PENGARUH MOTIVASI, KOMPETENSI DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN
PT. ASURANSI JIWA SRAYA, Tbk DI SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Manajemen
Diajukan Oleh : DWI PRASETYO 0612010103/ FE / EM
FAKULTAS EKONOMI
DAFTAR ISI
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian terdahulu... 10
2.2.4. Komitmen Organisasi... 29
2.2.8. Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan 40
2.3. kerangka konseptual... 42
2.4. Hipotesis... 42
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data Evaluasi Produksi Premi... 6
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 41
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja... 70
Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 71
Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 71
Tabel 4.5. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Motivasi Kerja (X1)... 72
Tabel 4.6. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Kompetensi (X2)... 74
Tabel 4.7. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Komitmen Organisasi (X3)... 76
Tabel 4.8. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Kinerja (Y)... 78
Tabel 4.9. Hasil Pengujian Normalitas... 80
Tabel 4.10. Hasil Pengujian Outllier Multivariate... 81
Tabel 4.11. Faktor Loading dan Konstrux dengan confirmatory Factor Analysis... 83
Tabel 4.12. Pengujian Reliability Consistency Internal... 84
Tabel 4.13 Construct Reliability & Variance External... 85
Tabel 4.15. Hasil Pengujian Hipotesis... 88 DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner
Lampiran 2. Rekapitulasi Jawaban Responden Lampiran 3. Data Uji Reliabilitas
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi dengan judul “PENGARUH MOTIVASI KERJA, KOMPETENSI DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. ASURANSI JIWASRAYA, PERSERO DI SURABAYA” dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusunan skripsi ini dimaksidkan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Manajemen pada Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bpk. Drs. Ec. Supriyono. Se. MM selaku Dosen Pembimbing utama yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat serta motivasi kepada penulis. Dan penulis juga banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik itu berupa moril. Spiritual maupun materiil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs, Dhani Ichsanudin Nur, SE, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Muhadjir Anwar Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Keluarga penulis (Alm) Bapak, Ibu serta adik terima kasih atas dan dukungan, bantuan dan doanya.
5. Seseorang yang penulis sayangi, yang selalu memberikan semangat, bantuan dan masukan-masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Semua teman-temanku angkatan 2006 dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
7. Buat sahabat-sahabatku terima kasih atas dukungan dan bantuannya.
Semoga Allah Swt melimpahkan rahmat serta karuniaNya atas jasa-jasa yang telah diberikan kepada penulis baik secara moril maupun materiil.
Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini akan ditemukan banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, dengan segala keterbatasan yang penulis miliki semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak umumnya dan penulis pada khususnya.
PENGARUH MOTIVASI KERJA, KOMPETENSI DAN KOMITMEN
ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT JIWASRAYA PERSERO
DI SURABAYA
Dwy Prasetyo
Sumber daya manusia dalam perusahaan memiliki peranan dan fungsi yang sangat penting bagi tercapainya tujuan perusahaan. Sumber daya manusia di sini mencakup keseluruhan manusia yang ada dalam organisasi yaitu mereka yang terlibat dalam kegiatan operasional perusahaan mulai dari level yang paling bawah sampai level yang paling atas (top management), meskipun berbeda level, seluruh elemen sumber daya manusia tersebut memiliki peran yang sama terhadap tercapai tidaknya tujuan perusahaan, pengabaian terhadap salah satu bagian berakibat terhambatnya pencapaian tujuan perusahaan. Sebagaimana halnya organisasi untuk dapat bersaing dan bertahan menghadapi pesaing harus memiliki keunggulan bersaing (competitive advantage) yang bernilai (valuable) atau sekedar ada saja,dan juga harus langka (rare), serta tidak mudah ditiru (inimitable). Begitu pula dengan kompetensi sumber daya manusia harus memiliki ketiga faktor bernilai (valuable), langka (rare) dan sulit ditiru (inimitable) karena kompetensi individu sangat berkaitan dengan kompetensi organisasi dan merupakan turunan dari nilai dan care competencies organisasi. PT Jiwasraya saat ini menghadapi masalah dengan sumber daya manusia yaitu dengan menurunnya pendapatan premi pertahunnya. Hal in diduga di sebabkan oleh kurangnya faktor motivasi, kompetensi dan komitmen organisasi untuk melakukan pekerjaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan pengaruh motivasi, kompetensi dan komitemn organisasi terhadap kinerja karyawan PT. JiwaSraya Di Surabaya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer dalam bentuk kuisioner, adapun respondennya adalah sample karyawan PT JiwaSraya Persero sebanyak 120 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode Sample Random Sampling ( Random Sample Sederhana). Teknik analisis yang digunakan adalah Structural Equation Modelling (SEM).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja, sedangkan faktor Kompetensi berpengaruh positif terhadap kinerja. Dan faktor Komitmen Organisasi juga berpengaruh positif terhadap kinerja.
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Keadaan ini menjadikan sumber daya manusia menjadi aset yang harus ditingkatkan efisiensi dan produktifitasnya. Untuk mencapai hal tersebut, maka perusahaan harus mampu menciptakan kondisi yang dapat mendorong dan memungkinkan karyawan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan serta ketrampilan yang dimiliki secara optimal. Salah satu upaya yang dapat ditempuh oleh perusahaan untuk menciptakan kondisi tersebut adalah dengan memberikan motivasi kepada karyawannya.
Dalam menjalankan suatu perusahaan atau instansi merupakan pekerjaan kelompok (team) dan bukan merupakan pekerjaan yang dikerjakan secara individu, maka dibutuhkan adanya komitmen organisasi yang dapat menimbulkan perilaku yang positif bagi karyawan. Komitmen organisasi merupakan kekuatan yang bersifat relative dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi, dengan kata lain komitmen organisasi mengisyaratkan hubungan pegawai dengan perusahaan atau instansi.
(2000) menilai kinerja karyawan berkenaan dengan hasil pekerjaan yang dicapai karyawan dalam kurun waktu tertentu yang diukur berdasarkan kuantitas maupun kualitas hasil kerja.
Oleh karena itu, manusia merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam suatu organisasi karena manusia memberikan kontribusi terbesar dibandingkan dengan faktor-faktor yang lain. Untuk mendapatkan tenaga kerja atau tenaga penjual yang cakap, maka bagian SDM dalam suatu perusahaan harus mengadakan penarikan tenaga kerja atau tenaga penjual secara selektif agar sesuai dengan job description dan job specification. Pimpinan perusahaan juga harus dapat membina, mengkoordinasikan dan mengarahkan tenaga penjual sesuai dengan tujuan perusahaan.
pelanggan menuntut perilaku tenaga penjual yang sopan dan efektif. Tuntutan ini membawa konsekuensi pada pembentukan pola perilaku yang kemudian menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang harus dikembangkan antara lain : tepat waktu, tepat janji, tidak mengumbar janji, senantiasa berbuat lebih baik, memberi pilihan, memperlakukan pelanggan dengan baik, kontak langsugn secara ramah (O`Hara et.al, 1991:61).
Perilaku yang berorientsi pelanggan menunjukkan derajat penyedia jasa mempraktikan konsep pemasaran melalui upaya membantu pelanggan mengambil keputusan pembelian yang akan memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Makin tinggi orientsi pelanggan, penyedia jasa biasanya bekerja dalam perilaku menghantarkan pada kepuasan jangka panjang (Saxe dan Weitz dalam Howe 1994:497 dalam Sutopo, 2004). Tenaga penjual yang memiliki nilai-nilai moral akan mendorong indifidu tersebut berperilaku etis, sehingga aktivitas penjualan yang dilakukan tetap memperhatikan dan menghormati hubungannya dengan pelanggan.
Motivasi kerja merupakan kekuatan atau dorongan yang ada pada diri karyawan untuk bertindak atau berperilaku dalam cara-cara tertentu. Kekuatan tersebut berupa kesediaan individu melakukan sesuatu atau sesuai dengan kemampuan individu masing-masing ( Gibson et al., 1997; Robbins, 1998; Armstrong, 1998).
Hasil penelitian juga dijumpai dengan adanya permasalahan pada perealisasian penerimaan premi pada periode Januari sampai Desember 2008 - 2010. Dengan data sebagai berikut
Evaluasi Produksi Premi Periode Januari S/d Desember 2010
No Branch Office Target REALISASI RASIO THN 201O 1 SBY UTARA 33.671.000 40. 729.933 120,96 2 SBY SELATAN 32.405.000 45.708.004 141,05 3 SBY TIMUR 32.124.000 71.599.387 222,88 4 KTR CABANG 179.795.000 113.824.684 63,31 No Branch Office Target Realisasi Rasio
Dari data tersebut menunjukan bahwa perusahaan mengalami permasalahan yang harus segera di cari solusinya. Persoalan yang ada saat ini adalah bagaimana menciptakan sumber daya manusia yang dapat menghasilkan kinerja yang optimal sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Produktivitas suatu badan usaha dapat memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah maupun pusat.artinya dari produktivitas regional maupun nasional dapat menunjang perekonomian baik secara makro maupun mikro.
Menurunnya kinerja karyawan tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus dari pihak perusahaan. Berdasarkan fenomena dan permasalahan di atas perlu dilakukan penelitian yang mendalam dengan mengambil pokok masalah “ PENGARUH MOTIVASI KERJA, KOMPETENSI DAN KOMITMENT ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT JIWASRAYA, PERSERO DI SURABAYA”
1.2 Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dan dijabarkan tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai :
a. Untuk mengetahui pengaruh Motivasi kerja terhadap kinerja karyawan pada PT ASURANSI JIWASARAYA. Persero di Surabaya.
b. Untuk mengetahui pengaruh Komitmen Organisasi terhadap kinerja karyawan pada PT ASURANSI JIWASRAYA. Persero di Surabaya.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusann masalah yang telah di uraikan diatas, maka tujuan penelitian ini antara lain :
1. Untuk membuktikan pengaruh Motivasi Kerja terhadap kinerja karyawan PT ASURANSI JIWASRAYA. Persero Di Surabaya.
2. Untuk membuktikan pengaruh Kompetensi terhadap kinerja karyawan PT JIWASRAYA. Persero Di Surabaya.
3. Untuk membuktikan pengaruh Komitmen Organisasi terhadap kinerja karyawan PT ASURANSI JIWASRAYA. Persero Di Surabaya
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah di uraikan di atas, maka manfaat yang di harapkan diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bagi pihak perusahaan adalah dapat dipergunakan sebagai masukan atau sumbangan pemikiran dalam memanfaatkan analisis tentang Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya yang berkaitan dengan Motivasi Kerja, Kompetensi dan Komitment Organisasi terhadap Kinerja Karyawan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu yang dijadikan acuan dan pedoman dalam
penulisan skripsi ini adalah :
a. Beatrix Adonia (2007) dalam jurnal eksekutif, volume 4 nomor 2 dengan
judul “ Motivasi dan Komitmen Karyawan terhadap prestasi kerja”.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
motivasi dan komitmen karyawan berpengaruh signifikan dan positif
terhadap prestasi kerja karyawan, tingginya motivasi disertai komitmen
organisasi karyawan akan menyebabkan peningkatan prestasi kerja.
b. Mamik (2010) dalam Majalah Ekonomi tahun XX. No 1 dengan judul “
Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan komitmen organisasi
terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan
dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan, motivasi kerja dan
komitmen organisasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan karyawan pada industri kertas di Jawa Timur., serta
komitmen organisasi merupakan variabel yang dominan berpengaruh
terhadap kinerja karyawan pada industri kertas di Jawa Timur.
H. Teman Koesmoro dalam jurnal Manajemen dan bisnis volume 5,
Nomor 1 dengan judul” Pengaruh Motivasi dan Kepemimpinan serta
pengembangan karir terhadap OCB melalui Komitmen Organisasi dan
Kepuasan kerja pada manajer perusahaan swasta di surabaya. Dari hasil
peran untuk meningkatkan komitmen organisasi dan OCB. Hal ini wajar
sekali karena kepemimpinan seseorang yang smart tentunya akan
berdampak kepada bawahan semakin loyal.motivasi dan pengembangan
karir berpengaruh secara positif terhadap komitmen organisasi dan OCB.
Penelitian ini menemukan pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen
organisasi secara positif. Serta komitemn organisasi berpengaruh positif
terhadap OCB secara positif.
2.2 landasan Teori
2.2.1. Pengertian Sumber Daya Manusia
Menurut Flippo dalam Hani Handoko (1989: 3) manajement
personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian
kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pelepasan sumber daya
manusia agar tercapai tujuan individu,organisasi dan masyarakat.
Sedangkan menurut french dalam Hani Handoko (1989: 3) mendefinisikan
manajement personalia sebagai penarikan, seleksi, pengembangan,
penggunaan dan pemeliharaan sumber daya manusia oleh organisasi.
Dari dua definisi tersebut, Handoko (1989: 4) mendefinisikan
manajemen sumber daya manusia adalah penarikan seleksi,
pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia
Konsep-konsep dasar manajemen personalia atau sumber daya
manusia telah dikemukakan. Berbagai pendekatan dalam manajemen
personalia tersebut penting, agar penelaan manajemen personalia dan
sumber daya manusia dilakukan dalam prespektif yang benar. Menurut
Handoko (1989: 10), pendekatan-pendekatan itu mencakup :
1. Pendekatan sumber Daya Manusia
Manajemen personalia adalah pengelolaan dan pendayagunaan
sumber daya manusia. Martabat dan kepentingan hidup manusia
hendaknya tidak diabaikan agar kehidupan mereka layak dan
sejahtera.
2. Pendekatan Manajerial
Manajemen adalah tanggung jawab setiap manajer. Departemen
personalia menyediakan dan memeberikan jasa atau pelayanan bagi
departemen lain.
3. Pendekatan Sistem
Manajemen Personalia adalah suatu subsistem dari sistem yang
lebih besar yaitu organisasi. Manajemen personalia harus
dievaluasi dengan kriteria besarnya kontribusi yang dibuat untuk
organisasi.
4. Pendekatan Proaktif
Manajemen personalia meningkatkan kontribusinya kepada para
karyawan,manajer dan organisasi melalui antisipasi terhadap
Sedarmayanti (2001:6-8) mengemukakan bahwa tujuan utama
manajemen sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan kontribusi
pegawai terhadap organisasi dalam rangka mencapai produktivitas
organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat dipahami karena semua
kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan, tergantung pada manusia yang
mengelola organisasi yang bersangkutan.
Tujuan tersebut dapat dijabarkan kedalam empat tujuan yang lebih
operasioan, antara lain:
1. Tujuan masyarakat
Adalah untuk bertanggung jawab secara sosial,dalam hal
kebutuhan dan tantangan yang timbul dari masyarakat.
2. Tujuan organisasi
Adalah untuk melihat manajemen sumber daya manusia itu ada
(exist), maka perlu adannya kontribusi terhadap pendayagunaan
organisasi secara keseluruhan.
3. Tujuan fungsi
Adalah untuk memelihara kontribusi bagian lair agar mereka
(sumber daya manusia dalam setiap bagian) melaksanakan
tugasnya secara optimal.
4. Tujuan personal
Adalah untuk membantu pegawai mencapai tujuan pribadinya,
Hal essensial dari manajemen sumber daya manusia adalah
pendayagunaan penuh sumber daya manusia perusahaan sehingga
para karyawan bekerja secara efektif dalam mencapai tujuan
perusahaan.
Ada empat hal yang berkenaan manajemen sumber daya
manusia, menurut Simamora (2004: 5)
1. Penekanan yang lebih dari biasanya terhadap pengitegrasian
berbagai kebijakan SDM dengan perencanaan bisnis. Hal ini
menari manajemen sumber daya dianggap bahwa manajemen
sumber daya manusia bukan hanya aktivitas strategi belaka,
merupakan suatu sentral dalam tujuan pencapaian tujuan bisnis.
2. Tanggung jawab pengolahan SDM tidak lagi terletak hanya pada
manajer khusus, tetapi sekarang hanya terletak pada manajemen
lini senior. Hal ini menegaskan perlunya SDM menyerahkan
tanggung jawab pengolahan aktiva manusia kepada manjemen lini
senior.
3. Perubahan fokus dari hubungan serikat pekerja-manajemen
menjadi hubungan manajemen-karyawan, dari kolektivisme
menjadi individualisme. Hal ini memperlihatkan adanya
pengeseran dari “ Hubungan Industri” menjadi “ Hubungan
Karyawan”
4. Terdapat aksentusi pada komitmen dan melatih inisiatif dimana
menyiratkan bahwa pembentukan dan pengelolaan kultur
organisasi sama pentingnya seperti kerja orang itu sendiri, dimana
individu diberikan peluang untuk merealisasikan seluruh potensi
mereka.
2.2.2 Motivasi
2.2.2.1 Pengertian Motivasi
Menurut Robbin (2002:92) mengartikan bahwa kesediaan
melakukan usaha tingkat tinggi guna mencapai sasaran organisasi, yang
dikondisikan kemampuan usaha tersebut memuaskan kebutuhan individu.
Sedangkan Gitosudarmao dan Sudita (2000:28) mendefinisikan motivasi
sebagai faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan
dan mengarahkan perilakunya untuk tujuan tertentu.
Motivasi seharusnya dapat dimengerti bahwa ada kaitannya dengan
pengaruh lingkungan sehingga orang tersebut bereaksi. Dengan demikian,
menurut Sastrohadiwiryo (2002:267) motivasi dapat diartikan sebagai
keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi,
mendorong kegiatan atau menggerakkan dan mengarah atau menyalurkan
perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau
mengurangi keseimbangan.
Sementara itu Reksohadiprojo dan Handoko (1986:56) motivasi
adalah keadaan dalam diri pribadi seseorang yang mendorong keinginan
tujuan. Motivasi yang ada pada diri seseorang akan mewujudkan suatu
perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan, jadi
motivasi bukanlah suatu yang dapat diamati tetapi merupakan hal yang
dapat disimpulkan karena adanya sesuatu perilaku yang nampak.
2.2.2.2 Teori Motivasi
Beberapa ahli mengemukakan mengenai teori motivasi, seperti
Richard L. Daft (2006: 367) mengklasifikasikan motivasi menjadi dua
jenis yaitu :
1. Teori Kepuasan (Content Theoris)
Teori ini berkaitan dengan faktor-faktor yang membangkitkan atau
memulai perilaku yang ada dalam diri seseorang yang memotivasinya.
Teori kepuasan terdiri dari beberapa macam teori, antara lain :
Teori hirarki kebutuhan
Teori hirarki kebutuhan Maslow yang mengemukakan bahwa orang-orang
termotivasi oleh lima kategori kebutuhan yaitu :
a. Kebutuhan Fisiologis (physiologics needs). Ini merupakan kebutuhan fisik manusia yang paling dasar, termasuk makanan, air,
dan oksigen.
b. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs). Ini merupakan kebutuhan akan lingkungan fisik dan emosional yang aman dan
c. Kebutuhan akan kepemilikan (belongingness needs). Kebutuhan ini mencerminkan keinginan untuk diterima oleh teman-teman,
menjalin persahabatan, menjadi bagian dari suatu kelompok dan
dicintai
d. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs). Kebutuhan ini berkenaan dengan keinginan akan kesan diri yang positif dan untuk
menerima perhatian, pengakuan dan apresiasi diri orang lain.
e. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs). Ini merepresentasikan kebutuhan pemenuhan diri, yang merupakan
kategori kebutuhan tertinggi. Kebutuhan tersebut berkenaan
dengan mengembangkan potensi maksimal seseorang,
meningkatkan kompetensi seseorang dan menjadikan seseorang
menjadi lebih baik.
Teori ERG
Clayton Alderfer juga menganggap bahwa teori kebutuhan manusia
tersusun dalam suatu hirarki. Teori ERG menganggap bahwa kebutuhan
manusia memiliki tiga hirarki kebutuhan yang meliputi :
1. Kebutuhan kehidupan (existence needs). Yaitu berupa semua kebutuhan yang termasuk dalam kebutuhan fisiologi, material dan
kebutuhan rasa aman seperti kebutuhan akan makanan,minuman,
pakaian, perumahan dan keamanan. Jika dalam kebutuhan
organisasi, kebutuhan ini termasuk upah, kondisi kerja dan jaminan
2. Kebutuhan keterhubungan (relatedness needs). Yaitu meliputi semua bentuk kebutuhan yang berkaitan dengan kebutuhan
kepuasan hubungan antar pribadi ditempat kerja.
3. Kebutuhan pertumbuhan (growth needs). Yaitu meliputi semua kebutuhan yang berkaitan dengan pengembangan potensi seseorang
termasuk kebutuhan aktualisasi diri dan penghargaan.
Teori Dua Faktor
Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzbreg yang menyimpulkan
bahwa teori ini terdiri dari dua faktor, yaitu :
a. Faktor higienis (hygience factors). Adalah faktor-faktor yang melibatkan atau ketidakhadiran faktor-faktor yang membuat
pekerjaan menjadi tidak memuaskan, termasuk kondisi kerja,
bayaran, kebijaksanaan perusahaan dan hubungan antar personal.
b. Motivator (motivator). Adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pekerjaan berdasarkan padapemenuhan kebutuhan tingkat
tinggi seperti pencapaian, tanggung jawab dan peluang pertumbuhan.
Teori kebutuhan
Teori ini dikembangkan oleh David McClelland mengemukakan
bahwa tipe-tipe kebutuhan tertentu didapat selama masa hidup individu
tersebut. Dengan kata lain, orang tidak akan lahir dengan
a. Kebutuhan akan pencapaian (needs for achievement) yaitu keinginan untuk mencapai sesuatu yang sulit, mencapai standar-standar
kesuksesan yang tinggi,menguasai tugas-tugas yang kompleks dan
mengungguli orang lain.
b. Kebutuhan akan pertalian (needs for affilition) yaitu keinginan untuk membentuk hubungan pribadi yang akrab, menghindar konflik dan
menjalin persahabatan yang hangat.
c. Kebutuhan akan kekuasaan (needs for powre) yaitu keinginan untuk mempengaruhi atau mngendalikan orang lain, bertanggung jawab
atas orang lain dan memiliki otoritas atas orang lain.
2. Teori Proses (process theory)
Menjelaskan bahwa bagaimana para pekerja memilih tindakan
perilaku untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka dan menentukan
apakah pilihan mereka berhasil. Ada dua teori proses yang mendasar yaitu
:
Teori keadilan
Teori keadilan (equity theory) berfokus pada persepsi individu tentang seberapa adil mereka diperlakukan dibandingkan dengan orang
lain. Dikembangkan J. Stacy,teori keadilan mengemukakanbahwa
orang-orang termotivasi untuk mencari keadilan sosial dalam penghargaan yang
mereka harapkan atas kinerja mereka. Menurut teori keadilan, jika
atas kontribusi-kontribusi yang serupa, maka akan percaya bahwa
perlakuan mereka baik dan adil.
Teori penguatan (reinforcement theory) menurut Skinner pendekatan
penguatan merupakan konsep dari belajar. Teori penguatan
mengemukakan bahwa perilaku fungsi dari akibat yang berhubungan
dengan perilaku tersebut. Orang cenderung melakukan sesuatu yang
mengarah kepada konsekuensi yang tidak menyenangkan. Teori penguatan
meliputi empat konsep dasar yaitu perilaku dapat diukur, kontingensi dari
penguatan, skedul penguatan dan nilai dari penguatan. Ada empat tipe
penguatan yang dapat dipergunakan manajer untuk memodifikasi motivasi
karyawan, yaitu :
Penguatan positif
Pembelajaran Penghindaran
Hukuman
Kepunahan
2.2.2.3Indikator – Indikator Motivasi
Motivasi kerja merupakan faktor yang ada dalam diri seseorang yang
mengerakan dan mengarahkan perilakunya untuk mencapai tujuan.
Indikatot dari motivasi meliputi :
1. Kebutuhan Kehidupan (eexsitence needs)
Yaitu merupakan kebutuhan yang termasuk dalam kebutuhan fisiologi dan
material dan kebutuhan rasa aman seperti kebutuhan akan makanan,
2. Kebutuhan Keterhubungan (relatednees needs)
Yaitu meliputi semua bentuk kebutuhan yang berkaitan dengan kebutuhan
kepuasan hubungan antarpribadi ditempat kerja.
3. Kebutuhan Pertumbuhan (growth needs)
Yaitu meliputi semua kebutuhan yang berkaitan dengan pengembangan
potensi seseorang termasuk kebutuhan aktualisasi diri dan penghargaan.
2.2.3 Kompetensi
2.2.3.1 Pengertian Kompetensi
Dikutip dari Buku Usmara (2003: 109) Mitarni dan Spencer,
mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik yang mendasari
seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam
pekerjaannya (anunderlying referenced effective an or superior performance in a job or situtation).
(Usmara, 2003: 109) berdasarkan definisi tersebut bahwa kata
“underlying characteristics” mengandung makna kompetensi adalah bagian kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta
perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan.
“casually related” berarti kompetensi adalah sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja sedangkan kata “ criterion referenced” mengandung makna bahwa kompetensi sebenarnya memprediksi siapa yang bekerja baik dan kurang baik, diukur dari kriteria
agar dapat mengetahui tingkat kinerja yang diharapkan untuk kategori baik
atau rata-rata, penentuan ambang kompetennsi yang dibutuhkan tentunya
akan dapat dijadikan dasar bagi proses seleksi, suksesi perencanaan,
evaluasi kinerja, dan pengembangan SDM. Selain itu Mathis dan Jackson
(2001:238) mengartikan kompetensi adalah sebagai karakteristik dasar
yang dapat dihubungkan dengan peningkatan kinerja individu atau tim.
2.2.3.2 jenis – jenis Sistem Kompetensi
Spencer & Spencer dalam buku Achmad S. Ruky (2003: 106)
enjelaskan bahwa kompetensi dalam kaitannya dengan unjukkerja dapat
digolongkan dalam dua jenis :
a. Kompetensi Ambang (Threshold Competence), yaitu kriteria minimal dan essensial yang dibutuhkan atau dituntut dari sebuah jabatan dan harus bisa
dipenuhi oleh setiap pemegang jabatan tersebut untuk dapat bekerja
menjalankan pekerjaan tersebut secara efektif.
b. Kompetensi Pembeda (Differentiating Competence), yaitu kriteria yang dapat membedakan antara orang yang selalu mencapai unjuk kerja
superior dan orang yang unjuk kerjanya rata-rata.
2.2.3.3Karakteristik Kompetensi
Seperti yang dikemukakan Mitarni dan Spencer dalam Usmara
a. Motives adalah sesuatu dimana seseorang secara konsisten berpikir sehingga ia melakukan tindakan. Misalnya orang memiliki motivasi
berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan-ujuan yang memberi
tantangan pada dirinya dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai
tujuan tersebut serta mengharapkan feedback untuk memperbaiki dirinya. b. Traits (watak/sifat) adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku
atau bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu.
Misalnya percaya diri (self confidence), kontrol diri (self control), daya tahan (hardiness).
c. Self Concept (konsep diri) adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai diukur melalui test kepada responden untuk
mengetahui bagaimana value (nilai) yang dimiliki seseorang, apa yang dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu. Seseorang yang dinilai
menjadi “leader” seyogyanya memiliki perilaku kepemimpinan sehingga perlu adanya test tentang leadership ability.
d. Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan (knowledge) merupakan kompetensi yang kompleks. Skor atas test pengetahuan sering gagal memprediksi kinerja SDM karena
skor tersebut tidak berhasil mengukur pengetahuan dan keahlian seperti
apa yang harus dilakukan dalam pekerjaaan. Test pengetahuan mengukur
pengetahuan peserta test untuk memilih jawaban yang paling benar, tetapi
tidak bisa melihat apakah seseorang dapat melakukan pekerjaan
e. Skills adalah kemampuan untuk melaksanakan sesuatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Misalnya, seorang dokter gigi secara fisik
mempunyai keahlian untuk mencabut dan menambal gigi tanpa harus
merusak saraf. Selain itu kemampuan seseorang programer computer
untuk mengorganisasikan 50.000 kode dalam logika yang sekuensial.
Kompetensi pengetahuan dan ketrampilan relatif mudah untuk
dikembangkan sehingga program pelatihan merupakan cara yang terbaik
untuk menjamin tingkat kemampuan SDM. Sedangkan motif kompetensi
dan traits berada pada personality icebeg sehingga cukup sulit untuk dinilai dan dikembangkan sehingga salah satu cara yang efektif adalah
memilih karakteristik tersebut dalamproses seleksi. Adapun konsep diri
terletak diantara keduanya. Dapat dirubah sekalipun memerlukan waktu
yang lebih lama dan sulit.
2.2.3.4Keuntungan dari Sistem Kompetensi
Sistem kompetensi mempunyai beberapa keuntungan bagi organisasi
yang bergerak sebagai paradigma baru. Suatu paradigma bisnis tidak
hanya melihat hanya pada hasil atau yang melihat sumber daya manusia
sekedar alat produksi alat produksi semata. Usmara (2005:155)
menjelaskan beberapa keuntungan tersebut antara lain :
1. Prediktor Kesuksesan kerja
Model kompetensi yang akurat akan dapat menentukan dengan tepat
dalam suatu pekerjaan. Apabila seseorang pemegang posisi mampu
memiliki kompetensi yang dipersyaratkan pada posisinya, maka
diprediksikan ia akan sukses.
2. Merekrut Karyawan
Apabila telah berhasil ditentukan kompetensi-kompetensi apa saja yang
diperlukan bagi suatu posisi tertentu, maka dengan itulah dapat dijadikan
sebagai kriteria dasar dalam rekrutmen karyawan baru. Dengan demikian,
baik interview, psikotest dan test teknik untukmenjaring calon karyawan
baru dapat didasarkan pada model kompetensi untuk suatu posisi yang
telah ditentukan.
3. Dasar penilaian dan pengembangan karyawan
Identifikasi kompetensi pekerjaan yang akurat juga dapat dipakai sebagai
tolak ukur kepribadian seseorang. Dengan demikian, berdasarkan sistem
kompetensi ini, dapat diketahui apakah seseorang telah memiliki
kompetensi tertentu yang telah dipersyaratkan.
4. Dasar penentuan pelatihan
Kompetensi sangat bermanfaat untuk training needs analisis. Sejalan
dengen perkembangan kebutuhan efisiensi dan efektifitas di dunia bisnis,
sistem training tidaklah cukup tanpa dimulai dari adanya identifikasi
kompetensi yang jelas, sebab seringkali orang dikirim training tanpa alasan
yang jelas.
Kompetensi juga dapat dikaitkan dengan sistem kompensasi. Dengan
adanya model kompetensi yang telah dibuat untuk setiap posisi, dapat
dikukr sebagai besar kemampuan seseorang dalam memenuhi persyaratan
kompetensi yang telah ditentukan baginya. Diakhir tahun, kompetensi
model yang telah dibuat ini dapat dijadikan sebagai patokan untuk menilai
proses kerja seseorang disamping output yang berhasil.
2.2.3.5. Metodelogi Analisis Kompetensi
Tidak seperti pendekatan tradisional untuk menganalisis pekerjaan,
yang mengidentifikasikan tugas, pengetahuan dan keterampilan yang
berhubungan dengan suatu pekerjaan, pendekatan kompetensi,
mempertimbangkan bagaimana pengetahuan dan keterampilan tersebut
digunakan. Pendekatan kompetensi juga mencoba mengidentifikasi faktot
tersembunyi yang sering kali sangat penting untuk pekerja superior.
Menurut Malthis dan Jackson (2001:239) menjelaskan ada beberapa
metodelogi yang digunakan untuk menentukan kompetensi, pada
umumnya dengan” behavional event interview”. Proses ini terdiri dari proses antara lain :
1. Suatu tim senior manager mengidentifikasikan bidang-bidang hasil kinerja masa depan yang penting untuk rencana strategis dan bisnis dari
organisasi. Konsep ini dapat lebih luas daripada yang digunakan di masa
2. Grup panel dibentuk, terdiri dari orang-orang yang berpengetahuan tentang
pekerjaan di perusahaan tersebut. Grup ini dapat beranggotakan baik
pegawai berkinerja rendah maupun tinggi, supervisor, manajer, trainer, dan
lainnya.
3. Seorang fasilitator dari sumber daya manusia atau seorang konsultan luar
mewawancarai anggota panel tersebut untuk mendapatkan contoh-contoh
spesifik dari kelakuan pekerjaan dan kejadian sebenarnya dalam pekerjaan.
4. Menggunakan kejadian-kejadian tersebut, sang fasilitator membuat uraian
rinci dari setiap kompetensi. Fase diskriptif ini harus jelas dan spesifik
sehingga pegawai, supervasior, manajer dan lainnya dalam organisasi
mempunyai pengertian yang lebih jelas mengenai kompetensi yang
berhubungan dengan pekerjaan.
5. Kompetensi-kompetensi tersebut diurutkan dan level yang dibutuhkan
untuk mencapainya diidentifikasikan kemudian kompetensi dirincikan
untuk setiap pekerjaan.
6. Akhirnya, standart bekerja diidentifikasikan dan dihubungkan dengan
pekerjaan. Proses seleksi, pelatihan,dan kompensasi yang sesuai terfokus
pada kompetensi harus dibuat dan diimplementasikan.
Pendekatan kompetensi menggunakan beberapa metodelogi untuk
memantau supervisor untuk mengidentifikasikan contoh-contoh dari apa
yang mereka maksudkan dengan sikap dan bagaimana faktor-faktor
2.2.3.6. Indikator – Indikator Dalam Membuat Sistem Kompetensi
Kompetensi merupakan karakteristik dasar yang dapat
dihubungkan dengan peningkatan kerja atau tim dalam suatu organisasi
bisnis. Menurut Mathis dan Jackson (2001:238) pengelompokan model
konseptual akan kompetensi terdiri dari :
1. Pengetahuan.
Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks karena mencakup
informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang tugas tertentu. Dengan
pengetahuan karyawan yang tinggi akan bidang tugasnya maka kinerja
karyawan akan mudah dicapai.
2. Ketrampilan.
Ketrampilan seorang karyawan merupakan kemampuan dalam
melaksanakan tugasnya, baik secara fisik maupunmental. Karyawan dapat
dikatakan telah layak menempati posisi atau jabatannya apabila memiliki
ketrampilan yang sesuai.
3. Kecakapan.
Kecakapan merupakan kompetensi yang tersembunyi yang memungkinkan
lebih berharga karena dapat meningkatkan kinerja. Contoh, kompetensi
untuk membuat hubungan strategis untuk mengatasi konflik interpersonal,
lebih sulit untuk diidentifikasi dan dinilai.
2.2.4. Komitmen Organisasi
Pada dasarnya komitmen organisasi merupakan hal yang bersifat
individual. Setiap individu memiliki tingkatan komitmen yang
berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya, hal ini
disebabkan karena adanya perbedaan masing-masing individu.
Menurut Mathis (2000:99) komitmen organisasi adalah tingkatan
kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan
mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi.
Sedangkan menurut Porter dalam Panggabean (2002:135)
komitmen organisasi adalah kuatnya pengenalan dan keterlibatan
seseorang dalam suatu organisasi tertentu. Menurut Becker (1960) dalam
Panggabean (2002:135) komitmen organisasi sebagai kecenderungan
untuk terikat dalam garis kegiatan yang konsisten karena menanggapi
adanya biaya pelaksanaan kegiatan yang lain (berhenti bekerja).
2.2.4.2. Dimensi Komitmen Organisasi
Menurut Allen dan Mayer (1990) dalam Panggabean (2002: 135)
mendefinisikan komitmen organisasi memiliki tiga konsep yaitu:
1. Affective Commitment.
Tingkat seberapa jauh karyawan secara emosi terikat, mengenal dan
terlibat dalam organisasi.
Suatu penilain terhadap biaya yang terkait dengan meninggalkan
organisasi.
3. Normative Commitment.
Tingkat seberapa jauh seseorang secara psikologikal terikat untuk menjadi
karyawan dari sebuah organisasi yang didasarkan pada perasaan seperti
kesetiaan, afeksi, kehangatan, pemilikan, kebanggan, kesenggangan,dan
kebahagiaan.
2.2.4.3. Indikator Dalam Membentuk Komitmen Organisasi
Indikator yang dipergunakan dalam membentuk variabel komitmen
organisasi merupakan sikap loyalitas pekerja terhadap organisasinya dan
juga merupakan proses pengekspresian dan partisipasi terhadap organisasi,
menurut Luthans (1995:130), antara lain sebagai berikut :
1. Keinginan.
Suatu keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi
tertentu.
2. Kesediaan.
Merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan diri atas nama
organisasi.
3. Keyakinan.
Merupakan kepercayaan dan penerimaan nilai-nilai dari tujuan organisasi.
2.2.5.1. Pengertian Kinerja
Kinerja SDM merupakan istilah yang berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Definisi kinerja karyawan yang
dikemukakan Bambang Kusriyanto (1991:3) adalah “perbandingan hasil
yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu”.
Faustino Cardosa Gomes (1995:195) mengemukakan definisi
kinerja karyawan sebagai “Ungkapan seperti output, efisiensi serta
efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas”. Selanjutnya,
definisi kinerja karyawan menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara
(2005:67) bahwa “kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya”.
Sementara itu menurut Rivai dan Basri (2005:14) mendefinisikan
kinerja sebagai hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,
target, atau sasaran dan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan
telah disepakati bersama.
Kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu : kemampuan,
keinginan, dan lingkungan.oleh karena itu, agar mempunyai kinerja yang
mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Tanpa mengetahui ketiga
faktor ini kinerja yang baik tidak akan tercapai. Dengan demikian, kinerja
individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan
kemampuan (Rivai dan Basri, 2005:16).
2.2.5.2 Arti Evaluasi Penilaian Kinerja
Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan yang
dikemukakan Leon C. Mengginson (1981:310) dalam A.A Anwar Prabu
Mangkunegara (2006: 69) adalah penilaian prestasi kinerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seseorang melakukan pekerjaan sesuai tugas dan
tanggung jawabnya. Berdasarkan pendapat diatas, penilaian prestasi
pegawai adalah suatu proses penilaian prestasi kerja pegawai yang
dilakukan pimpinan perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan
yang ditugaskan kepadanya (Mangkunegara 2005: 69).
Rivai dan Basri (2005:18) mengemukakan bahwa penilaian kinerja
merupakan kajian sistematis mengenai kondoso kinerja karyawan yang
dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standart kerja yang
telah ditentukan perusahaan. Selain itu, kinerja sebagai suatu sistem
pengukuran, dan evaluasi, mempengaruhi atribut-atribut yang
berhubungan dengan pekerjaan karyawan, perilaku dan keluaran, dan
Menurut Agus Dharma (2005:350) untuk dapat menilai kinerja
secara objeltif dan akurat, kita harus dapat ” mengukur” tingkat kinerja
mereka. Jika kita terjemahkan kedalam standar kerja, pengukuran seperti
itu dapat memebrikan kesempatan bagi karyawan untuk mengetahui
tingkat kinerja mereka. Dengan demikian, tujuan penilaian kinerja pada
dasarnya antara lain :
1. Pertanggungjawaban, Apabila standar dan sasaran digunakan sebagai alat
pengukur pertanggung jawaban, maka dasar untuk pengambilan
keputusan, kenaikan gaji, promosi dan sebagainya adalah kualitas hasil
kerja karyawan kerja yang bersangkutan.
2. Pengembangan, jika standar dan sasaran digunakan sebagai alat ukur
untuk keperluan pengembangan, hal ini mengacu pada dukungan yang
diperlukan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Dukungan
itu dapat berupa pelatihan, bimbingan, atau bantuan lainnya.
2.2.5.3 Langkah – langkah Peningkatan Kinerja
Menurut Mangkunegara (2005:22) menjelaskan bahwa dalam
rangka meningkatkan kinerja, paling tidak ada tujuh langkah yang dapat
dilakukan sebagai berikut :
1. Mengetahui adanya kekurangan dalam kerja.
Dapat dilakukan melalui tiga cara :
a. Mengidentifikasi masalah melalui data dan informasi yang
b. Mengidentifikasi masalah melalui karyawan.
c. Memperhatikan masalah yang ada.
2. Mengenai kekurangan dan tingkat keseriusan.
a. Mengidentifikasi masalah secepat mungkin.
b. Menentukan tingkat keseriusan masalah.
3. Mengidentifikasi hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan,
baik yang berhubungan dengan sistem maupun dengan pegawai itu sendiri.
4. Mengembangkan rencana tindakan untuk menanggulangi penyebab
masalah tersebut.
5. Melakukan rencana tindakan tersebut.
6. Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum.
7. Mulai dari awal, apabila perlu.
2.2.5.4 Pihak Yang Melakukan Penilaian
Penilaian kinerja dapat dilaksanakan oleh siapa saja yang paham
benar tentang penilaian karyawan secara individual. Menurut Mathis dan
Jackson (2002: 87), antara lain :
1. Para atasan yang menilai karyawan.
2. Karyawan yang menilai atasannya.
3. Anggota kelompok yang menilai satu sama lain.
4. Sumber-sumber dari lain.
5. Penilaian karyawan sendiri.
Metode pertama adalah yang paling umum. Atasan langsung
memiliki tanggung jawab penuh terhadap penilaian di dalam organisasi,
meskipun merupakan suatu hal yang umum dilakukan untuk meninjau dan
mendapatkan persetujuan dari atasan langsung. Sistem manapun harus
termasuk langsung di dalamnya diskusi tatap muka langsung antara penilai
dan pihak yang di nilai. Oleh karena itu, penggunaan yang semakin
bertambah terhadap kelompok dan adanya perhatian terhadap input dari
pihak konsumen, dua sumber informasi penilaian yang semakin meningkat
pemanfaatannya adalah anggotakelompok dan sumber dari luar.
2.2.5.5 Kegunaan Penilaian Kinerja
Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui nama organisasi-organisasi mengevaluasi prestasi kerja karyawan.
Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan personalia dan memberikan
umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja. Kegunaan
penilaian kerja menurut Handoko (1989: 135) dapat dirinci sebagai berikut
:
1. Perbaikan prestasi kerja.
Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan
departemen personalia dan membetulkan kegiatan-kegiatan mereka.
Evaluasi prestasi kerjamembantu para pengambil keputusan dalam
menentukan kenaikan, upah, pemberian bonus, dan bentuk kompensasi
lainnya.
3. Keputusan-keputusan penempatan
Promosi, transfer dan emosi biasanya didasarkan pada prestasi kerja
masalalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk
penghargaan terhadap prestasi kerja.
4. Kebutuhan latihan dan pengembangan
Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukan kebutuhan latihan.
Demikian juga, prestasi yang baik mungkin mencerminkan potensi yang
harus dikembangkan.
5. Perencanaan dan pengembangan karier
Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karier, yaitu
tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti.
6. Penyimpangan-penyimpangan proses staffing
Prestasi kerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan atau
kelemahan prosedur staffing departemen personalia.
7. Ketidak-akuratan informasi
Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukan kesalahan dalam informasi
analisis jabatan, rencana-rencana sumber daya manusia, atau komponen
lain sistem informasi manajemen personalia.
Prestasi kerja yang jelek merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain
pekerjaan. Penilaian prestasi kerjamembantu diagnosa kesalahan tersebut.
9. Kesempatan kerja yang adil
Penilaian kerja secara akurat akan menjamin keputusan-keputusan
penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.
10. Tantangan –tantangan eksternal
Terkadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar lingkungan
kerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi financial atau masalah pribadi
lainnya.
2.2.5.6 Indikator-indikator Dalam Kinerja
Tugas selanjutnya adalah menetapkan cara untuk mengukur
pelaksanaan kegiatan. Banyak cara pengukuran yang dapat digunakan,
seperti penghematan, kesalahan. Namun, menurut Dharma (2003:355)
hampir semua cara pengukuran mempertimbangkan hal-hal, sebagai
berikut
1. Kuantitas
Yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif
melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan.
2. Kualitas
Yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif
keluaran mencerminkan pengukuran “tingkat kepuasan”, yaitu seberapa
baik penyelesainnya.ini berkaitan dengan bentuk keluaran.
3. Ketepatan waktu
Yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran
ketepatan waktu merupakan jenis pengukuran kuantitatif yang menentukan
ketetapan waktu penyelesaian suatu kegiatan.
2.2.6. Pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan
Rivai dan Basri (2005:15) mengemukakan bahwwa kinerja sebagai
fungsi interaksi antara kemampuan, motivasi dan kesempatan. Dengan
demikian, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi dan
kesempatan.
Sementara itu Mangkunegara (2005:67) mengartikan pencapaian
kinerja dipengaruhi oleh faktor kemampuan dan motivasi. Motivasi
terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi. Motivasi
merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk
mencapai tujuan organisasi, sedangkan menurut As’ad dalam Iswahyu
Hartati (2005) menjelaskan batasan motif, sehingga bisa diartikan bahwa
motivasi adalah pemberian atau penimbul motif sehingga motivasi kerja
adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja.
Menurut Porter dan Miles dalam Harif Amali dan Pramusinto
dalam diri seseorang karyawan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan
yang menjadi tanggungjawabnya.
Sedangkan menurut Speen dalam Harif Amali dan Pramusinto
(2005) bahwa meskipun lingkungan kerja kondusif bagi peningkatan dan
kinerja, namun jika karyawan tidak memiliki motivasi diri yang kuat tidak
akan memberikan dampak terhadap peningkatan kinerja.
Berdasarkan uraian diatas dapat di ambil sebuah Kesimpulan
Motivasi terhadap Kinerja
kinerja ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan.
Selain itu Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang
terarah untuk mencapai tujuan organisasi yang menjadi tanggung jawabnya,
sehingga memiliki motivasi yang kuat akan memberikan dampak terhadap
peningkatan kinerja.
2.2.7 Pengaruh kompetensi terhadap kinerja karyawan
Usmara (2003:110) menjelaskan bahwa penentuan tingkat
kompetensi dibutuhkan agar dapat mengetahui tingkat kinerja yang
diharapkan untuk kategori baik atau rata-rata. Begitu juga Mathis dan
Jackson (2001: 238) yang menganggap kompetensi sebagai karakteristik
dasar yang dapat dihubungkan dengan peningkatan kinerja individu atau
tim.
Menurut Ruky (2003:109) menjelaskan bahwa penggunaan
kompetensi akan menguntungkan dalam bidang penilaian kinerja.
dijadikan dasar bagi proses seleksi, suksesi, perencanaan, evaluasi,
evaluasi kinerja dan pengembangan SDM.
Sementara itu Rivai dan Basri (2005:97) mengemukakan bahwa
kompetensi mempengaruhi aspek proses dari kinerja.
Alwi dalam Harif Amali dan Pramusinto (2005) aspek lain yang
menentukan kinerja adalah tingkat adalah tingkat kompetensi karyawan
terhadap pekerjaan yang diberikan.kompetensi tersebut harus ada dalam
tatanan kesatuan strategi, yaitu bahwa kompetensi harus mendukung
sistem kinerja berdasarkan team work.
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil sebuah Kesimpulan
Kompetensi terhadap kinerja.
Penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan agar dapat mengetahui kinerja yang
diharapkan untuk kategori baik atau rata-rata. Penggunaan kompetensi akan
menguntungkan dalam bidang kinerja sebagai dasar bagi proses seleksi,
perencanaan, evaluas kinerja dan pengembangan SDM karena kompetensi
mempengaruhi aspek proses dari kinerja.
2.2.8 Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan
Wright dalam Harif Amali Rivai dan Pramusinto (2005) maka
akan semakin tinggi kinerja yang akan dihasilkan, yang menuju pada
tingkat penilaian yang semakin tinggi, teori ini memfokuskan pada dua
kemungkinan kinerja pada tingkat tersebut akan berhubungan dengan
outcome tertentu.
Mayer dan Schourman dalam Harif Amali Rivai dan Pramusinto
(2005) mendefinisikan komitmen organisasi yang terdiri dari affective commitment, normative commitment, continuance commitment. Berkaitan dengan ketiga segi komitmen tersebut, Mayer dan Schourman menemukan
affective commitment (emosional terhadap identifikasi dan keterlibatannya dalam organisasi) mampu memprediksi kinerja melalui supervisor rating.
Wentzel dalam Harif Amali Rifai Pramusinto (2005) memberikan
dukungan empiris bahwa persepsi rasa adil (fairness perception) dan komitmen mempengaruhi kinerja manajer terhadap proses budgeting.
Peningkatan komitmen manajer terhadap budgetary goal memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan kinerja budgeting process.
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil sebuah Kesimpulan Komitmen
organisasi terhadap kinerja.
Komitmen organisasi merupakan rasa emosional terhadap identifikasi dan
keterlibatannya dalam organisasi sehingga mampu memprediksi kinerja melalui
supervisor rating. Peningkatan komitmen orgaisasi memberikan pengaruh positif
2.3 Kerangka Konseptual
2.4. Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini diajukan suatu
hipotesis :
1. bahwa diduga motivasi kerja, berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT.
Asuransi JIWASRAYA Tbk Surabaya.
2. Bahwa diduga kompetensi berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Asuransi
JIWASRAYA Tbk Surabaya
3. Bahwa diduga komitmen organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT.
Asuransi JIWASRAYA Tbk Surabaya. Motivasi
(X 1)
Kompetensi (X2)
Kinerja (Y)
Komitmen Organisasi
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran variabel 3.1.1. Definisi Operasinal
Agar suatu variabel yang akan digunakan dapat diukur serta
menghilangkan dan menghindari adanya kesalahan dalam penaksiran
makna, perlu adanya definisi sebagai berikut :
1. Motivasi kerja (X1)
Motivasi kerja merupakan faktor yang ada dalam diri
seseorang yang menggerakkan atau mengarahkan perilakunya
untukmencapai tujuan. Apabila motivasi karyawan tinggi maka
akan menghasilkan kinerja yang tinggi dari karyawan tersebut.
Hal ini dikarenakanmotivasimerupakan faktor yang
mempengaruhi pencapaian kinerja. Menurut Clayton Alderfer
indikator motivasi kerja meliputi :
Kebutuhan Kehidupan (X1.1)
Kebutuhan Keterikatan (X1.2)
Kebutuhan Pertumbuhan (X1.3)
2. Kompetensi (X2)
Kompetensi merupakan karakteristik dasar yang dapat
organisasi bisnis. Menurut Mathis dan Jackson (2001: 238)
pengelompokan model konseptual akan kompetensi terdiri dari :
Pengetahuan (X2.1)
Keterampilan (X2.2)
Kecakapan (X2.3)
3. Komitmen organisasi (X3)
Komitmen organisasi merupakan sikap mengenai loyalitas
karyawan terhadap organisasi dan merupakan proses yang
berkelanjutan dari anggota organisasi untuk mengungkap
perhatiannya pada organisasi dalam hal tersebut berlanjut pada
kesuksesan dan kesejahteraan.
Keinginan (X3.1)
Kesediaan (X3.2)
Keyakinan (X3.3)
4. Kinerja (Y1)
Kinerja merupakan seperangkat hasilyang dicapai dan merujuk
pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan suatu pekerjaan
yang diminta. Tinggi rendahnya kinerja seorang dapat dilihat dari
hasil kerja yang dicapai karyawan tersebut. Indikator kinerja
menurut Dharma (2003: 355) meliputi :
Kuantitas (Y1)
Kualitas (Y2)
3.1.2. Pengukuran Variabel
Skala pengukuran yang digunakan untuk penelitian ini adalah skala
interval yaitu skala yang menunjukkan antara jarak antara satu dengan data
yang lain dan mempunyai bobot yang sama. Sedangkan teknik
pengukurannya mengunakan semantic differensial yaitu metode pengukuran sikap dengan menggunakan skala penilaian 7 (tujuh) butir
yang menyatakan secara verbal 2 (dua) kutub (bipolar) / penilaian yang ekstrim. Indriantoro dan Supono 2002:105).
1 7
Tidak baik Sangat baik
Tanggapan atau pendapat tersebut dinyatakan dengan memberi skor
yang berada dalam rentang nilai 1 samapi 7 pada masing – masing skala,
dimana nilai 1 menunjukkan nilai negatif dan nilai 7 positif.
3.2. Teknik Penentuan Sampling a. Populasi
Merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek / subjek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
menurut (Sugiyono 2001: 57). Populasi yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah karyawan PT ASURANSI JIWASRAYA, Di
Surabaya yang berjumlah 150 orang.
b. Sample
Merupakan sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut, menurut Sugiyono (2001:57). Teknik pengambilan
sample yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling (random sampling sederhana), dimana semua populasi akan mempunyai kesempatan yang sama besarnya untuk dijadikan sample
dalam penelitian ini.
Jumlah yang diambil didasarkan pada pendapat dari Ferdinand
(2002:48) : 100 – 200 sample taknik maksimum likelihood estimation.
1. Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi, pedomannya
adalah 5 – 10 kali jumlah parameter yang diestimasi
2. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh
variabel latent. Jumlah sample adalah jumlah indikator dikali 5 – 10 bila terdapat 20 indikator besarnya sample adalah 100 – 200
3. Bila samplenya sangat besar, maka peneliti dapat memilih teknik
estimasi ADF (Asymptoticaly Distribution Free Estimation) dapat digunakan.
Jumlah sample atau responden yang diambil sebanyak 120
karyawan dengan penyebaran kuisioner sebanyak 120 karena sesuai
3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis data
a. Data primer
Data ini diperoleh dari jawaban responden terhadap kuisioner yang
telah disebarkan pada lokasi penelitian.
b. Data Sekunder
Data yang diambil dari PT JIWASRAYA, Di Surabaya
3.3.2. Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini diperoleh dari :
a. Data primer diperoleh dari :
Jawaban responden melalui kuisioner yang merupakan jawaban atas
permasalahan yang diteliti.
b. Data sekunder diperoleh dari :
PT ASURANSI JIWASRAYA, Di Surabaya bagian operasional
3.3.3. Metode pengumpulan data 1. Interview
Yaitu teknik pengumpulan data dalam metode survei yang
menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subjek peneliti guna
melengkapi data dalam penelitian ini ( Indriantoro dan Supomo,
2. Kuisioner
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara pembagian lembar
pertanyaan yang harus diisi oleh responden guna melengkapi data
dalam penelitian (Indriantoro dan Supomo, 1999:154)
3. Observasi
Yaitu proses pencatatan pola perilaku subjek, objek atau kejadian yang
sistematik tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan
individu-individu yang diteliti (Indriantoro dan Supomo, 1999:157)
3.4. Teknik Analisis dan Pengujian Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Structural Equation Modelling (SEM) yang merupakan sekumpulan teknik statistik yang memungkinkan pengujian suatu hubungan yang rumit yaitu
hubungan antara satu atau lebih variabel independent dengan satu atau lebih variabel dependent yang diestimasi secara simultan. Metode ini ditujukan bukan untuk menghasilkan teori melainkan untuk menguji teori.
Persamaan dari SEM terbagi menjadi dua persamaan struktural
3.4.2. Uji Reliabilitas
Pendekatan yang dianjurkan dalam menilai sebuah model
pengukuran (measurement model) adalah menilai besaran Composite Reliability serta Variance Extracted dari masing – masing konstruk.
Reabilitas adalah ukuran konsistensi internal dari indikator –
indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana
masing – masing indikator mampu mengidentifikasi sebauh konstruk atau
faktor variabel laten. Konsep reliabilitas dapat dipahami melalui dasar, ide,
konsep tersebut, yaitu konsistensi konsep reliabilitas dapat dilakukan
dengan menggunakan konsistnsiinternal metode cronbach’s coefficinet alpha. Tingkat reliabilitas yang dapat diterima adalah 0,7 walaupun angka itu bukanlah sebuah ukuran yang “ mati” artinya bila penelitian bersifat
exploratori maka nilai dibawah 0,7 masih dapat diterima, sepanjang
disertai alasan – alasan yang empirik yang terlihat dalam proses explortori.
( Ferdinand, 2002:63).
Ukuran reliabilitas yang kedua adalah Variance Extracted, yang menunjukkan jumlah variance yang dari indikator – indikator yang
diekstraksi oleh konstruk laten yang dikembangkan. Nilai Variance Extracted yang tinggi menunjukkan bahwa indikator – indikator itu telah mewakili secara baik konstruk laten yang telah dikembangkan. Nilai
variance extracted ini direkomendasikan pada tingkat paling sedikit 0,50. Composite Reliability serta Variance Extracted diperoleh melelui
Construct-Reliability =
Variance – Extracted = =
Dimana :
Std.loading diperoleh langsung dari standarized loading untuk
tiap-tiap indikator ( diambil dari perhitungan komputer, misal AMOS)
€ adalah measurement error dari tiap-tiap indikator.
3.4.3. Uji Validitas
Validitas instrumen kuesioner adalah suatu derajat ketepatan alat
ukur penelitian tentang isi yang sebenarnya diukur. Uji validitas item
untuk menguji apakah tiap butir pertanyaan benar – benar sahih atan valid.
Sebagai alat ukur yang digunakan, analisis ini melakukan dengan cara
mengkorelasi masing – masing skor item dengan skor totalnya. Dalam hal
ini koefisien korelasi yang dinilai tingkat signifikan ≤ 0,05. Validitas data
penelitian ditentukan oleh proses pengukuran yang akurat, oleh karena itu
jika sinonim reliabilitas adalah konsistensi maka esensi dari validitas
adalah akurasi
3.4.4. Outliers
Outliers merupakan observasi atau data yang memiliki karakteristik
muncul dalam bentuk nilai ekstrim, baik untuk variabel tunggal atau
variabel kombinasi ( Hair, et.al: 1995). Adapun outliers dapat di evaluasi
dengan cara, yaitu outliers univariate dan outliers multivariate. Sedangkan
menurut Ferdinand (2002: 52) outliers adalah observasi yang muncul
dengan nilai – nilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariate yatiu yang muncul karena kombinasi karakteristik unik yang dimilikinya
dan terlihat sangan jauh daro observasi – onservasi lainnya.
3.4.4.1. Outliers Univariate
Deteksi terhadap outliers univariate (masing – masing variable)
dapat dilakukan dengan menentukan nilai ambang batas yang akan
dikategorikan sebagai outliers dengan cara mengkonversi nilai data
penelitian ke dalam standart devisi sebesar satu, maka perbandingan antara
besaran nilai dengan mudah dapat dilakukan. Untuk sample besar (diatas
80 observasu),pedoman evaluasi adalah bahwa nilai ambang batas dari
Zskore itu berada pada rentang 3 sampai 4 ( Hair dkk; 1995). Oleh karena
itu kasus – kasus atau observasi yang mempunyai ≥ 3,0 akan dikategorikan
sebagai outliers.
3.4.4.2.Outliers multivariate
Evaluasi terhadap outliers multivariate (antar variable) perlu dilakukan sebab walaupun data yang dianalisis menunjukkan tidak ada
bila sudah dikombinasikan. Jarak mahalanobis ( the mahalonis distance) untuk tiap – tiap observasi dari rata – rata semua variabel dalam suatu
ruang multidimensional (Hair dkk: 1995 ; Norusis, 1994; abacnick dan
fidell, 1996). Uji terhadap outliers multivariate dilakukan dengan
menggunakan kriteria jarak mahalanobis pada tingkat p> 0,001. Jarak
mahalanobis itu dievaluasi dengan menggunakan X pada derajat bebas
sebesar jumlah variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
3.4.5. Uji Normalitas Univariate dan Multivariate
Sebaran data harus dianalisis untuk mengetahui apakah asumsi
normalitas terpenuhi, sehingga data dapat diolah lebih lanjut pada Path
diagram. Uji normalitas perlu dilakukan baik univariat dan multivariat.
Untuk menguji normalitas distribusi data yang digunakan dalam analisis
dengan menggunakan uji – uji statistic. Bila nilai Z lebih besar dari nilai
krisis,maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal dengan
asumsi normalitas pada tingkat sigifikan ≥ 0,05.
3.4.6. Analisis Path Dengan Menggunakan Permodelan SEM
Sebuah permodelan SEM yang lengkap pada dasarnya terdiri dari
Measurement Model dan Structural Model. Measurement model atau model pengukuran ditujukan untuk mengkonfirmasikan sebuah dimensi
atau model mengenai structural yang membentuk atau menjelaskan
kausalitas. (Ferdinand, 2002: 34)
Untuk membuat permodelan yang lengkap beberapa langkah berikut
ini yang diperlukan :
a. Pengembangan model berbasis teori
Langkah pertama dalam pengembangan model SEM adalah pencarian atau
pengembangan sebuah model yang mempunyai justifikasi teoritis yang
kuat. Setelah itu, model tersebut divalidasi secara empirik melalui program
SEM.
b. Pengembangan diagram alur untuk menunjukkan hubungan kausalitas
Pada langkah kedua,model teoritis yang telah dibangun pada langkah
pertama akan digambarkan dalam sebuah path diagram. Path diagram
tersebut akan memudahkan peneliti melihat hubungan-hubungan kausalitas
yang ingin diujinya.
c. Konversi diagram alur kedalam persamaan
Setelah teori atau model dikembangkan dan digambarkan dalam sebuah
diagram alur, spesifikasi model dikonversikan kedalam rangkaian
persamaan.
d. Memilih matriks input dan estimasi model
Perbedaan SEM dengan teknik multivariat lainnya adalah input data yang
akan digunakan dalam permodelan dan estimasinya. SEM hanya
menggunakan matriks Varians/ Kovarians atau matriks korelasi sebagai
e. Menilai problem identifikasi
Problem identifikasi pada prinsipnya adalah problem mengenai
ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan
estimasi yang unik.
Problem identifikasi ini dapat muncul melalui gejala – gejala beikut ini:
1. Standart error untuk satu atau beberapa koefisien sangat besar
2. Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya
disajikan.
3. Muncul angka – angka yang aneh seperti adanya varians error yang
negatif.
4. Muncul korelasi yang sangat tinggi antar korelasi estimasi yang didapat
(misalnya lebih dari 0,9)
f. Evaluasi model
Pada langkah ini kesesuaian model dievaluasi melalui berbagai kriteria
goodness – of – fit. Kriteria – kriteria tersebut adalah :
1. Ukuran sampel yang digunakan adalah minimal berjumlah 100 dan
perbandingan 5 observasi untuk tiap parameter.
2. Normalitas dan Linieritas
3. Outliers
3.4.7. Uji kausalitas
Kausalitas merupakan permodelan tersusun secara structural yang
menggambarkan adanya hubungan yang dihipotesiskan antar konstruk
yang menjelaskan kausalitas termasuk didalamnya kausalitas berjenjang.
Hubungan kausalitas yang dihipotesiskan berdasarkan teori yang
telah teruji dan sistematis. Deteksi kausalitas dapat diamati dari batas
tingkat probabilitas yang lebih kecil (≤ 0,05). Dalam sebuah model
kausalitas, kebenaran adanya suatu hubungan sebab akibat antara dua atau
lebih variabel bukannya karena menggunakan SEM, tetapi harus didasari
oleh teori-teori yang mapan. Jadi SEM bukan digunakan untuk
menghasilakan kausalitas tetapi digunakan untuk mengkonfirmasikan
kausalitas.
3.4.8. Evaluasi Model
Hair et al, 1998 menjelaskan bahwa pola “ confirmatory”
menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas
hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data
empiris. Jika model teoritis menggambarkan ‘good fit’ dengan data, maka
model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu model teritis
tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu ‘ poor fit’ dengan data.
AMOS dapat menguji apakah atau ‘ poor fit’. Jadi, “good fit” model yang