BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uraian Teoritis
2.1.1. Definisi Bisnis Organisasi
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara
historis kata bisnis berasal dari bahasa inggris (business) berasal dari kata dasar
busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat.
Dalam ekonomi kapitalis, kebannyakkan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan laba dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan
waktu, usaha atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini. Misalnya bisnis koperatif yang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Sedangkan pengertian organisasi adalah rangkaian proses kegiatan yang harus dilakukan untuk meningkatkan kegunaan segala sumber dan faktor yang
Pengorganisasian sebagai fungsi manajemen, yaitu bagaimana pimpinan dapat menghimpun orang-orang sehingga sinkronisasi kegiatan dan kerja sama
dapat dilakukan demi efktifitas dan efesiensi kerja dalam mencapai tujuan organisasi. Untuk itu dalam melakukan perubahan diperlukan pertimbanggan dan perencanaan yang matang karena organisasi mencakup banyak orang termasuk
orang-orang didalam perusahaan. Hal tersebut juga berhubungan dengan sumber daya manusia yang akan menjalankan setiap perubahan yang direncanakan
perusahaan. Nawawi (2008:8).
Bisnis organisasi atau lebih sering dikenal dengan organisasi nirlaba menurut Indrajat dan Djokopranoto (2011:317) bisnis nirlaba yang didirikan bukan
terutama untuk mencari keuntungan bagi pendirinya biasanya disebut organisasi nirlaba (nonprofit/not for profit organization) atau organisasi sosial. Contoh
organisasi ini adalah organisasi pemerintah, pendidikan, yayasan, rumah sakit, keagamaan, perlindungan/suaka alam, dan sebagainya. Namun istilah nirlaba tanpa laba atau sering kali rancu karna organisasi semacam itu dapat saja atau
bahkan seharusnya, mendatangkan keuntungan namun keuntungan tersebut bukan untuk pemilik, pendiri, atau pengurus organisasi tetapi untuk pengembangan
organisasi tersebut. Namun, jika keuntungan memang digunakan atau dibagikan untuk menambah kekayaan pemilik, pendiri, pengurusnya, organisasi semacam itu tidak patut disebut bisnis nirlaba atau organisasi sosial.
Dalam undang-undang RI Nomor 16 Tahun 2001 dan undang-undang RI Nomor 28 Tahun 2004. Tentang yayasan misalnya, yayasan disebut sebagai badan
kemanusian. Spektrum Bisnis Organisasi atau Organisasi Sosial (nirlaba) dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1
Spektrum Bisnis Organisasi
Filantropis Komersial
Murni Murni
Sumber : Indrajat dan Djokopranoto (2011:319)
Bisnis organisasi atau organisasi sosial (nirlaba), sering dihadapkan pada
kenaikan biaya secara terus menerus penerimaan sumbangan dan donasi yang relatif semakin mengecil dan kompetisi organisasi perusahaan yang masuk pada bidang sosial. Untuk itu mereka sering kali terpaksa mencari pemecahan dengan
melakukan usaha dengan cara lain yang mendatangkan pendapatan untuk Motif,
Tujuan mulia Motif campuran Kepentingan pribadi
Dikendalikan Nilai sosial
Dikendalikan misi Dan Dikendalikan pasar Nilai sosial dan
ekonomi Nilai ekonomi
Tidak membayar Ada subsidi atau campuran
Dibawah tarif pasar atau campuran antara donasi dan kapital dengan tarif pasar
Dibayar dibawah tarif atau campuran antara sukarela dan dibayar sesuai gaji pasaran
Potongan khusus atau campuran antara sumbangan barang atau pembelian harga penuh
Kompensasi sesuai pasaran
menunjang kegiatan utamanya yaitu kegitan sosial. Oleh karena itu, suatu perusahan sosial sering kali harus mengelola beberapa kegiatan yang bersifat
campuran yaitu kegiatan sosial dan kegiatan usaha yang mendatangkan keuntungan. Disini dibutuhkan manajemen untuk usaha yang mendatangkan keuntungan dan manajen untuk usaha sosial.
Spektrum bisnis organisasi atau organisasi sosial yang diperlihatkan Tabel 2.1 kiranya dapat membatu untuk memahami kemungkinan-kemungkinan yang ada
sehingga para pemimpin dapat menempatkan diri secara tepat dan mengambil kebijakan dan strategi yang tepat pula. Kegiatan dan tangung jawab sosial yang dapat dilakukan pemerintah sangatlah terbatas, banyaknya kegiatan yayasan,
lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan dan lembaga nonpemerintah menunjukan betapa sebagian besar layanan sosial yang diberikan kepada
masyarakat diselengarakan oleh organisasi swasta.
Menurut Januarizal, (http://id.wikipedia.org,organisasi).
Bisnis organisasi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mewujudkan perubahan pada individu atau komunitas yang tidak mencari keuntungan, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba. Bisnis organisasi menjadikan sumber daya manusia sebagai asset yang paling berharga, karena semua aktivitas organisasi ini pada dasar nya adalah dari, oleh dan untuk manusia. Bisnis organisasi tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan nya tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuiditas atau pembubaran entitas. Sedangkan organisasi bisnis lebih menekankan pada keuntungan, karena dengan keuntungan itu organisasi bisnis dapat mempertahankan kelangsungan operasi nya.
bukan semata-mata untuk mencari laba atau keuntungan. Berbeda dengan organisasi bisnis yang betujuan komersil. Organisasi ini juga tidak ada
kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam bisnis organisasi tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian
sumber daya entitas pada saat likuiditas atau pembubaran entitas. Terdapat beberapa dimensi dalam bisnis organisasi yaitu :
1. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM merupakan potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai
makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung dialam menuju tercapainya
kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Menurut Nawawi (2008:6) manusia merupakan elemen terpenting dalam mengelola dan menggerakkan faktor-faktor produksi seperti modal, bahan
mentah, peralatan, dan lain-lain untuk mencapai tujuan perusahaan.
Bila suatu perusahaan mengalami perkembanagan maka makin sulit pula
perencanaan dan pengendalian pegawainya, hal ini terjadi karena makin kompleksnya permasalahan yang muncul menyertai setiap kemajuan. Dalam situasi yang seperti ini maka perusahaan wajib memiliki manajer personalia yang
keharmonisan semua komponen perusahaan akan terbangun, hal ini tentusaja akan membawa dampak positif dalam hal produktifitas.
Manusia sebagai sumber daya dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut :
Sumber : Nawawi (2008 : 7)
Gambar 2.1. Manusia Sebagai Sumber Daya MANUSIA
Individualitas Sosialitas Moralitas
Org anis asi
Negra/Pe merintah
Non PMRH swasta
Lokal/Nasional
Non Profit
Profit
Voluntir
Global
Lokal/Nasional
Global
2. Lingkungan Organisasi
Lingkungan organisasi secara umum dapat diartikan sebagai sesuatu yang
tidak berhingga (infinite) dan mencakup seluruh elemen yang terdapat diluar suatu organisasi. Dalam kenyataannya, tidak semua elemen lingkungan tersebut berpengaruh secara langsung terhadap organisasi. Untuk keperluan analisis,
lingkungan bisa diartikan sebagai seluruh elemen yang terdapat diluar batas-batas organisasi, yang mempunyai potensi untuk mempengaruhi bagian ataupun
organisasi secara keseluruhan.
Menurut panji (http://lingkungan bisnis). Lingkungan organisasi perusahaan terdiri dari:
A. Lingkungan Internal.
Lingkungan internal adalah lingkungan organisasi yang berada di dalam organisasi tersebut dan secara formal memiliki implikasi yang langsung dan khusus pada perusahaan. Perusahaan sendiri sesuai konsep masa kini merupakan kumpulan dari berbagai macam sumber daya, kapabilitas dan kompetensi yang selanjutnya bisa digunakan untuk membentuk market position tertentu. Dengan demikian analisis lingkungan internal akan meliputi analisis mengenai sumber daya manusia, kapabilitas dan kompetensi inti yang dimiliki oleh perusahaan.
B. Lingkungan Eksternal
Lingkungan eksternal meliputi variabel-variabel di luar organisasi yang dapat berupa tekanan umum dan tren di dalam lingkungan societal ataupun faktor-faktor spesifik yang beroperasi di dalam lingkungan kerja (industri) organisasi. Variabel-variabel eksternal ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu ancaman dan peluang, yang mana memerlukan pengendalian jangka panjang dari manajemen puncak organisasi.
Dari pengertian dapat disimpulkan lingkungan internal adalah semua sumber daya manusia dan fisik yang mempengaruhi organisasi. Pihak yang
internal antara lain karyawan, manajer, modal dan peralatan fisik. Sedangkan Lingkungan eksternal adalah semua elemen diluar organisasi yang relevan untuk
operasi. Unsur-unsur diluar organisasi sulit dikendalikan namun berpengaruh terhadap organisasi, organisasi tidak dapat berdiri sendiri atau memenuhi kebutuhannya sendiri. Organisasi mengambil input seperti bahan baku, uang,
tenaga kerja dan energi dari lingkungan eksternal yang mengubahnya menjadi produk atau jasa sebagai output. Lingkungan eksternal dibagi menjadi dua yaitu
lingkungan khusus dan lingkungan umum.
3. Pelatihan dan Pengembangan
Pelatihan dan Pengembangan (training and development) adalah jantung dari upaya berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi karyawan dan kinerja
organisasi. Menurut Simamora (2006:273) pelatian merupakan aktivitas-aktivitas yang dirancang untuk memberi para pembelajar pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk pekerjaan mereka saat ini. Sedangkan pengembangan
merupakan pembelajaran yang melampaui pekerjaan saat ini dan mempunyai fokus pada jangka panjang.
Menurut Gomes (2003:197) Mengemukakan pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang
sedang menjadi tanggungjawabnya. Menurutnya istilah pelatihan sering disamakan dengan istilah pengembangan, perbedaannya kalau pelatihan langsung terkait dengan performansi kerja pada pekerjaan yang sekarang, sedangkan
dandingkan dengan pelatihan. Pengembangan mempersiapkan para karyawan untuk tetap sejalan dengan perubahan dan pertumbuhan organisasi.
Aktivitas-aktivitas pelatihan dan pengembangan memiliki potensi untuk menyelaraskan para karyawan dengan strategi-strategi perusahaan mereka, beberapa mamfaat strategi yang mungkin di peroleh dari pelatihan dan pengembangan mencakup kepuasan
karyawan, meningkatkan semangat, tingkat retensi yang lebih tinggi, turnover
yang lebih rendah, perbaikan dalam penarikan karyawan, hasil akhir yang lebih
baik, dan kenyataan bahwa karyawan yang puas akan menghasil kan para pelangan yang puas.
Menurut Syafaruddin (2001:217) pengembangan cenderung lebih bersifat formal, menyangkut antisipasi kemampuan dan keahhan individu yang harus dipersiapkan bagi kepentingan jabatan yang akan datang. Sasaran dan program
pengembangan menyangkut aspek yang lebih luas yaitu peningkatan kemampuan individu untuk mengantisipai perubahan yang mungkin terrjadi tanpa
direncanakan(unplened change) atau perubahan yang direncanakan (planed change).
4. Definisi Budaya Kerja.
Budaya kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai
nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja. Menurut
keyakinan yang dianut oleh setiap karyawan tentang makna kerja dan refleksinya dalam kegiatan mencapai tujuan organisasi dan individu. Sebenarnya budaya kerja
sudah lama dikenal manusia, namun belum disadari bahwa sebuah keberhasilan kerja berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaan. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat-istiadat, agama, norma dan kaidah yang
menjadi keyakinan pada diri pelaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang menjadi kebiasaan tersebut dinamakan budaya kerja.
2.2. Definisi Efektifitas Kinerja
Pengertian efektifitas kerja adalah kemampuan untuk memilih tujuannya tepat
atau peralatan-peralatan untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas adalah keadaan dan kemampuan berhasilnya suatu kerja yang
dilakukan oleh manusia untuk memberikan guna yang diharapkan. Untuk melihat efektifitas kerja pada umumnya dipakai empat macam pertimbangan, yaitu pertimbangan ekonomi, pertimbangan fisiologi, pertimbangan psikologi dan
pertimbangan sosial.
Menurut Siagian (2001:24) memberikan definisi sebagai berikut : “Efektifitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektifitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektifitasnya.
menekankan pada tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan tidak begitu menghiraukan masalah penggunaan biaya dan
bahan-bahan atau material yang digunakan, yang penting sasaran dan tujuan bisa
dicapai dan pekerjaan tergolong itu dikatakan efektif.
2.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Kerja
Menurut Siagian (2001:25) efektifitas diartikan sebagai keberhasilan melakukan program dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor yang dapat
menentukan efektifitas kerja karyawan berhasil dilakukan dengan baik atau tidak dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan. Tugas bawahan dapat berjalan dengan baik apabila dilakukan pemberitahuan (komunikasi) tentang pendelegasian
tugas/tanggung jawab serta adanya evaluasi kerja dari pimpinan. Indikator yang mempengaruhi efektifitas kerja sebagai berikut:
a) Waktu
Ketepatan waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan merupakan faktor utama. Semakin lama tugas yang dibebankan itu dikerjakan, maka
semakin banyak tugas lain menyusul dan hal ini akan memperkecil tingkat efektivitas kerja karena memakan waktu yang tidak sedikit.
b) Tugas
2.2.2 Kepuasan kerja
Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Menurut handayani ((http://id.wikipedia.org) ada beberpa teori menurut para ahli mengenai efektifitas sebagai berikut:
“Menurut Robbins (2001:13) kepuasan kerja didefinisikan sebagai suatu sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Definisi ini mengandung pengertian yang luas. Dengan kata lain kepuasan kerja merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang terbedakan dan terpisahkan satu sama lain (discrete job elements).”
“Menurut Handoko (2002:193) Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya, departemen personalia atau manajemen harus senantiasa memonitori kepuasan kerja, semangat kerja, keluhan keluhan, dan masalah –masalah personalia vital lainya”.
Dari beberapa pendapat para ahli , dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan Pegawai;
merupakan sikap umum yang dimiliki oleh Pegawai yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan
sebuah pengorbanan.
2.2.3 Definisi Kinerja Karyawan
Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance
(prestasi kerja atau prestasi yang sesungguhnya dicapai seseorang). Kinerja adalah
dengan berbagai kemungkinan, misalnya standart target, sasaran, atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama.
Menurut Laurensius (2006:16). Jika pegawai tidak melakukan pekerjaannya, maka suatu organisasi akan mengalami kegagalan. Perilaku manusia, tingkat, dan kualitas kerja ditentukan oleh sejumlah variabel perseorangan dan lingkungan .
Menurut Mangkunegara (2002:67) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas yang
diberikan kepadanya.
a) Model Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja pada dasarnya membandingkan standar kerja yang
diharapkan perusahaan dengan kinerja yang diperlihatkan oleh karyawan. Penilaian kinerja berhubungan erat dengan umpan balik yang spesifik, sehingga
dapat membantu para karyawan dalam perencanaan karier, keperluan pelatihan dan berbagai keputusan lain. Berikut model Gambar 2.2 penilaian kinerja :
Sumber : Mangkunegara (2002: 68)
Berdasarkan Gambar dapat dijelaskan bahwa penilaian kinerja karyawan dimulai dengan kinerja karyawan yang ditetapkan oleh perusahaan, sehingga
dapat dinilai apakah karyawan tersebut telah mencapai target kinerja perusahaan atau belum. Hal tersebut dijadikan sebagai umpan balik bagi karyawan yang dinilai.
b) Standar Penilaian Kinerja
Standar kinerja dirumuskan sebagai tolak ukur untuk mengadakan
perbandingan antara apa yang telah dilakukan dengan apa yang yang diharapkan dan kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang telah dipercayakan kepada seseorang. Standar itu dapat pula dijadikan ukuran mengadakan pertanggung
jawaban terhadap apa yang telah dilakukan. Menurut Mangkunegara (2002:69) terdapat beberapa faktor kinerja sebagai standar penilaian kinerja, yaitu :
1. Kualitas kerja yang meliputi ketepatan, ketelitian, keterampilan serta kebersihan.
2. Kualitas kerja yang meliputi output rutin, serta output non rutin (ekstra).
3. Keandalan atau dapat tidaknya diandalkan yakni dapat tidaknya meliputi intruksi, kemampuan, inisiatif, kehati-hatian serta kerajinan.
2.3. Penelitian Terdahulu
Harisa (2010) melakukan penelitian dalam tensis yang berjudul “Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT Sogo Sun Plaza Medan”. Penelitian ini menganalisis pengaruh kinerja karyawan yang belum berjalan dengan baik padahal apabila dilihat dari budaya organisasinya SOGO
Sun Plaza Medan memiliki budaya yang cukup baik dan kuat. Penelitian ini dilakukan pada seluruh karyawan Pada PT Sogo Sun Plaza Medan yang
berjumlah 75 orang. Teknik analisis data yang digunakan adalah metode analisa kuantitatif, sedangkan teknik analisa data yang digunakan adalah teknik korelasi antar variabel untuk membuktikan adanya pengaruh dari budaya organisasi
terhadap kinerja karyawan SOGO Sun Plaza Medan. Hasil penelitiannya adalah terbukti adanya hubungan yang kuat antara budaya organisasi terhadap kinerja
karyawan.
2.4. Kerangka Konseptual
Bisnis organisasi adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal didalam menarik perhatian publik untuk suatu
tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba. Contoh untuk bisnis organisasi yaitu LSM, Lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan. Yayasan adalah sebuah organisasi yang
didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk
masyarakat umum, tidak hanya untuk kepentingan para anggota seperti yang di lakukan koperasi ataupun organisasi profesi.
Menurut Mangkunegara (2002:9) Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Kesimpulannya kinerja karyawan adalah prestasi kerja atau hasil kerja baik dari kualitas dan kuantitas yang dicapai karyawan pesatuan periode waktu dalam
melaksanakn tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Yang dapat meningkatnya efektifitas kinerja kayawan tersebut .
Kerangka konseptual bertujuan untuk mengemukakan secara umum
mengenai objek penelitian yang dilakukan dalam kerangka dari variabel yang akan diteliti. Berdasarkan latar belakang yang telah di sampaikan terdahulu,
penulis merumuskan suatu kerangka konseptual bahwa Bisnis Organisasi Berpengaruh Terhadap Efektifitas Kinerja Karyawan. Seperti terlihat pada Gambar 2.4 berikut:
Gambar 2.3
Kerangka Konseptual Penelitian
Sumber: Menurut Mangkunegara (2002:9)
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Pengaruh Bisnis Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan.
Bisnis Organisasi (X)
2.5 Hipotesis
Adapun perumusan masalah yang telah dijabarkan, maka penulis