• Tidak ada hasil yang ditemukan

KANIA ANINDITA B, Dr. SUTYARSO, M.Biomed. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung No. Telpon: ;

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KANIA ANINDITA B, Dr. SUTYARSO, M.Biomed. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung No. Telpon: ;"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP BERAT TESTIS, JUMLAH SEL LEYDIG, DAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS

MENCIT (Mus musculus L) JANTAN DEWASA YANG DIINDUKSI MONOSODIUM GLUTAMAT

KANIA ANINDITA B, Dr. SUTYARSO, M.Biomed.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

No. Telpon: 0721-254009; email: nia_busted@yahoo.com

ABSTRAK

Monosodium glutamat merupakan bumbu penyedap makanan yang banyak

digunakan serta memiliki efek radikal bebas bila penggunaannya melebihi batas normal. Vitamin C merupakan salah satu jenis antioksidan yang efektif dalam menangkal efek dari radikal bebas di dalam tubuh. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C tehadap berat testis, jumlah sel Leydig, dan diameter tubulus seminiferus mencit (Mus musculus L) jantan dewasa yang diinduksi monosodium glutamat. Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Terkontrol dengan subjek penelitian menggunakan 25 ekor mencit jantan dewasa strain DD Webster yang dibagi secara acak dalam 5 kelompok . Analisis data yang digunakan uji one way Anova yang dilanjutkan dengan uji analisis post hoc dengan metode LSD dan uji Kruskal-Wallis yang dilanjutkan dengan uji analisis post hoc dengan metode Mann-Whitney. Dari hasil analisis penelitian diperoleh hubungan yang bermakna antara pemberian vitamin C terhadap berat testis, jumlah sel Leydig, dan diameter tubulus semuniferus mencit jantan dewasa yang telah diinduksi monosodium glutamat berupa penambahan berat testis, jumlah sel Leydig, dan diameter tubulus seminiferus yang meningkat sesuai dengan peningkatan paparan dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif.

Kata kunci: monosodium glutamat, vitamin C, testis, sel Leydig, tubulus seminiferus.

PENDAHULUAN

Dewasa ini wisata kuliner sangatlah

digemari oleh banyak orang, dimana setiap

mereka berkunjung ke suatu daerah wisata

hal utama yang dituju ialah mencicipi

makanan khas daerah tersebut. Hampir

setiap industri makanan menggunakan

bumbu penyedap sebagai bumbu

pelengkap yang dapat menimbulkan rasa

lezat, salah satunya ialah menggunakan

“micin” atau Monosodium Glutamat. Di

Indonesia rata-rata masyarakat

mengkonsumsi MSG sekitar 0,6 g/hari

(Prawirohardjono et al., 2000) atau 0,3 –

1,0 g/hari di negara industri.MSG telah

dikonsumsi secara luas di seluruh dunia

sebagai penambah rasa makanan dalam

(2)

Asam amino tersebut pada hakekatnya

banyak dijumpai dalam makanan alami,

bahkan makanan tertentu bisa mengandung

antara 5-20% dari total kandungan asam

amino, baik dalam bentuk bebas maupun

terikat dengan peptida ataupun protein

(Geha et al., 2000;FDA. 1995). Glutamat

dalam bentuk bebas didapat dari makanan

seperti tomat, keju, dan kecap yang

merupakan hasil fermentasi. Secara

alamiah glutamat yang berada dalam tubuh

kita berasal dari makanan yang

mengandung protein seperti keju, susu,

daging, kacang kapri, dan jamur (FDA,

1995).

Food and Drug Administration (FDA)

menetapkan MSG sebagai “food additive

atau food enhancer”, serta

mengklasifikasikan MSG sebagai bahan

yang aman untuk dikonsumsi (Generally

Recognized As Safe, GRAS) seperti bahan

makanan lainnya, misalnya garam, cuka,

dan pengembang kue (FDA, 1995), akan

tetapi setelah bertahun-tahun digunakan,

muncul efek yang tidak diharapkan dari

MSG. Efek ini pertama kali ditemukan

pada tahun 1968 setelah Robert Ho Man

Kwok seorang doktor Cina-Amerika

mencicipi hidangan china dia merasa kebas

dan jantung berdebar-debar, mual, sakit

kepala. Sehingga gejala-gejala tersebut

dikenal dengan nama “Chinese restaurant

syndrome” (Sand, 2005).

Sejak saat itu para ilmuwan mulai

melakukan penelitian terhadap MSG.

Menurut penelitian Legradi et al., (1998)

MSG menyebabkan ablasi sumbu arcuate

nucleus hipothalamus sehingga dapat

mengganggu fungsi hipothalamus–

pituitary–organ target axis. Hipothalamus

mensekresi gonadotropinreleasing hormon

(GnRH) yang merangsang pengeluaran

hormon gonadotropin (LH dan FSH) dari

hipofisis anterior. Kedua hormon ini

diperlukan untuk perkembangan gonad

pria maupun wanita serta penting

(3)

spermatogenesis dan oogenesis.

Terganggunya fungsi hipothalamus

mengakibatkan gangguan fungsi endokrin,

termasuk hormon reproduksi sehingga

turut mempengaruhi fungsi gonad

(Camihort, 2004).

Menurut Ahluwalia (1996), pemberian 4

dan 8 mg/g BB MSG dapat meningkatkan

aktivitas glutation reduktase (GR)

glutathione-S-transferase (GST), dan

glutation peroxidase (GPX). Hal ini

menggambarkan bahwa pemberian MSG

di atas 4 mg/g BB menghasilkan sterss

oksidatif yang dilawan tubuh dengan

meningkatkan aktivitas enzim

metaboliknya. Penelitian yang dilakukan

Vinodini (2008) pada tikus jantan dengan

pemberian MSG 4 g/kg BB selama 15 hari

(paparan jangka pendek) dan 30 hari

(paparan jangka panjang) sangat

berpengaruh. Berat testis, yang diukur

menunjukkan penurunan pada kedua group

percobaan.

Mencit jantan berumur 2 hari yang

dipaparkan 4 mg/gbb MSG (setara dengan

30-240 mg/kgbb pada manusia)

menunjukkan berat badan, jumlah sel

Sertoli dan sel Leydig per testis yang lebih

rendah pada saat puber. Penurunan jumlah

sel Leydig ini, menyebabkan produksi

testosteron juga berkurang.

Hipogonadisme yang terjadi diduga

disebabkan oleh penurunan kadar LH dan

FSH dan FT4 darah yang berperan dalam

perkembangan organ reproduksi dan fungsi

reproduksi (Franca, 2005). Hal tersebut

dapat terjadi diakibatkan terbentuknya

radikal bebas dalam jumlah yang banyak di

dalam tubuh. Menurut penelitian Fauzi

(2008) pemberian vitamin C dengan dosis

0,2 mg/kg BB secara oral selama 36 hari

menunjukkan dapat meningkatkan efek

senyawa radikal bebas yang disebabkan

oleh timbal.

Tujuan umum penilitian ini ialah

Mengetahui pengaruh pemberian vitamin

(4)

yang diinduksi Monosodium Glutamat.

Sedangkan tujuan khususnya adalah

Mengetahui pengaruh pemberian vitamin

C terhadap berat testis, jumlah sel Leydig,

dan diameter tubulus seminiferus mencit

jantan dewasa yang diakibatkan oleh

induksi Monosodium Glutamat.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan merupakan

penelitian eksperimental murni dengan

Rancangan Acak Terkontrol. Populasi dari

penelitian ini merupakan mencit (Mus

musculus L) dewasa berjenis kelamin

jantan dengan strain DD webster. Usia

mencit ± 3 bulan dengan berat badan 25-35

gram dan dalam kondisi sehat yang

ditandai dengan gerakan aktif. Besar

sampel ditentukan berdasarkan buku

panduan penelitian WHO yaitu minimal 5

ekor mencit tiap kelompok dan dengan

menggunakan rumus Federer. Setiap

kelompok mempunyai perlakuan yang

berbeda, yaitu:

1. Kontrol (-) : hanya diberi MSG 4mg/gr

berat badan yang dilarutkan dalam 0,5

ml NaCl 0,9% secara intraperitoneal

selama 15 hari perlakuan.

2. Kontrol (+) : diberi vitamin C 0,2 mg/g

berat badan yang dilarutkan dalam 0,5

ml aquadest secara oral setiap hari

selama 15 hari perlakuan.

3. Perlakuan1 : diberi MSG 4 mg/g berat

badan yang dilarutkan dalam 0,5 ml

NaCl 0.9% secara intraperitoneal +

vitamin C 0,07 mg/g berat badan yang

dilarutkan dalam 0,5 ml aquadest secara

oral setiap hari selama 15 hari

perlakuan.

4. Perlakuan 2: diberi MSG 4 mg/g berat

badan yang dilarutkan dalam 0,5 ml

NaCl 0.9% secara intraperitoneal +

vitamin C 0,2 mg/g berat badan yang

dilarutkan dalam 0,5 ml aquadest secara

oral setiap hari selama 15 hari

perlakuan.

5. Perlakuan 3 : diberi MSG 4 mg/g berat

badan yang dilarutkan dalam 0,5 ml

(5)

vitamin C 0,6 mg/g berat badan yang

dilarutkan dalam 0,5 ml aquadest secara

oral setiap hari selama 15 hari

perlakuan.

Sampel yang dipilih ialah sampel yang

memenuhi kriteria inklusi yaitu sehat,

memiliki berat badan antara 25-35 gr, jenis

kelamin jantan, usia sekitar ± 3 bulan dan

kriteria eksklusi berupa sakit (

penampakan bulu kusam, rontok atau

botak, dan aktifitas kurang atau tidak aktif)

dan terdapat penurunan berat badan lebih

dari 10% setelah 1 minggu masa adaptasi

di laboratorium.

Kelompok penelitian ini terdiri dari 5

kelompok, yaitu: 3 kelompok perlakuan

dan 2 kontrol dalam 5 kali pengulangan.

Pada tiap kelompok, data yang terkumpul

dianalisis menggunakan program SPSS

16.00 for Windows dengan menggunakan

uji Annova untuk menguji perbedaan

rerata pada kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol.

PEMBAHASAN

Rata-rata berat testis mencit dihitung

dengan menggunakan timbangan analitik

dengan tingkat ketelitian 0.1, kemudian

data diolah secara statistik dan didapati

hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Rerata ukuran dan standar deviasi berat testis (gram) pada kelompok kontrol dan perlakuan Kelompok Perlakuan Pengulangan Mencit Mean±SD 1 2 3 4 5 K(-) 0.08 0.09 0.09 0.10 0.10 0.092±0.008 P1 0.09 0.09 0.11 0.10 0.10 0.098±0.007 P2 0.12 0.11 0.10 0.11 0.11 0.110±0.007 P3 0.12 0.13 0.11 0.12 0.11 0.118±0.008 K(+) 0.13 0.13 0.11 0.12 0.12 0.123±0.008

Berat berat testis terlebih dahulu dilakukan

uji normalitas dengan uji Saphiro-Wilk dan

didapatkan data terdistribusi normal

(p>0.05). Selanjutnya data diuji untuk

melihat variansinya, didapatkan variansi

data normal dengan nilai sebesar p=0.826

(p>0.05). Nilai yang didapati pada uji

normalitas dan homogenitas memenuhi

persyaratan untuk melakukan uji one way

Anova, sehingga dilanjutkan dengan uji

Anova dan didapati nilai p=0.000

(6)

bermakna pada paling tidak dua kelompok

perlakuan.

Dengan dilakukannya uji statistik diketahui

bahwa terdapat pengaruh pemberian

vitamin C pada mencit jantan dewas yang

diinduksi monosodium glutamat secara

signifikan (p<0.05). Analisis data

dilanjutkan dengan menggunakan uji post

hoc LSD (Least Significant Difference)

untuk menilai perbedaan masing-masing

kelompok. Berat testis mencit tertinggi

didapatkan pada K(+) (mencit yang diberi

perlakuan berupa pemberian vitamin C 0.2

mg/grBB selama 15 hari secara oral) yaitu

sebesar 0.123±0.008, dan berbeda nyata

terhadap kelompok K(-), P1, dan P2. Hal

tersebut dapat terjadi karena vitamin C

sebagai antioksidan telah meningkatkan

jumlah sel spermatogenik pada kelompok

tersebut, sehingga terjadi peningkatan

ketebalan epitel tubulus seminiferus yang

mempengaruhi berat testis.

Sedangkan diantara kelompok yang

diberikan paparan radikal bebas atau MSG

dan disertai dengan pemberian vitamin C,

yaitu kelompok K(-), P1,P2, dan P3, berat

testis mencit tertinggi didapatkan pada

kelompok P3 yaitu sebesar 0.118±0.008.

Hal tersebut dimungkinkan karena

kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas

pro-oksidan atau radikal bebas dari

pemberian monosodium glutamat dapat

dilindungi pengaruhnya oleh antioksidan

atau vitamin C, sehingga isi testis (sel-sel

spermatogenik) tidak terpengaruhi oleh

radikal bebas tersebut. Sel-sel

spermatogenik yang terbentuk

berhubungan dengan meningkatnya

ketebalan epitel tubulus seminiferus dalam

testis.

Selain itu, ketebalan epitel tubulus

seminiferus bisa menyebabkan

peningkatan berat testis. Seperti

pernyataan Lea et al., (2004), bahwa

banyaknya kandungan sel-sel

(7)

dalam testis dapat menetukan peningkatan

berat dari testis itu sendiri. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh

Zahara (2011), bahwa pemberian vitamin

C mempengaruhi jumlah sel

spermatogenik pada mencit (Mus musculus

L) jantan dewasa yang diinduksi oleh

monosodium glutamat.

Berat testis terendah didapatkan pada K(-)

(kelompok yang diberi perlakuan berupa

pemberian MSG 4 mg/grBB secara

intraperitoneal selama 15 hari) yaitu

0.092±0.008, hasil tersebut sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Vinodini

(2008) bahwa pemberian MSG 4 mg/grBB

secara intraperitoneal selama 15 hari dapat

menurunkan jumlah sperma normal dan

berat testis. Akan tetapi hasil tersebut tidak

berbeda nyata (P>0.05) dengan kelompok

P1. Hal ini dapat diakarenakan aktivitas

pro-oksidan atau radikal bebas yang

diberikan oleh monosodium glutamat tidak

mampu dilindungi oleh vitamin C dengan

dosis 0.07 mg/grBB sehingga terjadi

gangguan pada pembentukan sel-sel

spermatogenik yang tidak mampu

dipulihkan dengan vitamin C pada dosis

tersebut. Bila jumlah sel spermatogenik

menurun, maka terjadi penurunan pula

pada epitel tubulus seminiferus yang

mempengaruhi berat testis, sehingga berat

testis juga ikut menurun.

Perhitungan jumlah sel Leydig dilakukan

dengan cara menghitung jumlah sel yang

berada diantar tiga sampai empat tubulus

seminiferus dalam 10 lapang pandang

dengan perbesaran 400x. Kemudian data

diolah secara statistik dan didapati hasil

pada tabel 2 berikut::

Tabel 2. Rerata jumlah dan standar deviasi sel Leydig pada kelompok kontrol dan perlakuan. Kelompok Perlakuan Pengulangan Mencit Mean±SD 1 2 3 4 5 K(-) 301 311 291 221 117 248±81.4 2 P1 164 172 284 253 384 251±90.2 7 P2 321 226 356 293 297 299±47.7 0 P3 593 478 382 466 425 469±79.0 1 K(+) 436 520 413 434 369 434±54.9 2

(8)

Nilai yang didapati pada uji normalitas dan

homogenitas memenuhi persyaratan untuk

melakukan uji one way Anova, sehingga

dilanjutkan dengan uji Anova dan didapati

nilai p=0.000 (p<0.05), yang artinya

terdapat perbedaan bermakna pada paling

tidak dua kelompok perlakuan. Dengan

dilakukannya uji statistik diketahui bahwa

terdapat pengaruh pemberian vitamin C

terhadap jumlah sel Leydig secara

signifikan (p<0.05).

Gambar 1. Gambaran Sel Leydig

Analisis data dilanjutkan dengan

menggunakan uji post hoc LSD (Least

Significant Difference) untuk menilai

perbedaan masing-masing kelompok.

Jumlah sel Leydig tertinggi didapatkan

oleh kelompok P3 (469±79.01), tidak

berbeda nyata dengan K(+), tetapi berbeda

nyata dengan kelompok K(-), P1, dan P2.

Hal ini dapat diakibatkan oleh pengaruh

vitamin C yang menghambat efek oksidan

(radikal bebas) dari MSG,

mempertahankan kelangsungan hidup sel

Leydig, sekaligus meningkatkan

pembentukan sel Leydig pada testis mencit

penelitian. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Siregar

(2009) bahwa pemberian vitamin C dengan

dosis 0.2 mg/grBB mampu meningkatkan

jumlah sel Leydig yang sebelumnya telah

diberikan monosodium glutamat.

Jumlah sel Leydig terendah didapatkan

pada kelompok K(-) (248±81.42), tidak

berbeda nyata dengan kelompok P1 dan

P2, namun berbeda nyata dengan

kelompok K(+) dan P3. Hal ini dapat

disebabkan oleh efek radikal bebas yang

dihasilkan oleh monosodium glutamat

yang diberikan kepada mencit. Radikal

bebas dapat merusak membran sel melalui

(9)

membran sel, dimana membran sel terdiri

dari lipid belayer yang merupakan struktur

pembangun sel. Peningkatan peroksidasi

lipid di membran dapat mengakibatkan

terjadinya gangguan gangguan transport

ion-ion esensial dari dan dalam sel,

sehingga pada akhirnya dapat

menimbulkan kematian pada sel (Herlina,

2011). Akibat kematian sel tersebut

mengakibatkan penurunan jumlah sel

Leydig pada mencit penelitian.

Diameter Tubulus Seminiferus

Pengukuran diameter dilakukan dengan

cara mengukur jarak terpanjang dan jarak

terpendek dari tubulus seminiferus yang

bentuknya bulat atau dianggap bulat

kemudian dirata-ratakan. Jumlah tubulus

yang diukur adalah 10 tubulus dari

tiap-tiap kelompok perlakuan. Kemudian data

diolah secara statistik dan didapati hasil

sebagai berikut:

Tabel 3. Rerata diameter dan standar deviasi diameter tubulus seminiferus (µm) pada kelompok kontrol dan perlakuan

Kelompo k Perlakua

n

Pengulangan Mencit Mean±S D 1 2 3 4 5 K(-) 55.10 56.27 55.43 55.80 55.10 55.54±0. 44 P1 51.70 59.40 65.63 53.13 66.80 59.33±6. 93 P2 71.47 65.43 60.83 64.20 71.13 66.61±4.60 P3 64.50 63.20 61.07 63.90 71.33 64.80±3. 87 K(+) 63.27 64.27 64.03 63.70 65.03 64.06±0. 66

Hasil rata-rata diameter tubulus

seminiferus yang didapatkan dari hasil

pengukuran diuji normalitasnya dengan uji

Saphiro-Wilk dan didapatkan data

terdistribusi normal (p>0.05). Selanjutnya

data diuji untuk melihat variansinya,

didapatkan variansi data tidak sama

(homogen) dengan nilai sebesar p=0.002

(p<0.05), sehingga tidak dapat dialakukan

uji one way Anova karena syarat

dilakukannya uji parametrik tersebut ialah

data terdistribusi normal dan variannya

sama (homogen).

Dikarenakan data tidak sama, maka data

ditransformasikan dan didapati p=0.001

(10)

homogen, maka uji parametrik tidak dapat

dilakukan tetapi dilanjutkan dengan uji

nonparametrik, yaitu uji Kruskal-Wallis.

Dari uji tersebut didapati p=0.037 (p<0.05)

yang berarti terdapat pengaruh pemberian

vitamin C terhadap jumlah sel Leydig

secara signifikan (P<0.05). Analisis data

diteruskan dengan uji Mann-Whitney untuk

menilai perbandingan masing–masing

kelompok.

Diameter tubulus seminiferus yang paling

besar didapatkan pada P2 kelompok K(-),

tetapi tidak berbeda nyata secara statistik

pada K(+), P1, dan P3 namun berbeda

secara klinis. Hal ini bisa diakibatkan oleh

tidak adanya pengaruh aktivitas

pro-oksidan atau radikal bebas yang

disebabkan oleh monosodium glutamat

yang diberikan, sehingga spermatogenesis

di dalam tubulus seminiferus berjalan

secara normal tanpa adanya pengaruh

buruk dari MSG.

Gambar 2. Gambaran Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus

Jumlah spermatozoa yang terbentuk di

dalam tubulus seminiferus menimbulkan

dorongan yang dapat menimbulkan

bertambahnya diameter tubulus

seminiferus. Selain itu vitamin C yang

diberikan mampu menghambat

pembentukan radikal bebas pada proses

peroksidasi lipid yang terjadi diluar

membran sel, sehingga berhasil

mempertahankan keutuhan membran, baik

membran sel di hipotalamus maupun

membran basalis tubulus seminiferus.

Sehingga tidak terjadi kerusakan pada

membran dan radikal bebas tidak merusak

sel-sel yang ada didalam tubulus

(11)

yang mengakibatkan fungsi hipothalamus–

pituitary–organ target axis tidak terganggu.

Dengan tidak terganggunya fungsi dari

hipothalamus–pituitary–organ target axis

tersebut, maka pembentukan sel

spremapun tidak akan terganggu.

Meningkatnya jumlah sel spermatogenik

mampu meningkatkan perbesaran dari

diameter tubulus seminiferus. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Gulkesen et al.,

(2002), bahwa adanya peningkatan proses

spermatogenesis dapat menimbulkan

peningkatan diameter tubulus seminiferus.

Diameter tubulus seminiferus yang paling

kecil didapatkan pada K(-) (55.54±0.44

µm), berbeda nyata dengan K(+)

(64.06±0.66), P2 (66.61±4.60) , dan P3

(64.80±3.87), tetapi tidak bebeda nyata

dengan P1 (59.33± 6.93). Kemungkinan

hal ini disebabkan oleh pangaruh negatif

dari radikal bebas yang berada dalam

monosodium glutamat. Vitamin C yang

diberikan belum mampu menghambat

pembentukan radikal bebas pada proses

peroksidasi lipid yang terjadi diluar

membran sel, sehingga terjadi kerusakan

membran. Kerusakan membran sel

disebabkan oleh aldehida lemak (radikal

lipid), yang dihasilkan oleh peroksidasi

lipid pada membran. Peroksidasi lipid

sering dimulai pada kandungan lemak

yang terdapat pada membran sel. Hal itu

dikarenakan kandungan lemak pada

membran sel bersifat tidak jenuh sehingga

menjadikan lipid membran lebih sering

terikat oleh radikal bebas dan membentuk

peroksidasi lipid (Robbins dkk, 2007).

Selain itu monosodium glutamat

merupakan senyawa yang dapat

menumpuk di jaringan testis dan

menimbulkan stress oksidatif. Terjadinya

stress oksidatif pada jaringan testis

menyebabkan vitamin C yang berada di

dalam jaringan testis bekerja dengan

menetralisir senyawa-senyawa radikal

bebas yang dihasilkan oleh MSG.

(12)

secara terus menerus akan menurunkan

kadarnya di dalam jaringan testis.

Kadar vitamin C dalam testis yang

berkurang akan berpengaruh terhadap

sintesis kolagen tipe 1 dan 4 yang

merupakan jaringan ikat pembentuk

membrana basalis tubulus seminiferus

yang berfungsi sebagai tempat melekatnya

sel sertoli dan spermatogonium. Apabila

integritas dari membrana basalis tubulus

seminiferus terganggu maka dapat

menyebabkan kesulitan bagi sel sertoli

untuk melekat dengan baik yang kemudian

akan berpengaruh juga terhadap fungsi

sertoli itu sendiri yang sangat berperan

pada proses spermatogenesis.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa

Vitamin C yang diberikan dengan dosis

0.07 mg/grBB; 0.2 mg/grBB; dan 0.6

mg/grBB memiliki pengaruh terhadap

berat testis, jumlah sel Leydig, dan

diameter tubulus seminiferus mencit (Mus

musculus L) jantan dewasa yang diinduksi

monosodium glutamat.

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, A; Prabakaran, A; Said, T.M. 2005. Oxidative Stress And Antioxidants In Male Infertility A Difficult Balance. Iranian Journal Of

Reproductive Medicine, 3(1): 1-8.

Ahluwalia, P., K. & Choudhary, P. 19996. Studies on the effects of

Monosodium Glutamat (MSG) on Oxidative Stress in Erythrocytes of Adult Male Mice. Toxicol Lett. 84: 161-165.

Akmal, M., Qadri, J.Q. Al-Waili, N.S., Thangal, S., Haq, A. & Saluum, K. Y. 2006. Improvement in Human Semen Quality After Oral

Supplementation of Vitamin C. J

Med Food. 9, 440-2.

Camihort G. Dumm CG, Luna G. Ferese C, Jurad S, Moreno G. 2005. Relationship

Between Pituitary and Adipose Tissue After Hypthalmic Denervatin in Female Rat. Cell Tissue Organs.

179: 192-201.

Fauzi, T.M. 2008. Pengaruh Pemberian

Timbal Asetat Dan Vitamin C Terhadap Peroksidasi Lipid Dan Kualitas Spermatozoa Di Dalam Sekresi Epididimis Mencit Jantan ( Mus Musculus L.) Pascasarjana,

Thesis, Universitas Sumatera Utara.

FDA. 1995. FDA and Monosodium

Glutamate (MSG).

http://www.fda.gov/opacom/backgro unders/msg.html

(13)

Federer, W. Y. 1963. Experimental

Design, Theory and Application.

New York: Mac. Millan. hal. 544.

Franca, L. R., Suescun, M. O., Miranda, J. R., Giovambatista, A., Perello, M., Spinedi, E. & Calandra. 2006. Testis

Structure And Function In A Non-Genetic Hyperadipose Rat Model At Pra Pubertal And Adult Ages.

Endocrinology, 147, 1556-15563.

Geha, R., Beiser, A., Ren, C., Patterson, R., Greenberger, P., Grammer, L., Ditto, A., Harris, K.., Saughnessy, M., Yarnold, P., Corrent, J. & Saxon, A. 2000. Review of Alleged

Reactionto Monosodium Glutamate and Outcome of a Multicenter Double-Blind Placebo-Controlled Study. The Journal of Nutrition, 130,

1058S-1062S.

Gulkesen KH, Erdogru T, Sargin CF,

Karpuzoglu G. Expression of

extracellular matrix proteins and vimentin in testes of azoospermic man: an immunohistochemical and morphometric study. Asian J Androl

[serial online]. 2002 [ c i t ed 2 0 0 4

Nov 6 ] ; 5 5 - 6 0 .

Herlina, Meriani. 2011. Pengaruh

Pemberian Vitaminj E Terhadap Gambaran Histologis Testis dan Jumlah Sel Sperma Mencit (Mus musculus L) yang Terpapar Tuak..

Lea, M.C., S. C. Becker-Silva, H. Chiarini-Garcia, L. R. França. 2004. Sertoli cell efficiency and daily sperm production in goats (Capra hircus).

Anim. Reprod. v.1, n.1, p.122-128.

Legradi G, Emerson CH, Ahima RS, Rand WM, Flier JS, Lechan RM. 1998. Arcuate Nucleus Ablation Prevents Fasting-Induced Suppression of Pro TRH mRNA in The Hypothalamic

Preventicular Nucleus.

Neuroendocrinology, Vol. 68. 89-97.

Prawirihardjono, W., Dwiprahassto, I., Astuti,I., Hadiwandowo, S., Kristin, E., Muhammad, M., dan Kelly, M. 2000. The Administrtion to

Indonesians of Monosodium L-Glutamate in Indonesiaan Foods: An Assessment of Adverse Reaction in Randomized Double-Blind,

Croosover, Placebo-Controlled Study. Journal of Nutrition, 130, 1074S-1076S.

Robbins SL, Kumar V, Cotran RS. 2007.

Buku Ajar Patologi 7nd Ed. Jakarta:

EGC.

Sand J. 2005. A Short Hitory of MSG Good Science, Bad Science, and Taste Culture. The Journal of

Culture. 38-34.

Siregar, J.H. 2009. Pengaruh Pemberian

Vitamin C Terhadap Jumlah Sel Leydig Dan Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa (Mus Musculus, L.) Yang Dipapari Monosodium Glutamate (MSG), Program Studi

Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Vinodini, N., Nayantara, A., Damodar, G., Ahamed, B.,Ramaswamy, C.,

Shabarinath & Bath, R. 2008. Role Of Ascorbic Acid In Monosodium Glutamate Mediated Effect On Testicular Weight, Sperm

Morphology And Sperm Count, In Rat Testis. Journal of Chinese

Clinical Medicine, Vol. 3. 370-373.

Zahara, Riza. 2011. Pengaruh Pemberian

Vitamin C Terhadap Jumlah Sel Spermatogenik Mencit (Mus musculus L) yang Diinduksi Monosodium Glutamat. Program

Studi Kedokteran Universitas Lampung

Gambar

Gambar 1. Gambaran Sel Leydig
Gambar  2.  Gambaran  Pengukuran  Diameter Tubulus Seminiferus

Referensi

Dokumen terkait

Gagasan Kebangsaan Taufiq Kiemas (TK) tersebut kemudian dikenal dengan istilah Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, yang terdiri dari Pancasila, Undang-Undang

Bahwa dalam rangka pengembangan industri nasional sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, perlu

Dalam hal ini adalah pengaruh pemanfaatan sarana dan prasarana pendidikan (pemanfaatan masjid, alat peraga, media pengajaran) terhadap motivasi belajar siswa MA

Pada variabel motivasi individu dengan tingkat dukungan sosial yang dalam menjaga kesehatan selama kehamilan tinggi memiliki perasaan kuat bahwa individu subjek penelitian

Pembagian tugas dalam pekerjaan bagi para pegawai diperlukan untuk men- dukung proses pelayanan secara bersamaan demi kelancaran proses pelayanan publik yang dilakukan

Untuk itulah, penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan Kecamatan Balaraja sebagai PKWp Kabupaten Tangerang berbasis industri namun tetap mempertahankan sektor

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini menunjukkan adanya perkembangan siswa dalam aspek sikap dan keterampilan melalui kegiatan

Dari hasil identifikasi sistem dihitung nilai kecocokan atau nilai fitness terhadap data keluaran yang sebenarnya untuk menghitungnya dengan mendapatkan nilai RMSE