PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN PERSONAL SELLING OLEH BIDAN PRAKTIK SWASTA TERHADAP PEMBERIAN SUSU
FORMULA KEPADA BAYI BARU LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN DELI
KOTA MEDAN
T E S I S
Oleh
SUKAMTO 097032096 / IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ii
PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN PERSONAL SELLING OLEH BIDAN PRAKTIK SWASTA TERHADAP PEMBERIAN SUSU
FORMULA KEPADA BAYI BARU LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN DELI
KOTA MEDAN
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SUKAMTO 097032096 / IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
iii
Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU
DAN PERSONAL SELLING OLEH BIDAN PRAKTIK SWASTA TERHADAP PEMBERIAN SUSU FORMULA KEPADA BAYI BARU
LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN DELI KOTA MEDAN
Nama Mahasiswa : Sukamto Nomor Induk Mahasiswa : 097032096
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing :
(Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si) (Siti Saidah Nasution, S.Kp, Sp. Mat)
Ketua Anggota
Dekan
( Dr. Drs Surya Utama, M.S )
iv
Telah diuji
Pada Tanggal : 06 Februari 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si
Anggota : 1. Siti Saidah Nasution, S.Kp, Sp. Mat 2. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si
v
PERNYATAAN
PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN PERSONAL SELLING OLEH BIDAN PRAKTIK SWASTA TERHADAP PEMBERIAN SUSU
FORMULA KEPADA BAYI BARU LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN DELI
KOTA MEDAN
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, April 2012
vi
ABSTRAK
Cakupan ASI eksklusif di Kota Medan tahun 2010 sangat rendah. Dari 14.054 bayi hanya 3,04% bayi yang mendapatkan ASI eksklusif. Pemberian susu formula pada bayi baru lahir oleh bidan di klinik bersalin diduga kuat menjadi penyebab rendahnya cakupan ASI eksklusif.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik dan personal selling yang dilakukan oleh bidan praktik swasta terhadap pemberian susu formula kepada bayi baru lahir. Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan pendekatan explanatory reseach, yang dilakukan pada bulan Desember 2010 – Februari 2012 di di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Kota Medan, populasi pada penelitian ini bidan praktik swasta sebanyak 48 orang dan keseluruhannya dijadikan objek penelitian. Data diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.
Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap pemberian susu formula kepada bayi baru lahir adalah: pengetahuan, sikap dan personal selling. Variabel yang berpengaruh paling dominan adalah personal selling.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk lebih menggalakkan program ASI eksklusif dan memberikan sanksi kepada tenaga kesehatan yang lebih mengutamakan pemberian susu formula dari pada ASI eksklusif. Bagi bidan praktik swasta diharapkan berani mengatakan tidak memberikan susu formula dan tidak menerima dalam bentuk apapun yang ditawarkan produsen susu.
vii
ABSTRACT
The scope of exclusive breastfeeding in 2010 of Medan city is very low. There is only 3,04% of infants that has given exclusive breastfeeding from 14.054 infants. Formula breastfeeding by midwives to infants who have already birth in maternity clinic can be guest as the low effect of the scope of exsclusive breastfeeding.
This research aims to analyze the influence of the characteristics and personal selling by private practice midwifery to formula feeding to neonatal infants. It is survey Research by research explanatory appoachment that was conducted from December 2010 - February 2012 in the working area of the Puskesmas Medan Deli Kota Medan, the number of population in this research is privately practicing midwives as many as 48 facilities and overall were subjected to experiments. The research Primary data obtained through interviewssing a questionnaire. The Data analysis was performed using logistic regression test.
The results showed that the variables significantly affected the formula feeding to neonatal infants are: knowledge, attitudes and personal selling. The most dominant is the personal selling of variables.
It is recommended to the Health Department of Medan for further effort in exclusive breastfeeding programme and to give sanction to health workers who prefer formula feeding from the breastfeeding exclusively. For private practice midwives are expected to venture to say do not give milk formula and do not accept in any form offered milk producers.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena HidayahNyalah penulis dapat menyelesaikan tesis berjudul : “Pengaruh Karakteristik
dan Personal Selling oleh Bidan Praktik Swasta terhadap Pemberian Susu Formula
kepada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Kota Medan”.
Dalam penulisan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, yang telah membantu dan memberikan perhatian yang
tulus, dengan kearifannya tesis ini telah selesai diuji dan disempurnakan.
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai komisi
penguji tesis yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan
penulisan tesis ini.
5. Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si dan Siti Saidah Nasution, S.Kp, Sp. Mat, selaku
komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk
ix 6. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si selaku komisi penguji tesis yang telah
memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan penilisan tesis ini.
7. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi yang telah memberikan
pengajaran, bimbingan dan pengarahan serta bantuan selama pendidikan.
8. Kepada Kepala Puskesmas Medan Deli yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk melakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli.
9. Kepada kedua orang tua tercinta ayahanda Ratmo dan ibunda Ngadimi, adalah
sumber inspirasi dan pemberi dorongan terkuat kepada penulis dalam
menjalani seluruh liku kehidupan, walaupun mereka sering terabaikan, untuk
itu penulis ucapkan terimakasih dan memohon maaf atas segala kekhilafan.
10.Kepada seluruh Saudaraku yakni yu Ati dan mas Sam, yu Yanti dan bang
Andi, mbak Narti dan mas Kadri, dan Tarsih, serta seluruh ponakan (Nisa,
Mei, Umi, Ibnu, Nanda, Syifa dan Keysa) yang telah memberikan dukungan
kepada penulis untuk segera menyelesaikan masa studi.
11.Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.
Sesungguhnya penulis telah maksimal dalam menyelesaikan tesis ini dan
menyadari bahwa tesis ini masih sangat jauh dari sempurna, karenanya saran untuk
perbaikan sangat diharapkan. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, April 2012
Penulis
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Sukamto, dilahirkan di Batang Pane I, Kecamatan Padang
Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 25 Juli
1984, beragama Islam. Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada tahun 1997 di SD
Inpres Nomer 6 Padang Bolak, pada tahun 2000 menamatkan Sekolah Menengah
Pertama di SMP Negeri 8 Padang Bolak, tahun 2003 menamatkan Sekolah Menengah
Atas di SMA Negeri I Padang Bolak, tahun 2008 menamatkan program Sarjana
Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.
Pengalaman organisasi penulis, pada tahun 2004 pernah menjabat wakil
sekretaris bidang Hubungan Mahasiswa di PEMA FKM USU. Pada tahun 2006-2007
menjabat Ketua Umum HMI FKM USU. Pada tahun 2007-2008 menjabat kepala
Bidang Pembinaan Anggota di organisasi Gerakan Mahasiswa Padang Lawas
(GEMA PALAS).
Pengalaman kerja penulis, pada tahun 2008 bekerja di Health Service
Program (HSP) USAID. Tahun 2009 sebagai pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Deli Husada, Tahun 2009 sampai dengan sekarang bekerja sebagai
pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Helvetia.
Tahun 2009 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas
xi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
RIWAYAT HIDUP ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang... 1
1.2.Permasalahan ... 8
1.3.Tujuan Penelitian ... 8
1.4.Hipotesis ... 9
1.5.Manfaat Penelitian ... 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Pemasaran Sosial dan Bauran Promosi ... 10
2.1.1. Pengertian Pemasaran ... 10
2.1.2. Pengertian Promosi ... 14
2.1.3. Bauran Promosi ... 16
2.1.4. Personal Selling (Penjualan Pribadi) ... 19
2.1.5. Prinsip-Pinsip Personal Selling ... 21
2.2. Tenaga Bidan ... 25
2.2.1. Definisi Bidan ... 25
2.2.2. Pelayanan Kebidanan ... 26
2.2.3. Kode Etik Bidan ... 30
2.2.3.1. Deskripsi Kode Etik Bidan Indonesia ... 30
2.2.3.2. Kode Etik Bidan Indonesia ... 30
2.3. ASI Eksklusif ... 33
2.3.1. Tujuan ASI Eksklusif ... 34
2.3.2. Komponen ASI ... 34
2.3.3. Manfaat ASI ... 35
2.4. Susu Formula ... 39
2.4.1. Bahaya Pemberian Susu Formula ... 40
2.5. Pemasaran Susu Formula ... 43
2.5.1. Pengertian Pemasaran ... 43
2.6. Aturan Promosi Pemasaran Pengganti ASI (PASI) ... 46 2.7. Motivasi Tenaga Kesehatan dalam Pemasaran
xii
Susu Formula ... 47
2.8. Karakteristik Bidan terhadap Pemberian Susu Formula .... 51
2.8.1. Umur ... 52
2.8.2. Pendidikan ... 52
2.8.3. Pengetahuan ... 53
2.8.4. Sikap ... 54
2.9. Landasan Teori ... 55
2.10. Kerangka Konsep .……… 57
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 58
3.1. Jenis Penelitian ... 58
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 58
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 58
3.2.2. Waktu Penelitian ... 58
3.3. Populasi dan Sampel ... 59
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 59
3.4.1. Data Primer ... 59
3.4.2. Data Sekunder ... 59
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 59
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 62
3.6. Metode Pengukuran ... 63
3.6.1. Metode Pengukuran Variabel Dependen ... 63
3.6.2. Metode Pengukuran Variabel Independen ... 64
3.7. Metode Analisis Data ... 65
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 67
4.1. GambaranUmum Lokasi Penelitian ... 67
4.2. Analisis Univariat ... 67
4.2.1. Karateristik Responden ... 67
4.2.2. Penjualan Pribadi (Personal Selling) ... 75
4.2.3. Pemberian Susu Formula ... 79
4.3. Analisis Bivariat ... 79
4.3.1. Karakteristik ... 80
4.3.1.1. Hubungan Umur dengan Pemberian Susu Formula ... 80
4.3.1.2. Hubungan Pendidikan dengan Pemberian Susu Formula ... 81
4.3.1.3. Hubungan Lama Kerja dengan Pemberian Susu Formula ... 81
4.3.1.4. Hubungan Penghasilan dengan Pemberian Susu Formula ... 82
xiii 4.3.1.6. Hubungan Sikap dengan Pemberian Susu
Formula ... 84
4.3.2. Hubungan Personal Selling dengan Pemberian Susu Formula ... 85
4.4. Analisis Multivariat ... 85
4.4.1. Seleksi Kandidat Multivariat ... 85
4.4.2. Pemodelan Multivariat ... 86
4.5. Hasil Pengamatan ... 87
BAB 5. PEMBAHASAN ... 90
5.1. Pengaruh Karakteristik terhadap Pemberian Susu Formula... 90
5.1.1. Pengaruh Umur Bidan terhadap Pemberian Susu Formula ... 90
5.1.2. Pengaruh Pendidikan Bidan terhadap Pemberian Susu Formula ... 91
5.1.3. Pengaruh Lama Kerja Bidan terhadap Pemberian Susu Formula ... 93
5.1.4. Pengaruh Penghasilan Bidan terhadap Pemberian Susu Formula ... 94
5.1.5. Pengaruh Pengetahuan Bidan terhadap Pemberian Susu Formula ... 96
5.1.6. Pengaruh Sikap Bidan terhadap Pemberian Susu Formula ... 99
5.2. Pengaruh Personal Selling Bidan terhadap Pemberian Susu Formula ... 101
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 107
6.1. Kesimpulan ... 107
6.2. Saran ... 107
DAFTAR PUSTAKA ... 109
xiv
DAFTAR TABEL
2.1. Hubungan Antara Marketing Mix dan Promotion Mix ... 17
3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 60
3.2. Aspek Pengukuran Variabel Dependen ... 63
3.3. Aspek Pengukuran Variabel Independen ... 64
4.1. Distribusi Umur Bidan Praktik Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli ... 68
4.2. Distribusi Pendidikan Bidan Praktik Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli ... 68
4.3. Distribusi Lama Kerja Bidan Praktik Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli ... 69
4.4. Distribusi Penghasilan Bidan Praktik Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli ... 69
4.5. Distribusi Indikator Pengetahuan Bidan Praktik Swasta tentang Pemberian Susu Formula di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli ... 71
4.6. Distribusi Berdasarkan Sikap Bidan Praktik Swasta tentang Pemberian Susu Formula di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli ... 73
4.7. Distribusi Karakteristik Bidan Praktik Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli ... 75
4.8. Distribusi Berdasarkan Personal Selling Bidan Praktik Swasta tentang Pemberian Susu Formula di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli ... 77
4.9. Distribusi Berdasarkan Kategori Personal Selling Bidan Praktik Swasta tentang Pemberian Susu Formula di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli ... 79
Halaman
xv 4.10. Distribusi Berdasarkan Pemberian Susu Fomula oleh Bidan
Praktik Swasta kepada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Medan Deli ... 79
4.11. Hubungan Umur dengan Pemberian Susu Formula oleh Bidan Praktik Swasta kepada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Medan Deli ... 80
4.12. Hubungan Pendidikan dengan Pemberian Susu Formula oleh Bidan Praktik Swasta kepada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Medan Deli ... 81
4.13. Hubungan Lama Kerja dengan Pemberian Susu Formula oleh Bidan Praktik Swasta kepada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Medan Deli ... 82
4.14. Hubungan Penghasilan dengan Pemberian Susu Formula oleh Bidan Praktik Swasta kepada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Medan Deli ... 83
4.15. Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian Susu Formula oleh Bidan Praktik Swasta kepada Bayi Usia 0-6 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli ... 84
4.16. Hubungan Sikap dengan Pemberian Susu Formula oleh Bidan Praktik Swasta kepada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Medan Deli ... 84
4.17. Hubungan Personal Selling dengan Pemberian Susu Formula oleh Bidan Praktik Swasta kepada Bayi Usia 0-6 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli ... 85
4.18. Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Antara Variabel Pengetahuan, Sikap dan Personal Selling di Wilayah Kerja
Puskesmas Labuhan Deli ... 86
4.19. Hasil Pengamatan Menggunakan Daftar Checlist di Wilayah
xvi
DAFTAR GAMBAR
2.1 Lingkungan Pemasaran Secara Menyeluruh oleh Saladin Dimodifikasi dari Kotler ... 13
2.2 Unsur-Unsur Promotion Mix ... 56
2.3 Kerangka Konsep Penelitian ... 57
Halaman
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara ... 112
2. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Puskesmas Medan Deli ... 113
3. Hasil Uji Validitas ... 114
4. Hasil Uji Reliabilitas ... 117
5. Kuesioner ... 118
6. Master Data Penelitian ... 124
7. Hasil Pengolahan Data dengan Menggunakan SPSS ... 127
Halaman
vi
ABSTRAK
Cakupan ASI eksklusif di Kota Medan tahun 2010 sangat rendah. Dari 14.054 bayi hanya 3,04% bayi yang mendapatkan ASI eksklusif. Pemberian susu formula pada bayi baru lahir oleh bidan di klinik bersalin diduga kuat menjadi penyebab rendahnya cakupan ASI eksklusif.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik dan personal selling yang dilakukan oleh bidan praktik swasta terhadap pemberian susu formula kepada bayi baru lahir. Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan pendekatan explanatory reseach, yang dilakukan pada bulan Desember 2010 – Februari 2012 di di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Kota Medan, populasi pada penelitian ini bidan praktik swasta sebanyak 48 orang dan keseluruhannya dijadikan objek penelitian. Data diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.
Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap pemberian susu formula kepada bayi baru lahir adalah: pengetahuan, sikap dan personal selling. Variabel yang berpengaruh paling dominan adalah personal selling.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk lebih menggalakkan program ASI eksklusif dan memberikan sanksi kepada tenaga kesehatan yang lebih mengutamakan pemberian susu formula dari pada ASI eksklusif. Bagi bidan praktik swasta diharapkan berani mengatakan tidak memberikan susu formula dan tidak menerima dalam bentuk apapun yang ditawarkan produsen susu.
vii
ABSTRACT
The scope of exclusive breastfeeding in 2010 of Medan city is very low. There is only 3,04% of infants that has given exclusive breastfeeding from 14.054 infants. Formula breastfeeding by midwives to infants who have already birth in maternity clinic can be guest as the low effect of the scope of exsclusive breastfeeding.
This research aims to analyze the influence of the characteristics and personal selling by private practice midwifery to formula feeding to neonatal infants. It is survey Research by research explanatory appoachment that was conducted from December 2010 - February 2012 in the working area of the Puskesmas Medan Deli Kota Medan, the number of population in this research is privately practicing midwives as many as 48 facilities and overall were subjected to experiments. The research Primary data obtained through interviewssing a questionnaire. The Data analysis was performed using logistic regression test.
The results showed that the variables significantly affected the formula feeding to neonatal infants are: knowledge, attitudes and personal selling. The most dominant is the personal selling of variables.
It is recommended to the Health Department of Medan for further effort in exclusive breastfeeding programme and to give sanction to health workers who prefer formula feeding from the breastfeeding exclusively. For private practice midwives are expected to venture to say do not give milk formula and do not accept in any form offered milk producers.
xxvii
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Pemasaran Sosial dan Bauran Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Sosial
Pengertian pemasaran sering kali dikacaukan dengan penjualan. Padahal
konsep keduanya berbeda. Penjualan bertolak dari produk yang telah dibuat,
kemudian diupayakan untuk dijual kepada konsumen. Sedangkan pemasaran bertolak
dari kebutuhan dan keinginan konsumen, kemudian baru dibuat atau dikembangkan
produk yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen tersebut. Selain itu ada yang
menyamakan pengertian pemasaran dengan periklanan atau media massa. Hal ini
tidak benar karena periklanan atau penggunaan media massa itu hanya merupakan
salah satu unsur dari pemasaran (Depkes, 1997). Pemasaran sendiri adalah suatu
proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan
dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yang
bernilai satu sama lain (Kotler, 2005).
Kotler (2005) menjelaskan bahwa pemasaran sosial adalah strategi untuk
mengubah perilaku. Pemasaran sosial mengkombinasikan unsur-unsur pendekatan
tradisional untuk mengubah sosial dalam satu kerangka aksi dan perencanaan yang
integral serta menggunakan keterampilan teknologi komunikasi dan keahlian
xxviii Pemasaran sosial pada dasarnya tidak berbeda dengan pemasaran komersial,
pemasaran sosial menggunakan teknik analisis yang sama (riset pasar, pengembangan
produk, penentuan harga, keterjangkauan, periklanan dan promosi). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pemasaran sosial adalah penerapan konsep dan teknik
pemasaran untuk mendapatkan manfaat sosial. Tentu saja ada sedikit perbedaan
antara pemasaran komersial dengan pemasaran sosial.
Perbedaan antara pemasaran komersial dan pemasaran sosial menurut Depkes
(1997) antara lain adalah: 1) penggunaan produk sosial biasanya lebih rumit dari pada
produk komersial, misal penggunaan oralit tidak semudah minum coca-cola, 2)
produk sosial sering kali kontroversial, 3) keuntungan produk sosial tidak cepat
dirasakan, 4) saluran distribusi untuk produk-produk sosial lebih sulit dikontrol
karena biasanya menyangkut banyak pihak, 5) konsumen pada umumnya tidak
mampu, rawan terhadap penyakit dan berpendidikan rendah
Pemasaran sosial dalam program-program kesehatan internasional berperan
dalam penjualan komoditi dan gagasan atau prilaku. Pada kenyataannya pemasaran
sosial hampir selalu dimulai dengan promosi tentang sikap atau kepercayaan yang
berkaitan dengan kesehatan. Berdasarkan itu disampaikan anjuran tentang produk
atau pelayanan baru, dan diberikan petunjuk tentang cara penggunaan yang efektif.
Produk-produk yang secara sosial bermanfaat (seperti kondom, pil
kontrasepsi, tablet Fe dan oralit) dan sering disubsidi, proses penjualan ternyata
sangat rumit. Karena harus meningkatkan motivasi konsumen, merangsang kegiatan
xxix yang akan datang, dan kesemuanya merupakan ukuran keberhasilan program. Teknik- teknik pemasaran menjadi penting untuk “menjual” perilaku baru. Para konsumen
harus melakukan pertukaran yang rumit antara perilaku baru serta memerlukan
waktu dan daya untuk mendapatkan hasil yang hanya dapat dibuktikan dalam jangka
waktu yang panjang dan mungkin membuahkan akibat yang tidak menyenangkan
dalam waktu pendek.
Pemasaran sosial pada dasarnya berorientasi pada konsumen. Konsumen atau
pengguna bukan hanya merupakan sasaran pokok, tapi juga sebagai pengukur apakah
kegiatan yang dilaksanakan cocok, diminati, dan berhasil. Konsumen secara
sistematis dimintai saran sepanjang proses pemasaran sosial, memberikan data untuk
berbagai keputusan pemasaran yang menentukan ( Depkes, 1997).
Kotler (2005) mengemukakan bauran pemasaran adalah serangkaian variabel
pemasaran terkendali yang dipakai oleh perusahaan untuk menghasilkan tanggapan
yang dikehendaki perusahaan dari pasar sasarannya, bauran pemasaran terdiri dari
segala hal yang bisa dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan atas produknya dikenal sebagai “Empat P” product, price, place dan promotion.
Variabel yang tercakup dalam product adalah mutu produk, rancangan,
penyajian, ukuran, pelayanan, garansi, pengembalian. Variabel yang tercakup
kedalam harga adalah harga dasar, potongan harga, jangka waktu pembayaran dan
syarat pembayaran, sedangkan dalam place atau saluran distribusi terdiri dari
cakupan, jenis, lokasi, inventaris dan transportasi. Dalam promotion dapat di
xxx
Sumber : Saladin (1999)
Pada proses pemasaran di dalam masyarakat, berbagai hal mampu
mempengaruhi konsumen untuk menentukan dan memilih suatu barang/jasa. Dimana Sasaran
Konsumen
Produk
Ha
rg
a
Promosi
Tempa
t
Perantara pemasaran
Publik Pemasok
Pesaing
Lingkungan Teknologis / Fisik Lingkungan
Demografis/ekonomis
Lingkungan Politik/Hukum
Lingkungan Sosial/Budaya Sistem organisasi dan pelaksanaan pemasaran Sistem
Perencanaan Pemasaran Sistem
Informasi Pemasaran
Sistem
Pengendalian Pemasaran
xxxi setiap elemen akan mampu memberikan peluang, kekuatan maupun ancaman kepada
pihak perusahaan (Saladin, 1999). Masing-masing unsurnya adalah :
1. Kependudukan, seperti umur, status keluarga, pendidikan dan pendapatan.
2. Ekonomi, yaitu tertuju pada pendapatan per kapita masyarakat yang
menentukan kekuatan daya beli (purchasing power).
3. Lingkungan fisik, yakni berkaitan dengan penggunaan atau pemanfaatan
sumber daya alam.
4. Lingkungan Teknologi, yakni berkaitan dengan tingkat pertumbuhan
teknologi yang ada di perusahaan.
5. Politik, yaitu berkaitan dengan kebijakan yang dilakukan dan ditetapkan oleh
pemerintah.
6. Sosial budaya yakni yang berkaitan dengan cri-ciri konsumen guna
menentukan peluang dan ancaman berupa adat-istiadat dan kebiasaan
masyarakat.
2.1.2 Pengertian Promosi
Promosi sebagai sebuah aktivitas pemasaran yang terencana yang merupakan
komunikasi yang bersifat persuasif. Kebanyakan orang mengetahui bahwa
upaya-upaya promosi hampir selalu bersifat persuasif, tetapi agaknya orang lupa pada fakta
bahwa promosi merupakan suatu bentuk penting komunikasi. Dalam melakukan
promosi yang diperlukan adalah komunikasi. Komunikasi yang dipakai dalam suatu
promosi sangat menentukan berhasil tidaknya informasi dari pihak perusahaan dapat
xxxii komunikasi yang tepat konsumen dapat tertarik dengan barang/produk yang
ditawarkan (Winardi, 1992).
Pada hakikatnya promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran. Yang
dimaksud dengan komunikasi pemasaran adalah segala aktivitas pemasaran yang
berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk, dan/atau mengingatkan
pasar sasaran atau perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan
loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan bersangkutan (Tjiptono, 2004)
Promosi berkaitan dengan upaya untuk mengarahkan seseorang agar dapat
mengenal produk perusahaan, lalu memahaminya, berubah sikap, menyukai, yakin,
kemudian membeli dan selalu ingat akan produk tersebut. Menurut Alderson dan
Green (dalam Kasminah, 2007), promosi adalah setiap upaya pemasaran yang
fungsinya untuk memberikan informasi atau meyakinkan konsumen aktual atau
potensial mengenai kegunaan suatu produk atau jasa (tertentu) dengan tujuan untuk
mendorong konsumen baik melanjutkan atau memulai pembelian produk atau jasa
perusahaan pada harga tertentu.
Menurut Winardi, (1992) promosi sebagai sebuah istilah pemasaran yang
merupakan upaya-upaya suatu perusahaan untuk mempengaruhi para calon pembeli
agar mereka mau membeli. Sehingga jika dikaitkan dengan susu formula maka
promosi susu formula adalah upaya-upaya suatu perusahaan untuk mempengaruhi
calon pembeli agar mereka mau membeli susu formula yang dipasarkan sebagai
xxxiii
2.1.3 Bauran Promosi
Bauran promosi (promotional mix) adalah cara-cara yang digunakan oleh
suatu perusahaan untuk memberikan informasi kepada calon pembeli mengenai sifat
dan atribut produk-produknya dan membujuk mereka untuk membeli atau membeli
ulang produk-produk itu. Bauran promosi terdiri dari kegiatan periklanan, promosi
penjualan, merchandising, pengemasan, penjualan langsung, public relations,
difrensiasi harga penjualan, membagi-bagikan hadiah pada calon pembeli,
membagikan sampel, beli satu dapat dua, talkshow di radio, adventorial, feature
waiting oleh wartawan tentang suatu lembaga atau produk tertentu, mengadakan “kuis” tentang suatu produk melalu radio, promosi dengan banner advertising, dan
melalui internet.
Pada kajian pemasaran jika ditilik dari uraian pengertian komunikasi pemasaran
menurut Shimp dikenal suatu konsep penting dalam pemasaran modern, yaitu bauran
pemasaran (marketing mix). Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh E. Jerome
McCarthy, yang kemudian dikembangkan oleh Philip Kottler dan kini dipergunakan
secara luas oleh praktisi pemasaran, yang terdiri dari:
1. The product to be market (produk yang dipasarkan)
2. The price of product (harga produk)
3. The channels of distribution troughwhish the product is sold to be placed (saluran
produksi produk/penempatan)
Promosi sebagai faktor keempat dalam bauran pemasaran inilah yang
xxxiv promosi produk. Konsep ini dikenal dengan istilah bauran promosi (promotion mix).
Hubungan antara marketing mix dan promotion mix dapat diperhatikan dalam bagan
yang dikemukakan olah Rhenald Kasali (1998) :
Tabel 2.1. Hubungan Antara marketing mix dan promotion mix No Marketing Mix Promotion Mix
1 2 3 4
Product Price Place Promotion
Advertising Personal Selling Sales promotion Publicity
Bauran promosi menurut Kotler (2001) adalah tatanan alat-alat pemasaran
yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar
sasaran. Bauran promosi sebagai kombinasi perencanaan elemen-elemen kegiatan
promosi yang terdiri dari Advertising (periklanan), Sales promotian (promosi
penjualan), Personal selling (penjualan pribadi), dan publicity (hubungan
masyarakat).
Bauran Promosi (Promotion Mix) dalam pelaksanaannya terdiri dari beberapa
unsur, lebih jelas akan diuraikan berikut ini.
1 Periklanan (Advertising): Merupakan alat utama bagi pengusaha untuk
mempengaruhi konsumennya. Periklanan ini dapat dilakukan oleh pengusaha
lewat surat kabar, radio, majalah, bioskop, televisi, ataupun dalam bentuk
poster-poster yang dipasang dipinggir jalan atau tempat-tempat yang strategis.
2 Penjualan Pribadi (Personal selling): Merupakan kegiatan perusahaan untuk
xxxv langsung ini diharapkan akan terjadi hubungan atau interaksi yang positif
antara pengusaha dengan calon konsumennya itu. Yang termasuk dalam
personal selling adalah: retail selling (tenaga penjual melakukan penjualan
dengan cara melayani konsumen yang datang ke toko atau perusahaan), field
selling (tenaga penjual melakukan penjualan diluar perusahaan dengan cara
mendatangi konsumen dari rumah-kerumah), executive selling (pimpinan
perusahaan yang bertindak sebagai tenaga penjual yang melakukan
penjualan).
3 Promosi Penjualan (Sales Promotion): Merupakan kegiatan perusahaan untuk
menjajakan produk yang dipasarkannya sedemikian rupa sehingga konsumen
akan mudah untuk melihatnya dan bahkan dengan cara penempatan dan
pengaturan tertentu, maka produk tersebut akan menarik perhatian konsumen.
4 Publisitas (Pubilicity): Merupakan cara yang biasa digunakan juga oleh
perusahaan untuk membentuk pengaruh secara tidak langsung kepada
konsumen, agar mereka menjadi tahu, dan menyenangi produk yang
dipasarkannya, hal ini berbeda dengan promosi, dimana didalam melakukan
publisitas perusahaan tidak melakukan hal yang bersifat komersial. Publisitas
merupakan suatu alat promosi yang mampu membentuk opini masyarakat
secara tepat, sehingga sering disebut sebagai usaha untuk "mensosialisasikan"
atau "memasyarakatkan ". Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah
tercapainya keseimbangan yang efektif, dengan mengkombinasikan
xxxvi untuk berkomunikasi dengan para pembeli dan para pembuat keputusan
pembelian.
Menurut Terence A. Shimp ada empat tujuan kegiatan komunikasi pemasaran,
yaitu:
1. Membangkitkan keinginan akan suatu produk. Agar konsumen memiliki
keinginan untuk membeli suatu produk, pemasar terlebih dahulu harus
menciptakan suatu kategori produk yang baru.
2. Menciptakan kesadaran akan merek (brand awareness). Pemasar harus bisa
membuat produk dan merek merekalah yang diingat oleh konsumen dan
membedakannya dengan produk pesaing lain.
3. Mendorong sikap positif terhadap produk dan mempengaruhi niat (intention).
Pemasar harus membuat calon konsumen pasaran memiliki sikap yang positif
terhadap produk serta mendorong niat untuk membeli.
4. Memfasilitasi pembelian. Pemasar harus berusaha menciptakan rangkaian
kegiatan pemasaran yang menarik dan efektif, menciptakan display yang
menarik di toko atau supermarket, serta menciptakan kegiatan distribusi yang
baik (Kotler dan Armstrong, 2001).
2.1.4. Personal Selling (Penjualan Pribadi)
Personal selling dapat digambarkan sebagai bentuk komunikasi dyadic
communications yang melibatkan dua orang dalam proses komunikasi. Personal
selling merupakan salah satu strategi pemasaran untuk mengkomunikasikan informasi
xxxvii selling merupakan bentuk interaksi secara langsung antara sales person dengan
konsumen atau pembeli potensial (Peter dan Olson, 1996; www.personal selling.com,
diakses tanggal 5 Desember 2011).
Menurut Tjiptono (2005), personal selling adalah bentuk komunikasi
langsung antara produsen dan konsumen untuk mengenalkan produk kepada calon
pelanggan, memberikan pemahaman, agar mereka mencoba dan bersedia membeli
produknya. Sedangkan Dalam saluran komunikasi personal, melibatkan dua orang
atau lebih, berkomunikasi dengan tatap muka, atau presentasi di hadapan sekelompok
audience, sehingga umpan balik/feedback dan evaluasi mengenai pesan atau
informasi dapat segera dilakukan. Personal selling memungkinkan untuk mencari
pembeli atau membujuk konsumen, sehingga dapat membuka jalan untuk mencapai
tujuan, memenuhi kebutuhan dan mendorong transaksi pembelian. Personal selling
merupakan sarana efektif untuk membangun preferensi, keyakinan, dan tindakan
pembelian (Kotler, 2005).
Personal selling adalah kegiatan presentasi lisan dalam suatu percakapan
dengan satu atau lebih calon pembeli dengan tujuan untuk menciptakan ketertarikan
calon pembeli, sehingga mau untuk melakukan pembelian produk yang ditawarkan
(Saladin, 1999). Beberapa cara yang digunakan dalam personalselling adalah :
1. Langsung ke pembeli, maksudnya adalah dengan berbicara langsung ke
pembeli atau calon pembeli.
2. Kelompok pembeli, dimana seorang mempromosikan produknya dengan cara
xxxviii 3. Melalui konfrensi, yakni metode penjualan dengan cara menghadirkan
seorang pakar / ahli dari perusahaan untuk membicarakan masalah dan
peluang yang ada secara timbal balik ke calon pembeli.
4. Penjualan dengan seminar, perusahaan melakukan seminar pendidikan atau
pelatihan bagi kelompok tertentu baik yang berkaitan dengan produk maupun
berkaitan dengan keterampilan dari kelompok tersebut.
Kontak langsung antara pengusaha dengan calon konsumen mampu
menciptakan hubungan atau interaksi yang positif. Personal selling meliputi: retail
selling (tenaga penjual melakukan penjualan dengan cara melayani konsumen yang
datang ke toko atau perusahaan), field selling (tenaga penjual melakukan penjualan
diluar perusahaan dengan cara mendatangi konsumen dari rumah-kerumah), executive
selling (pimpinan perusahaan yang bertindak sebagai tenaga penjual yang melakukan
penjualan).
2.1.5. Prinsip – Prinsip Personal Selling
Kotler (2005) membagi tiga prinsip utama penjualan personal yaitu
profesionalisme, keterampilan negosiasi, dan relationship marketing. Prinsip atau
aspek pertama yang perlu diperhatikan dalam personal selling adalah
profesionalisme. Globalisasi dan persaingan menuntut setiap sales person untuk
meningkatkan profesionalisme di bidangnya. Beberapa perusahaan cukup perhatian
untuk meningkatkan profesionalisme sales person melalui berbagai training
xxxix tidak hanya dituntut untuk menjadi penerima pesanan yang pasif tetapi menjadi
pencari pesanan yang aktif.
Adapun langkah-langkah untuk melakukan penjualan efektif adalah:
1. Mengidentifikasi calon pelanggan dan kualifikasinya;
2. Melakukan pendekatan awal (preapproach), untuk mengetahui kebutuhan,
keinginan, siapa yang mengambil keputusan pembelian, karakteristik konsumen,
dan gaya pembeliannya;
3. Melakukan pendekatan kepada calon pelanggan, untuk membina hubungan awal
yang baik dengan mereka;
4. Presentasi dan demonstrasi, yaitu sales person memberikan penjelasan tentang
keunggulan atau keistimewaan produk kepada konsumen;
5. Mengatasi penolakan pelanggan;
6. Menutup penjualan/closing; dan
7. Follow up dan pemeliharan, untuk mengetahui kepuasan pelanggan dan kelanjutan
bisnisnya.
Negosiasi merupakan salah satu aspek penting dalam penjualan personal.
Dalam negosiasi kedua pihak yaitu penjual dan pembeli membuat kesepakatan
tentang harga, kuantitas, dan syarat-syarat lainnya. Dalam negosiasi kedua pihak
dapat saling tawar-menawar untuk membuat suatu kesepakatan. Oleh sebab itu sales
person perlu untuk memiliki keahlian dalam bernegosiasi. Dalam kondisi dan situasi
tertentu negosiasi merupakan kegiatan yang tepat menutup penjualan, terutama ketika
xl hasil-hasil perundingan sudah dapat diterima oleh kedua pihak baik pembeli maupun
penjual.
Negosiasi agar sukses maka dibutuhkan strategi. Strategi negosiasi adalah
suatu komitmen terhadap pendekatan yang menyeluruh yang berpeluang untuk
mencapai tujuan perundingan. Beberapa sales person ada yang menggunakan strategi
keras/hard sementara yang lain menggunakan strategi lunak/soft. Fisher dan Willian
yang dikutip oleh Kotler (2005), memberikan strategi lain dalam negosiasi yang
disebut dengan negosiasi berprinsip/principled negotiation:
1. Pisahkan orang dari masalah/separate the people from the problem.
2. Fokus pada kepentingan bukan pada posisi/focus on interest, not positions.
3. Tentukan pilihan yang saling menguntungkan kedua pihak/invent options for
mutual gain.
4. Berpedoman pada kriteria yang objektif/insist on objective criteria.
Persaingan di dunia bisnis yang semakin ketat dan pengaruh globalisasi,
menuntut setiap perusahaan untuk mulai mengembangkan relationship marketing
sebagai bagian dari strategi pemasaran mereka. Dalam penjualan personal, sales
person tidak hanya dituntut untuk dapat melakukan penjualan secara efektif dan
bernegosiasi, tetapi juga membangun hubungan jangka panjang yang saling
menguntungkan dengan konsumen. Hubungan jangka panjang tersebut sebaiknya
dilakukan tidak hanya dengan customer, tetapi juga dengan supplier, dan pihak-pihak
xli Relationship marketing menurut Berry adalah untuk menarik, memelihara,
dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan. Definisi ini mengandung arti bahwa menarik pelanggan baru merupakan langkah „antara‟ dalam proses pemasaran,
sedangkan memelihara dan meningkatkan hubungan merupakan proses mengubah
agar konsumen menjadi loyal, serta melayani pelanggan adalah bagian terpenting
dalam kegiatan pemasaran. Menurut Berry dan Gronroos, (www.personal
selling.com, diakses tanggal 5 Desember 2011), relationship marketing adalah
kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk membangun, memelihara, dan
meningkatkan hubungan dengan pelanggan dan pihak-pihak lain yang terkait, untuk
mendapatkan laba, sehingga tujuan masing-masing pihak dapat terpenuhi secara
memuaskan.
Relationship marketing diharapkan dapat memberikan manfaat dan nilai yang
saling menguntungkan dari hubungan jangka panjang yang dilakukan antara
perusahaan dengan konsumen. Bentuk aktivitas relationship marketing
bermacam-macam tergantung dari jenis penawaran perusahaan, seperti goods, services,
information, places, persons, ideas, dan sebagainya (Kotler, 2005). Masing-masing
penawaran tersebut akan berpengaruh terhadap bentuk aktivitas relationship
marketing yang akan dilakukan oleh perusahaan.
Tujuan khusus relationship marketing adalah: (1) merancang hubungan
jangka panjang dengan konsumen/pelanggan untuk meningkatkan nilai bagi kedua
pihak; dan (2) memperluas ide hubungan jangka panjang menjadi kerjasama
xlii dilakukan dengan supplier, pelanggan, distributor, serta dalam situasi dan kondisi
tertentu dapat juga dengan pesaing.
2.2. Bidan Praktik Swasta 2.2.1. Defenisi Bidan
Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan di Indonesia adalah:
seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan
organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi
dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk
menjalankan praktik kebidanan (Menkes RI, 2007).
Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan
akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan,
asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin
persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru
lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal,
deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain
yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan (Menkes RI, 2007).
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan,
tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat.
Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua
serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan
xliii termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya
(Menkes RI, 2007).
2.2.2. Pelayanan Kebidanan
Menurut Menkes (2007), menyatakan bahwa pelayanan kebidanan adalah
bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah
terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.
Pelayanan Kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang
diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga, sesuai dengan kewenangan dalam
rangka tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Pelayanan kebidanan berfokus pada upaya pencegahan, promosi kesehatan,
pertolongan persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan
tindakan asuhan sesuai dengan kewenangan atau bantuan lain jika diperlukan, serta
melaksanakan tindakan kegawatdaruratan. Bidan mempunyai tugas penting dalam
konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga
kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal
dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan,
kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.
Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat,
Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.
Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga, dan masyarakat
yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan
xliv 1. Layanan Primer ialah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi anggung jawab
bidan.
2. Layanan Kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai
anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah
satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
3. Layanan Rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka
rujukan ke sistem layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan
yang dilakukan oleh bidan dalam menerima rujukan dari dukun yang
menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan oleh bidan ke tempat/
fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal maupun vertikal atau
meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu serta bayinya.
Bidan dalam pelaksanaan praktiknya, mempunyai wewenang yang diatur
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
900/MENKES/SK/VII/2002, dalam menjalankan wewenang yang diberikan tersebut,
bidan harus:
a. Melaksanakan tugas kewenangan sesuai dengan standar profesi.
b. Memiliki keterampilan dan kemampuan untuk tindakan yang dilakukannya.
c. Mematuhi dan melaksanakan protap yang berlaku di wilayahnya.
d. Bertanggung jawab atas pelayanan yang diberikan dan berupaya secara optimal
dengan megutamakan keselamatan ibu dan bayi atau janin.
Wewenang bidan dalam pelayanan kesehatan kepada anak meliputi :
xlv 1. Pertolongan persalinan yang atraumatik, bersih dan aman.
2. Menjaga tubuh bayi tetap hangat dengan kontak dini.
3. Membersihkan jalan nafas, mempertahankan bayi bernafas spontan.
4. Pemberian ASI dini dalam 30 menit setelah melahirkan.
5. Mencegah infeksi pada bayi baru lahir antara lain melalui perawatan tali pusar
secara higienis, pemberian imunisasi dan pemberian ASI ekslusif.
b. Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir dilaksanakan pada bayi 0-28 hari.
c. Penyuluhan kepada ibu tentang pemberian ASI ekslusif untuk bayi di bawah 6
bulan dan makanan pendamping ASI (MPASI) untuk bayi di atas 6 bulan.
d. Pemantauan tumbuh kembang balita untuk meningkatkan kualitas tumbuh
kembang anak melalui deteksi dini dan stimulasi tumbuh kembang balita.
e. Pemberian obat yang bersifat sementara pada penyakit ringan sepanjang sesuai
dengan obat-obatan yang sudah ditetapkan dan segera merujuk pada dokter.
Beberapa kewajiban bidan yang perlu diperhatikan dalam menjalankan
kewenangan, yakni :
a. Meminta persetujuan yang akan dilakukan. Pasien berhak untuk mengetahui dan
mendapat penjelasan mengenai semua tindakan yang dilakukan kepadanya.
Persetujuan dari pasien dan orang terdekat dalam keluarga perlu dimintakan
sebelum tindakan dilakukan.
b. Memberikan informasi. Informasi mengenai pelayanan/tindakan bidan yang
xlvi sehingga memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengambil keputusan
yang terbaik bagi dirinya.
c. Melakukan rekam medik dengan baik. Setiap pelayanan yang diberikan oleh
bidan perlu didokumentasikan/dicatat seperti hasil pemeriksaan dan tindakan
yang diberikan dengan menggunakan format yang berlaku.
Bidan sebagai bagian dari tenaga kesehatan, sehingga dalam menjalankan
pekerjaannya harus memberikan informasi yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan
bayi, terutama dalam rangka pencapaian peningkatan angka cakupan ASI Eksklusif
maka bidan harus mengacu pada sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui
(LMKM), yang meliputi :
1. Sarana pelayanan kesehatan mempunyai kebijakan peningkatan pemberian air
susu ibu (PP-ASI) secara tertulis dan dikomunikasikan kepada semua petugas.
2. Melakukan pelatihan pada petugas dalam hal pengetahuan dan keterampilan
untuk menerapkan kebijakan tersebut.
3. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan
penatalaksanaannya sejak masa kehamilan, masa bayi lahir hingga anak
berusia 2 tahun.
4. Membantu ibu mulai menyusui segera setelah melahirkan, yang dilakukan
diruang bersalin namun jika ibu melahirkan dengan operasi caesar, bayi
xlvii 5. Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara
mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisahkan dari bayi atas indikasi
medis.
6. Tidak memberikan makanan dan minuman apapun selain ASI kepada bayi
baru lahir kecuali atas indikasi medis.
7. Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam
sehari.
8. Membantu ibu menyusui semau bayi, semau ibu tanpa memberikan batasan
terhadap lama waktu dan frekuensi.
9. Tidak memberikan dot atau kempeng bayi kepada bayi yang diberi ASI
10.Mengupayakan terbentuknya kelompok pendukung ASI dan rujuk ibu kepada
kelompok tersebut ketika pulang dari rumah sakit / rumah bersalin /sarana
pelayanan kesehatan.
2.2.3. Kode Etik Bidan
2.2.3.1. Deskripsi Kode Etik Bidan Indonesia
Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai
internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif
suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan
pengabdian profesi.
2.2.3.2. Kode Etik Bidan Indonesia
xlviii 1. Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
2. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat
dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
3. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran,
tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat.
4. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien,
menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.
5. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan
kepentingan klien, keluaraga dan masyarakat dengan identitas yang sama
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
6. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan
pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan derajart kesehatannya secara optimal.
b. Kewajiban bidan terhadap tugasnya
1. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien,
keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya
berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
2. Setiap bidan berkewajiban memberikan pertolongan sesuai dengan
kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi
xlix 3. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau
dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan
sehubungan dengan kepentingan klien
c. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
1. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk
menciptakan suasana kerja yang serasi.
2. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik
terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
d. Kewajiban bidan terhadap profesinya
1. Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi
dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan
pelayanan yang bermutu kepada masyarakat
2. Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan
kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
e. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
1. Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas
profesinya dengan baik
2. Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai
l 3. Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.
f. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangsa dan tanah air
1. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan
ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam
pelayananan Kesehatan Reproduksi, Keluarga Berencana dan Kesehatan
Keluarga.
2. Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan
pemikiran kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan
pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga
2.3. ASI Eksklusif
Menurut Prasetyono (2009) ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja selama
6 bulan tanpa campuran lain baik susu formula, air putih, air jeruk, madu, air teh,
ataupun makanan lainnya baik makanan padat, bubur, pisang, biskuit dan nasi tim
kecuali obat, vitamin, dan mineral. Pemberian hanya ASI pada bayi selama 6 bulan
akan membuat pertumbuhan dan perkembangan bayi menjadi optimal. Sesuai dengan
penelitian Fika dan Syafiq tahun 2003 yakni bayi yang diberi kesempatan menyusu
dini akan berhasil 8 kali lebih untuk ASI Eksklusif
ASI mengandung semua nutrisi penting yang diperlukan tubuh bayi untuk
tumbuh kembangnya, serta antibodi yang bisa membantu bayi membangun sistem
kekebalan tubuh dalam masa pertumbuhannya. Sesungguhnya, lebih dari 100 jenis
li yang tidak terkandung dalam susu sapi. Beberapa produsen susu formula mencoba
menambahkan zat gizi tersebut, tetapi hasilnya tetap tidak mampu menyamai
kandungan gizi ASI. Lagi pula, jika zat gizi ditambahkan tidak sesuai dengan jumlah
dan komposisi yang seimbang, maka akan menimbulkan terbentuknya zat yang
berbahaya bagi bayi.
2.3.1 Tujuan ASI Eksklusif
Menurut Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Klaten nomor 7 tahun 2008,
yang menjadi tujuan pemberian ASI Eksklusif adalah :
1. Memberikan nutrisi yang ideal bagi bayi,
2. Meningkatakan daya tahan tubuh bagi bayi,
3. Meningkatkan kecerdasan bagi bayi,
4. Meningkatkan jalinan kasih sayang antar ibu dengan bayinya,
5. Menjarangkan proses kehamilan bagi ibu,
6. Mempercepat proses penyembuhan rahim ibu dan kembali pada kondisi
semula, mengurangi kemungkinan ibu menderita kanker payudara dan
indung telur,
7. Mengurangi pengeluaran ibu secara ekonomi, karena mengurangi
pengeluaran ibu untuk pembelian susu dan botol, serta praktis dan hemat
waktu.
2.3.2. Komponen ASI
lii 1. ASI mengandung zat gizi paling sempurna untuk pertumbuhan bayi dan
perkembangan kecerdasannya.
2. ASI mengandung kalori 65 kkal/100ml yang memberikan cukup energi bagi
pertumbuhan bayi.
3. Sebanyak 90 persen kandungan lemak ASI dapat diserap oleh bayi.
4. ASI dapat menyebabkan pertumbuhan sel otak secara optimal, terutama
karena kandungan protein khusus, yaitu Taurin, selain mengandung laktosa
dan asam lemak ikatan panjang lebih banyak dari susu sapi/kaleng.
5. Protein ASI adalah spesifik spesies sehingga jarang menyebabkan alergi
untuk manusia.
6. ASI memberikan perlindungan terhadap infeksi dan alergi. Juga akan
merangsang pertumbuhan sistem kekebalan tubuh bayi.
7. Pemberian ASI dapat mempererat ikatan batin antara ibu dan bayi. Ini akan
menjadi dasar si kecil percaya pada orang lain, lalu diri sendiri, dan akhirnya
bayi berpotensi untuk mengasihi orang lain.
8. ASI selalu tersedia, bersih, dan segar.
9. ASI jarang menyebabkan diare dan sembelit yang berbahaya.
10.ASI lebih ekonomis, hemat, sekaligus praktis.
11.ASI dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi.
liii
2.3.3 Manfaat ASI 1. Untuk Bayi
a. Pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik,
terutama pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain juga bermanfaat bagi ibu.
ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi
seluruh gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya.
b. Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi,
karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua
kebutuhan bayi, perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).
c. Setelah umur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30% dari
kebutuhan bayi, akan tetapi pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih
memberikan manfaat.
d. ASI disesuaikan secara unik bagi bayi manusia, seperti halnya susu sapi
adalah yang terbaik untuk sapi.
e. Komposisi ASI ideal untuk bayi.
f. Dokter sepakat bahwa ASI mengurangi resiko infeksi lambung-usus, sembelit,
dan alergi.
g. Bayi ASI memiliki kekebalan lebih tinggi terhadap penyakit. Contohnya,
ketika si ibu tertular penyakit (misalnya melalui makanan seperti
gastroentretis atau polio), antibodi sang ibu terhadap penyakit tersebut
liv h. Bayi ASI lebih bisa menghadapi efek kuning (jaundice). Level bilirubin
dalam darah bayi banyak berkurang seiring dengan diberikannya kolostrum
dan mengatasi kekuningan, asalkan bayi tersebut disusui sesering mungkin
dan tanpa pengganti ASI.
i. ASI selalu siap sedia setiap saat bayi menginginkannya, selalu dalam keadaan
steril dan suhu susu yang pas.
j. Dengan adanya kontak mata dan badan, pemberian ASI juga memberikan
kedekatan antara ibu dan anak. Bayi merasa aman, nyaman dan terlindungi,
dan ini mempengaruhi kemapanan emosi si anak di masa depan.
k. Apabila bayi sakit, ASI adalah makanan yang terbaik untuk diberikan karena
sangat mudah dicerna. Bayi akan lebih cepat sembuh.
l. Bayi prematur lebih cepat tumbuh apabila mereka diberikan ASI perah.
Komposisi ASI akan teradaptasi sesuai dengan kebutuhan bayi, dan ASI
bermanfaat untuk menaikkan berat badan dan menumbuhkan sel otak pada
bayi prematur.
m. Beberapa penyakit lebih jarang muncul pada bayi ASI, di antaranya: kolik,
SIDS (kematian mendadak pada bayi), eksim, Chron’s disease, dan
Ulcerative Colitis.
n. IQ pada bayi ASI lebih tinggi 7-9 point daripada IQ bayi non-ASI. Menurut
penelitian pada tahun 1997, kepandaian anak yang minum ASI pada usia 9 1/2
lv
2. Untuk Ibu
a. Hisapan bayi membantu rahim menciut, mempercepat kondisi ibu untuk
kembali ke masa pra-kehamilan dan mengurangi risiko perdarahan.
b. Lemak di sekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa kehamilan
pindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat langsing kembali.
c. Penelitian menunjukkan bahwa ibu yang menyusui memiliki resiko lebih
rendah terhadap kanker rahim dan kanker payudara.
d. ASI lebih hemat waktu karena tidak usah menyiapkan dan mensterilkan botol
susu, dot, dan sebagainya.
e. ASI lebih praktis karena ibu bisa jalan-jalan ke luar rumah tanpa harus
membawa banyak perlengkapan seperti botol, kaleng susu formula, air panas,
dan sebagainya.
f. ASI lebih murah, karena tidak usah selalu membeli susu kaleng dan
perlengkapannya.
g. ASI selalu bebas kuman, sementara campuran susu formula belum tentu steril
h. Penelitian medis juga menunjukkan bahwa wanita yang menyusui bayinya
mendapat manfaat fisik dan manfaat emosional.
i. ASI tak bakalan basi. ASI selalu diproduksi oleh pabriknya di wilayah
payudara. Bila gudang ASI telah kosong. ASI yang tidak dikeluarkan akan
diserap kembali oleh tubuh ibu. Jadi, ASI dalam payudara tak pernah basi dan
lvi
3. Untuk Keluarga
a. Tidak perlu uang untuk membeli susu formula, botol susu kayu bakar atau
minyak untuk merebus air, susu atau peralatan.
b. Bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan biaya lebih sedikit (hemat) dalam
perawatan kesehatan dan berkurangnya kekhawatiran bayi akan sakit.
c. Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi LAM dari ASI eksklusif.
d. Menghemat waktu keluarga bila bayi lebih sehat.
e. Memberikan ASI pada bayi (meneteki) berarti hemat tenaga bagi keluarga
sebab ASI selalu siap tersedia.
f. Lebih praktis saat akan bepergian, tidak perlu membawa botol, susu, air panas
dan lain-lain.
2.4. Susu Formula
Susu Formula adalah produk yang diposisikan sebagai pengganti ASI, hanya
jika ibu tidak memungkinkan secara medis untuk menyusui sendiri. Selain itu, tidak
perlu khawatir bahwa ASI tidak bisa memenuhi segala kebutuhan bayi, terutama yang
berumur 0-6 bulan (Kasminah, 2007). Susu Formula, selain terdiri dari susu sapi, juga
memuat banyak unsur kimia yang tidak alami. Kandungan susu formula, meskipun
tampak hebat melalui iklannya, sama sekali tidak akrab di perut bayi. Berbagai
kandungan 'hebat' itu, sebenarnya hanya mencontek kandungan ASI. Tapi satu hal
lvii bayi mencerna apa yang masuk ke dalamnya. Sehebabt apapun cairan yang masuk,
tanpa enzim-enzim ini hanya akan menjadi sampah di perut bayi.
Menurut publikasi World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) dalam
rangka Pekan Asi se-Dunia 2006 menyatakan bahwa, kasus susu formula tercemar
pernah ditemukan paling tidak di Amerika dan Belgia. Dalam pernyataannya WABA
menyebutkan Enterobacter sakazakii memang berbahaya dan mematikan jika
mencemari susu formula.
Resiko-resiko di atas menegaskan bahwa terkontaminasi atau tidak, susu
formula bisa jadi merugikan apabila penggunaannya tidak tepat. Namun sangat
disayangkan, hal ini justru luput disebutkan di tengah perdebatan pemerintah dan
IPB. Penemuan tersebut hanya berhasil membuat masyarakat waspada pada
kontaminasi susu formula saja dan tidak meluas pada kesadaran untuk tidak
menggunakan susu formula secara tidak tepat. Penggunaan yang tidak tepat pada
pemberian susu formula juga mengandung resiko-resiko di masa depan. Susu formula
sebenarnya dapat saja digunakan pada kondisi tertentu ketika, ibu terinfeksi HIV,
anak piatu sejak lahir dan tidak ada ibu susu (ibu yang menyusui anak orang lain),
bayi memiliki masalah metabolisme atau kondisi-kondisi lain di mana bayi memang
membutuhkan susu formula.
Isu pencemaran susu formula seharusnya bisa menjadi momentum untuk
kembali pada pemberian ASI dan meningkatkan kampanye pemberian ASI dan ASI
Eksklusif. Tidak sebaliknya di mana semua pihak terjebak pada semakin berlarutnya
lviii
2.4.1. Bahaya Pemberian Susu Formula dan Makanan Buatan
1. Pencemaran
Makanan buatan sering tercemar bakteria, terlebih bila ibu menggunakan botol
dan tidak merebusnya setiap selesai memberi makan. Bakteria tumbuh sangat
cepat pada makanan buatan. Bakteria dapat berbahaya bagi bayi sebelum susu
tercium basi.
2. Infeksi
Susu sapi tidak mengandung sel darah putih hidup dan antibodi, untuk
melindungi tubuh terhadap infeksi. Bayi yang diberi makanan buatan lebih sering
sakit diare dan infeksi saluran pernafasan.
3. Pemborosan
Ibu dari keluarga ekonomi lemah mungkin tidak mempu membeli cukup susu
untuk bayinya. Mereka mungkin memberikan dalam jumlah lebih sedikit dan
rnungkin menaruh sedikit susu atau bubuk susu ke dalam botol. Sebagai
akibatnya, bayi yang diberi susu botol sering kelaparan.
4. Kekurangan vitamin
Susu sapi tidak mengandung vitamin yang cukup untuk bayi.
5. Kekurangan zat besi
Zat besi dari susu sapi tidak diserap sempurna seperti zat besi dari ASI. Bayi
yang diberi makanan buatan bisa terkena anemia karena kekurangan zat besi.
lix Susu sapi mengandung garam terlalu banyak yang kadang-kadang menyebabkan
hipernatremia (terlalu banyak garam dalam tubuh) dan kejang, terutama bila anak
terkena diare.
7. Terlalu banyak kalsium dan fosfat
Hal ini menyebabkan te