan jaman, dunia periklanan telah menjadi semakin

jauh terlibat dalam manipulasi nilai-nilai sosial dan perilaku, menampilkan wajah

komersialisasi secara dominan dengan menghadirkan beragam acara serta

menggiring khalayak kepada pengiklan dan pada akhirnya semakin tidak

berkaitan langsung dengan esensi komunikasi (dalam hal ini, media massa)

(19)

sebagai bagian dari sistem kapitalisme global. Esensi iklan dalam studi media

massa mengandung tiga pemikiran, yaitu :

1. iklan menyediakan dukungan finansial bagi media.

2. iklan benar-benar dipertimbangkan oleh industri itu sendiri.

3. iklan dapat menembus kebudayaan kita dan merupakan media diantara

khalayak serta membangun citra diri dan citra masyarakat (Eldon

Hiebert, 1990 : 178).

2.1.2 Periklanan Sebagai Bentuk Komunikasi Massa

Periklanan adalah suatu cara untuk menciptakan kesadaran dan pilihan.

Iklan ada karena ia memiliki fungsi. Dilihat sebagai alat, iklan dapat digunakan

untuk mencapai berbagai tujuan, ia bergantung pada kemana komunikator hendak

mengarahkan pesannya (Widyatama,2005:144).

Iklan memiliki beberapa tujuan yaitu tujuan jangka pendek yang artinya

iklan diharapkan mampu memberikan dampak segera setelah iklan disampaikan di

tengah masyarakat. Berbeda dengan tujuan jangka pendek iklan juga memiliki

tujuan jangka panjang yaitu, dampak yang baru dapat dipetik dalam kurun waktu

yang lama setelah iklan diluncurkan. Iklan tidak sekedar menjual barang; ia juga

menginformasikan, membujuk, menawarkan status, membangun citra, dan bahkan

menjual mimpi. Pendeknya, iklan merekayasa kebutuhan dan dan menciptakan

ketergantungan psikologis (Hamelink, 1983:16). Karena sifatnya yang persuasif,

iklan menurut Tilman dan Kirk Patrick merupakan komunikasi massa yang

(20)

Melalui pesan yang informatif sekaligus persuasif mereka menjanjikan :

(1) adanya barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan.

(2) tempat memperolehnya,

(3) kualitas dari barang dan jasa (Tilman & Kirk Patrick, 1972 : 174).

Menurut Alo Liliweri (1998), iklan mempunyai fungsi yang sangat luas.

Fungsi-fungsi tersebut meliputi, fungsi pemasaran, fungsi komunikasi, fungsi

pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi sosial.

Fungsi pemasaran adalah fungsi iklan yang diharapkan untuk membantu

pemasaran atau menjual produk. Artinya, iklan digunakan untuk mempengaruhi

khalayak untuk membeli dan mengkonsumsi produk. Yang kedua adalah fungsi

komunikasi artinya, bahwa iklan sebenarnya merupakan sebentuk pesan dari

komunikator kepada khalayaknya. Fungsi yang ketiga menurut Liliweri adalah

fungsi pendidikan. Fungsi ini mengandung makna bahwa iklan merupakan alat

yang dapat membantu mendidikan khalayak mengenai sesuatu agar mengetahui

dan mampu melakukan sesuatu. Fungsi keempat dari iklan adalah fungsi ekonomi,

yang artinya iklan mampu menjadi penggerak agar kegiatan ekonomi tetap dapat

berjalan. Yang terakhir adalah fungsi sosial. Dalam fungsi ini iklan ternyata telah

mampu menghasilkan dampak sosial psikologis yang cukup besar, iklan

membawa berbagai pengaruh dalam masyarakat, misalnya munculnya budaya

konsumerisme, menciptakan status sosial baru, menciptakan budaya pop dan

sebagainya. Karena iklan ditujukan untuk khalayak ramai, maka dengan demikian

iklan bukan merupakan komunikasi interpersonal melainkan non personal. Oleh

(21)

komunikasi massa. Iklan memang menonjolkan sifat persuasifnya, yakni

bagaimana seorang individu berubah sikap sebagai hasil transaksi dengan pihak

lain. Satu definisi mengenai persuasi dapat kita temukan dalam buku Dedy

Djamaluddin Malik (1993 :5). “Persuasi diartikan sebagai usaha sadar untuk

mengubah sikap, nilai atau perilaku dari individu atau kelompok lain melalui

pesan.” (sumber : Djamaluddin Malik, Dedy dan Yosal Iriantara, Komunikasi

Persuasif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993)

2.1.3 Iklan Televisi (TVC/Television Commercial)

Iklan menjadi wacana penting dalam bisnis, terutama dalam proses

membangun merek atau branding. Kegiatan periklanan yang efektif dipandang

mampu mempengarui kecenderungan mengkonsumsi dalam masyarakat. Iklan

yang efektif juga akan mengubah pengetahuan publik mengenai ketersediaan dan

karakteristik sebuah produk, elastisitas permintaan produk akan sangat

dipengaruhi aktivitas periklanan. Iklan televisi atau TVC sesungguhnya hanya

sebagian kecil dalam proses branding, masih banyak elemen-elemen lain dalam

mencapai sebuah merek yang kuat dan (diharapkan) mempunyai brand life cycle

yang panjang bahkan abadi.

Dalam membuat iklan harus cerdas, kreatif sekaligus menjual. Artinya,

dari segi pendekatan bahasa komunikasinya (visual atau verbal) iklan tersbut

harus mampu menarik target audience untuk melihat (stopping power), mengerti

dan kemudian mengambil tindakan yang diharapkan. Jadi iklan yang cerdas bukan

(22)

menggerakkan calon konsumen untuk mengambil keputusan (action). (Majalah

Cakram edisi khusus Juni-Juli 2005).

Periklanan dipandang sebagai media paling lazim digunakan suatu

perusahaan untuk mengarahkan komunikasi yang persuasif pada konsumen. Iklan

ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan,

sikap dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merk. Tujuan

ini bermuara pada upaya mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli,

meskipun tidak secara langsung berdampak pada pembelian. Iklan menjadi sarana

untuk membantu pemasaran yang efektif dalam menjalin komunikasi antara

perusahaan ke konsumen dan sebagai upaya perusahaan dalam menghadapi

pesaing. Kemampuan ini muncul karena adanya suatu produk yang dihasilkan

suatu perusahaan. Bagaimanapun bagusnya suatu produk jika harus dirahasiakan

dari konsumen maka tidak ada gunanya.

Pada dasarnya media televisi bersifat transistory atau hanya sekilas dan

penyampaian pesannya dibatasi oleh durasi (jam, menit, detik). Pesan dari televisi

memiliki kelebihan tersendiri, tidak hanya didengar tetapi juga dapat dilihat dalam

gambar yang bergerak (audio visual). Televisi merupakan media yang paling

disukai oleh para pengiklan. Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi yang

mempunyai unsur audio dan visual, sehingga para pengiklan percaya bahwa

televisi mampu menambah daya tarik iklan dibanding media lain. Televisi juga

diyakini sangat berorientasi mengingatkan khalayak sasaran terhadap pesan yang

(23)

Iklan yang dimaksud adalah bagian-bagian dalam iklan yang ditayangkan

di televisi, yang terdiri dari video, suara (audio), model (talent), peraga (props),

latar (settings), pencahayaan (lighting), grafik (grapich), kecepatan (pacing).

(Wells, Burnet & Mariarty, 1999 : 391-394).

1. Unsur video segala sesuatu yang ditampilkan dilayar yang biasa

dilihat pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang

perhatian khalayak atau dijadikan perhatian karena pada dasarnya

manusia secara visual tertarik pada obyek yang bergerak. Dengan

kata lain manusia lebih tertarik pada iklan display yang bergerak.

2. Unsur suara atau audio dalam iklan televisi, pada dasarnya sama

dengan di radio, yaitu dengan memanfaatkan musik, lagu-lagu

singkat (jingle), atau suara orang (voice). Misalnya, seorang model

iklan menyampaikan pesan, langsung kepada khalayak melalui

dialog yang terekam pada kamera.

3. Unsur aktor atau model iklan (talent) juga menjadi unsur penting

dalam iklan. Sebagaimana banyak studi yang menunjukkan bahwa

keefektifan komunikasi juga ditentukan oleh ciri-ciri dari

komunikator, seperti kredibilitas dan daya tarik.

4. Alat peraga (props) adalah peralatan-peralatan lain yang digunakan

untuk mendukung pengiklanan sebuah produk. Misalnya, untuk

mengiklankan sebuah rokok akan terlihat lebih menarik yang

mendukung keberadaan seorang model iklan yang berpenampilan

(24)

kegunaan, dan keuntungan produk, seperti logo, kemasan dan cara

penggunaan suatu produk.

5. Latar atau suasana (setting) adalah tempat atau lokasi dimana

pengambilan gambar (shooting) ketika adegan tertentu dalam iklan

itu berlangsung. Lokasi tersebut dipilih berdasakan tema iklan.

6. Unsur pencahayaan (lighting) sangat penting untuk menarik

perhatian khalayak dalam menerima suatu obyek tentang kejelasan

gambar.

7. Unsur gambar atau tampilan yang bias dilihat pada iklan di televisi

merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak dalam

menerima kehadiran sebuah obyek, dan diharapkan khalayak lebih

mudah menerima dan mempersepsikan makna yang disampaikan.

Unsur gambar ini misalnya mengandalkan komposisi warna atau

bahasa tubuh (gesture) dari pameran iklan.

8. Unsur kecepatan atau pengulangan merupakan unsur yang sering

dipakai, yaitu dengan melakukan pengulangan slogan-slogan atau

kata-kata. Sebagai contoh misalnya pengulangan nama merek atau

keunggulan produk dibandingkan yang lain. Sebagaimana teori

dalam gaya bahasa bahwa sesuatu hal yang disampaikan berkali-kali

bila disertai variasi akan menarik perhatian orang.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa suatu iklan akan

berhasil apabila memenuhi unsur-unsur yang menjadi komponen iklan.

(25)

pencahayaan, grafik, dan kecepatan. Semua komponen iklan tersebut harus

lengkap guna memperoleh hasil yang optimal, karena dengan kurangnya salah

satu komponen akan membuat iklan tersebut terasa kurang menarik.

2.2 Semiotika dan Metodologi Charles Sanders Peirce

Semiotika berasal dari bahasa yunani, semeion yang berarti ‘tanda’

(Sudjiman dan van Zoest, 1996:vii) atau seme, yang berarti ‘penafsir tanda’

(Cobley dan Jansz, 1999:4). Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas

seni logika, retorika, dan poetika (Kurniawan, 2001:49). Semiotika atau semiologi

merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama serta mengandung

pengertian yang persis sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di eropa,

sedangkan semiotika lazim dipakai oleh ilmuwan amerika. Dengan kata lain,

istilah semiologi menunjukkan pengaruh kubu Saussure, sedangkan semiotika

lebih tertuju kepada kubu peirce (van Zoest, 1996:2). Namun belakangan, ada

kecenderungan istilah semiotika lebih populer daripada istilah semiologi sehingga

penganut Saussure pun sering menggunakannya (Tommy Christomy, 2001:7).

Istilah Semiotika atau semiotik muncul pada akhir abad ke-19 oleh filsuf

aliran pragmatik amerika, Charles Sanders peirce yang merujuk pada “doktrin

formal tentang tanda-tanda”. Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep

tentang tanda : tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh

tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri pun-sejauh terkait dengan pikiran

manusia-seluruhnya terdiri atas tanda-tanda karena, jika tidak begitu, manusia tidak akan

(26)

Menurut pandangan Roy J. Howard (2000:154), Peirce sangat berjasa

karena telah mengidentifikasi dari logika ilmu ke dalam kepentingan intelektual,

yaitu tindakan komunikatif dan telah menunjukkan bagaimana ia menggaris

bawahi kepentingan teknis ilmu. Peirce terkenal karena teori tandanya, bagi peirce

(Pateda, 2001:44) baginya tanda “is something which stands to somebody for

something in some respect or capacity”. Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa

berfungsi, oleh peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau

representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan

interpretant. Atas dasar hubungan ini, peirce (Pateda 2001:44) mengadakan

klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibagi menjadi qualisign,

sinsign, dan legisign, Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya

kata-kata kasar, keras, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau

peristiwa yang ada pada tanda. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda.

Berdasarkan klasifikasi tersebut, Peirce (pateda, 2001:45-47) membagi

tanda menjadi sepuluh jenis :

1. Qualisign, yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda. Misalnya,

suaranya keras menandakan orang itu marah atau ada sesuatu yang

diinginkan.

2. Iconic Sinsign, yakni tanda yang memperlihatkan kemiripan. Contoh, to, diagram, peta dan tanda baca.

3. Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung, yang secara langsung menarik perhatian karena

(27)

merenggut nyawa orang yang mandi disitu akan dipasang bendera

bergambar tengkorak yang bermakna berbahaya, dilarang mandi

disini.

4. Dicent Sinsign, yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu. Misalnya, tanda larangan yang terdapat di pintu masuk

sebuah kantor.

5. Iconic legisign, yakni tanda yang menginformasikan norma atau hukum. Misalnya, rambu lalu lintas.

6. Rhematic Indexical Legisign, yakni tanda yang mengacu kepada objek tertentu, misalnya kata ganti penunjuk. Seseorang bertanya,

“mana buku itu?” dan dijawab, “itu!”

7. Dicent Indexical Legisign, yankni tanda yang bermakna inormasi dan menunjuk subjek informasi. Tanda berupa lampu merah yang

berputar-putar diatas mobil ambulans menandakan ada orang sakit

atau orang yang celaka yang tengah dilarikan ke rumah sakit.

8. Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme, yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi ide umum.

Misalnya, kita melihat gambar harimau. Lantas kita katakana,

harimau. Mengapa kita tandakan demikian, karena ada asosiasi

antara gambar dengan benda atau hewan yang kita lihat yang

namanya harimau.

(28)

otak. Kalau seseorang berkata, “pergi!” penafsiran kita langsung

berasosiasi pada otak, dan serta merta kita pergi. Padahal proposisi

yang kita dengar hanya kata. Kata-kata yang kita gunakan yang

membentuk kalimat, semuanya adalah proposisi yang mengandung

makna yang berasosiasi di dalam otak. Otak secara otomatis dan

cepat menafsirkan proposisi itu, dan seseorang segera menetapkan

pilihan atau sikap.

10. Argument, yakni tanda yang merupakan iferens seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu. Seseorang berkata,

“gelap”. Orang itu berkata gelap sebab ia menilai ruang itu cocok

dikatakan gelap. Dengan demikian argument merupakan tanda

yang berisi penilaian atau alasan, mengapa seseorang berkata

demikian. Tentu saja penilaian tersebut mengandung kebenaran.

Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index

(indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda

dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon

adalah tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya potret, peta,

patung. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara

tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda

yang langsung mengacu pada kenyataan. Simbol adalah tanda yang menunjukkan

hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan diantaranya

(29)

kesepakatan diantara penggunanya, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian)

masyarakat. Tabel berikut barangkali dapat lebih memperjelas :

Gambar 2.1 Tabel Trikotomi Ikon/ Indeks/Simbol Peirce Sumber : Arthur Asa berger. 2000. Tanda-tanda dalam kebudayaan

kontemporer. Yogyakarta: PT Tiara Wacana, hlm 14

Menurut Peirce, sebuah analisis tentang esensi tanda mengarah pada

pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh objeknya. Pertama, dengan

mengikuti sifat objeknya, ketika kita menyebut tanda sebuah ikon. Kedua,

menjadi kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan sebuah indeks, Ketiga,

kurang lebih, perkiraan yang pasti bahwa hal itu diinterpretasikan sebagai objek

denotatif sebagai akibat dari suatu kebiasaan ketika kita menyebut tanda sebuah

simbol. Kemudian, istilah simbol dalam pandangan peirce dalam istilah

sehari-hari lazim disebut kata (word), nama (name), dan label (label). Sebab itu tidak

mengherankan apabila pengertian tanda, simbol, maupun kata seringkali tumpang

tindih. Seperti halnya Peirce, Ogden, dan Richards juga menggunakan istilah

TANDA IKON INDEKS SIMBOL

Ditandai dengan Persamaan

(Kesamaan)

Proses Dapat dilihat Dapat

diperkirakan

(30)

simbol dalam wawasan Peirce. Sebagaimana dalam wawasan Peirce, hubungan

ketiga butir tersebut bersifat konvensional. Hubungan antara simbol, thought of

reference (pikiran atau referensi), dengan referent (acuan) sebagaimana dapat

digambarkan melalui bagan semiotic triangle sebagai berikut :

Ikon

Indeks Simbol

Gambar 2.2 unsur makna dari Pierce

Sumber: Fiske, John, 2007 ; Cultural and Communication Studies. Yogyakarta: Jalasutra, hlm. 70

Pierce merasa bahwa ini merupakan model yang sangat bermanfaat dan

fundamental mengenai sifat tanda. Dia (Pierce) menulis :

Setiap tanda ditentukan oleh objeknya, pertama-tama, dengan mengambil bagian dalam karakter objek, tatkala saya menyebut tanda sebuah ikon; kedua, dengan menjad nyata dan dalam eksistensi individualnya terkait dengan objek individual, tatkala saya menyebut tanda sebuah indeks; ketiga, dengan kurang lebih mendekati kepastian bahwa tanda itu akan ditafsirkan sebagai mendenotasikan objek sebagai konsekuensi dari kebiasaan…tatkala saya menyebut tanda sebuah simbol. (Dalam Zeman, 1997)

Ikon menunjukkan kemiripan dengan objeknya atau dalam beberapa hal

tanda menyerupai objeknya. Model tanda objek interpretant dari Pierce

merupakan sebuah ikon dalam upayanya mereproduksi dalam bentuk konkret

struktur relasi yang abstrak di antara unsur-unsurnya. Sebuah indeks sama

(31)

eksistensialnya langsung dengan objeknya atau ada hubungan langsung antara

tanda dan objeknya. Sebuah simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan

objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan. Dalam simbol tidak ada

hubungan atau kemiripan antara tanda dan obyeknya : sebuah simbol

dikomunikasikan hanya karena manusia sepakat bahwa simbol itu menunjukkan

sesuatu. (Sumber: Fiske, John, 2007 ; Cultural and Communication Studies. Yogyakarta:

Jalasutra, hlm. 69-71)

2.2.1 Pendekatan Semiotik John Fiske Dalam Iklan Televisi

Iklan (advertisement), sebagai sebuah objek semiotika, mempunyai

perbedaan mendasar dengan desain yang bersifat tiga dimensional, khususnya

desain produk. Iklan, seperti media massa pada umumnya, mempunyai fungsi

komunikasi langsung (direct communication function), sementara sebuah desain

produk mempunyai fungsi komunikasi yang tidak langsung (indirect

communication function). Metode analisis semiotika iklan secara khusus telah

dikembangkan oleh berbagai ahlinya, misalnya ole Gillian Dyer, Torben

Vestergaard, dan Judith Williamson.

(sumber : sugiharto,bambang,2003: Hipersemiotika ‘Tafsir Cultural studies atas matinya makna’.yogyakata: Jalasutra,hlm.263)

Perspektif produksi dan pertukaran makna memfokuskan bahasannya pada

bagaimana sebuah tanda, lambang ataupun simbol berinteraksi dengan

orang-orang disekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Hal ini berhubungan

dengan peranan tanda-tanda tersebut dalam budaya kita. Perspektif ini seringkali

(32)

pengirim pesan dan penerima pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai

adalah signifikasinya dan bukan kejelasan sebuah pesan disampaikan. Untuk

itulah pendekatan yang berasal dari perspektif tentang tanda (iklan) dan budaya ini

dinamakan pendekatan semiotik.

Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), fungsi

tanda, dan produksi makna. Studi ini tidak hanya mengarah pada ‘tanda’ dalam

kehidupan sehari-hari, tetapi juga tujuan dibuatnya tanda-tanda tersebut.

Bentuk-bentuk tanda disini antara lain berupa kata-kata, gambar (images), suara, gerak

tubuh dan objek. Bila kita mempelajari tanda yang satu dengan tanda-tanda yang

lain membentuk sebuah sistem, dan kemudian dibuat sistem tanda. Lebih

sederhananya semiotik mempelajari bagaimana sistem tanda membentuk sebuah

makna. Menurut John Fiske, konsentrasi semiotik adalah pada hubungan yang

timbul antara sebuah tanda dan makna yang terkandung di dalamnya, juga

bagaimana tanda-tanda tersebut dikomunikasikan dalam kode-kode.

Penerapan Semiotik pada iklan televsi, berarti kita harus memperhatikan

aspek medium televisi yang berfungsi sebagai tanda. Maka dari sudut pandang ini

jenis ambilan kamera (selanjutnya disebut shot saja) dan kerja kamera (camera

work). Dengan cara ini, peneliti bisa memahami shot apa saja yang muncul dan

bagaimana maknanya. Misalnya, Close-Up (CU) shot berarti pengambilan kamera

dari dari leher ke atas atau menekankan bagian wajah, makna dari (CU) shot

adalah keintiman dan sebagainya. Selain shot, yang terdapat pada camera work

atau kerja kamera yaitu bagaimana gerak kamera terhadap objek, misalnya

(33)

Pan-up berarti kamera melihat ke atas, dan ini bermakna adanya otoritas atau

kekuasaan pada objek yang diambil (Berger, 1987:37).

Pada dunia televisi sering kali mempergunakan banyak istilah yang selalu

berhubungan dengat shot. Dalam faktor yang kini berperan termasuk jarak, fokus,

sudut pengambilan gambar, gerak dan sudut pandang. Shot normal meliputi : full

shot (shot keseluruhan), shot tiga perempat, medium shot (shot menengah),

semuanya dirumuskan menurut jumlah bagian dari subjek yang tampak. Close up,

long shot, extreme shot melengkapi lingkungan berbagai jarak.

Shot adalah kata dalam film, adegan sama dengan kalimat, dan segwen

(scene) merupakan paragraf. Dengan pengertian perangkat pembagian ini disusun

sesuai dengan urutan yang meningkat, pertama-tama sebuah shot memerlukan

waktu. Dalam jangka waktu itu ada imaji-imaji yang banyaknya terus-menerus

berbeda. Kalau begitu, apakah imagi tunggal, yaitu frame, merupakan arti dalam

film? Jawabannya tetap tidak, karena ia tiap mencakup informasi visual yang

tidak terbatas dan potensial, seperti halnya yang menyertainya. Bisa saja

mengatakan bahwa sebuah shot film dapat disamakan sebuah kalimat, karena ia

mengutarakan suatu pernyataan dan dapat berdiri sendiri. Shot secara teknis dapat

dirumuskan dengan cukup baik sebagai sepotong film. Sebuah shot dapat berisi

infomasi sebanyak yang mau kita baca didalamnnya, dan satuan-satuan maupun

yang kita rumuskan, dalam shot itu berkehendak hati sendiri. (sumarno, 1996:71)

Lebih jauh yang harus diperhatikan tidak hanya shot dan camera work

tetapi juga suara. Suara meliputi sound effect dan musik. Televisi sebagai media

(34)

suara merupakan aspek kenyataan hidup. Suara yang keras, menghentak, lemah,

memiliki makna yang berbeda-beda. Setiap suara mengekspresikan sesuatu yang

unik (Sumarno, 1996:71). Diasumsikan pembuatan iklan televisi sama dengan

pembuatan sebuah film cerita. Menurut John Fiske, analisis pada iklan AXIS versi

‘Budi Handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah’ dapat dibagi menjadi tiga

level, yaitu :

1. Level Realitas

Pada level ini realitas dapat berupa penampilan, pakaian dan make-up

yang digunakan oleh pemain, lingkungan perilaku, ucapan, gerak

tubuh (gesture), ekspresi, suara dan sebagainya yang dipahami sebagai

kode budaya yang ditangkap secara elektronik melalui kode-kode

teknis.

2. Level Representasi

Meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, music dan suara, yang

ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat

konvensional. Bentuk-bentuk representasi dapat berupa cerita, konflik,

karakter, action, dialog, setting, casting, dan sebagainya.

Level representasi meliputi :

(a) Teknik Kamera : jarak dan sudut pengambilan.

Ada lima jenis shot gambar yang paling dasar yaitu meliputi :

1. Long Shot (LS) yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah

manusia maka dapat diukur antara lutut kaki hingga sedikit

(35)

lagi yaitu Extreme Long Shot (LES), mulai dari sedikit ruang

dibawah kaki hingga ruang tertentu di atas kepala. Long Shot

ini menggambarkan dan memberikan informasi kepada

penonton mengenai penampilan tokoh (termasuk bahasa tubuh,

mulai dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki) yang

kemudian mengarah pada karakter serta situasi dan kondisi

yang sedang terjadi pada adegan itu.

2. Medium Shot (MS), yaitu shot gambar yang jika objeknya

adalah manusia, maka dapat diukur sebatas dada hingga sedikit

ruang diatas kepala. Dari medium shot dapat dikembangkan

lagi, yaitu Wide Medium Shot (WMS), gambar medium shot tapi

agak melebar kesamping kanan kiri. Pengambilan gambar

Medium shot menggambarkan dan memberikan informasi

kepada penonton tentang ekspresi dan karakter, secara lebih

dekat dibandingkan long shot.

3. Close-Up (CU), yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah

manusia, maka diukur dari bahu hingga sedikit ruang di atas

kepala. Pengambilan gambar close-up menggambarkan dan

memberikan informasi kepada penonton tentang penguatan

ekspresi dan dialog penting untuk lebih diperhatikan penonton.

4. Extreme Close-Up, menggambarkan secara details ekspresi

pemain dari suatu peristiwa (lebih detail pada ekspresi tubuh,

(36)

5. Estabilishing shot, biasanya digunakan untuk membuka suatu

adegan

(b) Teknik kamera : perpindahan kamera antara lain :

1) Zoom, yaitu gerakan kamera yang secara pelan dan cepat, baik

sesungguhnya maupun buatan, menuju suatu objek. Juga

diterapkan ketika menjauhi objek (Efendy, 2002:156).

Biasanya digunakan untuk memberi kejutan pada penonton,

penekanan dialog dan atau tokoh, setting serta informasi

tentang situasi dan kondisi.

2) Dollying (trucking), yaitu pergerakan kamera pengambilan

gambar dengan menggunakan kendaraan beroda yang

mengakomodasikan kamera dan operator kamera (Efendy,

2002:135). Kecepatan dollying ini mampu mempengaruhi

perasaan penonton

3) Follow Shot, yaitu pengambilan gambar dengan kamera

bergerak berputar untuk mengikuti pemeran dalam adegan

(Efendy, 2002:138).

4) Swish Pan, yaitu gerakan panning ketika kamera digerakkan secara

cepat dari satu sisi ke sisi lain, menyebabkan gambar di film menjadi

kabur untuk memunculkan kesan gerakan mata secara cepat dari satu

(37)

(c) Penggunaan suara.

1. Voicer-over narration, biasanya digunakan untuk

memperkenalkan bagian tertentu dari suatu program,

menambah informasi yang tidak ada dalam gambar untuk

menginterpretasikan kesan pada penonton dari suatu sudut

pandang, menghubungkan bagian sequences dari program

secara bersamaan.

2. Sound Effect, untuk memberikan tambahan ilusi pada suatu

kejadian.

3. Music, untuk mempertahanka kesan dari suatu fase untuk

mengiringi suatu adegan, warna emosional pada musik turut

mendukung keadaan emosional suatu adegan.

3. Level ideology

Level ini diorganisasikan kedalam kesatuan (coherence) dan

penerimaan social (social acceptability) seperti individualism,

kelas patriarki, pluralism, umur, ras dan sebagainya.

(sumber : bahan skripsi pemaknaan iklan rokok Amild versi Go ahead,

(38)

2.2.2 Respon Psikologi Warna

Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal.

Warna juga lebih dianggap sebagai satu fenomena psikologi. Berikut adalah

uraian tentang arti dan respon psikologinya menurut Max Luscher, seorang

psikolog asal Swiss.

Hitam, Warna hitam adalah lambang kematian. Kebanyakan bangsa-bangsa di dunia mengenakan pakaian warna hitam pada waktu upacara kematian.

Hitam sendiri mempunyai tafsir yang sangat banyak karena warna ini merupakan

kombinasi dari semua warna. Yang paling umum dari pemaknaan warna hitam

adalah kesan misterius. Dalam film-film fiksi sosok hantu, penyihir, dan mahkluk

jadi-jadian sering digambarkan dengan kostum dan atribut yang serba hitam.

Respon Psikologi: Power, Seksualitas, Kecanggihan, Kematian, Misteri,

Ketakutan, Kesedihan, Keanggunan.

Jingga, Warna jingga cocok untuk meningkatkan komunikasi karena membawa keceriaan, kegembiraan kreativitas, ambisi dan rasa humor. Selain itu

warna jingga juga memberikan rasa hangat dan menciptakan atmosfir yang akrab

pada ruangan. Karena sifatnya tadi, warna jingga akan cocok jika digunakan

diruang keluarga atau gang dalam rumah untuk memberikan rasa hangat dan

akrab. Dapur dan ruang makan kita juga cocok jika diberi warna jingga karena

bisa membangkitkan selera.

Warna jingga di ruang kerja bisa meningkatkan kreativitas dan semangat

kerja. Konsentrasi juga bisa ditingkatkan dengan warna jingga menjadi warna

(39)

meningkatkan produksi air susu. Namun patut diperhatikan pemakaian warna

jingga yang berlebihan justru bisa menyebabkan perilaku yang tidak bertanggung

jawab, rasa resah dan gelisah.

Respon Psikologi: Energy, Keseimbangan, Kehangatan.

Cokelat, Warna cokelat adalah warna yang kesannya paling dekat dengan bumi sehingga membuat kita merasa dekat. Cokelat bisa menjadi sumber energi

yang konstan, serta membuat kita merasa kuat. Warna ini mewakili rasa aman,

komitmen dan kepercayaan. Coklat juga memberikan rasa hangat dan nyaman.

Karena sifatnya yang membumi, warna coklat sangat cocok digunakan di ruang

keluarga. Namun agar tidak berkesan gelap, kita mesti mengkombinasikan warna

coklat dengan perabotan yang berwarna terang.

Daerah pintu masuk, juga sangat tepat jika diberi warna coklat karena

memberi kesan menyambut. Warna coklat juga menimbulkan kesan kepercayaan

dan komitmen. Ruang kerja juga cocok dengan warna coklat. Suasana hati bisa

menjadi lebih tenang karena warna coklat memberikan efek aman dan kuat.

Respon Psikologi: Tanah/Bumi, Reliability, Comfort, Daya Tahan.

Ungu, Warna ungu mempunyai efek tenang dan menyejukkan. Seringkali dikaitkan dengan kesan yang berhubungan tentang wawasan yang luas, martabat,

kehormatan, intuisi, dan sejahtera bahkan kesan anggun. Pengaruh warna ini dapat

menginspirasikan pikiran dan membuat hati lebih tenang. Karena sifatnya yang

tenang dan menyejukkan, ruang kerja dan ruang tidur sangat cocok jika diberi

warna ungu. Sebaliknya warna ungu tidak tepat untuk ruang tempat beraktivitas.

(40)

diet karena mampu mengurangi rasa lapar. Warna ungu juga cocok untuk

mengontrol rasa marah dan bisa meringankan suasana hati.

Respon Psikologi: Spiritual, Misteri, Kebangsawanan, Transformasi, Kekasaran,

Keangkuhan.

Biru, Warna biru sering diasosiasikan sebagai warna yang melambangkan kejujuran, kesetiaan, harapan dan harmoni. Cinta, spiritualisme, perlindungan dan

kecantikan juga diwakili oleh warna ini. Kesan yang bisa didapat dari penggunaan

warna biru dirumah adalah ketenangan, ketentraman dan kenyamanan. Sehingga

efeknya dapat memperlambat denyut jantung, menurunkan tekanan darah,

menghapus stress, dan membuat kita dapat bernafas lebih dalam.

Selain itu, warna ini juga memperluas imajinasi dan memperlancar

komunikasi antar penghuni rumah. Karena sifatnya yang nyaman dan bisa

melancarkan komunikasi, warna biru sesuai untuk diterapkan di ruang keluarga

dan kamar tidur. Selain tidur akan terasa lebih nyenyak, perbincangan dengan

pasanganpun akan terasa lebih lancar dan tenang. Namun bila penggunaan warna

biru berlebihan kita malah bisa kesulitan bangun dipagi hari. Selain itu, terlalu

banyak warna biru bisa menimbulkan rasa malas dan terisolasi. Meski demikian

penggunaan warna biru yang tepat bisa menghapus stress dan menenangkan

suasana hati, biru bisa digunakan untuk menghilangkan rasa sakit.

Respon Psikologi: Kepercayaan, Konservatif, Keamanan, Tehknologi,

(41)

Hijau, Warna hijau sering kali diartikan dengan kehidupan, kesuburan, alamiah dan perlindungan. Warna hijau diasosiasikan dengan obyek-obyek natural

seperti tumbuhan. Hijau sendiri mampu memberikan efek sejuk pada mata seperti

halnya warna biru dan putih. Hijau identik dengan warna modern (dipopulerkan

oleh film ”Matrix”), sangat mampu dalam menguatkan kesan futuristik dan

kecanggihan teknologi.

Respon Psikologi: Alami, Sehat, Keberuntungan, Pembaharuan.

Kuning, Yang paling dominan dari warna kuning adalah sifatnya yang ”mencolok”, oleh karena itu kuning sangat identik dengan makna-makna

kemuliaan, kemasyuran, kepercayaan diri. Kuning diasosiasikan matahari

sehingga sering juga diartikan sebagai keindahan, kehangatan, dan ilmu

pengetahuan

Respon Psikologi: Optimis, Harapan, Filosofi, Ketidakjujuran, Pengecut (untuk

budaya Barat), pengkhianatan.

2.3 Kerangka Berpikir

Iklan televisi sebagai pencipta dunia imaji telah menjadi media ampuh

bagi perusahaan dalam mempromosikan produk. Agar tampak di mata pemirsa

televisi, maka sudah menjadi rahasia umum jika dibutuhkan talent atau endorser

berikut segala macam bentuk atau imaji yang diciptakan sebagai penyampai

pesan. Tanpa kehadirannya, mustahil sebuah iklan televisi akan memperoleh

(42)

Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda-beda dalam

memahami suatu peristiwa atau obyek. Hal ini dikarenakan latar belakang

pengalaman (field of experience) dan pengetahuan (frame of reference) yang

berbeda-beda.

Dalam penelitian ini peneliti akan menganalisa pemaknaan dalam iklan

telekomunikasi provider AXIS versi ‘Budi handuk dalam Persidangan

ngaku-ngaku murah’ yang ditayangkan di televisi. Dengan konsep iklan yang berbeda,

unik dan ‘berani’ diantara iklan provider yang lain. Tokoh dalam Iklan AXIS ini

adalah Budi Handuk (artis) yang bertindak sebagai hakim sedang memimpin

sebuah persidangan yang dihadiri oleh tiga “terdakwa”. Terdakwa pertama

sebagai sosok rapper dengan baju warna dominan kuning, terdakwa kedua adalah

wanita dengan baju dominan berwarna biru dan terdakwa ketiga adalah laki-laki

dengan baju ungu yang melambangkan dan menjelaskan bahwa AXIS merupakan

GSM yang baik dan memberikan berbagai keuntungan dan kelebihan bagi

penggunanya.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan pemahaman terhadap tanda dan

Icon yang dalam hal ini adalah iklan AXIS versi ‘Budi handuk dalam persidangan

ngaku-ngaku murah’. Tanda-tanda yang terdapat dalam setiap bentuk

penggambaran iklan secara keseluruhan tersebut dikaji berdasarkan teori yang

sesuai dengan peristiwa yang melatarbelakangi pembuatan iklan AXIS tersebut.

Adapun hasil yang akan dibahas dari kerangka diatas yaitu analisis

deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan semiologi Charles Sanders

(43)

serta analisis pengambilan gambar yang terbagi dalam level realitas dan level

representasi milik John Fiske dengan harapan dapat diperoleh suatu hasil

interpretasi mendalam dan menyeluruh mengenai pemaknaan pada iklan AXIS

versi ‘Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah’ di televisi.

Iklan AXIS Analisis semiotika hasil pemaknaan Versi Roland S.Peirce : iklan AXIS “Budi handuk Pemaknaan Tanda : Versi Dalam persidangan ikon.indek dan simbol “Budi handuk

Ngaku-ngaku murah” Dalam persidangan

Ngaku-ngaku murah”

Gambar 2.3 : Bagan kerangka berpikir peneliti tentang pemaknaan iklan

(44)

34   

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu kegiatan (ilmiah) yang ditempuh melalui

serangkaian proses yang panjang. Dalam konteks ilmu sosial, kegiatan diawali

dengan adanya minat untuk mengkaji secara mendalam terhadap munculnya

fenomena tertentu (Bungin, 2007 :66-67).

Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan pendekatan

analisis semiotika, Analisis kualitatif berangkat dari pendekatan fenomenologisme

yang sebenarnya lebih banyak alergi terhadap pendekatan positivisme yang

dianggap terlalu kaku, hitam-putih, atau terlalu taat asas. Alasannya bahwa

analisis fenomenologisme lebih tepat digunakan untuk mengurangi persoalan

subjek manusia yang umumnya tidak taat asas, berubah-ubah dan sebagainya.

Analisis kualitatif pada umumnya tidak digunakan untuk mencari data yang

tampak di permukaan itu. Dengan demikian analisis kualitatif digunakan untuk

memahami sebuah fakta, bukan untuk menjelaskan fakta tersebut (Bungin, 2007

:66-67).

Dalam hal ini iklan yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah iklan

AXIS versi “Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah” dan untuk

menginterpretasikan penggambaran atau pencitraan seorang hakim dan tiga

terdakwa dalam iklan jaringan telepon seluler AXIS pada media elektronik

(45)

dan mempelajari tentang tanda (sign), fungsi tanda, dan produksi makna dalam

iklan tersebut. Alasan digunakannya metode deskriptif kualitatif ini berasal dari

beberapa faktor pertimbangan, yaitu :

- Pertama, metode deskriptif kualitatif akan lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitiannya ini kenyataannya ganda.

- Kedua, metode deskriptif kualitatif menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti.

- Ketiga, metode deskriptif kualitatif lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai

yang dihadapi (Moleong, 2002:5).

Selain itu pada dasarnya pendekatan semiotik bersifat

kualitatif-interpretatif, yaitu : suatu metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks

sebagai sebagai objek kajian, serta bagaimana menafsirkan dan memahami kode

dibalik tanda dan teks tersebut (Christomy dan yuwono dalam budiman, 1997:46).

Karena itulah, peneliti menggunakan pendekatan semiologi untuk menganalisa

atau menafsirkan makna yang terdapat dalam iklan tersebut (christomy dan

yuwono 2004 :99)

3.2 Kerangka Konseptual

3.2.1 Pemaknaan Iklan AXIS di Televisi

Perkembangan telekomunikasi di Indonesia akhir-akhir ini juga

mempengaruhi perkembangan iklan-iklan telekomunikasi di televisi saat ini,

(46)

perusahaan. Belakangan ini pula, Banyak iklan dari provider telepon seluler yang

hadir dengan konsep unik, berbeda dan ‘berani’.

Pemaknaan terhadap unsur pesan di balik sebuah iklan perlu dilakuan guna

mendapatkan pemahaman serta pengertian dari iklan yang disampaikan atau

ditayangkan. Contoh iklan yang paling menonjol dapat dilihat pada iklan AXIS

versi “persidangan ngaku-ngaku murah” di televisi. Digambarkan dalam iklan ini,

Budi Handuk (artis) yang bertindak sebagai hakim sedang memimpin sebuah

persidangan yang dihadiri oleh tiga “terdakwa”. Terdakwa pertama sebagai sosok

rapper dengan baju warna dominan kuning, terdakwa kedua adalah wanita dengan

baju dominan berwarna biru dan terdakwa ketiga adalah laki-laki dengan baju

ungu yang melambangkan dan menjelaskan bahwa AXIS merupakan GSM yang

baik dan memberikan berbagai keuntungan dan kelebihan bagi penggunanya.

Untuk menginterpretasikan pencitraan pada suatu persidangan dan sosok

hakim (pemimpin jalannya persidangan dan pengambil keputusan) dalam iklan

AXIS ini, maka terlebih dahulu harus diketahui sistem tanda dan gambar yang

terdapat pada iklan yang akan dijadikan korpus atau sample penelitian ini.

3.2.2 Corpus

Corpus merupakan kumpulan bahan yang terbatas dan dilakukan pada

perkembangannya oleh analisa dengan kesemenaan. Corpus haruslah cukup luas

untuk memberikan harapan yang beralasan bahwa unsure-unsurnya akan

(47)

 

bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf subtansi maupun homogen

pada taraf waktu (sinkroni) (kurniawan, 2001 : 70).

Tetapi sebagai analisis, corpus bersifat terbuka pada konteks yang

beraneka ragam yang memungkinkan untuk memahami khalayak aspek dari

sebuah teks yang tidak dapat ditangkap atas dasar suatu analisis yang bertolak dari

unsure tertentu yang terpisah dan berdiri dari teks yang bersangkutan (Arkoun

dalam ide, 2003 : 40).

Corpus adalah kata lain dari sample, bertujuan tetapi khusus untuk analisis

semiologi dan analisis wacana. Pada penelitian kualitatif ini memberikan peluang

yang besar bagi dibuatnya interpretasi alternatif. Corpus dari penelitian ini adalah

iklan AXIS versi “Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah”.

Corpus-corpus dalam penelitian adalah potongan gambar dalam iklan atau

“Scene” yang dipilih oleh peneliti untuk memaknai iklan AXIS versi “Budi

handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah”. Pada setiap scene yang terdapat

dalam iklan tersebut terdapat level-level yang bisa dianalisis sebagai berikut :

Scene 1

Nampak seorang reporter wanita

Yang melaporkan berita di

suatu persidangan.

Scene 2   

  Seorang jaksa dalam sebuah

persidangan yang membacakan

(48)

Scene 3

Terlihat ekspresi wajah kaget dari

Budi handuk (artis)

yang bertindak sebagai hakim dalam

persidangan ini.

Scene 4

Terdakwa pertama dalam persidang-

an ini, yang bergaya rapper dengan

baju dominasi warna kuning.

Scene 5

Gambar ini merupakan terdakwa

kedua, seorang wanita berambut

panjang dengan dominasi baju

warna biru.

Scene 6 Pada potongan gambar ini nampak ekspresi wajah budi handuk yang

seolah tidak percaya atas apa yang

dikatakan oleeh terdakwa wanita

sebelumnya.

Scene 7 Desta (artis) yang dalam iklan ini sebagai terdakwa ketiga

mengenakan pakaian dominasi

warna ungu dan putih.

(49)

 

Scene 8 Ekspresi wajah gembira Budi

Handuk selaku hakim yang

menunjukkan rasa setuju atas hal yang

disampaikan terdakwa ketiga.

Scene 9 Gambar ini menunjukkan tangan dari hakim tengah mengetok palu

persidangan.

Scene 10 Nampak terdakwa ketiga (Desta), Reporter berita (Donita) tengah berada

diantara (sisi kanan-kiri) hakim

persidangan.

Scene 11 Gambar ini merupakan logo AXIS yang juga menandakan bahwa iklan ini adalah

milik/ dibuat oleh AXIS.

Scene 12 Scene terakhir dari iklan ini bertuliskan

(50)

3.2.3 Unit Analisis

Untuk menjawab pemaknaan perang tarif pada perkembangan

telekomunikasi yang ada dan digambarkan dalam iklan AXIS versi “Budi handuk

dalam persidangan ngaku-ngaku murah” di televisi dalam penelitian ini adalah

memahami dan mencari keseluruhan bentuk tanda-tanda dalam iklan tersebut.

Kemudian di interpretasikan dengan menggunakan teori semiotika dengan acuan

kategori tanda yang merujuk pada teori Charles Sanders Pierce (Noth, 1995:45),

tanda-tanda dalam gambar dapat digolongkan ke dalam ikon, indeks, dan simbol.

- Ikon

Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat

memiliki kemiripan (Sobur, 2001:41). Dengan kata lain, suatu tanda

memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan. Apabila dalam

iklan AXIS versi “Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah”

ditunjukkan dengan :

1. Digambarkannya terdakwa pertama dengan bentuk atau sosok seorang

rapper dengan menggunakan baju warna kuning terang. Kita tahu,

bahwa warna kuning dan rapper merupakan ikon sebagai identitas dari

provider lain yaitu, Indosat. (Scene 4)

2. Digambarkannya terdakwa kedua dengan seorang wanita cantik

berambut panjang yang mengenakan baju dominan berwarna biru.

Dapat kita pahami bersama bahwa penggambaran wanita tersebut

(51)

XL yang juga memilih warna biru sebagai identitas providernya.

(Scene 5)

- Indeks

Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara

tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab-akibat

(Sobur,2004:42), atau disebut juga tanda sebagai bukti. Pada iklan AXIS

versi “Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah” ini

ditunjukkan dengan:

1. Bonus mutlak Rp. 1000 setiap hari. (Scene 7 dan Scene 10)

2. Dijamin murah telak. (Scene 9)

3. Makin hemat makin untung bersama AXIS. (Scene 6)

4. AXIS GSM YANG BAIK. (Scene 11 dan Scene 12)

- Simbol

Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara tanda

dan petandanya, bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan

konvensi (perjanjian masyarakat) (Sobur, 2004:42). Pada iklan AXIS versi

“Budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah” ini ditunjukkan

dengan :

1. Masyarakat percaya, bahwa perkataan serta keputusan yang

terlontar dari sosok hakim merupakan bentuk sebuah keadilan

dan kebenaran. Dalam hal ini, putusan hakim “Bonus Mutlak

Rp 1000 Setiap Hari dari AXIS”. (Scene 9 dan Scene 10)

Gambar

Gambar-Gambar
Gambar 2.3 : Bagan kerangka berpikir peneliti tentang pemaknaan iklan   Axis versi “budi handuk dalam persidangan ngaku-ngaku murah” di televisi
Gambar ini merupakan terdakwa
Gambar ini menunjukkan tangan dari
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rasio tersebut memiliki pengaruh yang positif terhadap tingkat efisiensi biaya yang diukur dengan metode DEA , karena apabila CAR meningkat maka peningkatan modal

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan menggunakan dua jenis tanah yang berbeda, dapat disimpulkan bahwa kedua tanah sampel yang

menyediakan dana dari sumber lainnya atau modal sendiri dengan kata lain Capital adalah untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap

Analysis of sensitivity on the fattening beef cattle with coffee bran is required to see the extent of fattening cattle sensitivity to changes (deductions

Faktor pemeliharaan, juga disebut hygiene factor, merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia,

Pungukuran arah kiblat untuk masjid-masjid di desa Padamara dengan menggunakan alat bantu GPS, qibla locator dan menggunakan alat ukur theodolit diketahui bahwa hasil

dengan yang akan peneliti lakukan ialah tentang budaya Jawa yang masih sering dilakukan. Perbedaannya ialah tidak melihat dari sisi hukum Islam, melainkan ajakan untuk kearah

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Oleh Fika Novika