• Tidak ada hasil yang ditemukan

PETA PANDUAN (Road Map) Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PETA PANDUAN (Road Map) Tahun"

Copied!
242
0
0

Teks penuh

(1)

PETA PANDUAN

(Road Map)

PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS

BASIS INDUSTRI MANUFAKTUR

Tahun 2010 - 2014

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Kabinet Indonesia Bersatu II periode 2010-2014 di bidang perekonomian menargetkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 %, tingkat pengangguran menjadi berkisar 5 - 6%, tingkat kemiskinan diharapkan menjadi 8 -10%, dan diperlukan investasi sekitar Rp. 2.000 triliun tiap tahun. Untuk itu, sektor industri diharapkan menjadi penggerak

utama (prime mover) mampu berkontribusi lebih dari

26% terhadap PDB pada tahun 2014, dan mampu tumbuh minimal 1,5% lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi. Dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai negara industri yang tangguh pada tahun 2025, menghadapi tantangan dan kendala yang ada, serta merevitalisasi industri nasional, maka telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional.

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT telah

tersusun 35 Road Map (peta panduan) pengembangan

klaster industri prioritas untuk periode 5 (lima) tahun ke depan (2010-2014) sebagai penjabaran Perpres 28/2008, yang disajikan dalam 6 (enam) buku, yaitu:

1. Buku I, Kelompok Klaster Industri Basis Industri

Manufaktur (8 Klaster indutri), yaitu: 1) Klaster

Industri Baja, 2) Klaster Industri Semen, 3) Klaster Industri Petrokimia, 4) Klaster Industri Keramik, 5) Klaster Industri Mesin Listrik & Peralatan Listrik, 6) Klaster Industri Mesin Peralatan Umum, 7) Klaster Industri Tekstil dan Produk Tekstil, 8) Klaster Industri Alas Kaki.

(4)

2. Buku II, Kelompok Klaster Industri Berbasis Agro (12 Klaster Industri), yaitu: 1) Klaster Industri Pengolahan Kelapa Sawit, 2) Klaster Industri Karet dan Barang Karet, 3) Klaster Industri Kakao, 4) Klaster Industri Pengolahan Kelapa, 5) Klaster Industri Pengolahan Kopi, 6) Klaster Industri Gula, 7) Klaster Industri Hasil Tembakau, 8) Klaster Industri Pengolahan Buah, 9) Klaster Industri Furniture, 10) Klaster Industri Pengolahan Ikan, 11) Klaster Industri Kertas, 12) Klaster Industri Pengolahan Susu.

3. Buku III, Kelompok Klaster Industri Alat Angkut (4

Klaster Industri), yaitu: 1) Klaster Industri Kendaraan Bermotor, 2) Klaster Industri Perkapalan, 3) Klaster Industri Kedirgantaraan, 4) Klaster Industri Perkeretaapian.

4. Buku IV, Kelompok Klaster Industri Elektronika

dan Telematika (3 Klaster Industri), yaitu: 1) Klaster

Industri Elektronika, 2) Klaster Industri Telekomunikasi, 3) Klaster Industri Komputer dan Peralatannya.

5. Buku V, Kelompok Klaster Industri Penunjang

Industri Kreatif dan Industri Kreatif Tertentu (3

Klaster Industri), yaitu: 1) Klaster Industri Perangkat Lunak dan Konten Multimedia, 2) Klaster Industri Fashion, 3) Klaster Industri Kerajinan dan Barang seni.

6. Buku VI, Kelompok Klaster Industri Kecil dan

Menengah Tertentu (5 Klaster Industri), yaitu: 1)

Klaster Industri Batu Mulia dan Perhiasan, 2) Klaster Industri Garam, 3) Klaster Industri Gerabah dan Keramik Hias, 4) Klaster Industri Minyak Atsiri, 5) Klaster Industri Makanan Ringan.

Diharapkan dengan telah terbitnya 35 Road Map tersebut

pengembangan industri ke depan dapat dilaksanakan secara lebih fokus dan dapat menjadi:

(5)

1. Pedoman operasional Pelaku klaster industri, dan aparatur Pemerintah dalam rangka menunjang secara komplementer dan sinergik untuk suksesnya pelaksanaan program pengembangan industri sesuai dengan bidang tugasnya.

2. Pedoman koordinasi perencanaan kegiatan antar sektor, antar instansi terkait di Pusat dan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota).

3. Informasi dalam menggalang partisipasi dari masyarakat luas untuk berkontribusi secara langsung dalam kegiatan pembangunan industri.

Kepada semua pihak yang berkepentingan dan ikut bertanggung-jawab terhadap kemajuan industri diharapkan dapat mendukung pelaksanaan peta panduan (Road Map) ini secara konsekuen dan konsisten, sesuai dengan peran dan tugasnya masing-masing.

Semoga Allah SWT meridhoi dan mengabulkan cita-cita luhur kita bersama menuju Indonesia yang lebih baik.

Jakarta, November 2009 MENTERI PERINDUSTRIAN RI

(6)
(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii DAFTAR ISI ... vii PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 28 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL ... xi

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI BAJA ... 1 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN

RI NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN

KLASTER INDUSTRI BAJA ... 9 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR : 104/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI SEMEN ... 29 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 104/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN

(8)

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 105/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PETROKIMIA ... 49 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 105/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN

KLASTER INDUSTRI PETROKIMIA ... 57 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR : 106/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI KERAMIK ... 77 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 106/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN

KLASTER INDUSTRI KERAMIK ... 85 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR : 107/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MESIN LISTRIK DAN PERALATAN LISTRIK ... 101 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 107/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MESIN LISTRIK DAN PERALATAN LISTRIK ... 109 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR : 108/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MESIN PERALATAN UMUM ... 131

(9)

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 108/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN

KLASTER INDUSTRI MESIN PERALATAN UMUM ... 139 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR : 109/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL ... 159 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 109/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN

KLASTER INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL ... 167 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR : 110/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI ALAS KAKI ... 189 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 110/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN

(10)
(11)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2008

TENTANG

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. Bahwa pengembangan industri nasional yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri, dan yang memiliki struktur yang sehat dan berkeadilan, berkelanjutan, serta mampu memper-kokoh ketahanan nasional memerlukan sebuah kebijakan industri nasional yang jelas;

b. Bahwa Pasal 19 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengamanatkan pemberian fasilitas bagi penanaman modal yang sesuai dengan kebijakan industri nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah;

(12)

c. Bahwa sehubungan dengan hal-hal se-bagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan kebijakan industri nasional sebagai pedoman dalam pengembangan industri nasional dan sebagai dasar pemberian fasilitas pe-merintah, dengan Peraturan Presiden;

Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984

tentang Perindustrian (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

tentang Sistem Perencanaan Pem-bangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

(13)

5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 7. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005

tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 - 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 11);

8. Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2008;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL.

Pasal 1

(1) Pemerintah menetapkan kebijakan industri nasional.

(14)

(2) Kebijakan industri nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi Bangun Industri Nasional, Strategi Pembangunan Industri Nasional dan Fasilitas Pemerintah.

(3) Kebijakan industri nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termuat dalam Lampiran Peraturan Presiden ini.

Pasal 2

Menteri yang bertugas dan bertanggung-jawab di bidang perindustrian menyusun dan menetapkan peta panduan (Road Map) pengembangan klaster industri prioritas yang mencakup basis industri manufaktur, industri berbasis agro, industri alat angkut, industri elektronika dan telematika, industri penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan menengah tertentu.

Pasal 3

(1) Dalam rangka pengembangan kompe-tensi inti industri daerah yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3):

a. Pemerintah Provinsi menyusun peta

panduan pengembangan industri

unggulan provinsi; dan

(15)

b. Pemerintah Kabupaten/Kota me-nyusun peta panduan pengem-bangan kompetensi inti industri Kabupaten/Kota.

(2) Menteri yang bertugas dan bertang-gungjawab di bidang perindustrian me-netapkan peta panduan pengembangan industri unggulan Provinsi dan peta

panduan pengembangan kompetensi

inti industri Kabupaten/Kota.

Pasal 4

(1) Pemerintah dapat memberikan fasilitas kepada:

a. Industri prioritas tinggi, baik industri prioritas nasional maupun industri prioritas berdasarkan kompetensi inti industri daerah;

b. Industri pionir;

c. Industri yang dibangun di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan atau daerah lain yang dianggap perlu; d. Industri yang melakukan penelitian,

pengembangan dan inovasi; e. Industri yang menunjang

pem-bangunan infrastruktur;

f. Industri yang melakukan alih teknologi;

g. Industri yang menjaga kelestarian lingkungan hidup;

(16)

h. Industri yang melakukan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau koperasi;

i. Industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri; atau

j. Industri yang menyerap banyak tenaga kerja.

(2) Fasilitas yang dimaksud pada ayat (1) berupa insentif fiskal, insentif non-fiskal, dan kemudahan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pemberian fasilitas sebagaimana di-maksud pada ayat (1) ditinjau kembali setiap 2 (dua) tahun, atau setiap waktu apabila dipandang perlu, untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan.

Pasal 5

(1) Permohonan pemberian fasilitas sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diajukan kepada Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi.

(2) Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi:

a. Mengkaji permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

(17)

b. mengevaluasi pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3); serta

c. merekomendasikan pemberian atau pencabutan fasilitas pemerintah kepada Menteri atau pejabat terkait yang berwenang, guna diproses lebih lanjut penetapannya.

(3) Prosedur, mekanisme permohonan dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut oleh Ketua Harian Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi.

Pasal 6

(1) Menteri yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang perindustrian mem-bentuk Tim Teknis yang bertugas meng-kaji, merumuskan dan mengevaluasi:

a. Peta Panduan Pengembangan Klaster Industri Prioritas;

b. Peta Panduan Pengembangan Industri Unggulan Provinsi; dan

c. Peta Panduan Pengembangan Kompe-tensi Inti Industri Kabupaten/Kota. (2) Keanggotaan Tim Teknis sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur instansi pemerintah dan unsur lainnya yang dipandang perlu.

(18)

(3) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Teknis berkonsultasi dengan semua pemangku kepentingan, termasuk dunia usaha.

(4) Tim Teknis mengusulkan hasil kajian, perumusan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri yang bertugas dan bertanggungjawab di bidang perindustrian, untuk mendapat penetapan.

Pasal 7

Kebijakan industri nasional ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun, atau setiap waktu apabila dipandang perlu.

Pasal 8

(1) Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Presiden ini diatur oleh Menteri yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang perindustrian.

(2) Para Menteri lain/pimpinan instansi

terkait melaksanakan

ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini dan peraturan pelaksanaannya, sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing.

(19)

Pasal 9

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Salinan sesuai dengan aslinya Deputi Sekretaris Kabinet

Bidang Hukum,

(20)
(21)

PERATURAN

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009

TENTANG

PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN

KLASTER INDUSTRI BAJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pengembangan industri nasional sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, perlu menetapkan peta panduan (Road Map) pengembangan klaster industri prioritas yang mencakup basis industri manufaktur, industri berbasis agro, industri alat angkut, industri elektronika dan telematika, industri penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan

(22)

b. Bahwa industri baja merupakan salah satu basis industri manufaktur sebagaimana dimaksud pada huruf a maka perlu ditetap-kan peta panduan pengembangan klaster industri baja;

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan se-bagaimana dimaksud huruf a dan huruf b perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Baja;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pem-bangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 3. Undang-Undang Nomor 32 tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indo-nesia Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

(23)

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun

1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3330);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987);

(24)

9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Ber-satu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77/ P Tahun 2007;

10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;

11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Orga-nisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007;

12. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional; 13. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor

01/M-IND/PER/3/ 2005 tentang Organi-sasi dan Tata Kerja Departemen Per-industrian;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI BAJA.

(25)

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Baja Tahun 2010-2014 selanjutnya disebut Peta Panduan adalah dokumen perencanaan nasional yang memuat sasaran, strategi dan kebijakan, serta program/rencana aksi pengembangan klaster industri baja untuk periode 5 (lima) tahun.

2. Industri Baja adalah industri yang terdiri dari:

a. Industri Besi dan Baja Dasar (KBLI-27101);

b. Industri Penggilingan Baja (KBLI-27102);

c. Industri Pipa dan Sambungan Pipa dari Besi dan Baja (KBLI-27103). 3. Pemangku Kepentingan adalah

Peme-rintah Pusat, PemePeme-rintah Daerah, Swasta, Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan serta Lembaga Kemasyarakatan lainnya. 4. Menteri adalah Menteri yang

melaksana-kan sebagian tugas urusan pemerintahan di bidang perindustrian.

(26)

Pasal 2

(1) Peta Panduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

(2) Peta Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:

a. Pedoman operasional Aparatur Peme-rintah dalam rangka menunjang secara komplementer dan sinergik untuk suksesnya pelaksanaan prog-ram pengembangan industri sesuai dengan bidang tugasnya;

b. Pedoman bagi Pelaku klaster industri Baja, baik pengusaha maupun institusi lainnya, khususnya yang memiliki kegiatan usaha di sektor Industri Baja ataupun sektor lain yang terkait;

c. Pedoman koordinasi perencanaan kegiatan antar sektor, antar instansi terkait di Pusat dan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota); dan

d. Informasi untuk menggalang

dukungan sosial-politis maupun kontrol sosial terhadap pelaksanaan kebijakan klaster industri ini, yang pada akhirnya diharapkan untuk mendorong partisipasi dari masyarakat luas untuk berkontribusi secara langsung dalam kegiatan pembangunan industri.

(27)

Pasal 3

(1) Program/rencana aksi pengembangan klaster Industri Baja dilaksanakan sesuai dengan Peta Panduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). (2) Pelaksanaan program/rencana aksi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemangku Kepentingan sebagaimana tercantum dalam Peta Panduan.

Pasal 4

(1) Kementerian Negara/Lembaga membuat laporan kinerja tahunan kepada Menteri atas pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).

(2) Menteri melaporkan hasil pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana di-maksud pada ayat (1) kepada Presiden setiap 1 (satu) tahun selambat-lambatnya pada akhir bulan Februari pada tahun berikutnya.

Pasal 5

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

(28)

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 14 Oktober 2009 MENTERI PERINDUSTRIAN RI

ttd FAHMI IDRIS Salinan sesuai dengan aslinya

Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian Kepala Biro Hukum dan Organisasi

PRAYONO

SALINAN Peraturan Menteri ini disampaikan kepada: 1. Presiden RI;

2. Wakil Presiden RI;

3. Menteri Kabinet Indonesia Bersatu; 4. Gubernur seluruh Indonesia; 5. Bupati/Walikota seluruh Indonesia;

(29)

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009

PETA PANDUAN

PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI BAJA

BAB I PENDAHULUAN

BAB II SASARAN

BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV PROGRAM / RENCANA AKSI

MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd

FAHMI IDRIS Salinan sesuai dengan aslinya

Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian Kepala Biro Hukum dan Organisasi

(30)
(31)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Ruang Lingkup Industri Baja

Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Industri Logam Dasar Besi dan Baja termasuk dalam kode 2710 yang terdiri dari:

• 27101 : Industri besi dan baja dasar (iron and steel making)

• 27102 : Industri penggilingan baja (steel rolling) • 27103 : Industri pipa dan sambungan pipa dari baja

dan besi

B. Pengelompokan Industri Baja

Berdasarkan aliran proses dan hubungan antara bahan baku dan produk, maka struktur industri baja dapat ditunjukkan sebagai pohon industri baja seperti pada Gambar I.1 berikut:

Industri Baja

Bloom Profil Berat

Slab Stainless Steel Pig Iron Scrap Besi Spon Steel/Iron cast Billet Ingot Slab Iron Ore Pellet Besi

Pipa Tanpa Kampuh

PC Wire Mur & Baut

Pipa Las Spiral Paku Wire & Rod

Kawat Las Besi Beton/Profil Shaft Bar Profil Las GI Sheet Tin Plate Coasted Steel, dll

Pipa Las Lurus

Buluh Green Pipe ROD Kawat Bar HRC Plate CRC HRC Stainless Steel CRC Stainless Steel

(32)

Selanjutnya, struktur industri baja nasional tersebut dapat pula dibagi dalam pengelompokan sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1 berikut:

Tabel I.1. Pengelompokan Industri Baja Nasional

Industri Hilir

BjLS PlateTin Galvanizing Profil Las Pipa Baja Shearing/Slitting BatanganBaja Kanal Profil PakuBesi MeshW ire BetonBesi Kawat Beton Kawat Baja Kawat Las Mur & Baut W irePC

Pembuatan Finished Long Product Pembuatan Finished Flat Product

B ijih

B e si Nicke lF e rro S p o nsB e si P ig Iro n S cra p Ing o t S la b B ille t B lo o m HRC /P /S C RC /P /S P e la t B a ja W ire Ro d

Ind ustri Hulu Ind ustri A nta ra 1 Ind ustri A nta ra 2

Pertambangan Peyediaan Bahan Baku Pembuatan Baja Kasar Pembuatan Semi Finished Product

Pengelompokan tersebut diusulkan sebagai bentuk penyederhanaan dalam identifikasi kondisi masing-masing tahapan proses.

1. Kelompok Industri Hulu a. Pertambangan

Meskipun secara proses bukan dianggap sebagai bagian dari industri besi baja dan merupakan

industri pemasok dalam supply chain industri

baja, namun keberadaannya sangat strategis dalam menentukan daya saing industri baja suatu negara. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah pertambangan bijih besi, pasir besi, ferro nikel, batu bara baik untuk bahan energi maupun bahan baku kokas, gas alam, mineral penunjang seperti batu kapur dan dolomit. b. Penyedia Bahan Baku.

Kelompok ini juga sangat strategis dalam menentukan daya saing industri baja suatu

(33)

negara. Kelompok ini terdiri dua jalur proses pembuatan besi (iron making) serta satu industri penyediaan scrap yang merupakan material besi bekas. Sebagaimana dipahami secara umum dalam dunia perbajaan, bahwa terdapat dua jalur utama dalam industri pembuatan besi. Jalur pertama yang mendominasi sebesar 70% dari produksi besi dunia adalah melalui teknologi blast furnace. Melalui proses ini bijih besi direduksi dengan kokas batu bara dalam sebuah tanur tiup yang tinggi. Produk dari proses ini adalah besi cair yang kemudian dapat diproses lebih lanjut dalam tahap steel making atau dapat langsung dicetak sebagaimana dikenal sebagai pig iron.

Jalur lain yang merupakan alternatif industri pembuatan besi adalah jalur pembuatan besi spons. Melalui jalur ini bijih besi dalam bentuk bulk atau pellet direduksi dengan gas pereduksi (yang berasal dari gas alam atau batu bara). Produk dari proses ini dapat berupa besi spons

atau hot briquette iron (HBI), sebagai bahan

baku proses steel making selanjutnya. Jalur ini menguasai sekitar 25 dari produksi besi dunia. Di samping dua jalur utama diatas terdapat pula beberapa teknologi penyedia bahan baku industri baja yang jumlahnya relatif kecil seperti teknologi direct smelting, rotary kiln, dan open heart. 2. Kelompok Industri Antara 1: Pembuatan Baja

Kasar (Crude Steel)

(34)

tahap akhirnya mengubah baja cair menjadi baja padat ini dihasilkan bloom dan billet sebagai bahan baku industri baja pengolahan long product, slab

sebagai bahan baku industri pengolahan flat product

dan ingot sebagai bahan baku industri pembentukan

baja lainnya.

Konsumsi per kapita industri baja suatu negara di-hitung dari jumlah produksi baja kasar ini dibagi dengan jumlah penduduk negara tersebut pada saat itu.

3. Kelompok Industri Antara 2: Pembuatan Baja

Semi Finished Product

Kelompok ketiga ini adalah tahap yang memproses baja kasar menjadi produk semi finished.

Billet dan bloom merupakan bahan baku untuk

pem-buatan produk semi finished wire rod dan green

pipe. Selanjutnya wire rod akan menjadi bahan

baku berbagai industri pengolahan long finished

product seperti paku, baut, mur, kawat las, PC wire.

Sedangkan green pipe akan menjadi bahan baku

industri seamless pipe (OCTG dan Line Pipe) bagi

industri migas.

Sementara semi finished product di jalur flat product

adalah hot rolled coil (HRC), hot rolled plate (HRP)

dan cold rolled coil (CRC). HRC selain merupakan

bahan baku terbesar dari industri pengolahan flat product seperti untuk konstruksi, pipa las spiral dan otomotif. Sementara CRC digunakan sebagai bahan baku industri peralatan rumah tangga, otomotif, pelapisan seng. Pelat baja merupakan semi finished product yang digunakan sebagai bahan baku industri pipa las longitudinal, profil dan perkapalan.

(35)

4. Kelompok Industri Hilir

a. Pembuatan baja finished flat product

Kelompok ini merupakan konsumen terbesar industri baja dunia. Berbagai industri pemakai diantaranya industri konstruksi, otomotif, pipa, profil dan pelapisan. Sebagai media antara bahan baku HRC dan CRC dengan kebutuhan

industri pembuatan finished product, maka

di-masukkan pula dalam kelompok ini industri jasa pemotongan dan pembentukan baja lembaran (shearing/slitting lines).

b. Pembuatan baja finished long product

Kelompok ini merupakan konsumen paling bervariasi dari industri baja. Berbagai industri pemakai diantaranya industri pembuatan baja batangan, profil, baja konstruksi, kawat, paku, mur/baut.

(36)
(37)

BAB II

SASARAN

Sasaran pengembangan jangka menengah antara lain mengembangkan industri pengolahan bahan baku besi baja berbasis sumber daya lokal, mengoptimalkan kapasitas terpasang industri baja kasar (7.4 juta ton) dan berkembangnya produk baja lembaran dan baja batangan untuk kebutuhan industri perkapalan, pipa migas, konstruksi, otomotif, kemasan dan peralatan rumah tangga. Adapun sasaran yang ingin dicapai dalam jangka panjang adalah tumbuhnya industri peleburan baja terintegrasi yang menghasilkan baja khusus berbasis sumber daya lokal.

(38)
(39)

BAB III

STRATEGI DAN KEBIJAKAN

A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Baja Nasional

1. Visi Industri Baja Nasional

Memiliki industri baja modern dan efisien yang berstandar dunia yang memenuhi kebutuhan seluruh produk baja domestik dengan pencapaian konsumsi per kapita dunia.

2. Arah Pengembangan

Memiliki industri baja yang mencapai daya saing global dalam aspek biaya, mutu, dan kemampuan sumber daya manusia dan level teknologi.

Setelah merumuskan gambaran masa depan dan arah pengembangan industri baja nasional, maka langkah selanjutnya adalah pembuatan peta arsitektur strategis sebagai cetak biru rumusan strategi berikut skenarionya untuk mendukung tercapainya visi industri dalam waktu yang telah ditentukan, yaitu 15 tahun.

Gambar III.1 menunjukkan hasil penyusunan peta arsitektur strategik yang dibuat secara skematik sederhana. Simplifikasi peta arsitektur strategik dipilih dan ditetapkan untuk memberi kemudahan dalam mendapatkan pengertian dan ide-ide skenario yang diusulkan.

(40)

a. Bahwa sebagai hasil gambaran masa depan, dicita-citakan terciptanya industri baja nasional pada tahun 2020 yang memiliki daya saing tinggi. b. Indikasi daya saing tersebut dijabarkan dalam

empat indikator pencapaian yaitu: • Kapasitas produksi

• Teknologi, research & development, dan

sumber daya manusia • Supporting

• Pendanaan

c. Untuk mengusahakan jalur pencapaian dilakukan dengan 3 tahap implementasi yang berjangka masing-masing lima tahun.

d. Dalam setiap tahap implementasi kemudian diusulkan berbagai action plan yang menunjang dan mensukseskan setiap jalur pencapaian.

(41)

20 06 -20 10 20 11 -20 15 20 16 -20 20 du st ri B aj a as io na l aa t I ni In du st ri B aj a N as io na l B er da ya S ai ng T in gg i P en in gk at an ut ili si sa si ka pa si ta s In ve st as i S ek to r Y an g B el um A da P em ba ng un an Fa si lit as P ro du ks i B ar u P er ba ik an T ek no lo gi P ro du ks i & P em bi na an M an aj er ia l In te gr as i I nd us tri H ul u da n Pe ni ng ka ta n Ki ne rja P ro du ks i Pe ni ng ka ta n Ka pa sit as & P en ge m ba ng an Pr od uk B ar u Pe ni ng ka ta n Da ya S ai ng P ro du ks i & Pe rtu m bu ha n Be rk el an ju ta n P em en uh an K ap as ita s U nt uk m em en uh i K on su m si p er ka pi ta P en er ap an T ek no lo gi & M an aj em en M od er n da n R & D P en er ap an M an aj em en d an T ek no lo gi R am ah Li ng ku ng an P er ba ik an D at ab as e & M en do ro ng M ek an is m e P as ar K eb ija ka n P as ar da n H ar ga In te gr as i k e In du st ri H ili r In se nt if In ve st as i P en gu sa ha an D an a In ve st as i & S w as ta ni sa si K on so lid as i & R es tru kt ur is as i Fu nd in g S up po rti ng T ek no lo gi ,R & D da n S D M P ro du ct io n C ap ac ity P en ge m ba ng an In du st ri B ah an B ak u Ko ns um si pe r k ap ita : 43 k g Pe na wa ra n : 1 0 ju ta to n pe r t ah un Ko ns um si pe r k ap ita : 56 k g Pe na wa ra n : 1 5 ju ta to n pe r t ah un Ko ns um si pe r k ap ita : 70 k g Pe na wa ra n : 2 0 ju ta to n pe r t ah un

Konsumsi per kapita : 29 kg Penawaran : 6.5 juta ton per tahun

20 06 -20 10 20 11 -20 15 20 16 -20 20 du st ri B aj a as io na l aa t I ni In du st ri B aj a N as io na l B er da ya S ai ng T in gg i P en in gk at an ut ili si sa si ka pa si ta s In ve st as i S ek to r Y an g B el um A da P em ba ng un an Fa si lit as P ro du ks i B ar u P er ba ik an T ek no lo gi P ro du ks i & P em bi na an M an aj er ia l In te gr as i I nd us tri H ul u da n Pe ni ng ka ta n Ki ne rja P ro du ks i Pe ni ng ka ta n Ka pa sit as & P en ge m ba ng an Pr od uk B ar u Pe ni ng ka ta n Da ya S ai ng P ro du ks i & Pe rtu m bu ha n Be rk el an ju ta n P em en uh an K ap as ita s U nt uk m em en uh i K on su m si p er ka pi ta P en er ap an T ek no lo gi & M an aj em en M od er n da n R & D P en er ap an M an aj em en d an T ek no lo gi R am ah Li ng ku ng an P er ba ik an D at ab as e & M en do ro ng M ek an is m e P as ar K eb ija ka n P as ar da n H ar ga In te gr as i k e In du st ri H ili r In se nt if In ve st as i P en gu sa ha an D an a In ve st as i & S w as ta ni sa si K on so lid as i & R es tru kt ur is as i Fu nd in g S up po rti ng T ek no lo gi ,R & D da n S D M P ro du ct io n C ap ac ity P en ge m ba ng an In du st ri B ah an B ak u Ko ns um si pe r k ap ita : 43 k g Pe na wa ra n : 1 0 ju ta to n pe r t ah un Ko ns um si pe r k ap ita : 56 k g Pe na wa ra n : 1 5 ju ta to n pe r t ah un Ko ns um si pe r k ap ita : 70 k g Pe na wa ra n : 2 0 ju ta to n pe r t ah un

Konsumsi per kapita : 29 kg Penawaran : 6.5 juta ton per tahun

(42)

B. Indikator Pencapaian

1. Kapasitas Produksi

Memperhatikan bahwa konsumsi per kapita baja nasional pada tahun 2005 adalah 29 kg yang didapat dari kebutuhan baja sebanyak 6.5 juta ton per tahun yang dikonsumsi oleh 238 juta penduduk Indonesia. Apabila laju pertumbuhan penduduk saat ini pada level 1.5% dijadikan acuan untuk proyeksi 15 tahun mendatang, jumlah penduduk Indonesia pada pada tahu 2020 akan mencapai 300 juta orang.

Apabila konsumsi rata-rata dunia diproyeksi seperti pada level saat ini yaitu 70 kg per kapita, maka kapasitas produksi industri baja nasional harus bisa mencapai 20 juta ton per tahun pada tahun 2020.

Sebagai benchmark, dapat dibandingkan dengan

gambaran masa depan yang diantisipasi oleh India dalam pengembangan industri baja nasionalnya. India memproyeksikan pengembangan industri bajanya dari konsumsi per kapita pada saaat ini sebanyak 30 kg /tahun mencapai level rata-rata dunia pada 170 kg/tahun dalam 15 tahun mendatang. Total konsumsi nasioal pada saat ini sejumlah 36 juta ton per tahun ditingkatkan menjadi 90 juta ton per tahun terutama dengan pertumbuhan kapasitas produksi sebesar 7.3% per tahun menjadi 110 juta ton per tahun dengan memperhatikan pertumbuhan PDB sebesar 7-8% /tahun hingga tahun 2020.

2. Teknologi, R&D dan Sumber Daya Manusia Teknologi menjadi indikator daya saing dari industri baja. Level teknologi sangat menentukan konsumsi energi dan produktifitas dari sebuah pabrik baja.

(43)

Biaya Research & Development juga merupakan salah satu indikasi dari kemajuan industri baja suatu negara. Hal ini dihubungkan dengan pengembangan jenis produk yang dihasilkan baik untuk memproduksi kebutuhan akan produk baru maupun meningkatkan nilai tambah dari produk-produk yang rutin diproduk-produksi.

Akhirnya kemampuan sumber daya manusia me-rupakan indikator bagi produktifitas dan kemampuan manajemen suatu industri baja baik dalam aspek operasional, perawatan maupun pemasaran. 3. Supporting

Kondisi yang kondusif untuk meningkatkan produksi dan konsumsi baja juga merupakan indikator pencapaian daya saing industri baja nasional. Kondisi tersebut dinataranya kebijakan pemerintah di bidang perdagangan, promosi pemakaian baja, serta kebijakan pasar dan harga. Kebijakan lain yang juga strategis adalah hubungan industri baja dengan sektor industri lain terutama industri hilir yang merupakan konsumen industri baja.

4. Pendanaan

Penyediaan dana investasi merupakan indikator lain dalam pencapaian daya saing industri. Ketersediaan dana investasi menjadi prasyarat yang mendorong inisiatif pembangunan industri yang harus dilakukan untuk meningkatkan kapasitas produksi.

Kecenderungan industri baja global juga me-mungkinkan terjadinya proses restrukturisasi dan konsolidasi antar produsen baja baik secara domestik maupun lintas negara. Kondisi yang kondusif harus diusahakan untuk mendukung proses global ini

(44)

mengingat kecenderungan ini sangat potensial dalam menentukan daya saing industri baja di level internasional.

C. Tahapan Implementasi

Secara lengkap, tahapan implementasi yang diusulkan untuk pencapaian industri baja nasional berdaya saing global dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Tahap 1 : Integrasi Industri Hulu dan Peningkatan Kinerja Industri

Tahap pertama dari implementasi (tahun 2006 – 2010) dilakukan untuk dapat mulai menyeimbangkan struktur industri dan perbaikan kinerja industri baja nasional.

Pada tahap ini diharapkan tingkat per kapita baja nasional mencapai 43 kg per tahun dengan tingkat penawaran sebesar 10 juta ton per tahun pada akhir tahun 2010.

Hal ini dilakukan dengan tahap awal pengembangan industri penyedia bahan baku berbasis sumber daya lokal dan melengkapi fasilitas produksi dari sektor-sektor yang belum ada. Secara bersamaan perlu di lakukan peningkatan utilisasi kapasitas dan perbaikan teknologi fasilitas industri yang ada. Pada saat yang sama, perlu dilakukan peningkatan ke-mampuan sumber daya manusia untuk mengimbangi pengembangan industri tersebut. Dalam hal ini, dengan memperhatikan perkembangan industri baja global dan tahap implementasi selanjutnya, perlu dilakukan pembinaan manajemen untuk pengelolaan bisnis berstandar dunia (world class skilled management) khususnya khususnya untuk industri BUMN.

(45)

Di sisi lain, sebagai prasyarat penyuksesan pe-ningkatan konsumsi yang cukup signifikan, maka harus dilakukan dengan memperjelas mekanisme pasar baik pasar domestik maupun pasar impor / ekspor. Ini dilakukan dengan menghilangkan bentuk-bentuk penyimpangan dalam bentuk-bentuk pajak maupun subsidi. Hal ini sangat kritis dilakukan mengingat mulai tahun 2010 telah diberlakukan pula konsensus pasar bebas (APEC dan persiapan WTO).

Untuk menunjang pembangunan, kebijakan dalam penyediaan dana investasi dan kebijakan perdagangan serta promosi juga menjadi faktor kunci keberhasilan usaha implementasi ini.

2. Tahap 2: Peningkatan Kapasitas dan Pengem-bangan Produk Baru

Tahap kedua dari implementasi (tahun 2011–2015) dilakukan dengan pening-katan kapasitas produksi yang baru secara agresif melalui penerapan teknologi yang terkini, yang diimbangi dengan manajemen modern, yang didukung dengan ketersediaan tenaga ahli yang terlatih dan ketersediaan dana investasi yang kompetitif.

Pada tahap ini diharapkan tingkat per kapita baja nasional mencapai 57 kg per tahun dengan tingkat penawaran sebesar 15 juta ton per tahun pada akhir tahun 2015.

Di sisi lain peningkatan kapasitas produksi dan pe-ngembangan produk-produk baru, harus diimbangi pula dengan penciptaan pasar konsumsi yang kondusif dan realisasi pembangunan yang mengkonsumsi baja secara intensif.

(46)

Sebagai alternatif pendanaan investasi, perlu didukung negosiasi dengan sumber-sumber foreign direct investment (FDI) atau swastanisasi industri BUMN untuk mendatangkan modal investasi dari pasar domestik.

3. Tahap 3: Peningkatan Daya Saing Produksi dan Pertumbuhan Berkelanjutan

Tahap akhir dari implementasi pencapaian industri baja nasional berdaya saing global selama 15 tahun mendatang (tahun 2016 – 2020), adalah untuk pencapaian daya saing produksi dan penciptaan kondisi pertumbuhan yang berkelanjutan.

Pada tahap akhir 15 tahun ke depan ini, diharapkan tingkat per kapita baja nasional mencapai 70 kg per tahun dengan tingkat penawaran sebesar 20 juta ton per tahun pada akhir tahun 2020.

Usaha implementasi utamanya adalah dengan me-neruskan program-program pada tahap kedua dengan memperhatikan kecenderungan industri baja global seperti perkembangan teknologi, kecenderungan konsolidasi dan ketatnya proteksi lingkungan.

Implementasinya dilakukan dengan pemenuhan kapa-sitas dan mutu produksi pada level global, penerapan manajemen dan pendekatan teknologi yang ramah lingkungan. Di sisi lain, penciptaan kondisi yang kondusif untuk mengakomodasi kecenderungan global juga perlu diusahakan, diantaranya kecenderungan integrasi dengan industri-industri konsumen di hilir dan kecenderungan konsolidasi dan restrukturisasi yang bersifat domestik maupun lintas negara.

(47)

BAB IV

PROGRAM / RENCANA AKSI

Tabel IV.1. Rencana Aksi Pengembangan Industri Baja Nasional

Lampran Peraturan Menter Perndustran RI Nomor : 0/M-IND/PER/0/00

BAB IV

PROGRAM / RENCANA AKSI

Tabel IV.1. Rencana Aksi Pengembangan Industri Baja Nasional

Indikator Pencapaian

Peningkatan Daya Saing Produksi dan Pertumbuhan Berkelanjutan Peningkatan Kapasitas dan

Pengembangan Produk Baru Integrasi Industri Hulu dan Peningkatan Kinerja

Industri Tahap

Implementasi

Menerapkan manajemen modern yang didukung dengan ketersediaan tenaga ahli yang terlatih Mengembangkan kapasitas produksi yang baru secara agresif melalui penerapan teknologi yang terkini

Mengembangkan produk-produk baru

10 juta ton / tahun 56 kg / kapita / tahun

Tahap 2 (2011 – 2015)

penerapan manajemen dan pendekatan teknologi yang ramah lingkungan Memperbaiki teknologi fasilitas yang ada.

Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia untuk mengimbangi pengembangan industri

Melakukan pembinaan manajemen untuk pengelolaan bisnis berstandar dunia khususnya untuk industri BUMN.

Teknologi, R&D dan SDM

Implementasinya dilakukan dengan pemenuhan kapasitas dan mutu produksi pada level global,. Di sisi lain, Menyeimbangkan struktur industri

Memperbaiki kinerja industri Mengembangkan industri penyedia bahan baku berbasis sumber daya lokal Investasi fasilitas produksi sektor-sektor yang belum ada.

 Meningkatkan utilisasi kapasitas Kapasitas Produksi

10 juta ton / tahun 10 juta ton / tahun

Penawaran 70 kg / kapita / tahun 43 kg / kapita / tahun Indeks Konsumsi Tahap 3 (2016 – 2020) Tahap 1 (2006-2010)

(48)

Lampran Peraturan Menter Perndustran RI Nomor : 0/M-IND/PER/0/00

14

Gambar IV.1. Peran Pemangku Kepentingan Pengembangan Industri Baja Nasional

Mengusahakan ketersediaan dana investasi yang kompetitif

Mendukung negosiasi dengan sumber-sumber foreign direct investment (FDI) sebagai alternatif

Swastanisasi industri BUMN untuk mendatangkan modal investasi dari pasar domestik.

Menciptakan pasar konsumsi yang kondusif dan realisasi pembangunan yang mengkonsumsi baja secara intensif

Tahap 2 (2011 – 2015) Action Plan

kecenderungan konsolidasi dan restrukturisasi yang bersifat domestik maupun lintas negara.

Membuat kebijakan dalam penyediaan dana investasi

Pendanaan

penciptaan kondisi yang kondusif untuk mengakomodasi kecenderungan global juga perlu diusahakan, diantaranya kecenderungan integrasi dengan industri-industri konsumen di hilir dan

Memperjelas mekanisme pasar baik pasar domestik maupun pasar impor / ekspor

Menghilangkan bentuk-bentuk penyimpangan dalam bentuk pajak maupun subsidi (2010 telah diberlakukan pula konsensus pasar bebas APEC dan persiapan WTO).

Meningkatkan kebijakan perdagangan serta promosi Suporting Tahap 3 (2016 – 2020) Tahap 1 (2006-2010) Peningkatan Daya Saing Eksportir Perusahaan Jasa Distribusi Perusahaan Industri Baja Perusahaan Penghasil Bahan Baku & Energi

Perusahaan Penyedia Industri Penunjang, Perusahaan Penyedia Mesin Peralatan, Jasa Transportasi, Jasa Keuangan, Jasa Konsultasi Produsen

Lembaga Litbang

APBEBSI, GABBESI, GAPIPA, GABSI Perguruan Tinggi

Asosiasi & Lembaga Litbang

Pemerintah Daerah

Badan Koordinasi Penanaman Modal Kement. Lingkungan Hidup Kement. Ristek

Dept. Tenaga Kerja danTransmigrasi Dept. Keuangan

Dept. Energi dan Sumber Daya Mineral Dept. Perdagangan

Dept. Perindustrian Pemerintah

Gambar IV.1. Peran Pemangku Kepentingan Pengembangan Industri Baja Nasional

(49)

PERATURAN

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 104/M-IND/PER/10/2009

TENTANG

PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN

KLASTER INDUSTRI SEMEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pengembangan industri nasional sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, perlu menetapkan peta panduan (Road Map) pengembangan klaster industri prioritas yang mencakup basis industri manufaktur, industri berbasis agro, industri alat angkut, industri elektronika dan telematika, industri penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan

(50)

b. Bahwa industri semen merupakan salah satu basis industri manufaktur sebagaimana dimaksud pada huruf a maka perlu ditetapkan peta panduan pengembangan klaster industri semen; c. Bahwa berdasarkan pertimbangan se-bagaimana dimaksud huruf a dan huruf b perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Semen;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pem-bangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

(51)

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lem-baran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun

1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lem-baran Negara Republik Indonesia Nomor 3330);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Peme-rintahan Antara Pemerintah, PemePeme-rintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Re-publik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri (Lem-baran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987);

(52)

9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Ber-satu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77/ P Tahun 2007;

10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;

11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007;

12. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional; 13. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor

01/M-IND/PER/3/ 2005 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perindustrian;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI SEMEN.

(53)

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Semen Tahun 2010-2014 selanjutnya disebut Peta Panduan adalah dokumen perencanaan nasional yang memuat sasaran, strategi dan kebijakan, serta program/rencana aksi pengembangan klaster industri semen untuk periode 5 (lima) tahun.

2. Industri Semen adalah industri yang terdiri dari:

a. Industri Semen (KBLI 26411); b. Industri Kapur (KBLI 26412); c. Industri Gips (KBLI 26413).

3. Pemangku Kepentingan adalah Pe-merintah Pusat, PePe-merintah Daerah, Swasta, Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan serta Lembaga Kemasyarakatan lainnya. 4. Menteri adalah Menteri yang melaksanakan

sebagian tugas urusan pemerintahan di bidang perindustrian.

Pasal 2

(1) Peta Panduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

(54)

(2) Peta Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:

a. Pedoman operasional Aparatur Pe-merintah dalam rangka menunjang secara komplementer dan sinergik untuk suksesnya pelaksanaan program pengembangan industri sesuai dengan bidang tugasnya;

b. Pedoman bagi Pelaku klaster Industri Semen, baik pengusaha maupun institusi lainnya, khususnya yang memiliki kegiatan usaha di sektor Industri Semen ataupun sektor lain yang terkait;

c. Pedoman koordinasi perencanaan kegiatan antar sektor, antar instansi terkait di Pusat dan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota); dan

d. Informasi untuk menggalang

dukungan sosial-politis maupun kontrol sosial terhadap pelaksanaan kebijakan klaster industri ini, yang pada akhirnya diharapkan untuk mendorong partisipasi dari masyarakat luas untuk berkontribusi secara langsung dalam kegiatan pembangunan industri.

Pasal 3

(1) Program/rencana aksi pengembangan klaster Industri Semen dilaksanakan sesuai dengan Peta Panduan sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

(55)

(2) Pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemangku Kepentingan sebagaimana tercantum dalam Peta Panduan.

Pasal 4

(1) Kementerian Negara/Lembaga membuat laporan kinerja tahunan kepada Menteri atas pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).

(2) Menteri melaporkan hasil pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Presiden setiap 1 (satu) tahun selambat-lambatnya pada akhir bulan Februari pada tahun berikutnya.

Pasal 5

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

(56)

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 14 Oktober 2009 MENTERI PERINDUSTRIAN RI

ttd FAHMI IDRIS Salinan sesuai dengan aslinya

Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian Kepala Biro Hukum dan Organisasi

PRAYONO

SALINAN Peraturan Menteri ini disampaikan kepada: 1. Presiden RI;

2. Wakil Presiden RI;

3. Menteri Kabinet Indonesia Bersatu; 4. Gubernur seluruh Indonesia; 5. Bupati/Walikota seluruh Indonesia;

(57)

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 104/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009

PETA PANDUAN

PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI SEMEN

BAB I PENDAHULUAN

BAB II SASARAN

BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV PROGRAM / RENCANA AKSI

MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd

FAHMI IDRIS Salinan sesuai dengan aslinya

Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian Kepala Biro Hukum dan Organisasi

(58)
(59)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Ruang Lingkup Industri Semen

1. Semen merupakan komoditi strategis yang me-manfaatkan potensi sumber daya alam bahan galian non logam berupa batu kapur, tanah liat, pasir besi dan gipsum (diimpor) melalui proses pembakaran

temperatur tinggi (di atas 1.000 0C).

2. Industri semen mempunyai karakteristik : a. Padat modal (capital intensive);

b. Padat energi berupa batubara dalam proses pembakaran dan energi listrik;

c. Bersifat padat (bulky) dalam volume besar

sehingga biaya transportasi tinggi.

3. Produsen semen nasional telah mampu memproduksi 11 jenis semen menurut kegunaannya, namun yang paling banyak digunakan adalah semen Portland (tipe I – V), semen komposit/campur dan semen putih.

4. Hasil produksi diutamakan untuk memenuhi ke-butuhan nasional untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan perumahan, sedangkan ke-lebihan produksi diekspor agar proses produksi berkesinambungan dan silo-silo tidak penuh.

5. Industri semen nasional mempunyai daya saing yang tinggi dan termasuk kelompok komoditi yang diperdagangkan tanpa hambatan tarif (BM = 0%) sesuai dengan kesepakatan perdagangan bebas hambatan (FTA).

(60)

B. Pengelompokan Industri Semen

1. Produsen semen mampu memproduksi berbagai jenis (saat ini ada 11) semen menurut kegunaannya; 2. Tarif Bea Masuk semen sejak tahun 1995 adalah

0% dan mulai tahun 2010 akan menjadi 5%; 3. Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk semen telah

direvisi dan akan dinotifikasikan ke Sekretariat WTO bidang standardisasi untuk diberlakukan secara wajib.

Tabel 1. Tarif Bea Masuk Produk Semen Berdasarkan HS Tahun 2008 HS DESKRIPSI BM PPN (%) SNI 2523.21.00.00 Portlan Putih 0 10 15-0129-2004 2523.29.90.00 Portland Pozoland 0 10 15-0302-2004 2523.29.10.00 Portland Type I – V 0 10 15-2049-2004 2523.29.29.00 Portland Campur 0 10 15-3500-2004 2523.90.00.00 Masonry 0 10 15-3758-2004

2523.29.29.00 Semen Portland Komposit 0 10 15-7064-2004

2523.90.00.00 Oil Well Cement (OWC) 0 10 15.3044-1992

(61)

BAB II

SASARAN

A. Sasaran Jangka Menengah (2010 -2014) 1. Meningkatnya utilitas produksi dari 70% menjadi

80% yang didukung kemampuan produksi berbagai jenis semen dengan spesifikasi khusus;

2. Terpenuhinya kebutuhan semen nasional;

3. Diterapkannya secara wajib SNI No. 35/M-IND/ PER/4/2007 tanggal 31 Agustus 2007 terhadap produk semen.

B. Sasaran Jangka Panjang (2010-2025)

1. Terpenuhinya kebutuhan semen nasional di seluruh pelosok tanah air dengan harga jual yang tidak jauh berbeda di masing-masing daerah;

2. Terjaminnya pasokan energi khususnya batubara untuk periode jangka panjang;

3. Tersedianya tenaga kerja operator pabrik yang kompeten;

4. Makin menguatnya daya saing industri semen; 5. Terwujudnya kemampuan rekayasa dan fabrikasi

(62)
(63)

BAB III

STRATEGI DAN KEBIJAKAN

A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Semen

1. Visi Industri Semen

Menjadikan industri semen nasional berdaya saing tinggi dan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.

2. Arah Pengembangan

Arah pengembangan industri semen adalah me-ningkatkan daya saing melalui efisiensi penggunaan energi dan diversifikasi produk semen.

B. Strategi Kebijakan

1. Memenuhi kebutuhan nasional;

2. Melakukan persebaran pembangunan pabrik semen ke arah luar Pulau Jawa;

3. Meningkatkan daya saing industri semen melalui efisiensi penggunaan energi;

4. Meningkatkan kemampuan kompetensi sumber daya manusia dalam desain dan perekayasaan pengembangan industri semen.

C. Indikator Pencapaian

1. Terpenuhinya kebutuhan nasional pada tingkat harga yang kompetitif;

2. Makin efisiennya penggunaan batubara, listrik dan energi lainnya;

(64)

D. Tahapan Implementasi

1. Langkah-langkah yang telah dilakukan

a. Membuat estimasi kebutuhan semen dalam jangka pendek (2010 – 2014) maupun jangka panjang (2010 – 2025);

b. Meningkatkan daya saing industri semen melalui upaya efisiensi penggunaan energi;

c. Melakukan program Diklat Standar Kompetensi SDM yang dikoordinir oleh ISBI;

d. Menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35/M-IND/PER/4/ 2007 tentang Penerapan SNI Semen secara Wajib.

2. Langkah-langkah yang sedang dan akan dilakukan

a. Membuat estimasi pemenuhan kebutuhan semen dalam jangka pendek (2010–2014) maupun jangka panjang (2010–2025), melalui pembangunan pabrik baru;

b. Terus melakukan upaya peningkatan daya saing terutama pada penggunaan energi dan diversifikasi produk semen;

c. Terus melakukan program Diklat Standar Kompetensi SDM bekerjasama dengan ISBI dan instansi terkait;

d. Menerapkan dan melakukan pengawasan serta pembinaan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Perindustrian Nomo 35/M-IND/PER/4/2007 tentang Penerapan SNI Semen secara Wajib.

(65)

BAB IV

PROGRAM / RENCANA AKSI

A. Program Jangka Menengah (2010 -2014) 1. Meningkatkan kemampuan SDM persemenan melalui

program pendidikan dan pelatihan kompetensi SDM;

2. Meningkatkan penggunaan semen non Portland tipe I melalui kegiatan sosialisasi dan kerjasama dengan pihak REI;

3. Meningkatkan penghematan dalam penggunaan energi melalui:

 Kajian audit energi;

 Peningkatan efisiensi energi panas dari 800 kkal per kg klinker menjadi 760 kkal per kg klinker;

 Penggunaan sumber energi alternatif;

 Penggunaan peralatan tambahan seperti Waste

Heat Recovery Boiler.

B. Program Jangka Panjang (2010-2025)

1. Mengembangkan industri semen di luar Pulau Jawa khususnya Kawasan Timur Indonesia melalui pembangunan unit pengepakan, cement mill sampai pabrik semen secara utuh;

2. Meningkatkan kemampuan SDM dalam rekayasa dan pabrikasi melalui kerjasama dengan Institut Semen Beton Indonesia (ISBI) dalam program diklat dari tingkat operator hingga D3;

(66)

efisiensi energi, melalui program CDM secara ber-kesinambungan;

4. Meningkatkan kerjasama kemitraan antara produsen batubara dan semen;

5. Mendorong pengembangan teknologi yang lebih efisien melalui peningkatan kerjasama dengan NEDO maupun perusahaan permesinan dunia.

(67)

Gambar 1. Kerangka Pengembangan Industri Semen La m p ra n Pe ra tu ra n M en te r P er n du str a n RI No m or : 0 /M -IND/P ER/ 0/ 00 7 st ri In ti st r Se m en In du st ri Pe nd uk un g M es n da n Pe ra la ta n; Ba tu ba ra , Ke rta s Kr af t, G yp su m , Tr an sp or ta s In du st ri Te rk ai t Ba ha n Ba ng un an sa ra n Ja ng ka M en en ga h (2 01 0 20 15 ) Te rp en uh n ya ke bu tu ha n se m en n as o na l; Te rca pa n ya t ng ka t u tl sa s ra ta -ra ta d a ta s 0 p er se n; D te ra pk an nya P er m en pe rn / 0 0 te nt an g SN I se ca ra w aj b se m en ; Pe n ng ka ta n ef s en s pe ng gu na an e ne rg . Sa sa ra n Ja ng ka P an ja ng (2 01 5 20 25 ) . M en gu at nya s tru kt ur n du st r se m en ; . T n gg n ya d aya sa n g n du st r se m en n as on al d p asa r d om est k da n eksp or ; . M ak n ef s en nya p en gg un aa n en er g . St ra te gi kt or : M en du ku ng u pa ya p em en uh an p aso ka n se m en d se lu ru h ta na h a r p ad a tn gka t h ar ga ya ng w aj ar d an te rja ng ka u. kn ol og i : Pe ng em ba ng an te kn ol og p ro se s pr od uk s ya ng e fs en . ko k-Po ko k Re nc an a Ak si J an gk a M en en ga h (2 01 0 20 15 ) M en ja m n p em en uh an ke bu tu ha n na s on al ; M en er ap ka n se ca ra ko ns st en P er m en pe rn n o. / 0 0 t en ta ng S NI W aj b Se m en ; M el aku ka n ke rja sa m a de ng an N ED O d al am p em ba ng ua n W as te H ea t R eco ve ry Po we r G en er at o n d P T. S em en P ad an g; M el aku ka n ko or d na s de ng an P em er n ta h Da er ah d an p ro du se n se m en d al am ra ng ka p en ge m ba ng an n du st r n t d d ae ra h; M em pr om os ka n n ve st as nd ust r se m en d l ua r Ja wa kh usu sn ya P ap ua B ar at . Po ko k-po ko k Re nc an a Ak si J an gk a Pa nj an g (2 01 5 20 25 ) 1. M el an ju tka n pr og ra m e fs e ns d an d ve rs fka s en er g ; 2. M en er ap ka n da n pe ng aw asa n SN I se su a de ng an Pe rm en pe rn no . / 00 ; 3. M en ge m ba ng ka n ko m pe te ns su m be r d aya m an us a b ag nd ust r se m en ; 4. M en ge m ba ng ka n n du st r se m en ya ng b er da ya sa n g tn gg ; 5. M en ge m ba ng ka n b da ng d esa n , re ka ya sa d an f ab rka s p ab rk se m en ya ng h em at e ne rg . Un su r P en un ja ng rio de sa si P em bi na an : Pe ro de 00 – 00 : P en ga m an an ke bu tu ha n se m en n as o na l; Pe ro de 0 0 – 0 : P en ge m ba ng an te kn ol og ya ng m ak n m od er n da n ef s en ; Pe ro de 0 – 0 : P en ge m ba ng an ke m am pu an re ka ya sa d an p er m es na n. sa r : Mem ba ng un d aya sa n g gu na m en gh ad ap p ro du k m po r te ru ta m a se m en d ar C na ; M en n gka tka n akse s & pe ne tra s d p asa r t er ut am a d K aw as an T m ur In do ne s a; SD M : a. M en n gka tka n ke m am pu an ko m pe te ns S DM d b da ng r eka ya sa d an pa br ka s m el al u p en d d ka n da n pe la th an s n gk at h n gg a D ; b. M el aksa na ka n pe la th an s st em m an aj em en m ut u pa da n du st r se m en . In fra st ru kt ur : a. Pe n ng ka ta n pe ra n ltb an g da n pe rg ur ua n tn gg ; b. Pe ng em ba ng an ke m am pu an B al a B esa r S em en ya ng m am pu m el ak uka n de sa n d an re ka ya sa p er al at an se m en . G am ba r 1 . K er an gk a Pe ng em ba ng an In du str i Se m en

(68)

La m p ra n Pe ra tu ra n M en te r P er n du str a n RI No m or : 0 /M -IND/P ER/ 0/ 00 8 G am ba r 2 . K er an gk a Ke te rk ai ta n In du str i Se m en

(69)

PERATURAN

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 105/M-IND/PER/10/2009

TENTANG

PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN

KLASTER INDUSTRI PETROKIMIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pengembangan industri nasional sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, perlu menetapkan peta panduan (Road Map) pengembangan klaster industri prioritas yang mencakup basis industri manufaktur, industri berbasis agro, industri alat angkut, industri elektronika dan telematika, industri penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan

(70)

b. Bahwa industri petrokimia merupakan salah satu basis industri manufaktur sebagaimana dimaksud pada huruf a maka perlu ditetapkan peta panduan pengembangan klaster industri petro-kimia;

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan se-bagaimana dimaksud huruf a dan huruf b perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Petrokimia;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pem-bangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor

Gambar

Tabel I.1. Pengelompokan Industri Baja Nasional
Gambar III.1. Peta Arsitektur Strategik Industri Baja Nasional
Tabel IV.1. Rencana Aksi Pengembangan Industri Baja NasionalLampran Peraturan Menter Perndustran RI
Gambar IV.1. Peran Pemangku Kepentingan Pengembangan  Industri Baja Nasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 28 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 28 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan

28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara telah menyusun dan perlu menetapkan peta panduan pengembangan

bahwa dalam rangka pengembangan kompetensi inti industri daerah sesuai Pasal 3 ayat (1) butir a Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri

bahwa dalam rangka pengembangan kompetensi inti industri daerah sesuai Pasal 3 ayat (1) butir a Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri

Visi pembangunan Industri Nasional sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional adalah Indonesia menjadi

Visi pembangunan Industri Nasional sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional adalah

28 Kebijakan Batubara Nasional 29 Batubara dalam Kebijakan Mineral dan Batubara Nasional 30 Batubara dalam Kebijakan Energi Nasional 38 Batubara dalam Kebijakan Industri 38