• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dimensi fraktal himpunan Julia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dimensi fraktal himpunan Julia."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

vii ABSTRAK

(2)

viii ABSTRACT

(3)

DIMENSI FRAKTAL HIMPUNAN JULIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Matematika

Oleh: Titik Murwani NIM: 063114002

PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

ii

FRACTAL DIMENSION OF JULIA SETS

THESIS

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Sains Degree

In Mathematics

By : Titik Murwani

Student Number: 063114002

MATHEMATICS STUDY PROGRAM MATHEMATICS DEPARTMENT SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Ji ka An da men er i ma Tuhan , An da har us memahami bahwa Di a ada

dal am semua y an g ki t a l akukan .

dal am semua r el asi ,

dal am semua t an t an gan ,

dal am semua r i n t an gan .

Ker j a men j adi sebuah i badah

j i ka di l akukan ber samaNy a di pi ki r an ki t a.

(Vi j ay Eswar an )

Semuan y a kuper sembahakan un t uk Bapak dan Ibu M ar to Wi yon o

(8)
(9)

vii ABSTRAK

(10)

viii ABSTRACT

(11)
(12)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan yang selalu memberikan kasih dan berkat sehingga penulis dapat meneyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains. Penulis menyadari bahwa skripsi tidak akan selesai tanpa dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Drs. Frans Susilo, S.J.,Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah berkenan membimbing, memberikan ilmu, dan perhatiannya kepada penulis selama penulisan skripsi.

2. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah mendukung penulis selama penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si, M.Si selaku Kaprodi Matematika dan

Ibu Maria Vianney Any Herawati, S.Si.,M.Si. selaku Wakaprodi Matematika sekaligus Dosen Pembimbing Akademik angkatan 2006 yang telah berkenan untuk menguji skripsi ini dan selalu memberikan nasehat, saran, dukungan dan ilmu yang sangat berharga kepada penulis.

4. Bapak Herry Pribawanto Suryawan, S.Si.,M.Si yang telah memberikan ide dalam pemilihan topik skripsi ini, atas nasehat, saran, pengalaman, pengetahuan serta atas pinjaman buku-bukunya dan berbagai kesempatan diskusi yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan. 5. Bapak Zaerilus Tukija dan segenap staff sekretariat Fakultas Sains dan

Teknologi yang telah membantu dalam penulis selama menempuh studi. 6. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma dan staf yang telah menyediakan

(13)

xi

7. Orang tuaku, Bapak Darwinto dan Ibu Sri Darmini yang selalu memberikan dukungan, nasehat dan doa dalam segala hal dan menyediakan apa saja yang dibutuhkan.

8. Sahabat-sahabatku, Diyah Sayekti, S.Si., Rochi Ifahyani Siagian, S.Si., Laurencia Rosarianes Yogimurti, Maria Endah Savitri, Marcellina Dewi Abu, Fery Kristianingrum, Metta Diwya Kundalini, dan Sisiria Mardiawati yang selalu menemani dalam suka dan duka dan yang selalu memahami penulis.

9. Teman-teman 2004-2009 yang telah menemani, mendukung dan berbagi banyak pengalaman kepada penulis.

10.Semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh studi dan penuyusunan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Yogyakarta, 24 Januari 2010

Penulis

(14)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INGGRIS ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

HALAMAN ABSTRAK ... vii

HALAMAN ABSTRACT... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 3

D. Tujuan Penulisan ... 4

(15)

xiii

F. Metode Penulisan ... 4

G. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II RUANG METRIK DAN RUANG FRAKTAL ... 6

A. Ruang Metrik... 6

B. Ruang Fraktal ... 26

C. Ukuran Lebesgue ... 28

D. Fungsi Kompleks ... 37

E. Sistem Fungsi Iterasi ... 39

BAB III DIMENSI FRAKTAL ... 43

A. Ukuran Hausdorff ... 43

B. Dimensi Hausdorff ... 51

C. Dimensi Hitung Kotak ... 54

BAB IV DIMENSI FRAKTAL HIMPUNAN JULIA ... 63

A. Himpunan Julia ... 63

B. Penghitungan Dimensi Fraktal Himpunan Julia ... 68

BAB V PENUTUP ... 73

5.1 Kesimpulan ... 73

5.2 Saran ... 74

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Fraktal adalah cabang baru dalam matematika dan seni. Orang semakin mengenali fraktal karena gambar–gambar yang dihasilkan menarik. Sistem–sistem fisika dan benda–benda kreatifitas manusia bukanlah bentuk–bentuk geometri yang teratur. Hal yang membuat fraktal semakin menarik adalah kemampuannya dalam mendeskripsikan fenomena-fenomena alam seperti garis pantai, gunung, kehidupan organisme dalam persamaan matematika.

Fraktal bisa dihasilkan dengan cara mengulang suatu pola sehingga memi-liki struktur yang serupa dengan bentuk semula untuk tiap bagiannya. Pengulang-an pola–pola tersebut menyebabkPengulang-an suatu fraktal dapat memiliki detil tak hingga. Geometri fraktal mampu mendeskripsikan bentuk–bentuk yang tak hingga ba-nyaknya.

Meskipun fraktal sangat berkaitan dengan teknologi komputer, tetapi frak-tal ditemukan sebelum teknologi komputer berkembang. Benoit Mandelbrot ada-lah orang yang pertama kali mengenalkan istiada-lah fraktal pada tahun 1982 dalam bukunya yang berjudul “ The Fractal Geometry of Nature ”. Kata fraktal berasal dari kata fractus ( Bahasa Latin ) yang berarti patah, rusak atau tidak teratur. Se-belum istilah fraktal digunakan, benda–benda yang tidak teratur disebut kurva monster.

Dua sifat penting yang dimiliki fraktal adalah sifat self–similarity ( kese-bangunan diri ) dan dimensinya yang tidak bulat. Sifat self–similarity dapat terli-hat jelas pada pohon pakis. Setiap bagian dari pohon pakis itu memiliki bentuk yang serupa dengan bentuk awalnya atau bentuk utuhnya.

(17)

dimen-sinya tidak bulat, sehingga konsep fraktal tidak dapat dijelaskan dengan konsep geometri klasik (Geometri Euclid).

Bilangan yang digunakan untuk membandingkan fraktal yang satu dengan yang lain disebut dimensi fraktal. Secara intuitif, gagasan mengenai dimensi me-ngarah pada bilangan bulat seperti pada objek geometri pada umumnya, namun gagasan tersebut dipatahkan oleh Hausdorff dan Besicovitch. Konsep mengenai dimensi yang takbulat ini pertama kali dikenalkan oleh Felix Hausdorff dan Ab-ram Samoilovitch Besicovitch pada tahun 1918, dan kemudian dimensi ini disebut dimensi Hausdorff- Besicovitch, atau dimensi Hausdorff. Dimensi Hausdorff dari himpunan sangat bergantung pada ukuran Hausdorff berdimensi dari himpu-nan , yaitu ( ), dengan adalah bilangan real positif, yaitu

( ) = inf{ : ( ) = 0} = sup{ : ( ) = },

dengan ℋ ( ) = lim inf{∑ | | : { } adalah selimut- dari }.

Metode lain yang sering digunakan untuk mencari dimensi fraktal dari suatu himpunan adalah dimensi hitung kotak atau dimensi Minkowski–Bouligand. Untuk menghitung dimensi hitung kotak dari suatu himpunan, misal himpunan , himpunan tersebut diselimuti oleh jaring-jaring kemudian dihitung banyaknya jaring yang menyelimuti . Gagasan mendasar dari dimensi ini adalah menghitung berapa banyak perubahan yang terjadi bila ukuran dari jaring tersebut diubah. Dimensi hitung kotak bergantung pada konsep lim inf dan lim sup. Misalkan ( , ) adalah jumlah minimum dari jaring-jaring bersisi yang menyelimuti . Dimensi hitung kotak bawah dari dihitung dengan rumus

dim = li m

→ i nf

log ( )

−log

dan dimensi hitung kotak atas dari

dım = lim

→ sup

log ( )

−log .

Jika dim = dım , maka nilainya disebut dimensi hitung kotak .

(18)

yang sangat terkenal, yang tergolong ke dalam fraktal bilangan kompleks. Him-punan Julia ditemukan lebih dulu daripada himHim-punan Mandelbrot. HimHim-punan Julia ditemukan oleh Gaston Maurice Julia, seorang matematikawan Perancis yang ber-profesi sebagai tentara.

Himpunan Julia dibangun dari pemetaan fungsi teriterasi : ℂ → ℂ yang didefinisikan dengan = + , dengan adalah bilangan kompleks. Barisan bilangan kompleks , ( ) , ( ) , …, ( ) , … yang terbentuk disebut orbit dari titik ℂ terhadap pemetaan fungsi kompleks . Barisan bilangan kompleks dari dikatakan terbatas jika terdapat bilangan positif sedemikian sehingga

| ( ) | < untuk semua bilangan bulat positif . Himpunan semua titik yang orbitnya terhadap pemetaan yang terbatas disebut himpunan Julia penuh, dan dinotasikan dengan ( ). Batas dari himpunan Julia penuh tersebut yang ke-mudian disebut himpunan Julia dan dinotasikan dengan ( ) .

Dimensi himpunan Julia dihitung dengan menggunakan sifat invarian ter-hadap suatu pemetaan kontraksi :ℝ → ℝ , = 1, 2, … di ruang metrik ( , )

dengan adalah konstanta kontraksi untuk . Himpunan Julia bersifat invarian terhadap sehingga dim ( ) = ( ) = untuk tertentu dan dengan memenuhi ∑ = 1.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan dimensi fraktal?

2. Bagaimana menghitung dimensi hitung kotak dan dimensi Hausdorff ? 3. Bagaimana menghitung dimensi fraktal pada himpunan Julia?

C. PEMBATASAN MASALAH

(19)

D. TUJUAN PENULISAN

Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk mempelajari dimensi fraktal, khu-susnya dimensi Hausdorff dan dimensi hitung kotak pada himpunan Julia.

E. MANFAAT PENULISAN

Manfaat yang akan diperoleh setelah mempelajari topik ini adalah dapat memahami dimensi fraktal dan mengetahui langkah penghitungan dimensi Haus-dorff dan dimensi hitung kotak pada himpunan Julia.

F. METODE PENULISAN

Metode yang digunakan penulis adalah metode studi pustaka, yaitu dengan mempelajari buku-buku dan karangan-karangan yang berkaitan dengan topik skripsi ini, sehingga tidak ada hal-hal baru.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Pembatasan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Manfaat Penulisan F. Metode Penulisan G. Sistematika Penulisan

BAB II. RUANG METRIK DAN RUANG FRAKTAL A. Ruang Metrik

(20)

BAB III. DIMENSI FRAKTAL A. Ukuran Hausdorff B. Dimensi Hausdorff C. Dimensi Hitung Kotak

BAB IV. DIMENSI FRAKTAL HIMPUNAN JULIA. A. Himpunan Julia

B. Penghitungan Dimensi Fraktal Himpunan Julia BAB V. PENUTUP

(21)

BAB II

RUANG METRIK DAN RUANG FRAKTAL

Dalam bab ini dibahas tentang pengertian-pengertian dasar yang akan diguna-kan dalam pembahasan selanjutnya, antara lain: ruang metrik, ruang fraktal, ukuran Lebesgue, fungsi kompleks dan sistem fungsi iterasi.

A. Ruang Metrik

Konsep jarak memiliki peran penting untuk mendefinisikan kekonvergenan, ke-kontinuan, dan keterdiferensialan suatu fungsi. Jarak dari titik ke titik , ditulis

( , ), adalah sebuah bilangan real positif. Ruang metrik merupakan himpunan yang dilengkapi dengan konsep jarak antara dua titik. Konsep ruang metrik diformulasikan oleh M. Frechet pada tahun 1906. Pada bagian ini akan dibahas konsep-konsep him-punan terbuka, himhim-punan tertutup, kekonvergenan, kekontinuan, dan kekompakan dalam ruang metrik.

Definisi 2.1.1

Misalkan adalah suatu himpunan takkosong. Metrik pada adalah fungsi bernilai real : × → ℝ yang memenuhi sifat-sifat berikut ini:

1. ( , ) ≥ 0,∀ , .

2. ( , ) = 0↔ = ,∀ , . 3. ( , ) = ( , ) ,∀ , (Simetri).

4. ( , ) ≤ ( , ) + ( , ) ,∀ , , (Ketaksamaan segitiga).

(22)

Contoh 2.1.1

Akan dibuktikan bahwa fungsi : ℝ × ℝ → ℝ didefinisikan sebagai berikut: ( , ) = | − |

merupakan metrik pada himpunan dari semua bilangan real ℝ. Penyelesaian:

Untuk menunjukkan bahwa ( , ) merupakan metrik pada himpunan ℝ cukup dibuktikan bahwa ( , ) memenuhi sifat-sifat pada Definisi 2.1.1.

(1) Nilai mutlak suatu bilangan real selalu bernilai taknegatif, yaitu ( , ) = | − | ≥0,∀ , ℝ.

(2) ( , ) = 0,∀ , ℝ ⇔ | − | = 0,∀ , ℝ ⇔ − = 0,∀ , ℝ ⇔ = ,∀ , ℝ (3) ( , ) = | − |,∀ , ℝ

= |− + |,∀ , ℝ = | − |,∀ , ℝ = ( , ) ,∀ , ℝ (4) ( , ) = | − |,∀ , ℝ

= | − + − |,∀ , , ℝ ≤ | − | + | − |,∀ , , ℝ ≤ ( , ) + ( , ) ,∀ , , ℝ

Dari (1), (2), (3), dan (4) disimpulkan bahwa ( , ) merupakan metrik pada himpu-nan ℝ, dan disebut metrik biasa pada ℝ.

Contoh 2.1.2

Misalkan = ℝ , = ( , ) dan = ( , ). Jarak Euclides ( , ) yang diberi-kan oleh

(23)

adalah metrik dan disebut metrik biasa pada ℝ .

Definisi 2.1.2

Misal adalah metrik pada , adalah titik di , dan adalah subhimpunan takko-song dari . Jarak antara titik ∈ dengan subhimpunan didefinisikan:

( , ) = { ( , ) : ∈ }.

Contoh 2.1.3

Misalkan = { ∈ ℝ: 0 < ≤1} dan adalah metrik biasa pada ℝ. Jarak ( 0, ) = { ( 0, ) : 0 < ≤ 1}

( 0, ) = {|0− |: 0 < ≤ 1} ( 0, ) = { : 0 < ≤ 1} = 0

Definisi 2.1.3

Misal adalah metrik pada , dan diberikan sebarang dua subhimpunan takkosong dan dari ruang metrik ( , ). Jarak antara dua subhimpunan takkosong dan dari didefinisikan ( , ) = sup{ ( , ) : ∈ }.

Definisi 2.1.4

Misal adalah metrik pada . Diameter dari subhimpunan takkosong dari didefinisikan:

( ) = { ( , ) : , ∈ }.

Bila ( ) < ∞, maka diameter dikatakan berhingga. Bila ( ) = ∞, maka diame-ter dikatakan takhingga. Selanjutnya (∅) didefinisikan sama dengan −∞.

Definisi 2.1.5

(24)

( , ) ≤ ,∀ , ∈ .

Ruang metrik ( , ) dengan metrik terbatas disebut ruang metrik terbatas.

Definisi 2.1.6

Diketahui ( , ) suatu ruang metrik, ∈ dan > 0. Bola terbuka dengan pusat dan jari-jari didefinisikan

( ) = { ∈ : ( , ) < } Himpunan

[ ] = { ∈ : ( , ) ≤ } disebut bola tertutup dengan pusat dan jari-jari .

Berdasarkan dua defnisi di atas, jelas bahwa ( ) ⊂ [ ], untuk setiap ∈ dan > 0. Himpunan kosong dan dapat dipandang berturut-turut sebagai bola dengan jari-jari = 0 dan jari-jari = ∞. Dalam ruang metrik (ℝ, ), bola terbuka ( ) merupakan selang terbuka ( − , + ), sedangkan bola tertutup [ ] merupakan selang tertutup [ − , + ].

Dalam ruang diskret ( , ), bola terbuka ( ) dapat didefinisikan seperti berikut: ( ) = { } jika 0 < ≤1

jika > 1. Dan bola tertutup didefinisikan

[ ] = { } jika 0 < < 1 jik ≥1.

Definisi 2.1.7

Misalkan ( , ) adalah sebuah ruang metrik dan ∈ . Subhimpunan dari di-sebut kitar dari titik jika terdapat sebuah bola terbuka ( ) yang berpusat di dan termuat di , yaitu ( )⊆ untuk suatu > 0.

Contoh 2.1.4

(25)

Misalkan ( ) bola terbuka dan ambil sebarang ∈ ( ). Jika = , maka ∈ ( ) ⊆ ( ), yaitu ( ) kitar dari . Jika ≠ , untuk menunjukkan bahwa ( ) merupakan kitar dari , harus ditunjukkan bahwa terdapat > 0 sedemikian sehingga

( ) ⊆ ( ) .

Diketahui bahwa ∈ ( ), maka ( , ) < . Diambil = − ( , ) > 0. Am-bil sebarang ∈ ( ) , maka ( , ) < , sehingga dengan menggunakan ke-taksa-maan segitiga diperoleh

( , ) ≤ ( , ) + ( , ) < + ( , ) = .

Diperoleh bahwa ( , ) < , berarti ∈ ( ). Jadi ( ) ⊆ ( ), yaitu ( ) kitar dari .

Definisi 2.1.8

Diberikan ( , ) suatu ruang metrik dan subhimpunan takkosong dari . Titik ∈ disebut titik interior dari subhimpunan jika terdapat > 0 sedemikian se-hingga ( ) ⊂ .

Definisi 2.1.9

Subhimpunan di disebut himpunan terbuka jika semua titik dari adalah titik interior. Dengan kata lain, subhimpunan dari suatu ruang metrik ( , ) dikatakan

terbuka di terhadap metrik jika merupakan kitar untuk setiap titiknya, yaitu un-tuk setiap ∈ , terdapat > 0 sedemikian sehingga ( ) ⊂ .

Teorema 2.1.1

Setiap bola terbuka ( ) adalah himpunan terbuka. Bukti:

(26)

, yaitu ( ). Ambil sebarang ∈ ( ), maka ( , ) < . Dengan menggunakan sifat ketaksamaan segitiga diperoleh

( , ) ≤ ( , ) + ( , ) < + ( , ) = .

Jadi ( , ) < , yang menunjukkan bahwa ∈ ( ). Maka ( ) ⊆ ( ) . Ter-bukti bahwa bola terbuka ( ) merupakan himpunan terbuka. ∎

Teorema 2.1.2

Dalam setiap ruang metrik ( , )

(1) Gabungan dari sebarang keluarga dari himpunan-himpunan terbuka adalah ter-buka

(2) Irisan dari keluarga berhingga himpunan-himpunan terbuka adalah terbuka. Bukti:

(1) Diberikan sebarang himpunan dan dengan ∈ adalah keluarga himpunan terbuka. Akan dibuktikan bahwa = ⋃ adalah terbuka. Ambil sebarang ∈ , maka terdapat ∈ sedemikian sehingga ∈ . Himpunan merupakan himpunan terbuka, maka terdapat > 0, sedemikian sehingga ( ) ⊆ . Maka ( )⊆ ⋃ = . Jadi terbukti terbuka.

(2) Diberikan keluarga berhingga himpunan terbuka , , , …, . Akan dibuk-tikan = ⋂ terbuka. Ambil sebarang ∈ , maka ∈ , untuk setiap

(27)

Definisi 2.1.10

Diberikan ( , ) suatu ruang metrik dan subhimpunan takkosong dari . Titik ∈ disebut titik limit dari subhimpunan jika untuk setiap > 0 berlaku ( ) ∩( −{ }) ≠ ∅.

Definisi 2.1.11

Himpunan di disebut himpunan tertutup jika semua titik limitnya adalah anggota dari .

Lema 2.1.1

Misalkan ( , ) ruang metrik. Himpunan kosong ∅ dan adalah himpunan terbuka. Bukti:

Suatu implikasi bernilai benar apabila antesedennya salah. Implikasi “jika ∈ ∅, maka adalah titik interior dari ∅” adalah pernyataan yang benar untuk setiap ∈ . Jadi ∅ adalah himpunan terbuka.

Selanjutnya, ambil sebarang ∈ . Dipilih = 1, maka ( ) ⊆ .

Terbukti terbuka. ∎

Teorema 2.1.3

Himpunan dalam ruang metrik ( , ) adalah tertutup jika dan hanya jika ter-buka.

Bukti:

(28)

Sebaliknya, diberikan himpunan terbuka. Ambil sebarang ∈ dan titik limit . Akan dibuktikan ∈ . Andaikan ∉ , yaitu ∈ , maka ada > 0 sedemi-kian sehingga ( ) ⊆ . Maka ( ) ∩ = ∅. Akibatnya bukan titik limit . Hal ini kontradiksi karena titik limit . Jadi ∈ . Terbukti tertutup. ∎

Teorema 2.1.4

Dalam setiap ruang metrik ( , )

(1) Irisan dari sebarang keluarga himpunan-himpunan tertutup adalah tertutup (2) Gabungan keluarga berhingga himpunan-himpunan tertutup adalah tertutup Bukti:

(1) Misalkan ℱ= { , ∈ Λ} adalah suatu keluarga himpunan tertutup. Dengan hu-kum De Morgan diperoleh

= ∈

.

Menurut Teorema 2.1.3, jika tertutup, maka terbuka. Himpunan ada-lah himpunan terbuka, sehingga menurut Teorema 2.1.2, ⋃ adalah ter-buka. Jadi (⋃ ) = ⋂ adalah tertutup karena komplemen himpunan terbuka adalah himpunan tertutup menurut Teorema 2.1.3.

(2) Diberikan keluarga berhingga himpunan-himpunan tertutup = { , , …, } dan misalkan = ⋃ . Dengan hukum De Morgan diperoleh

= = .

Himpunan adalah himpunan tertutup untuk setiap = 1, 2, 3, …, . Jadi terbuka untuk setiap = 1, 2, 3, …, . Dengan Teorema 2.1.2, maka ⋂ ter-buka. Jadi = ⋂ terbuka. Karena terbuka, maka tertutup.

(29)

Teorema 2.1.5

Setiap bola tertutup adalah himpunan tertutup. Bukti:

Diberikan [ ] sebarang bola tertutup di ruang metrik ( , ). Akan dibuktikan bahwa [ ] terbuka. Ambil sebarang ∈ [ ] , maka ∉ [ ]. Hal ini berarti ( , ) > . Misalkan = ( , ) − > 0. Ambil sebarang ∈ ( ), maka ( , ) < , sehingga

( , ) < ( , ) − < ( , ) − ( , )

< ( , ) + ( , ) − ( , ) < ( , ) .

Karena ( , ) > , maka ∉ [ ], yaitu ∈ [ ] . Jadi ( ) ⊂ [ ] . De-ngan demikian [ ] terbuka. ∎

Definisi 2.1.12

Misal ( , ) adalah ruang metrik dan ⊆ . Penutup dari , ditulis ̅, adalah gabu-ngan dari degabu-ngan himpunan semua titik limitnya. Jadi ̅ = ∪ ′, dengan ′ ada-lah himpunan semua titik limit .

Contoh 2.1.5

Misal (ℚ, ) ruang metrik dengan metrik biasa dan = : ∈ ℕ ⊂ ℚ. Semua titik anggota himpunan bukan titik limit. Satu-satunya titik limit adalah nol. Jadi

= ∪{0}.

Teorema 2.1.6

(30)

(2) Jika ⊆ , maka ̅ ⊆ .

(3) = jika dan hanya jika tertutup.

(4) ̅ adalah irisan dari semua himpunan tertutup yang memuat . (5) ̅ adalah himpunan tertutup terkecil yang memuat .

(6) ∪ = ̅ ∪ . (7) ∩ ⊆ ̅ ∩ . Bukti:

(1) Untuk membuktikan bahwa ̅ tertutup, akan dibuktikan bahwa ̅ terbuka, yaitu untuk setiap ∈ ̅ ada > 0 sedemikian sehingga ( ) ⊆ ̅ . Jika ̅ = ∅, maka ̅ terbuka. Jika ̅ ≠ ∅, ambil sebarang ∈ ̅ , maka ∉ ̅, sehingga ∉ dan ∉ ′. Maka ada > 0 sedemikian sehingga ( ) ∩ = ∅. Ambil sebarang ∈ ( ), maka ( , ) < . Misal = − ( , ). Ambil sebarang

∈ ( ), maka ( , ) < . Dengan ketaksamaan segitiga diperoleh ( , ) ≤ ( , ) + ( , ) < − + =

sehingga ∈ ( ). Jadi ( ) ⊆ ( ). Karena ( ) ∩ = ∅, maka ( )∩ = ∅, yang berarti ∉ dan ∉ ′, yaitu ∉ ̅, sehingga ∈ ̅ . Maka

( ) ⊆ ̅ Jadi ̅ terbuka. Dengan Teorema 2.1.3, terbukti ̅ tertutup.

(2) Ambil sebarang ∈ ̅, maka ( )∩ ≠ ∅,∀ > 0. Karena ⊆ , maka ( ) ∩ ≠ ∅. Jadi ∈ , sehingga terbukti ̅ ⊆ .

(3) Akan dibuktikan jika = ̅, maka tertutup. Dari (1) sudah terbukti bahwa ̅ tertutup. Karena = ̅, jadi tertutup. Berikutnya akan dibuktikan jika tertu-tup, maka = ̅. Untuk membuktikannya akan ditunjukkan bahwa ⊆ ̅ dan

⊇ ̅. Berdasarkan definisi penutup , yaitu ̅= ∪ ′, maka ⊆ ̅.

(31)

(4) Misalkan adalah irisan dari semua himpunan tertutup yang memuat . Jadi merupakan himpunan tertutup dan ⊆ . Dengan menggunakan (2) dan ( 3) diperoleh ̅ ⊆ = karena tertutup. Jadi ̅ ⊆ . Selanjutnya ̅ merupakan himpunan tertutup yang memuat . Himpunan adalah irisan dari semua himpu-nan tertutup yang memuat . Jadi ⊆ ̅. Terbukti = ̅.

(5) Akibat dari bukti (4), maka ̅ ⊆ . Penutup dari merupakan himpunan tertutup yang memuat . Jadi ̅ merupakan himpunan tertutup terkecil yang memuat . (6) Karena ⊆ ∪ dan ⊆ ∪ , maka dengan ( 2) diperoleh ̅ ⊆ ∪ dan

⊆ ∪ . Jadi ̅ ∪ ⊆ ∪ . Kemudian, harus dibuktikan bahwa ∪ ⊆ ̅ ∪ . Diambil sebarang ∈ ∪ . Andaikan ∉ ̅ ∪ . Maka ∉ ̅ dan

∉ , sehingga terdapat bola terbuka ( ) yang tidak memuat titik di , dan terdapat bola terbuka ( ) yang tidak memuat titik di . Misalkan = min { , }. Bola terbuka ( ) tidak memuat titik-titik dari ∪ . Hal ini kontradiksi karena ∈ ∪ . Dengan demikian pengandaian bahwa ∉ ̅ ∪ tidak benar. Jadi ∪ ⊆ ̅ ∪ .

(7) Karena ∩ ⊆ dan ∩ ⊆ , maka dengan ( 2) diperoleh ∩ ⊆ ̅ dan ∩ ⊆ . Jadi ∩ ⊆ ̅ ∩ . ∎

Teorema 2.1.7

Misalkan ( , ) ruang metrik dan ⊂ , maka

̅ = { ∈ : ( )∩ ≠ ∅,∀ > 0} Bukti:

Ambil sebarang ∈ ̅, maka ∈ atau ∈ ′. Jika ∈ , maka jelas bahwa ( ) ∩ ≠ ∅,∀ > 0. Jika ∈ ′, maka ( ) ∩( −{ }) ≠ ∅,∀ > 0, se-hingga ( ) ∩ ≠ ∅,∀ > 0. Terbukti ̅ ⊆{ ∈ : ( )∩ ≠ ∅,∀ > 0}. Selanjutnya, ambil sebarang ∈ sedemikian sehingga ( ) ∩ ≠ ∅,∀ > 0. Misalkan ∉ , maka = −{ }. Diketahui bahwa ( ) ∩ ≠ ∅,∀ > 0, maka

(32)

Terbukti ̅ ⊇{ ∈ : ( )∩ ≠ ∅,∀ > 0}.

Dengan demikian terbukti ̅ = { ∈ : ( ) ∩ ≠ ∅,∀ > 0}. ∎ Definisi 2.1.13

Misalkan ( , ) suatu ruang metrik. Barisan { } di dikatakan konvergen ke suatu titik ∈ jika untuk setiap > 0 terdapat bilangan positif sedemikian sehingga ( , ) < , untuk setiap ≥ . Titik disebut limit barisan { } dan ditulis lim = atau → . Barisan yang tidak konvergen disebut divergen. Dengan perkataan lain, barisan { } di dikatakan konvergen ke suatu titik ∈ jika dan hanya jika untuk sebarang bola terbuka ( ) yang berpusat di terdapat bilangan positif sedemikian sehingga ∈ ( ) untuk semua ≥ .

Teorema 2.1.8

Jika ( , ) adalah suatu ruang metrik, maka setiap barisan di yang konvergen akan konvergen ke satu titik.

Bukti:

Diberikan barisan { } yang konvergen. Andaikan barisan { } konvergen ke titik dan titik yang berbeda. Ambil sebarang > 0, maka ada , ∈ ℕ sedemikian sehingga ( , ) < untuk setiap ≥ dan ( , ) < untuk setiap ≥ . Ambil = max { , }, maka untuk ≥ berlaku

( , ) ≤ ( , ) + ( , ) <

2+ 2 = .

Jadi untuk setiap > 0 berlaku ( , ) < . Ini berarti = . Terbukti bahwa bari-san konvergen ke satu titik. ∎

Definisi 2.1.14

(33)

Teorema 2.1.9

Setiap barisan { } yang konvergen di ruang metrik ( , ) adalah barisan Cauchy. Bukti:

Diberikan ruang metrik ( , ) dan barisan { } di ( , ) yang konvergen ke . De-ngan Definisi 2.1.13 maka untuk setiap > 0 terdapat sedemikian sehingga

( , ) < untuk setiap > . Dengan ketaksamaan segitiga, untuk , ≥ berlaku ( , ) ≤ ( , ) + ( , ) < + = . Jadi { } merupakan barisan Cauchy. ∎

Contoh 2.1. 6

Diberikan barisan { } = di ruang metrik ( , ) dengan = ( 0, 1] pada garis real dan adalah metrik biasa. Tunjukkan bahwa barisan { } merupakan barisan Cauchy yang konvergen ke 0 tetapi 0 ∉ .

Penyelesaian:

Diberikan > 0, terdapat sehingga < . Untuk setiap ≥ dan ≥ dan dimisalkan ≥ berlaku

( , ) = 1,1 = 1− 1 < 1 ≤ 1 < .

Barisan { } merupakan barisan Cauchy yang konvergen ke 0 tetapi 0 ∉ .

Definisi 2.1.15

(34)

Korolari 2.1.1

Jika suatu barisan Cauchy dalam ruang metrik ( , ) memuat subbarisan yang konvergen, maka barisan tersebut konvergen ke limit subbarisannya.

Bukti:

Diberi { } barisan Cauchy di . Maka untuk setiap > 0, terdapat bilangan bulat positif sedemikian sehingga ( , ) < untuk setiap , ≥ . Misalkan adalah subbarisan yang konvergen ke . Karena { } adalah barisan bilangan positif yang bersifat naik, maka , < untuk , ≥ . Diperoleh

( , ) ≤ , + , < , + .

Untuk → ∞, maka , →0, sehingga ( , ) < . ∎

Definisi 2.1.16

Suatu ruang metrik ( , ) dikatakan lengkap jika setiap barisan Cauchy dalam kon-vergen ke suatu titik di .

Contoh 2.1.7

Ruang ℝ dengan metrik biasa merupakan ruang metrik yang lengkap.

Diberikan { } barisan Cauchy di ℝ, maka untuk > 0 terdapat ∈ ℕ sedemikian sehingga | − | < untuk semua , ≥ . Dipilih = , maka terdapat sedemikian sehingga| − | < , untuk semua , ≥ . Misal = . Kemudian dipilih = , maka terdapat > sedemikian sehingga | − | <

, dan misalkan = . Kemudian dipilih = , maka terdapat > sedemi-kian sehingga | − | < dan misalkan = . Langkah di atas terus berlanjut dan diperoleh barisan { } sedemikian sehingga

(35)

| − | = − < , untuk > . ⋮

| − | = − < , untuk > .

Karena − = − + − + − ⋯ − , maka

| − | = | − | <

2 = 2.

Diperoleh | − | < . Jadi { } = konvergen ke . Dengan Korolari 2.1.1, terbukti bahwa { } barisan Cauchy yang konvergen. Maka menurut Definisi 2.1.16, ℝ dengan metrik biasa merupakan ruang metrik lengkap.

Contoh 2.1.8

Himpunan = { ∈ ℝ|0 < ≤ 1} dengan metrik biasa merupakan ruang metrik ti-dak lengkap. Diberikan = . Dalam Contoh 2.1.6 sudah dibuktikan bahwa { } adalah barisan Cauchy yang konvergen ke 0. Ruang metrik tidak lengkap karena terdapat barisan Cauchy di yang tidak konvergen.

Definisi 2.1.17

Misal ( , ) dan ( , ) adalah ruang metrik . Fungsi : → dikatakan kontinu di

∈ jika untuk setiap > 0 terdapat > 0 sedemikian sehingga ( ) , ( ) < untuk setiap yang memenuhi ( , ) < .

Jika kontinu di setiap titik di , maka dikatakan kontinupada .

Contoh 2.1.9

Jika ( , ) dan ( , ) ruang metrik, maka fungsi konstan : → kontinu. Penyelesaian:

(36)

Contoh 2.1.10

Diketahui ruang metrik ℝ dengan metrik biasa. Diberikan fungsi :ℝ → ℝ dengan definisi ( ) = untuk semua ∈ ℝ. Tunjukkan bahwa kontinu.

Penyelesaian:

Diambil sebarang ∈ ℝ. Diberikan > 0, harus dicari > 0 sedemikian sehingga untuk setiap ∈ ℝ yang memenuhi | − | < berlaku | ( )− ( ) | < .

Jika = 1, maka untuk | − | < 1 berlaku

| + | = | − + 2 | ≤| − | + |2 | < 1 + |2 |

Dengan demikian jika dipilih = min 1,

| | , maka untuk yang memenuhi | − | < berlaku

| ( )− ( ) | = | − | = | − || + | < ( 1 + |2 |) ≤

| |( 1 + |2 |) = , untuk = 1 ≤

| | , dan

| ( )− ( ) | = | − | = | − || + | < ( + |2 |) ≤

| |( 1 + |2 |) = , untuk =

| | < 1. Terbukti kontinu di .

Contoh 2.1.11

Diberikan fungsi :ℝ → ℝ yang didefinsikan oleh ( ) = sin

di ruang metrik ℝ dengan metrik biasa. Fungsi merupakan fungsi yang kontinu. Himpunan terbuka ( 0, 2 ) di ℝ dipetakan ke himpunan tertutup [−1,1] di ℝ.

Teorema 2.1.10

(37)

Misalkan kontinu dan adalah sebarang subhimpunan terbuka di . Akan ditunjukkan ( ) = { ∈ : ( ) ∈ } terbuka di . Jika ( ) = ∅, maka ( ) terbuka. Jika ( ) ≠ ∅, ambil sebarang ∈ ( ), maka ( ) ∈ . Diketahui bahwa terbuka, maka terdapat bola terbuka ( ) sedemikian se-hingga ( ) ⊆ . Karena kontinu, maka terdapat bola terbuka ( ) sedemi-kian sehingga ( ) ⊆ ( ) ⊆ . Jadi ( ) ⊆ ( ) sehingga ( ) terbuka.

Berikutnya akan dibuktikan jika ( ) terbuka untuk setiap himpunan terbuka di , maka : → kontinu. Ambil sebarang ∈ dan > 0. Bola ( ) adalah himpunan terbuka di , maka ( ) juga terbuka.

Karena ∈ ( ) , maka terdapat > 0 sedemikian sehingga ( ) ⊆ ( ) . Jadi ( ) ⊆ ( ) . Terbukti bahwa kontinu di setiap titik

dari . ∎

Teorema 2.1.11

Diketahui ( , ) dan ( , ) ruang metrik. Fungsi : → kontinu jika dan hanya jika untuk setiap subhimpunan tertutup di , ( ) tertutup di .

Bukti:

Diberikan : → kontinu dan himpunan tertutup di . Karena tertutup, maka terbuka sehingga ( ) terbuka. Karena ( ) = ( ) terbuka, maka

( ) tertutup. Jadi terbukti bahwa ( ) tertutup di .

(38)

Definisi 2.1.18

Misalkan ( , ) dan ( , ) adalah dua ruang metrik. Fungsi : → dikatakan

kontinu seragam jika untuk setiap > 0 ada > 0 sedemikian sehingga ( ) , ( ) < untuk setiap , ∈ yang memenuhi ( , ) < .

Contoh 2.1.12

Fungsi : ( 0, 1) → ℝ yang didefinisikan oleh ( ) = tidak kontinu seragam. Ambil = dan sebarang > 0. Dipilih = dan = di mana < . Maka

( , ) = | − | = 1− 1 + 1

= 1 ( + 1) <

1 <

tetapi ( ) , ( ) = | −( + 1) | = 1 > .

Contoh 2.1.13

Fungsi : [ 0, 1] → ℝ yang didefinisikan oleh ( ) = merupakan fungsi yang kon-tinu seragam. Diberikan > 0 dan dipilih = . Untuk sebarang , ∈[ 0, 1] yang memenuhi | − | < , berlaku

| ( )− ( ) | = | − | = | + || − | ≤ 2| − | < . Terbukti bahwa fungsi kontinu seragam pada interval [ 0, 1].

Definisi 2.1.19

Misal ( , ) adalah ruang metrik. Keluarga subhimpunan = { : ∈ } di di-sebut selimut dari subhimpunan di jika ⊆ ⋃ .

(39)

Jika ℋ merupakan selimut terbuka dari dan ℋ ⊂ , maka ℋ disebut subselimut terbuka dari .

Definisi 2.1.20

Subhimpunan dari ruang metrik ( , ) dikatakan kompak jika setiap selimut buka dari memuat subselimut berhingga, yaitu untuk setiap keluarga himpunan ter-buka = { : ∈ } dengan ⊆ ⋃ , terdapat subkeluarga berhingga

, , , …, sedemikian sehingga ⊆ ⋃ .

Contoh 2.1.14

Ruang metrik ( , ) dengan himpunan berhingga adalah himpunan kompak.

Misalkan = { , , …, }, dan = { : ∈ } selimut terbuka untuk , yaitu ⊆ ⋃ ∈ . Untuk , ada ∈ sedemikian sehingga ∈ , untuk ada

∈ sedemikian sehingga ∈ , dan seterusnya, untuk ada ∈ sedemi-kian sehingga ∈ . Diperoleh ℋ = , , , …, adalah subkeluarga berhingga dari yang merupakan subselimut dari , maka memuat subselimut ber-hingga ℋ. Jadi kompak.

Teorema 2.1.12

Setiap subhimpunan tertutup dari ruang metrik yang kompak merupakan himpunan yang kompak.

Bukti:

Misalkan ( , ) ruang metrik yang kompak, dan adalah sebarang subhimpunan takkosong dan tertutup dari . Akan ditunjukkan bahwa kompak.

Misalkan = { : ∈ } keluarga himpunan-himpunan terbuka di dan ⊆ ⋃ ∈ . Jika = (⋃ ∈ ) ∪ , maka selimut terbuka dari . Diketahui

(40)

Contoh 2.1.15

Ruang metrik ℝ dengan metrik biasa bukan merupakan ruang yang kompak. Selimut terbuka – , : ∈ ℕ dengan ⋃ (− , ) = ℝ tidak memiliki subselimut ber-hingga. Jadi ℝ tidak kompak.

Definisi 2.1.21

Himpunan dikatakan terbatas jika terdapa bilangan > 0 sedemikian sehingga untuk setiap , ∈ berlaku ( , ) < .

Teorema 2.1.13

Setiap subhimpunan yang kompak di ruang metrik ( , ) adalah himpunan yang tertutup dan terbatas.

Bukti :

Diketahui subhimpunan yang kompak. Untuk membuktikan bahwa tertutup, akan dibuktikan terbuka. Diambil sebarang ∈ dan ∈ . Misal = ( , ) > 0 sehingga dapat dibuat bola terbuka ( ) dan ( ) sedemikian sehingga

( ) ( ) ∩ ( ) = ∅. Koleksi = ( ) : ∈ merupakan selimut terbuka dari , yaitu ⊆ ⋃ ( ). Diketahui bahwa kompak, maka ada , , , …, sedemikian sehingga ⊆ ⋃ ( ). Misal = ⋂ ( ). Dengan Teorema 2.1.2 (2), yaitu irisan dari keluarga berhingga himpunan terbuka adalah terbuka, maka merupakan himpunan yang terbuka yang memuat . Karena

( ) ∩ ( ) = ∅,∀ = 1,2,3, … , maka

( ) ∩ ⋂ ( ) = ( )∩ = ∅. Sehingga ⋃ ( )∩ = ∅.

(41)

⋃ ∈ , maka dengan Teorema 2.1.2 (1) terbuka. Dengan Teorema 2.1.3

ter-bukti bahwa tertutup.

Selanjutnya akan dibuktikan bahwa adalah himpunan terbatas. Misalkan { ( ) } adalah selimut dari , yaitu ⊆ ⋃ ( ). Karena kompak, maka terdapat

, , , …, sedemikian sehingga ⊆ ⋃ ( ). Misalkan

= max , , 1 ≤ < ≤ . Ambil sebarang , ∈ , maka ada dan sedemikian sehingga ∈ ( ) dan ∈ . Dengan ketaksamaan segitiga diperoleh

( , ) ≤ ( , ) + , + , ≤ 1 + + 1 = 2 + .

Terbukti bahwa terbatas. ∎

B. Ruang Fraktal

Diberikan ( , ) adalah ruang metrik lengkap. Misalkan ℋ( ) adalah keluarga subhimpunan takkosong yang kompak dari , yaitu

ℋ( ) = { : ⊂ , ≠ ∅, kompak}. Definisi 2.2.1

Misal ( , ) adalah ruang metrik lengkap. Jarak Hausdorff antara dan di ℋ( ) adalah

ℎ( , ) = max{ ( , ) , ( , ) }.

Teorema 2.2.1

ℎadalah sebuah metrik pada ℋ( ). Bukti:

Untuk menunjukkan bahwa ℎ adalah metrik, maka harus dibuktikan bahwa ℎ meme-nuhi sifat-sifat metrik.

(1) ℎ( , ) = max { ( , ) , ( , ) }. Jika ℎ( , ) = ( , ), maka ℎ( , ) = ( , ) = sup{ ( , ) : ∈ }

(42)

karena adalah sebuah metrik, sehingga ( , ) ≥0. Jika ℎ( , ) = ( , ), maka

ℎ( , ) = ( , ) = sup{ ( , ) : ∈ }

= sup inf{ ( , ) : ∈ } : ∈ ≥ 0,

karena adalah sebuah metrik, sehingga ( , ) ≥0.

(2) Jika = , maka untuk ∀ ∈ memenuhi ( , ) = 0 dan ∀ ∈ memenuhi ( , ) = 0. Dengan Definisi 2.2.1, maka

ℎ( , ) = max{ ( , ) , ( , ) }

= max sup{ ( , ) : ∈ }, sup{ ( , ) : ∈ }

= 0

Selanjutnya, jika ℎ( , ) = 0, maka max{ ( , ) , ( , ) } = 0 sehingga ( , ) = 0 dan ( , ) = 0. Karena ( , ) = 0, maka sup { ( , ) : ∈ } = 0 sehingga ∀ ∈ berlaku inf{ ( , ) : ∈ } = 0. Ambil sebarang ∈ , maka inf{ ( , ) : ∈ } = 0. Jadi terdapat ∈ sedemikian sehingga

( , ) = 0, yaitu = . Jadi ∈ , maka ⊆ .

Begitu juga untuk ( , ) = 0. Karena ( , ) = 0, maka sup { ( , ) : ∈ } = 0 sehingga ∀ ∈ berlaku inf{ ( , ) : ∈ } = 0. Ambil sebarang ∈ , maka inf{ ( , ) : ∈ } = 0. Jadi terdapat ∈ sedemikian sehingga ( , ) = 0, yaitu = Jadi ∈ , maka ⊆ . Terbukti jika ℎ( , ) = 0, maka = . Dengan demikian terbukti bahwa ℎ( , ) = 0 jika dan hanya jika

= .

(3) ℎ( , ) = max { ( , ) , ( , ) } = max { ( , ) , ( , ) } = ℎ( , ). (4) ℎ( , ) = max { ( , ) , ( , ) }

(43)

Dari ( 1) , ( 2) , ( 3) dan ( 4) terbukti bahwa ℎ adalah metrik pada ℋ( ). ∎

C. Ukuran Lebesgue

Sebelum pembahasan yang lebih lanjut, berikut ini adalah kesepakatan-kesepa-katan yang akan digunakan dalam pembahasan Teori Ukuran:

(1) Jika ∈ ℝ, maka −∞< < ∞.

(2) Jika ∈ ℝ, maka + ∞= ∞, − ∞= −∞, ∞+ ∞ = ∞,−∞ − ∞ = −∞,∞ − ∞= tidak terdefinisi.

(3) Jika ∈ ℝ dan > 0, maka × ∞ = ∞.

(4) Jika ∈ ℝ dan < 0, maka × ∞ = −∞, × (−∞) = ∞. (5) Jika = 0∈ ℝ, maka × ∞= 0.

Definisi 2.3.1

Panjang interval-interval( , ) , ( , ] , [ , ) , [ , ] adalah ℓ( ) = − .

Definisi 2.3.2

Misalkan , , , … adalah interval-interval yang saling asing. Maka ℓ( ∪ ∪ ∪… ) = ℓ( ) + ℓ( ) + ℓ( ) + ⋯.

Berdasarkan definisi di atas jelas bahwa panjang dari gabungan interval-interval yang saling asing adalah jumlah panjang interval-interval tersebut.

Definisi 2.3.3

Panjang dari himpunan terbuka = ⋃ , dengan adalah interval-interval ter-buka yang saling asing, adalah

ℓ( ) = ℓ( ) + ℓ( ) + ℓ( ) + ⋯= ℓ( ) .

(44)

ℓ(∅ ) = 0. Contoh 2.3.1

Hitunglah panjang himpunan

= : 1 2 ≤ <

1 2 .

Penyelesaian:

= : 1 2 ≤ <

1 2

= 1

2 , 1

2 =

= , 1), maka ℓ( ) = 1− ,

= , , maka ℓ( ) = − ,

= , , maka ℓ( ) = − ,

dan seterusnya sampai ke dan diperoleh = , yang panjangnya ℓ( ) = − . Interval adalah interval yang saling asing sehingga

ℓ( ) = ℓ

= ∑ ℓ( )

= ℓ( ) + ℓ( ) + ℓ( ) + ⋯+ ℓ( ) + ⋯ = 1− + − + − + ⋯+ − + ⋯

= lim 1− = 1.

Jadi panjang himpunan adalah 1.

Definisi 2.3.4

(45)

Definisi 2.3.5

Koleksi yang terdiri dari subhimpunan-subhimpunan dari disebut aljabar himpunan jika dan hanya jika memenuhi

(1) ∅, ∈ ;

(2) Jika ∈ , maka ∈ ; (3) Jika , ∈ , maka ∪ ∈ .

Definisi 2.3.6

Koleksi yang terdiri dari subhimpunan-subhimpunan dari disebut aljabar- jika dan hanya jika memenuhi

(1) ∅, ∈ ;

(2) Jika ∈ , maka ∈ ;

(3) Jika , , , … ∈ , maka ⋃ ∈ . Pasangan ( , ) disebut ruang terukur.

Definisi 2.3.7

Fungsi : → ℝ, dengan suatu aljabar- disebut ukuran pada jika : (1) ( ) ≥0 untuk setiap ∈ ;

(2) Jika , , , … ∈ dan ∩ = ∅ untuk ≠ , maka (⋃ ) = ∑ ( ) (sifat aditif terhitung)

Tripel ( , , ) disebut ruang ukuran.

Definisi 2.3.8

Ukuran luar Lebesgue dari suatu himpunan ⊆ ℝ adalah bilangan real tak negatif

( ) = inf

(46)

Barisan interval { } merupakan selimut dari . Jadi, ukuran luar Lebesgue dari adalah infimum dari semua panjang selimut yang mungkin untuk . Adanya inf dijamin oleh yang merupakan himpunan takkosong dan merupakan barisan yang terbatas ke bawah, yaitu oleh nol.

Teorema 2.3.1

Jika ⊆ , maka ∗( ) ≤ ∗( ). Bukti:

Misalkan ⊆ . Ambil sebarang barisan { } selimut dari . Maka ⊆ ⊆ ⋃ . Jadi, setiap selimut dari juga merupakan selimut dari , sehingga ⊂ , maka inf ≤ inf . Jadi ∗( ) ≤ ∗( ). ∎

Teorema 2.3.2

Ukuran luar ∗ bersifat subaditif terhitung, yaitu untuk sebarang barisan himpunan { } berlaku

( ) .

Bukti:

Pertama akan dibuktikan untuk n = 1 sampai = 2, yaitu

( ) ( ) +( ) .

Akan ditunjukkan

( ) ( ) +( ) + .

Ambil > 0, maka terdapat barisan selimut { } dari dan { } dari sedemikian sehingga

ℓ( ) ≤ ∗( ) + 2

(47)

Mak ∑ ℓ( ) + ∑ ℓ( ) ≤ ∗( ) + ∗( ) + .

Barisan dari interval-interval { , , , , , , …} menyelimuti ∪ sehingga

( ) ≤ ∑ ( ) + ( ) . Jadi

( ) ( ) + ( ) ( ) +( ) + .

Jika ∑ ∗( ) = ∞, maka pertidaksamaan benar. Misalkan ∑ ∗( ) < ∞. Untuk setiap > 0, terdapat barisan selimut { } dari sedemikian sehingga

ℓ( ) ≤ ∗( ) + 2 .

Kemudian diperoleh bahwa

ℓ( ) ≤ ∗( ) + 2

ℓ( ) ,

≤ ∗( ) + <

Barisan interval { } menyelimuti ⋃ sehingga

( )

,

≤ ∗( ) + < .

Jadi terbukti bahwa ∗(⋃ ) ≤ ∑ ∗( ) . ∎

Contoh 2.3.2

Buktikan jika ∗( ) = 0 maka untuk sebarang himpunan berlaku ∗( ∪ ) =

( ).

Penyelesaian:

Diketahui ∗( ) = 0. Ambil sebarang himpunan , maka ⊆ ∪ . Dengan Teo-rema 2.3.1

( ) ( ) .

(48)

( ) ( ) ( ) +( ) .

Karena ∗( ) = 0, maka

( ) ( ) ( ) .

Jadi ∗( ∪ ) = ∗( ).

Contoh 2.3.3

Buktikan jika ∗( ∆ ) = 0, maka ∗( ) = ∗( ). Penyelesaian:

Diketahui bahwa ∗( ∆ ) = 0. Himpunan ∪ = ∪( ∆ ) .

Karena ⊆ ∪ , maka ⊆ ∪( ∆ ). Menurut Teorema 2.3.1 dan Teorema 2.3.2

( ) ( ) ( ) +( ) .

Jadi ∗( ) ≤ ∗( ) .

Karena ⊆ ∪ juga, maka ⊆ ∪( ∆ ). Menurut Teorema 2.3.1 dan Teorema 2.3.2

( ) ( ) ( ) +( ) .

Jadi ∗( ) ≤ ∗( ) . Terbukti ∗( ) = ∗( ).

Definisi 2.3.9

Himpunan ⊆ ℝ dikatakan terukur Lebesgue jika untuk setiap ⊆ ℝ berlaku

( ) =( ) +( ) ,

dan ditulis ∈ ℳ, dengan ℳ adalah koleksi semua himpunan yang terukur Lebes-gue.

Karena = ( ∩ ) ∪( ∩ ), maka dengan sifat subaditif ukuran luar diperoleh

( ) ( ) +( ) ,

sehingga untuk membuktikan bahwa terukur Lebesgue cukup ditunjukkan

(49)

Selanjutnya himpunan yang terukur Lebesgue disebut himpunan terukur.

Teorema 2.3.3 (1) ℝ ∈ ℳ.

(2) Jika ∈ ℳ, maka ∈ ℳ.

(3) Jika ∈ ℳ, = 1, 2, 3, …, maka ⋃ ∈ ℳ. (4) Jika ∈ ℳ, = 1, 2, 3, …, maka

∈ ℳ.

Bukti:

(1) Ambil sebarang ⊆ ℝ. Akan dibuktikan ∗( ) = ∗( ∩ ℝ) + ∗( ∩ ℝ ), ∀ ⊆ ℝ. ∩ ℝ = , maka ∗( ∩ ℝ) = ∗( ). ∩ ℝ = ∅, maka

( ∩ ℝ ) = () = 0. Maka

( ∩ ℝ) +( ∩ ℝ ) =( ) + 0 =( )

(2) Ambil sebarang ∈ ℳ dan sebarang ⊆ ℝ. Karena ∈ ℳ, maka berlaku

( ) =( ) +( )

= ∗( ∩ ) + ∗( ∩ ) = ∗( ∩ ) + ∗( ∩( ) ) . Terbukti ∈ ℳ.

(3) Misalkan , ∈ ℳ dan ∩ = ∅. Karena ∈ ℳ, maka

( ) =( ) +( ) ,

dan karena ∈ ℳ, maka

( ) =( ) +( )

untuk setiap ⊆ ℝ. Maka

( ) =( ) +( ) .

(50)

Jadi

( ) =( ) +( ) +( ( ) ) .

Dengan sifat subaditif ukuran luar, diperoleh

( ) +( ) ( ) ,

sehingga

( ) ( ) +( ( ) ) .

Hasil di atas cukup untuk menunjukkan bahwa ∪ ∈ ℳ. Selanjutnya

( ) =( ) +( ) +( )

( ∪ )

= ∗( ) + ∗( ) + ∗(∅) = ∗( ) + ∗( )

Terbukti untuk = 1, 2.

Sudah dibuktikan bahwa untuk dan yang saling asing berlaku

( ) =( ) +( ) +( ( ) )

untuk setiap ⊆ ℝ.

Secara umum, untuk = 1, 2, … berlaku

( ) =( ) + .

Dari persamaan di atas, maka ketidaksamaan berikut juga berlaku

( ) ( ) + .

Karena (⋃ ) ⊆(⋃ ) maka menurut Teorema 2.3.1 berlaku

( ( ) ) ( ( ) ) sehingga

( ) ( ) + .

(51)

( ) ,

sehingga

( ) + .

Terbukti bahwa ⋃ ∈ ℳ.

(4) Diketahui ∈ ℳ, = 1,2, …, maka menurut Teorema 2.3.3( 2) ∈ ℳ, = 1,2, … sehingga dengan Teorema 2.3.3( 3) diperoleh bahwa ⋃ ∈ ℳ. Menurut Teorema 2.3.3( 2) maka (⋃ ) ∈ ℳ. Dengan Hukum De Morgan, (⋃ ) = ⋂ ( ) = ⋂ ∈ ℳ. Jadi, terbukti bahwa irisan dari

himpunan-himpunan di ℳ juga berada di ℳ. ∎

Teorema 2.3.3 menunjukkan bahwa ℳ tertutup terhadap komplemen gabungan dan irisan koleksi terhitung himpunan.

Definisi 2.3.10

Jika ∈ ℳ, maka ∗( ) ditulis ( ) dan disebut ukuran Lebesgue himpunan .

Teorema 2.3.4

Jika , ∈ ℳ dan ⊂ , maka ( ) ≤ ( ) . Bukti:

Diketahui ⊆ , maka menurut Teorema 2.3.1 ∗( ) ≤ ∗( ). Karena , ∈ ℳ, maka ∗( ) = ( ) dan ∗( ) = ( ). Jadi ( ) ≤ ( ). ∎

Definisi 2.3.11

(52)

D. Fungsi Kompleks Definisi 2.4.1

Bilangan kompleks adalah bilangan yang berbentuk = + atau = + de-ngan dan bilade-ngan real dan = −1.

Jika = + menyatakan sebarang bilangan kompleks, maka adalah bagian real dari , ditulis Re( ), sedangkan adalah bagian imajiner dari , ditulis Im( ). Himpunan semua bilangan kompleks dinotasikan dengan ℂ.

Bilangan kompleks + dapat digambarkan secara geometris sebagai titik ( , ) di bidang Cartesius ℝ× ℝ.

Definisi 2.4.2

Untuk setiap bilangan kompleks = + , bilangan kompleks ̅= − disebut

konjugat bilangan .

Definisi 2.4.3

Bilangan kompleks = + dan = + dikatakan sama jika dan hanya jika = dan = . Dengan kata lain, dua bilangan kompleks sama jika dan hanya jika bagian realnya sama dan bagian imajinernya juga sama.

Definisi 2.4.4

Jika = + dan = + adalah dua bilangan kompleks, maka penjumlahan,

pengurangan, perkalian, dan pembagian didefinisikan sebagai berikut: (1) ( + ) + ( + ) = ( + ) + ( + )

(53)

Definisi 2.4.5

Modulus dari bilangan kompleks = + , dinyatakan dengan | |, adalah bilangan real taknegatif | | = √ + . Modulus dari juga disebut nilai mutlak dari .

Definisi 2.4.6

Bilangan = + dapat dinyatakan dengan rumus Euler = cos + sin , yaitu = ( cos + sin ) = , yang disebut bentuk kutub bilangan kompleks z.

Definisi 2.4.7

Fungsi yang terdefinisi pada himpunan semua bilangan kompleks ℂ dikatakan kon-tinu pada titik ∈ ℂ jika untuk setiap > 0 terdapat > 0 sedemikian sehingga un-tuk ∈ ℂ yang memenuhi | − | < berlaku | ( ) − ( ) | < .

Fungsi dikatakan kontinu padaℂ jika kontinu di setiap ∈ ℂ.

Definisi 2.4.8

Fungsi kompleks dikatakan terdiferensial di ∈ ℂ jika lim ( ) ( ) ada.

Ni-lai dari lim ( ) ( ) disebut turunan f di , dinotasikan dengan ( ).

Definisi 2.4.9

Diberikan (ℂ, ) dengan metrik biasa¸yaitu ( , ) = | − |. Fungsi dikata-kan analitik di jika terdapat > 0 sedemikian sehingga ( ) ada untuk setiap

∈ ( ).

Definisi 2.4. 10

(54)

Definisi 2.4.11

Jika :ℂ → ℂ dan ∈ ℂ, maka barisan , = ( ) , = ( ) , …, = ( ) , … disebut orbit terhadap .

Definisi 2.4.12

Titik ∈ ℂ disebut titik tetap dari fungsi :ℂ → ℂ jika ( ) = . Misalkan = ′( ), maka titik tetap disebut

(1) Penarik jika | | < 1 (2) Superpenarik jika | | = 0 (3) Penolak jika | | > 1

(4) Netral secara rasional jika | | = 1 dan = 1 (5) Netral secara irasional jika | | = 1 tetapi ≠1.

Definisi 2.4.13

Titik ∈ ℂ disebut titik periodik dari fungsi :ℂ → ℂ jika ( ) = untuk suatu ∈ ℕ. Bilangan terkecil yang memenuhi ( ) = disebut periode dari . Misalkan = ( )′( ), maka titik periodik disebut

(1) Penarik jika | | < 1

(2) Superpenarik jika | | = 0

(3) Penolak jika | | > 1

(4) Netral secara rasional jika | | = 1 dan = 1

(5) Netral secara irasional jika | | = 1 tetapi ≠1.

E. Sistem Fungsi Iterasi Definisi 2.5.1

Diberikan ( , ) ruang metrik. Suatu pemetaan : → disebut kontraksi jika terda-pat ∈[ 0, 1) sedemikian sehingga

(55)

Bilangan disebut konstanta kontraksi.

Definisi 2.5.2

Orbit terhadap pemetaan :ℂ → ℂ dikatakan terbatas jika terdapat > 0 sedemi-kian sehingga | ( ) | < .

Teorema 2.5.1

Diberikan ( , ) ruang metrik. Jika : → adalah pemetaan kontraksi pada ruang metrik ( , ) dengan konstanta kontraksi , maka ( ) , ( ) ≤ ( , ) un-tuk setiap = 2,3,4, ….

Bukti:

Teorema tersebut akan dibuktikan dengan induksi matematika. Teorema benar untuk = 2, sebab

( ) , ( ) = ( ) , ( )

≤ ( ) , ( )

≤ ∙ ( , ) = ( , )

Andaikan Teorema benar untuk = , yaitu ( ) , ( ) ≤ ( , ) .

Selanjutnya, akan dibuktikan bahwa Teorema juga benar untuk = + 1 ( ) , ( ) = ( ) , ( )

≤ ( ) , ( )

≤ ∙ ( , ) = ( , ) .

Terbukti bahwa ( ) , ( ) ≤ ( , ) untuk setiap = 2,3,4, …. ∎

Teorema 2.5.2

(56)

Bukti:

Didefinisikan barisan { }, ∈ dengan = ( ). Diketahui bahwa merupakan pemetaan kontraksi, maka terdapat ∈[ 0,1) sedemikian sehingga ber-laku ( ( ) , ( ) ) ≤ ( , ). Maka

( , ) = ( ) , ( ) ≤ ( , ) .

( , ) ≤ ( , ) ≤ ( , ) ≤ ( , )

⋮ ≤ ( , ) Maka untuk >

( , ) ≤ ( , ) + ( , ) + ⋯+ ( , ) ≤ ( , ) + ( , ) + ⋯+ ( , ) < ( , ) + ( , ) + ⋯

= ( + + ⋯) ( , )

=

1− ( , )

Untuk setiap > 0 dipilih ≥ 1 sedemikian sehingga ( , ) < . Untuk

> > , maka ( , ) < < ( , ) < . Jadi { } merupakan barisan Cauchy. Karena lengkap, maka barisan Cauchy { } konvergen ke suatu titik di . Misalkan { } konvergen ke ∈ . Akan dibuktikan adalah titik tetap dari .

( ) = lim

→ = lim→ ( ) = lim→ = .

Akan dibuktikan bahwa hanya memiliki satu titik tetap. Misal juga adalah titik tetap , dengan ≠ . Maka ( , ) = ( ( ) , ( ) ) ≤ ( , ). Jika kedua ruas dikalikan dengan

(57)

pemetaan kontraksi hanya memiliki satu titik tetap dan setiap orbit dari konver-gen ke . ∎

Definisi 2.5.3

Himpunan berhingga dari kontraksi-kontraksi , ∈ ℕ dalam ruang metrik lengkap ( , ) disebut sistem fungsi iterasi (Iterated Function System-IFS).

Definisi 2.5.4

(58)

BAB III

DIMENSI FRAKTAL

Dimensi digunakan untuk mengukur, mendeskripsikan dan membandingkan su-atu objek. Mandelbrot mengatakan bahwa fraktal adalah himpunan yang memiliki di-mensi tidak bulat. Gagasan mendasar dari didi-mensi fraktal adalah menginvestigasi himpunan-himpunan pada ukuran yang berbeda.

Dalam bab ini akan dibahas dua metode penghitungan dimensi fraktal, yaitu dimensi Hausdorff dan dimensi kotak. Sebelum membahas lebih dalam tentang di-mensi Hausdorff, akan dibahas terlebih dahulu tentang ukuran Hausdorff.

3.1 Ukuran Hausdorff Definisi 3.1.1

Misalkan (ℝ , ) ruang metrik dengan metrik biasa, ⊂ ℝ , dan > 0. Jika { } adalah koleksi terhitung dari himpunan-himpunan yang menyelimuti , yaitu

⊂ ⋃ , dan 0 < ( ) ≤ , maka { } disebut selimut- dari .

Agar lebih sederhana, untuk sebarang himpunan takkosong ⊂ ℝ , ( ) ditulis | |.

Definisi 3.1.2

Misalkan (ℝ , ) ruang metrik dengan metrik biasa. Untuk ⊂ ℝ dan > 0, > 0, didefinisikan ℋ ( ) = inf{∑ | | : { } adalah selimut- dari }.

Lema 3.1.1

Misalkan ⊂ ℝ , > 0, dan > 0. Jika < , maka ℋ ( ) ≥ ℋ ( ) . Bukti:

(59)

Karena < , maka | ′| ≤ < . Jadi setiap selimut- ′ dari adalah selimut- dari . Maka

| ′| : | | < ′ ⊂ | | : | | <

inf | ′| : | | < ′ ≥inf | | : | | <

ℋ ( ) ≥ ℋ ( ) . ∎

Definisi 3.1.3

Untuk himpunan ⊂ ℝ dan > 0 didefinisikan ℋ ( ) = lim

→ ℋ ( ) yang disebut ukuran Hausdorff dimensi- dari .

Teorema 3.1.1

a) Jika ⊂ , maka ℋ ( ) ≤ ℋ ( ) (kemonotonan).

b) Untuk sebarang keluarga terhitung dari himpunan-himpunan di ℝ , ber-laku

ℋ ≤ ℋ .

c) Jika = ∪ , dan ∩ = ∅ maka

ℋ ( ∪ ) = ℋ ( ) + ℋ ( ) .

d) Jika = ⋃ , saling asing, maka ℋ ( ) = ∑ ℋ . Bukti:

a) Ambil sebarang selimut- { } dari . Setiap selimut- dari merupakan selimut- untuk karena ⊂ ⊂ ⋃ . Maka

(60)

inf | | : ⊂ ≤inf | | : ⊂

ℋ ( ) ≤ ℋ ( )

lim

→ ℋ ( ) ≤ lim→ ℋ ( ) Dengan Definisi 3.1.3 maka ℋ ( ) ≤ ℋ ( ) .

b) Diberi > 0. Untuk setiap dipilih selimut- dari sedemikian se-hingga untuk > 0 berlaku

≤ ℋ +

2 .

Maka

≤ ℋ +

2

≤ ℋ +

2

,

≤ ℋ +

,

Barisan selimut- adalah selimut- dari = ⋃ , maka

inf

,

≤ ≤ ℋ +

,

ℋ ( ) ≤ ℋ +

lim

→ ℋ ( ) ≤ lim→ ℋ +

ℋ ( ) ≤ ℋ

(61)

c) Dengan Teorema 3.1.1(b), maka ℋ ( ∪ ) ≤ ℋ ( ) + ℋ ( ) .

Misal { } adalah selimut- untuk ∪ sedangkan { } dan { } secara ber-turut-turut adalah selimut- untuk dan . Karena setiap selimut- untuk

∪ juga merupakan selimut- untuk dan , maka

| | ⊂ ′ + ′′

+ ′′ | |

+ ′′ | |

ℋ ( ) + ℋ ( ) ≤ ℋ ( )

Ambil →0 dan diperoleh ℋ ( ) > ℋ ( ) + ℋ ( ). Dengan demikian terbukti ℋ ( ∪ ) = ℋ ( ) + ℋ ( ) . d) Akan dibuktikan dengan induksi matematis.

Untuk = 2 telah dibuktikan dalam ( ). Dimisalkan bahwa berlaku

ℋ ⋃ = ∑ ℋ . Akan dibuktikan bahwa sifat tersebut juga berla-ku untuk + 1.

ℋ = ℋ ∪

= ℋ + ℋ ( )

= ℋ + ℋ ( )

= ℋ

(62)

Teorema 3.1.2

Jika ⊂ ℝ dan > 0, maka ℋ ( ) = ℋ ( ) , di mana = { : ∈ }, yai-tu himpunan diskala oleh faktor .

Bukti:

Misalkan { } adalah selimut- dari , maka { } adalah selimut- dari , se-hingga

ℋ ( ) = | |

= | |

= | |

= | |

= ℋ ( )

Untuk → 0, maka ℋ ( ) = ℋ ( ). ∎

Lema 3.1.2

Untuk setiap ⊂ ℝ dan setiap , ∈ ℝ dengan > > 0 berlaku ℋ ( ) ≥ ℋ ( ) .

Bukti:

Misalkan { } adalah selimut- dari . Untuk setiap berlaku 0 < | | ≤ 1, sehingga

| |

≥ | |

| |

≥| |

(63)

| | ≥ | |

Dengan mengambil infimumnya diperoleh ℋ ( ) ≥ ℋ ( ) . ∎

Teorema 3.1.3

Untuk sebarang , ∈ ℝ dengan > , jika ℋ ( ) < ∞, maka ℋ ( ) = 0. Jika ℋ ( ) > 0, maka ℋ ( ) = ∞.

Bukti:

Dengan Lema 3.1.2, maka

ℋ ( ) ≥ ℋ ( )

ℋ ( ) ≥ ℋ ( )

lim

→ ℋ ( ) ≥ lim→ ℋ ( ) 0 ≥ ℋ ( ) .

Maka ℋ ( ) = 0. Selanjutnya,

ℋ ( ) ≥ ℋ ( )

lim

→ ℋ ( ) ≥ lim→ ℋ ( ) = ∞ ℋ ( ) = ∞.

Dengan demikian terbukti ℋ ( ) = 0 jika ℋ ( ) < ∞, dan ℋ ( ) = ∞ jika ℋ ( ) > 0. ∎

Lema 3.1.3

Untuk setiap ⊂ ℝ dan untuk setiap > , maka ( ) = 0. Bukti:

Dengan Lema 3.1.2, untuk > berlaku

ℋ ( ) ≥ ℋ ( )

(64)

ℋ ( ) = lim

→ ℋ ( ) ≤ lim→ ℋ ( ) = 0.

Terbukti ( ) = 0 untuk setiap > . ∎

Teorema 3.1.4

Untuk setiap ⊂ ℝ , terdapat bilangan tunggal ∈[ 0,∞) sedemikian sehingga ℋ ( ) = +∞ jika <

0 jika > . Bukti:

Dengan Lema 3.1.3, himpunan = { > 0: ( ) < +∞} merupakan himpunan tak kosong dan terbatas ke bawah sehingga himpunan tersebut memiliki infimum. Misal-kan infimum dari adalah . Selanjutnya dengan Lema 3.1.2 , untuk > berlaku

ℋ ( ) ≥ ℋ ( ) , sehingga

ℋ ( ) = lim

→ ℋ ( ) ≤ lim→ ℋ ( ) = 0. Dan untuk < berlaku

ℋ ( ) ≥ ℋ ( ) , sehingga

ℋ ( ) = lim

→ ℋ ( ) ≥ lim→ ℋ ( ) = lim→ 1

ℋ ( ) = +∞.

Dengan demikian terbukti bahwa terdapat bilangan tunggal , yaitu = inf( ) se-demikian sehingga ℋ ( ) = 0 untuk > dan ℋ ( ) = +∞ untuk < . ∎

Teorema 3.1.5

Jika adalah himpunan terhitung, maka ℋ ( ) = 0. Bukti:

Diberi > 0 dan > 0. Misalkan = { : = 1,2, …, } adalah himpunan

(65)

| | = + 2

− +

2

= 2

2 =

2 .

Maka

ℋ ( ) ≤ | | =

2

21 = .

Dengan mengambil limit untuk →0 diperoleh

ℋ ( ) ≤lim

→ = 0.

Kemudian, dengan mengambil limit ℋ ( ) untuk →0 diperoleh lim

→ ℋ ( ) ≤0

ℋ ( ) ≤ 0.

Jadi ℋ ( ) = 0. ∎

Teorema 3.1.6

Jika :ℝ → ℝ merupakan suatu kontraksi, maka untuk ⊂ ℝ , ℋ ( ) ≤

ℋ ( ) .

Bukti:

Ambil > 0, misalkan { } adalah selimut- dari dan { } adalah selimut- dari ( ).

| | = { ( , ′) : , ′ ∈ ( ) }

= ( ) , ( ) : , ∈

≤ { ( , ) : , ∈ }

= { ( , ) : , ∈ }

= | |

(66)

| | ≤ | |

| | ≤ | |

ℋ ( ) ≤ ℋ ( ) .

Dengan mengambil →0, maka ℋ ( ) ≤ ℋ ( ). ∎

3.2 Dimensi Hausdorff

Berikut akan didefinisikan dimensi Hausdorff dengan berdasarkan Teorema 3.1.4.

Definisi 3.2.1

Untuk setiap ⊂ ℝ , dimensi Hausdorff (dimensi Hausdorff-Besicovitch) dari , yaitu dim ( ), adalah bilangan tunggal ≥0 sedemikian sehingga

( ) = +∞ jika < 0 jika > .

Teorema 3.2.1

Untuk setiap ⊂ ℝ , dim ( ) = inf{ : ( ) = 0}. Bukti:

(67)

Teorema 3.2.2

a) Jika ⊂ , maka dim ( ) ≤ dim ( ).

b) Jika = ⋃ , maka dim ( ) = sup dim ( ) . Bukti:

a) Karena ⊂ , maka dengan Teorema 3.1.1( ) berlaku ℋ ( ) ≤ ℋ ( ). Jadi sup{ :ℋ ( ) = ∞} ≤sup{ :ℋ ( ) = ∞}

dim ( ) ≤ dim ( ) .

b) Misalkan = ⋃ , maka ⊂ untuk setiap = 1, 2 …. Dengan ( ), maka dim ( ) ≤ dim ( ), sehingga sup dim ( ) ≤dim ( ) untuk setiap

= 1,2, …

Untuk ketidaksamaan yang sebaliknya, misalkan terdapat ∈ ℝsedemikian se-hingga > sup dim ( ). Dengan Lema 3.1.3, maka ( ) = 0. Dengan Teo-rema 3.1.2, maka ℋ ( ) ≤ ∑ ℋ ( ) = 0. Jadi ℋ ( ) ≤0. Jadi ℋ ( ) = 0. Dengan Teorema 3.2.1 maka dim ( ) = inf { :ℋ ( ) = 0} ≤ sup dim ( ). Jadi dim ( ) ≤sup dim ( ) . Dengan demikian terbukti dim ( ) = sup dim ( ) . ∎

Contoh 3.2.1 dim (ℝ ) = . Penyelesaian:

Untuk 0 < < berlaku

ℋ (ℝ ) ≥ ℋ (ℝ )

lim

→ ℋ (ℝ ) ≥ lim→ ℋ (ℝ ) = ∞. Sedangkan untuk 0 < < berlaku

ℋ (ℝ ) ≥ ℋ (ℝ )

ℋ (ℝ ) ≤ ℋ (ℝ )

lim

(68)

ℋ (ℝ ) = ∞ untuk < 0 untuk > . Jadi dim (ℝ ) = .

Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa (ℝ) = 1, (ℝ ) = 2, (ℝ ) = 3, dan seterusnya.

Contoh 3.2.2

Hitung dimensi Hausdorff untuk himpunan Cantor . Penyelesaian:

Himpunan Cantor merupakan himpunan dalam selang terutup [ 0, 1] dengan = ⋂ .

0 1 = [ 0,1] 0 1 = 0, ∪ , 1

0 1 = 0, ∪ , ∪

, ∪ , 1 ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮

Pada langkah ke- diperoleh himpunan yang terdiri dari 2 interval tertutup dan saling asing dengan panjang interval . Misal { } adalah selimut- dari dengan = dan merupakan interval –interval tertutup. ( ) = inf ∑ | | ≤ ∑ | | = 2 . Agar ( ) ≤1, maka 2 ≤ 1. Diperoleh ≥ . Jadi

(69)

Akan dibuktikan bahwa = adalah dim ( ). Untuk membuktikan bahwa

= dim ( ), akan ditunjukkan bahwa ≤ ( ) ≤1. Sudah dibuktikan bahwa ( ) ≤ 1 jika ≥ . Selanjutnya, akan ditunjukkan ditunjukkan ( ) ≥ . Ka-rena kompak, maka terdapat subselimut berhingga yang menyelimuti . Misal { } adalah selimut berhingga dari . Untuk setiap berlaku ≤ | | ≤ sehingga selimut dapat beririsan dengan paling banyak satu interval tertutup penyusun . Jika ≥ , maka banyak interval penyusun yang beririsan dengan paling

ba-nyak 2 . Karena = , maka 2 = 2 3 = 2 3 = 1, sehingga 2 = 3 . Selanjutnya,

2 = 2 2 = 2 3 = 2 3 3 ( ) ≤ 2 3 | | . Karena beririsan dengan semua 2 interval penyusun , maka

2 ≤ 2 3 | |

| | ≥ 3 = 3 = 1 2.

Dengan demikian terbukti bahwa s = dim ( ) = .

3.3 Dimensi Kotak

(70)

Definisi 3.3.1

Dalam ruang metrik lengkap ℝ dengan metrik biasa, misalkan adalah subhimpu-nan takkosong dan ( ) adalah jumlah minimum himpunan-himpunan dengan di-ameter tidak lebih dari yang dapat menyelimuti .

Dimensi kotak bawah dari adalah

dim = lim → inf

log ( )

−log

dan dimensi kotak atas dari adalah dım = lim

→ sup

log ( )

−log .

Jika dim = dım , maka nilai yang sama itu disebut dimensi kotak dari

dim = lim →

log ( )

−log .

Contoh 3.3.1

Himpunan Cantor adalah irisan dari keluarga himpunan { : ∈ ℕ} dalam selang tertutup [ 0,1] dengan = [ 0,1], = 0, ∪ , 1 dan seterusnya. Hitung dimensi kotak dari himpunan Cantor .

Penyelesaian:

Himpunan Cantor merupakan himpunan dalam selang terutup [ 0, 1].

0 1 = [ 0,1] 0 1 = 0, ∪ , 1

0 1 = 0, ∪ , ∪ , ∪ , 1

(71)

seli-mut dari . Jadi ( ) = 2 dan = . Jika < ≤ , maka ( ) ≤ 2 , se-hingga

dim ( ) = lim → sup

log ( )

−log

≤ lim

log 2

−log 1

3

= lim →

log 2 ( −1) log 3

= log 2 log 3 lim→

1 ( −1)

= log 2 log 3

Jadi dim ( ) ≤ .

Selanjutnya, jika < ≤ , maka ( ) ≥2 , sehingga

dim ( ) = lim → inf

log ( )

−log

≥ lim

log 2

−log 1

3

= lim →

log 2 ( + 1) log 3

= log 2 log 3 lim→

1 ( + 1)

= log 2 log 3

Jadi dim ( ) ≥ .

(72)

log 2

log 3≤ dim ( ) ≤ dim ( ) ≤ log 2 log 3

Dengan demikian dime

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dengan mengetahui kualitas air berdasarkan korelasi antara indeks keanekaragaman makro invertebrata dan parameter fisika kimia air, maka hal tersebut dapat digunakan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar minat mahasiswa dan masyarakat dalam menggunakan dan berbelanaj di warung modern yang lebih dekat, bersih dan

Hasil analisis daTi pola difraksi sinar-X tersebut menunjukkan bahwa pada bahan YSZ dengan komposisi 8% mol Y 20], telah terjadi perubahan struktur kristal terhadap

Energi bebas untuk menggerakkan proses ini berasal dari oksidasi rantai respirasi di dalam mitokondria dengan menggunakan

Murid membuat sedikit nota dalam buku nota mengenai proses hidup mikroorganisma dalam bentuk peta.. buih dan peta

(tanyakan kepada.. anak-anak apakah perkataan itu baik? Apakah mereka pernah diejek oleh teman-temannya ? pernahkah juga mereka diejek karena taat sama Tuhan?) Yang penting bagi

Hasil penelitian ini mengungkapkan terdapat yang positif dan signifikan antara Pengetahuan Desain Busana dengan Hasil Menggambar Busana Kreasi. Selanjutnya untuk uji

sebelah dalam, diluarnya diliputi oleh lapisan subendotel yang merupakan jaringan ikat fibroelastis halus, dan yang paling luar berupa sabuk serat elastis yang disebut