KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH KOTA METRO TERHADAP
PERSYARATAN PERIZINAN PENDIRIAN APOTEK
Andy Siswanto, Upik Hamidah, S.H., M.H., Satria Prayoga, S.H., M.H.,
Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung,
Jalan Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro, No. 1, Bandar Lampung, 35154
e-mail : andysiswanto1@gmail.com,
ABSTRAK
Kota Metro memiliki 21 (dua puluh satu) apotek dan 5 (lima) diantaranya tidak memiliki izin resmi dari Kantor PM-PTSP. Pengaturan mengenai izin apotek di Kota Metro didasarkan pada keputusan Menteri Kesehatan dan kebijakan pemerintah daerah Kota Metro. Faktor-faktor penghambat tidak terwujudnya pemberian izin usaha apotek di Kota Metro antara lain adanya ketidak tahuan sampai ketidak ingin tahuan terhadap kewajiban memiliki izin operasional, terlalu banyak syarat-syarat yang harus dipenuhi, adanya biaya-biaya tidak terduga yang harus dikeluarkan pada saat proses pengajuan izin, birokrasi yang rumit, dan kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh Kantor PM-PTSP terhadap apotek yang tidak memiliki izin.
Kata kunci : kebijakan pemerintah, perizinan usaha, apotek, izin operasional
ABSTRACT
Metro city has 21 (twenty one) pharmacies and 5 (five) pharmacies which do not have official license from PM-PTSP Office. The admission concerning to the license of pharmacy in Metro City is based on Health Ministry’s Ministerial Decision and policy of Metro Local Government. Barrier factors for not being realized for pharmacy operational license granting in Metro City are the existence of ignorance and the lack of curiousity for the obligation for having operational license, too much prerequisite that has to fulfill for the establisher of the pharmaceutical practice for granted operational license, there are unexpected expenses that have to be expense in the process of license submission, complicated bureaucracy, and the lack of supervision that should be done by PM-PTSP Office towards unlicensed pharmacies.
I. PENDAHULUAN
Dalam penyelenggaraan kesehatan, biaya
terhadap penyediaan obat masih
merupakan komponen yang cukup besar
terhadap biaya pelayanan kesehatan secara
keseluruhan. Selain harga obat yang relatif
mahal, seringkali penggunaan obat juga
kurang rasional. Penggunaan obat bebas
oleh masyarakat cenderung meningkat,
bahkan peredaran produk gelap dan palsu
masih belum teratasi. Sepanjang tahun
2012 Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) menemukan 451 kasus
pelanggaran peredaran obat dan makanan
yang meliputi pengedaran secara ilegal
hingga penjualan produk palsu. Kasus ini
banyak terjadi pada sebagian apotek yang
merupakan tempat penjualan obat yang
seharusnya diharapkan dapat menjangkau
pemenuhan kebutuhan masyarakat akan
obat.1
Sebagai implementasi sistem pengawasan
obat dan makanan harus dilakukan secara
menyeluruh dan komprehensif, sehingga
dapat memberikan jaminan kepada setiap
anggota masyarakat bahwa produk yang
beredar dan dikonsumsi telah memenuhi
standar mutu dan keamanan. Dalam hal
ini, perizinan pendirian dan pengelolaan
1 http://news.detik.com/read/2012/12/27/
130628/2127831/10/sepanjang-2012-bpom-
temukan-451-kasus-obat-makanan-ilegal?nd771104bcj
apotek merupakan salah satu upaya bentuk
pengawasan kesehatan masyarakat yang
dapat memberikan alternatif bagi
masyarakat akan terpenuhinya pelayanan
kesehatan di bidang obat. Di dalam
pendirian dan pengelolaan apotek
dibutuhkan izin yang dalam hal ini harus
dipenuhi oleh seorang apoteker.
Secara filosofis setiap peraturan dan
kebijakan publik harus sesuai dengan rasa
keadilan di dalam masyarakat, dan secara
sosiologis setiap peraturan dan kebijakan
publik harus sesuai dengan kondisi
obyektif masyarakat.2 Namun, dalam hal
ini mengenai apotek dan pengelolaannya
yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah
Kota Metro terjadi permasalahan baru dan
mendapat penolakan dari banyak pihak
yang berkaitan dengan pengelolaan apotek.
Sebagai contoh munculnya Peraturan
Walikota Metro No 15 Tahun 2013
tentang Jenis Usaha/Kegiatan yang harus
dilengkapi dokumen UKL dan UPL yang
di dalamnya termasuk apotek.
Dapat diketahui bahwa apotek dalam
menjalankan usahanya tidak mengeluarkan
limbah yang membahayakan lingkungan,
namun dalam persyaratan izin
pendiriannya mewajibkan para pendiri
2 Dikutip dari Mulyana W. Kusuma dalam Mahfud
apotek untuk melengkapi dokumen UPL
dan UKL. Hal ini kemudian dinilai banyak
menimbulkan kekhawatiran akan sikap
dari pemerintah Kota Metro yang
seakan-akan menghambat dan mempersulit dalam
pendirian usaha apotek. Namun di sisi lain
juga peraturan tersebut merupakan
implikasi dari sikap para pengelola apotek
yang banyak melakukan pelanggaran
terhadap persyaratan pendirian apotek
sehingga menuntut pemerintah Kota Metro
lebih ketat dalam memberikan izin.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka
menarik perhatian penulis untuk
mengangkat tema ini menjadi sebuah
penelitian dengan judul “Kebijakan
Pemerintah Daerah Kota Metro Terhadap Persyaratan Perizinan Pendirian Apotek”.
II. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan
yuridis empiris, yaitu pendekatan yang
dilakukan dengan cara menggali informasi
dan melakukan penelitian dilapangan guna
mengetahui secara lebih jauh mengenai
permasalahan yang dibahas.3
3 Abdul Kadir. M. 2004. Hukum Dan Penelitian
Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hlm. 32
2.1.Sumber Data
Sebagai dasar pembahasan dalam
penelitian ini digunakan sebagai bahan
penelitian yang bersumber dari data-data
sebagai berikut:
2.1.1.Data Primer
Data Primer yaitu data yang langsung
diperoleh dari sumbernya secara lisan.
Pengumpulan data primer dilakukan
dengan menggunakan tehnik wawancara
terhadap Bapak Suroto sebagai Kasi
Penanaman Modal di Kantor Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kota Metro dan juga Apoteker di apotek
Tina Husada atas nama Ibu Iin Rufianti,
S.Si, Apt.
2.1.2.Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh
dengan mempelajari peraturan
perundang-undangan, buku-buku hukum, dan
dokumen yang berhubungan dengan
permasalahan yang dibahas.
Data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain :
1. Bahan hukum primer antara lain
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata cara Pemberian Izin
Apotek, Keputusan Menteri Kesehatan
RI Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002
tentang Ketentuan dan Tata cara
15 tahun 2009 tentang usaha kegiatan
wajib UKL/UPL.
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah
bahan-bahan yang erat kaitannnya dengan
bahan hukum primer, yang dapat
memberikan penjelasan terhadap
bahan-bahan hukum primer. Berupa
peraturan pelaksanan dan peraturan
pelaksana tekhnis yang berkaitan
dengan pokok bahasan, seperti literatur
dan norma-norma hukum yang
berhubungan dengan masalah yang
dibahas dalam penelitian ini.
3. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan
penunjang lain yang ada relevansinya
dengan pokok permasalahan,
2.2.Metode Pengumpulan dan
Pengolahan Data
2.2.1. Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang benar dan
akurat dalam penelitian ini ditempuh
prosedur sebagai berikut :
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah
mengumpulkan data yang dilakukan
dengan cara membaca, mengutip,
mencatat dan memahami berbagai
literatur yang ada hubungannya
dengan materi penelitian.
b. Studi Lapangan
Studi lapangan adalah
mengumpulkan data dengan
mengadakan penelitian langsung
pada tempat atau objek penelitian,
yang dilakukan dengan teknik
wawancara terfokus kepada para
informan yang sudah ditentukan.
Informan tersebut adalah :
a. KPM-PTSP
b. Penanggung jawab apotek
2.2.2.Pengolahan Data
Data yang terkumpul, diolah melalui
pengolahan data dengan tahap-tahap
sebagai berikut:
1. Identifikasi
Identifikasi data yaitu mencari dan
menetapkan data yang berhubungan
dengan kebijakan Pemerintah daerah
Kota Metro dalam persyaratan
perizinan pendirian Apotek.
2. Editing
Editing yaitu meneliti kembali data
yang diperoleh dari keterangan para
responden maupun dari kepustakaan,
Semua data yang diperoleh
kemudian disesuaikan dengan
permasalahan yang ada dalam
penulisan ini.
3. Klasifikasi Data
Klasifikasi data yaitu menyusun data
yang diperoleh menurut kelompok
sistematis sehingga data tersebut
siap untuk dianalisis.
4. Penyusunan Data
Sistematisasi data yaitu penyusunan
data secara teratur sehingga dalam
data tersebut dapat dianalisa menurut
susunan yang benar dan tepat.
7. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan yaitu langkah
selanjutnya setelah data tersusun
secara sistematis, kemudian
dilanjutkan dengan penarikan suatu.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian
3.1.1.Kota Metro
Secara geografis Kota Metro berada di
tengah Provinsi Lampung dan terletak
pada posisi 105,170-105,190 bujur timur
dan 5,60-5,80 lintang selatan, berjarak 45
km dari Kota Bandar Lampung (Ibukota
Provinsi Lampung) dengan batas wilayah
sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan
Kecamatan Punggur, Kabupaten
Lampung Tengah, dan Kecamatan
Pekalongan Kabupaten Lampung
Timur.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan
Kecamatan Pekalongan dan
Kecamatan Batanghari, Kabupaten
Lampung Timur.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Metro Kibang,
Kabupaten Lampung Timur/Way
Sekampung.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan
Kecamatan Trimurjo, Kabupaten
Lampung Tengah.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Metro
Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pemekaran
Kelurahan dan Kecamatan di Kota Metro,
Kota Metro memiliki Luas wilayah daratan
68,74 km2 atau 6.874 ha dengan jumlah
penduduk 151.284 jiwa yang tersebar
dalam 5 wilayah kecamatan dan 22
Kelurahan.
Pendapatan sektor kesehatan di Kota
Metro sebagian besar berasal dari retribusi
yang di pungut dari beberapa pelayanan
kesehatan yang ada. Kota Metro memiliki
fasilitas sarana pelayanan kesehatan dasar
dan penunjang yang cukup memadai yang
terdiri dari : 1 unit rumah sakit milik
pemerintah, 2 unit rumah sakit milik
swasta, 70 praketk dokter perorangan, 7
rumah bersalin, 42 bidan praktek swasta, 5
balai pengobatan, 21 apotek, 5 toko obat, 4
optik, dan 1 laboratorium swasta.
Fasilitas kesehatan tertinggi yang
dimanfaatkan oleh sebagian besar warga
masyarakat Kota Metro adalah puskesmas
Hal ini mengindikasikan bahwa fasilitas
tersebut paling banyak dipilih dikarenakan
cukup mudah dijangkau oleh penduduk
dan biaya berobat yang harus dikeluarkan
relatif murah.4
3.1.2.Kantor Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(KPM-PTSP) Kota Metro
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik Pasal 9
menyebutkan bahwa dalam rangka
mempermudah penyelenggaraan berbagai
bentuk pelayanan publik, dapat dilakukan
penyelenggaraan sistem pelayanan
terpadu.
Pasal 56 Peraturan Daerah Kota Metro
Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Kota Metro Nomor
07 Tahun 2008 Tentang Pembentukan,
Organisasi dan Tata Kerja Perangkat
Daerah Kota Metro menyatakan bahwa
Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu, merupakan
unsur-unsur perangkat daerah yang mempunyai
kewenangan di bidang penanaman modal,
pelayanan perijinan dan non perijinan.
Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kota Metro
mempunyai tugas melaksanakan
koordinasi dan penyelenggaraan serta
pelayanan administrasi yang berkedudukan
4 Profil Kesehatan Kota Metro “terwujudnya Kota Metro sehat 2013”
dibawah dan bertanggung jawab kepada
Walikota melalui Sekertaris Daerah.
Berpijak dari tugas-tugas tersebut, salah
satu pelayanan izin yang menjadi tugas
Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kota Metro adalah
mengenai izin penyelenggaraan lembaga
pelayanan kesehatan. Berdasarkan
Peraturan Walikota Metro Nomor 04
Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan
Sarana Kesehatan, mensyaratkan bahwa
izin dalam hal penyelenggaraan sarana
pelayanan kesehatan yang diajukan setiap
orang pribadi atau atas nama badan hukum
yang menyelenggarakan sarana kesehatan
wajib diberikan oleh Kantor Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
3.1.3.Apotek di Kota Metro
Kota Metro merupakan salah satu kota
yang mempunyai banyak apotek dengan
jarak yang saling berdekatan satu sama
lain. Hal ini mencerminkan bahwa
pendirian apotek tidak semata-mata
bertujuan untuk melaksanakan
pembangunan pelayanan kesehatan, tetapi
juga usaha apotek merupakan bentuk
usaha yang menjanjikan investasi yang
lumayan. Dengan luas wilayah yang
termasuk kecil, Kota Metro memiliki
kurang lebih 21 (dua puluh satu) apotek
yang tersebar diberbagai kecamatan. Hal
telah berdiri dan telah menjangkau setiap
daerah di seluruh kecamatan dan kelurahan
di Kota Metro.
Berdasarkan data yang diperoleh dari
Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kota Metro, hampir
seluruh apotek telah memilik surat izin
apotek dan hanya beberapa apotek yang
belum mendapat status izin namun tetap
dapat beroperasi mengingat apotek
tersebut telah berdiri cukup lama. Apotek
Ananda, apotek Bunda, apotek Rizky,
apotek Saras, dan apotek Tina Husada
merupakan contoh dari Apotek yang tetap
beroperasi walaupun belum memiliki izin.
Selain itu, dari hasil penelitian terhadap
Apoteker Pengelola Apotek (APA) di
apotek-apotek yang ada di Kota Metro,
bahwa dinilai masih banyak para apoteker
yang tidak melakukan tugasnya dengan
baik. Mereka hanya datang sekali dalam
sebulan ke apotek. Sedangkan tugasnya
hanya diserahkan kepada pegawai apotek
tanpa adanya pelaporan tertulis
sebagaimana telah diatur dalam Surat
Keputusan Menteri Kesehatan
3.2.Pengaturan Perizinan Apotek di
Kota Metro
3.2.1. Pengaturan Izin Apotek
berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan
Sebagaimana diatur di dalam Pasal 4
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002 mengenai
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek, bahwa Izin Apotik diberikan oleh
Menteri yang kemudian melimpahkan
wewenang pemberian izin apotek kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
wajib melaporkan pelaksanaan pemberian
izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan
pencabutan izin apotik sekali setahun
kepada Menteri dan tembusan
disampaikan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi.
Untuk menciptakan sarana pelayanan
kesehatan yang mengutamakan
kepentingan masyarakat, maka apotek
harus memenuhi syarat yang meliputi
lokasi, bangunan, perlengkapan apotek,
perbekalan farmasi dan tenaga kesehatan
yang harus menunjang penyebaran dan
pemerataan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat tanpa mengurangi mutu
pelayanan.
Apotek harus mempunyai luas secukupnya
dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga
dapat menjamin pelaksanaan tugas dan
fungsi apotek serta memelihara mutu
perbekalan kesehatan di bidang farmasi.
Luas bangunan apotek sekurang-kurangnya
peracikan dan penyerahan obat, ruang
administrasi, ruang penyimpanan obat, dan
tempat pencucian alat, kamar mandi dan
toilet.
Perlengkapan yang wajib dimiliki oleh
apotek adalah :
1) Alat pembuatan, pengelolaan dan
peracikan obat / sediaan farmasi,
seperti lemari obat dan lemari
pendingin. Wadah pengemas dan
pembungkus, etiket dan plastik
pengemas.
2) Perlengkapan dan alat penyimpanan
khusus narkotika dengan ukuran 140
x 80 x 100 cm dan terbuat dari kayu.
3) Kumpulan peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan dengan
apotek, Farmakope Indonesia dan
Ekstra Farmakope Indonesia edisi
terbaru, ISO, MIMS, DPHO, serta
buku lain yang ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal.
4) Alat administrasi, seperti blanko
pesanan obat, faktur, kwitansi,
salinan resep dan lain-lain.
Dari semua sarana dan prasarana standar
persyaratan apotek yang telah tercantum di
atas, semuanya harus dipenuhi oleh calon
pendiri apotek sebagai dasar pengajuan
izin yang nantinya akan dilakukan
verifikasi untuk menentukan layak atau
tidaknya apotek tersebut menjalankan
usahanya. Setelah apotek tersebut dirasa
telah melengkapi persyaratan tersebut
yang dilakukan oleh Dinas Kesetahatan
Kota Metro kemudian akan memberikan
rekomendasi kepada Kantor Pelayanan
Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu
Kota Metro dalam persetujuan pendirian
apotek tersebut.
3.2.2.Pengaturan Perizinan Apotek
berdasarkan kebijakan
Pemerintah Kota Metro
Terhadap persyaratan perizinan apotek,
Pemerintah Kota Metro telah
mengeluarkan suatu kebijakan yang wajib
ditaati sebagai bahan pertimbangan
dikeluarkannya izin pendirian apotek di
Kota Metro yaitu dikeluarkannya
Peraturan Walikota Metro Nomor 15
Tahun 2013 mengenai jenis rencana usaha
dan kegiatan yang wajib dilengkapi
dokumen upaya pengelolaan lingkungan
hidup dan upaya pemantauan lingkungan
hidup. Pasal 1 ayat 4 Perwali Metro No
15/2013 menyebutkan bahwa UKL/UPL
adalah pengelolaan dan pemantauan
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang
tidak berdampak penting terhadap
lingkungan yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Apotek merupakan salah satu usaha
kegiatan yang berdasarkan Perwali
dokumen UKL/UPL. Hal ini kemudian
dinilai berlawanan terhadap pengaturan
izin yang telah ditetapkan sebagaimana
Keputusan Menteri Kesehatan yang di
dalamnya tidak ada persyaratan mengenai
hal tersebut secara khusus. Menurut
Perwali tersebut, ternyata apotek yang
dimaksud haruslah apotek yang berdiri
bersama pelayanan medis dasar dan
spesialistik lebih dari satu. Pelayanan
medis dasar ini merupakan pelayanan
kesehatan individual yang dilandasi ilmu
kesehatan dalam masyarakat terutama
meliputi upaya penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan yang dilaksanakan
oleh tenaga kesehatan maksimal misalnya
dokter umum. Dengan kata lain bahwa
apotek tersebut dikatakan wajib memiliki
dokumen UPL dan UKL apabila dalam
melakukan usahanya berdampingan
dengan praktek dokter atau spesialis lebih
dari satu seperti spesialis gigi, mata, THT
,dan lain sebagainya.
Mengenai apotek-apotek yang banyak
dijumpai di wilayah Kota Metro yang
sebagian besar berdiri sendiri dan hanya
menjual obat yang telah jadi, dirasa sangat
jelas bahwa kegiatan usaha tersebut sama
sekali tidak akan berdampak terhadap
lingkungan. Oleh karena itu kepada
seluruh apotek-apotek yang didirikan di
Kota Metro untuk mendapatkan izin
berdirinya tidak perlu harus mempunyai
dokumen UKL dan UPL.
3.2.3.Tahapan Perizinan Apotek di
Kota Metro
Tahapan-tahapan perizinan usaha apotek
dalam rangka memberikan izin operasional
terhadap usaha pendirian apotek di Kota
Metro merupakan tahapan yang wajib
dilalui oleh pemohon izin. Hal ini
dilakukan sebagai bentuk agar proses
perizinan dilakukan dengan tertib
sebagaimana telah diatur di dalam
peraturan-peraturan yang berlaku. Dari
tahapan tersebut menggambarkan alur
yang secara urut harus dilalui mulai dari
pendaftaran sampai pada penyerahan
berkas dikeluarkannya surat izin usaha
apotek.
Persyaratan yang harus dilengkapi dalam
formulir permohonan izin apotek adalah
sebagai berikut :
a. Fotocopy Surat Izin Kerja Apoteker
b. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk
c. Fotocopy Denah Bangunan
d. Surat yang menyatakan status
bangunan dalam bentuk akte hak
milik/sewa/kontrak
e. Fotocopy izin kerja dan ijazah
masing-masing tenaga
f. Asli daftar terperinci alat
g. Surat pernyataan dari apoteker
pengelola apotek bahwa tidak
bekerja tetap pada perusahaan
farmasi lain dan tidak menjadi
apoteker pengelola apotek di apotek
lain
h. Asli surat izin atasan bagi pemohon
Pegawai Negeri, Anggota ABRI, dan
Pegawai Instansi Pemertintah
lainnya
i. Surat perjanjian kerjasama apoteker
pengelola apotek dengan pemilik
sarana apotek
j. Surat pernyataan pemilik sarana
tidak terlibat pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang obat
k. Surat izin HO, SIUP, TDP
l. Pas photo 3x4 = 3 lembar dan 4x6 =
3 lembar
m.Masing-masing dibuat 2 rangkap
3.3.Faktor penghambat perizinan
Apotek di Kota Metro.
Faktor-faktor penghambat terwujudnya
izin penyelenggaraan usaha apotek di Kota
Metro antara lain disebabkan oleh
beberapa hal mulai dari segi kebijakan
pemerintah sampai dari perilaku-perilaku
yang kurang baik dari para pemilik apotek.
Secara lebih jelas antara lain sebagai
berikut :
1. Peraturan Perundang-undangan yang
mengatur
Prosedur pelayanan perizinan
khususnya mengenai apotek ini belum
ada peraturan daerah yang
mengaturnya secara khusus, sehingga
terkesan prosedur tersebut diciptakan
sesuai dengan keinginan dari
pemerintah daerah. Padahal prosedur
pelayanan perizinan tersebut segera
dibuat untuk memberikan kepastian
terhadap izin usaha apotek.
2. Sumber Daya Manusia
Dalam setiap Satuan Kerja Perangkat
Daerah harus memiliki tenaga
profesional dibidang perizinan. Tenaga
profesional dimaksud adalah berkaitan
dengan kemampuan mengelolah
administrasi dan kemampuan teknis
lapangan sesuai dengan disiplin
keilmuan yang dimilikinya, juga dapat
memberikan keyakinan kepada
masyarakat khusunya para pengelola
apotek mengenai kemampuan yang
dimiliki.
3. Perilaku pengelola apotek
Ada semacam ketidak tahuan sampai
ketidak ingin tahuan dari para pengelola
apotek mengenai pentingnya izin
pendirian usaha apotek. Mereka
berpendapat tidak tahu dasar hukum
yang mewajibkan untuk memiliki izin.
Selain itu usaha apotek yang sudah lama
didirikan masih tetap bisa berjalan
dengan lancar walaupun tidak ada izin
4. Persyaratan izin apotek
Banyaknya syarat- syarat yang harus
dipenuhi oleh pemohon pendiri apotek
untuk bisa mengajukan izin
operasional bisa dilihat dari
persyaratan yang harus dilengkapi Hal
ini yang kemudian dinilai sulit dan
menimbulkan efek keengganan dari
para pendiri apotek tersebut untuk
mengurus izin karena dirasa
menyulitkan bagi mereka.
5. Pengawasan
Kurangnya pengawasan terkait dengan
penyelenggaraan usaha apotek di Kota
Metro dengan masih beroperasinya
hingga sekarang apotek-apotek yang
belum memiliki izin, kemudian
menjadikan alasan oleh sebagian besar
apotek yang merasa tidak perlu takut
dan pusing untuk mengurus izin karena
sanksi yang diberikan juga tidak ada.
IV. PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah dimuat
pada bab hasil dan pembahasan, maka
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Pengaturan mengenai izin apotek di
Kota Metro didasarkan pada
keputusan Menteri Kesehatan dan
kebijakan Pemerintah Daerah Kota
Metro melalui beberapa peraturan
perundang-undangan. Mengenai
peraturan tersebut terdapat perbedaaan
persyaratan izin apotek antara
pengaturan yang dilakukan
pemerintah pusat dan kebijakan
pemerintah daerah Kota Metro, dapat
dilihat dengan adanya kewajiban
apotek mempunyai dokumen
UPL/UKL yang digunakan sebagai
instrumen pencegahan pencemaran
dan untuk meminimalisasi dampak
terhadap lingkungan. Apotek yang
dimaksud haruslah apotek yang
berdiri bersama pelayanan medis
dasar dan spesialistik lebih dari satu
seperti spesialis gigi, mata, THT, dan
lain sebagainya.
2. Faktor yang menjadi penghambat
tidak terwujudnya pemberian izin
usaha apotek di Kota Metro antara
lain mengenai peraturan
perundang-undangan yang mengatur perizinan
apotek ini belum yang mengaturnya
secara khusus, sehingga terkesan
prosedur tersebut diciptakan sesuai
dengan keinginan dari pemerintah
daerah, kemudian dari perilaku para
pendiri apotek juga ada kesan ketidak
tahuan sampai ketidak ingin tahuan
terhadap kewajiban memiliki izin
operasional disebabkan terlalu
banyaknya syarat-syarat yang harus
terduga yang harus dikeluarkan pada
saat proses pengajuan izin, birokrasi
yang rumit, dan kurangnya
pengawasan yang dilakukan oleh
Kantor PM-PTSP terhadap apotek
yang tidak memiliki izin.
4.2.Saran
Berdasarkan pembahasan dan simpulan
penulis dapat memberikan saran,
diantaranya :
1. Sebaiknya Kantor PM-PTSP Kota
Metro dapat terus melakukan
sosialisasi aktif dengan memberikan
pengetahuan-pengetahuan terkait
dengan kewajiban mempunyai izin
untuk seluruh usaha yang bergerak
dibidang Usaha Apotek.
2. Sebaiknya pengawasan terhadap usaha
Usaha Apotek dapat dioptimalkan
lagi, agar terdapat kesadaran hukum
yang dimiliki oleh pemilik usaha
untuk segera mengurus izin terkain
dengan usahanya dibidang usaha
apotek.
3. Sebaiknya kerumitan birokrasi yang
dapat menyusahkan dan menghambat
terwujudnya izin penyelenggaraan
operasional usaha dibidang usaha
apotek dapat dihilangkan.
DAFTAR PUSTAKA
A.Buku-Buku
Abdul Wahab, Solichin. 2008. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara.
Edisi Kedua. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Basah, Sjachran. 2000, Pengantar Hukum Perizinan, Jakarta: Rineka Cipta
Effendi, Taufiq. 2004. Tingkatkan Pelayanan Publik. Jakarta: Suara Pembaruan.
Hadjon, Philipus M. 2004. himpunan makalah asas-asas Umum Pemeritahan yang Baik, Bandung: Citra aditya Bakti. Hartono, Sri Redjeki. 2003. Aspek Keperdataan Pada Pelayanan Publik. Jakarta: Rineka Cipta.
HR, Ridwan. 2006, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Grafindo Persada Nugraha, Safri, dkk, 2007, Hukum
Administrasi Negara, Depok : CLGS-FHUI.
Manan, Bagir, 2001, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah (Yogyakarta: Pusat Studi Hukum FH UII)
Marbun, SF. 2011, Peradilan Administrasi
Negara dan Upaya Administratif di
Indonesia, FH UII Press, Yogyakarta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar, Jakarta.
Nugraha, Safri, dkk, 2005. Hukum Administrasi Negara. Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas
Indonesia
Sabaruddin, Abdul Kadir. 2007, ‘Amdal
dan Kewenangan Bapedalda Dalam
Menjaga Pelestarian Fungsi
Lingkungan Hidup di Kota Balikpapan’, Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul, Juli 2007
Sadjijono, 2008, Memahami Beberapa
Bab Pokok Hukum Administrasi
Negara, Laks Bang Pressindo,
Jogyakarta,
Soemitro, Ronny Hanitijo. 2000.
Perspektif Sosial Dalam Pemahaman Masalah-Masalah Hukum, CV Agung, Semarang.
Soekanto, Soerjono. 2010, Pengantar Penelitian Hukum, UI-PRESS : Depok. Sunggono, Bambang. 2000, Hukum dan
Kebijaksanaan Publik, Sinar Grafika, Jakarta.
W. Kusuma, Mulyana. 2001, Pergaulan Politik dan Hukum di Indonesia,
Yogyakarta, Gama Media.
B.Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Otonomi Daerah
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian urusan
Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
1980 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 26 tahun 1965
tentang Apotek.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata cara Pemberian Izin
Apotik.
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
2010 tentang Pekerjaan Kefarmasian
Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 13 Tahun 2010 tentang
Upaya Pengelolaan Lingkungan dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/
MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat
Wajib Apotek
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata cara Pemberian Izin
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek.
Peraturan Walikota Metro Nomor 09
Tahun 2008 tentang Pelimpahan
Sebagian Kewenangan Di Bidang
Perizinan Kepada Kepala Kantor
Pelayanan Administrasi Perizinan
Terpadu Kota Metro
Peraturan Walikota Metro Nomor 04
Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan
Sarana Kesehatan
Peraturan Walikota Metro Nomor 15
Tahun 2013 tentang Usaha-Usaha yang
Wajib Memiliki Dokumen UPL dan
UKL
C.Internet
“Dokumen UKL dan UPL Hambat Pendirian Apotek di Metro”
http://www.tribunnews.com/regional/20
13/06/23/dokumen-ukl-dan-upl-hambat-pendirian-apotek-di-metro,
dilihat pada 15/09/2013
http://news.detik.com/read/2012/12/27/130 628/2127831/10/sepanjang-2012-
bpom-temukan-451-kasus-obat-makanan-ilegal?nd771104bcj, dilihat pada 20/09/2013
Website Badan POM :
http://www.pom.go.id/, dilihat pada 20/09/2013
Website Resmi Kota Metro: http://www.metrokota.go.id/?page=kon ten&&no=62 , diakses pada 10/11/2013 Software komputer, Kamus Besar Bahasa