• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN DAN KEMAJUAN KONSTRUKSI GED (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERKEMBANGAN DAN KEMAJUAN KONSTRUKSI GED (1)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN DAN KEMAJUAN KONSTRUKSI

GEDUNG TINGGI DAN BESMEN DALAM

Ir. Davy Sukamta

1 PENDAHULUAN

Sejak masa tahun 1970-an dimana stabilitas politik mulai terbentuk dan perekonomian Indonesia bertambah pesat, pembangunan gedung-gedung tinggi mulai bermunculan di Jakarta. Selain Hotel Indonesia yang dibangun Jepang sebagai kompensasi penjajahannya, bermunculan pula gedung tinggi lainnya seperti Wisma Nusantara (30 lantai), Wisma Antara, Hongkong Bank, Hotel Mandarin, Hotel Hilton, Ratu Plaza, dll. Gambar 1 menunjukan bundaran Hotel Indonesia dengan Hotel Mandarin yang dibangun pada era ini.

Gambar 1

Kebanyakan gedung-gedung tinggi dibangun sepanjang poros Thamrin-Sudirman, ditunjang dengan infrastruktur Jakarta yang terus ditata ke arah yang lebih baik. Patut dicatat bahwa pada masa tersebut, gedung-gedung tinggi dibangun oleh pihak swasta dan umumnya menggunakan tenaga ahli asing yang bekerja sama dengan pihak lokal. Porsi pekerjaan pihak lokal umumnya sedikit. Hanya gedung kantor Gubernur DKI di Jl. Merdeka Selatan (24 lantai) dan Wisma Pertamina yang merupakan gedung tinggi yang dibangun pemerintah.

(2)

2

MATERIAL STRUKTUR

Ditunjang dengan tersedianya bahan dasar untuk konstruksi beton, maka kebanyakan gedung tinggi di Indonesia dibuat dengan konstruksi beton bertulang. Teknologi beton berkembang pesat. Dari mutu K-175 sampai K-225 di masa awal, secara bertahap mutu beton komersil yang ada di pasaran meningkat menjadi 25-35 MPa dimasa tahun 1980-an. Perusahaan pemasok beton ready mix tumbuh pesat, dan ada pula yang

bekerja sama dengan pihak asing. Proyek Amartapura (52 lantai – selesai tahun 1997)

memicu kebutuhan beton mutu tinggi berkinerja baik. Amartapura merupakan gedung pertama di Indonesia yang menembus angka 50 dalam jumlah lapisnya. Beton mutu tinggi diperlukan untuk mendapatkan kekakuan struktur yang baik dan dimensi kolom yang pantas. Beton 60 MPa dikembangkan sejak awal perencanaan, dipantau hasil produksinya selama beberapa saat, dan digunakan setelah mendapat kepastian mutu tersebut dapat dipasok ke lapangan secara pasti. Hasil uji sampel-sampel yang diambil menunjukkan bahwa keruntuhan benda uji silinder terjadi pada bagian cement paste, bukan pada kehancuran agregat-nya (gambar 2), hal mana menunjukkan bahwa agregat lokal (Jawa Barat) dapat digunakan untuk beton bermutu lebih tinggi lagi. Sejak saat itu,

mutu beton 40 MPa – 50 MPa seringkali digunakan di pasaran.

Gambar 2

Mutu besi beton juga berkembang, dari jenis U-22 dan U-24 (FY=220 MPa – 240 MPa) di tahun 1970an hingga mencapai BJTS-40 (FY=400 MPa) yang banyak digunakan di pasaran dewasa ini. Beberapa pabrik besi beton berusaha mempromosikan jenis BJTS-

50 dengan tegangan leleh karakteristik senilai FY=500 MPa, dengan menggunakan

teknik quenched and tempered, hal mana menghasilkan permukaan luar besi beton yang keras dan sisi dalam yang lebih lunak. HAKI senantiasa menentang pemakaian BJTS-50 untuk elemen penahan gempa sejalan dengan larangan yang tercantum dalam peraturan konstruksi beton di Indonesia, SNI 03-2847-2002, hal mana juga diterapkan dalam ACI 318.

(3)

hal di atas tadi ikut membatasi perkembangan konstruksi baja di Indonesia.

3

SISTEM STRUKTUR

Sistem struktur yang umum digunakan untuk gedung-gedung tinggi di Indonesia berkembang sesuai dengan perkembangan pengetahuan para konsultan perancang, bertambah tingginya jumlah lantai gedung, ketersediaan material struktur serta kesiapan para kontraktor lokal dengan metode kerja dan teknik pelaksanaannya. Pada masa-

masa awal ketinggian gedung bertingkat berkisar antara 12 lantai – 24 lantai. Sistem

yang sering diterapkan adalah konstruksi beton dengan rangka terbuka dan shearwall. Masalah interaksi frame-shearwall sering menjadi topik inti dalam perancangan. konvesional dan sistem flat slab untuk gedung jenis apartemen. Beberapa konsultan dari Australia seringkali memakai band beam seperti di negara mereka, namun dengan konfigurasi core yang kurang memadai, struktur gedung secara keseluruhan seringkali terlalu lentur. Dengan makin tingginya gedung-gedung yang dibangun, khususnya di Jakarta, maka peranan kekakuan gedung menjadi semakin penting. Para konsultan yang menangani perancangan gedung-gedung di atas 40 lantai mulai melihat bahwa gedung yang terlampau lentur, yang tidak mempunyai kekakuan cukup, akan menyebabkan kerusakan lebih besar saat terjadi gempa. Saat terkena angin kencang, pergeseran lateral gedung-gedung tersebut dapat terasa dan membuat penghuni merasa kurang nyaman. Beberapa konsultan telah menaruh perhatian khusus terhadap masalah ini, hal mana tercermin dari sifat dinamis gedung dan fundamental period-nya, serta penggunaan uji terowongan angin terhadap model struktur untuk mengetahui perilaku struktur tersebut.

Sehubungan dengan masalah kekakuan struktur ini, maka muncullah sistem lateral lain seperti interaksi core-rangka terbuka, mega-structure (diterapkan pada gedung BDNI tetapi proyek tidak dilanjutkan akibat krisis finansial Asia 1997), core dan outrigger (Amartapura-1997, The Peak-2007 dan St. Moritz-menunggu pelaksanaan).

Beberapa gedung tinggi menerapkan mixed steel-concrete sebagai sistem strukturnya. Menara BRI-2, Menara Mulia dan The City Tower menggunakan konsep core beton bertulang, dan rangka terbuka konstruksi baja.

4

PERKEMBANGAN SISTEM FUNDASI

Sejak awal pembangunan gedung tinggi, fundasi dalam dengan tiang bor sudah mendominasi konstruksi-konstruksi di Jakarta. Hal ini disebabkan oleh kondisi lapisan tanah atas yang umumnya berupa lempung lunak, yang tidak mampu menahan beban berat. Pada awal pembangunan gedung tinggi, bored pile dengan diameter 1 m dan 1.2 m seringkali digunakan. Daya dukungnya berkisar antara 250 ton-350 ton.

(4)

diameter 1.2 m dengan daya dukung ijin 750 ton. Era baru penggunaan tiang bor berdaya dukung tinggi telah sampai. Saat ini, untuk konstruksi gedung tinggi, rekor daya dukung ijin tiang bor tertinggi yang dipakai pada bangunan gedung dipegang oleh proyek Plaza Indonesia Extension, dengan tiang diameter 1.8 m dan daya dukung ijin mencapai 1500 ton. Pengujian fundasi berkapasitas besar dapat menimbulkan masalah tersendiri. Gambar 3 menunjukkan keadaan lapangan saat melakukan uji tiang di Amartapura, dengan bobot kontra melampaui 1500 ton. Gambar 4 menunjukkan cara baru yang diterapkan untuk pengujian tiang bor di Plaza Indonesia Extension, dengan beban uji 3000 ton. Uji dengan Osterberg cell ini tidak memerlukan bobot kontra.

Gambar 3 Gambar 4

Pemakaian tiang pancang precast juga cukup populer. Jenis yang menguasai pasaran adalah jenis solid dengan pre-tension atau spun-pile yang juga menerapkan pre-tension. Kelemahan tiang jenis-jenis ini terletak pada rendahnya kapasitas tarik tiang dan masalah pelaksanaan bila gedung mempunyai besmen dalam. Karena ukurannya yang relatif langsing, daya dukung lateral-nya dapat menjadi faktor penentu jumlah tiang, terutama bila tanah lapisan atas-nya cukup lunak seperti yang sering dijumpai di wilayah Jakarta Utara. Masalah sambungan kepala tiang prestress dengan pile-cap seringkali belum mendapat perhatian yang baik. Seringkali detailing konsultan perencana pada hal yang satu ini masih salah. Perlu diingat bahwa pada saat tiang dibobok, gaya pra-tegang juga juga akan hilang pada bagian terbobok tersebut.

Daya dukung tiang precast ukuran 45 x 45 cm umumnya berkisar antara 100-140 ton. Untuk spun pile diameter 50 cm mencapai 125-160 ton. Pada beberapa proyek daya dukung tiang pancang dipaksakan sehingga mencapai nilai teoritis yang fantastik. Dalam hal ini konsultan perencana harus mengingat keterbatasan faktor-faktor lapangan seperti vertikalitas tiang, integritas tiang saat mengalami hard driving dan keterbatasan daya dukung lateral yang mungkin menjadi faktor penentu jumlah tiang.

5

KONSTRUKSI BESMEN

Pembangunan besmen menjadi populer seiring dengan bertambahnya jumlah kendaraan dan kebutuhan parkir, mahalnya harga tanah, dan ketersediaan teknologi membuat besmen dalam. Sebelum 1990, umumnya kedalaman besmen terbatas pada satu atau dua lapis saja. Mulai tahun 1990-an, kedalaman kian bertambah hingga mencapai 6 lapis dengan dalam galian 18 m-20 m.

(5)

terhadap lingkungan sekeliling. Penggalian dengan perkuatan lereng yang menggunakan soil nailing mulai diperkenalkan pada proyek Menara BRI Iipada tahun 1994, dengan besmen sebanyak 3 lapis. Soil nailing mendapatkan sambutan terbatas, terutama setelah peristiwa keruntuhan galian di salah satu proyek di kompleks Mega Kuningan.

Pembuatan besmen dengan membuat struktur penahan tanah keliling saat ini merupakan cara yang paling umum dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai elemen struktur penahan tanah, seringkali dipakai soldier pile, secant pile atau diaphragm wall. Sebagai sistem penopang, ground anchors sangat populer. Sistem penopang dengan strut dari konstruksi baja jarang digunakan, mengingat biayanya yang mahal dan restriksi

Dalam situasi dimana galian besmen berlokasi sangat dekat dengan bangunan keliling, diperlukan sistem strut yang sangat kaku sehingga deformasi struktur penahan tanah dapat diminimalkan. Disini pelat lantai beton dapat dimanfaatkan sebagai strut, dimana metode kerjanya dibuat secara konstruksi Top-Down. Hotel Grand Mahakam dengan galian 11.75 m merupakan gedung pertama yang dibangun dengan sistem ini. Selesai dibangun tahun 1997, 3 lapis besmen-nya sebagai fasilitas parkir dibangun sangat dekat dengan batas lahan, dimana disekitar lokasi proyek berdiri rumah-rumah dua-tiga lantai dengan fundasi dangkal. Pada pembangunan kantor Bank Mega, besmen-nya berada sejarak 8 m dari gedung Trans TV yang sudah berdiri. Besmen 4 lapis ini dibangun dengan konstruksi top-down, dimana king-post sebagai kolom sementara dibuat dari concrete infill pipe, sedangkan struktur penahan tanah keliling menggunakan sistem interlocking secant pile.

Sistem ini mencapai kulminasi saat diterapkan secara Up-Down pada proyek Plaza Indonesia Extension, dimana pembangunan besmen dan struktur atas dilakukan serempak. Saat lantai besmen ke-5 yang merupakan lapis terdalam selesai dicor, struktur atasnya sudah mencapai 10 lantai, hal mana memperpendek masa konstruksi sebanyak 11 bulan. Kedalaman galian pada proyek ini mencapai 16.5 m, dengan lokasi sangat berdekatan dengan gedung Kedutaan Jepang dan Plaza Indonesia/Grand Hyatt.

6

METODE KONSTRUKSI DAN KUALITAS KERJA

(6)

konstruksi beton tersebut berada di bawah nilai yang diharapkan dalam perancangan. Dalam hal ini faktor kepedulian menjadi kata kunci dari hasil pekerjaan konstruksi.

Untuk bagian fundasi dan struktur besmen dalam, umumnya para kontraktor nasional sangat mengandalkan kontraktor spesialis dan dokumen perancangan keluaran konsultan. Dewasa ini belum ada kontraktor nasional yang mempunyai keahlian merancang besmen dalam, yang sering kali menuntut sekwen kerja yang harus disesuaikan dengan analisa rancangan. Dengan demikian kapabilitas konsultan perancang menjadi sangat penting. Di lain pihak patut dicatat juga, belum banyak konsultan perancang nasional yang mampu memikirkan metode kerja dan sekwen pembuatan besmen dalam sampai ke detail-detailnya.

7

BAGAIMANA DENGAN KAPABILITAS KONSULTAN NASIONAL?

Di Indonesia, praktek magang belum menjadi suatu keharusan baku bagi para pelaku teknik. Dalam sistem sertifikasi yang dianut HAKI, pelaku teknik baru dapat mengantongi sertifikat keahlian setelah melewati magang dalam kurun waktu tertentu. Praktek magang dapat menjadi kesempatan emas bagi pelaku teknik untuk belajar di bawah bimbingan teknisi ahli pada perusahaan konsultan nasional yang sudah mapan, sehingga apabila yang bersangkutan dikemudian hari berpraktek secara mandiri, dia sudah menguasai dasar-dasar perancangan yang baik termasuk aspek detailing, baik dalam konstruksi beton maupun dalam konstruksi baja. Hal yang sama berlaku pula untuk konsultan pengawas. Namun, dengan banyaknya asosiasi profesi yang berhak menjalankan proses sertifikasi, dengan sistem yang beraneka ragam dan belum mengharuskan praktek magang, maka mendapatkan sertifikat keahlian dapat menjadi soal mudah saja. Tujuan sertifikasi menjadi kabur.

Mengapa praktek magang penting? Dengan adanya aktivitas kegempaan yang tinggi di Indonesia, maka ketahanan struktur terhadap gempa sangat bergantung kepada persyaratan detailing yang dituntut oleh peraturan konstruksi tahan gempa. Melihat berbagai persyaratan yang tertuang dalam peraturan yang ada, maka akan sulitlah bagi seorang lulusan baru untuk dapat menguasai begitu banyak hal yang tertuang dalam peraturan konstruksi tahan gempa yang harus digabungkan dengan peraturan konstruksi beton dan konstruksi baja.

Dalam banyak hal, sungguh merupakan suatu kenyataan pahit yang harus kita akui bahwa banyak konsultan nasional yang tidak menguasai secara mendalam berbagai peraturan yang berlaku di Indonesia. Hanya sedikit yang benar-benar mampu menghasilkan struktur gedung tinggi dan besmen dalam yang tahan gempa dan berkualitas baik.

8

ULASAN PROYEK

THE PEAK – JAKARTA

(7)

Dalam perancangan struktur gedung dengan skala ketinggian dan kelangsingan 8:1 seperti the Peak, maka masalah kekakuan (stiffness) dari struktur perlu mendapat perhatian, agar gedung dapat berperilaku baik pada saat diterpa angin keras sehingga penghuni tetap merasa nyaman dan aman. Kriteria pembebanan angin yang digunakan pada The Peak adalah kriteria yang digunakan untuk perancangan gedung Amartapura (52 lantai, selesai 1997), dimana studi dari Lythe, G.R dan Isyumov N., menunjukkan bahwa kecepatan angin per jam rata-rata untuk angin 100 tahunan mencapai 40 m/detik pada ketinggian gradien. Untuk perancangan gempa, digunakan gempa 500 tahun dengan usia gedung 50 tahun dan persentasi kemungkinan terlampaui adalah 10%, sesuai peraturan gempa Indonesia.

The Peak menggunakan core beton dan balok outrigger yang diletakkan pada 3 lokasi sepanjang tinggi gedungnya yaitu pada lantai 10 s/d lantai 12, lantai 21 s/d lantai 23 dan lantai 32 s/d lantai 34. Balok-balok outrigger ini menghubungkan core beton dengan kolom-kolom outrigger, dan dengan demikian memanfaatkan seluruh lebar gedung dalam menahan beban lateral sehingga dapat memberikan kekakuan yang diperlukan. Gambar 5 menunjukkan gedung the Peak dan gambar 6 memperlihatkan potongan gedung yang menunjukkan lokasi outrigger. Mutu beton yang dipakai berkisar antara 25 MPa sampai 55 MPa. Struktur dianalisa dengan menggunakan program ETABS. Karakteristik dinamik struktur diberikan dalam Tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1 Karakteristik Dinamik Struktur

Studi respons struktur terhadap angin dilakukan melalui uji coba yang dilakukan oleh Rowan Williams Davies & Irwin, Inc dari Kanada. Dalam studi ini digunakan teknik high-frequency force balance yang dilakukan pada model dengan skala 1:300. Untuk mensimulasi kondisi permukaan yang sesungguhnya, seluruh gedung yang ada dalam radius 365 m turut dimodelkan. Dalam perhitungan kekuatan struktur umumnya dipakai angin 50-tahunan, tetapi untuk the Peak yang kelangsingannya mencolok digunakan angin 100-tahunan dengan kecepatan pada tinggi gradien 40 m/detik. Untuk mendapatkan percepatan di lantai puncak digunakan beberapa kriteria yaitu angin 1-tahunan, 5-tahunan dan 10-tahunan. Gambar 7 menunjukkan model force balance dalam laboratorium terowongan angin, sedangkan gambar 8 adalah model rigid body yang dibuat dari plexiglass dan dilengkapi dengan 419 titik tangkap tekanan. Selain kedua uji yang disebut di atas, dilakukan juga uji angin terhadap pejalan kaki. Dalam

Tabel 2 dibawah ini. Sedangkan akselerasi angin 10 tahunan mencapai 9.0 – 10.4

(8)

Gambar 5 Gambar 6

Tabel 2 Akselerasi pada lantai puncak

Gambar 7 Gambar 8

(9)

angin, sedangkan untuk arah-Y justru momen guling ultimit angin lebih besar daripada gempa. Hal ini dapat dijelaskan dengan melihat bentuk persegi panjang gedung.

Gambar 9 Gambar 10

Gambar 11 Gambar 12

THE CITY TOWER - JAKARTA

(10)

perancang struktur : letak core tidak berhimpit dengan pusat massa bangunan, dan bentangan dari core ke kolom-kolom tepi luar mencapai 16m.

Untuk menjawab tantangan ini, sistem lateral pada The City Tower menggunakan core beton dan rangka baja komposit. Core beton dibangun dengan sistem jump-form, yang mendahului ereksi struktur baja beberapa lantai di muka. Analisa dinamik 3-dimensi menunjukkan bahwa dua ragam periode getar yang terjadi berupa translasi dengan nilai 3.13 detik dan 2.59 detik, sedangkan moda torsi terjadi pada periode 1.92 detik. Core yang berbentuk tabung tertutup memberi stabilitas yang cukup, mempunyai kekakuan torsi yang sangat baik, serta memberikan kekakuan lentur dan geser yang besar sehingga core dapat maju terus tanpa bergantung pada struktur baja.

Tinggi lantai ke lantai The City Tower adalah 3.9 m sebagaimana lazimnya suatu gedung perkantoran. Dengan bentang besar dan terpatok oleh tinggi bersih ruang yang

ingin dicapai (2.7m – 2.8m), maka solusi sistem lantai yang diambil adalah dengan

menggunakan sistem lantai beton – metal deck dan truss komposit, dengan tinggi

struktur 1.0m. Instalasi ME, hidrant dan ducting-ducting disalurkan melalui celah segitiga yang membentuk truss tersebut. Truss menggunakan profil baja WF grade 50, ASTM A-572, yang dibelah dua dan dirangkai dengan pipa sebagai batang diagonal. Gambar 13 menunjukkan denah lantai tipikal dan gambar 14 menunjukkan truss yang digunakan.

Gambar 13 Gambar 14

Masalah vibrasi seringkali menjadi hal penting dalam perancangan konstruksi baja berbentang besar, karena itu sistem lantai ini diperiksa juga terhadap lendutan dan vibrasi akibat aksi manusia. Berdasarkan metode Wiss & Parmelee, Murray dan modified Reiher- Meister, maka response rating yang terjadi berturut-turut jatuh dalam kategori barely perceptible, acceptable dan sligthly perceptible. Sedangkan defleksi akibat beban hidup adalah sekitar 16 mm atau L/943. Truss komposit seperti ini mengkombinasikan pemakaian bahan secara effisien pada aplikasi bentang besar serta serempak memberi fleksibilitas untuk mengakomodasi sistem instalasi.

(11)

Dalam hal ini fugsi pipa baja menjadi berlipat: sebagai kolom ereksi, sebagai cetakan beton, sebagai tulangan pengekang (confinement) dan sebagai elemen tabung dari kolom komposit. Gambar 15 memperlihatkan keadaan di lapangan pada saat kolom-kolom pipa baja mulai terpasang dimana core beton sudah mendahului beberapa lantai di muka.

Gambar 15

The City Tower berhasil menggabungkan sifat-sifat menguntungkan dari material baja dan beton untuk melahirkan struktur yang relatif ringan, cepat pelaksanaannya, terintegrasi baik dengan kebutuhan arsitektur dan instalasi, memenuhi syarat kekuatan maupun kenyamanan penghuni dan mempunyai stabilitas yang baik terhadap beban lateral. Penerapan dan penempatan masing-masing material berhasil menciptakan struktur yang baik secara teknik dan efisien dari segi biaya, hal mana merupakan idaman perancang struktur yang berdedikasi.

PLAZA INDONESIA EXTENSION

Proyek Plaza Indonesia II adalah extension dari kompleks Plaza Indonesia dan hotel Grand Hyatt Jakarta. Pengembangan ini terdiri dari dua tower, yaitu tower perkantoran

(42 lantai) dengan podium 8 lantai, dan tower hunian yang dinamakan “Keraton”, 48

(12)

Gambar 16

Kedua tower berikut podium dan besmen-nya dibangun di atas lahan yang sangat terbatas. Bangunan ini berdiri di antara gedung pertokoan Plaza Indonesia, EX Center dan Kedutaan Jepang (Gambar 17). Sehubungan dengan jarak tepi besmen yang dekat dengan bangunan sekeliling, maka untuk pembangunan besmennya dipilih cara top- down construction. Karena masalah jadwal, dipilih juga metode up-down, dimana pada saat pengerjaan besmen selesai, struktur atas akan mencapai lantai 10.

Gambar 17 Bangunan diantara Plaza Indonesia, EX dan Kedutaan Jepang

Berdasarkan hasil penyelidikan tanah yang telah dilakukan secara ekstensive, stratifikasi tanah dapat dibagi atas beberapa lapis sebagaimana diuraikan berikut. Lapisan paling atas berupa lapisan soft silty-clay tebal 6m dengan nilai SPT N=3, diikuti dengan 12m lapisan medium to hard clayey-silt (N=10~30), kemudian 12m lapisan medium to stiff silty clay (N=10~16). Berikutnya sedalam 52 m dijumpai lapisal silt-clay, konsistensi sedang sampai keras dengan nilai N berkisar antara 20-30m, dilanjutkan dengan 10m clayey-silt keras dan silty-sand padat (N=25) dan silty-clay keras dengan nilai N = 20~38, sampai akhir pengeboran di kedalaman 120m.

(13)

dengan benar karena diagram momen lentur dan gaya lintang hasil analisa senantiasa mengacu kepada sekwen ini.

Perancangan D-wall disesuaikan dengan sekwen pekerjaan yang diusulkan kontraktor. Karena D-wall sudah terpasang sejak tahun 1997, maka dilakukan pemeriksaan kekuatan penampangnya terhadap momen-momen yang terjadi dengan melakukan analisa sekwensial dan mencari selubung bidang momen dan gaya lintang yang terjadi. Lihat gambar 18. Tebal D-wall adalah 800 mm, panjang total 30 m. Deformasi lateral di muka tanah dirancang agar tidak melampaui 25 mm.

Gambar 18

Selain masalah yang berkaitan dengan pondasi dan geoteknik, ada beberapa hal khusus yang harus dihadapi dalam proyek Plaza Indonesia II ini, antara lain:

a. Proyek ini terletak di lokasi bekas lahan parkir yang relatif sempit, dengan ruang

kerja yang sangat terbatas. Pada lokasi tersebut sudah berdiri EX-Center, dimana sebagian gedungnya bertumpu pada D-Wall yang ada.

b. Besmen berdekatan dengan gedung Plaza Indonesia / Hotel Grand Hyatt, yang

mempunyai pondasi soil-supported mat untuk bagian podiumnya.

c. Besmen berdekatan dengan gedung Kedutaan Besar Jepang.

d. Tender design-construct dilakukan pada tahun 2006, dengan target mulai

pekerjaan pada kwartal ke-4 tahun 2006 dan bagian retail (podium block) 7 lantai harus siap dibuka pada akhir tahun 2008. Dengan demikian waktu pelaksanaan menjadi satu parameter yang harus dipertimbangkan dengan seksama.

e. Untuk pengujian tiang bor dengan daya dukung ijin 1500ton, cara konvensional

sangat berbahaya dan sulit dilakukan mengingat keterbatasan lapangan dan besarnya gaya.

Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, maka sistem besmen untuk Plaza Indonesia II dirancang dengan pendekatan-pendekatan sbb:

a. Penggunaan lantai beton sebagai strut yang sangat kaku akan mampu mengurangi

deformasi lateral D-Wall yang akan terjadi, dan dengan demikian pengaruh galian terhadap bangunan sekitar dapat ditekan sebesar-besarnya.

b. Lantai beton yang mulai dicor adalah lantai B-1, kemudian lantai 1

(14)

c. Lantai 1 dirancang untuk menerima beban hidup 2 ton/m2, agar dapat menampung bahan bangunan dan dapat digunakan untuk manuver alat-alat berat. Urutan pekerjaan diuraikan pada bagian proses pelaksanaan.

d. Untuk menahan beban sementara yang berat (5 lantai besmen + 10

lantai gedung), digunakan king-post berupa infil steel tube, dengan beton mutu 55 Mpa dan tabung baja yang dibuat dari pelat jenis ASTM Grade 50. King-post ini ditahan oleh bored-pile diameter 1.8 m yang mempunyai daya dukung ijin 1500 ton. Pengujian dilakukan dengan osteberg-cell yang merupakan sacrificial cell yang dipasang di dalam tiang bor, tanpa menggunakan bobot kontra sama sekali.

SsangYong Engineering Construction Co.Ltd. adalah kontraktor utama pada proyek ini, dimana perusahaan Korea tersebut bekerja sama dengan Davy Sukamta & Partners memenangkan tender rancang-bangun untuk struktur bangunan proyek ini. Struktur menara diganti dari struktur konstruksi baja menjadi struktur konstruksi beton, kecuali untuk bagian podium. Akibat penambahan berat sendiri struktur, maka diperlukan fondasi tambahan. Pekerjaan fondasi dimulai pada bulan September 2006 dan selesai pada bulan Desember 2006. Pekerjaan besmen dan 10 lantai kedua menara selesai pada bulan Oktober 2007. Pekerjaan struktur atas selanjutnya relatif dapat dilakukan dengan mudah, dengan kecepatan konstruksi sekitar 1 minggu per lantai.

Pada saat pelaksanaan, monitoring terhadap posisi D-Wall dan settlement yang terjadi dimonitor dengan ketat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pergerakan D-Wall umumnya lebih kecil daripada prediksi teoritis, sedangkan penurunan yang terjadi hanya berkisar antara 20mm saja, berbeda secara mencolok dengan prediksi 250-300mm. Hal seperti ini seringkali dijumpai untuk proyek-proyek besar di Jakarta.

(15)

Gambar 19

Tahap 1 : Pembuatan dinding beton keliling, tiang-tiang bor dan kolom penyangga Tahap 2 : Penggalian ke bawah, disertai pengecoran besmen-1

Tahap 3 : Konstruksi lantai tingkat bagian atas dibangun, pelaksanaan besmen juga berjalan serempak

Tahap 4 : Saat mengerjakan besmen-5, bagian atas sudah mencapai 10 lantai

Plaza Indonesia II selesai dibangun pada bulan September 2009.

9

PENUTUP

Tulisan ini dibuat untuk mengulas kemajuan dan perkembangan dunia konstruksi Indonesia dalam bidang gedung tinggi dan besmen dalam, berdasarkan pantauan dan pengalaman pribadi penulis sebagai praktisi dalam bidang konsultan struktur, sebagai pengkaji dokumen perancangan struktur gedung bertingkat, dan sebagai pengamat masalah-masalah perancangan konstruksi gedung tinggi dan besmen dalam.

Makalah ini disampaikan dalam rangka diseminasi informasi melalui Seminar HAKI.

Gambar

Tabel 1 Karakteristik Dinamik Struktur
Tabel  2  Akselerasi pada lantai puncak
Gambar 9 Gambar 10
Gambar 13 Gambar 14
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat spiritualitas dan stress pada klien lansia di Graha Resident Senior Karya Kasih Medan.Penelitian ini menggunakan desain

Kemudian data yang dikumpulkan tersebut, didiskripsikan, sehingga mendapatkan suatu gambaran, kemudian langkah berikutnya melakukan analisis data dengan menggunakan

Untuk lebih nyata dalam memberi gambaran pada peserta didik tentang macam-macam jenis wadah untuk budidaya ikan konsumsi, serta untuk memotivasi peserta didik

Potensi zakat rumah tangga didapat dari total rumah tangga yang memiliki penghasilan diatas batas (nishab) zakat pertanian, yaitu 524 kg beras dengan kadar 2,5 persen sesuai

Hasil koefisien determinasi variabel Difusi Inovasi (Kampanye Rekening Ponsel melalui Facebook fanpage) atau independen dapat menjelaskan 53,7% variasi variabel

Semua akan terwujud jika dikehendakiNya, dengan RahmatNya pula penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul: TINJAUAN YURIDIS DISPENSASI PERMOHONAN

(1 )) analisis kebijakan seringkali didasarkan pada asumsi analisis kebijakan seringkali didasarkan pada asumsi dari satu pembuat kebijakan, (2. dari satu pembuat kebijakan, (2

Hal ini dikarenakan oleh karena jumlah sampel yang diteliti sedikit, sehingga tidak terdapat perbedaan yang signifikan efektifitas tanaman Angsana (Pterocarpus