Pengembangan Ekonomi Wilayah Kabupaten
Tuban
Disusun Oleh:
A. Ikhfan Efendi 3612 100 013 Maulidya Aghysta Fr 3612 100 020 Annisa Rakhmawati K 3612 100 027 Bilqis Nur Chulaimi 3612 100 038
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan hidayah dan rahmat-Nya sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Ekonomi Wilayah yang berjudul “Pengembangan Ekonomi Wilayah Kabupaten Tuban” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Laporan ini tidak akan terselesaikan dengan adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini tim penyusun menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg. sebagai dosen pengampu mata kuliah Ekonomi Wilayah yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat.
2. Mbak Vely Kukinul Siswanto, ST, MT, MSc. sebagai dosen mata kuliah Ekonomi Wilayah yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan laporan ini serta memberikan ilmu yang sangat bermanfaat.
3. Pemerintah Kabupaten Tuban atas bantuan informasi dan data yang sangat bermanfaat bagi penelitian ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya terutama kami sebagai penulis.
Surabaya, 24 Mei 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... 2
DAFTAR ISI ... 3
BAB I PENDAHULUAN ... 5
1.1 Latar Belakang ... 5
1.2 Tujuan ... 5
1.3 Sistematika Penulisan ... 6
BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN ... 7
2.1 RTRW Kabupaten Tuban ... 7
2.1.1 Tujuan, Kebijakan dan Strategi ... 7
2.1.2 Rencana Struktur Ruang Agropolitan ... 9
2.1.3 Rencana Pola Ruang ... 12
BAB III GAMBARAN UMUM ... 16
3.1 Gambaran Umum Perekonomian ... 16
3.1.1. Struktur Ekonomi Kabupaten Tuban ... 16
3.1.2. Pertumbuhan Ekonomi ... 20
3.2 Potensi Perekonomian ... 21
3.3. Permasalahan Perekonomian ... 22
BAB IV HASIL ANALISIS ... 23
4.1 Analisis Location Quotient ... 23
4.1.1 Analisis LQ Pada Sektor Kegiatan Kabupaten Tuban ... 24
4.1.2 Analisis Shift Share ... 27
4.1.3 Interpretasi Nilai KPP dan KPPW ... 38
4.1.4 Perhitungan Bersih (PB) ... 39
4.1.5 Interpretasi Nilai LQ dan PB ... 40
4.2 Analisis Input Output ... 40
BAB V KONSEP DAN STRATEGI ... 43
5.1.1 Ciri-Ciri Kawasan Agropolitan ... 46
5.1.2 Kriteria Penetapan Kawasan Agropolitan ... 46
5.1.3 Konsep Struktur Tata Ruang Kawasan Agropolitan ... 47
5.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Konsep Agropolitan... 47
BAB VI PENUTUP ... 49
6.1 Kesimpulan ... 49
6.2 Lesson Learned ... 49
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Ekonomi merupakan sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Pemahaman tentang kekuatan ekonomi dibalik perkembangan suatu wilayah merupakan hal yang mutlak diperlukan dalam menyusun perencanaan pengembangan wilayah. Suatu wilayah akan berkembang akibat dari berkembangnya aktivitas ekonomi di suatu wilayah. Oleh karena itu, ekonomi merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi berkembang atau tidaknya suatu wilayah.
Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan perkembangan ekonomi yang paling tinggi dari provinsi lainnya di Indonesia. Perekonomian Jawa Timur mencapai prestasi yang memuaskan pada tahun 2011. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2012 yakni sebesar 7,5 persen, diyakini pengamat bisa terealisasi karena provinsi ini memiliki karakter kuat dibandingkan wilayah lain di Penjuru Nusantara.
Sebagaimana dipahami bahwa Kabupaten Lumajang merupakan salah satu wilayah di Jawa Timur yang memiliki potensi sumber daya alam dan potensi sosialekonomi yang dapat dikembangkan dan dimanfatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Segala bentuk kekayaan alam dan potensi yang dimiliki Kabupaten Lumajang di masa yang akan datang sangat penting untuk dikelola dan dimanfatkan secara optimal, agar kesejahteraan masyarakat dapat direalisasikan.
Sangat disadari bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat sesungguhnya bukan merupakan sesuatu hal yang mudah. Sebagaimana dipahami bahwa pembangunan di wilayah kabupaten Lumajang masih dihadapkan pada sejumlah situasi problematik Oleh karena itu dibutuhkan arahan untuk mengembangkan ekonomi wilayah di kab Lumajang,
Menyadari kondisi ini oleh karenanya sangat dipahami jika upaya pengembangan potensi sumber daya alam dan potensi sosial-ekonomi yang dimiliki selama ini masih belum dapat dilakukan secara optimal. Selanjutnya, agar upaya menciptakan kesejahteraan masyarakat dan membangun Kabupaten Lumajang dapat dilakukan secara optimal dan lebih terarah sesuai dengan potensi yang ada.
Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui sector yang paling berpotensi di Kabupaten Lumajang yang nantinya akan menjadi pertimbangan dalam menyusun arahan untuk mengembangkan ekonomi Kabupaten Lumajang.
1.3 Sistematika Penulisan
BAB 1 Pendahuluan menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, ruang lingkup dan sistematika pembahasan.
BAB 2 Tinjauan Pustaka menjelaskan tentang teori dan dokumen yang menjadi dasar penelitian.
BAB 3 Gambaran Umum menjelaskan tentang gambaran umum wilayah beserta masalah yang ada dalam wilayah penelitian
BAB 4 Analisa menjelaskan tentang analisa yang digunakan untuk menjadi bahan pertimbangan dalam mennetukan konsep dan strategi
BAB 5 Konsep dan Strategi menjelaskan tentang susunan arahan konsep dan strategi yang akan di implementasikan
BAB II
TINJAUAN KEBIJAKAN
2.1 RTRW Kabupaten Tuban
2.1.1 Tujuan, Kebijakan dan Strategi A. Tujuan
Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten adalah mewujudkan ruang wilayah daerah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan guna :
a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
B. Kebijakan
(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 disusun kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten.
(2) Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Pengembangan wilayah berbasis industri ramah lingkungan, pertanian, perikanan, dan pertambangan;
b. Penetapan wilayah secara berhierarki sebagai pusat pelayanan regional dan lokal mendukung perkembangan Kawasan Perkotaan Germakertasusila (GKS) Plus;
c. Pengembangan prasarana wilayah secara terpadu dan terinterkoneksi; d. Pemantapan kawasan lindung secara terpadu dan berkelanjutan;
e. Pengembangan kawasan budidaya dengan memperhatikan daya dukung lahan, daya tampung kawasan, dan aspek konservasi sumber daya alam; dan
f. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan A.
B.
C. Strategi
a. Mengembangkan kawasan industri terpadu, pertanian, perikanan, dan pertambangan sesuai potensi kawasan;
b. Meningkatkan infrastruktur penunjang kawasan industri, pertanian, perikanan, dan pertambangan;
c. Memberikan pelayanan sosial ekonomi sesuai potensi kawasan perkotaan dan peran dalam skala lebih luas; dan
d. Menetapkan sentra pengembangan agropolitan dan minapolitan pada kawasan potensial.
Pengembangan prasarana wilayah secara terpadu dan terinterkoneksi dengan strategi meliputi :
a. Mengembangkan sistem jaringan transportasi darat dan laut secara terpadu dan terintegrasi dalam pengembangan wilayah;
b. Meningkatkan kapasitas dan pelayanan melalui sistem koneksi jawa – bali dalam menunjang kebutuhan listrik di wilayah kabupaten;
c. Mengembangkan sistem jaringan pipa minyak dan gas bumi dalam mendukung ketahanan energi nasional;
d. Meningkatkan efisiensi pelayanan jaringan telepon seluler dengan penggunaan menara telekomunikasi secara bersama;
e. Mengembangkan jaringan sumber daya air untuk mendukung pembangunan berkelanjutan;
f. Mengembangkan sistem pengelolaan sampah secara mandiri di wilayah
Pemantapan kawasan lindung secara terpadu dan berkelanjutan dengan strategi meliputi :
a. Mengembalikan fungsi hutan lindung secara bertahap melalui reboisasi;
b. Melestarikan kawasan yang termasuk hilir daerah aliran sungai (das) dengan pengembangan hutan lindung dan hutan produksi secara ketat;
c. Mengendalikan secara ketat kawasan perlindungan setempat sepanjang sungai, sekitar waduk, sempadan irigasi dan mata air;
d. Mengelola wilayah sungai bengawan solo untuk kegiatan irigasi dan air baku; e. Meningkatkan konservasi tanah dan air untuk mengurangi pendangkalan di dasar
f. Mengendalikan secara ketat untuk kegiatan pertambangan di sekitar kawasan lindung geologi serta melestarikan dan memberi perlindungan terhadap air tanah.
Pengembangan kawasan budidaya dengan memperhatikan daya dukung lahan, daya tampung kawasan dan aspek konservasi sumber daya alam dengan strategi, meliputi :
a. Mengembangkan kawasan pertanian melalui penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan;
b. Mengembangkan dan meningkatkan produktivitas pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan pengolahan hasil dengan teknologi tepat guna;
c. Mengendalikan secara ketat penambangan pada kawasan yang membahayakan lingkungan;
d. Mengembangkan dan memberdayakan industri besar, menengah dan kecil mikro untuk pengolahan hasil sumber daya alam;
Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan dengan strategi meliputi :
a. Mengembangkan budidaya secara selektif di sekitar kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;
b. Mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis nasional dengan kawasan budidaya terbangun; dan
c. Memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan dan keamanan.
Strategi untuk mengembangkan kawasan strategis dalam mendorong pengembangan wilayah meliputi mengembangkan kawasan agropolitan di Kabupaten Tuban yang terkonsentrasi di wilayah Kecamatan Semanding dan Kecamatan Palang, Kecamatan Plumpang, Kecamatan Widang, Kecamatan Jatirogo sebagai kawasan strategi ekonomi.
2.1.2 Rencana Struktur Ruang Agropolitan
agropolitan, yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan adanya keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
a. Kawasan Agropolitan di Kabupaten Tuban terdapat di Kecamatan Palang dan Semanding.Adapun rencana pengembangan kegiatan agropolitan terdapat di Kecamatan Plumpang,Widang dan Jatirogo, dengan arahan pengembangan adalah :
- Penetapan pengembangan kawasan agropolitan dengan mengarahkan pada Kecamatan Plumpang, Widang dan Jatirogo sedangkan untuk kawasan pendukung dan kawasan sentra produksi adalah kecamatan di sekitarnya, yaitu Kecamatan Kenduruan, Bangilan, Singgahan, Senori, Parengan, Soko dan Rengel;
- Pengoptimalan area pertanian yang ada melalui usaha intensifikasi lahan; - Perluasan area pertanian dengan merubah penggunaan lahan non produktif dan
memperhatikan pola penggunaan lahan optimal;
- Peningkatan kualitas produksi melalui modernisasi teknologi pertanian; - Perbaikan saluran irigasi;
- Pengembangan kawasan agropolitan sebagai andalan perdesaan; dan
- Pengembangan produk unggulan disertai pengolahan dan perluasan jaringan pemasaran
b. Kawasan kegiatan minapolitan di Kecamatan Bancar dan Tambakboyo serta sentra produksinya di Kecamatan Palang dengan arahan pengembangan adalah :
- Penyediaan fasilitas perikanan;
- Pengembangan sentra hasil pengolahan perikanan dan hasil tangkapan; - Pengembangan industri kecil hasil pengolahan perikanan;
c. Pengembangan peternakan jenis ternak sapi pada Kecamatan Singgahan, Kambing di Kecamatan Palang dan Semanding, ayam ras di Kecamatan Palang dan ayam petelur di Kecamatan Tambakboyo.
e. Pengembangan dan peningkatan penyediaan sarana dan prasarana penunjang di kawasan permukiman termasuk jaringan jalan, trasportasi, listrik, air bersih, telekomunikasi dan sarana pendukung yang lainnya.
f. Pengembangan sektor ekonomi perdesaan bertumpu pada sektor pertanian dan perikanan dengan memperhatikan karaktersitik sosial budaya masyarakat.
Kabupaten Tuban banyak memiliki sumber kecil dan besar, serta memiliki cadangan air tanah yang cukup besar, mengingat banyak kawasan yang mampu meresapkan air. Pola ini menjadikan terdapat beberapa potensi untuk memanfaatkan air tanah diantaranya untuk pemenuhan kebutuhan air minum dalam bentuk air kemasan. Meskipun demikian diperlukan pengaturan bila akan mengambil potensi air bawah tanah dalam jumlah besar, karena hal ini akan sangat mempengaruhi persediaan air pada bagian bawah.
Gambar 1. Rencana pengembangan sistim perdesaan
Rencana pemanfaatan ruang kawasan perdesaan Kabupaten Tuban meliputi :
1.Pemanfaatan ruang kawasan permukiman perdesaan dikembangkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi perdesaan sebagai bagian dari sistem perekonomian wilayah.
2.Pengembangan dan peningkatan penyediaan sarana dan prasarana penunjang di kawasan permukiman termasuk jaringan jalan, trasportasi, listrik, air bersih, telekomunikasi dan sarana pendukung yang lainnya.
4.Penetapan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan, meliputi : a. Meningkatkan sarana dan prasarana pertanian untuk meningkatkan nilai produktivitas
pertanian;
b. Memberikan insentif pada lahan yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan;
c. Mengendalikan secara ketat kawasan yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan;
d. Menetapkan prioritas pengembangan kawasan minapolitan dengan mengarahkan pada kecamatan bancar dan tambakboyo sebagai kawasan minapolitan utama dan kawasan sentra produksi sedangkan untuk kawasan pendukung adalah desa – desa disekitarnya dan desa – desa di kecamatan palang; dan
e. Mengembangkan fasilitas sentra produksi-pemasaran pada pusat kegiatan ekonomi di kecamatan plumpang, widang, jatirogo, bancar dan tambakboyo.
f. Meningkatkan kemampuan permodalan melalui kerjasama dengan swasta dan pemerintah.
5.Mengembangkan sistem informasi dan teknologi pertanian berupa Balai Pengkajian Penerapan Teknologi Pertanian (BP2TP) di Kecamatan Semanding dan Palang sebagai kawasan agropolitan utama serta Kecamatan Plumpang, Widang dan Jatirogo sebagai kawasan pengembangan agropolitan, sedangkan Kecamatan Bancar dan Tambakboyo sebagai kawasan minapolitan utama.
2.1.3 Rencana Pola Ruang
A. Kawasan Hortikultura
Kawasan pertanian hortikultura adalah kawasan yang diperuntukkan bagi budidaya tanaman semusim dan tahunan, seperti buah-buahan dan sayuran. Sentra produk hortikultura di Kabupaten Ponorogo adalah di Kecamatan Semanding, Kecamatan Singgahan, Kecamatan Palang, Kecamatan Merakurak, dan Kecamatan Grabagan. Penetapan Kawasan Strategis.
B. Perkebunan
b) Kecamatan Semanding; c) Kecamatan Palang; dan d) Kecamatan Merakurak. Jenis komoditi perkebunan yang ada di Kabupaten Tuban berupa: Kelapa, Jambu mente, Kapuk randu, Siwalan, Tebu, Tembakau, Kapas, Serat karung, dan Kemiri.
Akan tetapi lahan-lahan perkebunan tersebut lokasinya masih bercampur dengan lahanlahan
pertanian yang lainnya, sehingga tidak terdapat pola yang jelas. Perkebunan di Kabupaten Tuban berupa perkebunan rakyat yang merupakan konversi dari jarak tanam tanaman kebun pada pekarangan. Berbagai cara dalam pemanfaatan perkebunan antara lain adalah:
a. Pengembangan perkebunan dilakukan dengan mengembangkan industri pengolahan hasil komoditi diarahkan pada Kecamatan Semanding, Kecamatan Palang, Kecamatan, Tuban, dan Kecamatan Merakurak
b. Pengembangan fasilitas sentra produksi dan pemasaran pada pusat kegiatan ekonomi di Kecamatan Tuban dan Kecamatan Semanding;
c. Pengembangan perkebunan, misalnya merehabilitasi tanaman perkebunan yang rusak (seperti perkebunan siwalan) atau pada area yang telah mengalami kerusakan, yaitu mengembalikan fungsi perkebunan yang telah berubah menjadi peruntukan lainnya, khususnya yang telah berubah menjadi area pertanian tanaman pangan;
d. Pengembangan kawasan-kawasan yang berpotensi untuk tanaman perkebunan sesuai dengan rencana, seperti kelapa, siwalan, kenanga, dan jambu mente; e. Pengembangan kawasan-kawasan potensi untuk pertanian pangan lahan kering; f. Pengembangan pasar produksi perkebunan; serta
g. Pengolahan hasil perkebunan terutama dengan membentuk keterikatan antar produk.
C. Agropolitan
Kawasan peruntukkan agropolitan Kawasan peruntukan agropolitan adalah kawasan yang teridiri dari satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hirakhi keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
Pengembangan kawasan agropolitan bertujuan untuk:
- Membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat perdesaan melalui kegiatankegiatan ekonomi berbasis agribisnis;
- Menumbuhkembangkan lembaga-lembaga ekonomi di perdesaan; - Meningkatkan pendapatan masyarakat; dan
- Mewujudkan tata ruang ideal antara kota dengan desa yang saling mendukung, melengkapi, dan memperkuat.
Arahan pengembangan kawasan peruntukkan pertanian di Kabupaten Tuban, meliputi:
a. Pemantapan fungsi kawasan peruntukkan pertanian irigasi teknis;
b. Penetapan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutanseluas 23.000 hektar;
c. Peningkatan produktivitas kawasan pertanian lahan basah dan beririgasi teknis melalui pola intensifikasi, diversifikasi, dan pola tanam yang sesuai dengan kondisi tanah dan perubahan iklim; dan
d. Pengembangan infrastruktur sumberdaya air yang mampu menjamin ketersediaan air.
Pertanian di Kabupaten Tuban diarahkan pada pengembangan pertanian perkotaan dan pedesaan. Adapun kebijaksanaan penataan ruang untuk kawasan pertanian ini meliputi :
a. Kawasan pertanian pedesaan
- Pengoptimalan area pertanian yang ada melalui usaha intensifikasi lahan
- Perluasan area pertanian dengan mengubah penggunaan lahan non produktif dan memperhatikan pola penggunaan lahan optimal
- Areal pertanian abadi dan tidak bisa dialihfungsikan menjadi penggunaan kegiatan lain yaitu berupa sawah irigasi teknis dan daerah konservasi sungai
- Meningkatkan kualitas produksi melalui modernisasi teknologi pertanian; dan
- Memperbaiki saluran irigasi. b. Kawasan pertanian perkotaan
- Pengoptimalan lahan pertanian yang ada melalui kegiatan intensifikasi lahan; dan - Pengembangan kawasan pertanian dengan mempertimbangkan penataan ruang
BAB III
GAMBARAN UMUM
3.1 Gambaran Umum Perekonomian
Struktur ekonomi merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengamati kondisi perekonomian Kabupaten Tuban. Dengan luas daerah 1.904,70 km2 dan panjang pantai 65 km membuat Kabupaten Tuban tidak hanya memiliki potensi alam, namun juga potensi daerah. Hal ini didukung pula oleh letak geografis Kabupaten Tuban yang cukup strategis sebagai pintu masuk utara Provinsi Jawa Timur dari perbatasan Provinsi Jawa Tengah.
Banyaknya potensi daerah yang dimiliki oleh Kabupaten Tuban memerlukan penanganan masing-masing. Potensi daerah yang selalu bisa ditingkatkan yaitu di bidang energy berupa pasang surut air laut yang dimanfaatkan mernjadi PLTU, bidang pariwisata dengan julukan kota wali dan kota seribu gua. Selanjutnya pada bidang industry dimana terdapat banyak industry besar baru yang berkembang di Tuban seperti holcim, industry baja steel. Di bidang pertanian dan perkebunan , Kabupaten Tuban memiliki tanaman padi, jagung, kacang juga siwalan dan buah belimbing yang menjadi ciri khasnya. Pada bidang perikanan dan kelautan dengan memanfaatkan laut yang begitu luas serta Sungai Bengawan Solo yang melintasi Kabupaten Tuban.
Dari hasil perhitungan PDRB Kabupaten Tuban tahun 2013, secara umum pembangunan ekonomi di Kabupaten Tuban masih didominasi oleh 3 sektor yaitu sektor pertanian, sektor industry dan pengolahan, serta sektor perdagangan. Sektor industry merupakan penyumbang terbesar pertambangan dan penggalian yang memberikan nilai tambah cukup besar bagi Kabupaten Tuban.
3.1.1. Struktur Ekonomi Kabupaten Tuban
Struktur perekonomian di suatu wilayah merupakan penggambaran terhadap sektor-sektor yang menjadi mesin pertumbuhan ekonomi daerah (engine growth). Sembilan sektor-sektor ekonomi yang ada di Kabupaten Tuban dikelompokkan menjadi 3 sektor besar yaitu;
2. Sektor sekunder, yang terdiri atas sektor industry pengolahan, listrik, gas dan air bersih dan konstruksi. Dalam sektor sekunder, sektor pendukung utama adalah sektor industry dan pengolahan.
3. Sektor tersier, yang terdiri atas sektor perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan jasa-jasa. Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan pendukung utama sektor tersier.
Kelompok sektor primer dengan pertanian sebagai unggulannya selalu mendominasi dalam penciptaan nilai tambah di Kabupaten Tuban. Total nilai tambah bruto ADHB dari kelompok sektor Primer di tahun 2013 mencapai 11.017 milyar rupiah atau sebesar 39,9 persen dari total PDRB. Kelompok sektor primer sebagai yang paling dominan dalam penciptaan nilai tambah tentunya sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi kabupaten Tuban. Pada tahun 2013kelompok sektor ini tumbuh sebesar 5,24 persen (ADHK) lebih tinggi dari tahun 2012 yang tumbuh sebesar 3,43 persen. Kontribusi tertinggi dalam peningkatan kelompok sektor ini disumbangkan oleh sektor Penggalian yang tumbuh mencapai 10,28 persen. Sedangkan untuk sektor Pertanian pada tahun 2013 ini pertumbuhannya mengalami sedikit perlambatan, yaitu 1,72 dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,89.
Sektor sekunder menjadi sektor yang mempunyai andil terkecil dalam penciptaan PDRB Kabupaten Tuban, tak jauh beda dengan sektor tersier. Pada tahun 2013 besaran PDRB ADHB kelompok sektor sekunder mencapai Rp. 8.185milyar dengan peranan sebesar 29,64 persen serta tumbuh 8,49 persen, lebih rendah dibandingkan tahun 2012 yang mencapai 9,48 persen.
Komposisi yang relatif sama ditunjukkan juga oleh besaran PDRB ADHK yang mencerminkan penciptaan nilai tambah secara riil karena telah menghilangkan faktor kenaikan harga. Kelompok Primer tetap mempunyai nilai tambah terbesar, diikuti oleh kelompok tersier dan kelompok sekunder. Kelompok sektor Primer di tahun 2013 meskipun mempunyai nilai tambah terbesar, yaitu Rp. 4.575 milyar, namun pertumbuhan kelompok sektor ini secara agregat paling kecil (5,24 persen)dibandingkan agregat pertumbuhan kelompok sektor yang lain. Sedangkan jika dilihat secara sektoral maka seluruh sektor mengalami pertumbuhan positif meskipun beberapa sektor melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor konstruksi merupakan sektor ekonomi yang mengalami lonjakan pertumbuhan cukup tinggi yakni 15,35 persen, diikuti oleh sektor angkutan & komunikasi yang tumbuh mencapai 10,49 persen dan urutan ketiga ditempati oleh sektor pertambangan & penggalian yang tumbuh sebesar 10,28 persen. Namun demikian share ketiga sektor tersebut dalam pembentukan PDRB Kabupaten Tuban relatif kecil, sehingga tingginya pertumbuhan pada ketiga sektor tersebut tidak berpengaruh secara signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tuban secara umum.
Tabel 1. PDRB ADHB dan ADHK, Presentase dan Pertumbuhannya Kabupaten Tuban Tahun 2012-2013
Sumber: PDRB Kabupaten Tuban Tahun 2010-2013. BPS Kabupaten Tuban
5,24 persen dan 8,49 persen. Dibanding tahun sebelumnya, penurunan peranan terjadi pada kelompok sektor primer dan tersier. Namun peningkatan peranan justru terjadi pada sektor tersier.
Tabel 2. Struktur Ekonomi Dalam PDRB Kabupaten Tuban ADHB Tahun 2010-2013 (%)
Sumber: PDRB Kabupaten Tuban 2010-2013, BPS Kabupaten Tuban
Distribusi presentase nilai tambah yang tercipta di masing-masing sektor sering digunakan untuk menggambarkan struktur ekonomi suatu wilayah. Semakin beragam kegiatan perekonomian yang ada akan memberikan warna pad astruktur perekonomian suatu wilayah. Potensi sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang tersedia dapat mempengaruhi keragaman kegiatan perekonomian yang ada pada suatu wilayah.
mengalami peningkatan peranan. Hal ini bisa disebabkan oleh makin maraknya aktifitas ekonomi pada subsector perdagangan besar dan eceran serta restoran di Kabupaten Tuban.
Secara agregat kelompok sektor primer dan sekunder mengalami penurunan dan hanya kelompok sektor tersier yang mengalami peningkatan peranan dalam penciptaan PDRB di tahun 2013. Hal ini mencerminkan bahwa percepatan kegiatan ekonomi di kelompok sektor primer dan sekunder masih dibawah sektor-sektor ekonomi lainnya. Peningkatan pesat peranan pada sektor perdagangan, hotel, & restoran disebabkan percepatan perkembangannya jauh melebihi sektor-sektor lain yang ditandai masih maraknya aktifitas ekonomi pada subsektor perdagangan besar dan eceran serta restoran dengan makin banyaknya bermunculan toko/outlet/butik aneka barang, masih tetap eksisnya ritel-ritel waralaba, serta menjamurnya pedagang kaki lima, pusat jajanan, cafe, dan warung lesehan sebagai yang diiringi dengan makin membaiknya daya beli masyarakat kabupaten Tuban.
3.1.2. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah suatu ukuran dinamis yang digunakan untuk melihat perkembangan kinerja perekonomian di suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator makro yang sering digunakan sebagai salah satu alat strategi kebijakan bidang ekonomi. Dalam rencana strategis (Renstra) Kabupaten Tuban disebutkan laju pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu indikator yang sangat penting untuk selalu dievaluasi. Agar lebih valid perubahan ini diukur dengan acuan satu ukuran/satu periode yang disebut kondisi ekonomi pada tahun dasar dan menggunakan ukuran atas dasar harga tetap (konstan).
Tingkat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang dihitung dari PDRB merupakan rata-rata tertimbang dari tingkat pertumbuhan sektoralnya. Apabila sebuah sektor mempunyai kontribusi besar namun pertumbuhannya lambat, maka hal ini akan menghambat tingkat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Sebaliknya apabila sebuah sektor mempunyai kontribusi yang besar terhadap totalitas perekonomian, sekaligus sektor tersebut mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi, maka sektor tersebut otomatis akan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi secara total.
ekonomi Kabupaten Tuban adalah 6,22 persen; 7,13 persen; 6,36 persen dan pada tahun 2013 mencapai 7,03 persen.
Apabila laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Kabupaten Tuban pada tahun 2013dipakai sebagai dasar (Base Line), maka kinerja sektoral dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Kelompok Pertama adalah sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan di atas LPE Kabupaten Tuban yang sebesar 7,03 persen. Kelompok Kedua adalah sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan positif walaupun masih di bawah LPE kabupaten Tuban. Kelompok Ketiga adalah sektor yang mengalami pertumbuhan negatif.
Tabel 3. Pertumbuhan Riil Sektor Ekonomi Kabupaten Tuban Tahun 2010-2013 (%)
Sumber: PDRB Kabupaten Tuban 2010-2013, BPS Kabupaten Tuban
3.2 Potensi Perekonomian
Potensi perekonomian yang menonjol pada Kabupaten Tuban terdapat pada sektor pertaniannya. Meskipun berada di kawasan jalur pantai utara dan memiliki iklim yang sedikit kering, namun sektor pertanian di Kabupaten Tuban menghasilkan beberapa produk komoditas yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Di samping itu, Kabupaten Tuban juga dicangkan sebagai kawasan penyangga ketahanan pangan Indonesia.
Senori dan Kecamatan Singgahan, kacang hijau, serta cabe rawit dan cabe keriting yang banyak dibudidayakan oleh petani di Kabupaten Tuban.
Pengembangan potensi pertanian perlu didukung oleh ketersediaan lahan dan juga tenaga kerja, selain itu masih banyak juga faktor pendukung linya seperti sarana irigasi. Pengembangan potensi pertanian di Kabupaten Tuban didukung adanya lahan pertanian yang luas dan juga penduduk yang banyak. Luas lahan sawah yang ada di Kabupaten Tuban mencapai 55.371,932 Ha dan luas lahan tegalan yang mencapai 55.229,844 Ha, luas lahan pekarangan 15.524,075 Ha, luas ladang 61.000 Ha. Dari seluruh lahan persawahan yang ada sekitar 53% atau 29.299,405 Ha bisa diusahkan irigasinya baik dari irigasi teknis maupun sederhana. Sedangkan 47% atau sekitar 26.064,827 Ha merupakan lahan sawah yang tadah hujan.
Selain potensi pertanian yang beragam, Kabupaten Tuban juga memiliki potensi perkebunan yang tidak kalah menghasilkan. Misalnya saja seperti belimbing tasikmadu (varietas belimbing lokal asli Tuban) yang saat ini sedang gencar dibudidayakan masyarakat di Kecamatan Palang terutama di Desa Tasikmadu, Kelurahan Panyuran, dan Desa Sumurgung. Disamping itu ada juga buah duku prunggahan (duku asli Tuban) yang dikembangkan di Kecamatan Singgahan dan Kecamatan Tuban, buah siwalan, buah gayam yang diolah menjadi keripik khas Tuban, potensi agrobisnis kelapa, jambu mete, mangga, nangka, pisang, tebu, semangka, serta terong.
3.3.Permasalahan Perekonomian
BAB IV HASIL ANALISIS
4.1 Analisis Location Quotient
Teknik analisis Location Quotient (LQ) merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu daerah dalam sektor kegiatan tertentu. Dalam analisis LQ, kesimpulan atau keluaran yang didapatkan adalah gambaran mengenai kemampuan daerah terhadap sektor yang diamati. Teknik analisis LQ membandingkan antara sektor yang terdapat di daerah dengan daerah yang lebih luas, misalnya daerah kabupaten/kota dengan daerah provinsi. Berikut ini merupakan rumus perhitungan LQ menurut Widodo (2006).
= ���/�����/��
Keterangan:
Vik : Nilai Output (PDRB) sektor i daerah studi k (misalnya: kabupaten/kota).
Vk : Produk Domestik Regional Bruto total semua sektor di daerah studi k.
Vip : Nilai output (PDRB) sektor i daerah referensi p (misalnya: provinsi).
Vp : Produk Domestik Regional Bruto total semua sektor di daerah referensi p.
LQ digunakan untuk mengukur dan mengetahuikonsentrasi relatif atau derajat spesialisasi sektor kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. Berikut ini merupakan ukuran penilaian pada LQ:
1. Nilai LQ < 1, maka sektor i kurang terspesialisasi dibandingkan dengan sektor i di tingkat daerah referensi, sehingga bukan merupakan sektor non basis.
2. Nilai LQ = 1, maka sektor i memiliki tingkat spesialisasi yang sama dengan sektor i di tingkat daerah referensi, sehingga hanya digunakan untuk melayani kebutuhan di daerah itu sendiri.
3. Nilai LQ > 1, maka sektor i merupakan sektor spesialisasi dibandingkan dengan sektor i di daerah referensi, sehingga merupakan sektor basis.
4.1.1 Analisis LQ Pada Sektor Kegiatan Kabupaten Tuban
Analisis LQ dilakukan melalui dua metode, yakni SLQ dan DLQ. Berikut ini merupakan rumus perhitungan SLQ dan DLQ.
� =
�� ���� ��
��
���� � � �� ��
Keterangan :
yi : Nilai tambah sektor i di suatu daerah PDRB : PDRB Kabupaten Tuban (Wilayah Studi)
Yi : Nilai tambah sektor i di wilayah referensi (Jawa Timur)
PDRB : PDRB Provinsi Jawa Timur (Daerah referensi wilayah studi)
DLQ = (1+gij) / (1+gj)
(1+Gi)/ (1+G)
gij : laju pertumbuhan sektor i di regional
gi : rata-rata pertumbuhan sektor di regional
Gi : laju pertumbuhan sektor i di provinsi
G : rata-rata laju pertumbuhan sektor di provinsi
T : selisih tahun akhir dan tahun awal
Perhitungan Statistic Location Quotient (SLQ) digunakan untuk mengetahui apakah sektor kegiatan tersebut termasuk dalam sektor basis atau tidak. Hasil dari perhitungan SLQ tidak dapat menggambarkan kondisi pada tahun-tahun mendatang. Sedangkan Dynamic Location Quotient (DLQ) dapat digunakan untuk mengetahui prospek suatu sektor yang dilihat dari segi laju pertumbuhannya. Berikut ini merupakan hasil perhitungan dari SLQ Kabupaten Tuban.
Tabel. Hasil Perhitungan SLQ Kabupaten Tuban
No. Sektor
PDRB Kabupaten Tuban
PDRB
Provinsi Jawa Timur
SLQ Keterangan
1. Pertanian 2601937.18 55330.1 1.909619059 Basis
Penggalian
3. Industri Pengolahan 2329893.23 103497.23 0.914152564 Non Basis
4. Listrik, Gas, dan Air
Bersih 322022.87 5486.5 2.383431756 Basis
5. Bangunan 198703.14 14006.02 0.576104645 Non Basis
6. Perdagangan, Hotel,
dan Restoran 1669948.21 139431.31 0.486355782 Non Basis
7. Pengangkutan dan
Komunikasi 218300.22 33837.74 0.261977632 Non Basis
8.
Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan
539096.72 23455.84 0.933312511 Non Basis
9. Jasa-jasa 475750.08 35686.08 0.541366545 Non Basis
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Berdasarkan tabel perhitungan SLQ pada Kabupaten Tuban dengan data PDRB Kabupaten Tuban dan PDRB Provinsi Jawa TImur tahun 2013, diketahui bahwa Kabupaten Tuban memiliki tiga sektor basis. Ketiga sektor basis tersebut antara lain sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor Listrik dan Gas, dan sektor Pertanian. Setelah dilakukan analisis DLQ, dapat diketahui sektor-sektor yang nantinya dapat dikembangkan berdasarkan laju pertumbuhannya. Berikut ini merupakan perhitungan DLQ di Kabupaten Tuban.
Tabel. Hasil Perhitungan DLQ Kabupaten Tuban
No. Sektor
Rata-rata laju pertumbuhan Kabupaten Tuban
Rata-rata laju pertumbuhan Provinsi Jawa Timur
DLQ Keterangan
1. Pertanian 0.95 0.93 1.06 Laju Pertumbuhan Lebih Cepat
2. Pertambangan dan
3. Industri
Pengolahan 1.01 0.97 1.13 Laju Pertumbuhan Lebih Cepat
4. Listrik, Gas, dan
Air Bersih 1.01 0.96 1.14 Laju Pertumbuhan Lebih Cepat
5. Bangunan 1.08 1.00 1.25 Laju Pertumbuhan Lebih Cepat
6.
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
1.02 1.00 1.07 Laju Pertumbuhan Lebih Cepat
7. Pengangkutan dan
Komunikasi 1.04 1.02 1.06 Laju Pertumbuhan Lebih Cepat
8.
Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan
1.02 0.99 1.08 Laju Pertumbuhan Lebih Cepat
9. Jasa-jasa 0.99 0.97 1.08 Laju Pertumbuhan Lebih Cepat
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Dari data tersebut diketahui bahwa tiap sektor kegiatan di Kabupaten Tuban memiliki laju pertumbuhan yang cenderung lebih cepat dibandingkan dengan laju pertumbuhan di provinsi Jawa Timur. Hal tersebut berarti bahwa sektor-sektor tersebut memiliki prospek pengembangan. Dalam arahan pengembangan konsep, sektor pertanian menjadi salah satu sektor kegiatan yang dikembangkan oleh pemerintah Kabupaten Tuban, yakni agropolitan. Berikut ini merupakan perhitungan LQ Sektor Kegiatan Pertanian di Kabupaten Tuban.
Tabel 4 Hasil Perhitungan LQ Pada Sektor Pertanian
No. Sub Sektor PDRB Kabupaten Tuban 2013
PDRB Jawa Timur 2013
LQ Keterangan
1. Tanaman Bahan Makanan
1930032.99 29,912.98 1.37 Basis
2. Tanaman Perkebunan
3. Peternakan dan Hasil - hasilnya
316447.72 9,438.37 0.71 Non Basis
4. Kehutanan 52390.66 1,040.65 1.07 Basis
5. Perikanan 167019.83 7,209.46 0.49 Non Basis Sumber : Hasil Analisis, 2015
Berdasarkan hasil perhitungan LQ pada sektor pertanian, didapatkan bahwa sub sektor basis adalah sub sektor Tanaman Bahan Makanan dan Kehutanan. Pada Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan nilai LQ adalah 1,37 dan pada sub sektor Kehutanan nilai LQ 1,07. Dalam penentuan pengembangan yang tepat memerlukan alat analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui kinerja sektor ekonomi di Kabupaten Tuban. Alat analisis yang dapat digunakan adalah analisis Shift Share.
4.1.2 Analisis Shift Share
Menurut Tarigan (2005), Analisis Shift Share digunakan untuk membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor industri di daerah dengan wilayah nasional. Analisis tersebut digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi suatu sektor di daerah terhadap daerah provinsi. Dalam studi, yakni perbandingan sektor kegiatan di Kabupaten Tuban dengan Provinsi Jawa Timur. Perhitungan dalam Shift Share terbagi dalam tiga komponen, yakni sebagai berikut:
KPN, yakni Komponen Pertumbuhan Nasional. Mengukur kinerja perubahan ekonomi pada perekonomian acuan. Pada komponen ini, tumbuhnya daerah dipengaruhi oleh kebijakan wilayah acuan secara umum.
KPP, yakni Komponen Pertumbuhan Proporsional. Mengukur perbedaan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi acuan dengan pertumbuhan agregat. Apabila KPP sektor bernilai positif, maka sektor tersebut berkembang atau meningkat kinerjanya.
KPPW, yakni Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah. Mengukur kinerja sektor-sektor lokal terhadap sektor-sektor-sektor-sektor yang sama pada wilayah referensi. Apabila KPPW sektor bernilai positif maka sektor tersebut memiliki peningkatan daya saing.
Berikut ini rumus dalam perhitungan Pertumbuhan Ekonomi pada analisis Shift Share.
Dalam perhitungannya, dibutuhkan data PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Kabupaten Tuban dan PDRB ADHK Provinsi Jawa Timur selama 5 tahun terakhir. Berikut ini merupakan data PDRB Kabupaten Tuban dan Provinsi Jawa Timur.
Tabel PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Tuban dan Provinsi Jawa Timur
Sektor PDRB Kabupaten Tuban PDRB Provinsi Jawa
Timur
2009 2013 2009 2013
PERTANIAN 2328967.05 2601937.19 50208.89 55330.11
Tanaman Bahan Makanan 1747548.54 1930032.99 27776.01 29,912.98 Tanaman Perkebunan 122325.61 136045.99 7171.09 7,728.65 Peternakan dan Hasil - hasilnya 266058.65 316447.72 8365.7 9,438.37
Kehutanan 43509.55 52390.66 639.15 1,040.65
Perikanan 149524.7 167019.83 6256.94 7,209.46
PERTAMBANGAN &
PENGGALIAN
1389694.00 1973068.18 7,104.82 8,697.63
Minyak dan Gas Bumi 689754.44 656397.75 1,329.81 1,815.71
Pertambangan tanpa Migas 0.00 0.00 608.41 789.66
Penggalian 699939.56 1316670.43 5,166.60 6,092.26
INDUSTRI PENGOLAHAN 1,860,648.66 2,329,893.23 83,299.90 103,497.23 Industri Migas
Industri Tanpa Migas **) 1860648.66 2329893.23 83,299.90 103,497.23 Makanan, Minuman dan
Tembakau
137249.06 182323.59 45,170.41 57,077.66
Tekstil, Barang Kulit & Alas Kaki 7069.05 9220.93 2,564.66 2,969.05 Barang Kayu & Hasil Hutan
Lainnya
2750.15 3280.05 1,845.64 2,165.38
Kertas dan Barang Cetakan 108230.22 139979.14 14,666.54 17,214.01 Pupuk, Kimia, & Barang dari
Karet
Semen & Barang Galian bukan logam
1564520.71 1946074.30 2,721.49 3,511.77
Logam Dasar Besi & Baja 255.21 292.08 3,227.88 4,121.65 Alat Angkutan, Mesin &
Peralatannya
1055.24 1179.23 2,912.60 3,205.86
Barang lainnya 834.13 1033.27 2,079.71 2,482.58
LISTRIK, GAS, & AIR BERSIH 227189.00 322022.87 4,361.51 5,486.50
Listrik 224238.51 318110.24 3,016.50 4,083.33
Gas 0 0 1,079.88 1,050.16
Air Bersih 2950.49 3912.63 265.13 353.01
BANGUNAN 35951.78 38913.04 10,307.88 14,006.02
PERDAGANGAN, HOTEL, & RESTORAN
1202417.61 1669948.21 95,983.87 139,431.31
Perdagangan Besar & Eceran 1178322.93 1637369.87 78,452.81 114,070.20
Hotel 10602.72 13774.31 2,712.07 3,894.39
Restoran 13491.96 18804.03 14,818.99 21,466.72
PENGANGKUTAN &
KOMUNIKASI
153,186.63 218,300.22 22,781.53 33,837.74
Pengangkutan 78319.10 106279.95 11,911.78 16,241.28
Angkutan Rel 0 0 145.84 174.92
Angkutan Jalan Raya 65432.10 88605.75 3,935.18 4,995.00
Angkutan Laut 0 0 882.98 1,106.88
Angkutan Sungai, Danau & Penyeberangan
0 0 87.23 56.51
Angkutan Udara 0 0 2,394.43 3,864.60
Jasa Penunjang Angkutan 12887.00 17674.20 4,466.12 6,043.37
Komunikasi 74867.53 112020.27 10,869.75 17,596.46
JASA PERUSAHAAN
Bank 33379.12 46627.53 4,348.49 6,256.52
Lembaga Keuangan tanpa Bank 100242.54 145014.13 2,125.00 3,329.23
Jasa Penunjang Keuangan 0 0 0 0
Sewa Bangunan 118290.71 167068.02 6,500.64 8,757.10 Jasa Perusahaan 137185.99 180387.04 4,421.27 5,112.99 JASA - JASA 385,676.95 475,750.08 29,417.37 35,686.08 Pemerintahan Umum 201259.04 226334.84 9,492.40 10,859.49
Swasta 184,417.91 249,415.24 19,924.97 24,826.59
Sosial Kemasyarakatan 43585.62 57356.47 2,503.60 3,155.50 Hiburan & Rekreasi 16660.34 23269.16 969.30 1,485.20 Perorangan & Rumah Tangga 124171.95 168789.61 16,452.07 20,185.89 PDRB 7,972,830.04 10,168,929.74 320,861.17 419,428.46
Sumber : PDRB Kabupaten Tuban dan PDRB Provinsi Jawa Timur, 2013
A. Komponen Pertumbuhan Nasional
Perhitungan KPN dilakukan dengan rumus sebagai berikut, KPN = (Yt/Yo) – 1
Keterangan :
Yt : Jumlah total PDRB tingkat 1di tahun akhir.
Yo : Jumlah total PDRB tingkat 1 di tahun awal.
Berikut ini merupakan perhitungan KPN Jawa Timur tahun 2009 dan 2013.
��� = ( .. ,, ) − = ,
B. Komponen Pertumbuhan Proporsional
Rumus yang digunakan sebagai perhitungan KPP adalah sebagai berikut;
= (��� −��� ��)��
Yit : PDRB Nasional/regional sektor i di tahun akhir
Yio : PDRB Nasional/regional sektor i di tahun awal
Yt : Jumlah total PDRB tingkat 1di tahun akhir.
Yo : Jumlah total PDRB tingkat 1 di tahun awal.
Dalam perhitungan KPP, terbagi dalam dua penilaian, yakni sebagai berikut, KPP < 0 , maka spesialisasi sektor yang secara nasional tumbuh lambat. KPP > 0, maka spesialisasi sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Berikut ini merupakan hasil perhitungan KPP pada sektor kegiatan di Kabupaten Tuban.
Tabel 5 Hasil Perhitungan KPP Kabupaten Tuban
No. Sektor KPP (%) Intepretasi
1. Pertanian -20.52 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
2. Pertambangan dan Penggalian -8.30 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
3. Industri Pengolahan -6.47 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
4. Listrik, Gas dan Air Bersih -4.93 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
5. Bangunan 5.16 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 14.55 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
7. Pengangkutan dan Komunikasi 17.81 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
4.12 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Berdasarkan tabel hasil perhitungan di atas, sektor yang secara nasional tumbuh cepat adalah sektor bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; dan Keuangan, persewaan, dan Jasa Perusahaan.
Setelah dilakukan interpretasi pergeseran bersih (PB)
LAPANGAN USAHA KPP % INTERPRETASI
PERTANIAN -20.52 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Tanaman Bahan Makanan -1.26 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Tanaman Perkebunan -0.31 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Peternakan dan Hasil - hasilnya 0.40 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Kehutanan 0.61 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Perikanan 0.57 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN -8.30 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Minyak dan Gas Bumi 2.16 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Pertambangan tanpa Migas 0.52 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Penggalian -2.67 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
INDUSTRI PENGOLAHAN -6.47 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Industri Tanpa Migas **)
Makanan, Minuman dan Tembakau 0.92 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Tekstil, Barang Kulit & Alas Kaki -0.21 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Barang Kayu & Hasil Hutan Lainnya -0.12 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Kertas dan Barang Cetakan -0.97 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Pupuk, Kimia, & Barang dari Karet 0.65 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Semen & Barang Galian bukan logam 0.13 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Logam Dasar Besi & Baja 0.11 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Alat Angkutan, Mesin & Peralatannya -0.40 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Barang lainnya -0.10 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
LISTRIK, GAS, & AIR BERSIH -4.93 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Listrik 5.26 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Gas -5.62 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Air Bersih 0.36 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
BANGUNAN 5.16 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Perdagangan Besar & Eceran 0.08 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Hotel -0.03 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Restoran -0.04 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 17.81 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Pengangkutan -4.29 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Angkutan Rel -0.12 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Angkutan Jalan Raya -2.51 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Angkutan Laut -0.60 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Angkutan Sungai, Danau & Penyeberangan -0.22 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Angkutan Udara 0.91 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Jasa Penunjang Angkutan -1.74 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Komunikasi 4.29 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
KEUANGAN, PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN
4.12 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Bank 1.68 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Lembaga Keuangan tanpa Bank 1.98 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
cepat
Sewa Bangunan -0.04 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Jasa Perusahaan -3.62 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
JASA - JASA -9.41 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Pemerintahan Umum -1.84 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat
Swasta 1.84 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Sosial Kemasyarakatan 0.33 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Hiburan & Rekreasi 0.87 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
Perorangan & Rumah Tangga 0.64 Spesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat
C. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah
Rumus yang digunakan sebagai perhitungan KPPW adalah sebagai berikut
� = (��� −��� ���)���
Keterangan:
yit : PDRB Lokal sektor i di tahun akhir
yio : PDRB Lokal sektor i di tahun awal
Yit : Jumlah total PDRB tingkat 1di tahun akhir.
Yio : Jumlah total PDRB tingkat 1 di tahun awal.
KPP < 0 , maka spesialisasi sektor yang tidak mempunyai keunggulan komparatif/ tidak dapat bersaing
KPP > 0, maka spesialisasi sektor yang mempunyaiu keunggulan komparatif
Berikut ini merupakan hasil perhitungan KPPW pada sektor kegiatan di Kabupaten Tuban
Tabel Hasil Perhitungan KPP Kabupaten Tuban
SEKTOR KPPW
%
KETERANGAN
PERTANIAN 1.52 Mempunyai daya saing
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 19.56 Mempunyai daya saing
INDUSTRI PENGOLAHAN 0.97 Mempunyai daya saing
LISTRIK, GAS, & AIR BERSIH 15.95 Mempunyai daya saing
BANGUNAN -27.64 Tidak mempunyai daya saing
PERDAGANGAN, HOTEL, & RESTORAN -6.38 Tidak mempunyai daya saing PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI -6.03 Tidak mempunyai daya saing KEUANGAN, PERSEWAAN, & JASA
PERUSAHAAN
3.71 Mempunyai daya saing
JASA - JASA 2.05 Mempunyai daya saing
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Berdasarkan tabel hasil perhitungan di atas, sektor yang secara wilayah keunggulan komparatif adalah sektor pertambangan & penggalian; Pertanian ; Industri Pengolahan ; dan Listrik,Gas, dan Air Bersih
Setelah dilakukan Intrepretasi Pergeseran Bersih (PB)
LAPANGAN USAHA KPPW
%
INTERPRETASI KPPW
PERTANIAN 1.52 Progresif
Tanaman Perkebunan 3.44 Progresif Peternakan dan Hasil - hasilnya 6.12 Progresif
Kehutanan -42.41 Mundur
Perikanan -3.52 Mundur
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 19.56 Progresif
Minyak dan Gas Bumi 0.00 Mundur
Pertambangan tanpa Migas 0.00 Mundur
Penggalian 70.20 Progresif
INDUSTRI PENGOLAHAN 0.97 Progresif
Industri Migas
Industri Tanpa Migas **)
Makanan, Minuman dan Tembakau 6.48 Progresif Tekstil, Barang Kulit & Alas Kaki 14.67 Progresif Barang Kayu & Hasil Hutan Lainnya 1.94 Progresif Kertas dan Barang Cetakan 11.97 Progresif Pupuk, Kimia, & Barang dari Karet -12.30 Mundur Semen & Barang Galian bukan logam -4.65 Mundur Logam Dasar Besi & Baja -13.24 Mundur Alat Angkutan, Mesin & Peralatannya 1.68 Progresif
Barang lainnya 4.50 Progresif
LISTRIK, GAS, & AIR BERSIH 15.95 Progresif
Listrik 6.50 Progresif
Gas 0.00 Mundur
Air Bersih -0.54 Mundur
BANGUNAN -27.64 Mundur
Hotel -13.68 Mundur
Restoran -5.49 Mundur
PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI -6.03 Mundur
Pengangkutan -0.65 Mundur
Angkutan Rel 0.00 Mundur
Angkutan Jalan Raya 8.48 Progresif
Angkutan Laut 0.00 Mundur
Angkutan Sungai, Danau & Penyeberangan 0.00 Mundur
Angkutan Udara 0.00 Mundur
Jasa Penunjang Angkutan 1.83 Progresif
Komunikasi -12.26 Mundur
KEUANGAN, PERSEWAAN, & JASA
PERUSAHAAN
3.71 Progresif
Bank -4.19 Mundur
Lembaga Keuangan tanpa Bank -12.01 Mundur
Jasa Penunjang Keuangan 0.00 Mundur
Sewa Bangunan 6.52 Progresif
Jasa Perusahaan 15.85 Progresif
JASA – JASA 2.05 Progresif
Pemerintahan Umum -1.94 Mundur
Swasta 10.64 Progresif
Sosial Kemasyarakatan 5.56 Progresif
Hiburan & Rekreasi -13.56 Mundur
Perorangan & Rumah Tangga 13.24 Progresif
4.1.3 Interpretasi Nilai KPP dan KPPW
Sumber: Hasil Analisis, 2015
4.1.4 Perhitungan Bersih (PB)
Berikut ini adalah hasil perhitungan bersih sektor-sektor dari nilai KPP ditambah dengan KPPW.
Tabel 6. Hasil Analisis Perhitungan Bersih Sektor-sektor Kabupaten Tuban
SEKTOR KPP % KPPW
%
PB KETERANGA
N
PERTANIAN -20.52 1.52 -19.00 Mundur
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN -8.30 19.56 11.26 Progresif
INDUSTRI PENGOLAHAN -6.47 0.97 -5.50 Mundur
LISTRIK, GAS, & AIR BERSIH -4.93 15.95 11.02 Progresif
BANGUNAN 5.16 -27.64 -22.48 Mundur
PERDAGANGAN, HOTEL, & RESTORAN 14.55 -6.38 8.16 Progresif PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 17.81 -6.03 11.79 Progresif KEUANGAN, PERSEWAAN, & JASA
PERUSAHAAN
4.12 3.71 7.83 Progresif
JASA – JASA -9.41 2.05 -7.37 Mundur
Su,ber : Hasil Analisis, 2015
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sektor-sektor yang progresif adalah perdagangan, hotel, & restoran, pengangkutan & komunikasi, bangunan, dan keuangan
Kriteria KPPW (+) KPPW (-)
KPP (+) Sektor yang secara nasional tumbuh cepat dan mempunyai daya saing keunggulan komparatif
Sektor yang secara nasional tumbuh cepat namun tidak mempunyai daya saing keunggulan komparatif
KPP (-) Sektor yang secara nasional tumbuh lambat tapi memiliki daya saing keunggulan komparatif
persewaan & jasa perusahaan, Keuangan, Listrik, Gas dan Air Bersih. Serta Pertambangan dan penggalian.
4.1.5 Interpretasi Nilai LQ dan PB
Untuk mengetahui apakah sektor tersebut unggulan, berkembang, potensial, atau terbelakang digunakan perbandingan antara nilai LQ dan PB. Berikut interpretasi nilai LQ dan PB sektor-sektor di Kabupaten Tuban.
Tabel Intrepretasi Nilai LQ dan PB pada Sektor-sektor Kabupaten Tuban
SEKTOR LQ PB KETERANGAN
PERTANIAN 1.94 -19.00 Potensial
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 9.36 11.26 Unggulan
INDUSTRI PENGOLAHAN 0.93 -5.50 Terbelakang
LISTRIK, GAS, & AIR BERSIH 2.42 11.02 Unggulan
BANGUNAN 0.11 -22.48 Terbelakang
PERDAGANGAN, HOTEL, & RESTORAN 0.49 8.16 Berkembang PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 0.27 11.79 Berkembang KEUANGAN, PERSEWAAN, & JASA
PERUSAHAAN
0.95 7.83 Berkembang
JASA - JASA 0.55 -7.37 Terbelakang
Sumber: Hasil Analsis, 2015
Berdasarkan tabel tersebut, sektor Listrik, gas dan Air Bersih serta Peertambangan dan penggalian adalah sektor unggulan. Sektor, perdagangan, hotel & restoran, dan pengangkutan & komunikasi, Keuangan, persewaan & Jasa peerusahaan termasuk dalam sektor berkembang. Sedangkan sektor pertanian, termasuk dalam sektor potensial. Dan sektor yang terbelakang adalah sektor jasa-jasa, bangunan, dan industri pengolahan.
4.2 Analisis Input Output
S
Dari tabel diatas diketahui bahwa:
Pada Sektor 1, yakni Padi, produktivitasnya hanya dipengaruhi oleh sektor padi itu sendiri yakni sebesar 0,040%
Pada sektor 2, yakni Tanaman Bahan Makanan, produktivitas dipengaruhi oleh tanaman bahan makanan sendiri sebesar 0,046% dan sektor peternakan dan hasil-hasilnya. Dalam sektor peternakan sendiri, menyumbang dalam hal tenaga pembajak sawah maupun pupuk alami. Pada sektor 3, yakni tanaman pertanian lainnya, produktivitasnya dipengaruhi oleh bibit
tanaman itu sendiri sebesar 0,161% , sektor peternakan sebesar 0,1%, dan sektor kehutanan sebesar 0,001%.
Pada sektor 4, yakni peternakan dan hasil-hasilnya, produktivitas yang dihasilkan dipengaruhi oleh sektor padi sebesar 0,001%, tanaman bahan makanan sebesar 0,018%, tanaman pertanian lainnya sebesar 0,009%, dan sektor peternakan sendri sebesar 0.116%.
BAB V
KONSEP DAN STRATEGI
5.1 Konsep Agropolitan
Konsep pengembangan Agropolitan pertama kali diperkenalkan Friedman dan Mac Doughlas, 1974 (dalam BPTP, 2008) sebagai suatu siasat untuk percepatan pembangunan suatu wilayah. Agropolitan terdiri dari kata Agr dan Politan (polis). Agro berarti pertanian dan politan berarti kota sehingga agropolitan dapat diartikan sebagai kota dilahan pertanian. Dengan demikian agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, mengehela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Modernisasi baik secara sosial dan ekonomi yang dimiliki oleh wilayah perkotaan tidak dapat dinikmati oleh penduduk perdesaan yang menyebabkan perdesaan semakin tertinggal dari wilayah perkotaan dan terdapat gejala kota mengeksploitasi sumber daya alam perdesaan secara besar-besaran. Dalam konteks pembangunan, agropolitan merupakan paradigma pembangunan daerah di mana pembangunan kota dimaksud untuk mendukung pembangunan pertanian perdesaan.
Secara garis besar, konsep agropolitan mencakup beberapa dimensi yang meliputi:
a. Pengembangan kota-kota berukuran kecil sampai dengan jumlah penduduk maksimum 600.000 jiwa dan luas maksimum 30.000 hektar (setara dengan kota kabupaten)
b. Daerah komoditi belakang (perdesaan) dikembangkan berdasarkan konsep perwilayahan komoditi yang menghasilkan suatu komoditi/bahan mentah utama dan beberapa komoditi penunjang sesuai dengan kebutuhan.
c. Pada daerah pusat pertumbuhan (kota) dibangun agroindustri terkait, yaitu terdiri atas beberapa perusahaan sehingga terdapat kompetisi yang sehat.
d. Wilayah perdesaan didorong untuk membentuk satu-satuan uaha yang optimal dan selanjutnya diorganisasikan dalam wilayah koperasi, perusahaan kecil dan menengah, dan e. Lokasi dan sistem transportasi agroindustri dan pusat pelayanan harus memungkinkan
para petani untuk bekerja sebagai pekerja paruh waktu (partime wokers)
perdesaan. Konsep ini dijalankan melalui program pengembangan agropolitan dengan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis dalam suatu sistem yang utuh dan menyeluruh, yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentarlisasi yang digerakkan oleh masyarakat serta difasilitasi oleh pemerintah (Ir.Sjarifuddin Akil, 2002).
Konsep agropolitan berdasarkan Friedmann dalam Martina (2004), terdiri dari distrik-distrik agropolitan sebagai kawasan pertanian perdesaan yang memiliki kepadatan penduduk 200 jiwape km2 dan di dalamnya terdapat kota-kota tani dengan jumlah penduduk 10.000-25.000 jiwa. Sementara luas wilayah distrik adalah cummuting berada pada radius 5-10 km, sehingga akan menghasilkan jumlah penduduk total antara 50.000-150.000 penduduk yang mayoritas bekerja di sektor pertanian (tidak dibedakan antara pertanian modern dan pertanian konvensional) dan tiap-tiap distrik dianggap sebagai satuan tunggal yang terintegrasi.
Departemen Pertanian menjelaskan bahwa kota agropolitan berada dalam kawasan serta produksi pertanian (selanjutnya kawasan tersebut disebut sebagai kawasan Agropolitan). Kota pertanian dapat merupakan kota menengah, kota kecil, kota kecamatan, Kota perdesaan atau kota Nagari yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan pembangunan perdesaan dan di desa-desa wilayah sekitarnya.
Keterangan Gambar:
: Agropolitan
:Permukiman termasuk didalamnya terdapat kelembagaan, petani yang inovatif dan lahan pertanian yang memasok produk segar dan olahan pertanian.
: Prasarana Jalan
: Batas wilayah pelayanan Agropolitan (Kawasan Agropolitan)
Batasan suatu kawasan agropolitan tidak ditentukan oleh batasan administratif pemerintah (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten) tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan economic of scale dan economic of scope. Karena itu, penetapan kawasan agropolitan hendaknya di rancang secara lokal dengan memperhatikan realitas perkembangan agribisnis yang ada di setiap daerah. Dengan demikian bentuk dan luasan kawasan agropolitan, dapat meliputi satu wilayah Desa/Kelurahan/kecamatan atau beberapa kecamatan dalam kabupaten/ kota atau dapat juga meliputi wilayah yang dapat menembus wilayah kabupaten/kota lain yang berbatasan.
Menurut Rivai (2003), bahwa pengembangan kawasan agropolitan menjadi sangat penting dalam konteks pengembangan wilayah mengingat beberapa hal yakni:
1. Kawasan dan sektor yang dikembangkan sesuai dengan spesifik lokal
2. Pengembangan kawasan agropolitan dapat meningkatkan pemerataan sektor yang dipilih merupakan basis aktifitas masyarakat
3. Keberlanjutan dari pengembangan kawasan dan sektor menjadi lebih pasti mengingat sektor yang dipilih mempunya keunggulan kompetitif dan komparatif dibandingkan dengan sektor lainnya dan
4. Dalam penetapan pusat agropolitan terkait dengan sistem pusat-pusat nasional, propinsi dan Kabupaten (RTRW Propinsi/Kabupaten) sehingga dapat menciptakan pengembangan wilayah yang serasi dan seimbang.
Dan Rivai (2003)menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan pengembangan kawasan agropolitan maka ada dua strategi yang bisa diklakukan yaitu :
1. Strategi pemberdayaan masyarakat/Sumberdaya manusia dan 2. Strategi pengembangan wilayah
5.1.1 Ciri-Ciri Kawasan Agropolitan
a. Sebagian besar kegiatan masyarakat dikawasan tersebut didominasi oleh kegiatan pertanian (dalam arti luas) dan atau agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan terintegrasi mulai dari:
- Subsistem usaha tani/ pertanian primer (on farm agribusiness) yang mencakup usaha: tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, perikanan, dan peternakan - Subsistem agribisnis hulu (up stream agribusiness) yang mencakup : mesin,
peralatan pertanian pupuk dan lain-lain.
- Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) yang meliputi; industri-industi pengolahan dan pemasarannyatermasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor.
- Subsistem jasa-jasa penunjang (kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis ) seperti: perkreditan, asuransi, transportasi, penelitian dan pengembangan, pendidikan, penyuluhan, infrastruktur, dan kebijakan pemerintah.
b. Adanya keterkaitan antar kota dengan desa (urban-rural linkages) yang bersifat interpedensi/timbal balik dan slaing membutuhkan, dimana kawasan pertanian di perdesaan mengembangkan usaha budidaya (on farm) dan produk olahan skala rumah tangga (off farm) sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha budidaya dan agribisnis seperti penyediaan sarana pertanian antara lain; modal, teknologi, informasi, peralatan pertanian, dan lain sebagainya.
c. Kegiatan sebagian besar masyarakat dikawasan tersebut didominasi oleh kegiatan pertanian atau agribisnis termasuk didalamnya usaha industri (pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian (termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor bila dimungkinkan), perdagangan agribisnis hulu (sarana pertanian dan pemodalan), agrowisata dan jasa pelayanan.
5.1.2 Kriteria Penetapan Kawasan Agropolitan
Merupakan Kawasan Perdesaan
Karena keunggulan/kelebihannya tercantum dalam prioritas pembangunan Kabupaten atau SWP.
Merupakan satuan kawasan perdesaan dengan fungsi tertentu
a. Memiliki komoditas dan produk olehan pertanian keunggulan. Komoditas dan produk olahan pertanian unggulan menjadi dalah satu persyaratan penting bila akan mengembangkan kawasan agropolitan. Komoditas pertanian unggulan yang dimaksud seperti tanaman pangan (jagung, padi), holtikultura, perkebunan, perikanan, dan peternakan.
b. Memiliki daya dukung dan potensi fisik yang baik. Daya dukung lahan untuk pengembangan agropolitan harus sesuai syarat dengan jenis komoditas ungulan yang akan dikembangkan meliputi: kemiringan lahan, ketinggian, kesuburan lahan, dan kesesuaian lahan
c. Luas kawasan dan jumlah penduduk yang memadai. Untuk memperoleh hasil produksi yang dapat memenuhi kebutuhan pasar secara berkelanjutan perlu luas lahan yang memadai dalam mencapai skalaekonomi dan cakupan ekonomi.
d. Tersedianya dukungan prasarana dan sarana produksi yang memadai untuk mendukung kelancaran usaha tani. Jalan dan pemasaran hasil produksi,anta lain jalan poros desa, irigasi, terminal, listrik,dsb
5.1.3 Konsep Struktur Tata Ruang Kawasan Agropolitan
Konsep agropolitan membagi wilayah-wilayah yang berhubungan: secara fungsional dalam satu sistem kegiatan yakni :
a. Agropolitan centre yaitu pusat pengumpul dan pemasaran dengan fungsi sebagai pusat
perdagangan, bursa komoditi, transportasi, industri, kegiatan manufaktur, pergudangan, jasa pendukung, pusat kegiatan tersier agribisnis, perbankan dan keuangan, serta pusat penelitian dan hasil percontohan komoditi.
b. Agropolitan district yaitu kawasan pusat pertumbuhan dan berfungsi sebagai pusat
perdagangan sub wilayah, kegiatan agroindustri, pusat pelayanan pendidikan, pelatihan, pemuliaan komoditi unggulan, produksi dan diversifikasi.
c. Hinterlandatau satuan kawasan pertanian berfungsi sebagai kawasan produksi dan
intensifikasi produk (Soenarno, 2003).
Konsep ini dijalankan melalui program pengembangan agropolitan dengan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis dalam suatu sistem yang utuh dan menyeluruh yang berdaya saing berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi yang digerakkan oleh masyarakat serta difasilitasi oleh pemerintah (Ir. Sjarifuddin Akil, 2002).
5.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Konsep Agropolitan
Konsep Agropolitan ini memiliki kelebihn dan kekurangan. Berikut adalah kekurangan dari konsep Agropolitan: