• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI PEREMPUAN TENTANG POLIGAMI YANG DILAKUKAN PARA TOKOH AGAMA ISLAM ”USTADZ” (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Perempuan Tentang Poligami Yang Dilakukan Para Tokoh Agama Islam ”Ustadz”).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERSEPSI PEREMPUAN TENTANG POLIGAMI YANG DILAKUKAN PARA TOKOH AGAMA ISLAM ”USTADZ” (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Perempuan Tentang Poligami Yang Dilakukan Para Tokoh Agama Islam ”Ustadz”)."

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI PEREMPUAN TENTANG POLIGAMI YANG DILAKUKAN PARA TOKOH AGAMA ISLAM ”USTADZ”

(Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Perempuan Tentang Poligami Yang Dilakukan Para Tokoh Agama Islam ”Ustadz”)

SKRIPSI

Oleh :

Dhinar Kamesworo NPM. 0743110346

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

Persepsi Perempuan Tentang Poligami Yang Dilakukan Para Tokoh Agama Islam “Ustadz”

(Studi Deskriptif Kualitatif Persepsi Perempuan Tentang Poligami Yang Dilakukan Para Tokoh Agama Islam “Ustadz”)

Oleh:

DHINAR KAMESWORO NPM. 0743110346

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 13 Juni 2011

Mengetahui, Pembimbing

Dra. Dyva Claretta, Msi NPT. 3 6601 94 00251

Tim Penguji 1. Ketua

2.Sekretaris

Dra. Dyva Claretta, Msi NPT. 3 6601 94 00251

3.

Mengetahui, DEKAN

(3)

Persepsi Perempuan Tentang Poligami Yang Dilakukan Para Tokoh Agama Islam “Ustadz”

(Studi Deskriptif Kualitatif Persepsi Perempuan Tentang Poligami Yang Dilakukan Para Tokoh Agama Islam “Ustadz”)

Disusun Oleh:

DHINAR KAMESWORO NPM. 0743110346

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

Pembimbing Utama

Dra. Dyva Claretta, Msi NPT. 3 6601 94 00251

Mengetahui,

DEKAN

(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayahnya kepada penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan

skripsi dengan judul ”Persepsi Perempuan Tentang Poligami Yang Dilakukan

Para Tokoh Agama Islam ”Ustadz” ”.

Penelitian ini disusun sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar

Sarjana Strata (S1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, jurusan Ilmu

Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada Dra. Dyva Claretta M.si, selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktunya untuk mengoreksi serta memberikan petunjuk dan

bimbingannya yang sangat bermanfaat guna penyusunan skripsi ini. Peneliti juga

berusaha memberi sebaik mungkin namun demikian, penulis menyadari akan

kemampuan dan keterbatasan pengetahuan serta pengalaman penulis. Sehingga

masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, maka dari itu dengan

segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun guna kesempurnaan proposal ini. Skripsi ini tidak akan terselesaikan

tanpa adanya bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Allah SWT yang selalu melimpahkan Rahmat dan HidayahNYA sehingga

(5)

2. Dra. Hj. Suparwati, Msi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Pembangunan Nasional ”VETERAN” Jawa Timur,

Surabaya.

3. Dra. Sumardjijati, M.Si, selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional ”VETERAN” Jawa

Timur, Surabaya.

4. Bapak. Juwito, S.Sos, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu

Komunikasi, Universitas Pembangunan Nasional ” VETERAN” Jawa

Timur, Surabaya.

5. Kedua Orang Tua yang tercinta penulis Drs. H. Suwarno dan Hj. Rudy

Juliastuti, yang telah memberikan limpahan cinta, kasih sayang, perhatian,

do’a, dan bimbingannya kepada penulis.

6. Kakakku tercinta Ardha Yudhoagiono, S.E yang juga turut memberikan

do’a dan semangat demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

7. Ibu. Syafrida Nurrahmi F, S.Sos, selaku dosen wali yang senantiasa

memberikan dorongan dan sarannya kepada penulis untuk kelancaran studi

penulis.

8. Sahabat – sahabat penulis Silania Utami, Firdausi Anidah, Samuel

Sulistyo Hadi, Galuh Oke P, yang selalu bimbingan bersama, Marlin

Christina NN, Yuliana Dewi, Meta Serilda, Dewi Novita, Uno Fam’s dan

teman-teman lainnya yang senantiasa memberikan do’a, dukungan dan

(6)

9. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Pembangunan Nasional ”VETERAN ” Jawa Timur, Surabaya.

10. Semua Orang yang senantiasa memberikan saran dan kritik guna kebaikan

penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Akhirnya segala amal baik yang mereka berikan kepada penulis semoga

mendapat balasan dari Allah SWT. Dan penulis berharap semoga skripsi ini

bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Persetujuan Skripsi ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

2.1 Landasan Teori ... 12

2.1.1 Komunikasi Interpersonal ... ... 12

2.1.1.1 Hubungan Interpersonal ... 13

2.1.1.2 Efektivitas Komunikasi Interpersonal ... 15

2.1.2 Persepsi ... 18

2.1.2.1 Jenis Persepsi ... 20

2.1.2.2 Ciri – ciri Umum Dunia Persepsi ... 22

2.1.2.3 Faktor – faktor yang Berpengaruh pada Persepsi ... 23

(8)

2.1.3 Perkawinan ... 29

2.1.3.1 Prinsip Perkawinan ... 31

2.1.3.2 Hikmah kawin ... 34

2.1.3.3 Hukum Kawin ... 37

2.1.4 Poligami ... 38

2.1.4.1 Sejarah Poligami ... 39

2.1.4.2 Ayat – ayat dan Hadist Poligami ... 41

2.1.4.3 Hikmah Poligami ... 45

2.1.4.4 Hukum Poligami ... 47

2.1.4.5 Syarat Poligami ... 48

2.1.4.6 Dampak Poligami... 50

2.1.5 Perempuan Dalam Pengertian Islam ... 50

2.1.6 Tokoh Agama Islam... 57

2.2 Kerangka Berpikir ... 59

BAB III METODE PENELITIAN ... 61

3.1 Metode Penelitian ... 61

3.2 Definisi Konseptual ... 62

3.2.1 Persepsi ... 62

3.2.2 Poligami ... 63

3.2.3 Ustadz ... 63

3.2.4 Perempuan ... 64

(9)

3.5 Teknik Pengumpulan Data... 66

3.5 Teknik Analisis Data... 68

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 70

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data ... 70

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 70

4.1.1.1 Perempuan... 70

4.2 Analisis Data ... 74

4.2.1 Persepsi Perempuan Terhadap Poligami Yang Dilakukan Para Tokoh Agama Islam ”Ustadz” ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 107

5.1 Kesimpulan ... 107

5.2 Saran... 109

(10)

ABSTRAKSI

DHINAR KAMESWORO, PERSEPSI PEREMPUAN TENTANG POLIGAMI YANG DILAKUKAN PARA TOKOH AGAMA ISLAM “USTADZ” ( Studi Deskripstif Kualitatif Persepsi Perempuan Tentang Poligami Yang Dilakukan Para Tokoh Agama Islam “Ustadz” )

Penelitian ini didasarkan pada maraknya fenomena para tokoh agama Islam “ustadz” yang melakukan poligami, baik itu secara agama dan hukum Negara maupun secara agama Islam atau secara siri dan dapat menimbulkan persepsi perempuan baik positif maupun negatif. Seperti halnya Aa’ Gym ustadz yang sudah terkenal dengan namanya dan melakukan poligami. Tidak hanya itu saja, namun masih banyak para tokoh agama Islam “ustadz” yang lain melakukan poligami dengan beredarnya informasi melalui media, yang tersebar luas di kalangan masyarakat. Ustadz sebagai panutan masyarakat yang identik dengan memiliki satu orang istri, namun ternyata ustadz yang memiliki istri lebih dari satu juga tidak sedikit.

Persepsi adalah inti komunikasi. Persepsi merupakan proses yang tidak lepas dari kehidupan manusia, sehingga sepanjang hidupnya manusia tidak pernah luput dari kegiatan mempersepsi. Persepsi juga dapat diartikan sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan – hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi atau menafsirkan pesan. Persepsi dikatakan sebagai proses internal dalam diri manusia yang memungkinkan seseorang untuk memilih, mengorganisirkan, dan menafsirkan rangsangan yang diterimanya dari lingkungannya, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku seseorang tersebut. Cara pandang pada penelitian ini akan menentukan bagaimana persepsi perempuan tentang poligami yang dilakukan para tokoh agama Islam “ustadz”.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena sedalam – dalamnya melalui pengumpulan data sedalam – dalamnya. Dan jika data yang dikumpulkan sudah mendalam, dan dapat menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Yang lebih ditekankan dalam penelitian ini adalah persoalan kedalaman ( kualitas ) data, bukannya banyaknya ( kuantitas ) data.

(11)
(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan suasana baik yang menjurus kepada pembangunan

serta ikatan kekeluargaan, memelihara kehormatan dan menjaganya dari segala

keharaman, menikah juga merupakan ketenangan dan tuma'ninah, karena

dengannya bisa didapat kelembutan, kasih sayang serta kecintaan diantara suami

dan istri. Setiap manusia memiliki kebahagiaan keluarga yang selalu bersama

dalam setiap waktu. Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam

kehidupan manusia, tempat belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial

dalam interaksi sosial dengan kelompoknya.

Kebahagiaan keluarga dalam pernikahan yang harmonis merupakan

dambaan setiap pasangan suami - istri. Kehidupan keluarga yang penuh harmonis

akan sangat bergantung dari pertemuan di antara anggota keluarga yang setara dan

berkeadilan dengan menghargai posisi dan peran masing – masing keluarga.

Ketika seorang laki – laki didaulat sebagai suami yang menikahi seorang

perempuan untuk dijadikan istri dan memutuskan untuk membangun rumah

tangga dengan melangsungkan pernikahan.

Salah satu masalah utama yang sering terjadi dalam sebuah hubungan

perkawinan yaitu tidak adanya keseimbangan dari sisi ekonomi / materi,

seksualitas, keotoriteran dalam keluarga, berpoligami dan sebagainya. Hampir

(13)

suami – istri. Salah satu bentuk permasalahan yang terjadi adanya seorang suami

yang menjadi tokoh agama Islam “ustadz” yang identik menganut monogami (

memiliki satu istri ), saat ini menganut poligami ( memiliki istri lebih dari satu ).

Dalam kasus poligami ini hubungan perkawinan antara suami untuk menikah lagi

memang sangat sulit diterima oleh istri dengan kemajuan zaman saat ini, bahkan

begitu banyaknya istri untuk menuntut cerai atau berpisah jika suami ingin

menikah lagi.

Saat ini terdapat banyak tokoh agama Islam “ustadz” yang sudah menjadi

panutan masyarakat yaitu Aa’ Gym dan Syekh Puji untuk melakukan poligami.

Masing – masing kedua tokoh agama Islam “ustadz” ini memiliki selera yang

berbeda dalam memilih pasangan untuk dijadikan istri kedua. Aa’ Gym memilih

untuk menikah lagi dan memiliki istri, pasti terdapat berbagai alasan. Maka dari

itu, dengan persetujuan istri pertama Teh Ninih, Aa’ Gym menikah dengan

seorang wanita yang bernama Teh Rini. Pernikahan ini berlangsung hingga Teh

Ninih mampu menerima kehadiran orang kedua dalam kehidupan baru bersama

sang suami. Pernikahan diam – diam Aa’ Gym yang telah menjadi pembicaraan di

kalangan masyarakat, dikarenakan Teh Rini merupakan seorang janda cantik,

tinggi semampai, mantan model. Dengan berjalannya waktu dan pemberitaan

yang selama ini beredar, Teh Ninih memilih bercerai. Aa’ Gym memberikan talak

dua kali dan satu kali rujuk kepada Teh Ninih. Menurut KH Miftah Farid Ketua

MUI Bandung, dengan dua kali talak dan satu kali rujuk, maka jika keduanya

(14)

Berbeda dengan Syekh Puji yang telah memilih untuk menikah lagi

dengan bocah yang masih berumur 12 tahun. Pernikahan ini sangat kontroversi di

kalangan masyarakat, dengan alasan Syekh Puji untuk menikah lagi karena atas

dasar agama dan ibadah. Akan tetapi, timbul pertanyaan mengapa harus dengan

bocah berumur 12 tahun?. Namun, menurut pandangan Dosen Psikologi Politik

Pasca Sarjana Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk alasan itu hanya untuk

melindungi dirinya sendiri. Sebab secara psikologi, perilaku Syekh Puji bisa

dikatakan pengidap peadophilia. Paedophilia adalah sifat kejiwaan manusia yang

mempunyai ketertarikan kepada anak di bawah umur. Bahkan beredar berita

bahwa Syekh Puji ingin menikahi anak berumur 9 dan 7 tahun. Rektor UIN

Jakarta, Prof. Azumardi Azra juga berpendapat bahwa agama seharusnya tidak

dijadikan alasan pembenaran oleh Syekh Puji. Secara fiqih memang wanita bisa

dinikahi setelah dewasa, tandanya ya menstruasi. Tapi ada UU Perkawinan yang

mengatur batas umur minimal 17 tahun, kalau di bawah itu ya artinya menikahi

anak-anak.

Dalam sebuah keluarga peranan utama yaitu laki – laki memang sangat

dominan terhadap perempuan, dan perempuan tidak dapat tampil dalam

ruang-ruang publik, tidak boleh keluar rumah untuk memperlihatkan kemampuan dan

keahlian yang tersimpan bagi kalangan masyarakat, bahkan mereka dicegah untuk

mendapatkan hak-hak memperoleh pendidikan yang layak. Yang mengenaskan

justru diperlakukan berbeda lahir karena keyakinan mereka demi menjaga

kesucian perempuan, menjauhkannya dari fitnah, mencegahnya dari perlakuan

(15)

Banyak pandangan yang keliru dapat mengakibatkan penyelewengan atas

peran perempuan dalam masyarakat, sehingga perempuan selalu menjadi objek

untuk diskriminasi dan eksploitasi pihak lelaki. Lelaki selalu menjadi penentu

segala hal tanpa harus perlu melibatkan suara-suara perempuan. Namun,

kehadiran kaum perempuan telah memberikan warna tersendiri bagi dinamika

kehidupan itu sendiri kendati sumbangsih mereka lebih sering diklaim tidak

sedahsyat dengan apa yang telah diraih kaum laki-laki.

Kenyataannya untuk menilai poligami dari segi kacamata yang kita pakai

adalah produk modern. Dalam masa modern masih ada pihak ataupun perlakuan

yang menempatkan kaum perempuan hanya sekadar sebagai pelengkap.

Berabad-abad lamanya perempuan hidup tatanan patriarki yang sungguh tidak berpihak

pada asas egaliter sehingga aktivitas yang dilakukan lebih bernuasa pelayan

dalam segala aspek; memenuhi kewajiban sebagai ibu rumah tangga, mengasuh

anak, dan melayani suami sedangkan perkara – perkara yang ada di luar rumah

tangga merupakan wilayah tabu. Poligami dengan berbagai alasan sosial, agama

dan ekonomi, sejatinya telah mengelabui masyarakat dan sangat memarjinalkan

perempuan. Praktek Poligami yang dilakukan lebih merupakan bentuk eksploitasi

seksual daripada penyelamatan perempuan dari kemiskinan dan ketidakadilan.

Dalam sistem sosial, muncul budaya patriarki sebagai bentuk kepercayaan

atau ideologi bahwa laki-laki lebih tinggi kedudukannya dibanding perempuan;

bahwa perempuan harus dikuasai bahkan dianggap sebagai harta milik laki-laki.

Patriarki adalah tata kekeluargaan yang sangat mementingkan garis turunan

(16)

anggota keluarganya, harta miliknya, serta sumber-sumber ekonomi dan laki - laki

juga yang membuat semua keputusan penting bagi keluarga.

Dengan kedudukan lebih tinggi inilah laki – laki memiliki rasa untuk

menikahi perempuan lebih dari satu. Akhirnya timbul poligami yang semakin

meluas di kalangan masyarakat, dan dampak buruk muncul menjadi sebuah

perbincangan bahkan menjadikan berbagai persepsi untuk kaum hawa yaitu

perempuan. Namun, adakalanya bahwa istri mengijinkan suami untuk menikah

lagi. Bagi suami, memutuskan menikah lagi suami dilatih untuk bersikap adil

dalam keluarga terhadap masing – masing istrinya.

Perkawinan poligami dapat mengundang reaksi dari pihak lain terutama

keluarga dan masyarakat sekitar. Poligami dapat melahirkan banyak persoalan yang

mengancam keutuhan bangunan mahligai rumah tangga dan belum lagi efek domino

bagi perkembangan psikologi anak yang lahir dari pernikahan poligami. Mereka

merasa kurang diperhatikan, haus kasih sayang dan mereka secara tidak langsung

dididik dalam suasana keluarga yang selalu dihiasi dengan pertengkaran orang

tuanya.

Pada kenyataannya, terdapat pasangan suami yang melakukan poligami

dengan menikahi dua orang perempuan yang satu sama lain dapat menerima. Baik

putra – putri dari istri pertama maupun dari istri kedua, sama – sama untuk menerima

sang ayah sebagai kepala keluarga yang melakukan poligami. Dalam waktu yang

telah dilalui, hubungan perkawinan dengan kedua istrinya tidak menimbulkan

masalah. Hal ini akan menciptakan rasa aman dan tenteram dalam keluarga dan

kehidupan rumah tangga harus tercipta suasan merasa saling kasih, saling asih, saling

(17)

Permasalahan poligami dewasa ini semakin bertambah rumit karena

banyak terdapat pertentangan oleh berbagai pihak dalam menyetujui

diperbolehkannya dilakukan poligami yang berupa diperketatnya persyaratan

pelaksanaan poligami. Akan tetapi didalam agama Islam poligami memang

diperbolehkan, sehingga di dalam Al – Qur’an hanya ada satu ayat yang

memperbolehkan poligami tersebut. Dalil poligami ini firman Allah SWT :

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. an-Nisaa`:3).

Bahwa Allah SWT membolehkan beristri lebih dari satu (polygami), tapi dibatasi

sebanyak – banyaknya empat orang, dengan ketentuan mampu berlaku adil antara

semua istri itu, baik dalam hal makan, minum, perumahan, giliran, dan sebagainya

yang bersifat materi ( Adz – Dzikraa terjemahan dan tafsir : 312 ).

Komunikasi yang timbul dalam permasalahan poligami ini adalah

komunikasi interpersonal yang terjadi di dalam keluarga. Komunikasi

interpersonal yaitu komunikasi antara orang – orang secara tatap muka, yang

memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung,

baik secara verbal ataupun non verbal ( Deddy Mulyana, 2000 : 73 ). Komunikasi

interpersonal atau antarpribadi juga merupakan komunikasi yang terjadi dalam

keluarga, dimana komunikasi ini berlangsung dalam sebuah interaksi antarpribadi,

yaitu antar suami dan istri, ayah dan anak, ibu dan anak, serta anak dan anak.

(18)

apalagi kaum hawa yang berperan sebagai lakon. Persepsi manusia terhadap

objek, seseorang, atau kejadian, atau reaksi mereka terhadap hal – hal tersebut

didasarkan pada pengalaman masa lalu mereka yang berkaitan dengan orang,

objek, atau kejadian serupa ( Riswandi, 2009 : 53 ). Persepsi perempuan sebagai

istri yang ingin memiliki suami seperti tokoh agama Islam “ustadz” kebanyakan,

selalu memiliki kepribadian baik, sholeh, menganut monogami (hanya memiliki

satu istri) dapat menjadi panutan keluarga dan masyarakat, dan sebagainya.

Seorang tokoh agama Islam “ustadz” yang memiliki istri lebih dari satu memang

selalu menimbulkan kontroversi dan pro kontra dikalangan wanita, ada yang

setuju dan ada yang tidak setuju dengan adanya poligami ini. Namun, kebanyakan

istri tidak ingin di poligami oleh suami, walaupun dalam Islam poligami memang

diperbolehkan.

Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih,

mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal.

Dengan kata lain persepsi adalah cara kita mengubah energi – energi fisik

lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna. Menurut Kenneth A Sereno

dan Edward M Bodaken, bahwa persepsi adalah sarana yang memungkinkan kita

memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita. Sehingga persepsi

dapat dikatakan bahwa setiap orang memiliki persepsi berbeda – beda sesuai

dengan lingkungan sekitar. Apalagi dengan masalah poligami ini di lingkungan

sekitar kita banyak yang terjadi terhadap tokoh agama Islam “ustadz” untuk

(19)

Melakukan poligami suami tidak hanya berdasarkan mampu, adil, akan

tetapi berpoligami memiliki batas sampai empat orang istri. Berpoligami tidak

hanya itu saja yang terjadi, akantetapi banyaknya masalah dan kendala poligami

di antara suami – istri. Masalah dalam berpoligami yaitu ketika seorang suami

menikah lagi dengan wanita lain, dia tidak berbuat adil dalam hal yang dia

mampu, berupa nafkah, mabit, pakaian dan sebagainya. Sebagian suami ada yang

tidak dapat mengatur rumah tangganya dengan baik, sehingga dia terkadang

berterus terang lebih mencintai salah satu istrinya dari pada yang lain, memuji

sebagian istrinya di hadapan istri yang lain dan berbagai kesalahan. Kurangnya

kesabaran para perempuan ditambah cemburu yang melampaui batas sehingga

menimbulkan permusuhan antar istri.

Berdasarkan contoh kasus di atas antara Aa’ Gym dan Syekh Puji sama –

sama memiliki istri lebih dari satu yang telah di setujui oleh istri pertama. Aa’

Gym merupakan panutan masyarakat khususnya ibu – ibu, sehingga kekhawatiran

yang di timbulkan sangat besar walaupun sudah di jelaskan mengenai hukum

poligami dan dalil poligami. Namun, semua itu pudar dan menghilang setelah

masyarakat mengetahui Aa’ Gym melakukan poligami. Poligami yang di lakukan

Aa’ Gym berawal untuk memberikan contoh mengenai poligami, pada akhirnya

belum bisa memberikan contoh bahwa poligami mudah untuk di lakukan. Istri

pertama Aa’ Gym menggugat cerai tanpa di ketahui alasan yang jelas. Di sini

dapat di simpulkan bahwa poligami dengan kasus memiliki istri lagi bukan

(20)

lain tapi ternyata semua itu harus di pikirkan baik buruknya, untuk berbuat adil

satu sama lainnya atau tidak bisa berbuat adil.

Begitu pula yang dilakukan Syekh Puji dengan menikahi anak berumur 12

tahun, yang telah mengundang banyak kontroversi di kalangan masyarakat.

Poligami yang di lakukan Syekh Puji memang tidak jauh berbeda dengan Aa’

Gym yang mengatasnamakan agama dan ibadah. Namun, dengan menikahi anak

di bawah umur merupakan penyakit paedophilia dan telah melanggar UU

Perlindungan Anak dengan melakukan hubungan seksual terhadap anak di bawah

umur. Dengan begitu kasus poligami yang dilakukan Syekh Puji ini dapat

melanggar hukum Negara dan tidak sesuai dengan UU pernikahan yang berlaku di

Indonesia. Banyaknya tudingan buruk masyarakat terhadap Syekh Puji untuk

menikahi anak di bawah umur hanya demi kepentingan pribadinya. Padahal anak

berumur 12 tahun bernama Lutfiana Ulfa ini tidak ingin bercerai dari Syekh Puji.

Melihat fenomena yang terjadi, tokoh agama Islam “ustadz” untuk

menikah lagi atau poligami memang bukan hal yang dianggap tidak patut untuk

dibicarakan. Dalam hal ini tokoh agama Islam “ustadz” yang telah menjadi

panutan masyarakat apalagi perempuan, bahwa untuk memiliki lebih dari satu istri

itu dengan alasan agama dan ibadah. Namun, alasan – alasan itu yang akan

memiliki banyaknya pro kontra dan kontroversi dikalangan ibu – ibu atau

perempuan tentang poligami yang terjadi saat ini. Di lain sisi tidak semua yang

terjadi seorang laki – laki u tuk menikah lagi tersebut tidak mampu

mempertahankan rumah tangganya dengan keadaan baik, harmonis dan tidak ada

(21)

Dalam penelitian ini yang akan dilakukan penulis yaitu bahwa peranan

seorang suami yang menjadi tokoh agama Islam “ustadz” memiliki istri lebih dari

satu ( poligami ) yang di hadapkan dengan pro kontra dan kontroversi masyarakat

khususnya perempuan yang telah setuju atau tidak setuju dalam poligami. Dari

kasus – kasus yang ada mengenai poligami ini, maka persepsi tentang poligami itu

sendiri akan berdampak baik atau buruk terhadap perempuan. Sehingga persepsi

yang terjadi apakah sesuai dengan apa yang kaum perempuan harapkan atau tidak.

Kebanyakan kegagalan persepsi mengenai poligami ini berdasarkan

prasangka yang dimiliki setiap orang sesuai dengan yang mereka harapkan.

Berprasangka dapat mempengaruhi komunikasi, dan cara terbaik untuk

mengurangi prasangka adalah meningkatkan tatap muka dengan mereka dan

mengenal mereka lebih baik, meskipun tidak selalu baik dan berhasil dalam segala

situasi yang ada.

Dampak buruk mengenai poligami itu sudah menjadi sebuah hal yang

berprasangka selalu buruk seperti apa yang dibayangkan setiap perempuan,

dengan memiliki suami yang juga memiliki istri lebih dari satu. Dapat dikatakan

perempuan atau istri takut bahwa suami akan menikah lagi, dan dengan alasan

takut tidak mau dijadikan yang kedua. Berdasarkan sudut pandang perempuan,

akan dapat diketahui apakah perempuan setuju atau tidak setuju mengenai

poligami tersebut, sehingga dapat diperlihatkan bahwa dampak buruk atau

(22)

11

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah dari

penelitian ini adalah bagaimana persepsi perempuan tentang poligami yang

dilakukan para tokoh agama Islam “ustadz”?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan persepsi perempuan terhadap

poligami yang dilakukan para tokoh agama Islam “ustadz”.

1.4 Manfaat Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kegunaan Teoritis

Secara ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan mampu

memberikan kontribusi yang berkaitan dengan persepsi perempuan

pada komunikasi interpersonal.

2. Kegunaan Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan pengertian dan penjelasan

mengenai poligami dan persepsi perempuan.

b. Memberikan gambaran bagi pembaca, khususnya masyarakat

umum mengenai persepsi perempuan tentang tokoh agama Islam

(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Komunikasi Interpersonal

Menurut Devito (1989), komunikasi interpersonal adalah penyampaian

pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok

kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan

umpan balik segera ( Effendy, 2003 : 30 ).

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara

tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain

secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi interpersonal ini

adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua

sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya ( Deddy Mulyana, 2000 : 73 ).

Menurut Effendi, pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah

komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap

paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang,

karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung,

komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat

komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah

komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat

memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya (

(24)

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang membutuhkan pelaku

atau personal lebih dari satu orang. R Wayne Pace mengatakan bahwa komunikasi

interpersonal adalah Proses komunikasi yang berlangsung antara 2 orang atau

lebih secara tatap muka. Komunikasi Interpersonal menuntut berkomunikasi

dengan orang lain. Komunikasi jenis ini dibagi lagi menjadi komunikasi diadik,

komunikasi publik, dan komunikasi kelompok kecil. Komunikasi Interpersonal

juga berlaku secara kontekstual bergantung kepada keadaan, budaya, dan juga

konteks psikologikal. Cara dan bentuk interaksi antara individu akan tercorak

mengikuti keadaan-keadaan ini.

2.1.1.1 Hubungan Interpersonal

Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang

baik. Kegagalan komunikasi sekunder terjadi, bila isi pesan kita dipahami, tetapi

hubungan di antara komunikan menjadi rusak. Anita Taylor mengatakan

Komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan

interpersonal barangkali yang paling penting.

Untuk menumbuhkan dan meningkatkan hubungan interpersonal, kita

perlu meningkatkan kualitas komunikasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi

komunikasi interpersonal adalah: ( Rakhmat, 2003 : 129 – 138 ).

1. Percaya (trust)

Bila seseorang punya perasaan bahwa dirinya tidak akan dirugikan, tidak

akan dikhianati, maka orang itu pasti akan lebih mudah membuka dirinya.

(25)

a. Karakteristik dan maksud orang lain, artinya orang tersebut memiliki

kemampuan, keterampilan, pengalaman dalam bidang tertentu. Orang itu

memiliki sifat-sifat bisa diduga, diandalkan, jujur dan konsisten.

b. Hubungan kekuasaan, artinya apabila seseorang mempunyai kekuasaan

terhadap orang lain, maka orang itu patuh dan tunduk.

c. Kualitas komunikasi dan sifatnya mengambarkan adanya keterbukaan.

Bila maksud dan tujuan sudah jelas, harapan sudah dinyatakan, maka

sikap percaya akan muncul.

2. Sikap suportif

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam

komunikasi. Orang bersikap defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak

empatis. Beberapa ciri perilaku suportif yaitu:

a. Evaluasi dan deskripsi: maksudnya, kita tidak perlu memberikan

kecaman atas kelemahan dan kekurangannya.

b. Orientasi maslah: mengkomunikasikan keinginan untuk kerja sama,

mencari pemecahan masalah. Mengajak orang lain bersama-sama

menetapkan tujuan dan menetukan cra mencapai tujuan.

c. Spontanitas: sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang

pendendam.

d. Empati: menganggap orang lain sebagai persona.

e. Persamaan: tidak mempertegas perbedaan, komunikasi tidak melihat

perbedaan walaupun status berbeda, penghargaan dan rasa hormat

(26)

f. Profesionalisme: kesediaan untuk meninjau kembali pendapat sendiri.

3. Sikap terbuka, kemampuan menilai secara obyektif, kemampuan

membedakan dengan mudah, kemampuan melihat nuansa, orientasi ke isi,

pencarian informasi dari berbagai sumber, kesediaan mengubah

keyakinannya, profesional dll.

Komunikasi ini dapat dihalangi oleh gangguan komunikasi dan oleh

kesombongan, sifat malu dll.

2.1.1.2 Efektivitas Komunikasi Interpersonal

Efektivitas Komunikasi Interpersonal dimulai dengan lima kualitas

umum yang dipertimbangkan yaitu Keterbukaan (openness), Empati (empathy),

Sikap mendukung (supportiveness), Sikap positif (positiveness), dan Kesetaraan

(equality).

1. Keterbukaan (Openness)

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi

interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka

kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang

harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya.memang ini

mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya,

harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang

biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut. Aspek

keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk

(27)

kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang

menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita

ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk

daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih

menyenangkan.

2. Empati (empathy)

Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati sebagai ”kemampuan

seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu

saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain

itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa

ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang

yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan

yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empatik mampu memahami

motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta

harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Kita dapat

mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara

nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1)

keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik

yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang

penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang

(28)

3. Sikap mendukung (supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap

mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan

berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak

dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita

memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan

evaluatif, (2) spontan, bukan strategic, dan (3) provisional, bukan sangat

yakin.

4. Sikap positif (positiveness)

Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal

dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara

positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif

mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama,

komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif

terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi

komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak

ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang

tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap

situasi atau suasana interaksi.

5. Kesetaraan (Equality)

Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang

mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis

(29)

dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal

akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya,, harus ada pengakuan

secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan

bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk

disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh

kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya

untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan

untuk menjatuhkan pihak lain.kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima

dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain.

Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl rogers,

kesetaraan meminta kita untuk memberikan ”penghargaan positif tak

bersyarat” kepada orang lain.

2.1.2 Persepsi

Persepsi adalah inti komunikasi, penafsiran adalah inti persepsi, yang

identik dengan penyandian bolak – balik dalam proses komunikasi. Menurut

Ujang (2000 : 112) bahwa persepsi adalah bagaimana cara kita memandang dunia

sekitar kita. Karena cara atau proses tersebut berbeda untuk tiap individu sesuai

keinginan, nilai – nilai, serta harapan masing – masing individu, maka persepsi

mengenai suatu hal tersebut tentunya berbeda untuk setiap individu. Selanjutnya,

masing – masing individu akan cenderung bertindak dan beraksi berdasarkan

(30)

Persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan tentang pengalaman

terhadap sesuatu benda ataupun sesuatu kejadian yang dialami. Persepsi ini

didefinisikan sebagai proses yang menggabungkan dan mengorganisir data – data

indra kita ( pengindraan ) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita

dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri. Definisi

lain menyebutkan, bahwa persepsi adalah kemampuan membeda-bedakan,

mengelompokkan, memfokuskan perhatian terhadap satu objek rangsang. Dalam

proses pengelompokan dan membedakan ini persepsi melibatkan proses

interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap satu peristiwa atau objek.

Proses pengelompokan, membedakan, dan mengorganisir informasi pada

dasarnya dapat terjadi pada tingkatan sensasi. Sensasi sendiri adalah sistem yang

mengoordinasi sejumlah peralatan untuk mengamati yang dirancang secara

khusus. Dalam proses kerjanya sistem sensasi ini dikerjakan dalam sebuah proses

mendeteksi sejumlah rangsang sebagai bahan informasi yang diubah menjadi

impuls saraf dan dikirim ke otak melalui benang-benang saraf. Oleh karenanya,

secara sederhana proses sensasi ini diartikan sebagai alat penerima ( receptor )

sejumlah rangsang yang akan diteruskan ke otak yang kemudian akan menyeleksi

rangsang yang diterima tersebut. Hanya saja dalam sensasi tidak terjadi

interpretasi atau pemberian arti terhadap stimulus.

Pada persepsi pemberian arti ini menjadi hal penting dan utama.

Pemberian arti ini dikaitkan dengan isi pengalaman seseorang. Dengan kata lain,

(31)

ketertarikannya dengan pengalaman yang dimilikinya. Oleh karenanya, persepsi

juga dapat didefinisikan sebagai interpretasi berdasarkan pengalaman.

2.1.2.1 Jenis Persepsi

Menurut Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar

(2001 : 171) pada dasarnya persepsi manusia terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Persepsi terhadap objek atau lingkungan fisik

Persepsi tiap orang dalam menilai suatu objek atau lingkungan fisik tidak

selalu sama. Terkadang dalam mempersepsi lingkungan fisik, seseorang dapat

melakukan kekeliruan, sebab terkadang indera seseorang menipu diri orang

tersebut, hal tersebut dikarenakan :

a. Kondisi yang mempengaruhi pandangan seseorang, seperti keadaan cuaca

yang membuat orang melihat fatamorgana, pembiasan cahaya seperti

dalam peristiwa ketika seseorang melihat bahwa tongkat yang dimasukkan

ke dalam air terlihat bengkok padahal sebenarnya tongkat tersebut lurus.

Hal inilah yang disebutkan dengan ilusi.

b. Latar belakang pengalaman yang berbeda antara seseorang dengan orang

lain.

c. Budaya yang berbeda.

d. Suasana psikologis yang berbeda juga membuat perbedaan persepsi

seseorang dengan orang lain dalam mempersepsi suatu objek.

(32)

Persepsi sosial adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dengan

kejadian-kejadian yang dialami oleh seseorang dalam lingkungan orang tersebut.

Persepsi sosial adalah penilaian-penilaian yang terjadi dalam upaya manusia

memahami orang lain. Persepsi sosial merupakan sumber penting dalam pola

interaksi antar manusia, karena persepsi sosial seseorang menentukan hubungan

seseorang dengan orang lain. Hal penting namun bukan tugas yang mudah bahkan

mungkin cenderung sulit dan kompleks.

Persepsi sosial dikatakan lebih sulit dan kompleks disebabkan :

a. Manusia bersifat dinamis, oleh karena itu persepsi terhadap manusia dapat

berubah dari waktu ke waktu, dan lebih cepat dari persepsi terhadap objek.

b. Persepsi sosial tidak hanya menanggapi sifat-sifat yang tampak dari luar

namun juga sifat-sifat atau alasan-alasan internalnya.

c. Persepsi sosial bersifat interaktif karena pada saat seseorang mempersepsi

orang lain, orang lain tersebut tidak diam saja, melainkan ikut

mempersepsi orang tersebut (Mulyana, 2001: 171-176)

Persepsi sosial terdiri atas tiga elemen, yaitu :

1. Pribadi (person) yaitu persepsi sosial yang dilakukan dnegan cepat ketika

melihat penampilan seseorang. Contoh : jenis kelamin, ras, usia, latar

belakang etnik, aspek demografi lainnya.

2. Situasi (situation) yaitu persepsi sosial seseorang mengenai keadaan yang

sedang dialami berdasarkan pengalaman terdahulu. Contoh : seseorang

pernah melewati suatu jalan asing yang dulu pernah ia lewati ketika

(33)

3. Perilaku ( behavior ) persepsi sosial yang dibentuk berdasarkan

gejala-gejala perilaku orang lain. Contoh : menilai seseorang berdasarkan sifat

dan tingkah lakunya.

2.1.2.2 Ciri – ciri Umum Dunia Persepsi

Pengindraan terjadi dalam suatu konteks tertentu, konteks ini disebut

sebagai dunia persepsi. Agar dihasilkan suatu pengindraan yang bermakna, ada

ciri-ciri umum tertentu dalam dunia persepsi : (Abdul Rahman Saleh, 2009 : 111)

1. Modalitas : rangsang-rangsang yang diterima harus sesuai dengan modalitas

tiap-tiap indra, yaitu sifat sensori dasar dan masing-masing indra (cahaya

untuk penglihatan; bau untuk penciuman; suhu bagi perasa; bunyi bagi

pendengaran; sifat permukaan bagi peraba dan sebagainya).

2. Dimensi ruang : dunia persepsi mempunyai sifat ruang ( dimensi ruang ); kita

dapat mengatakan atas bawah, tinggi rendah, luas sempit, latar depan latar

belakang, dan lain-lain.

3. Dimensi waktu : dunia persepsi mempunyai dimensi waktu, seperti cepat

lambat, tua muda dan lain-lain.

4. Struktur konteks, keseluruhan yang menyatu : objek-objek atau gejala-gejala

dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang menyatu dengan

konteksnya. Struktur dan konteks ini merupakan keseluruhan yang menyatu.

5. Dunia penuh arti : dunia persepsi adalah dunia penuh arti. Kita cenderung

melakukan melakukan pengamatan atau persepsi pada gejala-gejala yang

(34)

2.1.2.3 Faktor – faktor yang Berpengaruh pada Persepsi

Persepsi lebih bersifat pada psikologi daripada merupakan proses

pengindraaan saja maka ada beberapa faktor yang memengaruhi : ( Abdul

Rahman Saleh 2009 : 128-129).

1. Perhatian yang selektif

Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali rangsang

dari lingkungannya. Meskipun demikian, ia tidak harus menanggapi semua

rangsang yang diterimanya untuk itu, individunya memusatkan perhatiannya pada

rangsang – rangsang tertentu saja. Dengan demikian, objek – objek atau gejala

lain tidak akan tampil ke muka sebagai objek pengalaman.

2. Ciri – ciri rangsang

Rangsang yang bergerak di antara rangsang yang diam akan lebih menarik

perhatian. Demikian juga rangsang yang paling besar di antara yang kecil, yang

kontras dengan latar belakangnya dan intensitas rangsangnya paling kuat.

3. Nilai dan kebutuhan individu

Seorang seniman tentu punya pola dan cita rasa yang berbeda dalam

pengamatannya dibanding seorang bukan seniman. Penelitian juga menunjukkan,

bahwa anak – anak dari golongan ekonomi rendah melihat koin lebih besar

daripada anak – anak orang kaya.

4. Pengalaman dahulu

Pengalaman – pengalaman terdahulu sangat memengaruhi bagaimana

(35)

tetapi lain halnya bagi orang – orang mentawai di pedalaman Siberut atau saudara

kita di pedalaman Irian.

2.1.2.4 Proses Persepsi

Dalam proses persepsi terdapat tiga komponen, yaitu :

a. Seleksi

Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar,

intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

b. Interpretasi

Interpretasi yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai

arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

pengalaman masa lalu, motivasi dan lain – lain. Interpretasi juga bergantung

pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi

yang diterimanya.

c. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku

sebagai reaksi.

Tahap terakhir dari konsep perceptual ialah bertindak sehubungan dengan apa

yang telah dipersepsi. Lingkaran persepsi belum sempurna sebelum

menimbulkan suatu tindakan. Tindakan itu bisa tersembunyi dan bisa pula

terbuka. Tindakan tersembunyi bisa berupa pembentukan pendapat atau

sikap, sedangkan tindakan yang terbuka berupa tindakan nyata sehubungan

(36)

Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan

terhadap informasi yang sampai ( Sobur, 2003 : 447 ).

2.1.2.5 Kekeliruan dan Kegagalan Persepsi

Persepsi sering tidak cermat, sehingga salah satu penyebabnya adalah

asumsi atau pengharapan kita. Kita mempersepsi sesuatu atau seseorang sesuai

dengan pengharapan kita. Beberapa bentuk kekeliruan dan kegagalan persepsi

tersebut adalah sebagai berikut : (Deddy Mulyana, 2001 : 211-230)

1. Kesalahan atribusi

Atribusi adalah proses internal dalam diri kita untuk memahami penyebab

perilaku orang lain. Dalam usaha mengetahui orang lain, kita menggunakan

beberapa sumber informasi. Kesalahan atribusi bisa terjadi ketika kita salah

menaksir makna pesan atau maksud perilaku si pembicara. Atribusi kita juga

keliru bila kita menyangka bahwa perilaku seseorang disebabkan oleh faktor

internal, padahal justru faktor eksternal yang menyebabkannya atau sebaliknya

kita menduga faktor ekternal yang menggerakkan seseorang, padahal faktor

internal yang membangkitkan perilakunya. Salah satu sumber kesalahan atribusi

lainnya adalah pesan yang dipersepsi tidak utuh atau tidak lengkap, sehingga kita

berusaha menafsirkan pesan tersebut dengan menafsirkan sendiri kekurangannya

atau “mengisi” kesenjangan dan mempersepsi rangsangan atau pola yang tidak

(37)

2. Efek Halo

Kesalahan persepsi yang di sebut efek halo merujuk pada fakta bahwa

begitu kita membentuk suatu kesan menyeluruh mengenai seseorang, kesan yang

menyeluruh ini cenderung menimbulkan efek yang kuat atas penilaian kita akan

sifat – sifatnya yang spesifik. Efek halo memang lazim dan berpengaruh kuat

sekali pada diri kita dalam menilai orang – orang yang bersangkutan. Dalam

kehidupan sehari – hari, kita mungkin menemukan suatu sifat positif yang sangat

menonjol pada seseorang, misalnya bahwa seseorang itu jujur, atau periang, atau

murah hati.

3. Stereotip

Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan, yakni

menggeneralisasikan orang – orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk

asumsi mengenai merek berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok.

Penstereotipan adalah proses menempatkan orang – orang dan objek – objek ke

dalam kategori – kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang – orang

atau objek – objek berdasarkan kategori – kategori yang di anggap sesuai, alih –

alih berdasarkan karakteristik individual mereka.

Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter mendefinisikan stereotip

sebagai persepsi atau kepercayaan yang kita anut mengenai kelompok – kelompok

atau individu – individu berdasarkan pendapat dan sikap yang lebih dulu

terbentuk. Menurut Robert A. Baron dan Paul B. Paulus, stereotip adalah

kepercayaan hampir selalu salah bahwa semua anggota suatu kelompok tertentu

(38)

Ringkasnya, stereotip adalah kategorisasi atas suatu kelompok secara

serampangan dengan mengabaikan perbedaan – perbedaan individual.

Mengapa terdapat stereotip? Menurtu Baron dan Paulus, beberapa faktor

tampaknya berperan. Pertama, sebagai manusia kita cenderung membagi dunia

ini ke dalam dua kategori : kita dan mereka. Orang – orang yang kita persepsi

sebagai di luar kelompok kita dipandang sebagai lebih mirip satu sama lain

daripada orang – orang dalam kelompok kita sendiri. Karena kita kekurangan

informasi mengenai mereka, kita cenderung menyamaratakan mereka semua, dan

menganggap mereka sebagai homogen. Kedua, stereotip tampaknya bersumber

dari kecenderungan kita untuk melakukan kerja kognitif sesedikit mungkin, dalam

berpikir mengenai orang lain. Dengan memasukkan orang kedalam kelompok,

kita dapat mengasumsikan bahwa kita mengetahui banyak tentang mereka, dan

menghemat tugas kita yang menjemukan untuk memahami mereka sebagai

individu. Pada umumnya stereotip bersifat negatif. Stereotip ini tidaklah

berbahaya sejauh kita simpan dalam kepala kita. Akan tetapi bahayanya sangat

nyata bila stereotip ini di aktifkan dalam hubungan manusia.

4. Prasangka

Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka,

suatu konsep yang sangat dekat dengan stereotip. Beberapa pakar cenderung

menganggap bahwa stereotip itu identik dengan prasangka, seperti Donald Edgar

dan Joe R. Fagin, dapat dikatakan bahwa stereotip merupakan komponen kognitif

( kepercayaan ) dari prasangka, sedangkan prasangka juga berdimensi perilaku.

(39)

stereotip. Menggunakan kata – kata Ian Robertson, “ Pikiran berprasangka selalu

menggunakan citra mental yang kaku yang meringkas apapun yang dipercayai

sebagai khas suatu kelompok.

Menurut Richard W. Brislin mendefinisikan prasangka sebagai suatu sikap

tidak adil, menyimpang atau tidak toleran terhadap sekelompok orang. Seperti

juga stereotip, meskipun dapat positif atau negatif, prasangka umumnya bersifat

negatif. Brislin menyatakan bahwa prasangka mencakup hal – hal berikut :

memandang kelompok lain lebih rendah; sifat memusihi kelompok lain; bersikap

ramah terhadap kelompok lain pada saat tertentu, namun menjaga jarak pada saat

lain; berperilaku yang dibenci kelompok lain seperti datang terlambat, padahal

mereka menghargai ketepatan waktu. Wujud prasangka yang nyata dan ekstrem

adalah diskriminasi, yakni pembatasan atas peluang atau akses sekelompok orang

terhadap sumber daya semata – mata karena keanggotaan mereka dalam

kelompok tersebut seperti ras, suku, gender, pekerjaan dan sebagainya.

5. Gegar budaya

Lundstedt mengatakan bahwa gegar budaya adalah suatu bentuk

ketidakmampuan menyesuaikan diri yang merupakan suatu reaksi terhadap upaya

sementara yang gagal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang –

orang baru. Menurut P. Harris dan R. Moran, gegar budaya adalah suatu trauma

umum yang dialami seseorang dalam suatu budaya yang baru dan berbeda karena

harus belajar dan mengatasi begitu banyak nilai budaya dan pengharapan baru,

sementara nila budaya dan pengharapan budaya lama tidak lagi sesuai. Gegar

(40)

Intensitasnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang pada dasarnya terbagi dua :

yakni faktor internal dan faktor eksternal.

2.1.3 Perkawinan

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan

adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami

isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan dianggap sah apabila

dilakukan menurut hukum perkawinan masing-masing agama dan kepercayaan

serta tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut perundang-undangan yang

berlaku.

Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga

oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk

membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan

memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah / kawin

adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.

Perkawinan adalah penerimaan status baru, dengan sederetan hak dan kewajiban

yang baru, serta pengakuan akan status baru oleh orang lain. Perkawinan

merupakan persatuan dari dua atau lebih individu yang berlainan jenis seks

dengan persetujuan masyarakat. Menurut Horton dan Hunt, perkawinan adalah

pola sosial yang disetujui dengan cara mana dua orang atau lebih membentuk

(41)

Perkawinan dalam pandangan Islam adalah akad yang sangat kuat yang

dilakukan secara sadar oleh seorang laki – laki dan seorang perempuan untuk

membentuk keluarga yang pelaksanaannya didasarkan pada kerelaan dan

kesepakatan kedua belah pihak. Karena itu, perkawinan bukanlah ibadah dalam

arti kewajiban melainkan hubungan sosial kemanusiaan semata. Perkawinan akan

bernilai ibadah, jika diniatkan untuk mencari ridlo Allah SWT.

2.1.3.1 Prinsip Perkawinan

Berdasarkan kajian terhadap Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad,

Khoiruddin Nasution menyimpulkan lima prinsip perkawinan ( Ridwan, 2006 :

130-139 ) :

1. Prinsip Musyawarah dan Demokrasi

Prinsip musyawarah dan demokrasi dalam kehidupan rumah tangga berarti

segala aspek kehidupan dalam rumah tangga harus diputuskan dan diselesaikan

berdasarkan hasil musyawarah minimal antara suami dan isteri. Sedangkan yang

dimaksud demokratis adalah antara suami dan isteri haruslah terbuka untuk

menerima pandangan dan pendapat pasangannya. Makna mu’asyarah bi al-ma’ruf

adalah suatu pergaulan atau pertemanan, persahabatan atau hubungan

kekeluargaan yang dibangun secara bersama – sama dengan cara yang baik yang

sesuai dengan tradisi dan situasi masyarakatnya masing – masing tetapi tidak

bertentangan dengan norma – norma agama, akal sehat, maupun fitrah manusia.

(42)

pengambilan keputusan keluarga haruslah diambil secara bersama – sama dengan

kedudukan yang seimbang dan setara.

2. Prinsip Menciptakan Rasa Aman dan Tenteram Dalam Keluarga

Prinsip menciptakan rasa aman dan tenteram dalam keluarga berarti

kehidupan rumah tangga harus tercipta suasana merasa saling kasih, saling asih,

saling cinta, saling melindungi, dan saling sayang dan setiap anggota keluarga

berkewajiban untuk menciptakan prinsip ini. Rasa aman dan tenteram bagi

anggota keluarga adalah aman dan tenteram secara kejiwaan (psikis) maupun

jasmani (fisik). Prinsip kenyamanan dan ketentraman kehidupan rumah tangga ini

didasarkan pada ketentuan Al-Qur’an surat ar-Rum ayat 21 yaitu terciptanya

keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah.

3. Prinsip Menghindari Adanya Kekerasan

Prinsip menghindari adanya kekerasan (violence) baik kekerasan fisik

maupun psikis adalah jangan sampai ada pihak dalam kehidupan rumah tangga

yang merasa berhak memukul atau melakukan tindakan kekerasan dalam bentuk

apapun dengan dalih atau alasan apapun, termasuk alasan agama, baik kepada atau

antar pasangan ( suami – isteri ) atau antara pasangan dengan anak.

4. Prinsip Hubungan Suami dan Isteri Sebagai Hubungan Partner

Prinsip suami dan isteri adalah pasangan yang mempunyai hubungan

bermitra, patner dan sejajar (equal). Dasar bagi perumusan prinsip ini adalah

(43)

5. Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan berarti menempatkan sesuatu pada posisi yang semestinya

(proporsional). Prinsip keadilan disini antara lain bahwa kalau ada di antara

pasangan atau anggota keluarga (anak – anak) yang mendapat kesempatan untuk

mengembangkan diri harus didukung tanpa memandang dan membedakan

berdasarkan jenis kelamin. Dengan prinsip keadilan, maka masing – masing

anggota keluarga sadar bahwa dirinya adalah bagian dari keluarga dengan hak dan

kewajiban serta tugas dan fungsi yang berbeda untuk secara bersama – sama

dilaksanakan secara konsekuen dan proporsional.

Relasi suami – isteri bukanlah relasi kepemilikan ataupun relasi “atasan”

dengan “bawahan”. Kedua pasangan suami – isteri adalah pribadi yang utuh yang

memiliki relasi seimbang, sejajar dalam menunaikan hak dan kewajiban.

Membangun fondasi kehidupan rumah tangga yang berkeadilan dan bermartabat

secara tidak langsung merupakan sebuah upaya untuk memberdayakan dan

mengelola seluruh potensi keluarga untuk kesejahteraan keluarga yang

bersangkutan.

Dalam kaitannya upaya membangun keluarga yang harmonis dan diliput

kasih sayang menuju keluarga yang berkeadilan dan bermartabat, terdapat tiga

kata kunci yang harus dipegangi dalam a long life struggle kehidupan

berkeluarga: yaitu Mawaddah, Rahmah, dan Sakinah.

a. Mawaddah ( to love each other ), saling mencintai / menyayangi antara satu

dengan lainnya. Mawaddah bukanlah sekedar cinta terhadap lawan jenis

(44)

menjadikannya terlena dan layu sebelum berkembang, karena melampaui

batas kewajaran yang ditentukan oleh agama. Mawaddah adalah saling

mencintai dengan cinta plus, karena cintanya penuh dengan kelapangan

terhadap keburukan dan kekurangan orang yang dicintainya. Di sini

diperlukan kemampuan pendekatan psikologis dan management konflik yang

tinggi, seperti prose adaptasi, kompromi – kompromi dan belajar menahan

diri.

b. Rahmah ( relieve from suffering through sympathy, to show human

understanding from one another, love and respect one another ), saling

simpati, menghormati, dan menghargai antara yang satu dengan lainnya.

Sikap Rahmah ini termanifestasikan dalam bentuk perasaan saling simpati,

menghormati dan saling mengagumi antara kedua belah pihak sehingga akan

muncul kesadaran saling memiliki dan keinginan untuk melakukan yang

terbaik bagi pasangannya sebagaimana dirinya ingin diperlakukan.

c. Sakinah ( to be or become tranquil; peaceful; God-inspired peace and mind ),

kedamaian dan ketentraman. Sakinah merupakan kesadaran perlunya

kedamaian, ketentraman, keharmonisan, kejujuran, dan keterbukaan yang

diinspirasikan dan berlandaskan pada spiritualitas ketuhanan.

Kehidupan keluarga merupakan miniatur kecil dari potret kehidupan bangsa

pada umumnya, sehingga melihat potret kehidupan sebuah bangsa bisa dilihat dari

kehidupan unit terkecil dari masyarakatnya yaitu kehidupan rumah tangga.

(45)

dari kehidupan rumah tangga sebagai unit terkecil dari masyarakat bangsa pada

umumnya.

2.1.3.2 Hikmah Kawin

Islam menganjurkan dan menggembirakan kawin sebagaimana tersebut

karena ia mempunyai pengaruh yang baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat dan

seluruh umat manusia ( Sabiq, 1980 : 18-22 ) :

1. Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling kuat dank eras yang

selamanya menuntut adanya jalan keluar. Bilamana jalan keluar tidak dapat

memuaskannya, maka banyaklah manusia yang mengalami goncang dan

kacau serta menerobos jalan yang jahat.

Dan kawinlah jalan alami dan biologis yang paling baik dan sesuai untuk

menyalurkan dan memuaskan naluriah seks ini. Dengan kawin badan jadi

segar, jiwa jadi tenang, mata terpelihara dari melihat yang haram dan

perasaan tenang menikmati barang yang halal.

2. Kawin, jalan terbaik untuk membuat anak – anak menjadi mulia,

memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta memelihara

nasab yang oleh Islam sangat diperhatikan. Banyaklah jumlah keturunan

mempunyai kebaikan umum dan khusus, sehingga beberapa bangsa ada yang

berkeinginan keras untuk memperbanyak jumlah rakyatnya dengan

memberikan perangsang perangsang melalui pemberian upah bagi orang –

(46)

3. Selanjutnya, naluri kebapak’an dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi

dalam suasana hidup dengan anak – anak dan akan tumbuh pula perasaan –

perasaan ramah, cinta dan sayang yang merupakan sifat – sifat baik yang

menyempurnakan kemanusiaan seseorang.

4. Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak – anak

menimbulkan sikap rajin dan sungguh – sungguh dalam memperkuat bakat

dan pembawaan seseorang. Ia akan cekatan bekerja, karena dorongan

tanggung jawab dan memikul kewajibannya, sehingga ia akan banyak bekerja

dan mencari penghasilan yang dapat memperbesar jumlah kekayaan dan

memperbanyak produksi. Juga dapat mendorong usaha mengekploitasi

kekayaan alam yang dikaruniakan Allah bagi kepentingan hidup manusia.

5. Pembagian tugas, dimana yang satu mengurusi dan mengatur rumah tangga,

sedangkan yang lain bekerja di luar, sesuai dengan batas – batas tangung

jawab antara suami – istri dalam menangani tugas – tugasnya. Dengan

pembagian adil, masing – masing pasangan menunaikan tugasnya yang alami

sesuai dengan keridloan Ilahi, dihormati oleh umat manusia dan membuahkan

hasil yang menguntungkan.

6. Dengan perkawinan di antaranya dapat membuahkan tali kekeluargaan,

memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga dan memperkuat

hubungan kemasyarakatan yang memang oleh Islam direstui, ditopang, dan

ditunjang. Karena masyarakat yang saling menunjang lagi saling menyayangi

(47)

7. Dalam salah satu pernyataan PBB yang disiarkan oleh harian Nasional

terbitan Sabtu 6/6 1959 mengatakan :

“Bahwa orang yang bersuami istri umurnya lebih panjang daripada orang –

orang yang tidak besuami istri, baik karena menjanda, tercerai atau sengaja

membujang”. Pernyataan itu selanjutnya mengatakan : “Dalam banyak negeri

orang – orang kawin pada umur yang masih sangat muda, akan tetapi

bagaimanapun juga umur orang – orang yang bersuami istri umumnya lebih

panjang”.

2.1.3.3 Hukum Kawin

Hukum perkawinan ( Sabiq, 1980 : 22-26 ) yaitu :

1. Wajib

Bagi yang sudah mampu kawin, nafsunya telah mendesak dan takut

terjerumus dalam perzinaan wajiblah dia kawin. Karena menjauhkan diri dari

yang haram adalah wajib, sedangkan untuk itu tidak dapat dilakukan dengan

baik kecuali dengan jalan kawin.

Kata Qurthuby :

Orang bujangan yang sudah mampu kawin dan takut dirinya dan agamanya

jadi rusak, sedang tak ada jalan untuk menyelamatkan diri kecuali dengan kawin,

maka tak ada perselisihan pendapat tentang wajibnya ia kawin.

Jika nafsunya telah mendesaknya, sedangkan ia tak mampu membelanjai

(48)

2. Sunnah

Adapun bagi orang yang nafsunya telah mendesak lagi mampu kawin, tetapi

masih dapat menahan dirinya dari berbuat zina, maka sunnahlah dia kawin.

Kawin baginya lebih utama dari bertekun diri dalam ibadah, karena menjalani

hidup sebagai pendeta sedikitpun tidak dibenarkan Islam.

3. Haram

Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi bafkah batin dan lahirnya

kepada istrinya serta nafsunya pun tidak mendesak, haramlah ia kawin.

Qurthuby berkata : “Bila seorang laki – laki sadar tidak mampu membelanjai istrinya atau membayar maharnya atau memenuhi hak – hak istrinya, maka

tidaklah boleh ia kawin, sebelum ia dengan terus terang menjelaskan

keadaannya kepadanya, atau sampai datang saatnya ia mampu memenuhi hak

– hak istrinya. Begitu pula kalau ia karena sesuatu hal menjadi lemah, tak

mampu menggauli istrinya, maka wajiblah ia menerangkan dengan terus

terang agar perempuannya tidak tertipu olehnya”.

4. Makruh

Makruh kawin bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak mampu member

belanja istrinya, walaupun tidak merugikan istri, karena ia kaya dan tidak

mempunyai keinginan syahwat yang kuat. Juga bertambah makruh hukumnya

jika karena lemah syahwat itu ia berenti dari melakukan sesuatu ibadah atau

(49)

5. Mubah

Dan bagi laki – laki yang tidak terdesak oleh alasan – alasan yang

mewajibkan segera kawin atau karena alasan – alasan yang mengharamkan

untuk kawin, maka hukumnya mubah.

2.1.4 Poligami

Poligami adalah seorang laki – laki mempunyai dua orang atau lebih istri

dimana istri – istri tersebut ada yang dinikahkan secara resmi menurut agama dan

Negara maupun yang hanya dinikahkan secara siri dan dengan terjadinya

perkawinan poligami tersebut akan menyebabkan rumah tangga itu terbentuk dari

dua atau lebih keluarga inti dimana lelaki yang sama menjadi suami bagi beberapa

perempuan.

Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada

lebih dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan)

sekaligus pada suatu saat (berlawanan dengan monogami, di mana seseorang

memiliki hanya satu suami atau istri pada suatu saat). Poligami mempunyai arti

suatu sistem perkawinan antara satu orang pria dengan lebih dari seorang wanita.

Poligami menurut agama Islam yang tercantum dalam surat An – Nisa’

ayat 3, yaitu Allah SWT membolehkan beristeri lebih dari satu, tapi dibatasi

sebanyak – banyaknya empat orang dengan ketentuan mampu berlaku adil antara

semua istri itu, baik dalam hal makan, minum, perumahan, giliran dan sebagainya

yang bersifat materi ( Adz – Dzikraa juz 1-5 : 312 ). Sehingga Dalil poligami

(50)

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. an-Nisaa`:3).

2.1.4.1 Sejarah Poligami

Sistem poligami sudah meluas berlaku pada banyak bangsa sebelum Islam

sendiri datang. Di antara bangsa – bangsa yang menjalankan poligami, yaitu :

Ibrani, Arab Jahiliyah dan Cisilia, yang kemudian melahirkan sebagian besar

penduduk yang menghuni Negara – Negara : Rusia, Lithuania, Polandia,

Cekoslavia, dan Yugoslavia, dan sebagian dari orang – orang Jerman dan Saxon

yang melahirkan sebagian besar penduduk yang menghuni Negara – Negara :

Jerman, Swiss, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia, dan Inggris.

Tidak benar jika dikatakan bahwa Islamiyah yang mula – mula membawa

sistem poligami. Sebenarnya sistem poligami ini hingga dewasa ini masih tetap

tersebar pada beberapa bangsa yang tidak beragama Islam, seperti : orang – orang

asli Afrika, Hindu, India, Cina dan Jepang. Tidak benar juga jika dikatakan bahwa

sistem ini hanya beredar di kalangan bangsa – bangsa yang beragama Islam saja.

Agama Kristen sebenarnya tidak melarang poligami, sebab di dalam Injil

tidak ada satu ayat pun dengan tegas melarang hal ini. Jika para pemeluk Kristen

bangsa Eropa pertama dulu telah beradat istiadat dengan kawin satu perempuan

saja, ini tidak lain disebabkan oleh karena sebagian terbesar bangsa Eropa

(51)

terdiri dari orang Yunani dan Romawi yang lebih dulu sudah punya kebiasaan

yang melarang poligami.

Setelah mereka memeluk agama Kristen, kebiasaan dan adat moyang

mereka ini tetap mereka ini tetap mereka pertahankan dalam agama baru ini. Jadi,

sistem monogami yang mereka jalankan ini bukanlah berasal dari agama Kristen

yang mereka anut, akan tetapi telah merupakan warisan paganism (agama berhala)

dahulu kala. Dari sinilah kemudian gereja mengadakan bid’ah dengan menetapkan

larangan poligami dan lalu digolongkan larangan tersebut sebagai aturan agama.

Padahal Kitab Injil sendiri tidak menerangkan sedikit pun tentang sesuatu

ayat yang mengharamkan sistem ini. Sebenarnya, sistem poligami ini tidaklah

berjalan, kecuali di kalangan bangsa – bangsa yang telah maju kebudayaannya,

sedangkan pada bangsa – bangsa yang masih primitif sangat jarang sekali, bahkan

boleh dikatakan tidak ada. Hal ini diakui oleh para sarjana sosiologi dan

kebudayaan, seperti : Westermark, Hobbers, Heler dan Jean Bourge.

Sistem monogami merupakan sistem yang umum berjalan pada bangsa –

bangsa yang kebanyakannya masih primitif, yaitu bangsa – bangsa yang hidup

dengan mata pencaharian berburu, bertani, yang biasanya tabiatnya halus, dan

bangsa – bangsa yang sedang transisi meninggalkan zaman primitifnya, yang pada

zaman modern kini disebut bangsa Agraris. Sistem poligami tidak begitu

menonjol pada bangsa – bangsa yang mengalami jurang kebudayaan, yaitu bangsa

– bangsa yang telah meninggalkan cara hidup berburu yang primitif dan

menginjak kepada zaman beternak dan menggembala dan bagsa – bangsa yang

(52)

Kebudayaan sarjana sosiologi dan kebudayaan berpendapat bahwa sistem

poligami ini pasti akan meluas dan akan banyak bangsa – bangsa di dunia ini

menjalankannya, bilamana kemajuan kebudayaan mereka bertambah besar. Jadi,

tidak benar anggapan yang dilontarkan orang bahwa poligami berkaitan dengan

keterbelakangan kebudayaan. Bahkan, sebaliknya bahwa poligami seiring dengan

kemajuan kebudayaan. Dengan demikian, kedudukan sebenarnya sistem poligami

menurut sejarah. Begitu pula sebenarnya pendirian agama Kristen. Dan begitu

pula bahwa meluasnya sistem poligami seiring dengan kemajuan kebudayaan

manusia. ( Sayyid Sabiq, 1980 : 190 – 192 ).

2.1.4.2 Ayat – ayat dan Hadist Poligami

Dengan tibanya Islam, poligami yang tak terbatas ditetapkan menjadi istri

saja dengan persyaratan khusus dan sejumlah ketentuan yang dikenakan padanya.

Hanya ada satu ayat al-Quran menyebutkan masalah poligami sebagai berikut:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut t

Referensi

Dokumen terkait

Bagian dari LibreOffice.Writer yang memiliki fungsi sebagai judul dan informasi nama file yang sedang aktif atau sedang digunakan adalah….. Lembar kerja pada program

Software biasa disebut dengan perangkat lunak. Sifatnya pun berbeda dengan hardware atau perangkat keras. Jika perangkat keras adalah komponen yang nyata yang dapat dilihat

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh beta saham, likuditas saham, ukuran KAP, spesialisasi industri auditor, independensi dewan komisaris, dan

Langkah-langkah penelitian yang digunakan adalah: Pengumpulan data yang berkaitan dengan pengaruh pelayanan customer service dan data tersebut di dapat dari kuesioner

Pengukuran geolistrik konfigurasi schlumberger di Pulau Gili Ketapang telah dilakukan pada 8 titik pengukuran dengan dengan kedalaman pengukuran 100 meter di bawah

masyarakat dalam jurnal nasional, dengan harapan menambah khasanah keilmuan dan dapat dijadikan referensi, c) Kader yang mengelola Pos UKK Demang Jaya Sehat memiliki

Lebih lanjut lagi, institusi yang kuat ini juga dapat berperan dalam memastikan implementasi dan informasi yang dibutuhkan penduduk terkait bonus demografi dapat

litura pada instar yang berbeda melalui penelitian “Uji Efektivitas Jamur Beauveria bassiana Terhadap Ulat Grayak Spodoptera litura F.. bassiana dengan konsentrasi