• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rokok dan Prestasi Belajar doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Rokok dan Prestasi Belajar doc"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

ASSOCIATION OF ENERGY INTAKE , PROTEIN , NUTRITIONAL STATUS AND HABITS SMOKING WITH LEARNING ACHIEVEMENT IN CLASS X

LIGHT VEHICLE ENGINEERING DEPARTMENT SMK TRAVINA PRIMA, BEKASI 2013

Dara Rizkia Febrina, AM.Gz1 ) , Sugeng Wiyono, AM.Gz, M.Kes2 ) 1 ) Department of Nutrition Polytechnic alumnus MOH Jakarta II , 2 ) Lecture of the Department of Nutrition polytechnic MOH Jakarta II

ABSTRACT

Achievement is a measure of the progress of a nation. Nationally, the Department of Education (2001 ) noted that the number of smokers among adolescents with an average age of approximately 15-24 years 26.56 % while the nutritional status, energy intake, protein , and smoking behavior were factors in the success of learning achievement.

The purpose of this study to determine the association of intake of energy, protein, nutritional status and smoking habits with student achievement. Research conducted descriptive analytic cross sectional design. Samples were taken in class X Light Vehicle Engineering Department at SMK Travina Bekasi selected by systematic random sampling method. Learning achievement data, nutritional status, energy intake, protein intake and smoking habits are presented descriptively. Association between intake of energy, protein, nutritional status and smoking habits and the learning achievement of each were analyzed by chi-square test and Fisher Exact. Based on the results of a study of 68 students , earned as much as 57.4 % have learning achievement enough . There is 64.7 % less energy intake. A total of 66.2 % had less protein intake. A total of 88.2 % had normal nutritional status. A total of 51.5 % is a smoker . Based on Fisher's Exact statistical tests showed that there was no association between energy intake ( p = 0.405 ) and protein ( p = 0.418 ) and nutritional status. Based on Fisher's Exact test and Chi Square showed that there was no association between energy intake ( p = 0.129 ), protein intake ( p = 0288 ), nutritional status ( p = 0.272 ) and smoking behavior ( p = 0.169 ) and nutritional status. This study concluded that there was no significant association between the intake of energy, protein, nutritional status and smoking habits with learning

achievement .

Keywords : energy intake, protein intake, nutritional status, smoking habits, learning

achievement .

(2)

ASOSIASI ASUPAN ENERGI, PROTEIN, STATUS GIZI DAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS X

JURUSAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN DI SMK TRAVINA PRIMA BEKASI, 2013

Rizkia Dara Febrina, AM.Gz1), Sugeng Wiyono, AM.Gz,M.Kes2) 1)Alumnus Jurusan Gizi Poltekkes Kemkes Jakarta II, 2) Lektor Kepala Jurusan Gizi Poltekkes Kemkes Jakarta II

ABSTRAK

Prestasi merupakan salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa. Secara nasional Departemen Pendidikan Nasional (2001) mencatat bahwa jumlah perokok di kalangan remaja dengan usia rata-rata 15-24 tahun sekitar 26,56% sedangkan status gizi, asupan energi, protein, dan perilaku merokok merupakan faktor penyebab keberhasilan prestasi belajar.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui asosiasi asupan energi, protein, status gizi dan kebiasaan merokok dengan prestasi belajar siswa. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitik dengan rancangan Cross Sectional. Sampel diambil pada siswa kelas X Jurusan Teknik Kendaraan Ringan di SMK Travina Bekasi yang dipilih dengan metode sistematik random sampling. Data prestasi belajar, status gizi, asupan energi, asupan protein dan kebiasaan merokok disajikan secara deskriptif. Asosiasi antara asupan energi, protein, status gizi dan kebiasaan merokok dengan prestasi belajar masing-masing dianalisis dengan uji Chi Square dan Fisher Exact. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 68 siswa, didapatkan sebanyak 57.4% memiliki prestasi belajar cukup. Terdapat 64.7% memiliki asupan energi kurang. Sebanyak 66.2% memiliki asupan protein kurang. Sebanyak 88.2% memiliki status gizi normal. Sebanyak 51.5% merupakan seorang perokok. Berdasarkan uji statistik Fisher Exact didapatkan bahwa tidak ada asosiasi antara asupan energi (p=0.405) dan protein (p=0.418) dengan status gizi. Berdasarkan uji Fisher Exact maupun Chi Square didapatkan bahwa tidak ada asosiasi antara asupan energi (p=0.129), asupan protein (p=0.288), status gizi (p=0.272) dan perilaku merokok (p=0.169) dengan status gizi. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat asosiasi yang bermakna antara asupan energi, protein, status gizi dan kebiasaan merokok dengan prestasi belajar.

Kata Kunci : Asupan energi, asupan protein, status gizi, kebiasaan merokok, prestasi belajar.

Daftar Pustaka: 36 bacaan (2001-2012)

(3)

Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa dinilai dari kualitas sumber daya manusia di Negara tersebut. Salah satu hal penting yang dilakukan dalam menentukan kualitas sumber daya manusia adalah melakukan upaya peningkatan status gizi masyarakat (Anonim, 1995 dalam Isdaryanti, 2007).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Jawa Barat tahun 2010, sebesar 7.0% remaja dengan kelompok umur 13-18 tahun memiliki status gizi dengan kategori kurus dan berdasarkan Riskesdas nasional 2010 pada kelompok umur 13-18 tahun dengan jenis kelamin laki-laki menunjukkan hasil bahwa sebesar 9.1% memiliki status gizi dengan kategori kurus. Hal ini menyatakan bahwa prevalensi status gizi dengan kategori kurus masih ada walaupun memiliki angka yang tidak terlalu tinggi. Notoatmodjo (2003) mengatakan ada beberapa kelompok yang rentan gizi artinya kelompok tersebut merupakan kelompok yang paling mudah menderita gangguan kesehatannya atau rentan karena kekurangan gizi, salah satunya adalah remaja, karena pertumbuhan pada anak remaja terjadi sangat pesat, kemudian juga kegiatan-kegiatan jasmani berada pada kondisi puncaknya.

Berdasarkan data Riskesdas (2010) menunjukkan bahwa asupan energi dengan kategori <70.0% dan asupan protein dengan kategori <80.0% pada remaja pria di Jawa Barat cukup tinggi yaitu eemaja pada kelompok umur 13-15 tahun diperoleh 59,1% asupan energi <70.0% AKG dan 44,2% asupan protein <80.0% AKG. Sedangkan pada kelompok umur 16-18 tahun diperoleh 57,6% asupan energi <70.0% AKG dan 39,9% asupan protein <80.0% AKG

(4)

dengan presentase sebanyak 54.0% sedangkan presentase dengan frekuensi merokok kadang-kadang sebanyak 11.8%, mantan perokok sebanyak 9.4% dan bukan perokok sebanyak 24.8%. Berdasarkan bukti empiri, secara kuantitatif dari penelitian terdahulu diketahui bahwa angka prevalensi perokok di kalangan remaja dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan data terkini menunjukkan sudah sampai pada tahap yang sangat memprihatinkan. (Efendi, 2005).

Secara nasional Departemen Pendidikan Nasional (2001) dalam Efendi (2005) mencatat bahwa jumlah perokok di kalangan remaja dengan usia rata-rata 15-24 tahun sekitar 26.56%. Yayasan Kesehatan Indonesia secara khusus mencatat bahwa 18.0% remaja yang duduk di bangku SLTP diketahui mulai merokok, dan 11.0% diantaranya mampu menghabiskan 10 batang per hari. Hasil penelitian lain ditemukan bahwa pengalaman pertama kali anak mulai merokok, dari 19.8% siswa perokok yang diteliti (21.0% laki-laki dan 15.5% perempuan) ternyata dimulai dari tingkat SLTP. Beberapa penelitian sejenis umumnya menegaskan bahwa untuk pertama kalinya remaja merokok pada usia antara 11-13 tahun (setingkat SD kelas 6 sampai mampu menghabiskan di atas 10 batang/hari). Sartika (2011) pada tahun 2006 menunjukkan bahwa lebih dari 37.3% pelajar pernah merokok, 30.9% diantaranya merokok pertama kali sebelum berusia 10 tahun. Hasil Susenas (tahun 1995, 2001 dan 2004) dalam Sartika (2011) menunjukkan usia remaja yang rentan/ untuk mencoba merokok adalah 15-19 tahun.

(5)

siswa kelas X jurusan teknik kendaraan ringan di SMK Travina Prima berjenis kelamin laki-laki, seperti yang diketahui remaja laki-laki memiliki kebiasaan merokok lebih tinggi dari pada perempuan. Selain itu asupan energi kurang dari 70.0% dan protein kurang dari 80.0% pada remaja pria di Provinsi Jawa Barat cukup tinggi.

Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asosiasi asupan energi, protein, status gizi dan kebiasaan merokok dengan prestasi belajar pada siswa kelas X jurusan teknik kendaraan ringan di SMK Travina Prima Bekasi.

Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi prestasi belajar berdasarkan nilai raport, menilai asupan energi, menilai asupan protein, menilai status gizi berdasarkan IMT/U, mengidentifikasi perilaku merokok, menilai banyaknya batang rokok, mengidentifikasi jenis rokok pada siswa kelas X jurusan teknik kendaraan ringan di SMK Travina Prima Bekasi.

b. Menganalisis asosiasi asupan energy, asupan protein, dengan status gizi berdasarkan IMT/U pada siswa kelas X jurusan teknik kendaraan ringan di SMK Travina Prima Bekasi.

c. Menganalisis asosiasi status gizi (IMT/U), asupan energy, asupan energy, perilaku merokok dengan prestasi belajar berdasarkan nilai raport pada siswa kelas X jurusan teknik kendaraan ringan di SMK Travina Prima Bekasi.

Hipotesis Penelitian

1. Ada asosiasi antara asupan energy, asupan protein dengan status gizi berdasarkan IMT/U pada siswa kelas X jurusan teknik kendaraan ringan di SMK Travina Prima Bekasi.

2. Ada asosiasi antara status gizi berdasarkan (IMT/U), asupen energi, asupan protein, dan perilaku merokok dengan prestasi belajar berdasarkan nilai raport pada siswa kelas X jurusan teknik kendaraan ringan di SMK Travina Prima Bekasi.

(6)

Penelitian ini bersifat deskriptif dan analitik dengan rancangan Cross Sectional karena data yang dikumpulkan baik variabel dependen dan independen diukur dalam waktu yang bersamaan.

Populasi dan Sampel Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X Jurusan Teknik Kendaraan Ringan. Penelitian dilakukan pada Siswa kelas X Jurusan Teknik Kendaraan Ringan di SMK Travina Prima Bekasi karena semua siswa kelas X Jurusan Teknik Kendaraan Ringan di Travina Prima berjenis kelamin laki-laki dimana asupan energi dan protein pada kelompok remaja laki-laki berada pada angka yang memprihatinkan dan siswa kelas X di SMK Travina merupakan kelompok rentan gizi dan angka perokok pada remaja laki-laki jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.

Sampel

Besar Sampel, besar sampel pada untuk populasi terbatas dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Rachmat, 2012):

Cara pengambilan sampel yaitu dengan metode sistematik random sampling. Analisis Data

Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk melihat variasi distribusi dari masing-masing variable dependen dan variabel independen yang diteliti, yaitu prestasi belajar, asupan energi, asupan protein, status gizi, perilaku merokok, banyaknya batang rokok, dan jenis rokok.

(7)

Analisis bivariat untuk mengetahui asosiasi asupan energi dan protein dengan status gizi dan asosias asupan energi, protein, status gizi dan kebiasaan merokok dengan prestasi belajar. Untuk membutikan hipotesis penelitian dilakukan uji statistik non parametrik yaitu uji statistik Chi Square dan Fisher Exact.

E E) (O X

2 2

Sedangkan untuk menganalisis menggunakan uji Fisher Exact, digunakan rumus sebagai berikut:

P(a,b,c,d) =

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Univariat

Prestasi Belajar, prestasi belajar pada siswa kelas X dinilai berdasarkan nilai raport saat semester satu. Distribusi nilai raport selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut :

GAMBAR 1

DISTRIBUSI NILAI RAPORT PADA SISWA KELAS X

(8)

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap 61 siswa diperoleh nilai raport dengan ± SD sebesar 74.02 ± 3.004 dengan nilai minimum 65.8 dan nilai maksimum 80.11.

Asupan Energi dan Protein

Asupan energi pada siswa diukur menggunakan metode food recall 2x24 jam sehari yang dilakukan pada hari yang tidak berurutan. Distribusi asupan energi selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut :

GAMBAR 2

DISTRIBUSI ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA SISWA KELAS X

JURUSAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN DI SMK TRAVINA PRIMA BEKASI TAHUN 2013

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap 61 siswa maka diperoleh asupan energi dengan ± SD sebesar 1642.05 ± 454.156 dengan nilai minimum 872.10 kkal dan nilai maksimum 2611.40 kkal. Sedangkan untuk protein diperoleh asupan protein dengan ± SD sebesar 44.76 ± 14.84 dengan nilai minimum 19.20 gr dan nilai maksimum 85.80 gr.

TABEL 1

DISTRIBUSI PERSENTASE ASUPAN ENERGI, PROTEIN STATUS GIZI PADA SISWA KELAS X JURUSAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN

DI SMK TRAVINA PRIMA BEKASI TAHUN 2013 ( n = 61 )

Asupan zat gizi dan status gizi %

(9)

 Cukup (≥70% AKG ) 34.4

 Kurang (<70% AKG) 65.6

Asupan Protein

 Cukup (≥80% AKG) 31.1

 Kurang (<80% AKG) 68.9

Status Gizi (IMT/U)

 Kurus (-3 SD s.d <-2 SD) 3.3

 Normal (-2 SD s.d 1 SD) 86.9

 Gemuk (>1 SD s.d 2 SD) 9.8

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap 61 responden, asupan energi pada responden dengan kategori cukup sebesar 34,4% . Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan asupan energi dengan kategori cukup pada kelompok umur 13-18 tahun pada Riskesdas tahun 2010 di Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 41.65%. Asupan energi pada responden dengan kategori kurang sebesar 65.6%. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan asupan energi dengan kategori kurang pada kelompok umur 13-18 tahun pada Riskesdas tahun 2010 di Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 58.35%. Maka dapat disimpulkan bahwa asupan energi pada siswa kelas X lebih buruk jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.

Energi merupakan hasil metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu, dan kegiatan fisik. Pada kondisi yang lebih serius apabila seseorang kekurangan energi, tidak hanya sulit berkonsentrasi, kekurangan energi bagi otak juga dapat mengakibatkan pengendalian diri yang kurang, ketidakstabilan emosi, dan penurunan kemampuan berfikir, terutama berpikir logis (Adriyani, 2012).

(10)

lengkap dengan anjuran gizi seimbang maka hal ini yang merupakan faktor penyebab sebagian besar siswa memiliki asupan energi yang kurang sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar responen memiliki resiko ketidakstabilan emosi, dan penurunan kemampuan berfikir.

Protein merupakan salah satu zat gizi makro yang penting dalam tubuh. Protein terdiri dari asam-asam amino, asam amino sangat penting untuk membuat neurotransmitter, pembawa pesan otak, dan sangat penting untuk zat kimia otak dan emosi. Sehingga asam amino dapat berfungsi untuk membangkitkan semangat dan meningkatkan ketajaman berpikir. (Olivia, 2009). Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap 61 responden, asupan protein pada responden dengan kategori cukup sebesar 31.1%. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan asupan protein pada kelompok umur 13-18 tahun pada Riskesdas tahun 2010 di Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 57.95%. Asupan protein pada responden dengan kategori kurang sebesar 68.9%. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan asupan protein pada kelompok umur 13-18 tahun pada Riskesdas tahun 2010 di Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 42.05%.

Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar siswa memiliki asupan protein dengan kategori kurang, hal ini disebabkan sebagian besar siswa kurang mengkonsumsi protein nabati seperti tahu dan tempe, pentingnya mengkonsumsi protein nabati. Dalam satu penukar nabati mengandung 7 gr protein dan dalam sehari dianjurkan untuk mengkonsumsi protein nabati sebesar 2-3 P, apabila seseorang melewatkan konsumsi protein nabati maka seseorang telah melewatkan konsumsi protein sebesar 14-21 gr oleh karena itu sebagian besar siswa memiliki asupan protein yang kurang sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden kurang memiliki semangat dan ketajaman dalam berpikir.

(11)

berdasarkan IMT/U dengan kategori normal pada responden sebesar 86.9%. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan Riskesdas Jawa Barat pada kelompok umur 13-18 tahun yaitu sebesar 88.6%. Jika dibandingkan dengan Riskesdas nasional 2010 pada kelompok umur 13-18 tahun dengan jenis kelamin laki-laki hasil ini juga mendapat nilai lebih rendah yaitu sebesar 85.6%.

Status gizi (IMT/U) kategori gemuk diperoleh sebesar 9.8% (6 orang). Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan Riskesdas Jawa Barat pada kelompok umur 13-18 tahun yaitu sebesar 2.3%. Jika dibandingkan dengan Riskesdas nasional 2010 pada kelompok umur 13-18 tahun dengan jenis kelamin laki-laki hasil ini juga mendapat nilai lebih tinggi yaitu sebesar 2.1%.

Perilaku Merokok

Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh kemudian menghembuskan kembali keluar (Armstrong, 2000). Ribuan kandungan zat kimia yang terdapat pada rokok dapat membahayakan bagi otak, dan bila mengisap asap rokok, persediaan oksigen pada otak akan terpengaruh karena kandungan nikotin dapat mempengaruhi otak dan sistem saraf pusat dengan mengubah kadar neurotransmitter dan bahan kimiawi yang mengatur temperamen, belajar, dan kemampuan berkonsentrasi (Sudiono, 2008).

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap 61 responden, responden yang bukan perokok sebesar 47.5%. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan Riskesdas Jawa Barat tahun 2010 yaitu sebesar 68.9% Responden yang merupakan seorang perokok sebesar 52.5%. Hal ini lebih lebih tinggi jika dibandingkan dengan Riskesdas Jawa Barat tahun 2011 yaitu sebesar 20.0%. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok pada siswa lebih buruk jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.

TABEL 2

DISTRIBUSI PERSENTASE PERILAKU MEROKOK PADA SISWA KELAS X JURUSAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN

(12)

Perilaku Merokok %

 Tidak 47.5

 Ya 52.5

Penyebab menjadi Perokok

 Pengaruh orang tua 12.5

 Pengaruh teman 59.4

 Pengaruh Kepribadian 28.1

Rata-rata batang rokok yang dihisap

 1-10 batang 93.8

 11-20 batang 6.2

Jenis Rokok

 Kretek dengan filter 93.8

 Kretek tanpa filter 6.2

Faktor Penyebab menjadi Perokok

Banyak faktor yang menyebabkan seseorang menjadi perokok. Menurut Mu’tadin (2002) faktor penyebab remaja merokok adalah pengaruh orang tua, pengaruh teman, faktor kepribadian dan pengaruh iklan. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap 32 responden perokok, sebesar 12.5% mengakui bahwa menjadi seorang perokok karena pengaruh dari orang tua. Sebesar 59.4% mengakui menjadi seorang perokok karena pengaruh dari teman. Sebesar 28.1% mengakui menjadi seorang perokok karena pribadi sendiri.

Sebagian besar siswa mengaku bahwa merokok karena pengaruh akibat dari teman, hal ini sejalan dengan pernyataan Al Bachri (1991) dalam Amelia (2009) bahwa lingkungan teman sangat mempengaruhi karena diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok.

Banyaknya Batang rokok

(13)

responden perokok, didapatkan bahwa sebesar 93.8% merupakan seorang perokok ringan ditandai dengan merokok sebanyak <10 batang/hari sebesar. Hal ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan Riskesdas Jawa Barat tahun 2010 yaitu sebesar 56.5%. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok dengan kategori ringan pada siswa kelas X Jurusan Teknik Kendaraan Ringan lebih buruk jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Sebesar 6.2% siswa merupakan perokok sedang ditandai dengan merokok sebanyak 11-20 batang/hari sebesar. Hal ini lebih rendah jika dibandingkan dengan Riskesdas Jawa Barat tahun 2010 yaitu sebesar 38.3%. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok dengan kategori sedang pada siswa kelas X Jurusan Teknik Kendaraan Ringan lebih baik jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Tidak ada siswa yang merupakan seorang perokok berat yang ditandai dengan merokok sebanyak >20 batang/hari. Hal ini lebih rendah jika dibandingkan dengan Riskesdas Jawa Barat tahun 2010 yaitu sebesar 4.2%. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok dengan kategori berat pada siswa kelas X Jurusan Teknik Kendaraan Ringan lebih baik jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.

Analisis Bivariat

Asosiasi Asupan Energi dengan Status Gizi

Status gizi dipengaruhi secara langsung maupun tidak langsung. Asupan energi merupakan faktor tidak langsung penyebab normal tidaknya status gizi.

TABEL 3

DISTRIBUSI STATUS GIZI BERDASARKAN ASUOAN ZAT GIZI PADA SISWA KELAS X JURUSAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN

DI SMK TRAVINA PRIMA TAHUN 2013 (n=61)

Asupan Zat Gizi

Status Gizi

Total p

Normal Tidak Normal

n % n % n %

0.405 Asupan Energi

 Cukup 20 95.2 1 2.4 21 100.0

 Kurang 34 85.0 6 15.0 40 100.0

(14)

 Cukup 18 94.7 1 5.3 19 100.0

 Kurang 36 85.7 6 14.3 42 100.0

Berdasarkan tabel diatas, sebesar 95.2% memiliki status gizi dengan kategori normal dan memiliki asupan energi dengan kategori cukup dan sebesar 15.0% memiliki status gizi dengan kategori tidak normal dan memiliki asupan energi dengan kategori kurang. Berdasarkan analisis dengan uji statistik Fisher Exact didapatkan nilai p = 0.405 (α>0.05). Maka disimpulkan tidak ada asosiasi antara asupan energi dengan status gizi. Hasil penelitina ini bertentangan gan dengan penelitian Isdayarti (2007) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan status gizi.

Pada penilitian ini status gizi dibagi menjadi normal dan tidak normal. Status gizi yang tidak normal adalah responden yang memiliki status gizi kurus dan gemuk. Hal ini dilakukan agar data dapat dianalisis menggunakan uji statistic. Sebesar 94.7% memiliki status gizi dengan kategori normal dan memiliki asupan protein dengan kategori cukup dan sebesar 14.3% memiliki status gizi dengan kategori tidak normal dan memiliki asupan protein dengan kategori kurang. Berdasarkan analisis dengan uji statistik Fisher Exact didapatkan p = 0.418 (α>0.05). Maka disimpulkaan tidak ada asosiasi antara asupan protein dengan status gizi. Hasil penelitina ini bertentangan gan dengan penelitian Isdayarti (2007) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan status gizi.

Asosiasi Status Gizi dengan Prestasi Belajar

(15)

59.3% memiliki prestasi belajar dengan kategori cukup dan memiliki status gizi dengan kategori normal.

TABEL 4

DISTRIBUSI PRESTASI BELAJAR BERDASARKAN FAKTOR RISIKO PADA SISWA KELAS X JURUSAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN DI SMK TRAVINA PRIMA TAHUN 2013 (n=61)

Faktor Risiko

Prestasi Belajar Total

P

Baik Cukup

n % N % N %

Status Gizi

0,224

 Normal 22 40.7 32 59.3 54 100.0

 Tidak normal 5 71.4 2 28.6 7 100.0

Asupan energi

0.129

 Cukup 6 28.6 15 71.4 21 100.0

 Kurang 21 52.5 19 47.5 40 100.0

Asupan Protein

0.288

 Cukup 6 31.6 13 68.4 19 100.0

 Kurang 21 50.0 21 50.0 42 100.0

Merokok

0.169

 Tidak 16 55.2 13 44.8 29 100.0

 Ya 11 34.4 21 65.6 32 100.0

(16)

Status gizi merupakan faktor pendorong prestasi belajar seseorang (Hakim, 2005). Status gizi yang baik dapat ditunjang dengan asupan sehingga dapat menghasilkan energi. Energi yang cukup tidak hanya berfungsi untuk membangun dan memelihara jaringan tubuh, dan mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh tapi juga dapat berfungsi untuk mendorong perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja (Almatsier, 2009). Sebesar 52.5% memiliki prestasi belajar dengan kategori baik dan memiliki asupan energi dengan kategori kurang dan sebesar 71.4% memiliki prestasi belajar dengan kategori cukup dan memiliki asupan energi dengan kategori cukup. Berdasarkan analisis dengan uji Chi Square, didapatkan nilai p = 0.129 (α>0.05). Maka disimpulkan tidak ada asosiasi antara asupan energi dengan prestasi belajar.

Sebesar 50.0% memiliki prestasi belajar dengan kategori baik dan memiliki asupan protein dengan kategori kurang dan sebesar 68.4% memiliki prestasi belajar dengan kategori cukup dan memiliki asupan protein dengan kategori cukup. Berdasarkan analisis dengan uji Chi Square, didapatkan nilai p = 0.288 (α>0.05). Maka disimpulkan tidak ada asosiasi antara asupan protein dengan prestasi belajar.

Penelitian yang sama telah dilakukan oleh Ratnawati (2012) tentang “Tingkat Pengetahuan Gizi, Sarapan Pagi dengan Prestasi Belajar terhadap siswa SMP dengan menggunakan 86 sampel mendapatkan kesimpulan bahwa semakin baik asupan energi dan protein maka prestasi belajar semakin baik. Hal ini dikarenakan adanya waktu pada penelitian. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati hanya menganalisis asupan energi dan protein pada saat sarapan sedangkan pada penelitian ini dilakukan analisis asupan energi dan protein selama dua hari tidak berturut-turut untuk mendapatkan data kebiasaan makan responden.

(17)

baik dan bukan merupakan seorang perokok dan sebesar 65.6% memiliki prestasi belajar dengan kategori cukup dan merupakan seorang perokok. Berdasarkan analisis dengan uji Chi Square, didapatkan nilai p = 0.169 (α>0.05). Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada asosiasi antara perilaku merokok dengan prestasi belajar.

Penelitian yang sama juga dilakukan terhadap 20.000 partisipan dewasa muda dan mendapatkan hasil anak muda yang merokok secara teratur berisiko lebih besar mengalami penurunan tingkat kecerdasan dibandingkan mereka yang tidak merokok. Semakin berat kebiasaan merokok partisipan, semakin rendah tingkat kecerdasannya. Peneliti dari Sheba Medical Center di The Tel Hashomer Hospital, Israel menemukan, partisipan yang menghabiskan lebih dari satu bungkus rokok sehari memiliki IQ sekitar 90. Rata-rata tingkat kecerdasan berada pada rentang 84 hingga 116 poin atau memiliki IQ 7,5 lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak merokok. Perokok usia 18 hingga 21 memiliki IQ 94. Sedang partisipan tidak merokok dengan usia sama rata-rata memiliki IQ 101 (Surya, 2010). Pada ketiga penelitian yang sebelumnya telah dilakukan tidak sejalan dengan penelitian ini, hal ini adanya perbedaan pada tempat penelitian yang dilakukan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Sebesar 55.7%memiliki prestasi belajar dengan kategori cukup, sebesar 65.6% memiliki asupan energi dengan kategori kurang, sebesar 68.9% memiliki asupan protein dengan kategori kurang, sebesar 86.9% memiliki status gizi dengan kategori normal, sebesar 52.5% merupakan seorang perokok, mengakui pengaruh menjadi seorang perokok adalah pengaruh dari teman, sebesar 93.8 % merupakan seorang perokok ringan dengan merokok 1-10 batang/hari, sebesar 93.8% merokok dengan jenis rokok kretek dengan filter.

(18)

(p=0.288), status gizi (p=0.272) dan perilaku merokok (p=0.169) dengan status gizi.

Saran

Perlu adanya bimbingan khusus oleh pihak sekolah terhadap siswa demi peningkatan prestasi belajar siswa dan perlu adanya kerja sama antara tenaga kesehatan dengan pihak sekolah demi peningkatan asupan, khususnya asupan energi dan protein dan untuk mengurangi angka merokok pada siswa.

DAFTAR PUSTAKA

1. Amelia, Adisti. 2009. Gambaran Perilaku Merokok pada Remaja Laki-Laki. Skripsi. Fakultas Psikologi. USU.

2. Caldwell, Ernest. 2009. Berhenti Merokok. Yogyakarta: PT. LKIS Printing Cemerlang.

3. Efendi, Mohammad. 2005. Penggunaan Cognitive Behaviour Therapy untuk Mengendalikan Kebiasaan Merokok di Kalangan Siswa melalui Peningkatan Perceived Self Efficacy Berhenti Merokok. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 056, Tahun Ke-11, September 2005.

4. Hakim, Thursan. 2005. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Penerbit Puspa Swara. 5. Hanafiah, Fardhon. 2012. Berhenti Merokok itu Gampang-Gampang Susah.

Jakarta: CV Densuco Cipta Perkasa.

6. Hartono, A. R. 2009. Menggunakan Media Pembelajaran Interaktif Berbasis Multimedia untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Program Produktif Siswa Kelas X Teknik Mekanik Otomotif di SMK Negeri 1 Adiwerna Kab. Tegal. Jurnal Pendidikan Widyatama Volume 6, No. 2, Juni 2009.

7. Indrawati, dkk. 2012. Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kecerdasan (IQ) Siswa Kelas V Di SD Negeri Tunjung Sekar III kota Malang Tahun Pelajaran 2011-2012. Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti, Vol, 2, No.1 (2012).

8. Isdaryanti, Cristien. 2007. Asupan Energi Protein, Status Gizi, dan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar Arjowinangun I Pacitan. Skripsi. FK UGM.

(19)

10. Krisnawati, dkk. 2009. Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Anak Kelas 1 Sekolah Dasar Negeri Trosobo II Sidoarjo. Jurnal Keperawatan Vol. II No.3 Desember 2009.

11. Merryana, Adriyani dan Bambang Wirjatmadi. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta: Prenada Media Grup.

12. Muchtar, Muhammad, dkk. 2011. Sarapan dan Jajan Berhubungan dengan Kemampuan Konsentrasi pda Remaja. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Vol. 8, No. 1, Juli 2011: 28-35.

13. Olivia, Femi. 2009. Membantu Anak Punya Ingatan Super. Jakarta: PT Gramedia.

14. Permenkes RI. 2003. Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Jakarta. No. 19. 15. Rachmat, Mochamad. 2012. Buku Ajar Biostatistika Aplikasi pada Penelitian

Kesehatan. Jakarta: EGC

16. Ratnawati dkk. 2012. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Gizi, Sarapan Pagi, dengan Prestasi Belajar Siswa di SMP Negeri 5 Kebumen. Kumpulan Abstrak.

17. Riset Kesehatan Dasar. 2007. Kemenkes RI. Jakarta. 18. Riset Kesehatan Dasar. 2010. Kemenkes RI. Jakarta.

19. Riset Kesehatan Dasar Provinsi Jawa Barat. 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

20. Sari, Yustika dkk. 2012. Hubungan Antara Status Gizi dengan Nilai Evaluasi Murni Murid SD Kecamatan Samalantan Kabupaten Bengkayang Propinsi Kalimantan Barat. Kumpulan Abstrak.

21. Sartika, Ratu Ayu Dewi. 2011. Faktor Risiko Obesitas pada Anak 5-15 Tahun di Indonesia. Makara, Kesehatan, Vol. 15, No. 1, Juni 2011: 37-43.

22. Santoso, Rukky. 2007. Brain Booster the Roadmap to Success. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

23. Sudiono, Janti. 2008. Pemeriksaan Patologi untuk Diagnosis Neoplasma Mulut. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

(20)

25. Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

26. Surya. 2010. IQ Perokok Lebih Rendah. http://rsud.patikab.go.id . 5 November.2012. Jam: 18.51.

27. Sutresna, Nana. 2007. Cerdas Belajar Kimia. Jakarta: Penerbit Grafindo Media Pustaka.

28. Wasis, dkk. 2001. Hubungan Intelegensi, Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa SLTP. Tesis. Fakultas Kedokteran. Universitas Dipenogoro

(21)

Gambar

GAMBAR 1DISTRIBUSI NILAI RAPORT PADA SISWA KELAS X
GAMBAR 2DISTRIBUSI ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA SISWA KELAS X
TABEL 3DISTRIBUSI STATUS GIZI BERDASARKAN ASUOAN ZAT GIZI
TABEL 4DISTRIBUSI PRESTASI BELAJAR BERDASARKAN

Referensi

Dokumen terkait

Unsur pendirian dalam karya tulis populer argu- mentatif terdiri atas tiga kategori, yakni(1) pendirian faktual berupa pernyataan propo- sisional tentang peristiwa

Pemerintah merupakan kelas yang mendominasi dalam pengelolaan pasar sehingga segala aturan dan kebijakan yang dibuat pemerintah harus diikuti oleh pedagang.Pedagang memiliki

Pada puncaknya, ketika keberadaan negara Republik Indonesia nyaris diragukan oleh dunia internasional akibat serangan militer Belanda II (pecah pada 19 Desember 1948),

Hasil pengolahan % efisiensi adsorpsi dengan menggunakan program CCD dan perangkat minitab, diperoleh kondisi optimum adsorpsi Cu(II) untuk abu terbang batu bara dan zeolit

Persediaan merupakan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan yang selanjutnya akan dijual dengan atau tanpa diolah terlebih dahulu. Persediaan sendiri merupakan elemen dari aktiva

Badan pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, beberapa orang wakil ketua, seorang sekretaris, beberapa orang wakil sekretaris, seorang

Tidak optimalnya pemanfaatan ruang operasi tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu aspek fungsional, aspek teknikal dan aspek perilaku ( behaviour ) terhadap