• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAHAMAN PENDIDIKAN AGAMA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PELAKSANAAN IBADAH SISWA MTS AL-FALAH JAKARTA SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMAHAMAN PENDIDIKAN AGAMA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PELAKSANAAN IBADAH SISWA MTS AL-FALAH JAKARTA SELATAN"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

MTS AL-FALAH JAKARTA SELATAN

Oleh :

M A K F I A H

NIM : 101011020585

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)

ϢϴΣήϟ΍ϦϤΣήϟ΍Ϳ΍ϢδΑ

Puji syukur yang sangat dalam kepada Allah SWT atas limpahan nikmat dan

karunia-Nya kepada seluruh isi alam. Dia yang telah menciptakan manusia sebagai

makhluk yang terbaik (ahsan taqwim). Dia pula yang mengajarkan manusia dengan

kalam-Nya untuk menggali keagungan dan kebesaran-Nya.

Rangkaian shalawat dan salam semoga tercurah kepada baginda Nabi

Muhammad SAW pembawa risalah pamungkas yang menjadi panutan bagi seluruh

manusia. Dengan membawa wahyu al-Qur’an sebagai teks suci yang mampu

menerangi dan menembus sampai segala penjuru zaman.

Selama penulisan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang

dihadapi dan dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu, pengumpulan

bahan-bahan (data), maupun pembiayaan dan sebagainya. Namun, berkat

kesungguhan hati dan kerja keras yang disertai dorongan dan bantuan dari berbagai

pihak, maka segala kesulitan dan hambatan itu Alhamdulillah dapat diatasi dengan

sebaik-baiknya, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada terhingga

dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah

memberikan bantuan atas penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya, ucapan terima kasih

(3)

2. Bapak Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Ibu Dosen Penasehat Akademik penulis pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Segenap Dosen yang telah membimbing dan mengajar penulis dalam menempuh

pendidikan selama kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis.

5. Pimpinan perpustakaan utama dan perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta serta perpustakaan

Iman Jama yang telah menyediakan dan melayani dengan penuh keikhlasan

dalam peminjaman literatur yang dibutuhkan.

6. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang

dengan kesabarannya telah memberi petunjuk, bimbingan, dan pengarahannya

sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

7. Bapak H. Fudhail Salim selaku kepala sekolah Madrasah Tsanawiyah Al-Falah

8. Ayahanda H. Thabrani (Alm) dan Ibunda Hj. Maisaroh yang dengan ketabahan

dan kesabarannya serta ketawaduannya membimbing dan membesarkan ananda

dengan penuh kasih sayang. Kakak-kakak dan adik-adikku yang selalu

(4)

9. Seluruh teman-teman dan sahabat serta kepada seluruh mahasiswa PAI angkatan

2001, khususnya kelas B yang telah membantu penulis dalam proses studi di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta hingga penulis dapat

menyelesaikan studi ini.

Akhirnya tak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih juga kepada semua

pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun secara tidak langsung

terhadap proses penyelesaian skripsi ini. Semoga mereka mendapat balasan yang

berlipat ganda dari Allah SWT.

Jakarta, Nopember 2006

(5)

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ……….. iv

DAFTAR TABEL ………. vii

BAB I : PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Permasalahan ……….. 5

1. Identifikasi Masalah ………. 5

2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………... 5

C. Metode Penelitian ……… 6

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………. 7

E. Sistematika Penyusunan ……….. 8

BAB II : KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR ……… 9

A. Kajian Pustaka ………. 9

1. Pemahaman Pendidikan Agama ………... 9

a. Pengertian Pemahaman ……….. 9

b. Pengertian Pendidikan Agama ………... 11

2. Ibadah ……….. 18

a. Pengertian Ibadah ……….. 18

b. Hakikat Ibadah ……….. 24

(6)

B. Kerangka Berpikir ……….. 32

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ……… 35

A. Variabel Penelitian ………. 35

1. Pengertian Variabel ………. 35

2. Variabel Bebas ……… 36

3. Variabel Terikat ………... 36

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ………. 37

1. Pemahaman Pendidikan Agama ………. 37

2. Pelaksanaan Ibadah ……… 37

C. Metode Penelitian ………... 37

D. Populasi dan Sampel ……….. 39

E. Teknik Pengumpulan Data ………. 40

F. Teknik Analisis Data ………. 43

G. Pengajuan Hipotesis ……….. 46

BAB IV : HASIL PENELITIAN ……… 47

A. Gambaran Umum Madrasah Tsanawiyah Al-Falah ………... 47

B. Deskripsi Data ……… 54

C. Analisis Data ……….. 58

(7)

B. Saran-saran ………. 64

DAFTAR PUSTAKA ……… 66

(8)

A. Latar Belakang Masalah

Pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pembinaan manusia

yang berkualitas, cerdas, dan bertanggung jawab atas diri dan masyarakat, bangsa dan

negaranya, terutama tanggung jawab spiritual agar anak didik dapat menjalankan

ajaran agamanya dengan baik. Tanggung jawab yang besar tersebut merupakan

tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.

Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan dasar pendidikan

meliputi keyakinan beragama, nilai moral, aturan pergaulan , dan sikap hidup yang

mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Lingkungan

keluarga dijadikan sebagai teladan dalam beribadah karena sejak awal anak

dilahirkan, setiap waktu diperlihatkan cara-cara beribadah sebagai modal kehidupan

akhirat.

Dalam keluarga, orang tua mempunyai tanggung jawab yang sangat besar

dalam pembentukan pribadi anak, baik dari aspek sikap maupun spiritual. Orang tua

harus memperkenalkan dan memperlihatkan kewajiban-kewajiban yang harus

dilaksanakan oleh anak sejak dini, sehingga pada waktunya nanti, ketika anak

tersebut sudah terkena kewajiban untuk melaksanakan sesuatu - dalam hal ini ibadah

(9)

Orang tua mempunyai kewajiban untuk membimbing anak-anaknya dalam hal

agama. Sudah selayaknya orang tua mencontohkan bahkan mengajak anaknya untuk

melaksanakan ibadah. Setiap masuk waktu shalat, orang tua semestinya mengajak

anaknya untuk shalat berjama'ah dan berdzikir setelah shalat, sehingga jika dilakukan

terus-menerus anak akan benar-benar terbiasa melakukannya sampai ia dewasa

bahkan sampai ia meninggal. Begitu juga dengan puasa, orang tua harus mendidik

anaknya untuk melakukan puasa sejak dini, walaupun anak belum kuat untuk

melakukan puasa sampai waktu magrib, hendaknya anak dibiasakan untuk

meneladani orangtuanya melakukan puasa sampai waktu yang ia sanggupi, sampai

zuhur misalnya.

Pendidikan agama dalam keluarga ini merupakan pendidikan luar sekolah,

sejak anak baru dilahirkan sampai ia sudah cukup usia untuk memperoleh pendidikan

pada jalur formal (sekolah). Jalur pendidikan agama di sekolah dilaksanakan melalui

kegiatan pembelajaran secara berjenjang dan berkesinambungan. Dengan demikian,

sekolah meneruskan pembinaan yang telah diletakkan dasar-dasarnya melalui

pendidikan keluarga sehingga sekolah sebagai lembaga pendidikan formal

mempunyai peranan dan tanggung jawab yang tidak sederhana dalam pelaksanaan

tugasnya.

Pendidikan agama sebagai mata pelajaran di sekolah mempunyai peranan

penting dalam menanamkan rasa takwa kepada sang Khaliq yang pada akhirnya dapat

menimbulkan rasa keagamaan yang kuat dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang

(10)

ibadah secara sempurna sebagai bekal akhirat. Pendidikan agama di sekolah

hendaknya tidak hanya diberikan berupa materi-materi saja, tetapi juga harus

mengadakan praktek jika ada hubungan dengan perbuatan atau ibadah, seperti shalat,

mengaji, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perbuatan dalam pendidikan

agama.

Dengan pemberian pendidikan agama di sekolah diharapkan anak didik

memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan keyakinan akan agama yang dianutnya

sehingga menimbulkan kesadaran beragama dengan selalu melaksanakan ibadah

sebagaimana yang telah diperintahkan.

Walaupun anak sudah masuk dalam pendidikan formal, lingkungan keluarga

tidak dapat lepas tangan begitu saja. Keluarga, khususnya orang tua tetap harus

mengontrol anak ketika ia berada di luar sekolah dengan selalu mengingatkan untuk

melaksanakan ajaran agama dan selalu mengajak anggota keluarga untuk

melaksanakan ibadah bersama-sama.

Pendidikan agama tidak hanya didapat dari lingkungan keluarga dan sekolah,

lingkungan masyarakat pun mempunyai peran untuk mendidik seseorang untuk

menambah pengetahuan mengenai ajaran agama. Di lingkungan masyarakat biasanya

sering diadakan pengajian-pengajian untuk menambah wawasan seseorang mengenai

agama dengan segala aspeknya. Lingkungan masyarakat yang baik dan selalu

menjunjung tinggi nilai-nilai agama akan membuat seseorang bisa menjadi manusia

(11)

Baik lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, ketiganya saling

mendukung satu sama lain dan hendaknya menjadi satu kesatuan yang bisa

menjadikan manusia sebagai insan kamil dengan selalu menjalankan ajaran agama

dengan sebaik-baiknya yang dapat membawa manusia memperoleh keberuntungan

baik di dunia dan di akhirat.

Pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya, tidak hanya membekali

seseorang dengan pengetahuan agama atau pengembangan intelektualnya saja, tetapi

juga mengisi dan menyuburkan perasaan keberagamaan yang kuat sehingga bisa

menjalani kehidupan dengan berpedoman kepada ajaran agama. Namun demikian,

kenyataan yang ada belum memuaskan. Ternyata banyak sekali para siswa dan siswi

yang notabene selalu memperoleh pendidikan agama secara baik, baik di lingkungan

keluarga maupun lingkungan sekolah, dan berada dalam lingkungan yang bisa

dibilang masih memegang nilai-nilai ajaran agama, meninggalkan kewajibannya

sebagai seorang hamba dengan mengabaikan pelaksanaan ibadah.

Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti peserta didik

Madrasah Tsanawiyah Al-Falah Jakarta Selatan. Karena itu, penulis akan membahas

penelitian dengan judul : PEMAHAMAN PENDIDIKAN AGAMA DAN

(12)

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Pelaksanaan ibadah dipengaruhi oleh banyak hal, yang dapat diidentifikasi

sebagai berikut, antara lain :

a. Bimbingan dari orang tua.

b. Pemahaman yang mendalam mengenai pendidikan agama.

c. Lingkungan yang kondusif.

d. Pelatihan atau pembiasaan yang dilakukan sejak kecil.

e. Keimanan yang kokoh.

2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, masalah yang ada hanya akan dibatasi

sebagai berikut :

a. Pemahaman di sini adalah kemampuan yang dimiliki anak didik mengenai

pendidikan agama yang telah diperolehnya di dalam keluarga maupun

sekolah, yang dijaring melalui tes yang dilakukan sendiri oleh penulis.

(13)

c. Siswa MTs Al-Falah dibatasi pada siswa kelas III MTs Al-Falah Jakarta

Selatan tahun pelajaran 2006/2007.

Dengan demikian, dari identifikasi dan pembatasan masalah di atas,

perumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah ada perbedaan tingkat

pelaksanaan ibadah antara siswa yang lebih memahami agama dengan siswa

yang kurang memahami agama”.

C. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan riset lapangan dan metode

deskriptif komparatif dalam bentuk eksperimen untuk mencari perbedaan. Data-data

yang diperoleh dikumpulkan melalui observasi, yaitu mengamati secara langsung

tempat penelitian, tes yang dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa,

penyebaran angket yang dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan ibadah siswa, dan

(14)

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah "untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan

tingkat pelaksanaan ibadah antara siswa MTs Al-Falah yang lebih memahami agama

dengan siswa MTs Al-Falah yang kurang memahami agama”.

Penelitian yang dilakukan mengenai pemahaman pendidikan agama dan

pengaruhnya terhadap pelaksanaan ibadah diharapkan dapat dipergunakan sebagai

bahan masukan yang obyektif, yaitu :

a. Bagi Penulis

Menjadi bahan masukan untuk dapat memperbaiki kelemahan dan

kekurangan yang ada pada diri sendiri, serta mampu meningkatkan kualitas

ibadah dengan bertambahnya pengetahuan yang diperoleh.

b. Bagi Guru Agama dan Siswa

Sebagai suatu usaha untuk lebih meningkatkan pemahaman siswa

mengenai pendidikan agama, sehingga dapat memperbaiki kualitas ibadah dalam

(15)

D. Sistematika Penyusunan

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis membagi lima bab dengan beberapa

sub babnya, dengan keterangan singkat seperti di bawah ini :

Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,

permasalahan yang didalamnya terdapat identifikasi masalah dan pembatasan serta

perumusan masalah, metode penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, dan

sistematika penyusunan.

Bab II adalah kajian pustaka dan kerangka berpikir yang berisi mengenai

pengertian pemahaman, pengertian pendidikan agama, pengertian ibadah, hakikat

ibadah, perintah melaksanakan ibadah, motivasi ibadah, hikmah melaksanakan

ibadah, dan kerangka berpikir.

Bab III merupakan metodologi penelitian yang berisi tentang variabel

penelitian yang didalamnya terdapat pengertian variabel, variabel bebas dan terikat,

definisi operasional variabel penelitian, metode penelitian, populasi dan sampel,

teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan pengajuan hipotesis.

Bab IV adalah hasil penelitian yang didalamnya terdapat gambaran umum

mengenai Madrasah Tsanawiyah Al-Falah, deskripsi data, analisis data, dan

interpretasi data.

Bab V merupakan kesimpulan secara umum mengenai permasalahan yang

dibahas pada bab-bab sebelumnya dan pada bab ini penulis berusaha memberikan

(16)

A. Kajian Pustaka

1. Pemahaman Pendidikan Agama

a. Pengertian Pemahaman

Pemahaman merupakan proses berpikir dan belajar. Dikatakan

demikian karena untuk menuju ke arah pemahaman perlu diikuti dengan

belajar dan berpikir. Pemahaman merupakan proses, perbuatan dan cara

memahami.1

Pemahaman adalah tingkatan kemampuan yang mengharapkan seseorang mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini ia tidak hanya hapal secara verbalitas, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan, maka operasionalnya dapat membedakan, mengubah, mempersiapkan,

menyajikan, mengatur, menginterpretasikan, menjelaskan,

mendemonstrasikan, memberi contoh, memperkirakan, menentukan, dan mengambil keputusan.2

1

W.J.S. Porwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1991), h. 636

2

Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1997), cet. ke-8, h. 44

(17)

Di dalam ranah kognitif menunjukkan tingkatan-tingkatan kemampuan

yang dicapai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Dapat dikatakan

bahwa pemahaman tingkatannya lebih tinggi dari sekedar pengetahuan.

Definisi pemahaman menurut Anas Sudijono adalah "kemampuan

seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu

diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui

mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.

Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih

tinggi dari ingatan dan hafalan".3

Menurut Saifuddin Azwar, dengan memahami berarti sanggup

menjelaskan, mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, meramalkan, dan

membedakan.4 Sedangkan menurut W. S. Winkel, yang dimaksud dengan

pemahaman adalah :

Mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain, seperti rumus matematika ke dalam bentuk kata-kata, membuat perkiraan tentang kecenderungan yang nampak dalam data tertentu, seperti dalam grafik.5

Dari berbagai pendapat di atas, indikator pemahaman pada dasarnya

sama, yaitu dengan memahami sesuatu berarti seseorang dapat

3

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), cet. ke-4, h. 50

4

Saifuddin Azwar, Tes Prestasi, (Yogyakarta : Liberty, 1987), h. 62

5

W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta : PT. Gramedia, 1996), cet. ke-4, h. 246

(18)

mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan, menafsirkan,

memperkirakan, menentukan, memperluas, menyimpulkan, menganalisis,

memberi contoh, menuliskan kembali, mengklasifikasikan, dan

mengikhtisarkan. Indikator tersebut menunjukkan bahwa pemahaman

mengandung makna lebih luas atau lebih dalam dari pengetahuan.

Dengan pengetahuan, seseorang belum tentu memahami sesuatu yang

dimaksud secara mendalam, hanya sekedar mengetahui tanpa bisa menangkap

makna dan arti dari sesuatu yang dipelajari. Sedangkan dengan pemahaman,

seseorang tidak hanya bisa menghapal sesuatu yang dipelajari, tetapi juga

mempunyai kemampuan untuk menangkap makna dari sesuatu yang dipelajari

juga mampu memahami konsep dari pelajaran tersebut.

b. Pengertian Pendidikan Agama

Untuk memudahkan pemahaman tentang pengertian pendidikan

agama, maka terlebih dahulu perlu dijelaskan pengertian pendidikan dan

pengertian agama secara umum.

Pendidikan dalam bahasa Arabnya adalah tarbiyah dengan kata kerja

rabba. Kata kerja rabba yang artinya mendidik sudah digunakan pada zaman

Nabi. Dalam bentuk kata benda, kata rabba ini juga digunakan untuk Tuhan,

(19)

mencipta. Kata lain yang mengandung arti pendidikan adalah addaba,6 dan

allama.

Pendidikan berasal dari kata "didik", mendapat awalan "me" sehingga

menjadi "mendidik", artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam

memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan

pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan dapat

diartikan sebagai sebuah proses dengan menggunakan metode-metode tertentu

sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah

laku yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan

representatif, pendidikan adalah "the total process of developing human

abilities and behaviors, drawing on almost all life's experiences",7 yang

berarti seluruh tahapan pengembangan kemampuan-kemampuan dan

perilaku-perilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman

kehidupan. Pendidikan diartikan sebagai tahapan kegiatan yang bersifat

kelembagaan yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan

individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan sebagainya.

Prof. Mahmud Yunus dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok

Pendidikan dan Pengajaran, mengemukakan berbagai pengertian dari para

ahli didik dan ahli filsafat mengenai pengertian pendidikan, yaitu :

6

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), cet. ke-2, h. 25

7

M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), cet. ke-1, h. 5

(20)

1) Menurut Plato, seorang filosof Yunani, pendidikan adalah mengasuh jasmani dan rohani supaya sampai kepada keindahan dan kesempurnaan yang mungkin dicapai.

2) Jules Simin, filosof Perancis, mengemukakan pengertian pendidikan adalah jalan untuk merubah akal menjadi akal yang lain dan mengubah hati menjadi hati yang lain.

3) John Milton, seorang ahli didik dan ahli syair bangsa Inggris, menjelaskan pendidikan yang sempurna adalah mendidik anak-anak supaya dapat melaksanakan segala pekerjaan, baik pekerjaan khusus atau pekerjaan umum dengan ketelitian, kejujuran, dan kemahiran, baik waktu aman atau waktu perang.

4) Menurut Pestalozzi, seorang ahli didik Swiszerland, pendidikan adalah menumbuhkan segala tenaga anak-anak dengan pertumbuhan yang sempurna dan seimbang.

5) Pengertian pendidikan menurut Herbert Spencer, filosof pendidikan bangsa Inggris, adalah menyiapkan manusia supaya hidup dengan kehidupan yang sempurna.

6) James Mill, filosof Inggris, menurutnya, pendidikan adalah menyiapkan seseorang supaya dapat membahagiakan dirinya khususnya, dan orang lain umumnya.

7) dan menurut Sully, seorang filosof Inggris yang juga ahli didik dan ahli jiwa, pendidikan adalah menyucikan tenaga tabiat anak-anak supaya dapat hidup berbudi luhur, berbadan sehat, serta berbahagia. 8

Prof. Drs. H.M. Arifin, M.Ed. mengungkapkan pengertian pendidikan

adalah "usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan

mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam

bentuk pendidikan formal maupun nonformal".9 "Pendidikan adalah suatu

proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan

8

H. Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 1990), cet. ke-3, h. 5

9

H.M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga, (Jakarta : Bulan Bintang, 1984), h. 14

(21)

pola-pola tingkah laku tertentu pada anak-anak atau orang yang sedang

dididik".10

Pendidikan menurut M. Athiyah al-Abrasyi adalah "mempersiapkan

manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah

airnya, tegap jasmaninya, sempurna budi pekerti (akhlaknya), teratur

pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, bertolong-tolongan

dengan orang lain, manis tutur katanya baik dengan lisan maupun tulisan".11

Menurut Chatib Thoha, untuk memahami pendidikan dengan benar,

pendidikan dapat dibedakan dari dua pengertian yang bersifat teoritik filosofis

dan pengertian pendidikan dalam arti praktis.

Pengertian pendidikan dalam arti filosofis adalah "pemikiran manusia

terhadap masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun

teori-teori baru dengan mendasarkan kepada pemikiran normatif, spekulatif,

rasional empirik, rasional filosofis, maupun historik filosofis".12

Pendidikan dalam arti filosofis mengarah kepada pengembangan

terhadap masalah-masalah pendidikan yang ada, bagaimana menyusun strategi

dan metode yang layak dan sesuai dengan apa yang akan diajarkan, menyusun

10

Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan,: Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,

(Jakarta : Pustaka al-Husna, 1989), cet. ke-2, h. 32

11

H. Mahmud Yunus, op. cit., h. 13

12

(22)

teori-teori baru supaya proses pendidikan yang dijalankan dapat mencapai hasil

yang diinginkan.

Pengertian pendidikan dalam arti praktik adalah "suatu proses

pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan potensi yang dimiliki subyek

didik untuk mencapai perkembangan secara optimal, serta membudayakan

manusia melalui proses transformasi nilai-nilai yang utama".13

Pendidikan dalam arti praktik merupakan suatu proses pembelajaran

yang berlangsung baik secara formal maupun nonformal dengan memberikan

pengetahuan dan bimbingan secara langsung kepada seseorang sehingga orang

tersebut dapat memperoleh pengetahuan dan dapat mengembangkan potensi

yang dimilikinya secara optimal.

Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan

adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk melatih, membimbing,

dan mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri seseorang melalui

suatu proses dengan menggunakan metode-metode tertentu, baik secara formal

maupun nonformal, sehingga orang tersebut memperoleh pengetahuan dan

pemahaman, membentuk pola tingkah laku tertentu untuk menciptakan

kepribadian yang mandiri supaya sampai kepada kesempurnaan yang mungkin

dicapai.

13Ibid.,

h. 99

(23)

Setelah dikemukakan berbagai pengertian mengenai pendidikan dari

berbagai sumber pendapat para ahli, akan dijelaskan pengertian mengenai

agama.

Mahmud Syaltut menyatakan :

Agama adalah ketetapan-ketetapan Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia. Syaikh Muhammad Abdul Badran berupaya menjelaskan arti agama dengan menunjuk kepada al-Qur'an, bahwa agama adalah hubungan antara makhluk dengan Khaliknya. Hubungan ini diwujudkan dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya.14

Menurut Harun Nasution, "agama adalah ajaran-ajaran yang

diwahyukan Tuhan melalui Rasul".15 Sedangkan Prof. Leuba mendefinisikan

agama adalah "peraturan Ilahi yang mendorong manusia berakal untuk

mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat, oleh karena agama diturunkan

Tuhan kepada manusia adalah untuk kebahagiaan baik di dunia maupun di

akhirat".16

Dengan melihat pengertian pendidikan dan agama, maka pendidikan

agama adalah usaha sadar untuk membentuk kepribadian anak didik sesuai

dengan ajaran-ajaran Islam secara sistematis melalui bimbingan, pengajaran,

atau latihan dalam bentuk formal maupun nonformal.

14

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1994), cet. ke-9, h. 209-210

15

Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta : UI Press, 1984), cet. ke-2, h. 10

16

H. M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta : PT. Golden Teravon Press, 1998), cet. ke-1, h. 6

(24)

"Pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang falsafah, dasar dan

tujuan serta teori-teori yang dibangun untuk melaksanakan praktik pendidikan

didasarkan kepada nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam al-Qur'an dan

Hadis Nabi".17

Dalam GBPP pengertian pendidikan agama Islam adalah "usaha sadar

untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan

mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau

latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam

hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk

mewujudkan persatuan nasional".18

Zuhairini mendefinisikan pengertian pendidikan agama adalah

"usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam anak didik agar supaya mereka

hidup sesuai dengan ajaran Islam".19

Berdasarkan pengertian pemahaman dan pendidikan agama seperti

diuraikan di atas, maka bila dirangkaikan pemahaman pendidikan agama

merupakan kemampuan seseorang untuk mempertahankan sesuatu yang

dianggap benar, membedakan mana yang termasuk perbuatan baik dan buruk,

memberikan contoh yang baik kepada sesama, dapat menerangkan sesuatu hal

17

H. M. Thoha, op. cit., h. 99

18

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas, (Jakarta : DEPAG, 1997), h. 1

19

H. Zuhairini, dkk, Methodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya : Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1978), cet. ke-1, h. 27

(25)

yang dapat dipahami dan lain sebagainya. Apabila seseorang telah memahami

ajaran agama tersebut, meyakini dan mengamalkan semua perintah dan larangan

dari ajaran agama tersebut, maka keyakinannya yang telah menjadi bagian

integral dari kepribadiannya itulah yang akan mengawasi segala perbuatannya

baik lahir maupun batin.

2. Ibadah

a. Pengertian Ibadah

Ibadah mengandung banyak pengertian berdasarkan sudut pandang para

ahli dan maksud yang dikehendaki oleh masing-masing ahli. Dalam hal ini

penulis melihat pengertian ibadah yang dikemukakan oleh berbagai ahli.

Secara etimologi "kata “ibadah” diambil dari bahasa Arab

ΪѧΒόϳ

ΪѧΒϋ

-ΪΒϋ

ΓΩΎΒϋ

yang berarti beribadah atau menyembah".20

Yusuf al-Qardhawi juga menjelaskan bahwa :

Kata "ibadah" diambil dari bahasa Arab yang secara etimologi berasal dari

akar kata

ΓΩΎѧΒϋ

΍ΪѧΒϋ

-

ΪΒόϳ

ΪΒϋ

yang berarti taat, tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina. Kesemua pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan. Seseorang yang tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina di hadapan yang disembah, disebut abid (yang beribadah). Budak disebut

20

(26)

abd, karena dia harus tunduk dan patuh serta merendahkan diri terhadap majikannya.21

Menurut Abu al-A'la al-Maududi, kata

ΪѧΒϋ

secara kebahasaan pada

mulanya mempunyai pengertian ketundukan seseorang kepada orang lain dan

orang tersebut menguasainya. Oleh karena itu, ketika disebut kata

ΪѧΒόϟ΍

dan

ΓΩΎѧΒόϟ΍

, yang cepat tertangkap dalam pikiran orang adalah ketundukan dia,

kehinaan budak di hadapan majikan dan mengikuti segala macam perintahnya.22

Ahli lughat (ahli bahasa) mengartikan kata ibadah dengan taat,23 arti ini

dipergunakan dalam firman Allah yang berbunyi :

˴΍ѧѧ˴ϟ

˸Ϣ

˴΍

˸ϋ

ѧѧ˴Ϭ

˸Ϊ

˶΍

ѧѧ˴ϟ

˸ϴ

˵Ϝ

˸Ϣ

ѧѧ˴ϳ

˴ΑΎ

ѧѧ˶Ϩ

˴Ω΍ϰ

˴ϡ

˴΍

˸ϥ

˴ϻ

˴Η

˸ό

ѧѧ˵Β

˵Ϊ

΍˸ϭ

͉θѧѧϟ΍

˸ϴ

˴τ

˴ϥΎ

˶΍

ѧѧ͉ϧ

˵Ϫ

˴ϟ

ѧѧ˵Ϝ

˸Ϣ

ѧѧ˴ϋ

˵Ϊ

͇ϭ

˵ϣ

˶Β˸ϴ

˲Ϧ

βϳ

"Apakah Aku tiada pesankan kepadamu, wahai anak Adam, yaitu jangan kamu mentaati syaitan; bahwasanya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu". (Q.S. Yasin / 36 : 60)

Selain itu juga, kata ibadah ini diartikan berdoa,24 seperti firman Allah :

21

Yusuf al-Qardhawi, Ibadah dalam Islam, Terj. Umar Fanani, (Surabaya : PT.Biru Ilmu, 1988), h. 37

22Ibid.

23

Hasbi ash-Shiddiqy, Kuliah Ibadah : Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah, (Jakarta : Bulan Bintang, 1994), cet. ke-8, h. 1-2

24

(27)

˶΍

͉ϥ

͉ϟ΍

˶ά

˸ϳ

˴Ϧ

˴ϳ

˸δ

˴Θ

˸Ϝ

˶Β

˵ή

˸ϭ

˴ϥ

˴ϋ

˸Ϧ

˶ϋ

˴Β

˴ΩΎ

˶Η

ϰ

ϥϮϨϣΆϤϟ΍

40

"Bahwasanya segala mereka yang membesarkan diri dan berdoa kepada-Ku (menyeru-Ku untuk memohon hajatnya)". (Q.S. al-Mu'minun / 40 : 60)

Adapun pengertian ibadah secara terminologi adalah

˴΍˸ϟ

˶ό

˴Β

˴ΩΎ

˵Γ

˶ϫ

˴ϰ

˶΍

ѧ˸γ

˲Ϣ

ѧ˴Ο

˶ϣΎ

˲ϊ

˶ϟ

ѧ˴Ϥ

˵ϳΎ

˶Τ

ѧ͊Β

˵Ϫ

˵Ϳ΍

˴ϭ

˴ϳ

˸ή

ѧ˴ο

˵ϩΎ

ѧ˴ϗ

˸Ϯ

˱ϻ

ѧ˴ϛ

˴ϥΎ

˴΍

˸ϭ

˶ϓ

ѧ˸ό

˱ϼ

˶Ο

˶Ϡ̒ϴ

˴ϛΎ

˴ϥΎ

˴΍

˸ϭ

˴Χ

˶ϔ̒ϴ

˴ΗΎ

˸ό

˶ψ

˸ϴ

˱Ϥ

Ύ

˵Ϫ˴ϟ

˴ϭ

˴σ

˴Ϡ˱Β

˶ϟΎ

˴Μ

˴Ϯ

˶Α΍

˶Ϫ

"Ibadah itu nama yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai oleh Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah dan mengharapkan pahala-Nya".25

Pengertian umum ibadah tersebut termasuk segala bentuk hukum, baik

yang dapat dipahami maknanya (ma'qulat al-ma'na) seperti hukum yang

menyangkut dengan muamalat pada umumnya, maupun yang tidak dipahami

maknanya (ghairu ma'qulat al-ma'na), seperti thaharah (bersuci) dan shalat,

baik yang berhubungan dengan anggota badan seperti rukuk dan sujud maupun

yang berhubungan dengan lidah seperti zikir dan yang berhubungan dengan hati

seperti niat.

Selanjutnya Yusuf Qardhawi mengemukakan pengertian ibadah di

kalangan orang Arab sebagai berikut :

25

Yusuf al-Qardhawi, op. cit., h. 38

(28)

˴΍˸ϟ

˶ό

ѧѧ˴Β

˴ΩΎ

˵Γ

ѧѧ˴ο

˸ή

˴Α

˲Δ

ѧѧ˶ϣ

˴Ϧ

˸ϟ΍

ѧѧ˵Ψ

˵π

˸Ϯ

˶ω

ѧѧ˴Α

˴ϟΎ

˴ώ

ѧѧ˴Σ

͉Ϊ

΍

͋Ϩϟ

˴Ϭ

ѧѧ˴ϳΎ

˶Δ

˴ϧ

ѧѧ˶ηΎ

˵Ί

˸γ΍

ѧѧ˶Θ

˸θ

˴ό

˶έΎ

˸΍

˴Ϙϟ

˸Ϡ

˶ΐ

˵ϋ

˸ψ

˴Ϥ

˱Δ

˶ϟ

˸Ϡ

˴Ϥ

˸ό

˵Β

˸Ϯ

˶Ω

"Ibadah adalah puncak ketundukan yang tertinggi yang timbul dari kesadaran hati sanubari dalam rangka mengagungkan yang disembah".26

Kata ibadah diartikan berbeda menurut pandangan para ahli dalam

bidangnya masing-masing :

1) Pengertian ibadah menurut ulama Tauhid

Ulama Tauhid mengartikan ibadah dengan :

˴Η

˸Ϯ

˶Σ

˸ϴ

˵Ϊ

˶Ϳ΍

˴ϭ

˴Η

˸ό

˶ψ

˸ϴ

˵Ϥ

˵Ϫ

˴Ϗ

˴ϳΎ

˴Δ

͉Θϟ΍

˸ό

˶ψ

˸ϴ

˶Ϣ

˴ϣ

˴ϊ

͉Θϟ΍

˴ά͊ϟ

˶Ϟ

˴ϭ

˸ϟ΍

˵Ψ

˵π

˸Ϯ

˶ω

˴ϟ

˵Ϫ

"Meng-Esakan Allah, menta'zhimkan (mengagungkan)-Nya dengan sepenuh hati ta'zhim serta menghinakan diri kita dan menundukkan jiwa kita kepada-Nya (menyembah Allah sendiri-kepada-Nya)".

Dalam pengertian ini, termasuk penyembahan hanya kepada Allah

dengan mengagungkan-Nya dan tidak menyekutukannya dengan yang lain,

serta termasuk pula bentuk pengabdian seorang hamba dengan selalu tunduk

dan patuh dengan aturan-Nya.

2) Pengertian menurut ulama Tasawwuf

Adapun ulama tasawwuf mengartikan ibadah dengan :

˶ϓ

˸ό

˵Ϟ

˸ϟ΍

˵Ϥ

˴Ϝ

͉Ϡ

˶ϒ

˴ϋ

˴Ϡ

˶Χϰ

˴ϼ

˶ϑ

˴ϫ

˴Ϯ

˴ϧϯ

˸ϔ

˶δ

˶Ϫ

˴Η

˸ό

˶ψ

˸ϴ

˱Ϥ

˶ϟΎ

˴ή

͋Α

˶Ϫ

"Seorang mukallaf mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan keinginan nafsunya untuk membesarkan Tuhannya".27

(29)

Dalam pengertian ini seorang hamba wajib untuk mendahulukan hal-hal

yang sesuai dengan ketentuan dan hukum Allah. Sesuatu yang menurut

seseorang baik tapi tidak di mata Allah, harus ditinggalkan dan sebaliknya

sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan seseorang tapi tidak bertentangan

dengan ketentuan dan hukum Allah, harus dikerjakan. Hal ini dilakukan untuk

membesarkan Allah.

3) Pengertian menurut Fuqaha :

Dalam pengertian Fuqaha, ibadah itu adalah :

˴ϣ

˵΍Ύ

͉Ω

˸ϳ

˶Ζ

˸Α΍

˶Θ

˴ϐ

˱˯Ύ

˶ϟ

˴Ϯ

˸Ο

˶Ϫ

˶Ϳ΍

˴ϭ

˴σ

˴Ϡ˱Β

˶ϟΎ

˴Μ

˴Ϯ

˶Α΍

˶Ϫ

˶ϓ

˸΍ϰ

˶Χϻ

˴ή

˶Γ

"Segala taat yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat".28

Dalam pengertian ini segala perbuatan yang dilakukan manusia adalah

perbuatan baik, karena tujuan yang akan dicapai dari perbuatan tersebut adalah

keridhaan dan pahala dari Allah. Jika perbuatan yang dilakukan itu tidak baik,

maka tidak akan mungkin memperoleh ridha dan pahala dari Allah.

4) Pengertian ibadah menurut ulama Akhlak

Ulama Akhlak mengartikan ibadah dengan :

27

A. Rahman Ritongga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1997), cet. ke-1, h. 2

28Ibid.,

h. 3

(30)

˶ϊ˶΋΍˴ή͉θϟΎ˶Α˵ϡΎ˴ϴ˶Ϙ˸ϟ΍˴ϭ˶Δ͉ϴ˶ϧ˴Ϊ˴Β˸ϟ΍˶ΕΎ˴ϋΎ͉τϟΎ˶Α˵Ϟ˴Ϥ˴ό˸ϟ˴΍

"Mengerjakan segala taat badaniah dan menyelenggarakan segala syari'at (hukum)".29

Dalam pengertian ini, masuk akhlak (budi pekerti) dan masuk pula

segala tugas hidup (kewajiban-kewajiban yang diwajibkan atas seorang

pribadi), baik mengenai diri sendiri maupun mengenai keluarga dan masyarakat

bersama.

Dari keempat pengertian ibadah tersebut, dapat disimpulkan bahwa

ibadah adalah melaksanakan segala ketaatan dan perintah Allah yang berkaitan

dengan akhlak dan kewajiban sebagai seorang pribadi dan seorang yang

bermasyarakat yang sesuai dengan ketentuan Allah walaupun bertentangan

dengan keinginan pribadi, melaksanakan syariat dan hukum Allah dengan selalu

mengagungkan dan mengesakan-Nya dengan cara menyembah kepada-Nya

tanpa menyekutukan dengan sesuatu pun untuk mencapai keridhaan dan

mengharap pahala-Nya di akhirat.

b. Hakikat Ibadah

29

Syahminan Zaini, Problematika Ibadah dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta : Kalam Mulia, 1989), cet. ke-1, h. 19

(31)

Hasbi ash-Shiddiqy menyatakan bahwa "hakikat ibadah adalah

ketundukan jiwa yang timbul karena hati (jiwa) merasakan cinta akan Tuhan

yang ma'bud (disembah) dan merasakan kebesaran-Nya, lantaran beri'tikad

bahwa bagi alam ini ada kekuasaan yang akal tidak dapat mengetahui

hakikatnya".30

Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa :

Dalam syari'at Islam, ibadah mempunyai dua unsur, yaitu ketundukan dan kecintaan yang paling dalam kepada Allah. Unsur yang tertinggi adalah ketundukan, sedangkan kecintaan merupakan implementasi dari ibadah tersebut. Di samping itu, ibadah juga mempunyai unsur kehinaan, yaitu kehinaan yang paling rendah di hadapan Allah. Pada mulanya ibadah merupakan hubungan, karena adanya hubungan hati dengan yang dicintai, menuangkan isi hati, kemudian tenggelam dan merasakan keasyikan, yang akhirnya sampai kepada puncak kecintaan kepada Allah.31

Orang yang tunduk kepada orang lain serta mempunyai unsur kebencian

tidak dinamakan 'abid (orang yang beribadah), begitu pula orang yang cinta

kepada sesuatu tetapi tidak tunduk kepadanya, seperti orang cinta kepada anak

atau temannya. Kecintaan yang sejati adalah kecintaan kepada Allah.

Apabila makna ibadah yang diberikan oleh masing-masing ahli ilmu

diperhatikan baik-baik, nyatalah bahwa pengertian yang diberikan oleh satu

golongan menyempurnakan pengertian yang diberikan oleh golongan lain.

Dengan kata lain, masing-masing pengertian saling melengkapi dan

menyempurnakan. Oleh karena itu, tidaklah dipandang telah beribadah

30

Hasbi ash-Shiddiqy, op. cit., h. 8-9

31

Yusuf Qardhawi, op. cit., h. 31

(32)

(sempurna ibadahnya) seorang mukallaf kalau hanya mengerjakan

ibadah-ibadah dalam pengertian fuqaha atau ahli ushul saja, melainkan di samping ia

beribadah dengan ibadah dalam pengertian fuqaha tersebut, ia juga melakukan

ibadah dengan ibadah yang dimaksudkan oleh ahli tauhid, ahli hadis, ahli tafsir

serta ahli akhlak. Maka apabila telah terkumpul pengertian-pengertian tersebut,

barulah terdapat padanya hakikat ibadah.

c. Perintah Melaksanakan Ibadah

Di dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan perintah

kepada hamba Allah untuk melaksanakan ibadah. Ibadah dalam Islam

sebenarnya bukan bertujuan supaya Tuhan disembah dalam arti penyembahan

yang terdapat dalam agama-agama primitif, melainkan sebagai perwujudan rasa

syukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah atas hamba-hamba-Nya.

Adapun ayat-ayat yang menyatakan perintah untuk melaksanakan ibadah

tersebut di antaranya sebagai berikut :

1) Firman Allah dalam surat Yasin ayat 60, berbunyi :

(33)

"Apakah Aku tiada pesankan kepadamu, wahai anak Adam, yaitu jangan kamu mentaati syaitan; bahwasanya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu". (Q.S. Yasin / 36 : 60)32

2) Firman Allah dalam surat adz-Dzariyat ayat 56, berbunyi :

˴ϭ

˴ϣ

˴ΧΎ

˴Ϡ˸Ϙ

˵Ζ

˸ϟ΍

˶Π

͉Ϧ

˴ϭ

˸΍

˶ϻ

˸ϧ

˴β

˶΍

͉ϻ

˶ϟ

˴ϴ

˸ό

˵Β

˵Ϊ

˸ϭ

˴ϥ

ΕΎϳέ΍άϟ΍

"Dan tiada Aku jadikan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mentauhidkan Aku (menyembah akan Aku sendiri)". (Q.S. adz-Dzariyat / 51 : 56)33

Dari ayat di atas, jelaslah bahwa Allah menciptakan jin dan manusia

semata-mata untuk menyembah-Nya, walaupun sebenarnya Allah tidak berhajat

untuk disembah ataupun dipuja oleh manusia. Allah adalah Maha Sempurna dan

tidak berhajat kepada apapun. Oleh karena itu, kata "liya'budun" dalam ayat di

atas lebih tepat bila diartikan tunduk dan patuh. Sehingga arti ayat tersebut

menjadi "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

mereka tunduk dan patuh kepada-Ku".

3) Firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 36, berbunyi :

˴ϭ

˴ϟ˴Ϙ

˸Ϊ

˴Α

˴ό

˸Μ˴Ϩ

˶ϓΎ

˵ϛϰ

͋Ϟ

˵΍

͉ϣ

˳Δ

˴έ

˵γ

˸Ϯ

˱ϻ

˴΍

˸ϥ

˴΍

˸ϋ

ѧ˵Β

˵Ϊ

΍˸ϭ

˴Ϳ΍

˴ϭ

˸Ο΍

˴Θ˶Ϩ

ѧ˵Β

˸Ϯ

ѧ͉τϟ΍΍

˵ϏΎ

˸Ϯ

˶Ε

˴ϓ

˶Ϥ

˸Ϩ

˵Ϭ

˸Ϣ

˴ϣ

˸Ϧ

˴ϫ

˴Ϊ

˵Ϳ΍ϯ

˴ϭ

ѧ˶ϣ

˸Ϩ

˵Ϭ

˸Ϣ

ѧ˴ϣ

˸Ϧ

˴Σ

ѧ͉Ϙ

˸Ζ

˴ϋ

˴Ϡ

ѧ˸ϴ

˶Ϫ

͉πѧϟ΍

˴ϼ

˴ϟ

˵Δ

ѧ˴ϓ

˶δ

˸ϴ

˵ή

˸ϭ

ѧ˶ϓ΍

ϰ

˸΍

˴ϻ

˸έ

˶ν

˴ϓ

˸ϧΎ

˵ψ

˵ή

˸ϭ

˴ϛ΍

˸ϴ

˴ϒ

˴ϛ

˴ϥΎ

˴ϋ

˶ϗΎ

˴Β

˵Δ

˸ϟ΍

˵Ϥ

˴Ϝ

͋ά

˶Α˸ϴ

˴Ϧ

ϞΤϨϟ΍

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu", maka di

32

Dewan Penerjemah, al-Qur'an dan Terjemahnya, (Medinah : Mujamma' Khadim al-Haramain al-Syarifain al-Malik Fahd li al-Thiba'at al-Mushaf al-Syarif, 1971), h. 712

33Ibid.,

(34)

antara umat-umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan ada pula di antara orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan rasul-Nya". (Q.S. an-Nahl : 36)34

4) Firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 25, berbunyi :

˴ϭ

˴ϣ

˴΍Ύ

˸έ

˴γ

˸Ϡ˴Ϩ

˶ϣΎ

˸Ϧ

˴ϗ

˸Β˶Ϡ

˴Ϛ

˶ϣ

˸Ϧ

˴έ

˵γ

˸Ϯ

˳ϝ

˶΍

͉ϻ

ѧ˵ϧ

˸Ϯ

˶Σ

˶΍ϰ

˴ϟ

ѧ˸ϴ

˶Ϫ

˶΍

ѧ͉ϧ

˵Ϫ

˴ϻ

˶΍

˴Ϫѧϟ

˶΍

͉ϻ

˴΍

ѧ˴ϧ

Ύ

˴ϓ

˸ϋΎ

˵Β

˵Ϊ

˸ϭ

˴ϥ

˯ΎϴΒϧϻ΍

"Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (Q.S. al-Anbiya : 25)35

5) Firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 92, berbunyi :

˶΍

͉ϥ

˶άϫ

˶ϩ

˵΍

͉ϣ

˵Θ

˵Ϝ

˸Ϣ

˵΍

͉ϣ

˱Δ

˴ϭ

˶Σ΍

˴Ϊ

˱Γ

˴ϭ

˴΍˴ϧ

˴έΎ

͊Α

˵Ϝ

˸Ϣ

˴ϓ

˸ϋΎ

˵Β

˵Ϊ

˸ϭ

˴ϥ

˯ΎϴΒϧϻ΍

"Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku". (Q.S. al-Anbiya : 92)36

Dari ayat-ayat yang telah dikemukakan di atas, tampak jelas bahwa

Allah memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa beribadah kepada-Nya.

Diutusnya para Rasul untuk menyampaikan syari'at yang telah ditetapkan oleh

Allah kepada umat manusia adalah supaya manusia mengetahui

kewajiban-kewajiban apa saja yang harus dilaksanakannya dalam rangka mensyukuri

nikmat yang telah Allah anugerahkan kepadanya.

34Ibid.,

h. 407

35Ibid.,

h. 498

36Ibid.,

h. 507

(35)

d. Motivasi Ibadah

Motivasi merupakan penggerak utama dalam suatu pekerjaan. Karena

itu besar kecilnya motivasi untuk mengerjakan suatu pekerjaan tergantung pada

besar kecilnya motivasi terhadap pekerjaan tersebut. Suatu pekerjaan yang

dikerjakan dengan gairah yang besar, akan besar pula kemungkinan

keberhasilannya. Sedangkan pekerjaan yang dikerjakan dengan gairah yang

kecil, akan kecil pula kemungkinan keberhasilannya. Karena gairah yang kecil

akan menimbulkan kelesuan dan kemalasan dan suatu pekerjaan yang

dikerjakan dengan lesu dan malas dapat dipastikan tidak akan mencapai

keberhasilan.

Dengan demikian, apabila orang-orang mukmin menginginkan ibadah

mereka berhasil dengan baik, maka mereka harus mempunyai motivasi yang

besar bagi ibadahnya tersebut. Dalam buku "Problematika Ibadah dalam

Kehidupan Manusia", diungkapkan beberapa motivasi beribadah, yaitu :

1) Karena tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk beribadah.

2) Karena manusia sudah berjanji untuk taat kepada Allah.

3) Karena bahagia yang diinginkan.

4) Karena manusia harus kembali ke negeri asalnya.37

Motivasi yang pertama sebagaimana firman Allah :

37

Syahminan Zaini, op. cit., h. 80

(36)

˴ϭ

˴ϣ

˴ΧΎ

˴Ϡ˸Ϙ

˵Ζ

˸ϟ΍

˶Π

͉Ϧ

˴ϭ

˸΍

˶ϻ

˸ϧ

˴β

˶΍

͉ϻ

˶ϟ

˴ϴ

˸ό

˵Β

˵Ϊ

˸ϭ

˴ϥ

ΕΎϳέ΍άϟ΍

"Dan tiada Aku jadikan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mentauhidkan Aku (menyembah akan Aku sendiri)". (Q.S. adz-Dzariyat / 51 : 56)

Adalah suatu keharusan, kalau sesuatu itu berlaku atau dipakai sesuai

dengan tujuan penciptaannya. Manusia, karena tujuan penciptaannya adalah

beribadah kepada Allah, maka ia harus memenuhi seluruh pribadi dan

kemampuannya untuk taat kepada Allah.

Motivasi yang kedua adalah Allah menyatakan bahwa sewaktu manusia

di alam arwah dahulu sudah mengadakan perjanjian dengan-Nya dengan cara

berdialog. Allah bertanya kepada roh-roh manusia :

˴΍˴ϟ

˸δ

˵Ζ

˶Α

˴ή

͋Α

˵Ϝ

˸Ϣ

˴ϗ

˵ϟΎ

˸Ϯ

˴Α΍

˴Ϡ

˴ηϰ

˶Ϭ

˸Ϊ

˴ϧ

Ύ

ϑ΍ήϋϻ΍

"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab : "Betul (Engkau Tuhan Kami), kami menjadi saksi". (Q.S. al-A'raf : 127)

Konsekuensi dari perjanjian tersebut adalah manusia harus menaati

Allah, yaitu melakukan perintah Allah untuk beribadah karena ibadah bagi

manusia adalah untuk memenuhi janjinya sendiri kepada Allah. Apabila mereka

tidak beribadah kepada Allah, maka mereka disebut pengkhianat.

Motivasi yang ketiga yaitu setiap manusia menginginkan kebahagiaan.

Bahagia yang diinginkan adalah bahagia untuk pribadi dan keluarga. Jika cinta

akan bahagia, maka manusia harus membahagiakan pula saudara-saudara

lainnya, saling menguatkan bagaikan satu tubuh yang apabila satu anggota

(37)

dapat dicapai dengan jalan berkorban dan beribadah. Oleh karena itu, apabila

manusia ingin berbahagia, maka mereka harus beribadah.

Motivasi yang keempat adalah, pada mulanya Nabi Adam bersama

isterinya tinggal di dalam surga. Hal ini berarti bahwa negeri asal manusia

adalah surga. Tetapi karena tipu daya syaitan, mereka memakan buah dari

pohon yang dilarang untuk memakan buahnya, kemudia Allah memerintahkan

mereka untuk tinggal di bumi untuk sementara. Selama berada di bumi mereka

diberi tugas sebagai khalifah Allah, memenuhi tujuan Allah menciptakan

manusia dan memenuhi janji manusia kepada Allah. Semua itu adalah ibadah

kepada Allah untuk dapat kembali ke negeri asalnya. Manusia harus beribadah

kepada Allah karena merekalah yang diberi hak oleh Allah untuk kembali ke

surga.

e. Hikmah Melaksanakan Ibadah

Pada dasarnya ibadah membawa seseorang untuk memenuhi perintah

Allah, bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah dan melaksanakan hak

sesama manusia. Oleh karena itu, tidak mesti ibadah itu memberikan hasil dan

manfaat kepada manusia yang bersifat material, tidak pula merupakan hal yang

mudah mengetahui hikmah ibadah melalui kemampuan akal yang terbatas.

Ibadah merupakan pengujian terhadap manusia dalam menyembah Allah. Ini

(38)

ibadah itu harus sesuai dengan kemampuan akal dan harus mengetahui hikmah

atau rahasianya secara terperinci, tentu orang yang lemah kemampuan akalnya

untuk mengetahui hikmah tersebut tidak akan melaksanakan atau bahkan

menjauhi ibadah. Mereka akan menyembah akal dan nafsunya, tidak akan

menyembah Tuhan.

Mengenai hikmah melaksanakan ibadah ini, al-Ghazali mengungkapkan

bahwa ibadah bertujuan untuk menyembuhkan hati manusia, sebagaimana obat

untuk menyembuhkan badan yang sakit. Sebagai contoh ibadah dapat

menyembuhkan hati manusia, misalnya seseorang yang sedang resah dan

gelisah, keresahan dan kegelisahannya dapat disembuhkan dengan shalat.

Begitu juga orang yang mempunyai penyakit tamak atau rakus dalam hal makan

dan minum, penyakit tersebut dapat dikurangi bahkan dapat disembuhkan bila

orang tersebut rajin berpuasa.

Ibadah juga dapat menyembuhkan badan yang sakit, misalnya saja orang

yang mempunyai penyakit reumatik atau pegal-pegal pada persendian tubuhnya,

hal itu insya Allah dapat disembuhkan apabila orang tersebut rajin

melaksanakan shalat, karena gerakan-gerakan yang dilakukan dalam shalat

menyerupai gerakan olah raga yang dapat menyehatkan dan melenturkan sendi

pada tubuh manusia. Begitu juga orang yang mempunyai penyakit maag, insya

Allah dapat dikurangi bahkan dapat disembuhkan dengan berpuasa, karena

ketika seseorang berpuasa fungsi lambung tidak bekerja terlalu keras sehingga

(39)

yang manis dan lembut agar fungsi lambung tidak langsung bekerja dengan

berat, tetapi bertahap.

Manusia tidak semuanya dapat mengetahui keistimewaan dan rahasia

obat tersebut, yang mengetahui hanyalah para dokter atau orang yang

mempunyai spesialisasi tentang obat tersebut. Pasien hanya mengikuti perintah

dokter dalam menggunakan obat yang cocok sesuai dengan dosisnya. Dia tidak

akan membantah terhadap apa yang ditentukan oleh dokter tersebut. Oleh

karena itu, menurut al-Ghazali, "ibadah wajib dilaksanakan sebagaimana yang

telah dicontohkan oleh para Nabi, karena mereka dapat mengetahui

rahasia-rahasianya berdasarkan inspirasi kenabian, bukan dengan kemampuan akal".38

B. Kerangka Berpikir

Sikap dan kepribadian seseorang yang telah memiliki pemahaman tentang

ajaran agama akan berbeda jika dibandingkan dengan seseorang yang tidak, belum,

atau kurang memiliki pemahaman tentang ajaran agama. Perbedaan tersebut akan

terlihat dalam sikap dan perbuatannya sehari-hari. Seseorang yang telah memahami

ajaran agamanya cenderung akan melakukan perbuatan-perbuatan yang dibolehkan

dalam agamanya dan selalu melaksanakan kewajiban-kewajibannya selaku hamba

Allah. Orang tersebut juga akan selalu berusaha agar ia tidak melakukan hal-hal yang

dilarang bahkan yang diharamkan dalam ajaran agamanya.

38

A. Rahman Ritongga dan Zainuddin, op. cit., h. 8

(40)

Kaitannya dengan ibadah, seperti shalat, puasa, dan mengaji, merupakan hal

yang diwajibkan dalam ajaran agama Islam yang tidak boleh ditinggalkan oleh setiap

Muslim. Kewajiban tersebut harus selalu dilakukan pada waktu-waktu yang telah

ditentukan. Shalat dilakukan 5 kali dalam sehari semalam, puasa wajib dilakukan

ketika memasuki bulan Ramadhan, dan mengaji harus selalu dilakukan setiap

harinya.

Bagi orang yang memiliki pemahaman tentang ajaran agama Islam, ia

cenderung akan selalu melakukan kewajiban-kewajibannya kepada Allah dengan

melaksanakan ibadah secara rutin dan selalu berusaha agar tidak pernah

meninggalkan ibadahnya dimanapun ia berada, karena ia menyadari bahwa ibadah

yang diwajibkan benar-benar wajib untuk dilaksanakan dan tidak boleh ditinggalkan.

Ia melaksanakan ibadah tersebut semata-mata untuk memperoleh ridha dan pahala

dari Allah. Jika ia meninggalkan ibadah tersebut dengan sengaja, maka ia akan

berdosa dan kelak akan mendapatkan ganjaran dari Allah.

Sebaliknya, bagi orang yang tidak atau kurang memiliki pemahaman tentang

ajaran agama Islam, ia akan bersikap acuh untuk melaksanakan ibadah yang

sebenarnya diwajibkan dalam ajaran Islam. Ia hanya akan melakukan ibadah ketika

ada waktu dan kesempatan dan ketika ia mau saja, bahkan bisa saja ia meninggalkan

ibadah dengan sengaja untuk melakukan pekerjaan lain. Ia belum betul-betul

memahami bahwa ibadah wajib yang ia tinggalkan sebenarnya akan membawa

(41)

Tinggi rendahnya tingkat pelaksanaan ibadah seseorang dapat ditentukan dari

tinggi rendahnya pemahaman ajaran agama yang dimilikinya. Walaupun demikian,

tidak menutup kemungkinan ada orang yang memiliki pengetahuan agama yang

sangat luas bisa meninggalkan ibadah dan bahkan melakukan hal-hal yang dilarang

(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Variabel Penelitian

1. Pengertian Variabel

Variabel berasal dari bahasa Inggris “variable” dengan arti : “ubahan”,

“faktor tak tetap”, atau “gejala yang dapat diubah-ubah”. Variabel pada dasarnya

bersifat kualitatif namun dilambangkan dengan angka.1 "Variabel juga dapat

diartikan sebagai gejala yang bervariasi yang menjadi objek penelitian".2 Dalam

pengertian lain disebutkan bahwa variabel adalah "segala sesuatu yang dijadikan

objek pengamatan penelitian".3

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu pemahaman pendidikan

agama sebagai variabel bebas (independent variable) disebut juga sebagai

variabel X dan pelaksanaan ibadah sebagai variabel terikat (dependent variable)

disebut juga sebagai variabel Y.

1

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Ed. 1, Cet. 12, h. 33

2

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), h. 111

3

Amirul Hadi dan Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1998), h. 205

(43)

2. Variabel Bebas

Yang dimaksud varibel bebas adalah “kondisi-kondisi atau

karakteristik-karakteristik yang oleh peneliti dimanipulasi dalam rangka menerangkan

hubungannya dengan fenomena yang diobservasi. Karena fungsi variabel ini

sering disebut variabel pengaruh, sebab berfungsi mempengaruhi variabel lain,

jadi secara bebas berpengaruh terhadap variabel lain”.4 Adapun yang menjadi

variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemahaman pendidikan agama.

3. Variabel Terikat

Yang dimaksud variabel terikat adalah “kondisi atau karakteristik yang

berubah atau muncul ketika penelitian mengintroduksi pengubah atau mengganti

variabel bebas. Menurut fungsinya, variabel ini dipengaruhi oleh variabel lain,

karenanya juga sering disebut variabel yang dipengaruhi atau variabel

terpengaruh".5 Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat atau

terpengaruh adalah pelaksanaan ibadah.

4

Chalid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Bumi Aksara, 1997), cet. Ke-1, h. 119

5

(44)

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Pemahaman Pendidikan Agama

Dalam penelitian ini, pemahaman pendidikan agama adalah variabel X.

Variabel X ini bisa mempengaruhi/berpengaruh terhadap variabel yang lain.

Untuk mengetahui tingkat pemahaman pendidikan agama pada siswa MTs

Al-Falah, penulis memberikan tes yang soal-soalnya disusun sendiri oleh penulis

sehingga dari hasil tes yang dilakukan diperoleh dua kelompok sampel, yaitu

kelompok yang lebih memahami agama dan kelompok yang kurang memahami

agama.

2. Pelaksanaan Ibadah

Dalam penelitian ini, pelaksanaan ibadah merupakan variabel Y.

Variabel Y ini biasanya dipengaruhi oleh variabel X. Untuk mengetahui sejauh

mana pelaksanaan ibadah siswa, penulis menyebarkan angket yang berisi 15 soal,

penulis memberikan sekor pada setiap jawaban yang diberikan siswa, yaitu sekor

3 untuk jawaban a, sekor 2 untuk jawaban b, dan sekor 1 untuk jawaban c.

C. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan riset lapangan, yaitu mencari dan

(45)

melakukan penelitian tersebut). Peneliti juga menggunakan metode deskriptif

komparatif. Hal ini penulis gunakan mengingat variabel yang diteliti dan masalah

yang dirumuskan, serta hipotesis yang diajukan mengarah pada bentuk deskriptif

komparatif.

"Ciri dari metode deskriptif komparatif ini adalah digunakan untuk

mendapatkan pemahaman tentang apakah ada perbedaan nilai suatu observasi

(disebut variabel terikat atau dependen) berdasarkan klasifikasi subyek (disebut

variabel bebas atau independen)",6 dan untuk mencari perbedaan tingkat pelaksanaan

ibadah antara siswa yang lebih memahami agama dengan siswa yang kurang

memahami agama penulis menggunakan metode eksperimen, karena belum diketahui

apakah ada perbedaan atau tidak pelaksanaan ibadah yang dilakukan oleh siswa yang

lebih memahami agama dan siswa yang kurang memahami agama.

Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemahaman pendidikan

agama, sedangkan variabel terikatnya adalah pelaksanaan ibadah. Dalam hal ini

penulis mencoba membandingkan mengenai pelaksanaan ibadah yang dilakukan oleh

siswa yang lebih memahami agama dengan siswa yang kurang pemahaman terhadap

pengetahuan agama.

6

Ibnu Hadjar, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1996), cet. Ke-1, h. 306

(46)

D. Populasi dan Sampel

"Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sedangkan sampel adalah

sebagian wakil populasi yang akan diteliti".7 Dalam penelitian ini, yang menjadi

populasi adalah siswa kelas III MTs Al-Falah Jakarta Selatan, pada tahun ajaran

2006/2007 yang berjumlah 225 orang dari 6 kelas.

Dalam menentukan sampel yang diambil, penulis mengacu kepada pendapat

Suharsimi Arikunto, yaitu : “Apabila subjeknya kurang dari 100 orang, lebih baik

jumlah populasi tersebut diambil semuanya sehingga menjadi penelitian populasi,

namun apabila jumlah sumbernya besar atau lebih dari seratus orang dapat diambil

antara 10 – 15 % atau 20 – 25 % atau lebih".8 Berdasarkan pendapat di atas, maka

penulis hanya mengambil 17 % dari keseluruhan populasi tersebut, atau sebanyak 38

orang, dengan perhitungan sebagai berikut : 17 x 225 = 38,25 dibulatkan menjadi 38 100

orang.

Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara

acak (random sampling), "yaitu pengambilan atau penentuan ukuran jumlah anggota

sampel dan teknik pemilihan anggota yang masuk ke dalam sampel tersebut dipilih

secara acak".9

7

Suharsimi Arikunto, op. cit., h. 115-117

8Ibid.,

h. 99

9

(47)

Pemilihan sampel ini penulis lakukan dengan sistem undi, yaitu dengan cara

menuliskan nama-nama seluruh responden dalam potongan-potongan kertas,

kemudian dikocok seperti arisan. Nama yang keluar yang kemudian penulis jadikan

sebagai sampel.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data sangat dibutuhkan adanya teknik yang tepat dan

relevan dengan jenis data yang ingin dicari. Adapun data yang diperlukan dalam

penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi yaitu kegiatan pengamatan secara langsung ke tempat penelitian

di MTs Al-Falah IV, Jl. Mirah Kencana Jakarta Selatan untuk mengetahui

keadaan sekolah tersebut.

2. Tes

"Tes adalah suatu percobaan yang dilakukan dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab".10 Metode tes dalam penelitian ini

digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa mengenai agama

Islam. Dari hasil tes yang diadakan, sampel yang ada akan dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu kelompok yang lebih memahami agama dengan nilai 76 sampai

100, dan kelompok yang kurang memahami agama dengan nilai 50 sampai 75.

10

(48)

3. Angket

"Angket adalah daftar pertanyaan yang setiap pertanyaan sudah disediakan

jawabannya untuk dipilih, atau telah disediakan tempat untuk mengisi

jawabannya".11 Metode angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui

sejauh mana pelaksanaan ibadah siswa setelah memperoleh pengetahuan

mengenai agama.

Angket ini disusun berdasarkan skala nilai model likert. "Skala likert

menurut Kinnear, yaitu cara mengukur secara sistematis dengan memberikan skor

pada respon yang terjadi pada setiap pertanyaan".12 Angket ini terdiri dari 15

pertanyaan mengenai pelaksanaan ibadah.

4. Wawancara

Teknik wawancara penulis lakukan karena peranan guru agama dan kepala

sekolah sangat besar untuk meningkatkan pengetahuan dan bisa menambah

kesadaran para siswa untuk melaksanakan ibadah. Karena itulah penulis

menganggap penting mencari informasi dari kepala sekolah Madrasah

Tsanawiyah Al-Falah.

11

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : CV. Rajawali, 1993), h. 32

12Ibid.,

(49)

Tabel 1

Kisi-Kisi atau Indikator Pemahaman Pendidikan Agama

Dimensi Indikator Item

Kognitif 1.Memahami pengertian shalat

2. Mengetahui hukum shalat

3.Mengetahui rukun shalat

4.Mengetahui syarat sah shalat

5.Mengetahui hikmah melaksanakan shalat

1

2

4

3

5

Kognitif 1.Memahami arti puasa

2.Mengetahui hukum puasa

3.Mengetahui hal yang membatalkan puasa

4.Mengetahui hal yang sunnah ketika berpuasa

5.Mengetahui hikmah melaksanakan puasa

6

8

9

10

7

Kognitif 1.Memahami makhraj huruf

2.Memahami hukum bacaan nun mati dan tanwin

3.Memahami hukum bacaan mim mati

4.Mengetahui macam-macam mad

11

12, 13

14

(50)

Tabel 2

Kisi-Kisi atau Indikator Pelaksanaan Ibadah

Dimensi Indikator Item

Melalui Perbuatan

1.Melaksanakan shalat wajib

2.Melaksanakan shalat berjamaah

3.Melaksanakan shalat sunnah

4.Melaksanakan shalat di awal waktu

5.Membaca al-Qur'an setelah shalat

6.Melaksanakan puasa bulan Ramadhan

7.Melaksanakan ibadah lain ketika berpuasa

1

2

3

4

6, 8

11, 13, 15

14

Melalui Keteladanan

1.Bersikap ikhlas dalam melaksanakan shalat

2.Bersikap khusu' dalam membaca al-Qur'an

3.Bersikap ikhlas dalam membaca al-Qur'an

4.Bersikap ikhlas dalam berpuasa

5

7

9, 10

12

Jumlah Soal 15

F. Teknik Analisis Data

Data-data yang telah terkumpul, selanjutnya diolah untuk kemudian dianalisa.

Tujuan dari analisa data adalah untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang

(51)

Dalam proses penyederhanaan ini, penulis menggunakan teknik komparatif,

"yaitu salah satu teknik analisa kuantitatif atau salah satu teknik analisa statistik yang

dapat digunakan untuk menguji hipotesa mengenai ada tidaknya perbedaan antar

<

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
tabel “t”, dengan terlebih dahulu menentukan derajat kebebasannya, dengan
Tabel 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada lowpass orde 4 performa nilai return lossnya lebih baik dari filter yang menggunakan orde 3, untuk nilai insertion loss keduanya memiliki hasil yang sama

yang berkaitan dengan acara konser musik tersebut, penulis sedikit kesulitan. memilih rekan untuk dijadikan panitia acara, karena saat tersebut

Uji regresi logistik berganda menunjukan bahwa pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan dengan pemeriksaan pap smear, namun pengetahuan memiliki pengaruh paling dominan

meningkatnya arus lalu lintas yang melewati transportasi air tersebut dan. kapasitas sarana transportasi air yang sedikit, maka diperlukan

Suatu versi pengungkapan langsung (direct assessement) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan aitem tunggal dengan menggunakan aitem ganda (Azwar,

brand image dari STIKES PemKab Jombang dari investasi sistem informasi akademik.. Hasil dari studi kelayakan investasi informasi akademik pada STIKES

As an illustration, in 2012, two contemporary studies were intended to map the media in Indonesia by the Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG), and Merlyna Lim

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu: 1) Ketuntasan belajar peserta didik pada siklus I menunjukkan bahwa peserta didik yang tuntas sebanyak 31 orang