• Tidak ada hasil yang ditemukan

E Learning 5x tatap muka Fekonsos

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "E Learning 5x tatap muka Fekonsos"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

TOLAK UKUR BAIK DAN BURUK MENURUT AJARAN ISLAM

Tolok ukur kelakuan baik dan buruk mestilah merujuk kepada ketentuan Allah. Demikian rumus yang diberikan oleh kebanyakan ulama. Perlu ditambahkan, bahwa apa yang dinilai baik oleh Allah, pasti baik dalam esensinya. Demikian pula sebaliknya, tidak mungkin Dia menilai kebohongan sebagai kelakuan baik, karena kebohongan esensinya buruk.

Ajaran Islam adalah ajaran yang bersumber dari wahyu Allah swt,. Al-Qur’an yang penjabarannya dilakukan oleh hadis Nabi Muhammad saw. Masalah akhlak mendapat tempat perhatian yang besar dalam Islam. Penentuan baik dan buruk harus didasarkan kepada petunjuk al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad saw.

Konsep Baik dalam ajaran Islam, misalnya:

1. Hasanah; sesuatu yang disukai atau dipandang baik (QS. 16: 125, 28: 84)

2. Tayyibah; sesuatu yang memberikan kelezatan kepada panca indera dan jiwa (QS. 2: 57).

3. Khair; sesuatu yang baik menurut umat manusia (QS. 2: 158).

4. Mahmudah; sesuatu yang utama akibat melaksanakan sesuatu yang disukai Allah (QS. 17: 79).

5. Karimah; perbuatan terpuji yang ditampakkan dalam kehidupan sehari-hari (QS. 17: 23).

6. Birr; upaya memperbanyak perbuatan baik (QS. 2: 177).

(2)

manusia pada dasarnya cenderung kepada kebaikan, sehingga dapat melakukan kebaikan dengan mudah. Berbeda dengan keburukan yang harus dilakukannya dengan susah payah dan keterpaksaan (ini tentu pada saat fitrah manusia masih berada dalam kesuciannya).

Adanya potensi manusia untuk bertindak baik dan buruk, meski kecendetungan mendasarnya ke arah kebaikan, jelas relevan dengan adanya konsep baik dan buruk dalam teori etika/akhlak. Memang dalam wacana teologis dikenal adanya dua konsep yang berlainan mengenai hal itu, yang antara lain direpresentasikan oleh Mu’tazilah dan Asy’ariah. Bagi Mu’tazilah, baik dan buruk itu bersifat esensial, dimana keadilan misalnya, ia dikatakan baik karena memang esensinya baik dan sebaliknya keburukan semisal dusta, ia dinyatakan buruk karena memang esensinya adalah buruk. Terhadap dua pandangan kontras ini kemudian M. Quraish Shihab memberikan penegasan bahwa tolok ukur kebaikan dan keburukan hanyalah ketentuan Allah yakni wahyu (al-Qur’an dan al-Hadis). Lebih jauh Shihab menambahkan, bahwa apa yang dinilai baik oleh Allah pastilah baik esensinya. Demikian pula sebaliknya, tidak mungkin Dia menilai kebohongan misalnya sebagai kelakuan baik, karena kebohongan esensinya adalah buruk. Kalau memang demikian dapat dikatakan bahwa kebaikan adalah hal-hal yang sesuai dengan ketentuan dan aturan Tuhan, dan pasti baik bula esensinya; sedangkan kejahatan adalah hal-hal yang dilarang dan tidak sesuai dengan aturan-aturan Tuhan, dan tentu juga buruk esensinya.

(3)

pembangkang, terhadap orang yang merasa dirinya superior. Ketika Rasul Saw melihat seseorang yang berjalan dengan angkuh di medan perang, beliau bersabda: "Itu adalah cara berjalan yang dibenci Allah, kecuali dalam kondisi semacam ini".

Seseorang yang berusaha meneladani sifat Al-Kibriya' tidak akan meneladaninya kecuali terhadap manusia-manusia yang angkuh. Dalam konteks ini ditemukan riwayat yang menyatakan: "Bersikap angkuh terhadap orang yang angkuh adalah sedekah".

Ketika seorang Muslim berusaha meneladani kekuatan dan kebesaran Ilahi, harus diingat bahwa sebagai makhluk ia terdiri dan jasad dan ruh, sehingga keduanya harus sama-sama kuat. Kekuatan dan kebesaran itu mesti diarahkan untuk membantu yang kecil dan lemah, bukan digunakan untuk menopang yang salah maupun yang sewenang-wenang. Karena ketika Al-Quran mengulang-ulang kebesaran Allah, Al-Quran juga menegaskan bahwa:

“Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang, angkuh lagi membanggakan diri (QS Luqman [31]: 18)”.

Jika seorang Muslim meneladani Allah Yang Mahakaya, ia harus menyadari bahwa istilah yang digunakan Al-Quran untuk menunjukkan sifat itu adalah Al-Ghani. Ini yang maknanya adalah tidak membutuhkan dan bukan kaya materi sehingga esensi sifat itu (kekayaan) adalah kemampuan berdiri sendiri atau tidak menghajatkan pihak lain, sehingga tidak perlu membuang air muka untuk meminta-minta.

“Orang-orang yang tidak tahu, menduga mereka kaya, karena mereka memelihara diri dari meminta-minta (QS Al-Baqarah [2]: 273).”

Tetapi dalam kedudukan manusia sebagai makhluk, ia sadar bahwa dirinya amat membutuhkan Allah:

“Wahai seluruh manusia, kamu sekalian adalah orang-orang faqir (butuh) kepada Allah (QS Fathir [35]: 15).”

(4)

menyempurnakan akhlak yang ada pada diri manusia, “Hanyalah aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak.” (HR.Ahmad, lihat Ash Shahihah oleh Asy Syaikh al Bani no.45 dan beliau menshahihkannya.

Kesimpulan

Sebenarnya dalam memberi nilai perbuatan sesesorang terletak pada kehendak dan tujuan perbuatannya, dan dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tolok ukur baik dan buruk ditentukan berdasarkan wahyu Allah dalam Al qur’an dan dalam prakteknya atau teladannya adalah akhlak Rasulullah SAW. Tolok ukur segala kebaikan dalam hal ini adalah akhlak manusia adalah seperti yang diperintahkan oleh Allah dalam firmannya serta akhlakulkarimah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sedangkan tolok ukur segala keburukan adalah segala sesuatu yang dilarang atau tidak diperintahkan oleh Allah dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi muhammad SAW.

Referensi:

Asmaran As, 2002, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

http://fadhildarmawi.blogspot.co.id/2014/06/tolak-ukur-baik-dan-buruk-menurut.html

A. Pengertian Baik dan Buruk

Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa Arab, atau good dalam bahasa Inggris. Louis Ma’luf dalam kitabnya, Munjid, mengatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapa kesempurnaan.

Di dalam beberapa buah kamus dan ensiklopedi diperoleh pengertian baik dan buruk ini sebagai berikut:

1. Baik (khair, bahasa Arab/good, bahasa Inggris) a. Sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan.

b. Sesuatu yang menimbulkan rasa keharusan dalam kepuasan, kesenangan, persesuaian, dan seterusnya.

c. Sesutu yang mempunyai nilai kebenran atau nilai yang diharapkan, yang memberikan kepuasan.

(5)

e. Sesuatu hyal dikatakan baik, bila ia mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang atau bahagia. Jadi sesuatu yang dikatakan baik bila ia dihargai secara positif.

2. Buruk (syarr, bahasa Arab/bad, bahasa Inggris)

a. Tidak baik, tidak seperti yang seharusnya, tak sempurna dalam kualitas, di bawah standar, kurang dalam nilai, tak mencukupi.

b. Keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat di terima.

c. Adalah segala yang tercela, lawan baik, bagus dan sebagainya. Perbuatan buruk berarti perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku.

Beberapa kytipan tersebut di atas menggambarkan bahwa yang disebut baik atau kebaikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan, dan disukai manusia. Definisi kebaikan terkesan anthropocentris, yakni memusat dan bertolak dari sesuatu yang menguntungkan dan membahagiakan manusia. Pengertian baik yang demikian tidaka ada salahnya karea secara fitrah menusia memang menyukai hal-hal yang menyenangkan dan membahagiakan dirinya.

Beberapa defisisi tersebut juga member kesan bahwa sesuatu yang disebut baik atau buruk itu realtif sekali, karena bergantung pada pandangan dan menilaian masing-masing yang merumuskannya. Dengan demikian, nilai baik atau buruk menurut pengertian tersebut bersifat subyektif, karena bergantung kepada individu yang menilaianya.

B. Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam

Ajaran Islam adalah ajaran yang bersumber wahyu Allah SWT, Al-Qur’an yang dalam penjabarannya dilakukan oleh hadits Nabi Muhammad SAW. Masa-lah akhlak dalam ajaran Islam sangat mendapatkan perhatian yang begitu besar sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu.

(6)

yang dia hadapi, baik dari segi hukum dan dalil maupun argumentasi, atau apakah masalah kemung-karan yang dia lihat itu terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama atau tidak, dan sebagainya. Barang siapa melakukan kegiatan dakwah tanpa ilmu, dia akan merusak atau menghancurkan banyak masalah yang seharusnya tidak perlu diusik-usik lagi.

Yang kedua ialah wara, jiwa wara akan membuat seseorang senang melakukan apa yang telah diketahui (ilmu)nya, istiqomah dalam menatapi undang-undang peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Kemudian seorang da’i itu harus berakhlak baik, sebab orang yang buruk akhlaknya dia akan merusak apa yang banyak manfaatnya (lebih banyak membawa madarat dalam dakwahnya daripada memberi manfaatnya). Seperti yang tersebut dalam sebauah hadis yang diriwatkan Imam baihi, Rasulullah SAW bersabda:

Kemudian harus diketahui secara pasti (hukumnya), bukan hasil ijtihad (kemampuan mengambil kesimpulan hukum), sebab jika hanya berdasarkan ijtihad, belum tentu semua ulama sepakat menyatakan haramnya. Jadi kemungkaran itu harus dinyatakan secara pasti melalui nas yang tidak dapat ditakwil ‘diartikan dengan pengertian lain.

(7)

seorang yang menarik seorang perempuan yang akan dizinai, dan sebagainya.

Perbuatan manusia yang disengaja dalam situasi yang memungkinkan adanya pilihan dapat diberi nilai baik atau buruk. Seperti telah dikemu-kakanbahwa setiap perbuatan manusia yang dapat dinilai, lahir dari suatu kehendak. Setiap kehendak selalu menuju kepada satau tujuan. Maka sebenarnya dalam member nilai perbuatan seseorang terletak pada kehendak dan tujuan dari perbuatannya. Mengapa? Setiap kehendak menuju sebuah nialai, setiap tujuannya menuju sebuah nilai. Dengan demikian pada pokoknya penilaian itu diletakkan dan diterapkan pada kehendak dan tujuan dari perbuatan tersebut.

Setiap perbuatan lahir dari kehendak dan setiap kehendak lahir dari keyakinan yang tertanam dalam hatinya, karena sangat ukar dibayangkan ada sebuah perbuatan yang lahir atau muncul diluar kehendak dan keyakinannya. Mengapa dalam kemyataannya ada perbuatan yang lahir dari kehendak yang bertentangan dengan keyakinannya. Dalam hal ini, untuk member nilai suatu perbuatan tersebut menjadi tolak ukur penilain. Atau, niat seseorang sebagai dasar terbitnya perbuatan adalah menjadi standar pengukurannya.

Jadi sebenarnya perbuatan itu dapat diberi niali baik atau buruk karena dilihat dari niat orang yang melakukannya, tidak dilikat dari hasil sebagai akibat dari perbuatannya itu. Maka perbuatan yang disertai niat baik, berniali baik, meskipun mengakibatkan keburukan. Dan perbuatan dengan nilai buruk, tetap bernilai buruk meskipun menghasilkan kabaikan. Rasulillah SAW bersabda:

Artinya: “Segala perbuatan selalu mempunyai niat. Dan perbuatan itu dinilai sesuai dengan niatnya.” (HR. Bukhari Muslim).

(8)

Referensi:

Asmaran As, 2002, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada http://kapanpunbisa-news.blogspot.co.id/2013/10/pengertian-baik-dan-buruk-menurut.html

D. Hubungan Timbal Balik antara Individu dan Masyarakat

Dalam kehidupan nyata, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat terlepas dari kehidupan sesama manusia lainnya, manusia tidak dapat hidup sendiri karena selalu membutuhkan orang lain. Selain itu setiap hal yang dilakukan individu akan berpengaruh terhadap masyarakat ataupun individu lain disekitarnya. Begitu juga sebaliknya apa yang terjadi dalam masyarakat akan berpengaruh terhadap individu lain disekitarnya. Sehingga muncul hubungan timbal balik antara individu dengan masyarakat begitu pula sebaliknya.

E. Akhlak Baik Asas Kebahagiaan, Akhlak Buruk Asas Kesengsaraan Semua manusia pasti mengharapkan kebahagiaan selama hidupnya, baik kehidupan dunia maupun akhirat. Agama Islam sendiri menginginkan suatu masyarakat yang berakhlak mulia. Akhlak yang mulia ini di tekankan karena disamping akan membawa kebahagiaan bagi individu, juga sekaligus membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain bahwa akhlak utama yang ditampilkan seseorang, membawa manfaatnya adalah untuk orang yanh bersangkutan.

Dalam Al-Qur’an telah banyak dijelaskan mengenai manfaat berakhlak mulia, yaitu dalam QS. An-Nahl : 97, QS. Al-Kahfi : 88, dan QS. Al-Mu’min : 40. Ayat-ayat tersebut dengan jelas menjelaskan keuntungan atau manfaat dari akhlak yang baik/mulia, diantaranya ialah akan memperoleh kehidupan yang baik, mendapatkan rezeki yang melimpah ruah, mendapatkan pahala yang berlipat ganda di akhirat dengan masuknya ke dalam surga. Hal ini menggambarkan bahwa manfaat dari akhlak mulia itu adalah kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Sebaliknya jika akhlak yang mulia itu telah sirna, dan berganti dengan akhlak yang tercela, maka kehancuran pun akan datang menghadangnya.

ْاووببههذهموهبقب لهَخْاه تو بهههذه ْاوومبهب نو ْااوه تو يهقابه َامه قب لهَخوله ْاو مبمهلب ْاو َامهننْاا, “Selama umat itu akhlaknya baik ia akan tetap eksis, dan jika

akhlaknya sirna, maka bangsa itupun akan binasa”.1[4]

F. Asas Menuju Kebahagiaan

Ada tiga teori etika normatif yang beranggapan bahwa tujuan kehidupan manusia adalah kebahagiaan. Tiga teori tersebut adalah hedonisme, teori pengembangan diri dan utilitarisme.

(9)

1. Hedonisme etis

Kata hedonisme berasal dari bahasa Yunani (hedone = nikmat, kegembiraan). Hedonisme bertolak dari anggapan bahwa manusia hendaknya hidup sedemikian rupa sehingga ia dapat semakin bahagia. Etika yang membuat pencaharian kebahagiaan menjadi prinsip yang paling dasariah disebut eudemonisme (dari kata Yunani eudomonia, kebahagiaan).

Yang khas bagi hedonisme adalah anggapan bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari perasaan-perasaan nikmat sebanyak mungkin dan sedapat-dapatnya menghindari perasaan-perasaan yang tidak enak. Secara pendek, carilah nikmat dan hindarlah perasaan-perasaan yang menyakitkan.

Karena hedonisme biasanya di anggap amoral, untuk menilai hedonisme dengan tepat kita perlu perhatikan bahwa kebanyakan filosof hedonisme tidak menganjurkan agar kita mengakui segala dorongan nafsu begitu saja, melainkan agar kita dalam memenuhi keinginan-keinginan yang menghasilkan nikmat bersikap bijaksana dan seimbang dan selalu dapat menguasai diri.

Hedonisme sering kali mendasarkan diri pada suatu teori yang mengatakan bahwa manusia, bagaimanapun juga, selalu toh hanya mencari nikmat dan mau menghindari perasaan-perasaan yang tidak enak saja.

2. Etika pengembangan diri a. Mengembangkan diri

Menurut Aristoteles manusia tidak mejadi bahagia apabila ia secara pasif saja mau menikmati segala-galanya, melainkan kalau ia secara aktif merealisasikan bakat-bakatnya dan potensi-potensinya. Jadi, yang membahagiakan adalah kalau kita mengembangkan diri sedemikina rupa hingga bakat-bakat yang kite punyai menjadi kenyataan. Maka salah satu kewajiban manusia adalah mengembangkan diri. Semakin ia dapat bahagia semakin ia mengembangkan diri. Erich Fromm mengungkapkan hal yang sama dengan mengatakan bahwa mutu kehidupan kita tidak ditentukan oleh having melainkan oleh being, bukan oleh apa yang kita miliki, melainkan oleh apa yang menjadi diri kita sendiri.

b. Melepaskan diri

Apabila seseorang mau berkembang, ia harus berani untuk tidak terus berpegang pada diri sendiri saja dan memberikan diri sepenuhnya pada tugas-tugas dan tanggung jawab yang menantangnya. Manusia berkembang tidak dengan terus-menerus memandang pusarnya sendiri, melainkan menghadapi tantangan-tantangan kehidupan. Orang yang dapat menomor-duakan kepentingannya sendiri dan memberikan diri sepenuhnya pada sesuatu dimana ia dibutuhkan, misalnya kepada pelayanan sesama, justru akan mengalami bahwa ia sendiri berkembang. Orang yang selalu mencari mencari diri sendiri tidak akan menemukan diri, sedangkan orang yang melupakan diri demi tugas, demi orang lain, demi cita-citanya dialah yang akan menemukan diri.

(10)

Di sini kita belajar bahwa kita harus menerima diri dalam batas-batasnya. Kemampuan yang terbatas tidak merupakan halangan. Lakukanlah apa yang dapat kita lakukan. Dan kita akan mengalami bahwa kebahagiaan yang sebenarnya merupakan hadiah yang mulai kita cicipi pada saat yang paling tidak kita sangka.

3. Utilitarisme

Menurut utilitarisme kita harus bertindak sedemikian rupa sehingga menghasilkan akibat baik sebanyak mungkin dan sedapat-dapatnya mengelakkan akibat buruk. Yang khas bagi uilitarisme, bahwa akibat-akibat baik itu tidak hanya dilihat dari kepentingan si pelaku sendiri, melainkan dari segi kepentingan semua orang yang terkena oleh akibat tindakan si pelaku.

a. Prinsip utilitarisme

Prinsip utilitarisme mengatakan bahwa manusia wajib berusaha untuk selalu menghasilkan kelebihan akibat-akibat baik yang sebesar-besarnya terhadap akibat-akibat buruk apabila bertindak. Jadi di antara semua tindakan yang dapat kita ambil yang betul adalah tindakan – sejauh dapat kita perhitungkan – akan paling memajukan kepentingan semua orang yang dapat kita pengaruhi.

b. Jasa utilitarisme

Jasa utilitarisme terletak dalam rasionalitas dan universalitas. Rasionalitas, yaitu alasan-alasan rasio saat kita memilih satu dari dua kemungkinan. Universalitas, yaitu prespektif bahwa keputusan yang kita ambil tidak egois, melainkan berakibat universal, wawasannya secara hakiki bersifat sosial. Jadi utilitarisme mempunyai unsur yang cocok bagi suatu moralitas manusia sebagai makhluk sosial.

Tuntunan bahwa kita selalu harus memperhatikan akibat-akibat dari tindakan kita mengungkapkan suatu prinsip moral yang fundamental. Kita bertanggung jawab atas akibat-akibat dari apa yang kita lakukan. Kita tidah boleh cuci tangan. Kita selalu harus bertindak sedemikian rupa hingga akibat-akibatnya paling sesuai dengan kepentingan, hak dan harapan sebanyak mungkin orang. Dan dengan demikian utilitarisme memuat prinsip lebih lanjut bahwa manusia bertanggung jawab terhadap sesamanya.

Jadi, kita tidak boleh hidup dan bertindak seakan-akan kita sendirian di dunia ini. Sesama kita menjadi tanggung jawab kita, dalam arti bahwa kita dalam segala tindak tanduk harus sedemikian rupa sehingga kita tidak manfaatnya (kebaikannya) kepada orang lain”. Pada hakikatnya orang yang

(11)

berbuat baik atau berbuat jahat terhadap orang lain adalah untuk dirinya sendiri. Mengapa orang lain senang senang berbuat baik kepada kita, karena kita yang lebih dulu berbuat baik kepada orang tersebut.

(12)

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN

Berakhlak Islami sama halnya dengan melaksanakan tuntunan agama Islam. Akhlak sebagai jembatan yang mendekatkan makhluk Allah dengan Khaliknya, menjadi parameter menilai sempurna atau tidaknya suatu akhlak manusia. Akhlak Islami sendiri secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu akhlak yang baik (akhlakul karimah) dan akhlak yang buruk (akhlakul mazmumah). Dengan adanya kedua akhlak tersebut kami menyamakan dengan sebuah perumpamaan: jika kita menanam padi maka akan tumbuh padi, sedangkan jika kita menanam duri maka akan tumbuh duri pula. Begitupun dengan akhlak, jika kita berbuat kebaikan maka kita akan mendapatkan kebaikan dan sebaliknya jika kita berbuat keburukan maka kita akan mendapat keburukan pula. Kemudian baiknya buruknya akhlak seseorang itu menentukan kebahagiaan orang tersebut. Bau harum tandanya dekat dengan bunga, sedangkan bau busuk tandanya dekat dengan bangkai. Jadi, kebaikan itu dekat dengan kebahagiaan, sedangkan keburukan itu dekat dengan kesengsaraan.

B. SARAN

(13)

Referensi:

Nata, Abudin. 2011. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Dalam; http://arifulamar88.blogspot.co.id/2015/02/akhlak-sebagai-asas-kebahagiaan.html

Suseno, Franz Magniz. 1987. Etika Dasar. Yogyakarta: Kanisius. Dalam:

http://arifulamar88.blogspot.co.id/2015/02/akhlak-sebagai-asas-kebahagiaan.html

Iman, islam, ihsan adalah tiga kata yang maknanya saling berkaitan, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Rasulullah Saw.

“Diriwayatkan dari umar bin khatab, “Suatu hari, disaat kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah Saw. Tiba-tiba muncullah seorang laki-laki yang mengenakan pakaian serba putih, rambutnya hitam pekat, tidak berjejak, dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya, samppai dia duduk di depan Nabi Saw. dan menyandarkan kedua lututnya pada lutut Nabi Saw.seraya meletakkan kedua telapak tangannya diatas paha belia. Kemudian ia berkata, Wahai Muhammad, ajarilah aku tentang islam,

Nabi bersabda, islam adalah hendaknya engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul-Nya, engkau mendirikan solat, mengelurkan zakat, berpuasa ramadhan, dan menunaikan ziarah haji ke baitullah jika engkau mampu menempuh perjalanannya. Segera saja laki-laki itu berkata, “Engkau benar wahai Muhammad.” . . . . . . . Dia kembali berkata, Wahai Muhammad kabarilah aku tentang iman,

Muhammad bersabda, iman adalah hendaknya engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitb-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman pula kepada ketentuan (qadar) baik ataupun buruk ,”Engkau benar Muhammad , Kemudian ia berkata lagi “jelaskan padaku tentang ihsan ,

Rasulullah bersabda” Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya atau jika engkau tidak melihat-Nya, maka Alla-lah yang melihat engkau.

(14)

adalah aspek batinnya. Kemudian agama baru disebut ihsan jika aspek batin (iman) dan lahirnya (amal saleh) telah di penuhi secara utuh dan sempurna.

iman

Pengertian iman

Secara bahasa iman berarti membenarka (tashdiq), sementara menurut istilah ialah “membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatannya”. Sedang menurut istilah yang sesungguhnya ialah kepercayaan yang meresap kedalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur dengan syak dan ragu, serta memberi pengaruh terhadap pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. Kata iman dalam Al-quran digunakan untuk arti yang bermacam-macam. Ar- Raghib al-Ashfahani (ahli kamus Al-quran) mengatakan, iman didalam Al-quran terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya sebatas dibibir saja padahal dalam hati dan perbuatannya tidak beriman, terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya terbatas pada perbuatannya saja, sedang hati dan ucapannya tidak beriman dan ketiga kata iman terkadang digunakan untuk arti iman yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan di amalkan dalam perbuatan sehari-hari.

Rukun (pilar-pilar) iman dalam islam

Sesuai dengan hadits Rasulullah saw, diatas sudah dijelas bahwasanya ada enam rukun iman yang harus diyakini untk menjadi seorang islam yang sempurna dan menjadi seorang hamba Allah yang ihsan nantinya, enam rukun iman tersebut nadalah:

Beriman kepada Allah Swt

(15)

Beriman kepada malaikat

Malaikat adalah hamba Allah yang mulia, mereka diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya, serta tunduk dan patuh menta’ati-Nya, Allah telah membebankan kepada mereka berbagai tugas, Diantaranya adalah : Jibril tugasnya menyampaikan wahyu, Mikail mengurusi hujan dan tumbuh-tumbuhan, Israfil meniup sangsakala di hari kiamat, Izrail (malaikat maut), Raqib , Atit,mencatat amal perbutan manusia, Malik menjaga neraka, Ridwan menjaga surga, dan malaikat-malaikat yang lain yang hanya Allah Swt yang dapat mengetahuinya.

Beriman kepada kitab-kitab

Allah yang Maha Agung dan Mulia telah menurunkan kepada para Rasul-Nya kitab-kitab, mengandung petunjuk dan kebaikan. Diantaranya: kitab taurat diturunkan kepada Nabi Musa, Injil diturunkan kepada Nabi Isa, Zabur diturunkan kepada Nabi Daud, Shuhuf Nabi Ibrahim dan Nabi Musa, Al-quran diturunkan Allah Swt, kepada Nabi Muhammad Saw, Dengannya Allah telah menasakh (menghapus) semua kitab sebelumnya. Dan Allah telah menjamin untuk menjaga dan memeliharanya, karena ia akan menjadi hujjah atas semua makhluk, sampai hari kiamat.

Beriman kepada para rasul

Allah telah mengutus kepada maakhluk-Nya para rasul, rasul pertama adalah Nuh dan yang terakhir adalah Muhammad Saw, dan semua itu adalah manusia biasa, tidak memiliki sedikitpun sifat ketuhanan, mereka adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan dengan kerasulan. Dan Allah telah mengakhiri semua syari’at dengan syari’at yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw,yang diutus untuk seluruh manusia , maka tidak ada nabi sesudahnya.

Beriman kepada hari akhirat

Yaitu hari kiamat, tidak ada hari lagi setelahnya, ketika Allah membangkitkan manusia dalam keadaan hidup untuk kekal ditempat yang penuh kenikmatan atau ditempat siksaan yang amat pedih. Beriman kepada hari akhir meliputi beriman kepada semua yang akan terjadi setelah itu, seperti kebangkitan dan hisab, kemudian surga atau neraka.

(16)

Taqdir artinya: beriman bahwasanya Allah telah mentaqdirkan semua yang ada dan menciptakan seluruh mahluk sesuai dengan ilmu-Nya yang terdahalu, dan menurut kebijaksanaan-Nya, Maka segala sesuatu telah diketahui oleh Allah, serta telah pula tertulis disisi-Nya, dan Dialah yang telah menghendaki dan menciptakannya.

Islam

Pengertian islam

kata islam merupakan pernyataan kata nama yang berasal dari bahasa arab aslama, yaitu bermaksud “untuk menerima, menyerah, atau tunduk” Dengan demikian islam berarti penerimaan dari dan penundukan kepada tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya dan menghindari politheisme. Perkataan ini memberikan beberapa maksud dari Al-qur,an. Dalam beberapa ayat, kualitas islam sebagai kepercayaan ditegaskan: “ Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama islam)” . Ayat lain menghubungkan islam dan din (lazimnya diterjemahkan sebagai “Agama”) .” Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku- cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam jadi agama bagimu”.

Secara etimologis kata islam diturunkan dari akar kata yang sama dengan kata salam yang berarti “Damai”. Kata muslim (sebutan bagi pemeluk agama islam) juga berhubungan dengan kata islam, kata tersebut berarti ”Orang yang berserah diri kepada Allah”.

(17)

seluruh hal yang bermanfaat, serta melarang dari segala hal yang membahayakan bagi agama dan kehidupan mereka didunia .

Rukun (pilar-pilar) islam

Islam di bangun diatas lima rkun. Seseorang tidak akan menjadi muslim yang sebenarnya hingga dia mengimani dan melaksanakannya yaitu:

Rukun pertama: syahadat (bersaksi) bahwa, tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwasanya Muhammad Rasulullah. Syahadat ini merupakan kunci islam dan pondasi bangunannya. Makna syahadat la ilaha illallah ialah : tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah saja,dilah ilahi yang hak, sedangkan ilahi selainnya adalah batil dan ilahi itu artinya sesuatu yang disembah. Dan makna syahadat: bahwasanya Muhammad itu adalah Rasulullah ialah: membenarkan semua apa yang diberitakannya, dan mentaati semua perintahnya srta menjauhi semua yang dilarang dan dicegahnya.

Rukun kedua: shalat:Allah telah mengsyari’atkan lima shalat setiap hari sebagai hubungana antara seorang muslim dengan Tuhanya. Didalamnya dia bermunajat dan berdo’a kepada-Nya,disamping agar menjadi pencegah bagi muslim dari perbuatan keji dan mungkar. Dan Alah telah menyiapkan bagi yang menunaikanya kebaikan dalam agama dan kemantapan iman serta ganjaran,baik cepat maupun lambat.Maka dengan demikian seorang hamba akan mendapatkan ketenangan jiwa dan kenyamanan raga yang akan membuatnya bahagia di dunia dan akhirat.

Rukun ketiga: Zakat yaitu sedekah yang dibayyar oleh orang yang memiliki harta sampai nishab(kadar tertenrtu) setiap tahun,kepada yang berhak menerimanya seperti kaum fakir dan lainya,diantara yang berhak menerima zakat.Zakat itu tidak di wjibkan atas orang fakir yang tidak memiliki nishab,tapi hanya di wajibkan atas kaum kaya untuk menyempurnakan agama dan islam mereka,meningkatkan kondisi dan akhlak mereka,menolak segala balak dari mereka dan harta mereka,mensuccikan mereka dari dosa,disamping sebagai bantuan bagi orang-orang yang membutuhkan dan fakir diantara mereka,serta untuk memenuhi kebutuhan keseharian mereka,sementara zakat hanyalah merupakan bagian kecil sekali dari jumlah harta dan rizki yang diberikan Allah kepada mereka.

(18)

hijriyah.Kaum muslimin secara keseluruhan serempak meninggalkan kebutuhan-kebutuhan pokok mereka,makan,minum,dan jimak di siang hari mulai terbit fajar sampai matahari terbenam.Dan semua itu akan di ganti oleh Allah bagi mereka berkat karunia dan kemurahan-Nya,dengan penyempurnaan agama dan iman mereka,serta peningkatan kesempurnaan diri,dan banyak lagi ganjaran dan kebaikan lainya,baik di dunia maupun di akhirat yang telah di janjikan Allah bagi orang-orang yang berpuasa.

Rukun kelima: Haji yaiu menuju masjidil haram untuk melakukan ibadah tertentu. Allah mewajibkan atas orang yang mampu sekali seumur hidup,Pada waktu itu kaum muslimiin dari segala penjuru berkumpul di tempat yang paling mulia dimuka bumi ini,menyembah tuhan yang satu,memakai pakaian yang sama,tidak ada perbedaan antara pemimpin dan yang dipimpin,antara si kaya dan si fakir dan antara yang berkulit putih dan berkulit hitam.Mereka semua melaksanakan bentuk-bentuk ibadah tertentu,yang terpenting diantaranya adalah: wukuf di padang arafah,tawaf di ka’bah,kiblatnya kaum muslimin,dan sa’i antara bukit shafa dan marwah.

Ihsan

(19)

.” Dan berbuat baiklah kalian, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik. “ (Qs Al-baqarah:195)

“ Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan . . . .”(Qs. An-nahl : 90 )

Pengertan ihsan

Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan. Allah Swt. Berfirman dalam Al-qur’an mengenai hal ini.

” Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri . . .”(Al-isra’:7)

“Dan berbuat baiklah (kpd orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik terhadapmu . . “(Qs AL-Qashash: 77).

Ibnu katsir mengomentari ayat diatas dengan mengatakan bahwa kebaikan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh mahluk Allah Swt.

Landasan syar’I ihsan

Pertama Al- qur’anul karim

Dalam Al-qur’an, terdapat 166 ayat yang berbicara tentang ihsan dan implementasinya. Dari sini kita dapat menarik satu makna, betapa mulia dan agungnya perilaku dan sifat ini, hingga mendapat porsi yang sangat istimewa dalam Al-qur’an. Berikut ini adalah beberapa ayat yang menjadi landasan akan hal ini.

“ Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnyaAllah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Al- baqarah: 195)

“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan kebaikan.” (Qs.An-nahl:90)

“. . . . .serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia. . . .”(Qs. Al-baqarah:83)

(20)

Kedua, As-sunnah

Rasulullah Saw. Pun sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini. Sebab,ini merupakan puncak harapan, perjuangan seorang hamba. Bahkan, diantara hadits-hadits mengenai ihsan tersebut, ada beberapa yang menjadi landasan utama dalam memahami agama ini. Rasulullah Saw. menerangkan mengenai ihsan –Ketika ia menjawab pertanyaan malaikat jibril tentang ihsan, dimana jawaban tersebut dibenarkan oleh jibril, dengan mengatakan ,” Engkua menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”

(HR. Muslim).

Aspek pokok dalam ihsan

Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental ketiga aspek tersebut ibadah, muamalah, dan ahklak.

Ibadah

kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menjalankan semua jenis ibadah, seperti solat, puasa, haji dan sebagainya dengan cara yang benar. Yaitu dengan menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksnaan ibadah-ibadah tersebut ia penuhi dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah selalu memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh Allah. Minimal seorang hamba harus merasa bahwa Allah selalu memantaunya, karena dengan inilah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan.inilah maksud dari perkataan Rasulullah Saw. yang berbunyi,

“Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”

(21)

seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ingin ingin mewujudkan ihsan dalam setiap ibadahnya.

Tingkat ibadah dan derajatnya

Berdasarkan nash-nash dalam Al-qur’an dan sunnah, maka ibadah mempunyai tiga tingkatan, yang pada setiap tingkatan derajatnya seorang hamba tidak akan dapat mengukurnya. Karena itulah kita berlomba-lomba untuk meraihnya, pada setip derajat ada tingkatan tersendiri dalam surga. Yang tertinggi adalah derajat muhsinin, Dan ia akan menempati jannatul firdaus, derajat tertinggi dalam surga. Kelak penghuni surgs tingkat bawah akan memandangi penghunu surga surga tingkat atas, laksana penduduk bumi memandangi bintang-bintang di langit yang menandakan betapa jauhnya jarak antara mereka.

Adapun tiga tingkatan ter sebut adalah sebagai berikut:

1. Tingkat At-taqwa, yaitu tingkatan paling bawah dengan derajad yang berbeda-beda.

2. Tingkat Al-bir, yaitu tingkat menengah dengan derajat yang berbeda-beda.

3. Tingkat Al-ihsan, yaitu tingkat paling atas dengan derajat yang berbeda-beda.

Tingkat taqwa

Tingkat taqwa adalah tingkatan dimana seluruh derajatnya dihuni oleh mereka yang masuk kategori Al-muttaqin, sesuai dengan derajad ketaqwan masing-masing.

Taqwa akan menjadi sempurna dengan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi serta meninggalkan segala apa yang dilarangNya, hal ini berarti meninggalkan salah satu perintah Allah saja dapat mengakibatkan sangsi, dan melakukan salah satu laranganNya saja adalah dosa. Dengan demikian puncak taqwa adalah menjalankan semua perintah Allah serta menjauhi segala laranganNya.

(22)

hal tersebut, Allah akan mengampuni hambaNya yang berdosa karena kelalaiannya dari menunaikan hak-hak taqwa. Sementara itu, ketika seorang hamba naik peringkat puncak taqwa, boleh jadi ia akan naik peringkatnya pada peringkat bir atau ihsan. Peringkat ini disebut martabat taqwa, karena amalan-amalan yang ada pada derajat ini membebaskannya dari siksaan atas kesalahan yang dilakukannya. Adapun derajat yang paling rendah dari peringkat ini adalah derajat dimana seseorang menjaga dirinya dari kekalnya dalam neraka, yaitu dengan iman yang benar dan diterima oleh Allah Swt.

Tingkat Al-bir

Peringkat ini akan dihuni oleh mereka yang masuk kategoi Al-abror, hal ini sesuai dengan amalan-amalan kebaikan yang mereka lakukan dari ibadah-ibadah sunnah serta segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah Swt. hal ini dilakukan setelah mereka melakukan hal yang wajib, yakni yang ada pada peringkat At-taqwa.

Peringkat ini disebut derajat Al-bir (kebaikan), karena derajat ini merupakan perluasan pada hal-hal yang sifatnya sunnah, sesuai sifatnya semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah dan merupakan tambahan dari batasan-batasan yang wajib serta yang di haramkanNya. Amalan-amalan ini tidak diwajibkan oleh Allah kepada hambaNya, tetapi perintah itu bersifat anjuran, sekaligus terdapat janji pahala didalamnya.

Akan tetapi mereka yang melakukan amalan tambahan ini tidak akan masuk kedalam tingkatan Al-bir, kecuali mereka telah melaksanakan peringkat yang pertama, yaitu peringkat taqwa. Karena melaksanakan hal yang pertama menjadi syarat mutlak untuk naik keperingkat yang selanjutnya.

Dengan demikian,barang siapa yang mengklaim dirinya telah melakukan kebaikan sedang ia tidak mengimani unsure-unsur kaidaah iman dalam ihsan, serta tidak terhindar dari siksaan neraka , maka ia tidak dapat masuk kedalam peringkat ini. (Al-bir). Allah Swt. telah berfirman,

(23)

“ya tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar seruan orang yang menyeru kepada iman, yaitu berimanlah kamu kepada tuhanmu, maka kamipun beriman. Ya tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami dan wafatkanlah kami bersama orang-orang yang banyak berbuat baik.” (Al-imran: 193) .

Tingkat ihsan

Makna ihsan adalah: Engkau menyembah Allah SWT seakan-akan engkau melihatNYa, tetapi jika engkau tidak melihatNYA, yakinlah bahwa Dia melihat engkau.

Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori Muhsinun, mereka adalah orang yang telah melewati tingkat pertama dan kedua (peringkat At-taqwa dan Al-bir).

Ketika kita mencermati pengertian ihsan dengan sempurna, maka kita akan mendapatkan kesimpulan bahwa ihsan memiliki dua sisi yaitu : Pertama, ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keiklasan dan jujur dalam beramal.

Kedua, ihsaan adalah senantiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang dapat mendekat diri kepada Allah Swt. selama hal itu adalah sesuatu yang diridhaiNya dan dianjurkan untuk melaksanakannya.

Untuk dapat naik kemartabat ihsan dalam segala amal , hanya bisa dicapai melalui amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh Allah Swt. serta dilakukan atas dasar mencari ridha Allah Swt.

Referensi:

Asmaran As, 2002, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada http://serbamakalah.blogspot.co.id/2013/02/iman-islam-ihsan.html

Rintangan untuk berbuat kebaikan

(24)

mengharapkan walau hanya ucapan terima kasih. Bahkan Para Rasul, para Nabi pun selalu dicurigai bahkan dihujat, artinya para utusan Allah pun tidak bisa menyenangkan semua pihak.

Namun , saudaraku bergembiralah, bila anda masih dan sanggup berbuat kebaikan. Ini adalah kehormatan besar bagi anda.

“ Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu.” Orang-orang yang berbuat baik di dunia memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Qs. Az-Zumar : 10).

Yakinlah , jika penerima kebaikan anda sampai lupa berterimakasih kepada anda, atau justru sengaja mencemooh anda, Allah akan membalas kebaikan anda dengan berlipat-lipat ganda.

Salah satu rahasia Allah yang diungkapkan dalam Alqur’an adalah bahwa seseorang yang beramal shaleh akan diberikan balasan yang tanpa batas.

Saudaraku , kita perlu mengetahui apakah sesunnguhnya arti dari kebaikan itu. Definisi dari kebaikan sendiri begitu beragam, setiap individu dengan latara belakang kultur yang berbeda mempunyai definisi tersendiri tentang kebaikan.

BAB III PENUTUP Kesimpulan

(25)

Jadi berilah motivasi pada diri kita sendiri agar selalu berbuat kebaikan hanya karna allah semata, dan berpikirlah seandainya kita selalu berbuat baik, maka orang lain pasti akan berbuat baik pula kepada diri kita.

Referensi:

Achmad, mudlor.Tt.Etika dalam Islam.AL-Iklas Surabaya. Dalam:

http://3sobatman.blogspot.co.id/2013/05/makalah-problematika-dalam-perbuatan.html

Al-jazairi,Syehk Abu Bakar.2003.Mengenal etika dah Akhlak Islam.Lentera Jakarta. Dalam:

http://3sobatman.blogspot.co.id/2013/05/makalah-problematika-dalam-perbuatan.html

Bagaimanakah Akhlak Yang Baik Itu ?

Dari hadits-hadits yang dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa akhlak yang paling baik memiliki keutamaan yang tinggi. Karena itu sudah

sepantasnya setiap muslim mengambil akhlak yang baik sebagai

perhiasannya. Yang perlu diingat bahwa ukuran baik atau buruk suatu akhlak bukan ditimbang menurut selera individu, bukan pula hitam putih akhlak itu menurut ukuran adat yang dibuat manusia. Karena boleh jadi, yang dianggap baik oleh adat bernilai jelek menurut timbangan syari’at atau sebaliknya. Sehingga ukuran akhlak yang baik itu adalah berdasarkan standart dari syari’at yang telah ditetapklan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam. Karena Allah subahanahu wa ta’ala sebagai Pembuat syari’at ini, Maha Tahu dengan keluasan ilmu-Nya apa yang mendatangkan kemashlahatan/kebaikan bagi hamba-hamba-Nya.

Sebagaimana yang telah dijadikan acuan oleh seluruh umat Islam di muka bumi ini dalam melaksanakan perintah-perintah syari’at tiada lain hanyalah mencontoh kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, karena beliaulah satu-satunya pemberi teladan yang terbaik. Hal ini disebutkan dalam firman Allah :

(26)

Selain ayat Al-Qur’an yang menyebutkan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Bakar bin Umar bin Abdurrrahman :

Sunan Tirmidzi 434: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Malik bin Anas dari Abu Bakar bin Umar bin Abdurrahman dari Sa'id bin Yasar dia berkata, saya berjalan bersama Ibnu Umar dalam suatu perjalanan, lantas saya menghilang darinya, dia berkata, dimanakah kamu? Saya menjawab, saya melaksanakan shalat witir, maka dia berkata, tidakkah pada diri Rasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam terdapat teladan yang baik untukmu? Saya pernah melihat Rasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam shalat witir diatas kendaraan.

Mengapa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam sebagai teladan terbaik bagi umat islam ? jawabannya adalah karena Allah subhanahu wa ta’ala sendiri yang menyebutkan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah :

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berakhlak yang agung. (QS. Al Qalam : 4 )

Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam sebagai seorang yang paling baik akhlaknya disebutkan pula dalam sebuah hadits Aisyaha Radhyallahu’anha : .

“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya.”

Sebuah riwayat yang shahih menceritakan mengenai akhlak Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam dimana pada suatu ketika seseorang yang

bernama Saad bertanya kepada Aisyah radhyallahu’anha tentang bagaimana akhlak Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam , hal ini tertuang dalam sebuah hadits riwayat Muslim :

Saad bertanya; "Wahai Ummul mukminin, beritahukanlah kepadaku tentang akhlak Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam!.' 'Aisyah menjawab;

(27)

shalat malamnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?" 'Aisyah balik bertanya; "Bukankah engkau pernah membaca surat Al Muzammil? Aku menjawab; "Benar" Kata Aisyah; "Allah Azza wa Jalla pernah mewajibkan qiyamullail (shalat malam) di awal surat ini turun, sehingga Nabiyullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya mendirikannya selama setahun, dan Allah menahan penutupnya di langit selama dua belas bulan hingga Allah turunkan akhir surat ini sebagai bentuk keringanan, sehingga shalat malam menjadi sunnah setelah diwajibkan. Kata Sa'ad; "Wahai Ummul mukminin, beritahukanlah kepadaku tentang witir Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam! Jawabnya; "Kami dulu sering mempersiapkan siwaknya dan bersucinya, setelah itu Allah membangunkannya sekehendaknya untuk bangun malam. Beliau lalu bersiwak dan berwudhu` dan shalat sembilan rakaat. Beliau tidak duduk dalam kesembilan rakaat itu selain pada rakaat kedelapan, beliau menyebut nama Allah, memuji-Nya dan berdoa kepada-Nya, kemudian beliau bangkit dan tidak mengucapkan salam. Setelah itu beliau berdiri dan shalat untuk rakaat ke sembilannya. Kemudian beliau berdzikir kepada Allah, memuji-Nya dan berdoa kepada-Nya, lalu beliau mengucapkan salam dengan nyaring agar kami mendengarnya. Setelah itu beliau shalat dua rakaat setelah salam sambil duduk, itulah sebelas rakaat wahai anakku. Ketika Nabiyullah berusia lanjut dan beliau telah merasa kegemukan, beliau berwitir dengan tujuh rakaat, dan beliau lakukan dalam dua rakaatnya sebagaimana yang beliau lakukan pada yang pertama, maka itu berarti sembilan wahai anakku. Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi

wasallam mengerjakan shalat, maka beliau suka dikerjakan secara terus menerus (kontinyu). Jika beliau ketiduran atau sedang sakit sehingga tidak dapat melakukannya di malam hari, maka beliau shalat di waktu siangnya sebanyak dua belas rakaat, seingatku Nabiyullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah membaca satu mushaf (keseluruhan Alquran) dalam satu

malam, tidak pula shalat malam hingga subuh, tidak pula pula puasa sebulan penuh selain bulan Ramadhan." Kata Sa'ad; "Setelah itu aku

berangkat menemui Ibnu Abbas, aku lalu menceritakan kepadanya tentang haditsnya tersebut, Ibnu Abbas lalu berkata; "Aisyah benar."

(28)

Menurut Abdul Qadir bin Jawas bahwa di antara akhlak Salafush Shalih Radhiyallahu 'anhum , yaitu:

1. Ikhlas dalam ilmu dan amal serta takut dari riya’.

2. Jujur dalam segala hal dan menjauhkan dari sifat dusta.

3. Bersungguh-sungguh dalam menunaikan amanah dan tidak khianat. 4. Menjunjung tinggi hak-hak Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam .

5. Berusaha meninggalkan segala bentuk kemunafikan.

6. Lembut hatinya, banyak mengingat mati dan akhirat serta takut terhadap akhir kehidupan yang jelek (su’ul khatimah).

7. Banyak berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla, dan tidak berbicara yang sia-sia.

8. Tawadhdhu’ (rendah hati) dan tidak sombong.

9. Banyak bertaubat, beristighfar (mohon ampun) kepada Allah, baik siang maupun malam.

10. Bersungguh-sungguh dalam bertaqwa dan tidak mengaku-ngaku sebagai orang yang bertaqwa, serta senantiasa takut kepada Allah.

11. Sibuk dengan aib diri sendiri dan tidak sibuk dengan aib orang lain serta selalu menutupi aib orang lain.

12. Senantiasa menjaga lisan mereka, tidak suka ghibah (tidak menggunjing sesama Muslim).

13. Pemalu.

14. Banyak memaafkan dan sabar kepada orang yang menyakitinya. 15. Banyak bershadaqah, dermawan, menolong orang-orang yang susah, tidak bakhil/tidak pelit.

16. Mendamaikan orang yang mempunyai sengketa.

17. Tidak hasad (dengki, iri), tidak berburuk sangka sesama Mukmin. 18. Berani dalam mengatakan kebenaran dan menyukainya

19. Berbuat baik kepada orang tua 20. Memelihara silaturrahim

21.Berbuat baik kepada tetangga

22.Berbuat baik kepada anak yatim dan fakir miskin 23. Tidak berbuat zhalim

(29)

serta dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam . Orang-orang yang mengikuti jejak mereka adalah Orang-orang-Orang-orang yang harus

mempunyai akhlak yang mulia karena akhlak mempunyai hubungan yang erat dengan ‘aqidah dan manhaj.

Keutamaan Orang Yang Mempunyai Akhlak Baik

Mengapa sebagai seorang muslim wajib memiliki akhlak yang baik, hal ini dikarenakan hanya akhlak yang baiklah yang memasukkan seseorang ke dalam surga , sehingga dengan demikian maka oarng yang mempunyai akhlak yang baik mempunyai keutamaan-keutamaan :

1.Mendapatkan tempat di surga sebagaimana hadits berikut ini :

Sunan Tirmidzi 1927: dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, maka beliau pun menjawab: "Takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia." Dan beliau juga ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka, maka beliau menjawab: "Mulut dan kemaluan."

2. Menghapus keburukan,tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam

menasehati sahabatnya, beliau shalallahu ‘alahi wasallam menggandengkan antara nasehat untuk bertaqwa dengan nasehat untuk bergaul/berakhlak yang baik kepada manusia sebagaimana hadits berikut ini

Sunan Tirmidzi 1910: Abu Dzar ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda kepadaku: "Bertakwalah kamu kepada Allah dimana saja kamu berada dan ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapuskannya, serta pergauilah manusia dengan akhlak yang baik."

3.Dalam timbangan (mizan) amal pada hari kiamat tidak ada yang lebih berat dari pada aklak yang baik, sebagaimana sabda rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam :

Sunan Tirmidzi 1925: dari Abu Darda` bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin kelak pada hari kiamat daripada akhlak yang baik.

(30)

4.Orang-orang yang berakhlak baik, dicintai oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam dan disurga nantinya akan mendapatkan tempat duduk

berdekatan dengan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits berikut ini :

Sunan Tirmidzi 1941: dari Jabir bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan yang tempat duduknya lebih dekat kepadaku pada hari kiamat ialah orang yang akhlaknya paling bagus. Dan sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempat duduknya dariku pada hari kiamat ialah orang yang paling banyak bicara (kata-kata tidak bermanfaat dan memperolok

manusia)." Para shahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling banyak bicara itu?" Nabi menjawab: "Yaitu orang-orang yang

sombong."

5.Sungguh akhlak yang mulia itu meninggikan derajat seseorang di sisi Allah, sebagaimana sabda RasulullahShallallahu 'alaihi wa sallam:

Sunan Abu Daud 4165: dari Al Muthallib dari 'Aisyah ia berkata, "Aku

mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya seorang mukmin akan mendapatkan kedudukan ahli puasa dan shalat

dengan ahlak baiknya." “Sesungguhnya seorang Mukmin dengan akhlaknya yang baik, akan mencapai derajat orang yang shaum (puasa) di siang hari dan shalat di tengah malam.” (HR. Abu Dawud (no. 4798)

6.Akhlak yang mulia dapat menambah umur dan menjadikan rumah makmur, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

“... Akhlak yang baik dan bertetangga yang baik keduanya menjadikan rumah makmur dan menambah umur(HR. Ahmad (VI/159), dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha

Kesimpulan dan Penutup

(31)

seseorang menggambarkan bagaimana nilai akhlak yang dimilikinya. Seseorang yang berpenampilan dengan sikap kasar tidak mengenal sopan santun, melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma dan syari’at islam seperti suka berbuat zhalim, tidak mengenal rasa malu,

menurutkan hawa nafsu, maka sesungguhnya yang bersangkutan dipastikan memilki akhlak yang tidak terpuji. Dan sebaliknya seseorang muslim yang bersikap lemah lembut, penuh kasih sayang, memilki kesabaran yang tinggi, tidak menyukai perbuatan zhalim, taat kepada Allah dan Rasul-Nya dengan melakukan segala perintah-perintah serta syari’at agama dan meninggalkan apa-apa yang dilarang, memilki rasa malu, mampu mengendalikan hawa nasfsu maka sesungguhnya yang bersangkutan memiliki akhlak yang terpuji.

Seorang muslim wajib untuk memiliki akhlak yang terpuji karena banyak dalil baik berupa ayat Al-Qur’an ataupun As-sunnah yang menyebutkan tentang keutamaan akhlak yang terpuji dan tercelanya akhlak yang buruk. Untuk dapat memiliki akhlak yang terpuji seseorang wajib untuk meneladani akhlaknya Rasulullah shalallahu’ alaihi wa sallam serta akhlaknya para sahabat – sahabat beliau shalallahui’alaihi wa sallam karena Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam dan para sahabat beliau mereka adalah orang-orang yang mempunyai akhlak yang tinggi dan mulia serta dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam . ( Walallahu’alam )

Referensi:

Al-Qur’an dan Terjemahan, software Salafi-DB dalam:

http://albumpuisirindu.blogspot.co.id/2012/02/bagaimanakah-seharusnya-akhlak-seorang.html

Ensiklopedi Kitab Hadits 9 Imam, software Lidwa Pusaka dalam:

http://albumpuisirindu.blogspot.co.id/2012/02/bagaimanakah-seharusnya-akhlak-seorang.html

Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Mengajak Manusia Kepada Akhlak Yang Mulia Dan Amal-Amal Yang Baik Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas , artikel

Almanhaj.Or.Id dalam:

(32)

Referensi

Dokumen terkait

 Sebaiknya bagian gudang melakukan pengecekan yang lebih rutin, sehingga bisa mengurangi terjadinya selisih antara kartu stock dan fisik barang.  Sebaiknya setiap permintaan

Standar Error dari nilai hasil Post Test pada kelas experimen dengan.. menggunakan SPSS 21.0.Hasil dari perhitungan tersebut

Laju resesi ditentukan dengan mencatat waktu yang diperlukan setelah pemberian air irigasi dihentikan sampai permukaan air di suatu tempat akan habis mengalir ke

Suku bunga negatif adalah kebijakan moneter nonkonvensional yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah uang beredar, dimana pertambahan uang tersebut diharapkan akan

Pengembangan alat ukur tersebut dilakukan karena kedua versi sebelumnya lebih berfokus pada indikator perilaku tidak ketergantungan sebagai alternatif rasa kemandirian,

Sebaiknya tidak menggunakan motif wallpaper yang terlalu besar atau berlebihan sehingga komposisinya dalam ruangan akan tetap sesuai porsi dan dengan begitu bisa tetap merasa nyaman

Interaksi yang diinginkan pada FIBM adalah sputtering, dimana tumbukan ion akan membuang material di permukaan benda kerja dan pada FIB Deposition yang diinginkan

Siantar adalah kota yang paling toleran secara nasional, oleh karenanya patut diapreasiasi bahwa keberagaman etnis, suku dan budaya sudah membaur dan terjalin dengan baik